• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Resiko yang Memengaruhi Terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor Resiko yang Memengaruhi Terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sirosis Hepatis

2.1.1. Pengertian

Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang berarti kuning, karena perubahan pada nodul-nodul yang terbentuk. Pengertian Sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut: Suatu keadaan disorganisasi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regenerative yang dikelilingi jaringan yang mengalami fibrosis (Sutadi, 2003).

Pada penderita hepatitis yang tidak mampu menjaga kondisi organ hatinya akan berlanjut menjadi penderita hepatitis kronik, dan jika keadaannya masih terus memburuk akan timbul semacam jerawat-jerawat besar pada hati/nodul, yang merupakan ciri khas dari Sirosis (Misnadiarly, 2007)

Menurut Nurdjanah (2009), Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Hal ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular dan regenerasi nodularis parenkim hati.

(2)

menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi (Sutadi, 2003).

2.1.2.Anatomi dan Fisiologi Hati

a. Anatomi

Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut, persis disamping lambung dibawah paru-paru. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa normal. Hati dibungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsul Glisson. Kadang-kadang hati dapat membengkak dan kapsul tersebut meregang, menimbulkan rasa tidak nyaman (Sievert, 2010).

Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu :

1.Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan

nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral.

2. Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.

Cabang-cabang pembuluh darah vena porta hepatica dan arteri hepatica mengalirkan darahnya ke sinusoid. Hematosit menyerap nutrien, oksigen, dan zat racun dari darah sinusoid. Di dalam hematosit zat racun akan dinetralkan sedangkan nutrien akan ditimbun atau dibentuk zat baru, dimana zat tersebut akan disekresikan ke peredaran darah tubuh.

Pada kondisi hidup, hati berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh

(3)

mempunyai 3 bagian utama yaitu: lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus

quadrates.

Untuk mengetahui perbedaan bentuk hati normal dan tidak normal (sirosis) dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.1 Hati Normal dan Hati dengan Sirosis A. Hati Normal B. Hati dengan Sirosis

b. Fisiologi Hati

Fungsi utama hati yaitu :

1. Untuk metabolisme Protein, Lemak, dan Karbohidrat. Bergantung kepada kebutuhan tubuh, ketiganya dapat saling dibentuk.

2. Untuk tempat penyimpanan berbagai zat seperti Mineral (Cu, Fe) serta vitamin yang larut dalam Lemak (Vitamin A,D,E, dan K), likogen dan

A

(4)

berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan dari tubuh (contohnya: pestisida DDT).

3. Untuk detoksifikasi, dimana hati melakukan inaktivasi hormon dan detoksifikasi toksin dan obat.

4. Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit, dan leukosit yang sudah tua atau rusak.

5. Untuk sekresi, dimana hati memproduksi empedu yang berperan dalam emulsifikasi dan absorbsi lemak.

Hati mensekresi ± 1 liter cairan empedu ke dalam saluran empedu yang terdiri dari pigmen empedu dan asam empedu, yang termasuk pigmen empedu adalah bilirubin dan biliverdin yang memberi warna tertentu pada feses. Asam empedu yang di bentuk dari kolesterol membantu pencernaan lemak (Wibowo, 2009).

2.1.3. Epidemiologi

a. Menurut Orang

Berdasarkan national Vital Statistics Reports, di Amerika Serikat pada tahun 2004 angka kematian sirosis dengan infeksi hepatitis B berdasarkan kelompok umur per 100.000 penduduk yang tertinggi terdapat pada kelompok umur 65-74 tahun yaitu 27,7%, pada umur 55-64 yaitu 22,6 %, pada umur 45-54 tahun yaitu 18 %, pada umur 35-44 tahun yaitu 6,3% dan terendah pada umur 25-34 tahun yaitu 0,8%.

(5)

tertinggi pada laki-laki umur 45-64 tahun yaitu 28,9% dan terendah pada perempuan umur 15-44 tahun yaitu 3,5%.

