• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Walking Exercise Terprogram Terhadap Perubahan Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Samudera Kabupaten Aceh Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Walking Exercise Terprogram Terhadap Perubahan Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Samudera Kabupaten Aceh Utara"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Konsep Diabetes Mellitus 2.1.1 Definisi diabetes mellitus

Menurut ADA (American Diabetes Association) (2010) diabetes mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang disebabkan oleh kerusakan/gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau akibat keduanya (PERKENI, 2011). Definisi diabetes mellitus menurut Black dan Hawks (2009) adalah penyakit kronik, progresif yang dikarakteristikkan dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, serta awal terjadinya hiperglikemia (kadar gula yang tinggi dalam darah).

Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak cukup menghasilkan insulin atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan (WHO, 2014), sedangkan menurut Williams dan Hopper (2007) diabetes mellitus merupakan suatu penyakit metabolik akibat kelainan sekresi dan aksi insulin yang menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia).

(2)

gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau akibat keduanya yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi.

2. 1.2 Klasifikasi diabetes mellitus

Klasifikasi diabetes mellitus menurut Smeltzer dan Bare (2010) dapat dibagi menjadi : Diabetes Mellitus Tipe 1, Diabetes Mellitus Type 2, Diabetes Gestasional, Diabetes yang berhubungan dengan keadaan atau sindrome tertentu, dan Impaired Glucosa Tolerance(Gangguan toleransi glukosa).

Diabetes mellitus type 1 adalah diabetes yang disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas. Faktor genetik, imunologi dan lingkungan merupakan juga faktor yang berkontribusi terhadap kerusakan sel beta pankreas. Meskipun peristiwa yang menyebabkan kerusakan sel beta tidak sepenuhnya dipahami, secara umum kerentanan genetik merupakan faktor umum yang mendasari dalam pengembangan diabetes tipe 1. Diabetes tipe 1 ditandai dengan onset mendadak yang biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.

(3)

yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes mellitus tipe 2 tidak diketahui, diduga faktor genetik memainkan peran.

Diabetes gestasional yaitu intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan. Hiperglikemia yang terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon plasenta yang menyebabkan resistensi insulin. Diabetes gestasional terjadi pada 14% dari wanita hamil dan hal ini meningkatkan resiko terjadinya hipertensi selama kehamilan.

Diabetes yang berhubungan dengan keadaan atau sindrome tertentu (sebelumnya diklasifikasikan sebagai diabetes sekunder) atau disertai dengan kondisi yang diketahui atau diduga sebagai penyebab penyakit, seperti : penyakit pankreas (tergantung pada kemampuan pankreas untuk memproduksi insulin, pasien mungkin memerlukan pengobatan dengan agen antidiabetik oral dan insulin, kelainan hormonal, obat-obatan seperti kortikosteroid dan olahan yang mengandung estrogen.

Impaired Glucosa Tolerance(IGT) kondisi menengah dalam transisi antara normalitas dan diabetes. Orang dengan gangguan toleransi glukosa (IGT) beresiko tinggi berkembang menjadi diabetes tipe 2.

2.1.3 Kriteria diagnostik

(4)

atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTOG) 75 gram yang dilarutkan dalam air > 200 mg/dl (Ignatavicius & Workman, 2013; PERKENI, 2011).

2.1.4 Faktor risiko diabetes mellitus type 2

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DMT2 antara lain adalah : riwayat keluarga diabetes (yaitu, orang tua atau saudara kandung dengan diabetes), Obesitas (yaitu, Berat badan 20% dari berat badan yang diinginkan atau BMI 27 kg / m2), lingkar pinggang 94 cm (laki-laki) atau 80 cm (perempuan), ras / etnis (misalnya, Afrika Amerika, Hispanik, penduduk asli Amerika, Asia Amerika, kepulauan Pasifik), Umur 45 tahun, sebelumnya diidentifikasi gangguan glukosa puasa atau toleransi glukosa terganggu, hipertensi ( 140/90 mm Hg), kadar kolesterol HDL 35 mg / dL (0,90 mmol / L) dan / atau tingkat trigliserida 250 mg / dL (2,8 mmol / L), riwayat diabetes gestasional atau melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 9 pound atau lebih dari 4 kg, inaktivitas (kurangnya aktivitas fisik) (Smeltzer & Bare, 2010; White, Duncan, & Baumle, 2013).

