• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN ILMIAH ARKEOLOGIS DAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN ILMIAH ARKEOLOGIS DAN"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

PENELITIAN EKSPLORATIF ARKEOLOGIS DAN ETNOHISTORIS

EKSPEDISI ARKEOLOGI ALAS PURWO 2014

Disusun oleh:

Tim Ekspedisi Arkeologi Alas Purwo 2014 Himpunan Mahasiswa Arkeologi

JURUSAN ARKEOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

(2)
(3)

DAFTAR ISI

A. Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) ... 10

B. Kondisi Lingkungan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) ... 11

(4)
(5)

DAFTAR FOTO

Foto 1 . Kondisi Ceruk Rajawali A tampak depan kanan dan kiri ... 16

Foto 2. (Kiri) Kondisi Ceruk Rajawali B dari depan. (Kanan) Temuan permukan berupa cangkang kerang ... 16

Foto 3. Temuan Permukaan kerang air Tawar ... 17

Foto 4. (Kiri) Kondisi Goa Rajawali C dari depan. (Kanan) Kondisi Goa Rajawali C kanan 17 Foto 5. Kondisi Goa Rajawali C Kiri... 18

Foto 6. Kondisi Goa X0 (Kiri) tampak depan dan (Kiri) tampak dalam. ... 19

Foto 7. Kondisi Goa X 1 Tampak Depan ... 20

Foto 8. Kondisi Goa X 4 Tampak Depan ... 21

Foto 9. Kondisi Goa X 4 Tampak depan ... 22

Foto 10. Kotak test pit sebelum digali. (Kanan) Kotak test pit setelah digali. ... 23

Foto 11. Hasil test pit di Goa 45 Dok. oleh Izzal F. Audina, 2014 ... 25

Foto 12. Kondisi di dalam Goa Mangleng ... 27

Foto 13. Kondisi langit-langit Goa Mangleng ... 27

Foto 14. Hasil Test pit di Goa Mangleng ... 27

Foto 15. Mulut Goa Landak ... 28

Foto 16. Kondisi di dalam Goa Landak ... 29

Foto 17. Kondisi Goa Kerang dari depan ... 30

Foto 18. Kondisi Lantai Goa Kerang ... 30

Foto 19. (Kiri) Kondisi permukaan di dalam ruangan tingkat pertama Goa Kerang. (Kanan) Mulut ruangan Tingkat 2 G. Kerang. ... 31

Foto 20. Mulut ruangan tingkat 3 Goa Kerang ... 31

Foto 21. Contoh temuan permukaan di Goa 1 ... 31

Foto 22. (Kiri) Kondisi Goa Bujeng dari depan. (Kanan) Kondisi di samping Goa Bujeng ... 33

Foto 23. (Kiri) Kondisi Ceruk1. (Kanan) Kondisi lahan di sekitar Ceruk ... 33

Foto 24. (Kiri) Contoh temuan permukaan di Ceruk 1. (Kanan) Contoh tembikar yang ditemukan ... 34

Foto 25. (Kiri) Kondisi Ceruk 2 dari depan. (Kanan) Contoh temuan permukaan di Ceruk 2 35 Foto 26. Kondisi Ceruk 3 dari samping ... 35

(6)

Foto 28. Kondisi Ceruk 6 dari samping Dok. oleh Izzal F. Audina, 2014 ... 37

Foto 29. (Kiri) Kondisi Ceruk 7 dari depan. (Kanan) Kondisi di dalam Ceruk 7 ... 37

Foto 30. (Kiri) Kondisi di dalam Ceruk 8. (Kanan) Kondisi ruangan di dalam ceruk 8 ... 38

Foto 31. Kondisi Ceruk 9 ... 39

Foto 32. Mulut Goa Lowo 1 ... 40

Foto 33. Runtuhan pada bagian mulut goa ... 41

Foto 34. Tulang tengkorak dan rahang bawah kera ... 41

Foto 35. Tulang pelvis kera ... 41

Foto 36. Fragmen tulang yang diduga tulang femur ... 42

Foto 37. Mulut ceruk 1... 43

Foto 38. Mulut ceruk 2... 43

Foto 39. Kondisi lantai yang berantakan ... 44

Foto 40. Makam Abu Hasan Al Basri ... 46

Foto 41. Struktur Tugu di puncak dunung tugu ... 47

Foto 42. Gunung Tugu ... 48

Foto 43. Mulut Goa Putri ... 50

Foto 44. Kondisi bagian dalam Goa Putri ... 50

Foto 45. (Kiri) Kondisi Lantai Goa Putri. (Kanan) Temuan permukaan dalam Goa Putri berupa cangkang kerang ... 50

Foto 46. Jatipapak yang diberi pagar dan atap ... 51

Foto 47. Pintu Masuk Pura Luhur Giri Salaka ... 53

Foto 48. Bersama Pemangku Pura Luhur Giri Salaka ... 53

Foto 49. Batu kuno Di Situs Kawitan ... 54

Foto 50. Sisi Barat Situs Kawitan ... 54

Foto 51. Gerbang Situs Kawitan ... 54

Foto 52. Makam Gandrung ... 56

DAFTAR PETA

Peta 1. Peta Hasil Survei Potensi Arkeologi Alas Purwo ... 1

Peta 2. Peta Hasil Survei Potensi Goa Arkeologis di Alas Purwo Resort Kucur, Grid C3 ... 3

(7)
(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga tahap awal penelitian Himpunan Mahasiswa Arkeologi (HIMA) dengan

judul “EKSPEDISI ALAS PURWO 2014: Penelitian Eksploratif Tinggalan Arkeologis dan

Etnohistoris” ini dapat terselesaikan. Progam kerja yang berada di bawah divisi Penelitian, Pengembangan, dan Pengabdian Masyarakat (P3M) ini diharapkan dapat menjadi agenda tahunan HIMA sehingga penelitian ini bersifat berkelanjutan. Tentunya, penelitian ini tidak dapat terlaksana tanpa adanya dukungan dan bantuan baik materi dan non-materi dari berbagai pihak. Maka, perkenankanlah kami untuk mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa, Karena-Nya lah kita dapat merencanakan sampai menyeleseikan ekspedisi ini dengan baik.

2. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada yang telah memfasilitasi serta memberikan bantuan baik secara moral maupun financial sehingga kegiatan Ekspedisi Arkeologi Alas Purwo 2014 dapat terlaksana dengan baik.

3. Jurusan Arkeologi serta jajaran dosen Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya UGM yang telah memberi kepercayaan kepada kami. Bagi kami kepercayaan adalah sebuah nilai yang tidak dapat di sebutkan dengan huru maupun angka.

4. Drs. J. Susetyo Edy Yuwono, M.Sc selaku dosen pembimbing bidang Strategi Pemetaan dan Analisis Spasial (GIS) serta Jajang Agus Sonjaya, S.S., M. Hum. selaku dosen pembimbing bidang Strategi Survei dan Analisis Etnohistoris yang telah meluangkan waktu, pikiran, tenaga, serta materi demi terlaksananya penelitian. Kami sadar kami bukan apa-apa tanpa bimbingannya.

5. Balai Taman Nasional Alas Purwo beserta segenap petugas yang telah memberi izin penelitian dan bersikap sangat ramah sehingga membuat kami selaku tim merasa nyaman dalam proses penelitian selama di lokasi.

6. Balai Arkeologi Yogyakarta yang telah merespon secara baik penelitian ini serta memberi bantuan demi terlaksananya kegiatan penelitian.

7. Seluruh pihak yang telah turut serta baik langsung maupun tidak langsung membantu demi lancarnya penelitian ini, yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.

Kami menyadari bahwa dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan laporan pertanggungjawaban ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karenanya, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari pembaca. Semoga penelitian ini tidak hanya bermanfaat bagi kami namun juga bagi seluruh pihak.

Yogyakarta, 8 Oktober 2014

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut pendapat Goudie (2004: 589) yang dikutip oleh Yuwono (2013: 43), karst terbentuk akibat kombinasi antara batuan mudah larut dengan porositas sekunder yang berkembang baik. Karst umumnya akan berasosiasi dengan batuan karbonat (batugamping, marbel, dan dolomit) yang mudah dikenali dengan adanya bentukan-bentukan khas seperti goa, depresi tertutup, aliran sungai bawahtanah, dan sejumlah mata air. Pengertian ini juga disebutkan oleh Samodra (2005: 27-28, dalam Yuwono, 2013: 43), karst merupakan suatu wilayah yang umumnya disusun oleh batugamping, dengan topografinya yang dibentuk oleh proses pelarutan atau bercirikan morfologi mikro (karren), dengan lekuknya yang tertutup, berpola aliran bawahtanah, dan mempunyai banyak goa. Topografi karst terbentuk melalui proses pelarutan dan peresapan di wilayah bertopografi karst yang berkembang menjadi bentukan-bentukan permukaan dan jaringan aliran air di bawahtanah.

Disepanjang bagian selatan Pulau Jawa, mulai dari daerah Yogyakarta ke timur, topografi karst terbentang dari Gunungsewu, Pacitan Timur, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Malang, Pulau Sempu, Pulau Nusa Barong, hingga Semenanjung Blambangan (Kawasan Karst Alas Purwo yang berfungsi sebagai Taman Nasional). Kawasan karst ini menjadi contoh morfologi karst tropik yang masih tersisa hingga saat ini, meskipun saat ini sebagian besar bentanglahannya dalam kondisi gersang. Menurut Bahagiarti (2004), hutan merupakan salah satu unsur penyusun bentanglahan karst yang memungkinkan dulunya kawasan karst ini pernah didukung adanya hutan lebat. Kondisi ini memungkinkan mendukung kehidupan binatang bertulang belakang termasuk manusia (Badan Informasi Geospasial, 2012: 4-5).

(10)

Jawa lain masih kuat disana, sehingga masyarakat di sana digolongkan sebagai masyarakat Jawa tradisional. Selain itu, masih banyak dijumpai praktek-praktek kejawen seperti bertapa, bersemedi,dan selamatan-selamatan lain yang berkaitan dengan.pencarian ketenangan batin (Badan Informasi Geospasial, 2012: 129).

