BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan rancangan
cross sectional.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini adalah di Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang berlokasi di Jl. Alumni No. 2 Kampus Universitas Sumatera Utara, Medan. Waktu penelitian dilakukan mulai Juni sampai Desember 2016.
3.3 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien di klinik PPDGS ortodonti FKG USU dengan usia 18 minimal tahun.
3.4 Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah sefalogram lateral dan model studi gigi (sebelum perawatan) yang diperoleh dari data rekam medik pasien di klinik PPDGS ortodonti FKG USU. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi. Besar sampel ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
�= � ��+��
0,5��[(1 +�)/(1− �)]� 2
Keterangan :
r = Koefisien korelasi = 0,45 (penelitian terdahulu) = 1,036
Sehingga jumlah sampel minimum adalah : � =� 1,96 + 1,036
0,5��[(1 + 0,45)/(1−0,45)]� 2
+ 3 = 41,47≈42
Jumlah sampel minimum sampel adalah 42.
Jumlah sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah 45 sampel, dan pemilihan sampel disesuaikan dengan kriteria inklusi dan ekslusi.
3.4.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi kelompok sampel :
• Sefalogram dan model studi gigi pasien sebelum perawatan ortodonti dalam kondisi baik.
• Seluruh gigi permanen lengkap sampai molar kedua. • Usia minimal 18 tahun (fase pertumbuhan mulai berhenti). • Kualitas sefalogram lateral dan model studi gigi yang baik.
• Tidak ada kelainan ukuran gigi (makrodonsia dan mikrodonsia), bentuk serta jumlah gigi.
• Tidak ada fraktur atau atrisi pada gigi. • Tidak ada asimetris mandibula. • Tidak ada riwayat trauma kepala. Kriteria eksklusi kelompok sampel :
• Data rekam medik yang tidak lengkap.
• Kualitas sefalogram lateral dan model studi gigi yang tidak baik. • Kehilangan gigi posterior.
3.5 Variabel Penelitian • Variabel bebas
- Pola pertumbuhan vertikal wajah (Sudut MP-SN) • Variabel tergantung
- Lebar lengkung gigi :
o Lebar interkaninus pada sisi bukal dan palatal/lingual. o Lebar intermolar pada sisi bukal dan palatal/lingual. • Variabel tidak terkendali
- Kebiasaan buruk
- Ras
- Crowding
3.6 Defenisi Operasional Penelitian
a. Klas I skeletal : sampel yang memiliki besar sudut ANB 2-4o
b. Klas II skeletal : sampel yang memiliki besar sudut ANB>4
(dilihat dari kartu status pasien)
o
c. Klas III skeletal : sampel yang memiliki besar sudut ANB<0
(dilihat dari kartu status pasien)
o
d. Pola pertumbuhan vertikal wajah adalah pertumbuhan wajah yang diwakili oleh besar sudut SN-MP (Analisis Steiner).
(dilihat dari kartu status pasien)
e. Sella (S) adalah titik ditengah – tengah fossa pituitary. f. Nasion (N) adalah titik perpotongan sutura frontonasalis.
g. Mandibular Plane (MP) adalah garis yang menghubungkan titik gonion dan
menton, serta menyinggung bagian paling bawah dari simfisis mandibula. h. SN adalah basis kranii anterior.
i. MP-SN adalah kecuraman mandibula terhadap basis kranii anterior.
sama pada sisi yang berlainan. Pada sisi palatal/lingual, diukur dari titik tengah servikal gigi kaninus pada satu sisi ke titik yang sama pada sisi yang berlainan.
k. Lebar intermolar sisi bukal adalah jarak yang diukur 5 mm apikal dari garis
groove bukal gigi molar di satu sisi ke titik yang sama pada sisi yang berlainan. Pada sisi palatal/lingual, diukur dari garis groove palatal/lingual gigi molar di satu sisi ke titik yang sama pada sisi yang berlainan.
38
l. Pasien klinik PPDGS Ortodonti FKG-USU yang dijadikan subjek penelitian adalah pasien dari dokter gigi yang mengikuti pendidikan spesialis ortodonti di Fakultas Kedokteran Gigi USU
38
3.7 Alat dan Bahan Penelitian
Alat penelitian yang digunakan adalah (Gambar 7) : a. Tracing box
b. Pensil 4H
c. Busur dan penggaris d. Pulpen
e. Kalkulator f. Penghapus
g. Kaliper dengan ketepatan 0,05 mm untuk pengukuran lebar interkaninus dan lebar intermolar.