2.1.5 Patofisiologi

(5)

mencegah konversi lemak menjadi badan keton, mempercepat transportasi asam amino (berasal dari makanan berprotein) ke dalam sel, Insulin juga menghambat pemecahan glukosa, protein, dan lemak yang disimpan (Smeltzer & Bare, 2010; White, Duncan, & Baumle, 2013).

Insulin adalah hormon anabolik (hormon pembangun), tanpa insulin, tiga masalah metabolik mayor terjadi, yaitu : 1) Penurunan pemanfaatan glukosa, 2) Peningkatan metabolisme lemak, dan 3) Peningkatan pemanfaatan protein, sehingga akan mengakibatkan kadar glukosa darah meningkat (Black & Hawks, 2009).

Kelainan dasar yang terjadi pada DMT2 yaitu 1) Resistensi insulin pada jaringan lemak, otot dan hati menyebabkan respon reseptor terhadap insulin berkurang sehingga ambilan, penyimpanan dan penggunaan glukosa pada jaringan menurun, 2) Kenaikan produksi glukosa oleh hati mengakibatkan kondisi hiperglikemia, 3) Kekurangan sekresi insulin oleh pankreas menyebabkan turunnya kecepatan transport glukosa ke jaringan lemak, otot dan hepar (Guyton & Hall, 2007).

(6)

penyerapan glukosa oleh jaringan dan mengatur pembebasan glukosa oleh hati, sehingga kadar glukosa naik dan DMT2 berkembang (Smeltzer & Bare, 2010).

2.1.6 Manifestasi klinik

Gejala yang lazim terjadi pada diabetes mellitus menurut Smeltzer dan Bare (2010) adalah pada tahap awal gejala yang sering ditemukan antara lain : glukosuria, poliuria, polidpsi, poliphagia, penurunan berat badan, luka pada kulit yang lama sembuh dan gangguan penglihatan (pandangan kabur).

Glukosuria terjadi jika konsentrasi glukosa dalam darah tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring, akibatnya glukosa dikeluarkan melalui berkemih, sehingga urine mengandung glukosa. Poliuria (banyak kencing), hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat, glukosa yang berlebihan dieksresikan ke dalam urin, eksresi ini akan disertai dengan pengeluaran cairan dan elektrolit yang disebut dengan diuresis osmotik, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih. Polidipsi (banyak minum), hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan banyak kehilangan cairan akibat poliuria, sehingga timbul rasa haus dan klien banyak minum. Poliphagia (banyak makan), hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel, sel mengalami starvasi (lapar), sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan, tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya berada sampai pada pembuluh darah (Smeltzer & Bare, 2010).

(7)

mengakibatkan menurunnya simpanan kalori sehingga timbul gejala kelemahan dan lelah. Luka pada kulit yang lama sembuh dan kulit gatal gatal serta gangguan penglihatan (penglihatan kabur) juga bisa terjadi akibat hiperglikemia (Tarwoto, Wartonah, Taufiq, & Mulyati, 2012).

2.1.7 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada DMT2 antara lain adalah: 1) komplikasi akut diabetes mellitus yang meliputi: hiperglikemia, hipoglikemia, dan ketoasidosis diabetik. 2) Komplikasi kronis yang meliputi : makrovaskuler dan mikrovaskuler (Smeltzer & Bare, 2010).

Hiperglikemia terjadi akibat glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel karena kurangnya insulin, tanpa tersedianya karbohidrat untuk bahan bakar sel, hati mengubah simpanan glikogennya kembali ke glukosa (glikogenolisis) dan meningkatkan biosintesis glukosa (glukoneogenesis). Respon ini memperberat situasi dengan meningkatnya kadar glukosa darah. Hipoglikemia terjadi bila kadar glukosa darah 50 60 mg/dl. Reaksi hipoglikemia mungkin terjadi akibat: 1) Dosis insulin yang berlebihan. 2) Menghindari makanan atau makan lebih sedikit dari biasanya. 3) Pemakaian tenaga yang berlebihan tanpa penambahan kompensasi karbohidrat. 4) Ketidakseimbangan nutrisi dan cairan disebabkan mual dan muntah. 5) Asupan alkohol (Black & Hawks, 2009).

(8)

(fitur) utama ketoasidosis diabetik adalah : hiperglikemia, dehidrasi dan kehilangan elektrolit serta asidosis (Smeltzer & Bare, 2010).

