• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Perpindahan Merek Pada Konsumen Kartu Perdana Internet (Studi Kasus Mahasiswa Administrasi Bisnis FISIP USU)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Perpindahan Merek Pada Konsumen Kartu Perdana Internet (Studi Kasus Mahasiswa Administrasi Bisnis FISIP USU)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Perpindahan Merek 2.1.1 Pengertian Merek

Pada dasarnya pengertian merek adalah nama, istilah, tanda, lambang, atau desain atau kombinasi dari semua ini yang memperlihatkan identitas produk atau jasa dari satu penjual atau sekelompok penjual dan membedakan produk itu dari produk pesaing (Kotler dan Armstrong 2012 : 58). Menurut Tjiptono, dkk dalam Sutriono (2012 : 114) merek merupakan logo, instrument legal (hak kepemilikan), perusahaan, shorthand notation, risk reducer, positioning, kepribadian, rangkaian nilai, visi, penambah nilai, identitas, citra, relasi dan evolving entity.

Menurut Kotler dan Keller, (2012:241), brand as a name, term, sign, symbol, or design, or a combination of them, intended to identify the goods or

services of one seller or group of sellers and to differentiate them from those of

(2)

2.1.2 Konsep Perpindahan Merek

Perpindahan merek ditandai dengan adanya perbedaan signifikan antar merek. Konsumen dalam hal ini tidak mengetahui banyak mengenai kategori produk yang ada. Para pemasar dengan demikian perlu mendiferensiasikan keistimewaan mereknya untuk menjelaskan merek tersebut. Perpindahan merek juga ditandai dengan keterlibatan yang rendah. Konsumen tidak melalui tahap-tahap keyakinan, sikap atau perilaku yang normal. Konsumen tidak secara ekstensif mencari informasi mengenai merek, melainkan merupakan penerima informasi pasif. Konsumen tidak membentuk keyakinan merek, tetapi memilih suatu merek karena merek tersebut terasa akrab.

Menurut Peter dan Jeny 2009 (dalam Mantansari 2013 : 94)

perpindahan merek adalah pola pembelian yang dikarakteristikkan dengan perubahan atau pergantian dari satu merek ke merek yang lain. Peralihan merek (brand Switching) ditandai dengan adanya perbedaan signifikan antar merek. Konsumen dalam hal ini tidak mengetahui banyak mengenai kategori produk yang ada. Para pemasar dengan demikian perlu mendiferensiasikan keistimewaan mereknya untuk menjelaskan merek tersebut. Peralihan merek (brand switching) juga ditandai dengan keterlibatan yang rendah (low involvement).

Sedangkan menurut Djan dan Ruvendi dalam Haryono dan Soesanto (2011 : 87), perpindahan merek adalah saat dimana seorang konsumen atau sekelompok konsumen berpindah kesetian dari satu merek sebuah produk tertentu ke produk lainnya.

Menurut Peter dan Olson dalam Haryono dan Soesanto (2011 : 102),

(3)

perubahan atau pergantian dari satu merek ke merek yang lain. Perpindahan merek merupakan dari beralihnya pengkonsumsian konsumen atas suatu produk ke produk lainnya. Hal ini dikarenakan seseorang selalu melakukan perbandingan antara merek satu dengan merek yang lain pada saat ia mengevaluasi merek tertentu atau pada saat ia membentuk sikapnya terhadap merek.

Kumar dan Chaarlas dalam Afzal (2013 : 77) perpindahan merek adalah proses dimana konsumen berganti penggunaan dari satu merek ke merek lain namun tetap dalam kategori produk yang sama. Junaidi dan Dharmmesta 2002 (dalam Lestari 2010 : 91), perpindahan merek merupakan gambaran dari beralihnya pengkonsumsian konsumen atas suatu produk ke produk lainnya. Hal ini dikarenakan seseorang selalu melakukan perbandingan antara merek satu dengan merek yang lain pada saat ia mengevaluasi merek tertentu atau pada saat ia membentuk sikapnya terhadap merek.

