• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perlakuan Alkali (NaOH) Terhadap Sifat Mekanik Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Perlakuan Alkali (NaOH) Terhadap Sifat Mekanik Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KOMPOSIT

Bahan komposit menunjukkan artian bahwa dua atau lebih material digabung pada skala makroskopis untuk membentuk material ketiga yang berbeda. Material-material yang berbeda dapat digabung dalam skala mikroskopis seperti memadukan logam. Bila suatu komposit dirancang dengan baik maka akan memberikan kualitas yang bagus daripada komponen atau konstituen penyusunnya. Beberapa sifat yang dapat dikembangkan dengan membentuk bahan komposit yaitu [8]: kekuatan (strength), kekakuan (stiffness), tahanan korosi (corrosion resistance), tahanan aus (wear resistance), daya pikat (attractiveness), berat, perioda lelah (fatigue life), sifat ketergantungan suhu (temperature-dependent behavior), insulasi termal, konduktivitas termal, dan insulasi akustik (acoustical insulation).

Secara umum, tidak semua sifat-sifat di atas dikembangkan pada waktu yang bersamaan karena dikhawatirkan malah akan mengganggu sifat material itu sendiri misalnya insulasi termal dan konduktivitas termal. Tujuan pembentukan bahan komposit itu sendiri yaitu untuk membentuk suatu bahan baru yang memiliki sifat khusus untuk keperluan tertentu pula.

Bahan komposit memiliki sejarah penggunaan yang sangat panjang. Penggunaan komposit untuk pertama sekali tidak diketahui tetapi beberapa sejarah menunjukkan bahwa bahan komposit telah digunakan. Misalnya penggunaan jerami untuk meningkatkan kekuatan bata. Plywood yang dapat digunakan sebagai bahan pengganti kayu karena memiliki kekuatan dan tahanan termal yang baik. Dewasa ini, bahan komposit matriks-resin dengan penguat serat memiliki perbandingan kekuatan dan kekakuan terhadap berat yang sangat tinggi telah menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi dalam industri mobil dan penerbangan [8].

(2)

material yang sangat berguna karena berisi susunan dari beberapa material dalam kekuatan yang tinggi, yang termasuk dalam pembentukan komposit itu. Komposit berkualitas tinggi adalah komposit yang dapat diberi gaya dari segala arah.

Bahan komposit dapat diklasifikasikan kedalam beberapa jenis, bergantung pada geometri dan jenis seratnya. Hal ini dapat dimengerti, karena serat merupakan unsur utama dalam bahan komposit tersebut. Sifat-sifat mekanik bahan komposit, seperti kekuatan, kekakuan, keliatan dan ketahanan tergantung dari geometri dan sifat-sifat seratnya.

Secara garis besar, bahan komposit terdiri dari dua macam yaitu bahan komposit partikel (particulate composite) dan bahan komposit serat (fiber composite). Bahan komposit partikel terdiri dari partikel-partikel yang diikat oleh matriks. Bentuk partikel ini dapat bermacam-macam, seperti: bulat, kubik, tetragonal atau bahkan bentuk-bentuk yang tidak beraturan secara acak, tetapi secara rata-rata berdimensi sama. Sedang bahan komposit serat terdiri dari serat-serat yang diikat oleh matriks. Bahan komposit serat ini juga terdiri dari dua macam yaitu serat panjang (continuous fiber) dan serat pendek (short fiber atau whisker) [10].

2.1.1 Bahan Komposit Partikel (Particulate Composite)

(3)

2.1.2 Bahan Komposit Serat (Fiber Composite)

Bahan komposit serat adalah jenis bahan komposit yang umum dikenal, paling banyak dipakai dan dibicarakan. Karena itu pengertian bahan komposit disini adalah berarti bahan komposit serat. Komposit serat ini juga merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu laminat atau satu lapisan yang menggunakan penguat berupa serat/fiber. Fiber yang digunakan bisa berupa glass fibers, carbon fibers, aramid fibers (polyaramid), dan sebagainya. Fiber ini bisa disusun secara acak maupun dengan orientasi tertentu bahkan bisa dengan bentuk yang lebih komplek seperti anyaman. Ada dua hal yang membuat serat dapat menahan gaya dengan efektif, yaitu jika [10]:

a) Perekatan (bonding) antara serat dan matriks sangat baik dan kuat, sehingga serat tidak mudah lepas dari matriks (debonding).

b) Kelangsungan (aspect ratio), yaitu perbandingan antara panjang dan diameter serat harus cukup besar. Hal ini disyaratkan agar tegangan geser yang terjadi pada permukaan antara serat dan matriks kecil. Biasanya disyaratkan agar kelangsungan serat lebih besar disbanding 100, agar serat dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

2.2 EPOKSI

Resin epoksi termasuk ke dalam golongan thermosetting, sehingga dalam pencetakan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Mempunyai penyusutan yang kecil pada pengawetan.