Selama ini penelitian arkeologis mengenai kehidupan masa prasejarah dan kondisi lingkungannya di kawasan karst bagian selatan Pulau Jawa sudah banyak dilakukan, namun penelitian arkeologis di Alas Purwo belum pernah dilakukan.Padahal, data sementara dari berbagai sumber di luar kalangan/penelitian arkeologi, menunjukkan bahwa di Alas Purwo banyak ditemukan goa-goa yang mirip dengan goa-goa hunian prasejarah di kawasan karst lainnya.Beberapa informasi juga menyebutkan bahwa sisa-sisa bangunan masa klasik ("candi") juga ditemukan di Alas Purwo, meskipun laporan tertulis mengenai temuan tersebut tidak diperoleh.Selain itu, masih berkembangnya sistem kepercayaan masyarakat bahwa goa-goa ini memiliki nilai mistis yang kemudian dijadikan sebagai tempat untuk bersemedi, merupakan fenomena budaya yang juga menarik untuk dikaji lebih lanjut.Besarnya potensi arkeologis dan budaya di kawasan karst Alas Purwo yang keletakannya jauh lebih terisolir dengan akses yang lebih tertutup dibandingkan kawasan karst lainnya, memberikan peluang besar untuk memperoleh bahan kajian arkeologis yang masih "asli" (preserved) dan belum banyak mengalami transformasi data. Apalagi penelitian arkeologis di kawasan ini belum pernah dilakukan sebelumnya oleh pihak manapun.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka ekspedisi arkeologi yang akan dilaksanakan di Alas Purwo didasari oleh permasalahan pokok sebagai berikut:

1. Bagaimana potensi arkeologis dan etnoarkeologi di Taman Nasional Alas Purwo? C. Tujuan dan Sasaran

Secara umum tujuan ekspedisi ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tujuan akademis dan tujuan praktis.

1. Tujuan Akademis

a. Pendataan awal potensi arkeologis dan etnoarkeologis Alas Purwo dalam tiga dimensi, yaitu dimensi bentuk, ruang, dan waktu,

(11)

d. Menemukan dan memetakan unsur-unsur lingkungan yang memiliki kedekatan dengan masing-masing situs arkeologis di Alas Purwo,

e. Menemukan dan mendeskripsikan mitos-mitos yang masih berkembang di Alas Purwo. 2. Sasaran Akademis :

a. Pembuatan peta dan basisdata tentang pola distribusi goa-goa arkeologis dan data non goa di Alas Purwo, beserta unsur-unsur lingkungan terdekat.

b. Publikasi hasil Ekspedisi Arkeologi Alas Purwo 2014 dalam bentuk cetakan dan digital, dengan mencoba menginterpretasikan aspek-aspek budaya yang pernah berkembang di Alas Purwo, serta nilai-nilai kultural Alas Purwo bagi komunitas tertentu (antara lain para pertapa atau lelono).

c. Penyelenggaraan pameran hasil Ekspedisi Arkeologi Alas Purwo 2014. 3. Tujuan Praktis

a. Menyediakan kesempatan bagi mahasiswa Jurusan Arkeologi dan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya UGM untuk melakukan kegiatan lapangan dengan tingkat tantangan tertentu yang menuntut penerapan, pengetahuan, keteramplilan serta kerja sama di lapangan,

b. Memberikan masukan kepada instansi-instansi terkait tentang potensi arkeologis Alas Purwo untuk berbagai kepentingan pembangunan bangsa,

c. Mengangkat nilai-nilai arkeologis dan budaya Alas Purwo untuk menambah nilai penting kawasan tersebut sebagai Taman Nasional yang perlu dilindungi.

4. Sasaran

a. Penyusunan rekomendasi tentang pencagarbudayaan situs kepada pemerintah.

D. Waktu dan Tempat

Tanggal : 8 – 20 September 2014

Tempat : Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur E. Komposisi Tim

(12)

F. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat eksploratif dengan memadukan pendekatan arkeologis, etnohistoris, dan geografis agar mengembangkan sasaran umum yang bersifat kewilayahan maupun sasaran khusus yang terkait dengan ilmu arkeologi. Perangkat analisis yang dikembangkan adalah Geographic Information System (GIS), hal ini dikarenakan data yang akan diolah memiliki ruang dan waktu yang kuat. GIS adalah suatu sistem untuk mengumpulkan, menyimpan, memodelkan, menganalisis, dan menyajikan sekumpulan data keruangan yang memiliki referensi geografis (acuan lokasi/koordinat) (Johnson, 1996).

Adapun waktu yang direncanakan adalah empat periode dengan tahapan sebagai berikut: 1. Periode Pertama:

a. Pengumpulan data kepustakaan dan peta untuk menentukan desain keruangan sementara dan format basisdata yang akan dibangun. Checklist lapangan beserta instrumen penelitian dihasilkan dalam tahap ini.

b. Pengumpulan date di lapangan melalui observasi dan pemetaan di wilayah I yang meliputi Resort Rowobendo dan Resort Pancur.

c. Pengolahan hasil penelitian dan manajemen basisdata melalui analisis GIS, yaitu analisis spasial dan lingkungan terhadap data vektor (data GPS dan peta hasil digitasi), data raster (citra satelit dan peta hasil scan), dan data atribut lokasi (data tabulasi), yang mewakili entitas di lapangan melalui teknik tumpang susun (overlay), klasifikasi data, kalkulasi data, dan integrasi data. Hasilnya berupa sistem informasi spasial kewilayahan dalam bentuk peta dan tabulasi basisdata yang mudah diakses dan diperbaharui mengenai potensi arkeologis di wilayah I Taman Nasional Alas Purwo.

d. Penyelesaian laporan, peta, artikel, seminar hasil penelitian, dan pameran untuk publikasi.

Luaran Periode I: Laporan Penelitian, peta kewilayahan potensi arkeologi di wilayah I Taman Nasional Alas Purwo, artikel, seminar hasil penelitian, buku, dan pameran untuk publikasi.

2. Periode Kedua:

(13)

b. Pengumpulan data di lapangan melalui observasi dan pemetaan di wilayah II yang meliputi Resort Sembulungan dan Kucur. Dari resort ini, Pengolahan hasil penelitian dan manajemen basisdata melalui analisis GIS, yaitu analisis spasial dan lingkungan terhadap data vektor (data GPS dan peta hasil digitasi), data raster (citra satelit dan peta hasil scan), dan data atribut lokasi (data tabulasi), yang mewakili entitas di lapangan melalui teknik tumpang susun (overlay), klasifikasi data, kalkulasi data, dan integrasi data. Hasilnya berupa sistem informasi spasial kewilayahan dalam bentuk peta dan tabulasi basisdata yang mudah diakses dan diperbaharui mengenai potensi arkeologis di wilayah II Taman Nasional Alas Purwo.

c. Penyelesaian laporan, peta, artikel, seminar hasil penelitian, dan pameran untuk publikasi.

Luaran Periode II: Laporan Penelitian, peta kewilayahan potensi arkeologi di wilayah II Taman Nasional Alas Purwo, artikel, seminar hasil penelitian, dan pameran untuk publikasi.

3. Periode Ketiga:

a. Pengumpulan data kepustakaan dan peta untuk menentukan desain keruangan sementara dan format basisdata yang akan dibangun. Checklist lapangan beserta instrumen penelitian dihasilkan dalam tahap ini.

b. Pengumpulan data di lapangan melalui observasi dan pemetaan di wilayah II yang meliputi Resor Tanjung Pasir Dari resort ini, Pengolahan hasil penelitian dan manajemen basisdata melalui analisis GIS, yaitu analisis spasial dan lingkungan terhadap data vektor (data GPS dan peta hasil digitasi), data raster (citra satelit dan peta hasil scan), dan data atribut lokasi (data tabulasi), yang mewakili entitas di lapangan melalui teknik tumpang susun (overlay), klasifikasi data, kalkulasi data, dan integrasi data. Hasilnya berupa sistem informasi spasial kewilayahan dalam bentuk peta dan tabulasi basisdata yang mudah diakses dan diperbaharui mengenai potensi arkeologis di wilayah II Taman Nasional Alas Purwo.

(14)

Luaran Periode III: Laporan Penelitian, peta kewilayahan potensi arkeologi di wilayah II Taman Nasional Alas Purwo, artikel, seminar hasil penelitian, dan pameran untuk publikasi.

4. Periode Empat

a. Memilih sampel lokasi dari unit-unit keruangan yang dihasilkan pada Periode I – III untuk dikaji lebih lanjut secara aspek temporal melalui kegiatan observasi sebagai pengembangan kegiatan penelitian.

Luaran Periode IV: Laporan Penelitian, artikel, seminar hasil penelitian, danpameran untuk publikasi.

G. Strategi dan Rangkaian Penelitian

Penelitian ini bersifat eksploratif untuk menggali potensi arkeologi yang terkandung di Kompleks Taman Nasional Alas Purwo.Pelaksanaan ekspedisi ditekankan pada pengumpulan dan pemetaan data arkeologis di TNAP yang didukung oleh unsur-unsur lingkungan dan budaya sekitar. Metode ini akan menitikberatkan pengumpulan data dalam tiga dimensi, meliputi:

1. Dimensi bentuk: mencakup jenis, ukuran, kondisi, dan aspek kontekstual data.

2. Dimensi ruang : mencakup posisi dan keletakan data secara geografis, poladistribusi,dan kondisi lingkungannya.

3. Dimensi waktu: mencakup posisi kronologi data secara relatif dalam pembabakan arkeologis yang ada.

Mengingat luasnya area yang harus dieksplorasi dan keterbatasan sumberdaya, maka penelitian ini terbagi dalam 3 tahapan periodik. Tahapan yang ada disesuaikan dengan pembagian beberapa resort untuk mempermudah proses eksplorasi sehingga menghasilkan keakuratan data yang maksimal. Pembagiannya sebagai berikut:

1. Periode satu : Resort Rowobendo dan Resort Pancur 2. Periode dua : Resort Kucur dan Sembulungan 3. Periode tiga : Resort Tanjungpasir.

(15)

wawancara yang berkaitan dengan ritual keagamaan, budaya, mitos, dan kepercayaan setempat yang bersumber dari penduduk sekitar lingkungan TNAP maupun pendatang, dan juga pendataan maupun pendokumentasian segala tinggalan arkeologi yang dapat ditemukan di kawasan TNAP.Adapun tahap-tahap yang akan ditempuh meliputi:

1. Tahap Persiapan ( Pra-lapangan )

a. Pembentukan tim inti dan pematangan proposal,

b. survei lokasi dan pengumpulan data kepustakan dan peta untuk menentukan instrumen penelitian,

c. sosialisasi, pendaftaran, dan seleksi peserta penelitian dan pembekalan materi, d. pengurusan izin, akomodasi, dan asuransi.