(4)

2.1.3 Indikator Perpindahan Merek

Menurut Dharmmesta dan Shellyana (2012 : 115) pendeteksian perpindahan merek dapat di ukur dengan 4 (empat) indikator sebagai berikut :

1. Struktur keyakinan (kognitif) artinya informasi merek yang dipegang oleh konsumen (keyakinan konsumen) harus menunjuk pada merek fokal yang dianggap superior dalam persaingan. Struktur keyakinan lebih didasarkan pada kepercayaan terhadap merek berdasarkan karakteristik fungsional, terutama biaya, manfaat, dan kualitas. Jadi jika ketiga faktor tersebut jelek, konsumen akan sangat mudah beralih ke merek lain. Konsumen paling rentan terhadap perpindahan merek karena ada rangsangan pemasaran. 2. Struktur sikap (afektif) artinya tingkat kesukaan konsumen harus tinggi

daripada merek saingannya. Munculnya struktur sikap ini didorong oleh faktor kepuasan. Kerentanan konsumen berpindah merek lebih banyak terfokus pada tiga faktor, yaitu ketidakpuasan dengan merek yang ada, persuasi dari pemasar maupun konsumen lain dan upaya mencoba merek lain.

3. Struktur niat (konatif) artinya konsumen harus mempunyai niat untuk membeli merek lokal, bukan merek lain, ketika keputusan beli dilakukan. Konatif menunjukkan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu kearah suatu tujuan tertentu.

(5)

sangat didukung oleh pengalaman mencapai sesuatu dan penyelesaian hambatan.

2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Perpindahan Merek

Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku perpindahan merek antara lain:

2.2.1 Harga

Berdasarkan definisi tersebut Laksana (2008:105), mendefinisikan harga merupakan jumlah uang yang diperlukan sebagai penukar berbagai kombinasi produk dan jasa, dengan demikian maka suatu harga haruslah dihubungkan dengan macam-macam barang dan/atau pelayanan yang akhirnya akan sama dengan sesuatu yaitu produk dan jasa.

Menurut Fandy Tjiptono (2007 : 465), secara sederhana istilah harga dapat diartikan sebagai “sejumlah uang (satuan moneter) dan/atau aspek lain (non moneter) yang mengandung utilititas/kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan suatu produk.” Sedangkan Swastha dan Handoko (2010 : 147), Harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya.

(6)

Menurut Kotler dan Keller (2012 : 411), perusahaan dapat mengharapkan salah satu dari lima tujuan utama melalui penetapan harga yaitu :

1. Bertahan hidup (survival)

Perusaaan dapat mengejar kelangsungan hidup sebagai tujuan utamanya jika terjadi kelebihan, persaingan yang sengit, atau keinginan konsumen yang berubah-ubah. Bertahan hidup adalah tujuan jangka pendek. Dalam jangka panjang, perusahaan tersebut harus belajar bagaimana menambah nilai atau berhadapan dengan kepunahan. Dengan demikian perusahaan yang memilih tujuan untuk bertahan hidup maka harus menetapkan harga yang rendah. 2. Laba saat ini yang maksimum (maximum current profit)

Perusahaan memperkirakan permintaanan biaya yang terkait dengan harga alternatif dan memilih harga yang menghasilkan laba sekarang, arus kas atau tingkat pengembalian investasi yang maksimum. Strategi ini mengandalkan bahwa perusahaan tersebut mempunyai pengetahuan tentang fungsi permintaan dan biayanya, dalam kenyataannya, keduanya sulit diperkirakan. Dengan demikian perusahaan yang memilih tujuan penetapan harga seperti ini maka perusahaan tersebut harus menetapkan harga yang tinggi untuk mendapatkan laba yang maksimum.

3. Pangsa pasar yang maksimum (maximum market share)

(7)

harga yang rendah menghapuskan atau mencegah persaingan. Dengan demikian harga yang ditetapkan perusahaan adalah harga yang paling rendah. 4. Pemerahan pasar yang maksimum (maximum market skimming)

Perusahaan yang memperkenalkan teknologi baru lebih menyukai penetapan harga yang tinggi untuk mengusai pasar. Penguasaan pasar masuk akal dalam kondisi berikut sejumlah pembeli yang memadai memiliki permintaan sekarang yang tinggi, biaya perunit untuk memproduksi volume yang kecil tidak terlalu tinggi sehingga dapat menunda keuntungan dengan menggunakan harga yang dapat diserap pasar, harga awal yang tinggi tersebut tidak menarik lebih banyak pesaing ke pasar, harga yang tinggi tersebut mengkomunikasikan citra produk yang unggul. Perusahaan yang memilih tujuan penetapan harga yang seperti ini maka harus menetapkan harga yang tinggi di awal dan perlahan-lahan diturunkan dengan berjalannya waktu.

