• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Penilaian Competency Level Index (CLI) Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Perkebunan Nusantara III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Penilaian Competency Level Index (CLI) Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Perkebunan Nusantara III"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1KOMPETENSI

2.1.1. Pengertian Kompetensi

Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut (Wibowo, 2013:324).

Spancer dan Spencer dalam moeheriono (2012) menyatakan bahwa kompetensi merupakan landasan dasar karakteristik orang dan mengindikasikan cara berprilaku dan berfikir, menyamakan situasi, dan mendukung untuk periode waktu cukup lama.

Kompetensi merupakan dimensi perilaku yang berada di belakang kinerja kompeten. Sering dinamakan kompetensi perilaku karena dimaksudkan untuk menjelaskan bagaiman orang berperilaku ketika mereka menjalankan perannya dengan baik (Armstrong dan Baron dalam moeheriono, 2012)

(2)

2.1.2 Tipe Kompetensi

Tipe kompetensi berkaitan dengan aspek perilaku manusia dan dengan kemampuannya mendemonstrasikan kemampuan perilaku tersebut. Ada beberapa tipe kompetensi yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Planning competency, dikaitkan dengan tindakan tertentu seperti mentapkan tujuan, menilai resiko dna mengembangkan urutan tindakan untuk mencapai tujuan.

2. Influence competency, dikaitkan dengan tindakan seperti mempunyai dampak pada orang lain, memaksa melakukan tindakan tertentu atau membuat keputusan tertentu, dan memberi inspirasi untuk bekerja menuju tujuan organisasional. Kedua tipe kompetensi ini melibatkan aspek yang berbeda dari perilaku manusia. Kompetensi secara tradisional dikaitkan dengan kinerja yang sukses.

3. Communication competency, dalam bentuk kemampuan berbicara, mendengarkan orang lain, komunikasi tertulis dan nonverbal.

4. Interpersonal competency, meliputi empatti, membangun konsensus, networking, persuasi, negosiasi, diplomasi, manajemen konflik, menghargai orang lain, dan menjadi team player.

(3)

6. Organizational competency, meliputi kemampuan merencanakan pekerjaan, mengorganisasi sumber daya, mendapatkan perkerjaan dilakukan, mengukur kemajuan, dan mengambil resiko yang diperhitungkan.

7. Human resources management competency, merupakan kemampuan dalam bidang team building, mendorong berpartisipasi, mengembangkan bakat, mengusahakan umpan balik kinerja, dan menghargai keberagaman.

8. Leadership competency, merupakan kompetensi meliputi kecakapan memosisikan diri, pengembangan organisasional, mengelola transisi, orientasi strategis, membangun visi, merencanakan masa depan, menguasai perubahan dan memelopori kesehatan tempat kerja.

9. Client service competency, merupakan kompetensi berupa: mengidentifikasi dan mengananlisis pelanggan, orientasi pelayanan dan pengiriman, bekerja dengan pelangga, tindak lanjut dengan pelanggan, membangun partnership dan berkomitmen terhadap kualitas.

10.Business competency, nerupakan kompetensi yang meliputi: nabajemen finansial, keterampilan pengambilan keputusan bisnis, bekerja dalam sistem, menggunakan ketajaman bisnis, membuat keputusan bisnis dan membangkitkan pendapatan.

(4)

12.Technical/operational competency, kompetensi berkaitan dengan mengerjakan tugas kantor, bekerja dengan teknologi komputer, menggunakan peralatan lain, mendemonstrasikan keahlian teknis dan profesional, dan membiasakan bekerja dengan data dan angka.

Dalam sejumlah literatur, kompetensi sering dibedakan menjadi dua tipe, yaitu:

1. Hard competency, kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan fungsional atau teknis suatu pekerjaan. Dengan kata lain kompetensi ini berkaitan dengan seluk beluk teknis yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditekuni. Contohnya : marketing research, financial analysis, manpower planning. Hard competency ditentukan berdasarkan Job Description dari masing-masing jabatan.

2. Soft competency, kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun interaksi dengan orang lain. Contohnya : leadership,

communication, interpersonal relation.

Menurut Raharjo, Soft Competency terbagi atas 3 jenis kompetensi, yaitu:

(5)

b. Functional Competency (kompetensi fungsional), merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh level jabatan tertentu di perusahaan.

c. Departement Competency (kompetensi departemen), merupakan kompetensi yang harus dimiliki departemen tertentu agar peran departemen tertentu menjadi maksimal.