2. Tahap Pelaksanaan

Tim ekspedisi akan dibagi dalam beberapa regu menyangkut kepentingan di lapangan, yakni; tim basecamp, tim eksplorasi goa, dan tim etnohistori. Instrumen yang akan digunakan antara lain berupa; checklist, peta survei, dan peralatan pemetaan yang terdiri atas global positioning system (GPS), alat ukur, kompas, altimeter, kamera, dan peralatan penggambaran. Data yang dikumpulkan berupa goa-goa, data arkeologis non-goa, data etnohistori, dan unsur lingkungan di sekitarnya seperti; topografi, bentang lahan, dan sumber air. Semua data dan temuan yang ditemukan setiap harinya dari tim eksplorasi goa maupun tim etnohistori, akan dilaporkan secara berkala kepada tim basecamp sehingga dapat diolah secara langsung.

3. Tahap Pengolahan Data

a. Analisis data arkeologis dan spasial. Perangkat lunak yang akan digunakan dalam analisis data ini berupa software Geographic Information System (GIS), antara lain MapSource dan ArcView, serta software pengolahan data tabular, antara lain excel. b. Pembuatan laporan ilmiah, naskah publikasi, dan dokumentasi

c. Penyelesaian peta distribusi situs

d. Pelaksanaan pameran dan seminar hasil ekspedisi. H. Organisasi Pelaksana

1. Pelindung

a. Dr. Wening Udasmoro, M.Hum., DEA

(16)

b. Dr. Daud Aris Tanudirjo, M.A

Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat, dan Kerjasawa Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada

c. Dr. Mahirta, M.A

Ketua Jurusan Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada 2. Dosen Pembimbing

a. Fahmi Prihantoro, S.S., SH., M.A

Dosen Jurusan Arkeologi, Pembimbing Kegiatan Mahasiswa Jurusan Arkeologi b. Drs. J. Susetyo Edy Yuwono, M.Sc.

Dosen Jurusan Arkeologi UGM, Pembimbing bidang Strategi Pemetaan dan Analisis Spasial (GIS)

c. Jajang Agus Sonjaya, S.S., M. Hum.

Dosen Jurusan Arkeologi UGM, Pembimbing bidang Strategi Survei dan Analisis Etnohistoris.

d. Dr. Eko Haryono, M.Si.

Dosen Fak. Geografi UGM, Pembimbing bidang Geografi dan Karstologi. e. Dra. Djaliati Sri Nugrahani, M.A.

Dosen Jurusan Arkeologi UGM, Pembimbing Pameran 3. Penanggung Jawab

a. M. Hasbiansyah Zulfahri

Ketua Himpunan Mahasiswa Arkeologi, Universitas Gadjah Mada 4. Panitia Pelaksana

a. Ketua Pelaksana : Eusebia Marryland

b. Sekretaris : Hafizhuddin

c. Bendahara : Asrofah Afnidhatul Khusna

d. Koordinator Acara : Hendri A. Fajrian

e. Koordinator Logistik : Willibrordus Damar Girigahana

f. Koordinator Konsumsi : Lutfi Bhagaskara

g. Koordinator Transportasi : Fauzi Hendrawan

h. Koordinator Publikasi dan Dokumentasi : Wulandari Retnaningtiyas

(17)

j. Koordinator Survei : Karntino Chevy Areros

k. Koordinator Dana Usaha : Umaira Fambayun

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Taman Nasional Alas Purwo (TNAP)

Taman Nasional Alas Purwo sebagai salah satu Kawasan Pelestarian Alam yang terletak di ujung timur Pulau Jawa memiliki berbagai ragam keanekaragaman hayati serta berbagai potensi jasa lingkungan dan wisata alam yang keberadaannya dapat dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, dan pariwisata. Kawasan ini merupakan salah satu bentuk protected area yang ditetapkan untuk tujuan perlindungan ekosistem dan pengembangan wisata. Karena taman nasional merupakan salah satu bentuk konservasi, maka selain perlindungan ekosistem dan pemanfaatannya, satu hal yang harus dipegang dan senantiasa diingat sebagai misi pokok oleh pengelola taman nasional adalah pengelolaan biodiversity (keanekaragaman hayati) dan ekosistemnya.

Sebelum ditetapkan sebagai taman nasional, kawasan Alas Purwo semula berstatus Suaka Margasatwa Banyuwangi Selatan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jendral Hindia Belanda No 6 Stbl 456 tanggal 01 September 1939 dengan luas areal 62.000 ha. Kemudia berdasarkan berita acara pengukuran tanggal 27 Mei 1983 luasan tersebut diubah menjadi 43.420 ha, dan melalui Surat keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 283/Kpts-II/1992 tanggal 26 Februari 1992, status suaka margasatwa diubah menjadi Taman Nasional Alas Purwo. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.30/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional, Balai Taman Nasional Alas Purwo terdiri dari dua seksi pengelolaan taman nasional wilayah, yaitu Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Tegaldlimo dan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Muncar.

1. Kawasan taman nasional ditata ke dalam zona sebagai berikut:

a. Zona inti adalah bagian kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perbahan apapun oleh aktivitas manusia.

b. Zona rimba adalah bagian kawasan taman nasional yangberfungsi sebagai penyangga zona inti

(19)

Berdasarkan pembagian zonasi sesuai Surat Keputusan Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Nomor: 26/Kpts/IV-KK/2007 tanggal 19 Februari 2007, Taman Nasional Alas Purwo terbagi atas:

a. Zona Inti : 17.200 ha b. Zona Rimba : 24. 767 ha c. Zona Pemanfaatan : 250 ha d. Zona Penyangga : 1.303 ha

B. Kondisi Lingkungan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP)

Taman Nasional Alas Purwo merupakan bagian dari semenanjung Blambangan di ujung timur pulau Jawa dengan bentang alamnya yang khas berupa kars, pantai (perairan, daratan dan rawa), hamparan mangrove pasang surut, serta dataran rendah hingga perbukitan dan pegunungan pada ketinggian 0 hinga 322 mdpl. Keadaan bentang alamnya yang berupa garis pantai melengkung dan membentang sejauh 105 km banyak digunakan untuk kegiatan rekreasi dan penelitian alam bebas, menikmati flora dan fauna kawasan, serta aktivitas yang berkaitan dengan minat khusus seperti selancar, kegiatan pecinta alam, dan sebagainya.

Formasi geologi pembentuk kawasan Taman Nasional Alas Purwo berumur Meosen atas, terdiri dari batuan berkapur dan batuan berasam. Menurut sistem klasifikasi Schmidth dan Ferguson, kawasan sekitar taman nasional ini memiliki tipe iklim sekitar D (agak lembap) sampai E (agak kering). Curah hujan tidak merata sepanjang tahun, dengan suhu udara rata-rata bulanan berkisar antara 25,9ºC – 28,2ºC dan fluktuasi udara antara 75% - 81%.

(20)

C. Riwayat Penelitian

Taman Nasional Alas Purwo merupakan wilayah konservasi sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1990. Hal ini menjadikannya sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Mengingat statusnya sebagai kawasan konservasi maka pemanfaatannya pun terbatas pada beberapa hal saja, meliputi; penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, dan pariwisata. Selain untuk kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri, aktivitas penelitian yang dilakukan di kawasan ini tentunya sangat membantu dalam mengungkap kekayaan dan segala fenomena-fenomena alam yang terkandung di kawasan ini. Dengan begitu setiap penelitian yang telah dilakukan serta merta akan meningkatkan kualitas pengelolaannya.

Pendataan mengenai penelitian yang dilakukan oleh TNAP baru dimulai dari tahun 1998. Tidak kurang dari 300 penelitian telah dilakukan hingga saat ini, namun kegiatan penelitian yang berbasis pada kebudayaan tidak lebih dari 1% dari keseluruhannya. Sebagian besar penelitian bertemakan lingkungan flora dan fauna. Hal ini terlihat sangat timpang mengingat kekayaan budaya yang terkandung di kawasan ini. Terlebih lagi kawasan ini kerap kali dijadikan tujuan untuk berbagai macam aktivitas sehari-hari yang menyangkut kebutuhan hidup maupun ritual kebudayaan yang berkaitan dengan kepercayaan masyarakat dari berbagai penjuru nusantara. Oleh karena itu penelitian menyangkut bukti artefaktual yang menyangkut peninggalan-peninggalan masa lalu yang terkubur di kedalaman tanah maupun di setiap tabir mitos yang berkembang di masyarakat dirasa perlu diungkap secara ilmiah.

Sesuai data yang ada saat penelitian ini diselenggarakan hanya terdapat 3 buah penelitian yang berlandaskan tema kebudayaan. Berikut daftar yang kami terima dari web resmi Taman Nasional Alas Purwo;

1) Penelitian yang dilakukan tahun 2002 berjudul; “Mengenai Budaya terhadap Orang yang Melakukan Semedi di Goa Istana, Goa Mangleng, dan Goa Padepokan” oleh Nicholas Heriman, UMM.

2) Penelitian yang dilakukan tahun 2007 berjudul; “Tinggalan Megalitik di Jawa Timur” oleh Tisna Arif Ma’rifat, Universitas Udayana.

3) Penelitian yang dilakukan tahun 2008 berjudul; “Laku Mistis Pertapa Alas Purwo:

(21)

Ketiga penelitian tersebut sekiranya cukup mewakili akan adanya potensi budaya yang terkandung di kawasan ini. Namun dari ketiga penelitian tersebut, dua diantaranya berangkat dari adat kebiasaan dan kepercayaan yang berkembang disana. Melalui segala ritual dan liturgi yang ada itulah mereka membuat suatu sintesa tentang ide yang melatarbelakanginya. Satu yang lainnya, yakni penelitian yang dilakukan oleh arkeolog Universitas Udayana; Tisna Arif Ma’rifat, melakukan penelitian yang didasari oleh tinggalan budaya yang masih dapat dilacak. Hanya saja ruang lingkup yang digunakan dalam penelitian ini mencakup seluruh kawasan Jawa Timur menjadikan pemaparan yang disajikan tidak mendetail dan kurang mewakili seluruh kawasan TNAP. Dengan dilakukannya penelitian etnohistori di beberapa tempat di kawasan TNAP dan sekitarnya, diharapkan memperjelas pemaparan yang sudah ada dan membuka potensi-potensi baru.