5. Pemimpin dalam kualitas (product quality leadership)

Banyak merek berusaha keras untuk menjadi barang mewah yang dapat dihasilkan. Produk-produk atau jasa yang bercirikan tingkatan yang tinggi soal mutu, selera dan status yang dapat dirasakan, dengan harga yang cukup tinggi yang tidak diluar jangkauan konsumen. Dengan demikian perusahaan harus menetapkan harga tinggi namun masih di dalam jangkauan konsumen.

Menurut Stanton & William (2009 : 76), ada 4 (empat) yang menjadi indikator harga yaitu :

1) Keterjangkauan harga

(8)

4) Kesesuaian harga dengan manfaat

Menurut Kotler dan Armstrong (2012 : 60) yang diterjemahkan oleh Sabran, dalam menetapkan harga suatu produk atau jasa suatu perusahaan dapat melandasi oleh faktor-faktor yaitu :

1. Penetapan harga berdasarkan nilai (value-based pricing) menggunakan persepsi nilai dari pembeli, bukan dari biaya penjual sebagai kunci penetapan harga. Penetapan harga berdasarkan nilai berarti bahwa pemasar tidak dapat mendesain suatu produk atau program pemasaran dan kemudian menetapkan harga.

2. Penetapan harga berdasarkan biaya (cost-based pricing) melibatkan penetapan harga berdasarkan biaya memproduksi, distribusi dan penjualan produk beserta tingkat pengembalian yang wajar bagi usaha dan resiko. Perusahaan dengan biaya rendah dapat menetapkan harga yang lebih rendah yang menghasilkan penjualan dan laba yang lebih besar.

(9)

2.2.2 Kualitas produk

Pelanggan potensial menginginkan agar produk harus dibuat berkualitas, terutama dalam memenuhi harapan konsumen agar menjadi puas dan loyal pada perusahaan. Kotler dan Amstrong (2012 : 74), mengemukakan bahwa kualitas produk adalah kemampuan suatu produk untuk melaksanakan fungsinya, meliputi kehandalan, daya tahan, ketepatan, kemudahan operasi, dan perbaikan produk, serta atribut bernilai lainnya. Assauri (2007 : 81), mengatakan bahwa kualitas produk merupakan faktor-faktor yang terdapat dalam suatu barang atau hasil yang menyebabkan barang atau hasil tersebut sesuai dengan tujuan untuk apa barang atau hasil itu dimaksudkan. Kualitas produk adalah bagaimana produk itu memiliki nilai yang dapat memuaskan konsumen baik secara fisik maupun secara psikologis yang menunjuk pada atribut atau sifat-sifat yang terdapat dalam suatu barang atau hasil.

Menurut Kotler dan Armstrong (2012:283), kualitas produk adalah Kemampuan sebuah produk dalam memperagakan fungsinya, hal ini termasuk keseluruhan durabilitas, reliabilitas, ketepatan, kemudahan pengoperasian, dan reparasi produk, juga atribut produk lainnya.

(10)

(2007:16), kualitas produk adalah suatu kondisi dari sebuah barang berdasarkan pada penilaian atas kesesuaiannya dengan standar ukur yang telah ditetapkan. Semakin sesuai standar yang ditetapkan maka akan dinilai produk tersebut semakin berkualitas.

Untuk menentukan kualitas produk, menurut Kotler (2010:361),i ndikator dari kualitas produk terdiri dari:

1. Performance (kinerja), berhubungan dengan karakteristik operasi dasar dari sebuah produk. Kinerja merupakan karakteristik atau fungsi utama suatu produk. Ini merupakan manfaat atau khasiat utama produk yang kita beli. Biasanya ini menjadi pertimbangan pertama kita membeli produk.