2.1.3 Strata Kompetensi

Kompetensi dapat dipilah-pilih menurut stratanya. Kompetensi dapat dibagi menjadi:

1. Core Competancies merupakan kompetensi inti yang dihubungkan dengan strategi organisasi sehingga harus dimiliki oleh semua karyawan dalam organisasi.

2. Managerial Competancies merupakan kompetensi yang mencerminkan aktivitas manajerial dan kinerja yang diperlukan dalam peran tertentu.

3. Functional Competencies merupakan kompetensi yang menjelaskan tentang kemampuan peran tertentu yang diperlukan dan biasanya dihubungkan dengan keterampilan profesional dan teknis.

(6)

prasyarat mutlak yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan pekerjaan unggul. Sementara itu, kompetensi manajerial menunjukkan kemampuan dalam menjalankan manajemen dan kompetensi fungsional merupakan kemampuan berdasar profesi di bidang teknis tertentu.

2.1.4 Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi

Kondisi lingkungan bisnis di masa depan menunjukkan meningkatnya teknologi dan perubahan sosial. Di satu sisi harus mengikuti perkembangan teknologi, di sisi lain semakin meningkat tanggung jawab sosial organisasi. Pergeseran informasi ekonomi memerlukan knowledge worker, tingkat sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan semakin tinggi. Sementara itu, persaingan global semakin intensif. Pasar semakin terfragmentasi dalam spesialisasi.

Sumber daya manusia perlu memahami kecenderungan organisasi multikultural dan keberagaman kultural. Di sisi lain pekerja dan pelanggan sangat beragam menurut ras, jenis kelamin, negara dan budaya. Dengan demikian, sumber daya manusia perlu memahami masalah dalam keberagaman budaya.

Keadaan tersebut membuat kompetensi sumber daya manusia semakin penting, baik bagi eksekutif, manajer maupun pekerja (Spencer dan Spencer dalam Moeheriono, 2009)

1. Bagi Eksekutif

(7)

a. Strategic Thinking merupakan kemampuan eksekutif untuk memahami kecenederungan perubahan lingkungan yang cepat, melihat peluang pasar, mendeteksi ancaman kompetitif dan kekuatan, kelemahan organisasi mereka, untuk mengidentifikasi respons strategik optimumnya.

b. Change Leadership merupakan kemampuan eksekutif untuk mengkomunikasikan visi strategi organisasi yang membuat respon adaptif berkembang dan diterima stakeholder, membangkitkan motivasi dan komitmennya, bertindak sebagai sponsor inovasi dan kewirausahaan, dan mengalokasikan sumber daya organisasi secara optimal untuk melaksanakan banyak perubahan.

c. Relationship Management merupakan kemampuan eksekutif untuk membangun hubungan baik dengan stakeholder di dalam maupun di luar organisasi. Stakeholder di dalam organisasi meliputi bawahan, rekan kerja, atasan langsung dan pemegang saham. Stakeholder di luar organisasi dapat terdiri dari pemasok, rekanan, pelanggan, saluran distribusi, konsultan, kontraktor, pemerintah, legislatif, kelompok kepentingan, dan sebagainya.

(8)

penting apabila tidak memiliki kewenangan terhadap mereka, bahkan membutuhkan bantuannya.

2. Bagi Manajer

Bagi manajer diperlukan kompetensi yang memberikan kemampuan dalam bidang yang menunjukkan hal-hal berikut :

a. Flexibility (fleksibilitas) merupakan keinginan dan kemampuan manajer untuk mengubah struktur dan proses manajerial apabila diperlukan untuk menjalankan strategi perubahan organisasi. Kemampuan untuk melakukan perubahan apabila timbul kebutuhan untuk melakukannnya. b. Change Implementation (implementasi perubahan) merupakan

kemampuan kepemimpinan perubahan untuk mengkomunikasikan keutuhan organisasi akan perubahan kepada bawahan, dan keterampilan manajemen perubahan berupa komunikasi, pelatihan, fasilitas proses kelompok yang diperlukan untuk mengimplementasikan perubahan dalam kelompok kerjanya.

c. Enterpreneurial Innovation (inovasi kewirausahaan) merupakan inovasi untuk memelopori dan mengungguli dengan memunculkan produk baru mendahului pesaingnya, dan dalam memberikan pelayanan dan proses produksi yang semakin efisien.