2. Dapat diukur dalam temperatur kamar dalam waktu yang optimal.

3. Memiliki viskositas yang rendah disesuaikan dengan material penyangga. 4. Memiliki kelengketan yang baik dengan material penyangga.

(4)

Reaksi curing pada sistem resin epoksi secara eksotermis, berarti dilepaskan sejumlah kalor pada proses curing berlangsung. Laju kecepatan proses curing bergantung pada temperatur ruang. Untuk kenaikan temperatur setiap 10oC, maka laju kecepatan curing akan menjadi dua kali lebih cepat, sedangkan untuk penurunan temperaturnya dengan besar yang sama, maka laju kecepatan curing akan turun menjadi setengah dari laju kecepatan curing sebelumnya. Epoksi memiliki ketahanan korosi yang lebih baik daripada polyester pada keadaan basah, namun tidak tahan terhadap asam. Epoksi memiliki sifat mekanik, listrik, kestabilan dimensi dan penahan panas yang baik [11].

Adapun spesifikasi dari resin epoksi dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 2.1 Spesifikasi Resin Epoksi [12]

Sifat – sifat Satuan Nilai Tipikal

Massa jenis Gram/cm3 1,17

Kekuatan tarik Kgf/mm2 5,95

Kekuatan tekan Kgf/mm2 14

Kekuatan lentur Kgf/mm2 12

Temperatur pencetakan 0C 90

2.3 SERAT BUAH PINANG

(5)

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Dari Beberapa Serat Alam [13]

Tabel diatas membandingkan komposisi serat buah pinang dengan beberapa serat alam lainnya. Serat buah pinang tinggi akan hemiselulosa dan merupakan serat yang mengandung hemiselulosa paling tinggi. Serat sabut kelapa memiliki kandungan lignin yang paling besar. Dan sisal memiliki kandungan selulosa paling tinggi dibandingkan dengan sisal, pisang, dan serat lainnya. Sifat dari serat alami tergantung pada sifat tanaman, wilayah di mana tanaman itu tumbuh, umur tanaman, dan metode yang digunakan untuk mengekstraksi serat. Serat pinang merupakan serat yang keras dan menunjukkan kesamaan dengan sabut kelapa dilihat dari struktur selular [13].

2.4 ALKALISASI

Alkalisasi pada serat merupakan metode perendaman serat ke dalam basa alkali. Reaksi berikut menggambarkan proses yang terjadi saat perlakuan alkali pada serat:

Fiber – OH + NaOH Fiber-O-Na+ + H2O

(6)

2.5PROSES PABRIKASI KOMPOSIT

Material komposit dapat diproduksi dengan berbagai macam metode proses pabrikasi. Metode-metode pabrikasi ini disesuaikan dengan jenis matriks penyusun komposit dan bentuk material komposit yang diinginkan sesuai aplikasi selanjutnya, antara lain [15]:

2.5.1 Open Molding Process (Pencetakan Terbuka)

1. Handlay-up Process

Proses ini dilakukan dalam kondisi dingin dan dengan memanfaatkan keterampilan tangan. Serat bahan komposit ditata sedemikian rupa mengikuti bentuk cetakan, kemudian dituangkan resin sebagai pengikat antara satu lapisan serat dengan lapisan yang lain. Demikian seterusnya, sehingga sesuai dengan ukuran dan bentuk yang telah ditentukan. Ada dua cara aplikasi resin yaitu:

a. Manual Resin Application, proses pengaplikasian antara resin dan fiber dilakukan secara manual dengan tangan.

b. Mechanical Resin Application, proses pengaplikasian antara resin dan fiber menggunakan bantuan mesin dan berlangsung secara kontinu. 2. Chopped Laminate Process

Proses ini menggunakan alat pemotong fiber yang biasanya serat panjang membentuk serat menjadi lebih pendek.

a. Atomized Spray-Up, pada teknik pabrikasinya sistem pada metode ini tidak kontinu, biasanya digunakan untuk membuat material komposit dengan ukuran yang lebih kecil.

b. Non Atomized Application, untuk metode ini pada pengaplikasiannya menggunakan mesin potong fiber, pelaminasi resin dan tekanan dari roller yang berjalan kontinu. Metode ini lebih menguntungkan bila digunakan untuk pabrikasi material komposit yang berdimensi besar mengingat prosesnya yang kontinu.