2. Durability (daya tahan), yang berarti berapa lama atau umur produk yang bersangkutan bertahan sebelum produk tersebut harus diganti. Semakin besar frekuensi pemakaian konsumen terhadap produk maka semakin besar pula daya tahan produk.

3. Comformance to specifications (kesesuaian dengan spesifikasi), yaitu sejauh mana karakteristik operasi dasar dari sebuah produk memenuhi spesifikasi tertentu dari konsumen atau tidak ditemukannya cacat pada produk.

4. Features (fitur) adalah karakteristik produk yang dirancang untuk menyempurnakan fungsi produk atau menambah ketertarikan konsumen terhadap produk.

(11)

6. Aesthetics (estetika), berhubungan dengan bagaimana penampilan produk bisa dilihat dari tampak, rasa, bau, dan bentuk dari produk.

7. Perceived quaility (kesan kualitas), sering dibilang merupakan hasil dari penggunaan pengukuran yang dilakukan secara tidak langsung karena terdapat kemungkinan bahwa konsumen tidak mengerti atau kekurangan informasi atas produk yang bersangkutan. Jadi, persepsi konsumen terhadap produk didapat dari harga, merek, periklanan, reputasi, dan negara asal.

2.2.3 Promosi

Kotler & Gary Amstrong (2012 : 204), mendefinisikan promosi sebagai komunikasi dari para pemasar yang menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan calon pembeli suatu produk dalam rangka mempengaruhi pendapat mereka atau memperoleh suatu respon. Menurut Nugroho (2010 : 74), pada hakekatnya promosi adalah salah satu bentuk komunikasi pemasaran, yang dimaksud dengan komunikasi pemasaran adalah aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi atau membujuk dan mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli dengan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan.

Menurut Hermawan (2012 : 38), pengertian promosi adalah salah satu komponen prioritas dari kegiatan pemasaran yang memberitahukan kepada konsumen bahwa perusahaan meluncurkan produk baru yang menggoda konsumen untuk melakukan kegiatan pembelian.

(12)

pasar lebih banyak bersifat pasar pembeli dimana keputusan terakhir terjadinya transaksi jual beli sangat dipengaruhi oleh konsumen.

Dari beberapa definisi para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa promosi merupakan hal yang penting dalam memasarkan suatu produk sehingga konsumen akan tertarik dan melakukan pembelian terhadap produk tersebut, sehingga suatu promosi perlu dirancang semenarik mungkin dan informasi yang disampaikan dapat dimengerti dengan mudah oleh masyarakat.

Promosi di rancang semenarik mungkin untuk menjangkau masyarakat luas melalui bermacam-macam media, hal ini bertujuan agar perusahaan dapat berkomunikasi dengan konsumen. Tujuan promosi secara sederhana menurut Kuncoro (2010 : 134), terbagi menjadi tiga jenis yaitu :

1. Memberikan informasi pelanggan tentang produk atau fitur baru. 2. Mengingatkan pelanggan tentang merek perusahaan

3. Mempengaruhi pelanggan untuk membeli.

Menurut Kotler dan Keller (2012 : 104) indikator-indikator promosi diantaranya adalah:

1. Frekuensi promosi adalah jumlah promosipenjualan yang dilakukan dalam suatu waktu melalui media promosi penjualan.

2. Kualitas promosi adalah tolak ukur seberapa baik promosi penjualan dilakukan.

3. Kuantitas promosi adalah nilai atau jumlah promosi penjualan yang diberikan konsumen.

(13)

5. Ketepatan atau kesesuaian sasaran promosi merupakan faktor yang diperlukan untuk mencapai target yang diinginkan perusahaan.

Menurut Basu Swastha dan Irawan (2008:355) faktor yang mempengaruhi Promosi yaitu :

1. Jumlah dana yang tersedia merupakan faktor penting yang mempengaruhi

promotional mix. Perusahaan yang memiliki dana lebih besar, kegiatan promosinya akan lebih efektif dibandingkan dengan perusahaan yang hanya mempunyai sumber dana lebih terbatas. Bagi perusahaan yang kurang kuat kondisi keuangannya akan lebih baik mengadakan periklanan pada majalah atau surat kabar daripada menggunakan personal selling

untuk menghemat jumlah dan yang dikeluarkan dan juga untuk mencapai jumlah calon pembeli lebih banyak.