Selain penelitian bertema kebudayaan yang disebutkan diatas, terdapat satu laporan ekspedisi yang sangat membantu kami dalam perumusan masalah kegiatan ini. Penelitian yang dimulai tahun 2006 dengan judul; “Kajian Geomorfologi di Taman Nasional Alas Purwo dan

Sekitarnya” yang dilakukan oleh tim dari UGM atas nama Eko Haryono, Dulbahri, Sunarto, dan Emi Dwi Suryanti. Pada tahun 2012 tim yang identik juga melakukan ekspedisi geografi dengan tema kajian yang berbasis pelestarian karst. Ruang lingkup penelitian Tim EGI 2012 ini meliputi kawasan karst di selatan Jawa Timur termasuk Taman Nasional Alas Purwo didalamnya.

(22)

BAB III

DESKRIPSI DAN ANALISIS

A. Tim Survei Arkeologi 1

Wilayah survey arkeologis Tim 1 berada di sektor utara kawasan T.N.Alas Purwo, mencakup area dalam koordinat UTM Zona 50 S 21000 mE 9046000 mN hingga UTM Zona 50 S 21200 mE 9046000 mN. Daerah yang menjadi fokus utama eksplorasi didasarkan pada data hasil ploting oleh Tim Survei Ekpedisi Arkeologi dan data ASC. Beberapa situs goa yang telah diketahui keberadaanya berdasar data tersebut yakni Goa Kucur, Goa Rajawali dan Goa Kunci. Menurut peta kontur, lokasi goa-goa ini membentang menyusuri tebing yang membujur dari utara hingga selatan. Hal tersebut menjadi pertimbangan mengenai kemungkinan ditemukannya situs situs goa yang lain pada deretan tebing ini.

Secara umum, lingkungan yang menjadi daerah eksplorasi Tim 1 tersusun atas vegetasi hutan produksi di bagian barat tebing serta hutan tropis pada daerah tebing atau dataran yang lebih tinggi. Hutan produksi ini terdiri atas tanaman jati yang dimiliki oleh Perhutani dan Taman Nasional Alas Purwo, serta ladang olahan warga. Keberadaan ladang yang dikelola oleh warga sekitar mengingat wilayah eksplorasi cukup dekat dengan Desa Kalipait, yakni desa terakhir sebelum menuju kawasan konservasi Alas Purwo.

Pada area hutan produksi ini jelas kondisi lingkungannya berikut vegetasinya sudah banyak diubah oleh manusia, hal tersebut berbeda dengan hutan tropis yang berada pada daerah yang lebih tinggi/tebing. Lapisan tanah penyusun yang terdapat pada permukan berupa tanah lempung yang mengering pada musim kemarau dan becek pada musim penghujan. Pergantian musim juga mempengaruhi keberadaan mata air.Pada musim kemarau banyak mata air yang mengering, sehingga timbul masalah terkait irigasi ladang maupun kebutuhan air sehari-hari. Salah satusumber air yang dapat ditemukan di wilayah eksplorasi ketika pelaksanaan eskpedisi yakni mata air di Kucur Mas.

(23)

sumberair dengan goa yang berpotensi sebagai situs hunian. Selain mata air, terdapatpula bekas aliran sungai yang mengering seperti yang ditemui di daerah Curah Kembang.

Melalui kegiatan eksplorasi ini ditemukan banyak data yang kurang sesuai dengan keadaan di lapangan, di antaranya yakniGoa Kucur Mas yang ternyata berupa mata air sertaGoa Kunci yang sebenarnya hanya berupa bukit. Hasil surveioleh Tim 1 menemukan total 8 buah goa dan ceruk, di antaranya:

1. Ceruk Rajawali A

Pengisian checklistsurvey dan pengukuran denah Ceruk Rajawali Adimulai pada Sabtu, 13 September 2014. Dimensi goa memiliki ukuran mulut selebar 12,3 meter, tinggi 7 meter serta kedalaman 811cm. Ceruk dengan arah hadap 255o ini berada pada koordinat UTM Zona 50 S 210300 mE 9049764 mN dengan keakurasian objek ±4 m. Pada peta Indeks Survei Alas Purwo,ceruk ini masuk dalam grid D3 di wilayah Resort Kucur. Ceruk ini memiliki elevasi absolut163 mdpl dan berada pada lereng bagian tengah dengan kemiringan lantai goa berkisar 0o– 2o(datar/flat).

Kondisi lahan sekitar ceruk Rajawali A berupa hutan tropis dengan vegetasi yang cukup rapat walaupun beberapa wilayah ditemui juga semak belukar. Petunjuk geografis yang paling dekat dengan ceruk ini berada di atas mata air Kucur, dengan jarak lurus 250 meter dan orientasi 235o ke arah mata air. Sampai saat ini ceruk Rajawali A paling aktif digunakan sebagai tempat pertapaan di wilayah Kucur. Temuan dipan, botol minuman, tempat menjemur pakaian, dan sisa pembakaran yang terlihat masih baru di luar ceruk mengindikasikanpemanfaatannya ini sebagai tempat bertapa.

Adanya aktivitas pertapaan ini membuat kondisi ceruk mengalami kerusakan yang sifatnya komulatif pada lantai goa, yakni perubahan dan penambahan pondasi pada goa sehingga lapisan tanah paling atas goa ini sudah kehilangan konteksnya. Jika ingin dilakukan penggalian atau test pit maka pengalian harus dilakukan lebih dalam mengingat adanya perubahan struktur lapisan tanah pada bagian atas. Kondisi permukaan tanah yang sudah banyak berubah turut mempengaruhi ada/tidaknya temuan permukaan pada ceruk ini.

(24)

Foto 1 . Kondisi Ceruk Rajawali A tampak depan kanan dan kiri Dok. oleh Luthfi Eka Bhagaskara, 2014

2. Ceruk Rajawali B

Ceruk yang berada persis disamping Ceruk Rajawali A ini berada pada koordinat UTM Zona 50 S 210319 mE 9049786 mN dengan elevasi absolut 171 mdpl dan kemiringan permukaan ceruk yang berkisar 0o–2o(datar/flat).Petunjuk geografis terdekat yakni selain berada di atas sumber mata air Kucur, juga berada di antara Ceruk Rajawali A dan C. Tim tidak melakukan pengukuran dan Pada ceruk Rajawali B tidak ditemukan tanda-tanda aktivitas pertapaan. Temuan permukaan berupa serpihan kerang banyak tersebar di lantai ceruk. Namun, melihat dimensi ceruk yang tidak begitu besar maka potensinya sebagai situs hunian masa lampau menjadi kecil.

Foto 2. (Kiri) Kondisi Ceruk Rajawali B dari depan. (Kanan) Temuan permukan berupa cangkang kerang

(25)

Foto 3. Temuan Permukaan kerang air Tawar Dok. oleh Luthfi Eka Bhagaskara, 2014

3. Ceruk Rajawali C

Ceruk Rajawali C persis berada di samping atas Ceruk Rajawali B dan berada padakoordinat UTM Zona 50 S 210318 mE 904970 mN dengan keakurasian objek ±3 m. Elevasi absolut menunjukkan angka 174 mdpl dengan kemiringan permukaan lantai berkisar antara 2o– 4o sehingga termasuk sedikit miring (gently slope). Mulut ceruk terlihat terbagi menjadi dua (lih. Gambar 3.1). Dimensi lebar mulut ceruk yakni 526 cm dengan tinggi mulut 249 cm dan kedalaman mencapai 412 cm. Pada ceruk dengan arah hadap 280o dari arah utara ini tidak ditemukan temuan permukaan. Meski demikian,tingkat transformasi di Ceruk Rajawali C ini tidak sebesar ceruk Rajawali lainnya. Sama halnya seperti ceruk Rajawali A, ceruk ini digunakan sebagai tempat pertapaan yang didukung dengan adanya tikar di lantai ceruk.

(26)

Foto 5. Kondisi Goa Rajawali C Kiri Dokumentasi oleh Luthfi Eka Bhagaskara

4. Goa X0

HariMinggu, 14 September 2014, eksplorasi dilanjutkan kearah utara Kucur Mas untuk menjangkau goa-goa didaerah tersebut karena berdasarkan informasi dari petugas TNAP serta lelono, di daerah tersebut banyak ditemukan goa. Mengingat penelitian kali ini bersifat eksploratif, maka kemungkinan menemui goa-goa baru yang belum memiliki namasangat besar. Untuk itu, berdasarkan kesepakatan, goa yang belum memiliki nama ini akan diberi nama X0, X1, X2, dan seterusnya.

Tidak jauh dari sumber mata air kucur kearah utara, kami menemukan Goa X0. Goa ini berada pada koordinat UTM Zona 50 S 2019998 mE 9050173 mN dengan keakurasian objek ±3 m. Goa ini masuk dalam grid C3 namun masih dalam wilayah Resort Kucur Mas. Lokasi goa ini berada pada tebing yang tidak begitu tinggi dengan elevasi absolut 50 mdpl. Lokasi ini berada pada di lereng bagian bawah. Goa ini persis berada pada dinding tebing sehingga kami tidak mengukur dimensi lebar dan tingginya.

(27)

sebetulnya kurang strategis. Temuan ini didukung pula dengan lokasi goa yang tidak jauh dari sumber mata air, serta posisi goa yang berada pada tebing yang tidak begitu tinggi.

Tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan struktur goa yang akhirnya menyebabkan lokasi goa menjadi sedikit lebih tinggi dan melekat pada tebing. Mungkin saja goa tersebut dulunya memiliki lokasi sejajar dengan permukaan tanah. Petunjuk geografis terdekat yakni sumber mata air Kucur dengan jarak sekitar 300 meter danorientasi 320o.Pemanfaatan sekarang sebagai tempat bertapa yang masif aktif digunakan, ditandai dengan adanya tikar dan tangga dari besi untuk akses kedalam goa. Goa ini dapat dikatakan memiliki tingkat transformasi tinggi.