Dari data beberapa Rumah Sakit di kota-kota besar di Indonesia memperlihatkan bahwa penderita Sirosis pada pria lebih banyak dari perempuan dengan rasio 1,5-2:1.Hasil penelitian Suyono, dkk, di RSUD Dr.Moewardi Surakarta tahun 2001-2003, menunjukkan Prevalensi pasien Sirosis akibat Hepatitis B pada laki-laki (71%) lebih banyak dari perempuan (29%) dengan kelompok umur 51-60 tahun merupakan kelompok umur yang terbanyak.

b. Tempat

Sirosis hati dijumpai di seluruh negara, tetapi kejadiannya berbeda-beda tiap negara.Pada periode 1999-2004 insidensi sirosis hati dengan Hepatitis B di Norwegia sebesar 13,4 per 100.000 penduduk. Kejadian Sirosis hepatis di China, dan India berkisar 4-7%, di Afrika Timur 6,7%, dan di Chili 8,5%.

Dalam kurun waktu empat tahun di Medan, Proporsi pasien Sirosis hati dengan Hepatitis B yaitu: 72,8% (berdasarkan pengamatan secara klinis).

c. Waktu

(6)

Di Indonesia Insiden Sirosis akibat infeksi Hepatitis B kasusnya terus meningkat, dari data salah satu rumah sakit di kota Medan, yaitu dari rekam medik RSUP H.Adam malik medan tahun 2013, ada 20 penderita Sirosis dengan Hepatitis B, tahun 2014 tercatat 105 penderita dan tahun 2015 ada 240 orang penderita.

2.1.4. Insiden

Penderita Sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki, jika dibandingkan rasio kaum laki-laki dengan perempuan sekitar 1,6:1, dengan rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun, dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun (Sutadi, 2003).

2.1.5. Klasifikasi

1. Menurut Patologinya, Sirosis dibagi atas 4 jenis:

a. Mikronodular (portal), bila nodul bergaris tengah sekitar 1cm. Vena

hepatika sangat sedikit, sedangkan saluran portal masih terlihat.

b. Makronodular (pascanekrotik), bila nodul bergaris tengah sekitar 5 cm,

dengan septum fibrotic yang lebar melingkari nodul tersebut. Hati akan menjadi mengkerut.

c. Sirosis septal inkomplit, merupakan gabungan makro dan mikronodul. Vena

hepatika dan saluran portal masih terlihat, namun letaknya sudah tidak teratur lagi (Hassan, 2007).

d. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi didalam hati

(7)

2. Secara Klinis sirosis dibagi atas: a. Sirosis hati kompensasi

Yaitu: belum adanya gejala klinik yang nyata. Merupakan kelanjutan dari proses Hepatitis kronis dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinik. Tes biokimia pada hati yang terkompensasi menunjukkan hasil yang normal, sedikit peningkatan yang umumnya terjadi pada nilai serum transaminase dan gamma-T. Diagnosis pastinya baru dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan biopsy hati.

Tidak ditemukan tanda kearah penurunan fungsi sel hati. Pada Sirosis yang terkompensasi baik, gambaran klinis penyakit dasarnya lebih menonjol. Misalnya sirosis setelah hepatitis aktif kronik, maka akan terlihat gambaran kelainan kulit seperti jerawat dan stria. Pada fibrosis kistik yang terlihat menonjol adalah infeksi saluran nafas kronik dan insufisiensi pankreas. Yang aktif terkompensasi dapat menunjukkan pruritis, ikterus, xantelasma, mall absorbsi dan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak terutama vitamin D dan K.

Sirosis hati sering terjadi, biasanya ditemukan pada saat pemeriksaan tes rutin, pemeriksaan karena masalah lain atau ketika pembedahan, dan pada saat otopsi.

b. Sirosis hati dekompensasi

(8)

Adanya ikterus pada Sirosis pascanekrotik menunjukkan penyakit yang lanjut. Adanya perdarahan akibat hipersplenisme, berkurangnya trombosit dan infeksi menunjukan keganasan penyakit yang diderita (Hassan, 2007).