2. Sifat pasar diantaranya Luas pasar secara geografis. Konsentrasi pasar ini dapat mempengaruhi strategi promosi yang dilakukan oleh perusahaan terhadap jumlah calon pembeli, jumlah pembeli potensial yang macamnya berbeda-beda, dan konsentrasi secara nasional. Strategi promosi yang dilakukan oleh perusahaan juga dipengaruhi oleh obyek atau sasaran dalam kampanye penjualannya, apakah pembeli industri, konsumen rumah tangga, atau pembeli lainnya.

3. Jenis produk faktor lain yang turut mempengaruhi strategi promosi perusahaan adalah jenis produknya, apakah barang konsumsi atau barang industri.

(14)

pemintaan primer (permintaan untuk satu macam produk) lebih dulu, dan bukannya permintaan selektif (permintaan untuk produk dengan merk tertentu). Tahap pertumbuhan, kedewasaan, dan kejenuhan, perusahaan dapat menitik-beratkan periklanan dalam kegiatan promosinya, Tahap kemunduran/penurunan, perusahaan harus sudah membuat produk baru atau produk yang lebih baik. Ini disebabkan karena produk yang lama penjualannya sudah tidak menentu dan tingkat labanya semakin menurun, bahkan usaha-usaha promosinya sudah tidak menguntungkan lagi.

2.3 Kerangka Konseptual

Menurut Umar (2008 : 215) kerangka konseptual adalah suatu kerangka berpikir tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah terindentifikasi sebagai masalah riset.

2.3.1 Pengaruh harga terhadap perpindahan merek

(15)

Persepsi harga didefinisikan sebagai sesuatu yang diberikan atau dikorbankan untuk mendapatkan jasa atau produk. Harga adalah atribut produk atau jasa yang paling sering digunakan oleh sebagian besar konsumen untuk mengevaluasi produk. Untuk sebagian besar konsumen Indonesia yang masih berpendapatan rendah, maka harga adalah faktor utama yang dipertimbangkan dalam memilih produk maupun jasa. Konsumen pun sangat sensitif terhadap harga (Sumarwan, 2012).

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa konsumen di Indonesia termasuk rentan terhadap perpindahan merek. Konsumen tersebut dapat digolongkan menjadi konsumen yang mengaktifkan tahap kognitif. Konsumen tersebut sangat peduli mengenai kualitas, biaya, dan manfaat. Konsumen yang hanya mengaktifkan tahap kognitifnya adalah konsumen yang paling rentan terhadap perpindahan merek karena adanya rangsangan pemasaran (Junaidi dan Dharmmesta, 2012).

2.3.2 Pengaruh kualitas produk terhadap perpindahan merek

Penelitian yang dilakukan oleh Shukla (2014) yang berjudul Effect of Product Usage, Satisfaction, and Involvement on Brand Switching Behaviour

(16)

semakin meningkatkan risiko konsumen akan melakukan brand switching, di sisi lain produk yang memiliki tingkat kualitas yang dinamis akan mengurangi risiko terjadinya brand switching (Abisatya, 2009).

2.3.3 Pengaruh promosi terhadap perpindahan merek

Penelitian yang dilakukan oleh Johan Candra (2014) yang berjudul Pengaruh Faktor Promosi, Kualitas Produk, Dan Ketidakpuasan Terhadap Perpindahan Merek bahwa hasil regresi linear berganda menunjukan bahwa promosi mempunyai hubungan pengaruh signifikan positif terhadap brand switching handphone Nokia. Yang berarti bahwa apabila promosi pesaing meningkat maka semakin meningkatkan pula brand switching handphone Nokia yang ditunjukan dengan koefisien regresi variabel promosi bernilai positif.

Penelitian ini didukung oleh penelitian Kharisma (2010), Lestari (2011) dan Abarajithan dalam Yusup Zainudin dan Yoyok Soestyo (2014) mengatakan promosi berpengaruh signifikan dalam perpindahan merek. Hal ini juga didukung oleh penelitian Keaveney dalam Yusup Zainudin dan Yoyok Soestyo (2014) juga mengatakan promosi yang dilakukan oleh kompetitor berpengaruh signifikan dalam perilaku berpindah. Hal ini disebabkan oleh promosi dari pesaing lebih menarik. Seperti iklan dari pesaing menggunakan endoser ternama, sehingga lebih menarik konsumen, penyampaian informasi yang mudah dicerna oleh konsumen.