Foto 6. Kondisi Goa X0 (Kiri) tampak depan dan (Kiri) tampak dalam. Dok. oleh Luthfi Eka Bhagaskara, 2014

5. Ceruk X1

Goa X1 ditemukan sedikit keatas tebing dan jauh dari goa X0. Ceruk ini berada pada titik koordinat UTM Zona 50 S 210049 mE 9050488 mN dengan keakurasian objek ± 3 m. Posisinya berada pada lereng bagian atas dengan elevasi absolut 73 mdpl. Jalan yang dilalui untuk mengakses goa ini cukup terjal dan tidak begitu jelas jejak keberadaan jalurnya. Ceruk ini persis berada pada tebing yang arah hadapnya 305o dari arah utara.

(28)

karena jalur menuju ceruk ini tidak begitu jelas−bahkan mungkin dapat dikatakan

hilang−ditambah dengan medan yang cukup terjal.

Kemiringan lantai hanya berkisar 0o–2odan termasuk datar (flat). Aktivitas pertapaan dapat ditemui dengan adanya dipan dari jalinan kayu yang dibangun didalam ceruk yang berdimensi lebar 309cm dan tinggi 191 cm. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tingkat transformasi goa sangat tinggi, melihat indikasiperataan lantai dengan pondasi tumpukan batu. Petunjuk geografis terdekat ceruk X1 ini masih terdapat dalam satu jajaran tebing dengan sumber mata air Kucur.

Foto 7.Kondisi Goa X 1 Tampak Depan Dok. oleh Luthfi Eka Bhagaskara, 2014

6. Goa X 2

Goa X2 berada dalam koordinat UTM Zona 50 S 209961 mE 9050478 mN dengan keakurasian objek ±3 m. Goa ini masih berada pada jalaninan tebing sumber air Kuncur Mas, sehingga kemungkinan akan adanya sebuah situs goa hunian masih cukup besar. Di samping itu, akses menuju lokasi terhitung cukup mudah dan berada pada vegetasi hutan produksi serta tak jauh dari vegetasi hutan tropis.

(29)

temuan permukaan baik berupa peralatan berburu maupun sampah kerang yang mengindikasikan adanya suatu aktivitas arkeologis.

Foto 8. Kondisi Goa X 4 Tampak Depan Dok. oleh Luthfi Eka Bhagaskara, 2014

7. Goa X 3

Pada goa X3 kami tidak melakukan survei dan pengisian checklist. Goa ini berada pada koordinat UTM Zona 50 S 209894 mE 9050394 mN. Lokasi goa tidak begitu terjal dengan elevasi absolut 48 mdpl. Tepat didepan goa terdapat hutan produksi yang berada diResort Kucur dan masuk kedalam grid C3. Goa ini masih berada dalam dalam satu jajaran tebing dengan sumber mata air Kucur. Bentuk goa ini cukup unik dengan adanya sebuah batu yang melintang keatas seperti menyangga atap seolah-olah membentuk sebuah payung. Oleh karena itu, masyarakat sekitar menyebutnya Goa Payung. Goa ini dapat mudah ditemukan dengan menyusuri tebing di wilayah Kucur, dimana dalam deretan tebing ini terdapat pula goa dan ceruk X0-X2.

8. Goa X4

(30)

menjadi sumber makanan. Bukan hanya hewan, hutan tropis juga menyediakan banyak makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang ada didalamnya.

Goa ini tepat berada pada pinggiran tebing yang didepannya terdapat lembah yang masih masuk kawasan hutan tropis. Elevasi absolut goa ini 169 mdpl dan terdapat pada lereng tengah. Goa iniberada pada koordinat UTM Zona 50 S 210652 mE 9050394 mN dengan keakurasian objek ±5 m. Lokasi goa sudah masuk Resort Rowobendo di dalam grid D3. Bentuk dan ukuran goa terhitung cukup luas dengan dimensi lebar 814 cm dan tingi ±5 meter, serta kemiringan lantai yang berkisar antara 2o–4o (sedikit miring/gently slope). Dimensi goa yang demikian cukup potensial digunakan sebagai situs hunian.

Meski demikian, tentunya dibutuhkan data yang lebih kuat yang dapat menunjukan potensi arkeologis padagoa X4. Untuk itu, dilakukan test pit pada goa dengan lebar kotak 50x50cm. Namun, karena keterbatasan waktu dan alat, test pit hanya mampu dilakukan sampai kedalaman 23 cm karena pada lapisan tanah terhalang bedrock. Pada kedalaman ini ditemukan cangkang gastropoda yang kondisinya belum mengalami kalsifikasi atau pembatuandan motifnyamasih terlihat. Goa X4 ini mengalami transformasi kumulatif dengan adanya perataan lantai goa yang berkaitan dengan aktivitas pertapaan.

(31)
(32)

B. Tim Survei Arkeologi 2

Wilayah survei arkeologis Tim 2 berada di sektor tengah Kawasan T.N. Alas Purwo, sesuai peta survei pada daerah grid D3. Daerah yang menjadi fokus utama eksplorasi didasarkan pada data data hasil ploting oleh Tim Survei Ekpedisi Arkeologi, data ASC, serta hasil wawancara dengan masyarakat lokal dan staf TNAP walaupun ada beberapa data yang tidak sesuai seperti titik koordinat yang melenceng.

Secara umum, lingkungan di daerah eksplorasi Tim 2 kondisi lahannya kering dengan vegetasinya hutan tropis, semak belukar, bambu berduri, dan hutan produksi yang ditumbuhi pohon jati. Di daerah ini ditemukan beberapa kenampakan aliran sungai yang telah mengering. Selama survei Tim 2 hanya menemukan dua sumber air yakni sumber air bawah tanah di dekat Pura Pethirtan Mas yang dialirkan melalui pipa dengan debit yang stabil dan Sungai Berik yang airnya tidak mengalir namun hanya menggenang.

Kegiatan eksplorasi ini dilaksanakan selama lima hari pada 12-16 September 2014. Tanggal 13 September tim menemukan Ceruk 1 sebagai data awal. Goa Mangleng serta ceruk dan goa lain di sekitarnya ditemukan pada hari berikutnya. Pada 15 September ditemukan Goa 45 dan satu ceruk di sebelahnya, serta Goa Kerang bersama ceruk-ceruk di sekitarnya. Sementara di hari terakhir, eksplorasi dilakukan pada tebing-tebing sepanjang sungai yang sama dengan sungai di dekat Pethirtan Mas, dengan hasil temuan Goa Bujeng dan beberapa ceruk pada tebing yang sama, serta cavern pada dinding tebing yang berbeda.

Selain menemukan goa dan ceruk yang dalam istilah lokal dikenal dengan ‘perengan’, tim juga menemukan temuan-temuan permukaan pada beberapa goa dan ceruk berupa cangkang kerang, breksi maupun fragmen tulang. Ada pula tanda-tanda adanya aktivitas manusia yang masih berlanjut di dalam goa seperti sisa pembakaran untuk kegiatan ritual, sampah plastik dan lain-lain.

1. Goa 45

(33)

Goa dengan arah hadap barat laut ini memiliki tinggi dan lebar mulut masing-masing 2 meter dan 5 meter. Goa 45 ini adalah tipe goa yang hanya memiliki satu ruangan dengan ukuran lebar 5 meter dan kedalamannya mencapai 12 meter. Goa ini merupakan habitat kelelawar dan ditemukan kulit ular di dinding goa. Kondisi di dalam goa cenderung lembab dengan adanya guano (kotoran kelelawar) di lantai goa. Di lantai goa tidak dijumpai temuan permukaan, namun di dekat mulut goa ditemukan sisa pembakaran dan benda-benda yang umumnya digunakan untuk kegiatan ritual seperti tembikar berukuran kecil.

Pada goa ini dilakukan test pit untuk mengetahui potensi tinggalan arkeologis di bawah permukaan lantai. Test pit dilakukan di antara stasiun 10 dan stasiun 11 dekat dengan mulut goa dan di tepi dinding goa dengan ukuran 50x50 cm dengan kedalaman 15 cm. Alasan pemilihan kotak di mulut goa dan di tepi dinding tersebut karena peluang di kotak test pit tersebut mengalami transformasi yang rendah. Hasil dari test pit ini tidak ditemukan tinggalan arkeologis.

(34)

2. Goa Mangleng

Sesuai data peta survei, Goa Mangleng berada di dalam grid survei D3 kawasan Resort Rowobendo tepatnya di titik koordinat UTM Zona 50 S 0211444 mE 9045081 mN. Goa ini berada 200 meter dari hutan produksi dan vegetasi di sekitar goa adalah bambu berduri dan kondisinya kering. Goa yang terletak di bagian lereng tengah ini memiliki kemiringan antara 35o-55o (termasuk sangat curam) dengan elevasi 147 mdpal. Mulut goa menghadap ke arah barat dengan ukuran tinggi 3 meter dan lebar 10 meter. Goa ini terdiri dari satu ruang utama dengan pilar di tengahnya. Ukuran lebar ruangan 15 meter, tinggi 5 meter dan kedalamannya mencapai 36 meter.

Di tengah ruangan di temukan tumpukan-tumpukan batu dan dua buah payung yang berdiri di atasnya serta terpal plastik yang menjadi alas adalah bagian kegiatan ritual yang sering dilakukan masyarakat. Di ruangan goa bagian depan dekat dengan mulut goa ditemukan tanda-tanda aktivitas manusia yang menggunakan goa sebagai tempat tinggalnya seperti ranjang, alat-alat makan dan alat-alat memasak. Selain sebagai tempat kegiatan ritual dan tempat tinggal, air yang menetes dari stalaktit goa ditampung untuk digunakan oleh para lelono/penghuni goa. Ruangan bagian belakang yang dijadikan habitat kalelawar cenderung lebih lembab dan memiliki intensitas cahayanya lebih sedikit dibandingkan bagian ruangan yang lebih dekat dengan mulut goa.

(35)

Foto 12. Kondisi di dalam Goa Mangleng

Dok. oleh Izzal F. Audina, 2014

Foto 13. Kondisi langit-langit Goa Mangleng Dok. oleh Izzal F. Audina, 2014

(36)

3. Goa Landak

Goa landak merupakan salah satu goa yang termasuk dalam blok Goa Mangleng, ditemukan tidak jauh sekitar 10 meter ke arah selatan. Goa yang sesuai peta survei masih termasuk dalam grid D3 kawasan Resort Rowobendo ini berada pada koordinat UTM Zona 50 S 0211467 mE 9045058 mN. Kemiringan lantai goa termasuk sangat curam (antara 35o -55o) dengan elevasi 135 mdpal. Goa Landak ini menghadap ke barat dengan ukuran ruang yang relatif kecil untuk dihuni manusia.