2.1.6. Faktor Resiko yang Memengaruhi Sirosis pada Penderita Hepatitis B

Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering disebutkan antara lain :

a. Umur

Seseorang dengan umur yang lebih muda tidak tertutup kemungkinan untuk menderita sirosis hati, karena apabila seseorang terinfeksi Virus Hepatitis B akut, 90% yang terinfeksi pada anak-anak dan 70% pada orang dewasa tidak menampakkan gejala sama sekali. Selanjutnya 90% pada mereka yang terinfeksi pada masa anak-anak berlanjut menjadi kronis, sehingga tidak heran jika sering ditemukan Sirosis hepatis pada seseorang sebelum usia 30 tahun (Sutadi, 2003).

(9)

b. Jenis kelamin

Pola hidup pria masa kini menambah daftar panjang terjangkitnya sirosis hati. Saat ini penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada pria dibandingkan wanita dengan rasio 1,6:1, hal ini dikarenakan banyaknya laki-laki yang mengkonsumsi alkohol/peminum alkohol berat. Dari kebiasaan tersebut menyebabkan penyakit yang ada makin berat, apalagi dalam diri seseorang telah ada infeksi Virus Hepatitis B secara otomatis mempercepat kerusakan hati/terjadinya Sirosis hati.

Selain itu, laki-laki lebih banyak menderita Sirosis hati kemungkinan karena laki-laki adalah kepala rumah tangga yang harus bekerja lebih keras tanpa memperhatikan kemampuan fisik dan mentalnya sehingga lebih mudah terkena penyakit, khususnya berbagai penyakit infeksi (Hepatitis B) (Karina (2007).

c. Virus Hepatitis B

Hepatitis B adalah: Suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB), suatu anggota family Hepadnavirus yang menyebabkan peradangan hati akut atau menahun, yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi Sirosis hati atau kanker hati (Zulkoni, 2010).

(10)

kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.

Seseorang mengalami Hepatits B akut ada kemungkinan yang akan terjadi. Pertama, apabila seseorang terkena virus Hepatits B pada usia dewasa, maka 90-95 % beresiko menderita virus diantaranya sembuh. Sementara sisanya sekitar 5-10 % akan menderita virus Hepatitis B kronis. Sedangkan apabila terkena virus Hepatitis B akut pada usia anak- anak, maka resiko menderita virus Hepatits B kronis sebesar 90%. Kedua, pada kelompok dewasa(5-10%) yang menderita virus Hepatitis B kronis sebagai Hepatitis carrier inaktif atau menjadi hepatitis kronik aktif. Pada kelompok hepatitis kronis aktif inilah yang kemudian beresiko menjadi Sirosis hati bahkan menjadi kanker hati.

Temuan serupa dijumpai pada pasien dengan Sirosis akibat Hepatitis B kronik. Dari pasien- pasien yang terpajan Hepatitis B, 5% mengalami hepatitis B kronik dan sekitar 20% dari pasien ini akan berlanjut mengalami Sirosis. Pulasan khusus untuk antigen HBc (Hepatitis B core) dan HBs (Hepatitis B surface) akan positif, dan mungkin ditemukan hepatosit ground-glass yang menandakan HBsAg Positif (Longo, 2014)

d. Konsumsi obat-obatan

(11)

kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa Sirosis hati. Suatu obat dapat dinyatakan menyebabkan kerusakan pada hati, apabila bahan tersebut dapat menimbulkan kelainan hati yang terus-menerus sejak obat tersebut diberikan dengan cara dan dosis tertentu.

Kerusakan akibat obat yang ditimbulkan pada hati dapat berupa: 1. Hepatotoksik

a) Merubah sintesis hati dan zat lain yang esensial b) Merubah aliran darah

c) Merubah metabolisme lemak 2. Kolestatik

a) Penyempitan kanalikuli akibat kerusakan sel hati dan viskositas cairan b) Penurunan sekresi empedu akibat membran hati

c) Penyumbatan segitiga portal dan eksudat

d) Kerusakan saluran empedu yang akan menyebabkan naiknya permeabilitas saluran tersebut. Secara histopatologi terlihat statis yang hebat dengan infiltrasi radang tanpa ditemukan adanya nekrosis atau hanya nekrosis setempat. Bila statis berlangsung lama akan terjadi proliferasi saluran empedu dan mengakibatkan fibrosis portal yang selanjutnya dapat mengakibatkan sirosis.