Komplikasi makrovaskuler meliputi : penyakit jantung koroner, Hipertensi, penyakit pembuluh darah perifer dan infeksi. Sedangkan komplikasi Mikrovaskuler meliputi : retinopati, nefropati dan neuropati. Komplikasi vaskular jangka panjang diabetes mellitus melibatkan pembuluh darah kecil (mikroangiopati), pembuluh darah sedang dan pembuluh darah besar (makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes mellitus yang menyerang kapiler dan arteriol retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik), dan saraf perifer( neuropati diabetik) dan otot serta kulit. Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis (Price & Wilson, 2005).

2.1.8 Penatalaksanaan

Tujuan utama dari pengobatan diabetes mellitus adalah untuk menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah sebagi upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler dan komplikasi neuropatik (Smeltzer & Bare, 2010). Penatalaksanaan diabetes melitus menurut PERKENI (2011) dan Smeltzer dan Bare (2010) terdiri dari lima komponen, yang terdiri dari : 1) Edukasi, 2) Terapi Gizi Medis (TGM) atau perencanaan makan, 3) Latihan jasmani, 4) Terapi farmakologis dan 5) Pemantauan kadar glukosa darah dan keton.

(9)

mengatur keseimbangan berbagai faktor seperti diet, aktivitas fisik, stres fisik, dan stres emosional yang dapat mempengaruhi pengendalian diabetes. Oleh karena itu penderita diabetes memerlukan informasi dan edukasi tentang keterampilan untuk merawat diri sendiri guna menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah secara mendadak dan perilaku preventif dalam gaya hidup yang dapat menghindari komplikasi diabetik jangka panjang. (Smeltzer & Bare, 2010).

Terapi gizi Medis atau Perencanaan Makan. Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).

Latihan (program aktivitas fisik terencana) sangat penting dalam penatalaksanaan DMT 2 karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot. Sirkulasi darah dan tonus otot juga dapat diperbaiki dengan latihan (olah raga) (Smeltzer & Bare, 2010)

(10)

dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Pasien yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi diabetes melitus dapat dikurangi (PERKENI, 2011).

Beberapa kegunaan latihan fisik secara teratur bagi penderita DMT2 menurut Arsa, Lima, Santos, Cambri, Campbell, Lewis, dan Simoes (2015) adalah meningkatkan uptake glukosa oleh jaringan selama dan sesudah latihan/exercise, menurunkan hiperglikemia, memperbaiki sensitivitas insulin dan meningkatkan translokasi transpor glukosa, menurunkan tekanan darah dan resistensi pembuluh darah perifer, serta meningkatkan enzim anti oksidan.

Terapi farmakologis atau pengobatan diabetes secara menyeluruh mencakup diet yang benar, olah raga yang teratur, dan obat - obatan yang diminum atau suntikan insulin. Penderita DMT2 umumnya perlu minum obat anti diabetes secara oral atau tablet. Sedangkan suntikan insulin diperlukan pada kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan tablet. Pada sebuah uji klinis terkontrol-plasebo yang dilakukan oleh kelompok penelitian program pencegahan diabates di Amerika Serikat didapatkan hasil bahwa program perubahan gaya hidup intensif yaitu rekomendasi gaya hidup standar (diet rendah kalori, rendah lemak dan aktivitas fisik sedang) ditambah metformin (850 mg, 2 x sehari) efektif mengurangi risiko kejadian DMT 2 sebesar 50% (Black & Hawks, 2009).

(11)

dan hiperglikemia dan pasien dapat melakukan keempat pilar diatas untuk menurunkan resiko komplikasi dari DMT2. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri/sendiri yang disebut denganself-monitoring blood glucose (SMBG). SMBG memungkinkan penderita DMT2 untuk mendeteksi dan mencegah hiperglikemia atau hipoglikemia, serta berperan dalam memelihara normalisasi glukosa darah sehingga pada akhirnya akan mengurangi komplikasi diabetik jangka panjang. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan bagi penderita DMT2 yang tidak stabil dan cenderung untuk mengalami ketosis atau hiperglikemia, serta hipoglikemia tanpa gejala ringan (Smeltzer & Bare, 2010).

2.2 Glukosa Darah

Glukosa darah adalah jumlah glukosa atau gula yang ada dalam darah manusia yang disediakan oleh makanan yang kita makan. Ketika karbohidrat dimakan, lalu dicerna menjadi gula, termasuk glukosa, kemudian diserap ke dalam aliran darah (Williams & Hopper, 2007). Kadar gula darah adalah jumlah kandungan glukosa dalam plasma darah (Dorland & Newman, 2010). Glukosa secara normal bersirkulasi dengan jumlah tertentu di dalam darah. Sumber utama glukosa berasal dari penyerapan makanan di saluran pencernaan dan pembentukan glukosa oleh hati dari zat makanan (Smeltzer & Bare, 2010).