Kedalamannya mencapai 2 meter dengan tinggi 70 cm dan lebar 1,5 meter. Ukuran mulut goa memiliki tinggi 1 meter dan lebar 1,5 meter. Goa ini dikenal sebagai Goa Landak karena menurut pengakuan masyarakat goa ini sebelumnya menjadi tempat hunian hewan landak meski saat pelaksanaan survei tidak ada tanda-tanda adanya hewan ini. Di permukaan lantai goa ini ditemukan cangkang kerang dengan jumlah yang sedikit dan tidak terkonsentrasi.

(37)

Foto 16. Kondisi di dalam Goa Landak Dok. oleh Izzal F. Audina, 2014

4. Goa Kerang/Goa 1

Goa 1 terletak di titik koordinat UTM Zona 50 S 0211538 mE 9045362 mN sesuai peta survei ekspedisi termasuk di dalam grid survei D3 kawasan Resort Rowobendo. Goa 1 merupakan penamaan kami berdasar kode waypoint GPS, sedangkan masyarakat lokal lebih mengenal goa ini sebagai Goa Kerang. Goa ini berada di lereng bagian tengah dengan elevasi 139 mdpal dan kemiringannya termasuk sangat curam (antara 35o-55o). Posisi Goa ini berada di lereng timur Goa 45. Di antara lereng Goa Kerang dengan Goa 45 terdapat penampakan aliran sungai yang telah mengering.

Berdasarkan ketinggian letak ruangannya goa ini terdiri dari 3 tingkat. Ruangan tingkat 1 berada di atas tanah dengan ukuran mulut goanya adalah lebar 4 meter dan tinggi 70 cm sedangkan ukuran ruangannya adalah lebar 4 meter, kedalaman 2 meter dan tinggi 50 cm dan ada pilar ditengah ruangannya. Ruangan tingkat kedua dan tingkat ketiga untuk akses masuknya harus dilalui dengan cara memanjat.

(38)

Dengan adanya temuan permukaan berupa cangkang kerang yang tersebar di lantai goa maka tim survei pada goa ini melakukan test pit untuk mengetahui potensi tinggalan-tinggalan yang terkubur di lantai goa. Kotak test pit tersebut berukuran 50x50 cm dengan kedalaman 10 cm. Berdasarkan hasil test pit tersebut tidak ditemukan temuan apapun.

Foto 17. Kondisi Goa Kerang dari depan Dok. oleh Izzal F. Audina, 2014

(39)

Foto 19. (Kiri) Kondisi permukaan di dalam ruangan tingkat pertama Goa Kerang. (Kanan) Mulut ruangan Tingkat 2 G. Kerang.

Dok. oleh Izzal F. Audina, 2014

Foto 20. Mulut ruangan tingkat 3 Goa Kerang Dok. oleh Izzal F. Audina, 2014

(40)

5. Goa 2

Goa 2 ini terletak di titik koordinat UTM Zona 50 S 0211906 mE 9044745 mN dan sesuai peta termasuk dalam grid survei D3 kawasan Resort Rowobendo. Goa 2 merupakan kode waypoint GPS pada cavern yang ditemukan. Cavern adalah sistem pergoaan karena adanya sungai bawah tanah tapi bukan yang utama. Penampakan Goa 2 ini berupa lubang jika dilihat dari bawah (tanah) karena goa tersebut berada di tengah dinding lereng. Di sekitar dinding tebing ini ditumbuhi tumbuhan menjalar dan di sekitarnya ditumbuhi tumbuhan lebat dan kondisinya kering. Tidak terdapat akses masuk selain dengan cara memanjat yang cukup beresiko. Goa ini berseberangan dengan Goa 3 atau dikenal Goa Bujeng yang juga dekat dengan aliran sungai yang telah mengering. Vegetasi yang ada di sekitar goa didominasi oleh bambu yang memiliki tingkat kerapatan cukup tinggi.

6. Goa Bujeng/Goa 3

Goa 3 merupakan kode waypoint GPS sedangkan sebutan Goa Bujeng berasal dari masyarakat sekitar. Goa ini terletak di titik koordinat UTM Zona 50 S 0211983 mE 9044781 mN. Pada peta survei eksedisi goa ini masuk dalam grid survei D3 kawasan Resort Rowobendo. Goa ini berada dilereng bagian tengah dengan kemiringan yang termasuk curam (antara 16o-35o) dan elevasinya adalah 130 mdpal. Kondisi di sekitar goa kering dengan vegetasinya hutan lebat. Goa ini berada di sisi barat laut aliran sungai yang telah mengering.

(41)

Foto 22. (Kiri) Kondisi Goa Bujeng dari depan. (Kanan) Kondisi di samping Goa Bujeng Dok. oleh Izzal F. Audina, 2014.

7. Ceruk 1

Ceruk 1 terletak di titik koordinat UTM Zona 50 S 0211770 mE 9044617 mN. Pada peta suvei termasuk dalam grid survei D3 kawasan Resort Rowobendo. Goa ini berada dekat dengan Pura Petirtan Mas dan aliran sungai yang telah mengering. Kondisi di sekitar goa ini kering dan vegetasinya hutan lebat. Pada ceruk ini ditemukan sebaran cangkang kerang di atas permukaan lantai ceruknya. Selain itu, ditemukan adanya aktivitas manusia yaitu sisa pembakaran dan tembikar berukuran kecil serta sampah plastik.

Foto 23. (Kiri) Kondisi Ceruk1. (Kanan) Kondisi lahan di sekitar Ceruk

(42)

Foto 24. (Kiri) Contoh temuan permukaan di Ceruk 1. (Kanan) Contoh tembikar yang ditemukandi ceruk 1

Dok. oleh Izzal F. Audina, 2014

8. Ceruk 2

Ceruk 2 terletak di titik koordinat UTM Zona 50 S 0211466 mE 9045049 mN. Berada di dalam grid survei D3 kawasan Resort Rowobendo. Ceruk ini berada di lereng bagian tengah dengan kemiringan yang termasuk sangat curam (antara 35o dan 55o) dan elevasinya adalah 114 mdpal. Ceruk ini berada diantara Goa Mangleng dann Goa Landak karena berada di satu lereng yang sama. Di sekitar ceruk ini kondisinya kering dengan sebagian besar vegetasi berupa bambu berduri.

(43)

Foto 25. (Kiri) Kondisi Ceruk 2 dari depan. (Kanan) Contoh temuan permukaan di Ceruk 2 Dok. oleh Izzal F. Audina, 2014

9. Ceruk 3

Pada peta survei Ceruk 3 termasuk di dalam grid D3 kawasan Rowobendo tepatnya terletak di titik koordinat UTM Zona 50 S 0211502 mE 9045304 mN. Ceruk ini berada di satu lereng yang samadengangoa 45 tepatnya di sisi timur Goa 45. Ceruk ini berada di lereng bagian tengah dengan kemiringan yang termasuk sangat curam (antara 35o dan 55o) dan memiliki tingkat elevasi 138 mdpal. Kondisi di sekitar ceruk kering dan vegetasi didominasi oleh bambu berduri. Ceruk ini mrnghadap ke arah barat laut. Ukuran mulut ceruk memiliki lebar 2 meter dan tinggi 1,5 meter dengan lebar ruangan 2 meter, tinggi 1,5 meter dan kedalamannya 1,5 meter. Di ceruk ini tidak ditemukan temuan arkeologis.

Foto 26. Kondisi Ceruk 3 dari samping Dok. oleh Uswatun Khasanah, 2014

(44)

Dok. oleh Izzal F. Audina, 2014

10.Ceruk 4

Pada peta survei Ceruk 4 termasuk di dalam grid D3 kawasan Rowobendo tepatnya terletak di titik koordinat X UTM Zona 50 S 0211538 mE 9045363 mN. Ceruk ini berada pada lereng yang sama dengan Goa 1, ceruk 5 dan ceruk 6. Ceruk ini berada di sisi utara Goa 1. Ceruk ini berada di lereng bagian tengah dengan kemiringan yang termasuk sangat curam (antara 35o dan 55o) dan elevasinya adalah 144 mdpal. Sepanjang lereng ceruk 4, ceruk 5, ceruk 6 dan Goa 1 terdapat aliran sungai yang telah mengering. Kondisi di sekitarnya kering dengan vegetasinya adalah hutan lebat.

Arah hadap ceruk ini ke arah timurdengan ukuran mulut ceruknya adalah; lebar 10 meter dan tinggi 3 meter. Ukuran ruangannya adalah lebar 10 meter, tinggi 3 meter dan kedalamannya 2 meter. di ceruk ini tidak ditemukan temuan arkeologis dan tingkat transformasinya rendah.

11.Ceruk 5

Ceruk 5 terletak di titik koordinat UTM Zona 50 S 0211547 mE 9045327 mN dan sesuai peta suvei termasuk di dalam grid D3 kawasan Rowobendo. Ceruk ini berada pada lereng bagian tengah yang sama dengan Goa 1, ceruk 4 dan ceruk 6 dan berada di kemiringan yang termasuk sangat curam (antara 35o dan 55o). Ceruk yang berada di sisi selatan Goa 1 ini memiliki arah hadap ke barat. Ukuran mulut ceruknya adalah lebar 5 meter dan 2,5 meter sedangkan ukuran ruangannya adalah lebar 5 meter, tinggi 2,5 meter dan kedalaman 2 meter. Pada ceruk ini tidak ditemukan temuan permukaan.

12.Ceruk 6

(45)

Foto 28. Kondisi Ceruk 6 dari samping Dok. oleh Izzal F. Audina, 2014 13.Ceruk 7

Ceruk 7 terletak di titik koordinat UTM Zona 50 S 0211849 mE 9044748 mN. Pada peta survei termasuk di dalam grid D3 kawasan Resort Rowobendo. Ceruk ini berada pada lereng bagian tengah dengan kemiringan yang termasuk curam (antara 16o dan 35o) dan elevasinya adalah 108 mdpal. Ceruk ini menghadap ke arah tenggara. Ukuran mulut ceruknya adalah lebar 6 meter dan tinggi 3 meter sedangkan ukuran ruangannya adalah lebar 6 meter, kedalaman 2,5 meter dan tinggi 3 meter. Dia atas lantai permukaan ceruk 7 ditemukan temuan permukaan berupa cangkan kerang yang tersebar. Selain itu, ada sampah plastik yang tersebar di atas lantai ceruknya.