3. Hepatik

(12)

b) Kerusakan perenkim menonjol, yaitu berupa subakut, submasif, dan masif. Kelainan akan berkurang bila pemberian bahan dihentikan dan akan timbul kembali bila bahan tersebut diberikan kembali. Obat-obatan yang biasanya mengalami metabolisme dihati dapat menimbulkan masalah. Walaupun diberi dalam takaran/dosis biasa, hati yang sakit tidak dapat mengatasi zat-zat dari obat- obatan yang masuk sekalipun dalam jumlah normal.

Kemungkinan suatu obat menjadi penyebab hepatitis harus selalu dipertimbangkan. Beberapa obat dapat menyebabkan luka pada sel hati, yang dapat menjadi Sirosis. Mengapa seseorang minum obat dalam jangka panjang terus-menerus mengakibatkan kerusakan hati. Hal ini mungkin disebabkan:

1. Kerusakan yang disebabkan oleh obat tidak diperhatikan sampai pada titik dimana kerusakan tersebut tidak dapat dipulihkan lagi.

2. Hepatitis akut mungkin dapat didiagnosis, namun tidak diketahui bahwa pengobatan yang dilakukan merupakan penyebabnya, sehingga pengobatan berlangsung terus.

3. Pengobatan yang menyebabkan kerusakan dihentikan, tetapi dimulai kembali sebelum sembuh total.

4. Hati mengalami kerusakan meskipun obat-obatan penyebabnya tidak lagi digunakan.

(13)

penyakit hati (Hepatitis B) mengubah reaksi hati, sehingga hati lebih rentan terhadap kerusakan akibat obat tertentu. Beberapa obat juga dapat menyebabkan perubahan pada system kekebalan tubuh seseorang, dan perubahan ini menyebabkan kerusakan pada hati (Sievert, 2010).

Adapun Obat- obatan yang dapat menyebabkan sirosis atau merusak jaringan hati pada hati dapat dilihat pada table berikut:

Tabel. 2.1 Daftar Obat yang dapat Merusak Jaringan Hati

Antibiotik Analgesik non narkotik Anti tukak

Ampisilin Asetosal Lansoprozol

Metronidazole Tramadol Isosorbide dinitrate

Seftriaxon

Cefotaxim Antialergi Metronidazole Difenhidramin

Analgesik Narkotik Antidiare Antidiabetik

Codein Atapulgit Insulin aspart

Fentanyl Lactobacillus Insulin glargin

Loperamide

1.Ranitidine merupakan golongan histamine reseptor (H2) antagonis (RAS)

(14)

dapat meningkatkan nilai SGPT. Efek ranitidine terhadap hati akan memperluas kerusakan hati dan telah terjadi kematian dibeberapa individu. Pada pasien lanjut usia dan memiliki ganguan fungsi hati, ranitidine harus digunakan secara hati-hati. Dosis ranitidine adalah 150 mg dan dosis maksimal 6 gram per hari (BPOM RI, 2008).

2.Paracetamol dimetabolisme pada hati, apabila digunakan secara berlebihan

maka paracetamol dapat menyebabkan gagal hati fulminal, gagal hati akut dan transplatasi hati (Larson, 2005). Gambaran klinis pada penderita kelainan hati akibat obat biasanya menimbulkan gejala 2-5 minggu setelah kontak dengan bahan. Pada paracetamol dosis tinggi, gejala dapat timbul 1 minggu kemudian. Penderita akan mengeluh menggigil, panas, timbul kemerahan dimuka, gatal dan artralgia. dan pada penderita Hepatitis B reaksi yang ditimbulkan obat yang menyebabkan kerusakan bisa lebih cepat (Hassan, 2007).

3.Cefotaxim termasuk antibiotik golongan sefalosporin, untuk golongan

(15)

memperburuk ensefalopati hati, resiko akan menjadi berat apabila digunakan bersamaan dengan diuretik lainnya (Depkes, 2007).