(9)

masukan orang lain yang berbeda. Kemampuan dalam memahamu hubungan antarpribadi. Hal ini dapat menumbuhkan saling pengertian antar manajer dan bawahan maupun di antara sesama manajer dan sesama bawahan.

e. Empowering (memberdayakan) merupakan perilaku manajerial, untuk berbagi informasi, secara partisipasif mengumpulkan gagasan bawahan, mendorong pengembangan pekerja, mendelegasikan tanggung jawab penting, memberikan umpan balik, coaching, menyatakan harapan positif bawahan, dan menghargai perbaikan kinerja sehingga membuat pekerja meraasa lebih mampu dan termotivasi untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar.

f. Team Fasilitation (memfasilitasi tim) merupakan keterampilan proses kelompok yang diperlukan untuk mendapatkan kelompok orang yang berbeda bekerja bersama secara efektif untuk mencapai tujuan bersama untuk menciptakan tujuan dan kejelasan peran, mengontrol orang yang berbicara terlalu banyak, mengajak anggota pendiam untuk berpartisipasi dan menyelesaikan konflik.

(10)

kesenangan berpergian, resisten terhadapa stres dan memahami hubungan lintas budaya. Kemampuan ini akan menjadi pertimbangan dalam penempatan posisi di luar negeri.

3. Bagi Pekerja

Beberapa kompetensi yang mencerminkan kemampuan yang perlu dimiliki pekerja antara lain adalah sebagai berikut :

a. Flexibility (fleksibilitas) merupakan kecenderungan untuk melihat perubahan sebagai peluang yang menarik daripada sebagai tantangan, misalnya kesediaan untuk adopsi teknologi baru.

b. Information-Seeking Motivation and Ability to Learn (motivasi mencari informasi dan kemampuan belajar) merupakan antusiasme untuk mencari peluang belajar teknologi baru dan keterampilan dalam hubungan antarpribadi. Pembelajaran jangka panjang tentang pengetahuan dan keterampilan baru diperlukan oleh perubahan persyaratan pekerjaan di masa depan.

c. Achievement Motivation (motivasi berprestasi) merupakan dorongan untuk inovasi dan “kaizen”, perbaikan terus-menerus

dalam kualitas dan produktivitas yang diperlukan untuk menghadapi meningkatnya kompetisi..

(11)

komitmen organisasi yang memungkinkan individu bekerja dalam permintaan yang meningkat atas produk dan jasa baru dalam kurun waktu lebih pendek.

e. Collaborativeness (kesediaan bekerja sama) merupakan kemampuan untuk bekerja secara kooperatif dalam kelompok yang bersifat multidisiplin dan rekan kerja yang berbeda. Hal tersebut menunjukkan sikap positif terhadap orang lain, memiliki pemahaman tentang hubungan antarpribadi dan menunjukkan komitmen organisasional.

f. Customer Service Orientation (orientasi pada pelayanan pelanggan) merupakan keinginan membantu orang lain, pemahaman tentang hubungan antarpribadi, bersedia untuk mendengarkan kebutuhan pelanggan dan tahapan emosi, mempunyai cukup inisiatif untuk mengatasi hambatan dalam organisasi untuk mengatasi masalah pelanggan.

2.1.5 Competency Level Index (CLI)

(12)

Competency Level Index (CLI) digunakan untuk mengetahui sejauh mana kesesuaian antara kompetensi individu karyawan (current competency level) dengan kompetensi jabatan yang dipersyaratkan (required competency level) yang diperlukan dalam penyusunan program pengembangan individu karyawan (purpose competency level).

Indikator penilaian Competency Level Index (CLI) yang digunakan oleh PT. Perkebunan Nusantara 3 (PTPN 3) terdiri atas:

1. Soft Competency Assessment merupakan kompetensi umum yang dibagi dalam dua kompetensi yaitu Kompetensi Inti dan Kompetensi Perilaku Manajerial. Kedua kompetensi ini wajib dimiliki oleh seluruh karyawan PT. Perkebunan Nusantara III dan levelnya dibedakan berdasarkan strata.

2. Hard Competency Assessment merupakan kompetensi khusus yang dibagi menjadi tiga kompetensi, yaitu :

a. Kompetensi perkebunan. Kompetensi yang harus dimiliki oleh semua unit kerja/distrik manajer/bagian

b. Kompetensi Produksi Perkebunan. Kompetensi yang harus dimiliki oleh semua unit kerja/distrik manajer

(13)

2.2 KINERJA

2.2.1 Pengertian Kinerja

Kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi (Moeheriono, 2012:95).

Menurut Oxford Dictionary, kinerja (performance) adalah suatu tindakan proses atau cara bertindak atau melakukan fungsi organisasi.