(17)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Sumber : Rusiadi, et.al (2014 : 58)

2.4 Penelitian terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan faktor pendukung bagi sebuah penelitian. Demikian penelitian ini juga dibuat dengan dukungan penelitian terdahulu diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Singgih Prastya. 2013. (Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang)

Penelitian ini berjudul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan merek (brand switching) kartu indosat IM3. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh harga produk, promosi produk, kualitas produk terhadap keputusan perpindahan merek. Penelitian ini dilakukan terhadap konsumen IM3 yang telah berpindah ke merek lain dengan responden mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro angakatan 2010-2012. Dengan 100 orang responden menggunakan teknik non probability sampling. Maka dihasilkan persamaan regresi dalam bentuk

standardized coeficient. Persamaan regresi berganda tersebut, semua koefisien Harga (X1)

Kualitas produk (X2)

Promosi (X3)

(18)

variabel memiliki arah koefisien yang bertanda positif. Hal ini mendukung dugaan semula bahwa ada arah pengaruh positif dari harga produk, kualitas produk dan promosi terhadap keputusan perpindahan merek.

2. Ita Velinasari. 2014. (Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Stikubank Semarang)

Penelitian ini berjudul Pengaruh Kebutuhan Mencari Variasi, Persepsi Harga Dan Celebrity Endorser Terhadap Brand Switching (Studi Empiris Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Stikubank Semarang). Studi ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh variabel kebutuhan mencari variasi, persepsi harga, dan celebrity endorser terhadap perilaku perpindahan merek kartu GSM. Responden penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis yang pernah berganti merek kartu GSM berjumlah sebanyak 100 orang. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan

Purposive sampling, kemudian dianalisis dengan menggunakan regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku beralih merek

(Switching Behavior), dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh kebutuhan mencari variasi dan persepsi harga. variabel celebrity endorser

(19)

3. W. Kharisma Rustika. 2010. (Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”)

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh W. Kharisma Rustika tahun 2010, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Switching Behavior Konsumen Dalam Pembelian Produk Kartu Selular di Surabaya. Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis SEM. Variabel penelitian adala Atribut Produk (X1), Harga (X2), Promosi (X3), Persediaan Produk (X4) dan Switching Behaviour (Y). Skala interval yang menggunakan semantic defferensial scale. Sampel dalam penelitian ini adalah konsumen yang pernah berganti menggunakan kartu seluler tertentu ke kartu seluler yang lainnya yang berjumlah 120 responden. Berdasarkan hasil pengujian dapat ditarik kesimpulan bahwa Atribut produk berpengaruh negatif terhadap switching behavior konsumen dalam pembelian kartu selular. Sedangkan Harga, Promosi, Persediaan produk berpengaruh positif terhadap

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Pemecahan Masalah pada Materi Pokok Himpunan

Karya Ilmiah dengan judul Cara menghitung Rencana Anggaran Biaya Bangunan Rumah Tinggal 25.. Persepsi Masyarakat sekitar Industri Batu bata terhadap kelestarian Lingkungan

Rencana program, kegiatan dan indikator kinerja berupa keluaran (output) dan hasil (outcome) dirumuskan dalam tabel sebagai berikut:..

INDIKATOR KINERJA SKPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD. Indikator Kinerja SKPD yang secara langsung menunjukkan

Young Learners for Class Teachers of Yogyakarta Municipality 2008, Faculty of Language and Arts, Yogyakarta State University November 25-29, 2008.. Using and Selecting Various

The aim of this study are to analyze the text of female sexuality articles that realized in the women magazines (i.e. vocabulary, grammar, cohesion and text

Third, the econometric outcome indicates that the local condition plays a significant role in economic development, such as the tech- nological competence of the local manufac-

Kebiasaan dalam pengelolaan pembuatan kue rumahan di Desa Lampanah memiliki kebiasaan kurang baik, hal ini di sebabkan karena pengelolaan kue rumahan oleh