Pemberian obat penginduksi hati terhadap pasien gangguan fungsi hati perlu dilakukan khusus seperti penentuan regimen dosis, perpanjangan frekuensi penggunaan obat, penambahan zat lain yang dapat mengurangi efek toksik dan perlu dilakukan pengawasan parameter fungsi hati (Dipiro, 2005).

d. Konsumsi alkohol

Alkohol adalah bahan utama dalam pembuatan minuman keras, dengan kadarnya masing-masing, seperti wishky, bir, anggur, dan Tuak. Alkohol merupakan suatu cairan bening, yang mudah menguap, mudah bergerak, bersifat memabukan, memiliki bau khas, rasa panas, mudah terbakar dengan memberikan nyala api berwarna biru dan tidak berasap.

Alkohol adalah suatu penyebab yang paling umum dari Sirosis. Sirosis hati dijumpai di seluruh negara, tetapi kejadiannya berbeda-beda, di negara Barat etiologi sirosis hati tersering diakibatkan oleh alkohol. Semakin murah harga alkohol, semakin banyak orang kurang mampu yang dapat membelinya, dan semakin tinggi resiko penyakit hati.

(16)

Jumlah alkhol yang diminum dapat dihitung dalam satuan unit, dimana setengah kaleng bir (300cc), setara dengan segelas anggur, atau 1 takaran kecil wiski (1 unit). Untuk mencegah gangguan kesehatan, seorang pria sehat sebaiknya tidak mengkonsumsi lebih dari 21 unit per minggu dan wanita tidak lebih dari 14 unit perminggu. Berapa lama alkohol dikonsumsi penting pula untuk diketahui, karena konsumsi alkohol dalam jumlah banyak secara teratur setiap harinya, lebih berbahaya dibandingkan dengan peminum yang kadangkala saja dalam pesta.

Beberapa penyakit yang diyakini berasosiasi dengan kebiasaan minum alkohol antara lain sirosis hati, kanker, penyakit jantung dan syaraf. Sebagian besar kasus sirosis hati (liver cirrhosis) dialami oleh peminum berat yang kronis. Sebuah studi memperkirakan bahwa konsumsi 210 gram alkohol atau setara dengan minum sepertiga botol minuman keras (liquor) setiap hari selama 25 tahun akan mengakibatkan sirosis hati.

Dalam jurnal Eko (2016), Konsumsi alkohol Pada individu dengan infeksi HBV dan peminum alkohol berat, resiko terjadinya sirosis lebih cepat dibandingkan dengan mereka yang mengkonsumsi alkohol tanpa adanya infeksi HBV dan kelangsungan hidup mereka juga menurun. Dimana 4-7% pasien dengan HBeAg-positif dan 2-3% pasien dengan HBeAg-negatif pada seorang yang mengkonsumsi alkohol, akan berkembang menjadi suatu sirosis, jika tidak diobati kemungkinan untuk bertahan hidup dari mereka tidak lebih dari 5 tahun.

(17)

alkoholik, hepatitis alkoholik, dan sirosis. Pemakaian alkohol yang berlebihan ikut menimbulkan kerusakan hati yang lebih cepat pasien yang sudah mengidap penyakit hati, misalnya Hepatitis B.

Mekanisme penyakit hati akibat konsumsi alkohol masih belum pasti, diperkirakan mekanismenya yaitu sel hati mengalami fibrosis dan destruksi protein yang berkepanjangan akibat metabolisme alkohol yang menghasilkan acetaldehyde. Fibrosis yang terjadi merangsang pembentukan kolagen. Regenenerasi sel tetap terjadi tetapi tidak dapat mengimbangi kerusakan sel. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol-benjol dan mengeras sehingga terjadi sirosis hati.

Secara sederhana peminum alkohol dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok, yang meliputi peminum ringan, peminum sedang, dan peminum berat.

1. Peminum Ringan (Light Drinker), yaitu mereka yang mengkonsumsi antara 0,28-5,9 gram atau ekuivalen dengan minum 1 botol bir atau kurang.

2. Peminum Menengah (Moderate Drinker), kelompok ini mengkonsumsi antara 6,2-27,7 gram alkohol atau setara dengan 1- 4 botol bir per hari.