Robbins mengatakan bahwa kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau Ability (A), Motivasi atau Motivation (M), dan Kesempatan atau Opportunity (O), yaitu Kinerja = f (A x M x O), artinya kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan.

Robbins (2002) menyatakan bahwa kinerja adalah ukuran mengenai apa yang dikerjakan dan apa yang tidak dikerjakan oleh karyawan. Menurut Mangkunegara dalam Pramudyo (2010) prestasi kerja berasal dari kata job performance atau actual performance yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.

(14)

mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Moeheriono, 2012:96).

2.2.2 Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja (Performance Measurement) merupakan suatu proses penilaian tentang kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran dalam pengelolaan sumber daya manusia untuk menghasilkan barang dan jasa, termasuk informasi atas efisiensi serta efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan organisasi.

Berdasarkan defenisi kinerja dan pengukuran kinerja yang telah disebutkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa aspek yang mendasar dan paling pokok dari pengukuran kinerja sebagai berikut:

1. Menetapkan tujuan, sasaran dan strategi organisasi, dengan menetapkan secara umum apa yang diinginkan oleh organisasi sesuai dengan tujuan, visi dan misinya.

2. Merumuskan indikator kinerja dan ukuran kinerja, yang mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung, sedangkan indikator kinerja mengarah pada pengukuran kinerja secara langsung yang berbentuk keberhasilan utama (critical success factors) dan indikator kinerja kunci (key performance indicator).

(15)

4. Mengevaluasi kinerja dengan menilai kemampuan organisasi dan pengambilan keputusan yang berkualitas, memberikan gambaran atau hasil kepada organisasi seberapa besar tingkat keberhasilan tersebut dan mengevaluasi langkah apa yang diambil organisasi selanjutnya.

2.2.3 Perbedaan Evaluasi Kinerja Dengan Pengukuran Kinerja

Pada umumnya, dan sering kali pengertian evaluasi kinerja (performance evaluation) dengan pengukuran kinerja (performance measurement) dianggap memiliki kesamaan dan memiliki arti defenisi yang sama. Dalam literatur dan kamus bahas Indonesia populer, fungsi pemantauan (monitoring) sering dijadikan satu atau gandenga dengan evaluasi (evaluation). Sehingga artinya menjadi pemantauan-evaluasi, karena keduanya dianggap memiliki arti kesamaan dalam beberapa hal, di antaranya hasil kegiatan pemantauan (monitoring) dapat digunakan dalam melakukan kegiatan evaluasi (evaluation). Oleh karena itu, penyebutannya sering digabungkan menjadi satu disebut “mon-ev” dingkatan dari

monitoring dan evaluasi.

Namun demikian, pengertian evaluasi dan monitoring secara esensial keduanya dapat dibedakan, meskipun ada kesamaan dan perbedaannya. Beberapa perbedaannya adalah sebagai berikut:

(16)

2. Pengertian evaluasi dianggap kurang intens atau kurang kontinu sesuai dengan kebutuhan organisasi, sedangkan monitoring dilakukan lebih intens dan kontinu (terkonsentrasi).

3. Pihak yang mengevaluasi (evaluator) pada umumnya berasal dari pihak luar (eksternal) dari organisasi yang dinilai, meskipun tidak menutup kemungkinan dilakukan oleh pihak dalam (internal) sendiri, sedangkan monitoring hanya dilakukan oleh pihak dalam internal saja.

2.2.4 Persyaratan Penilaian Kinerja

Dalam syarat-syarat penilaian kinerja ada beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh penilai, karena persyaratan tersebut sangat menentukan hasil penilaian kinerja selanjutnya. Adapun persyaratan yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:

1. Input(Potensi)

Agar penilaian kinerja tidak membias dan tercapai sasaran sesuai dengan yang dihendaki oleh organisasi, maka perlunya ditetapkan, disepakati, dan diketahui aspek-aspek yang akan dinilai atau dievaluasi sebelumnya, sehingga setiap karyawan sudah mengetahui dengan pasti aspek-aspek apa saja yang akan dinilai. Dengan demikian akan tercipta ketenangan kerja selama penilaian pada karyawan.