Bahan yang digunakan dalam penelitian (Gambar 8) : a. Sefalogram lateral (8x10 inci)
b. Kertas asetat (8x10 inci; tebal 0,003) c. Lem perekat
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 12. Alat yang digunakan. (a) Tracing box, (b) Pensil, pulpen, busur, penghapus, penggaris, dan (c) kalkulator, (d) Kaliper
(a) (b) (c)
3.8 Cara Penelitian
Adapun prosedur pengumpulan dan pengambilan data yang dilakukan, yaitu : a. Pengumpulan data
Sefalogram lateral dan model studi gigi diperoleh dari data rekam medik pasien klinik PPDGS Ortodonti FKG USU, kemudian dikumpulan dan diambil sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Setelah jumlah sampel yang dibutuhkan sesuai kriteria inklusi dan eksklusi terpenuhi, maka pengukuran data baik pada sefalogram lateral maupun model studi gigi pada sampel dapat dilakukan.
b. Pengukuran data • Sefalogram
Sefalogram di-tracing dengan kertas asetat dan pensil 4H di atas pencahayaan
tracing box. Penentuan titik – titik refrensi pada sefalogram lateral, antara lain nasion
(N), sella (S), mandibular plane (MP).
Titik S dan N dihubungkan, kemudian Garis S-N diproyeksikan tegak lurus sehingga garis S-N berpotongan dengan garis MP dan membentuk sudut. Ukur sudut tersebut dengan menggunakan busur sehingga diperoleh sudut MP-SN.
• Model studi gigi
Pengumpulan data untuk model studi gigi dilakukan dengan beberapa pengukuran yaitu lebar interkaninus dan lebar intermolar. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kaliper merk Trickle Brand dengan ketepatan 0,05 mm. Metode pengukuran yang dipakai dalam penelitian ini didasarkan dari penelitian yang dilakukan oleh Poosti M dan Jalali T. Jalali pada tahun 2007.
c. Dalam satu hari, tracing sefalogram dan pengukuran model studi gigi hanya dilakukan pada 5 sampel yaitu 5 sefalogram dan 5 pasang model studi gigi (10 rahang) untuk menghindari kelelahan mata peneliti sewaktu pengambilan data baik yang terdapat pada kertas tracing maupun model studi gigi sehingga data yang didapatkan lebih akurat.
keakuratan pengukuran yang telah dilakukan oleh operator. Pada uji intraoperator ini diperoleh hasil bahwa nilai pengukuran pertama dan kedua tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Oleh karena itu, pengukuran hanya dilakukan sebanyak satu kali, baik pada sefalogram lateral maupun model rahang atas dan rahang bawah.
e. Hasil pengukuran yang diperoleh dicatat kemudian datanya diolah dan dianalisis.
3.9 Pengolahan Data dan Analisis Data
Hasil yang diperoleh diolah secara statistik dengan program komputer (software pengolahan data statistik). Analisis Pearsondigunakan jika distribusi kedua kelompok data subjek penelitian normal. Sebaliknya, jika distribusi data tidak normal pada salah satu kelompok data atau kedua kelompok data, kita gunakan analisis Spearman.
Adapun analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu : a) Dihitung rerata dan standar deviasi sudut MP-SN.
b) Dihitung rerata dan standar deviasi lebar lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah seluruh sampel yaitu, lebar interkaninus dan lebar intermolar.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan 45 sampel sefalogram lateral dan model studi gigi pasien dengan usia minimal 18 tahun di klinik PPDGS ortodonti FKG USU yang memenuhi kriteria inklusi. Pada penelitian ini digunakan data sekunder yang diperoleh dari data rekam medik pasien PPDGS FKG USU berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan terhadap sampel, dapat dilihat gambaran rerata sudut MP-SN, lebar lengkung gigi pada pasien Klas I skeletal di klinik PPDGS ortodonti FKG USU (Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3).