3. Peminum Berat (Heavy Drinker), yang mengkonsumsi lebih dari 28 gram alkohol per hari atau lebih dari 4 botol bir setiap harinya.

(18)

mengandung 3 % alkohol yang setara dengan bir biasa, karena kandungan alkohol dalam bir, anggur, dan minuman keras lainnya menghasilkan bahan kimia yang sangat beracun, seperti asetaldehida. Bahan kimia ini dapat memicu terjadinya peradangan yang nantinya dapat merusak sel-sel hati dan dapat mengganggu kemampuan fungsi hati (Sievert, 2010).

2.1.7. Patogenesis Sirosis Hati

Infeksi virus Hepatitis B menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoselular) terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan yang lainnya.

Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan distorsi percabangan pembuluh hepatic dan gangguan aliran darah porta dan menimbulkan hipertensi portal. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis, dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi irreversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aselular pada daerah porta dan parenkim hati.

2.1.8. Manifestasi Klinis

(19)

a. Pembesaran hati

Pada awal perjalanan sirosis, hati cendrung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsul Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler).

b. Obstruksi Portal dan Asites

Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali kedalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongestif pasif yang kronis, dengan kata lain kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cendrung menderita dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.

c. Varises Gastro Intestinal

(20)

gastrointestinal dan pemintasan darah dari pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusa), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rectum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya.

Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami rupture dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% akan mengalami hematemesis ringan, sisanya akan mengalami hemoragi massif dari rupture varises pada lambung dan esophagus.

d. Edema

Gejala lanjut pada Sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.

e. Defesiensi Vitamin dan Edema

(21)

dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktifitas rutin sehari-hari.

f. Kemunduran mental

Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien,

kemampuan kognotif, orientasi terhadap waktu serta tempat dan pola bicara (Bunner dan Suddarth, 2002).

2.1.9. Diagnosa

Diagnosa Sirosis Hepatis Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium, terdiri dari: a. Urin

Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada penderita dengan asites, maka ekskresi Natrium (Na) dalam urin berkurang (urin kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.

b. Tinja

(22)

dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.

c. Darah

Biasanya dijumpai normostik normo kronik anemia yang ringan, kadang– kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asamfolik dan vitamin B12 atau karena Splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal maka akan terjadi hipokromik anemi, juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.

d. Tes Faal Hati

Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin bertambah, sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan Sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr/hari. Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dl. Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum.

Perbandingan normal albumin:globulin (2:1) atau lebih. Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati secara dini (Hadi, 2002).

2.1.10. Sarana Penunjang Diagnostik

(23)

Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan adalah: pemeriksaan foto toraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP) (Hadi, 2002).

b. Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelainan di hati, termasuk sirosis hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan Sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul. Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.

c. Peritoneoskopi (laparoskopi)

Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hepatis akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.

2.1.11. Komplikasi

a. Varises Esophagus dan Perdarahan

(24)

kira-kira 50% pasien saat diagnosis sirosis dibuat. Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun pertama sebesar 5-15% dengan angka kematian dalam 6 minggu sebesar 15-20% .

b. Koma Hepatikum

Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum memiliki gejala yaitu hilangnya kesadaran penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua. Pertama koma hepatikum primer yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital terganggu seluruhnya maka metabolisme tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua koma hepatikum sekunder yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena kerusakan hati secara langsung melainkan karena perdarahan akibat terapi terhadap asites karena obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen.

c. Ensefalopati Hepatikum

(25)

d. Peritonitis Bakterial Spontan

Peritonitis Bakterial Spontan adalah infeksi cairan acites oleh salah satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala namun dapat timbul gejala demam dan nyeri abdomen. Peritonitis bakterial spontan disebabkan oleh adanya translokasi bakteri menembus dinding usus dan juga oleh karena penyebaran bakteri secara hematogen. Bakteri penyebabnya antara lain:

escherechia coli, stereptococcus pneumoniae, spesies klebsiella dan organisme

enterik gram negatif lainnya. Diagnosa peritonitis bakterial spontan berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites dimana ditemukan sel polimorfonuklear lebih dari 250 sel/mm³ dengan kultur cairan positif.

e. Kanker Hati (Hepatocellular Carcinoma)

Apapun penyebab Sirosis, dapat meningkatkan risiko kanker hati primer

(hepatocellular carcinoma). Istilah primer menunjukkan tumor berasal dari hati.