3. Filament Winding Process

(7)

teknik, misalnya berbentuk tabung, kemudian resin yang berfungsi sebagai matriks dituangkan bersamaan dengan proses penggulungan serat tersebut, sehingga keduanya merekat dan saling mengikat antara satu lapisan gulungan dengan gulungan berikutnya, sampai membentuk benda teknik yang direncanakan.

2.5.2 Close Molding Process (Pencetakan Tertutup)

1. Compression molding

Metode ini menggunakan cetakan yang ditekan pada tekanan tinggi sampai mencapai 1000 Psi. Diawali dengan mengalirkan resin dan reinforcement dengan viskositas yang tinggi ke dalam cetakan dengan suhu 330 - 400oF, kemudian mold ditutup dan penekanan terhadap material komposit tersebut, sehingga terjadi perubahan kimia yang menyebabkan mengerasnya material komposit secara permanen mengikuti bentuk cetakan.

2. Pultrusion

Pada metode ini pembentukan material komposit yang menggabungkan antara resin dan fiber berlangsung secara kontinu. Proses pultrusi digunakan pada pabrikasi komposit yang berprofil penampang lintang tetap, seperti pada berbagai macam rods, bar section, ladder side rails, tool handles dan komponen elektrikal kabel. Reinforcement yang digunakan seperti roving, mat diletakkan pada tempat yang khusus dengan menggunakan performin ghapers atau guides untuk membentuk karakteristiknya. Proses penguatan dilakukan melalui resin bath atau wet out yaitu tempat material diselubungi dengan cairan resin. Adanya panas akan mengaktifkan sistem curing sehingga akan mengubah fasa resin menjadi padat.

3. Resin Transfer Molding (RTM)

(8)

dalam lubang cetakan melalui port injeksi. Resin diinjeksikan sampai memenuhi seluruh rongga cetakan hingga meresap dan membasahi seluruh material reinforcement.

4. Vacuum Bag Molding

Metode ini merupakan pengembangan metode close mold yang bertujuan untuk meningkatkan sifat mekanik dengan cara meminimalisasi jumlah udara yang terperangkap dalam proses pembuatannya. Selain itu dengan berkurangnya tekanan di dalam vacuum bag molding maka tekanan udara atmosferik dari luar akan digunakan sebagai gaya untuk menghilangkan kelebihan resin yang ada dalam laminasi sehingga menghasilkan kandungan fiber reinforcement yang tinggi. Bentuk cetakan yang digunakan disesuaikan dengan bentuk produk yang ingin dibuat.

5. Wet Lay-Up

Metode ini reinforcement digabungkan dengan menggunakan tangan seperti metode hand lay-up untuk kemudian ditaruh ke dalam cetakan vacuum bag untuk mempercepat proses laminasi dan menghilangkan udara yang terperangkap yang dapat menimbulkan adanya void dalam produk komposit yang dicetak.

6. Prepreg

Metode ini merupakan metode advance dalam pembuatan komposit dengan adanya pemanasan atau cetakan yang diletakan pada autoclave setelah campuran komposit dimasukkan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan gaya tekan dari luar. Teknik menggunakan prepreg-vacuum bag-autoclave banyak dimanfaatkan untuk pembuatan peralatan pesawat terbang dan perlengkapan militer.

7. Vacuum Infusion Processing

(9)

ke dalam cetakan untuk menyempurnakan sistem laminasi komposit sehingga tidak terdapat ruang untuk kelebihan resin. Rasio resin yang sangat tinggi terhadap fiber glass yang digunakan memungkinkan penggunaan metode vacuum infusion yang menghasilkan sifat mekanik sistem laminasi yang sangat baik. Vacuum Infusion Processing dapat digunakan untuk pencetakan dengan struktur yang besar dan tidak dianjurkan untuk proses dengan volume yang rendah.