Tabel 1. Nilai Rerata Sudut MP-SN pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti FKG-USU
Tinggi Vertikal Wajah N Rata-rata Simpangan Baku
Sudut MP-SN 45 30,64o 7,56
Tabel 1 menunjukkan nilai rerata sudut MP-SN pada pasien di klinik PPDGS ortodonti FKG-USU. Nilai rerata sudut MP-SN adalah 30,64o
Tabel 2 menunjukkan rerata lebar lengkung rahang. Pada lengkung rahang atas, rerata lebar interkaninus sisi bukal sebesar 37,47 mm, lebar interkaninus sisi palatal 25,56 mm, lebar intermolar sisi bukal 61,47 mm, dan lebar intermolar bagian palatal 35,57 mm. Sedangkan pada lengkung rahang bawah, rerata lebar interkaninus sisi bukal 28,83 mm, lebar interkaninus sisi lingual 20,00 mm, lebar intermolar sisi bukal 56,41 mm, dan lebar intermolar sisi lingual 32,93 mm. Dapat diketahui bahwa lebar lengkung gigi yang paling besar pada rahang atas adalah lebar intermolar bukal sebesar 61,47 mm dan yang paling kecil adalah lebar interkaninus palatal sebesar 25,56 mm. Ukuran lebar lengkung pada rahang bawah paling besar adalah lebar
intermolar bukal sebesar 56,41 mm dan yang paling kecil adalah lebar interkaninus lingual sebesar 20,00 mm.
Tabel 2. Nilai Rerata Lebar Lengkung Gigi pada Pasien Di Klinik PPDGS Ortodonti FKG-USU
Data terdistribusi normal yang dapat diketahui melalui uji normalitas dan oleh karena jumlah sampel < 50 maka uji normalitas yang dipakai adalah Uji Shapiro-Wilk. Jika p > 0,05 maka variabel terdistribusi normal. Pengujian Shapiro-Wilk menunjukkan keduabelas variabel terdistribusi normal maka hubungan antara pola pertumbuhan vertikal wajah yaitu sudut MP-SN dan lebar lengkung rahang dapat diperoleh dengan menggu nakan uji korelasi Pearson’s. (Tabel 3)
Pada tabel 3 terlihat bahwa hasil korelasi dalam arah negatif. Tanda negatif tidak menunjukkan besarnya nilai korelasi, tetapi menunjukkan arah korelasi variabel penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar sudut MP-SN, maka lebar lengkung rahang pada regio intermolar bukal rahang bawah cenderung menjadi lebih sempit.
Tabel 3. Hubungan antara Sudut MP-SN dengan Lebar Lengkung Gigi pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti FKG-USU ( Uji Korelasi Pearson’s )
Lebar Lengkung Gigi Sudut MP-SN
P r (Pearson’s)
Lebar Lengkung Gigi RA
Interkaninus bukal 0,031 -0,323
Interkaninus palatal 0,389 -0,132
Intermolar bukal 0,423 -0,123
Intermolar palatal 0,504 -0,102
Lebar Lengkung Gigi RB
Interkaninus bukal 0,604 0,079
Interkaninus lingual 0,475 -0,109
Intermolar bukal 0,462 -0,112
Intermolar lingual 0,267 -0,169
Korelasi bermakna adalah signifikan pada taraf uji p ≤ 0,05 ( r ) = 0,21 – 0,40 lemah
( r ) = 0,41 – 0,60 sedang ( r ) = 0,61 – 0,80 cukup kuat
BAB 5 PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara pola pertumbuhan vertikal wajah dengan lebar lengkung gigi. Sampel penelitian ini adalah pasien di klinik PPDGS ortodonti FKG USU. Subjek dalam penelitian ini memiliki kriteria yaitu skeletal Klas I, Klas II, dan Klas III. Dalam penelitian ini umur yang digunakan yaitu minimal 18 tahun karena pada umur tersebut merupakan usia maturasi dimana pada usia ini telah melewati masa pubertas dan fase tumbuh kembangnya telah stabil.
Pada usia 18 tahun kecepatan pertumbuhan mulai melambat, khususnya pertumbuhan kepala mencapai puncaknya pada umur 14 – 16 tahun dan mulai stabil pada umur 18 tahun. Pertumbuhan basis kranial berlangsung pada rentang usia 5-20 tahun yang mana pada dasarnya pertumbuhan basis kranial mulai terhenti pada rentang umur 14-17 tahun.39 Pertumbuhan maksila dan mandibula berakhir pada usia 15 tahun untuk wanita dan 17 tahun untuk pria.10 Analisis Rocky Mountain oleh Ricketts dkk; biasanya digunakan untuk diagnosis dimensi transversal pada maksila dan mandibula, menunjukkan pertumbuhan terus-menerus dari umur 9 sampai 16.12
Tabel 3 menunjukkan semua pengukuran menunjukkan nilai korelasi negatif baik pada rahang atas dan rahang bawah kecuali pada pengukuran interkaninus bukal rahang bawah. Korelasi yang signifikan antara SN-MP dan lebar lengkung rahang hanya terdapat pada pengukuran interkaninus bukal rahang bawah sementara semua pengukuran tidak terdapat korelasi yang signifikan. Tanda negatif tidak menunjukkan besarnya nilai korelasi, tetapi menunjukkan arah korelasi variabel penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar sudut MP-SN, maka lebar lengkung gigi regio intermolar bukal rahang bawah cenderung menjadi lebih sempit. Hasil ini sependapat dengan Nasby dkk. (1972), yang juga menemukan adanya korelasi negatif tetapi pada penelitian beliau ditemukan hanya pada pengukuran antara bidang mandibula (sudut
MP-SN) dengan lebar intermolar mandibula. Pada penelitiannya ditemukan bahwa lebar intermolar mandibula lebih besar untuk subjek dengan sudut MP-SN rendah daripada subjek dengan sudut MP-SN tinggi. Hasil tersebut menunjukkan adanya penurunan lebar intermolar mandibula untuk setiap peningkatan sudut MP-SN.