Kanker hati sekunder merupakan kanker hati yang berasal dari penyebaran kanker dari tempat lain dalam tubuh (metastasis). Keluhan terbanyak kanker hati primer adalah nyeri perut, pembengkakan, pembesaran hati, penurunan berat badan, dan demam. Sebagai tambahan, kanker hati dapat memproduksi dan melepaskan sejumlah bahan yang menimbulkan berbagai kelainan diantaranya: peningkatan sel darah merah (eritrositosis), gula darah yang rendah (hipoglikemia) dan kalsium darah yang tinggi (hiperkalsemia).

(26)

terakhir, kejadian kanker jenis ini meningkat di Amerika Serikat, terutama karena penyebaran HBV dan HCV. Untuk itu diperlukan langkah-langkah pencegahan, pengukuran pencegahan termasuk didalamnya skrining dengan alpha-fetoprotein dan ultrasonografi setiap 6 bulan (Anand , 2002).

1.1.12 Prognosis

Prognosis tergantung pada luasnya kerusakan hati/kegagalan hepatoseluler, beratnya hipertensi portal, dan timbulnya komplikasi lain. Klasifikasi Child-pugh dipakai sebagai petunjuk prognosis yang tidak baik dari pasien Sirosis.

Tabel 2.2 Kriteria Child-Pugh pada Penderita Sirosis Hepatis

Parameter klinis DerajatKlasifikasi

1 2 3

Billirubin < 2 2-3 >3

Albumin >3,5 3-3,5 <3

Asites Tidak ada Tidak terkontrol Sulit dikontrol Defisit neurologic Tidak ada Minimal Berat

Nutrisi Baik Cukup Kurang

(Mansjoer, dkk, 2001)

2.1.13 Penatalaksanaan Sirosis Hepatis

(27)

lainnya. Asupan protein dan kalori yang adekuat merupakan bagian yang esensial dalam penanganan Sirosis bersama-sama menghindari penggunaan alkohol. Meskipun proses fibrosis pada hati yang sirotik tidak dapat di putar balik, perkembangan keadaan ini masih dapat dihentikan atau diperlambat dengan tindakan tersebut.

Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa colchicine yang merupakan preparat anti inflamasi untuk mengobati gout, dapat memperpanjang kelangsungan hidup penderita Sirosis dari ringan hingga sedang (Bunner dan Suddarth, 2002).

2.1.14 Pencegahan Sirosis Hepatis

a. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah pencegahan yang dilakukan sebelum penyakit terjadi. Upaya ini umumnya bertujuan mencegah terjadinya penyakit dan sasarannya. Hal ini merupakan upaya agar masyarakat yang berada dalam keadaan sakit tidak jatuh dalam keadaan sakit, melalui usaha mengontrol dan mengatasi faktor resiko dengan sasaran utamanya adalah orang sehat melalui promosi kesehatan, perlindungan umum dan khusus.

(28)

untuk menghindari resiko penularan vertikal dari ibu kepada bayi. Vaksinasi hepatitis B diberikan pada bayi baru lahir umur 0-7 hari (HB0).

Vaksinasi ini dilakukan terutama kepada kelompok resiko tinggi seperti pada bayi dari ibu pengidap virus Hepatitis B, petugas pelayanan kesehatan (dokter, dokter gigi, perawat, bidan, petugas laboratorium), anggota keluarga pengidap hepatitis, kaum homo seks, para tuna susila, dan pelanggan mereka, pecandu obat bius suntik, mereka yang sering mendapat perawatan tusuk jarum yang suntiknya tidak steril, mereka yang sering mendapatkan transfusi darah. Cara pencegahan sirosis hati dapat dilakukan dengan cara tidak gonta-ganti pasangan sexual, menghindari kontak darah dengan penderita Hepatitis B, hindari penggunaan narkoba suntikan, hindari pengguanaan jarum suntik secara bergantian, transfusi darah secara steril dan aman.

b. Pencegahan sekunder

(29)

c.Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier biasanya dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Pencegahan dalam tingkatan ini biasanya dapat berupa rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Jika kerusakan hati sangat parah dan mengancam nyawa maka satu-satunya cara untuk memperoleh kesembuhan total adalah dengan transplantasi hati.