2.2.1 Metabolisme pengaturan glukosa darah

(12)

Glukosa adalah satu-satunya nutrisi yang dalam keadaan normal dapat digunakan oleh otak, retina, dan epitel germinal dari gonad. Kadar glukosa darah harus dijaga dalam konsentrasi yang cukup untuk menyediakan nutrisi bagi organ organ tubuh. Namun sebaliknya, konsentrasi glukosa darah yang terlalu tinggi juga dapat memberikan dampak negatif seperti diuresis osmotik dan dehidrasi pada sel. Oleh karena itu, glukosa darah perlu dijaga dalam konsentrasi yang konstan (Guyton & Hall, 2007).

2.3. Walking Exercise

(13)

2.4. ManfaatWalking Exercise

Penelitian yang dilakukan Asano, Sales, Browne, Moraes, Junior, & Simoes, (2014) menjelaskan bahwa program latihan fisik (latihan aerobik walking exercise) memberikan efisiensi terhadap kontrol diabetes mellitus dan program ini disarankan sebagai salah satu perawatan non farmakologis terbaik bagi penderita diabetes mellitus type 2. Program latihan ini dapat membantu dalam mengontrol glikemia diabetes mellitus type 2, terutama selama dalam kegiatan latihan fisik tersebut terjadi peningkatan kebutuhan konsumsi glukosa oleh otot rangka dan efek hipoglikemik setelah latihan.

Beberapa manfaat kesehatan dengan walking exercise menurut Reents (2016), antara lain: mengurangi risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler, menghilangkan lemak tubuh, memperbaiki kebugaran aerobic (pada beberapa orang), meningkatkan kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) (kolesterol baik), memperbaiki metabolisme glukosa, menurunkan tekanan darah, meningkatkan fungsi mental dan memperbaiki mood.

2.5 PeranExerciseBagi Penderita Diabetes Type 2

(14)

2.6 Porsi LatihanWalking Exercise

Exercise yang baik untuk penderita diabetes adalah yang bersifat aerobik, terus menerus, ritmikal dan progresif. Porsi latihan harus ditentukan supaya latihan yang dilakukan oleh penderita DMT2 memberikan manfaat yang baik. Latihan yang berlebihan akan merugikan kesehatan, sedangkan latihan yang terlalu sedikit tidak akan bermanfaat. Porsi exercise untuk penderita diabetes haruslah bergantung pada intensitas, durasi dan frekuensi (Kurniadi & Nurrahmani, 2014).

Exercise yang direkomendasikan untuk penderita DMT2 adalah latihan aerobik (walking exercise) dengan intensitas rendah sedang (40% - 60% dari kapastas maksimal aerobik) dengan durasi 20 30 menit minimal 3 5 kali seminggu atau minimal 3 hari dalam seminggu dengan tidak lebih dari dua hari berturut-turut antara aktivitas (Colberg, Sigal, Fernhall, Regensteiner, Blissmer, Rubin, & Braun, 2010; Bowers, 2013).

2.7. Prinsip PelaksanaanWalking Exercise

(15)

selama melakukan latihan di rumah. Hentikan exercise jika penderita mengalami nyeri atau sulit bernafas, pusing, mual dan muntah, hipoglikemia, peningkatan tekanan darah, terlalu lelah atau denyut jantung terlalu cepat (APTA, 2007; Kurniadi & Nurrahmani, 2014).

2.8 Tehnik PelaksanaanWalking Exercise

Kegiatan exercise yang dianjurkan yaitu diawali dengan pemanasan (warming up) dengan durasi 5-10 menit yang bertujuan untuk menaikkan suhu tubuh, meningkatkan denyut nadi mendekati intensitas exercise, mengurangi kemungkinan cedera.Exerciseinti dilakukan dengan durasi 20 30 menit dengan intensitas 40% - 60% dari target nadi maksimum dan denyut nadi diusahakan mencapai THR (Target Heart Rate), pendinginan (cooling down) dilakukan selama 5 10 menit yang bertujuan untuk mencegah timbulnya nyeri dan pusing (Kurniadi & Nurrahmani, 2014).