Pola pertumbuhan vertikal wajah lama telah dihubungkan dengan lebar lengkung gigi. Hasil berbeda diperoleh Foster dkk. (2008), mengenai hubungan bentuk vertikal wajah dengan lebar lengkung rahang dimana terlihat bahwa ada hubungan antara sudut bidang mandibula dengan lebar lengkung rahang maksila pada regio kaninus, premolar pertama, premolar kedua dan molar pertama pada laki-laki. Sedangkan pada perempuan hanya pada regio premolar kedua maksila. Pada lengkung mandibula, terlihat bahwa pada laki-laki terdapat hubungan yang signifikan antara sudut dataran mandibula dengan lebar interkaninus dan interpremolar pertama mandibula.
14
8
Pada penelitian Chen dkk; mengenai hubungan lebar lengkung rahang dengan sudut MP-SN terlihat bahwa ada hubungan yang signifikan antara lebar lengkung rahang pada regio intermolar maksila dan mandibula dengan sudut MP-SN dimana lebar lengkung rahang pada kelompok dengan sudut MP-SN rendah lebih besar daripada lebar lengkung rahang pada kelompok dengan sudut MP-SN yang tinggi.40 Pada penelitian ini juga ditemukan korelasi antara sudut MP-SN dengan lebar lengkung rahang pada regio interkaninus bukal walaupun korelasinya sangat lemah. Kemudian, Isaacson dkk., juga melaporkan bahwa lebar intermolar maksila lebih kecil pada individu yang memiliki wajah panjang daripada individu yang berwajah pendek.13
Perbedaan hasil yang diperoleh dapat disebabkan oleh adanya perbedaan metode pengukuran, jenis oklusi dan maloklusi sampel, umur, besar sampel, kriteria inklusi dan eksklusi sampel, analisis statistik yang dipakai maupun perbedaan populasi ras yang diteliti. Pada penelitian Fengshan Chen dkk, pengukuran lebar lengkung rahang dilakukan pada regio intermolar maksila dan mandibula dimana lebar intermolar diukur dari bagian paling menonjol di bagian bukal ke bagian yang sama pada sisi yang berlawanan dan pengukurannya dilakukan pada sefalogram antero-posterior.
40
dilakukan pada regio intermolar dan interkaninus baik pada maksila dan mandibula dengan titik refrensi 5 mm apikal untuk bagian bukal dan pada pertengahan garis servikal untuk bagian palatal menggunakan model studi. Pada penelitian Forster dkk, penelitian dilakukan dengan mengkelompokkan berdasarkan jenis kelamin pada ras yang sama yaitu ras Kaukasia dan tidak menggunakan sampel yang memiliki
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian hubungan pola pertumbuhan vertikal wajah dengan lebar lengkung rahang pada pasien usia dewasa di Klinik PPDGS Ortodonti FKG USU, dapat disimpulkan bahwa :
1. Rerata sudut MP-SN adalah 30,64o
2. Distribusi lebar lengkung rahang atas, rerata lebar interkaninus sisi bukal sebesar 37,47 mm, lebar interkaninus sisi palatal 25,56 mm, lebar intermolar sisi bukal 61,47 mm, dan lebar intermolar bagian palatal 35,57 mm. Sedangkan aspek lebar lengkung rahang bawah, rerata lebar interkaninus sisi bukal 28,83 mm, lebar interkaninus sisi lingual 20,00 mm, lebar intermolar sisi bukal 56,41 mm, dan lebar intermolar sisi lingual 32,93 mm.
.
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pengelompokan subjek berdasarkan jenis kelamin, suku, jenis dan tipe maloklusi.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar untuk mendapatkan validitas yang lebih tinggi.