2.2 Landasan Teori

Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi. Dimana faktor resiko terjadinya sirosis ini diantaranya: Umur, Jenis Kelamin, Riwayat Konsumsi Obat-obatan, dan Riwayat Konsumsi Alkohol (Sutadi, 2003).

Masuknya virus Hepatitis B kedalam tubuh seseorang, dapat menyebabkan beragam keadaan klinikopatologik setelah infeksi, termasuk keadaan pembawa kronik (terjangkit saat lahir atau sesudahnya), Hepatitis akut, Hepatitis kronis, Hepatitis fulminan, Sirosis, Karsinoma hepatoseluler, dan keadaan subklinis yang belum sepenuhnya dipahami, yang diperkirakan menyeabkan kesembuhan sempurna (Rudolph, 2007)

(30)

bulan dengan masa inkubasi 60-90 hari. Penularannya terjadi secara vertikal (90%), dan intra uterine (5%), sedangkan penularan secara horizontal melalui transfusi darah, pemakaian jarum suntik secara bersama. Bila infeksi ini berlanjut (lebih dari 6 bulan) maka akan terjadi hepatitis kronik, penularannya 95% pada saat bayi, 5% pada saat setelah dewasa. Hepatitis kronik ini juga terbagi kedalam Hepatitis kronik aktif, yaitu Hepatitis yang ditandai dengan adanya sebutan sel-sel radang bulat terutama limfosit dan sel plasma di daerah portal yang menyebar dan mengadakan infiltrasi ke dalam lobulus hati sehingga menyebabkan erosi limiting plate dan menimbulkan piecemeal nekrosis, dan Hepatitis kronik inaktif, yaitu: Infeksi virus hepatitis B persisten tanpa disertai proses nekroinflamasi yang signifikan (Kemenkes, 2014).

(31)

2.3 Kerangka Teori

Gambar 2.1. KerangkaTeori

(32)

2.4 Kerangka Konsep

Mengacu kepada landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Faktor resiko

1. Umur

2. Jenis kelamin

3. Riwayat konsumsi obat-obatan

4. Riwayat konsumsi alkohol

Gambar

Gambar 2.1 Hati Normal dan Hati dengan Sirosis A. Hati Normal      B. Hati dengan Sirosis
Tabel. 2.1 Daftar Obat yang dapat Merusak Jaringan Hati
Gambar 2.1. KerangkaTeori
Gambar 2.2. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

 Format tidak baku, format yang ada pada dokumen biasanya berbeda dengan format yang terdapat pada penelitian, disebabkan tujuan penulisan dokumen berbeda dengan

Penelitian ini bertujuan (1) Mendeskripsikan keterampilan guru dalam mengimplementasikan model pembelajaran Make A Match pada pembelajaran PKn kelas IV SD 3

Surat Keputusan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 di atas ditembus- kan kepada Pimpinan Cabang, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Pusat IPM serta Kepala Sekolah dan atau Pimpinan

Penelitian ini dapat menambah dan meningkatkan wawasan serta pengetahuan di bidang kearsipan dan sebagai bahan masukan yang memberikan pemahaman tentang pelaksanaan kearsipan

Sikap ini pada saat yang sama dibarengi dengan panafian kebenaran sistem lain yang akan diganti dalam gerakan sosial, keyakinan tentang kebenaran program atau filosofi

[r]

Ketertarikan pengkarya terhadap tokoh tersebut karena dia memiliki dendam dengan Laksmana yang telah membuat cacat padanya, dan pada akhirnya dia mati

Konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan dari penelitian ini lebih rendah dari dibandingkan dengan penelitian (Soetopo et al., 2012) yang menggunakan lumpur primer