Pada penelitian ini, digunakan metode Open Molding Process dengan metode Handlay-up Process. Metode ini digunakan karena komposit yang akan dicetak memerlukan keterampilan tangan untuk mencetaknya sesuai dengan bentuk cetakan dari masing- masing uji yang akan dilakukan.

2.6PENGUJIAN KOMPOSIT

2.6.1 Karakteristik Fourier Transform-Infra Red (FT-IR)

Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah sidik jadi sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran [16].

2.6.2 Pengujian Kekuatan Tarik (Tensile Strength) ASTM D 638

(10)

spesimen akan tertarik ke atas spesimen diamati sampai putus, dicatat tegangan maksimum dan regangannya.

Dengan melakukan uji tarik kita mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material bertambah panjang. Bila kita terus menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang.

Gambar 2.1 Uji Tarik ASTM D 638 [17]

Adapun yang menjadi perhatian dalam gambar tersebut adalah kemampuan maksimum bahan dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut Ultimate Tensile Strength disingkat dengan UTS. Untuk semua bahan, pada tahap sangat awal uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Dengan mengikuti aturan Hooke, yaitu rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan.

(11)

Enginering Stess (σ) :

(2.1) dimana :

Fmaks = Beban yang diberikan terhadap penampang spesimen (N)

A0 = Luas penampang awal spesimen sebelum diberikan pembebanan (m2) = Enginering Stress (N/m2)

Enginering Strain ( ):

(2.2)

dimana :

= Enginering Strain

l0 = Panjang mula-mula spesimen sebelum pembebanan

Δl = Pertambahan panjang

Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:

(2.3)

dimana :

E = Modulus Elastisitas atau Modulus Young (N/m2) = Enginering Stress (N/m-2)

= Enginering Strain

2.6.3 Pengujian Kekuatan Lentur (Bending Strength) ASTM D 790

(12)

sehingga akibatnya spesimen mengalami patah bagian bawah karena tidak mampu menahan tegangan tarik. Dimensi balok dapat kita lihat pada gambar berikut ini [18]:

Gambar 2.2 Penampang Uji Bengkok [18]

Momen bending yang terjadi pada komposit dapat dihitung dengan persamaan :

(2.4) Menentukan kekuatan bending menggunakan persamaan [18]:

(2.5) Sedangkan untuk menentukan modulus elastisitas bending menggunakan rumus sebagai berikut [15] :

(2.6) dimana:

M = momen bending

b = kekuatan bending (MPa) P = beban yang diberikan (N) L = jarak antara titik tumpuan (mm) b = lebar spesimen (mm)

d = tebal spesimen (mm) = defleksi (mm)

Eb = modulus elastisitas (MPa)

Sedangkan kekakuan dapat dicari dengan persamaan [18]:

(13)

(2.8)

dimana :

D : kekakuan (N/mm2)

E : modulus elastisitas (N/mm2) I : momen inersia (mm4)

b : lebar (mm) d : tinggi (mm)

2.6.4 Pengujian Kekuatan Bentur (Impact Strength) ASTM D 4812-11

Pengujian impact bertujuan untuk mengukur berapa energi yang dapat diserap suatu material sampai material tersebut patah. Pengujian impact merupakan respon terhadap beban kejut atau beban tiba-tiba (beban impact) [19].

Pengujian ini biasanya mengikuti dua metode yaitu metode Charpy dan Izod yang dapat digunakan untuk mengukur kekuatan impak, yang kadang juga disebut seabgai ketangguhan ketok (notch toughness). Untuk metode Charpy dan Izod, spesimen berupa dalam bentuk persegi dimana terdapat bentuk V-notch (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Spesimen V-Notch Metoda Charpy dan Izod [20]

(14)

pisau pada palu pendulum akan menabrak dan mematahkan spesimen ditakikannya yang bekerja sebagai titik konsentrasi tegangan untuk pukulan impact kecepatan tinggi. Palu pendulum akan melanjutkan ayunan untuk mencapai ketinggian maksimum h’ yang lebih rendah dari h. Energi yang diserap dihitung dari perbedaan

h’ dan h (mgh –mgh’), adalah ukuran dari energi impact. Posisi simpangan lengan pendulum terhadap garis vertikal sebelum dibenturkan adalah α dan posisi lengan

pendulum terhadap garis vertikal setelah membentur spesimen adalah β. Dengan

mengetahui besarnya energi potensial yang diserap oleh material maka kekuatan impact benda uji dapat dihitung [19].