2. Proses (Pelaksanaan)

(17)

agar dapat menjamin seluruh aspek dari sistem penilaian kinerja secara menyeluruh dari pokok-pokok yang berhubungan dengan praktik. Proses tersebut dapat dilakuan melalui beberapa tahap berikut ini:

a. Memberikan briefing (penjelasan singkat), agar pelaksanaan sukses, maka persyaratan yang cukup penting adalah seluruh karyawan harus dilibatkan, penilai atau yang dinilai harus diberikan penjelasan secara menyeluruh mengenai cara dan sistem penilaiannya.

b. Memberikan pelatihan, agar memberikan dampak yang baik dan lebih efektif daripada hanya wawancara saja. Salah satu kebiasaan atau kecenderungan zaman sekarang adalah memberikan pelatihan bagi karyawan yang dinilai sebagai kelompok yang selalu terabaikan atau malas bekerja. Biasanya, bila suatu perusahaan akan memperkenalkan sistem baru atau memodifikasi sistem lama, maka pelatihan bagi para penilai akan terfokus pada: (1) penilaian kebijakan perusahaan (2) sistem dan dokumentasi (3) keterampilan penilaian, dan (4) menambah kompetensi.

3. Output (Hasil)

(18)

dan kepuasan kerja karyawan, yang akhirnya nanti akan direfleksikan pada peningkatan kinerja perusahaan.

2.2.5 Indikator Kinerja

Spencer dan Spencer (dalam Moeheriono, 2009) mengemukakan tingkat kompetensi seperti gunung es dimana ada yang tampak di permukaan, tetapi ada pula yang tidak terlihat di permukaan.

Tingkatan kompetensi dapat dikelompokkan dalam tiga tingkatan, yaitu:

1. Behavioral Tools

a. Knowledge, merupakan informasi yang digunakan orang dalam bidang tertentu, misalnya membedakan antara akuntan senior dan junior.

b. Skill, merupakan kemampuan orang untuk melakukan sesuatu dengan baik. Skill menunjukkan produk.

2. Image Attribute

a. Social role merupakan pola perilaku orang yang diperkuat oleh kelompok sosial atau organisasi. Misalnya, menjadi pemimpin atau pengikut, menjadi agen perunahan atau menolak perubahan.

(19)

3. Personal Characteristic

a. Traits merupakan aspek tipikal berprilaku. Misalnya, menjadi pendengar yang baik.

b. Motive merupakan apa yang mendorong perilaku seseorang dalam bidang tertentu (prestasi, afiliasi, kekuasaan). Misalnya, ingin memengaruhi perilaku orang lain untuk kebaikan organisasi.

2.3HUBUNGAN KOMPETENSI DAN KINERJA

Setiawati (2009), menyatakan bahwa kompetensi memiliki korelasi positif dengan kinerja dengan pengaruh yang signifikan. Sehingga semakin tinggi tingkat kompetensi seorang karyawan (individu) maka tingkat kinerja individu tersebut juga akan tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widyatmini dan Hakim (2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Anung Pramudyo (2010) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dosen negeri dipekerjakan pada kopertis wilayah V Yogyakarta menghasilkan kesimpulan kompetensi sebagai salah satu faktor memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja.

(20)

untuk memprediksi kinerja, yaitu siapa yang berkinerja baik dan kurang baik tergantung pada kompetensi yang dimilikinya, diukur dari kriteria atau standar yang digunakan.

Penelitian yang dilakukan oleh Chainiral (2005) terhadap pejabat imigrasi tentang hubungan antara tingkat pengetahuan dan keterampilan dengan kinerja mendapatkan pengaruh yang positif antara tingkat pengetahuhan dan keterampilan dengan kinerja dan mempunyai hubungan yang kurang kuat serta signifikan secara statistik.

Menurut Spencer dalam moeheriono (2010), kompetensi memiliki hubungan sebab-akibat (causally related) jika dikaitkan dengan kinerja seorang karyawan serta kompetensi yang diharapkan dapat memprediksikan perilaku seseorang sehingga akhirnya dapat memprediksi kinerja orang tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Maka dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan atau kinerja sumber daya manusia adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai

Dari pengertian para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau kelompok dalam sebuah organisasi dalam

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja keuangan adalah usaha formal yang telah dilakukan oleh perusahaan dalam menghasilkan laba, sehingga dapat

Secara garis besar, kinerja dapat dipahami sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan

Dari beberapa defenisi yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah penyampaian informasi atau adanya saling pengertian dari seseorang kepada orang

Dari beberapa pengertian kinerja di atas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah suatu prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas atau

Pengertian komunikasi interpersonal dalam penelitian ini, setelah mempelajari beberapa pengertian tentang komunikasi interpersonal yang dikemukakan oleh beberapa ahli,

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah kemampuan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan, dimana suatu target kerja dapat diselesaikan pada