(46)

14.Ceruk 8

Ceruk 8 terletak di titik koordinat UTM Zona 50 S 0211823 mE 9044742 mN. Pada peta survei termasuk di dalam grid D3 kawasan Resort Rowobendo. Ceruk ini berada pada lereng bagian tengah dengan kemiringan yang termasuk curam dan elevasinya adalah 125 mdpal. Di sekitar ceruk ditumbuhi hutan lebat dan kondisi di sekitarnya kering. Ceruk ini berada di sisi timur Pura Pethirtan Mas dan di sisi timur laut sungai kering.

Ceruk yang menghadap ke arah tenggara memiliki ukuran mulut ceruk dengan lebar 10 meter dan tinggi 2 meter sedangkan ukuran ruangannya adalah lebar 10 meter, kedalaman 3 meter dan tinggi 2 meter. Di Ceruk 8 ini ditemukan temuan permukaan di atas lantainya yaitu cangkang kerang yang tersebar.

Foto 30. (Kiri) Kondisi di dalam Ceruk 8. (Kanan) Kondisi ruangan di dalam ceruk 8 Dok. oleh Izzal F. Audina, 2014

15.Ceruk 9

(47)

Foto 31. Kondisi Ceruk 9 Dok. oleh Izzal F. Audina, 2014

C. Tim SurveiArkeologi 3

Wilayah survei arkeologis Tim 3 meliputi bagian selatan dari T.N. Alas Purwo, yakni di wilayah di sekitar Goa Lowo pada koordinat UTM Zona 50 S 0211640 mE 9033988 mN. Wilayah awal eksplorasi Tim 3 mencakup area seluas 1 kilometer di sekitar Goa Lowo. Data mengenai koordinat awal ini diperoleh ASC. Meskipun telah mendapatkan data awal dari organisasi lain, survei Tim 3 tetap harus mencari potensi goa hunian di wilayah survei ini. Dengan data awal satu titik goa dalam area survei, tim melakukan penjelajahan wilayah kearah pesisir selatan. Delam penjelajahan melintasi batas wilayah survei yang telah ditetapkan, temuan goa yang memiliki indikasi sebagai goa hunian manusia prasejarah tetap minim. Hanya ditemukan dua ceruk lain yang saling berdekatan, dengan lokasi yang berada di pantai.

(48)

1. Goa Lowo 1

Goa Lowo Iadalah salah satu goa yang terletak perbukitan sisi barat Resort Pancur Taman Nasional Alas Purwo. Penamaan “Lowo” oleh warga sekitar disebabkan karena goa ini merupakan habitat kelelawar. Goa ini terletak pada lereng tengah, dengan arah hadap 320o azimuth, koordinat UTM Zona 50 S 0211640 mE 9033988 mN dan elevasi 76 mdpal.

Lingkungan sekitar goa berupa hutan alami dengan vegetasi bambu yang tumbuh rapat dan sangat dominan. Petunjuk geografis terdekat dari goa ini adalah bekas aliran sungai di kaki bukit. Goa Lowo 1 memiliki ukuran mulut selebar 931 cm dengan tinggi 337 cm. Bagian mulut goa sangat curam, menyerupai goa vertikal tetapi bagian dalamnya berupa ruangan dengan lorong-lorong horizontal yang cukup luas. Ruangan utamanya memiliki lebar hingga 3663 cm.

Tingkat transformasi goa ini lebih disebabkan oleh faktor alam, hal tersebut tampak dari adanya sedimentasi kotoran kelelawar di bagian tengah dan dalam goa. Terdapat runtuhan di bagian mulut goa dan lorong timur goa. Selain itu bagian dalam goa terdapat bekas aliran air yang kemungkinan terisisaat hujan.Kondisi goa ini sangat lembab, dan basah. Bagian dalam goa sangat gelap dan pengap karena tidak ada ventilasi selain mulut goa, apalagi bagian mulut goalebih sempit dibandingkan ruangan goa yang relatif luas dan memiliki banyak lorong.Goa ini juga masih mengalami pertumbuhan, terlihat dari tetesan air pada stalaktit dan dinding goa.

Belum dijumpai temuan arkeologis di dalam goa ini, yang di temukan hanya beberapa tulang binatang yang masih relatif baru dan belum memfosil. Temuan tersebut berupa satu buah tengkorak kera lengkap dengan rahang bawahnya, sepasang tulang pelvis kera, dan satu buah fragmen tulang yang diduga tulang femur.

(49)

Dok. Oleh Cindra Krisna T., 2014

Foto 33. Runtuhan pada bagian mulut goa Dok. Oleh Cindra Krisna T., 2014

Foto 34. Tulang tengkorak dan rahang bawah kera Dok. Oleh Cindra Krisna T., 2014

(50)

Dok. Oleh Cindra Krisna T., 2014

Foto 36. Fragmen tulang yang diduga tulang femur Dok. Oleh Cindra Krisna T., 2014

2. Ceruk 1

Ceruk ini berada di pesisir selatan Resort Pancur, tepatnya pada koordinat UTM Zona 50 S 0217145 mE 9031648 mN menghadap ke barat laut (205o azimuth). Dengan letaknya yang berada di pantai berakibat kondisi lingkungan agak lembab dan dengan vegetasi yang didominasi oleh pandan hutan. Pada bentang geografis pantai, ceruk ini terletak di tebing yang tidak terlalu tinggi dengan kemiringan lahan yang landai.

Ceruk yang kemudian disebut dengan ceruk 1 ini memiliki ukuran yang tidak terlalu besar, dengan lebar mulut 7.2m tinggi 3.5 m sertaukuranpanjang ruang 5.3m dan lebar 2.2m. Lantai dari ceruk ini cukup datar dan tidak banyak terdapat batu. Akan tetapi kondisi saat ini lantai ceruk telah teraduk oleh aktivitas penghunian binatang. Hal ini terlihat dari bekas-bekas cakaran yang membentuk cekungan-cekungan pada lantai ceruk.

(51)

Foto 37. Mulut ceruk 1 Dok. Oleh Cindra Krisna T., 2014 3. Ceruk 2

Ceruk yang berada pada koordinat UTM Zona 50 S 0217279 mE 9031653 mN ini memiliki kondisi yang mirip dengan ceruk 1, menghadap langsung ke Samudera Indonesia (189o azimuth). Dengan kondisi kelembaban yang cukup tinggi dan dengan vegetasi yang didominasi oleh tumbuhan pandan hutan. Kondisi ceruk dengan ukuran lebar mulut 10 meter dan tinggi 3.2 meter dan kedalaman ceruk 9.3 meter ini juga mirip dengan ceruk 1. Kondisi lantai goa menampakkan bekas-bekas penghunian oleh binatang. Temuan arkeologis pada permukaan lantai juga tidak ada.

(52)
(53)

D. Tim Survei Etnohistori

1. Makam Abu Hasan Al Basri

Makam Abu Hasan Basri terletak di Desa Kedungasri, Kecamatan Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi. Makam ini dikeramatkan oleh masyarakat sekitar karena dianggap sebagai salah satu wali yang menyebarkan agama islam di daerah tersebut. Saat ini makam tersebut telah mengalami renovasi. Menurut narasumber renovasi dilakukan sekitar tahun 2007 yaitu dengan menambahkan bangunan pada makam utama. Di komplek makam tersebut terdapat tiga bangunan yaitu bangunan utama yang terdapat nisan Wali Abu Hasan Basri serta dua bangunan tempat tinggal juru kunci dan tempat menginap bagi para peziarah. Pada bangunan utama terdapat dua makam yaitu makam Wali Abu Hasan dan isterinya bersandingan. Pada sisi bagian utara bangunan terdapat dua sumur yang dikeramatkan.

Menurut narasumber, Wali Abu Hasan Basri merupakan wali yang menyebarkan agama islam ke arah timur. Abu Hasan Basri merupakan wali yang berasal dari Cirebon. Pada mulanya Wali Abu Hasan Basri menuntut ilmu ke Mesir yang kemudian kembali ke Indonesia. Ilmu agama yang di dapat dari Mesir kemudian disebarluaskan ke arah timur. Cerita yang berkembang di masyarakat menceritakan bahwasanya di sekitar makam tersebut terdapat aliran sungai yangkerap meluap pada saat musim penghujan. Luapan air sungai tersebut mengakibatkan banjir di sekitarnya namun makam Wali Abu Hasan Basri tidak pernah tergenang oleh banjir tersebut. Cerita lainnya yang dipercaya oleh masyarakat sekitar yaitu adanya dua buah sumur yang dikeramatkan. Jika para peziarah mengambil air sumur tersebut untuk diminum maka air yang diambil tersebut tidak akan habis.

(54)

Foto 40. Makam Abu Hasan Al Basri Dok. oleh Sultan Kurnia A.B., 2014

2. Gunung Tugu

Gunung Tugu merupakan salah satu perbukitan yang masih berada di kawasan Alas Purwo. Terletak di selatan Desa Kutorejo, Kecamatan Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi. Kondisi alam Gunung Tugu tidak jauh berbeda dengan Alas Purwo bagian dalam yang berupa hutan bambu, maupun berbagai jenis tanaman lainnya. Penamaan Gunung Tugu sendiri diambil dari adanya bangunan yang mirip tugu di puncak bukit tersebut. Area ini dialiri oleh aliran sungai sebagai sumber mata air di kawasan tesebut. Saat musim penghujan aliran sungai tersebut mempunyai ketersediaan air yang cukup melimpah namun sebaliknya jika musim kemarau datang sungai tersebut akan kering. Sepanjang alaian sungai tersebut akan dijumpai 2 buah mberik. Mberik merupakan batu karang yang saling bertabrakan sehingga membentuk sebuah lorong. Mberik ini digunakan oleh para peziarah untuk beristirahat karena perjalanan menuju Puncak Tugu sekitar 8 jam. Saat ini kondisi tanah di mberik tersebut mengalami pendangakalan karena proses sedimentasi aliaran sungai.