Eserap = energi awal – energi yang tersisa = m.g.h – m.g.h’

= m.g.(R – R.cos α) – m.g.(R –R.cos β)

Esrp = m.g.R.(cos β –cos α) (2.9)

dimana :

Esrp : energi serap (J)

m : berat pendulum (kg) = 20 kg

g : percepatan gravitasi (m/s2) = 10 m/s2 R : panjang lengan (m) = 0,8 m

α : sudut pendulum sebelum diayunkan = 30o

β : sudut ayunan pendulum setelah mematahkan spesimen

Harga impact dapat dihitung dengan :

(2.10)

dimana :

(15)

Gambar 2.4 Peralatan Uji Bentur

(a) Spesimen yang digunakan untuk uji bentur, (b) Skematik peralatan uji bentur [19]

Keretakan akibat uji bentur ada tiga bentuk, yaitu [18]: 1. Patahan getas

Permukaan patahan terlihat rata dan mengkilap, kalau potongan-potongannya kita sambungkan lagi, ternyata keretakannya tidak disertai dengan deformasinya bahan. Patahan jenis ini mempunyai harga impact yang rendah. 2. Patahan liat

Permukaan patahan ini tidak rata, nampak seperti buram dan berserat, tipe ini mempunyai harga impact yang tinggi.

3. Patahan campuran

Patahan yang terjadi merupakan campuran dari patahan getas dan patahan liat. Patahan ini paling banyak terjadi.

(16)

2.6.5 Analisa Penyerapan Air (Water Absorption) ASTM D 570

Penyerapan air (water-absorption) dalam komposit merupakan kemampuan komposit dalam menyerap uap air dalam waktu tertentu. Penyerapan air pada komposit merupakan salah satu masalah terutama dalam penggunaan komposit di luar ruangan. Semua komposit polimer akan menyerap air jika berada di udara lembab atau ketika polimer tersebut dicelupkan di dalam air. Penyerapan air pada komposit berpenguat serat alami memiliki beberapa pengaruh yang merugikan dalam sifatnya dan mempengaruhi kemampuannya dalam jangka waktu yang lama juga penurunan secara perlahan dari ikatan interface komposit serta menurunkan sifat mekanis komposit seperti kekuatan tariknya. Penurunan ikatan antarmuka komposit menyebabkan penurunan sifat mekanis komposit tersebut. Karena itu, pengaruh dari penyerapan air sangat vital untuk penggunaan komposit berpenguat serat alami di lingkungan terbuka [21].

2.6.6 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)

Electron Microscopy (EM) adalah salah satu teknik yang digunakan untuk karakterisasi material komposit. Dua teknik utama EM dibedakan menjadi Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Transmission Electron Microscopy (TEM). SEM merupakan metode yang tepat untuk mengkarakterisasi material komposit dengan batas maksimum resolusi mikroskop elektron 10 nm. Metode mikroskopi dapat secara cepat menunjukkan ukuran nominal dan bentuk serat. Permukaan spesimen yang akan diuji, di-scan dengan pancaran berkas elektron dan pantulan dari elektron ditangkap, kemudian ditampilkan diatas tabung sinar katoda. Bayangan yang tampak diatas layer menampilkan gambaran permukaan dari spesimen [22].

2.7 APLIKASI DAN KEGUNAAN PRODUK KOMPOSIT

(17)

mengurangi konsumsi energi pabrikasi [23]. Dari Tabel 2.3 dapat dilihat bahwa beberapa serat alam seperti kayu dan flax memiliki harga yang jauh lebih murah dibandingkan serat gelas [24].

Tabel 2.3 Perbandingan Harga antara Serat Alam dan Serat Sintetik [24]

Serat Harga Spesifik Graviti Harga

$/m3 kg/m3 $/kg

Kayu 420 1600 0,26

Flax 600 1500 0,40

Gelas 4850 2600 1,87

Serat Buah Pinang* 50 1250 0,04

*Untuk penelitian ini

Produk material komposit sudah digunakan sejak lama di bidang industri otomotif. Bahan ini dapat digunakan dalam sektor aksesoris otomotif, beberapa diantaranya kaca spion, pengisi jok mobil, bamper mobil, dashboard dll. Dalam proses pabrikasi aksesoris tersebut biasanya menggunakan metode hand lay up [24].