2.9 Landasan Teori

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis dengan durasi seumur hidup dan menjadi masalah kesehatan secara global. Faktor perilaku gaya hidup yang tidak sehat dan perubahan sosial ekonomi telah memicu terjadinya peningkatan angka kejadian DMT2. Modifikasi gaya hidup sangat penting untuk keberhasilan pengelolaan DMT2 (Mohamed, 2014).

(16)

Masalah-masalah yang dialami oleh penderita DMT2 dapat diminimalkan jika penderita memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk melakukan pengontrolan terhadap penyakitnya dengan cara melakukan self- care. Teori keperawatan yang akan diaplikasikan dalam penelitian ini adalah teori self-care yang dikembangkan oleh Dorothea Orem (D Sauza,Karkada, Venkatesaperumal, & Natarajan, 2015)

Teoriself-careDorothea E. Orem memandang pasien sebagai individu yang memiliki potensi untuk merawat dirinya sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan, dan mencapai kesejahteraan (Tomey & Alligood, 2006). Upaya mandiri yang dilakukan oleh penderita DMT2 disebut juga dengan self-carediabetes yang merupakan integrasi dari pendekatan teori self-careOrem yaituself care agency(Raziyeh, Simin, & Abdolail, 2013)

Self care agency adalah kemampuan manusia atau kekuatan untuk melakukan perawatan diri. Upaya peningkatan self care agency pada panderita DMT2 dapat dilakukan dengan sistem suportif dan edukatif yaitu memberikan bantuan berupa pemberian informasi dan dukungan pendidikan dengan harapan penderita dapat melakukan perawatan secara mandiri. Perawat bekerjasama dengan penderita diabetes untuk menetapkan tujuan manajemen diri (self care) dan mendukung perilaku manajemen diri yang positif di bidang aktivitas fisik, makan yang sehat, minum obat, self monitor glukosa, partisipasi aktif dalam screeninguntuk komplikasi dan koping yang efektif (Hunt, 2013).

(17)

seseorang dalam melakukan perawatan diri dan penampilan tindakan self care diabetes untuk meningkatkan pengaturan gula darah (Sousa & Zauszniewski, 2005)

Menurut ADA (American Diabetes Association) Kebanyakan penderita diabetes membutuhkan dukungan dalam self management diabetes secara berkelanjutan untuk mempertahankan perilaku self management sesuai tingkat kebutuhan dalam mengelola diabetes secara efektif. Dukungan self management tersebut dapat diperoleh penderita diabetes mellitus melalui penyedia pelayanan kesehatan (Wong, Zheng, Haardofer, Kegler, Zhu, & Fu, 2013).

(18)

2.10 Kerangka Teori Penelitian

Skema 2.1 Kerangka teori penelitian

Dikutip dari: Tomey & Alligood (2006), PERKENI (2011), Smeltzer & Bare (2010)

Melakukan aktivitas fisikwalking exercisesecara mandiri - Glukosa darah terkontrol

- Komplikasi minimal

Orem s Self Care Model

Theory of Nursing System

Theory of Self Care Deficit

Theory of Self Care

Self Care Agency

(19)
(20)

Referensi

Dokumen terkait

Diabetes mellitus merupakan penyakit serius, kronis yang terjadi baik ketika pankreas tidak memproduksi insulin yang cukup (hormon yang mengatur gula darah), atau

Diabetes mellitus merupakan penyakit serius, kronis yang terjadi baik ketika pankreas tidak memproduksi insulin yang cukup (hormon yang mengatur gula darah), atau

Hasil uji dependent t test terhadap kadar glukosa darah pretest dan posttest , menunjukkan nilai p =0.001 atau nilai p<0.05, dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan

Manfaat dari penelitian ini adalah: 1) Memberikan informasi dan mensosialisasikan kepada masyarakat khususnya penderita DMT2 tentang pentingnya melakukan walking

Lanjutkan latihan kembali dengan sisa waktu yang telah ditentukan, setelah responden beristirahat atau sudah merasa tenang dan kondisi responden telah

Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh ketidakmampuan organ pankreas untuk memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang cukup, tubuh tidak

Kejadian Diabetes Mellitus Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik yang dapat terjadi disaat tubuh tidak dapat memproduksi insulin yang cukup yaitu hormon tubuh

Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual dengan Tingkat Depresi pada Lansia penderita Diabetes Mellitus Diabetes mellitus adalah penyakit kronis akibat tubuh tidak dapat memproduksi