(55)

replika mahkota yang terbuat dari batu. Pembuatan replika ini berkaitan untuk menandakan pernah ditemukannya mahkota yang terbuat dari tembaga di Puncak Tugu. Goa ini menghadap barat dengan intensitas cahaya yang masuk ke goa relatif baik. Kondisi tata gunalahan disekitar berupa semak belukar dan ditumbuhi berbagai jenis vegetasi. Dari pengamatan yang dilakukan di lapangan tidak ditemukan adanya temuan permukaan yang berpotensi sebagai tinggalan arkeologis. Saat ini Goa Trisula lebih berfungsi sebagai tempat ritual.

Foto 41. Struktur Tugu di puncak dunung tugu Dok. oleh Sultan Kurnia A.B., 2014

(56)

Goa Putri menjadi salah satu tempat ritual lainnya disamping Puncak Tugu dan Goa Trisula. Penamaan Goa Putri sendiri diambil dari adanya batu besar yang berada disekitar goa tersebut yang menyerupai seorang manusia (perempuan). Goa Putri lebih menyerupai ceruk yang berada di tebing cukup tinggi. Pada sisi selatan Goa Putri terdapat ceruk lainnya. Namun dari pengamatan yang dilakukan di lapangan ceruk ini tidak menjadi tempat ritual. Hal ini terlihat dari tidak ditemukannya sesaji yang digunakan untuk ritual. Namun pada bagian selatan ditemukan konsentrasi temuan permukaan berupa sisa-sisa kulit kemiri yang cukup padat.

Foto 42. Gunung Tugu

Dok. oleh Mathilda Chandra C.R.P., 2014

(57)

a. Goa Trisula

Merupakan goa karst yang cukup luas. Pada sudut utara goa terdapat sebuah payung ritual, keranjang bunga dan kain putih yang disarungkan pada batu karst goa tersebut. Tidak jauh dari mulut goa, terdapat abu sisa pembakaran yang menggunung serta beberapa potongan botol bekas air mineral pengunjung. Beberapa puluh senti dari dinding goa juga ditemukan sisa-sisa dupa.

b. Gunung Tugu

Situs ini diketahui oleh narasumber lewat wangsit yang turun kepada beliau, namun ditemukan oleh orang lain. Menurut keterangan narasumber, begitu tugu tersebut ditemukan, seorang pengumpul/pengkoleksi/pencari barang antik mengutus beberapa orang untuk membongkarnya. Tujuannya ialah harta karun yang konon ada pada bangunan bangunan kuno. Setelah situs tersebut dirusak, sebuah paguyuban membangunnya kembali dengan balok-balok batu, untuk difungsikan kembali menjadi tempat peziarahan.

Tugu tersebut berbentuk prisma berpenampang ± 1 m x 1 m dan tinggi 124 cm dengan susunan persegi di bagian pucuknya diatas 2 tingkat susunan balok batu berbentuk segi empat. Struktur paling bawah berpenampang ± 4 m x 4 m dan tinggi 17 cm, dan struktur segi empat diatasnya berukuran 367 cm x 367 cm dan tinggi 59 cm. Tugu tersebut berada di pucuk sebuah bukit di dalam kawasan hutan konservasi Alas Purwo. Sekitar satu meter dari sisi selatan tugu, berkibar bendera Merah Putih yang dipasang pada tiang sederhana dari dahan/batang pohon.

Pada sisi timur halaman tugu, terdapat anak tangga dari batu alam (karst) yang dibentuk manusia, menurut narasumber anak tangga tersebut sejaman dengan pembuatan tugu yang menghubungkan halaman dengan tanah datar yang disana tumbuh pohon Apek. Pada batang pohon Apek tersebut dililitkan kain kuning dan digantungkan wadah bunga dari kayu (semacam keranjang) yang juga ada di Goa Trisula.

c. Goa Putri

Merupakan Goa karst, yang sangat besar. Dinamakan ‘Goa Putri’ karena dulu, terdapat

(58)

hanya di dekat payung, tapi juga ada di dekat mulut ceruk. Di dalam goa juga terdapat beberapa botol kaca bekas minuman berenergi yang telah dimodifikasi menjadi lampu minyak. Pada teras/ halaman goa terdapat 2 bangunan semi permanen terbuat dari bambu, yang menurut narasumber digunakan untuk menyinggahkan banten/sesaji.

Foto 43. Mulut Goa Putri Dok. oleh Oktavian A., 2014

Foto 44. Kondisi bagian dalam Goa Putri Dok. oleh Oktavian A., 2014

Foto 45. (Kiri) Kondisi Lantai Goa Putri. (Kanan) Temuan permukaan dalam Goa Putri berupa cangkang kerang

(59)

3. Jati Papak

Menurut narasumber, ‘Jati Papak’ ditemukan ketika Perhutani membuka hutan alam untuk dijadikan hutan produksi tanaman Jati. Disuatu lokasi, mesin alat berat yang digunakan pada waktu itu mati berkali-kali tanpa sebab. Setelah hutan tersebut berhasil dibuka oleh Pt. Perhutani, ditemukanlah Jati Papak, yaitu: akar sisa tebangan pohon Jati dengan lebar yang sangat luas sehingga bisa diduduki oleh banyak orang berapapun jumlahnya. Peristiwa tersebut bertepatan dengan turunnya wangsit pada seseorang mengenai keberadaan tempat keramat. Kemudian warga desa mencari tempat tersebut yang pada akhirnya bertemu juga dengan Jati Papak. Wangsit tersebut diakui pula oleh narasumber telah datang kepadanya, namun tidak dapat ia temukan.

Cerita yang dipercaya oleh masyarakat, Jati Papak tersebut merupakan sisa akar dari sebuah Pohon Jati raksasa yang dahulu digunakan oleh Sunan Kalijaga membangun Masjid Kesultanan Demak. Jati Papak kini berpagar tembok konblok setinggi ± 1 meter dengan 10 tiang kayu penyangga atap. Pada kedua sisi pintu pagar, masing-masing ditempatkan patung macan loreng bertanggal tahun 2013 diatas meja dan payung dengan corak kotak-kotak hitam-putih yang biasa ada pada tempat-tempat ritual umat Hindu. Di dalam pagar, juga ditemui dua payung berwarna merah dan putih serta bendera Merah Putih. Di halaman luar pagar tersebut, terdapat 5 lingkaran abu sisa pembakaran yang kami duga merupakan sisa dari ritual-ritual yang dilakukan disana. Menurut narasumber, sebagian besar orang-orang yang melakukan ritual di sini adalah penduduk sekitar penganut Hindu dan Budha.

Foto 46. Jatipapak yang diberi pagar dan atap Dok. oleh Wildan Kasyfi, 2014

(60)

Pada abad VIII dalam perjalanan Marchandra dari Gunung Raung Jawa Timur ke Bali melintasi Semenjung Purwo yang sekarang dikenal dengan Alas Purwo. Di pulau Bali beliau membangun Pura Besakih di Gunung Agung, dimana salah satu diantaranya tersebut beliau beri nama Pura Dalam Alas Purwo (Pura Murwa) dan pura Gunung Raung di Alas Tara.

Kemudian pada tahun 1966 ketika diadakan kegiatan reboisasi di lahan bekas garapan masyarakat di hutan Purwo, ditemukan peninggalan leluhur berupa batu-batu kuno. Batu-batu kuno tersebut berupa batu bata, tetapi penampilannya misterius karena baik bentuk ukuran dan bahannya sangat berbeda dengan batu bata biasa. Akhirnya tempat tersebut dijadikan tempat suci untuk beribadah bagi umat hindu disekitarnya.

Salah satu jenis ibadah yang yang rutin dilaksanakan di tempat ini setiap 7 bulan (210 hari) adalah upacara Hari Raya Pagarwesi tepatnya pada hari Rabu Kliwon, wuku sinta. Sampai saat ini acara pagarwesi tersebut telah berjalan sebanyak 19 kali. Pada mulanya upacara tersebut hanya diadakan oleh umat hindu Kecamatan Tegaldlimo, namun belakangan ini semakin berkembang dan meluas yang meliputi umat Hindu se-Kabupaten Banyuwangi dan bahkan Provinsi Bali.

Upacara ini mengandung nilai kultural sebagai bentuk penyelamatan terhadap ilmu pengetahuan yang diturunkan oleh para dewa. Pagarwesi mempuyai 3 sesi utama, yakni palemahan, pawongan, dan kahyangan. Palemahan dilakukan dengan membuang sesaji ke tanah agar dimakan Betharakala. Pawongan merupakan prosesi penurunan ilmu dari dewa di kahyangan dan sedangkan kahyangan adalah penyampaian rasa syukur kepada dewa-dewa atas ilmu pengetahuan yang diberikan. (mitos seputar Taman Nasional Alas Purwo)

(61)

Foto 47. Pintu Masuk Pura Luhur Giri Salaka Dok. oleh Sultan Kurnia A.B., 2014

Gambar

Gambar 3.1). Dimensi lebar mulut ceruk yakni 526 cm dengan tinggi mulut 249 cm dan kedalaman

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan berbagai faktor host dan lingkungan merupakan faktor risiko terhadap kejadian HIV/AIDS pada Ibu rumah tangga. Metode :

Dapat dilihat dari Hasil Root Mean Square Percent Error menunjukan bahwa terdapat perbedaan error namun hanya memiliki nilai yang kecil hal ini dapat dilihat pada Tabel 1

Penasahan protein aberan BCl-2 yang berperan dalam apoptosis sel, MMP-9 yang berperan dalam daya invasi sel dan polimorfisme gen pada darah haid diharapkan dapat

(3) Selain melakukan 4M sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengelolaan, penyelenggara, atau penanggung jawab satuan pendidikan dapat menetapkan protokol kesehatan

1) Sistem pendukung keputusan (SPK) dengan menggunakan metode FAHP dan SAW berhasil menentukan perankingan dosen dilihat dari kualitas mengajar. Dari bobot tersebut untuk

1) Pihak pustakawan lebih proaktif menjalin komunikasi yang baik kepada pihak yayasan. Komunikasi tersebut berupa penjelasan pustakawan kepada pihak yayasan mengenai

Daerah Dago bagian utara kota Bandung terdapat sebuah Terminal angkutan dalam kota yang dilintasi setidaknya beberapa rute angkutan, salah satu rute angkutan kota

Pemilihan denah khusus yang dilampirkan pada perancangan Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang ini terletak pada bagian lobby kantor, ruang rapat, ruang kerja bidang bina