Dalam penelitian ini, komposit epoksi berpengisi serat buah pinang diaplikasikan dalam pembuatan aksesoris eksterior mobil, yaitu cover kaca spion mobil.

(a) (b)

(18)

2.8 ANALISIS BIAYA

Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisis biaya terhadap pembuatan komposit epoksi berpengisi serat buah pinang. Rincian biaya diberikan dalam Tabel 2.4 berikut.

Tabel 2.4 Rincian Biaya Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang

Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Total (Rp)

Resin Epoksi dan Hardener 1 kg Rp 92.500/kg 92.500,-

Lilin Cetakan (Malam) 4 buah Rp 5.000/buah 20.000,-

Serat buah pinang 1 kg Rp 500/kg 500,-

Plastik Transparan 10 lembar Rp 500/lembar 5.000,-

Analisa Fourier Transform Infra-Red (FTIR)

3 sampel Rp 75.000/sampel 225.000,- Analisa Sifat Mekanik 117 sampel Rp 30.000/sampel 3.510.000,- Analisa Scanning Electron

Microscopy (SEM)

2 sampel Rp 175.000/sampel 350.000,-

Total 4.203.000,-

Dari rincian biaya yang telah dilakukan di atas maka total biaya yang diperlukan untuk membuat komposit epoksi-serat buah pinang yaitu sebesar Rp 4.203.000,-.

Produk yang akan dihasilkan dari komposit epoksi berpengisi serat buah pinang yaitu cover kaca spion mobil. Adapun dimensi cover spion mobil yang akan diproduksi, yaitu :

 Panjang = 20 cm

 Lebar = 13 cm

 Tebal = 5 mm

(19)

Adapun perkiraan biaya pembuatan 1 set produk (cover spion mobil sebelah kanan dan kiri) antara lain :

Tabel 2.5 Perkiraan Rincian Biaya Pembuatan Produk

Bahan dan Peralatan Jumlah yang diperlukan

Biaya Total (Rp)

Resin Epoksi dan Hardener 184 gram 17.000,-

Serat daun nanas 130 gram 100,-

Cetakan 2 buah 14.000,-

Biaya Analisa Produk 3 sampel 100.000,-

Biaya Tambahan - 20.000,-

Total Rp 151.100,-

Gambar

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Dari Beberapa Serat Alam [13]
Gambar 2.1 Uji Tarik ASTM D 638 [17]
Gambar 2.2 Penampang Uji Bengkok [18]
Gambar 2.3 Spesimen V-Notch Metoda Charpy dan Izod [20]
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian kepustakaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi alkali terhadap kekuatan tarik dan kekuatan impak komposit serat alam, pengaruh lama waktu

Selesaii.. dengan cetakan berbahan kaca. Untuk mempermudah pelepasan komposit dari cetakan maka digunakan mirror glaze. Hand lay-up merupakan salah satu teknik pembuatan komposit

Dari hasil uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut tentang bagaimana pengaruh penambahan komposisi bahan pencampuran

Matrik dalam struktur komposit dapat berasal dari bahan polimer, logam, maupun keramik [9]. Syarat pokok matrik yang digunakan dalam komposit adalah matrik harus bisa

Tulisan ini merupakan Skripsi dengan judul “ Pengaruh Perlakuan Alkali (NaOH) Terhadap Kekuatan Mekanik Komposit Epoksi Berpengisi Serat Ampas Tebu ”, berdasarkan

Hasil uji tarik dan impact untuk spesimen dengan variasi metode Vacuum infusion memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan metode hand lay up.. Proses vacuum

Analisa Pengaruh Fraksi Massa Terhadap Kekuatan Lentur dan Sifat Fisik Pada Pembuatn Komposit polyurethane/serat bambu Betung dengan metode hand lay-up untuk Aplikasi panel Mobil..

Pembuatan komposit menggunakan metode Hand Lay Up dengan cara mencampurkan resin, katalis dan serat kayu jati yang berbentuk serbuk dengan mesh ≤30 dan serutan dengan proses agitasi dan