BAB III
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI DI PT POS INDONESIA
(STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NO. 67/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn)
A. Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak Pidana Korupsi
Pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana korupsi lebih luas dari
hukum pidana umum. Hal itu nyata dalam hal:116
1. Kemungkinan penjatuhan pidana ecara in absentia (Pasal 38 ayat (1), (2),
(3), dan (4) UU PTPK 1999);
2. Kemungkinan perampasan barang-barang yang telah disita bagi terdakwa
yang telah meninggal dunia sebelum ada putusan yang tidak dapat diubah
lagi (Pasal 38 ayat (5) UU PTPK 1999) bahkan kesempatan banding tidak
ada lagi;
3. Perumusan delik dalam UU PTPK 1971 yang sangat luas ruang
lingkupnya, terutama unsur ketiga pada Pasal 1 ayat (1) sub a dan b UU
PTPK 1971, Pasal 2 dan 3 UU PTPK 1999;
4. Penafsiran kata “menggelapkan” pada delik penggelapan oleh
yurisprudensi baik di Belanda maupun di Indonesia sangat luas.
Karena subjek hukum pidana ada dua yaitu manusia (natuurlijke persoon)
dan korporasi atau badan hukum (recht persoon), maka akan diuraikan
pertanggungjawaban tindak pidana korupsi orang perorangan dan
pertanggungjawaban pidana korupsi korporasi.
1. Pertanggungjawaban Orang Perorangan
Pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan seseorang itu adalah
untuk menentukan kesalahan dari tindak pidana yang dilakukannya.
pertanggungjawaban pidana hanya dapat terjadi setelah sebelumnya seseorang
telah melakukan tindak pidana.117
Seperti yang tertulis sebelumnya , dalam tindak pidana korupsi dapat juga
dilakukan pemeriksaan sidang dan putusan dijatuhkan tanpa kehadiran terdakwa
(putusan in absentia). Begitu pula bagi orang yang meninggal sebelum ada
putusan yang tidak dapat diubah lagi, yang diduga telah melakukan korupsi,
hakim atas tuntutan penuntut umum dapat memutuskan perampasan
barabg-barang yang telah disita. Kesempatan banding dalam putusan ini tidak ada, karena
orang yang telah meninggal dunia tidak mungkin melakukan delik. Delik
dilakukan sewaktu ia masih hidup, tetapi pertanggungjawabannya setelah ia
meninggal dibatasi sampai pada perampasan barang-barang yang telah disita.
Dalam tindak pidana korupsi pemidanaan orang yang tidak dikenal
(onbekende overtreder) dapat dilakukan karena alasan ekonomi, artinya yang
diutamakan disini pengembalian kerugian negara atas tindak pidana korupsi yang
dilakukannya.
118
Dalam perumusan Pasal 1 ayat (1) sub a dan b UU PTPK 1971 terdapat
unsur “langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan/atau
perekonomian negara”. Ini menunjukkan bahwa “kerugian” negara yang timbul
akibat perbuatan melawan hukum itu merupakan suatu hal yang
117
dipertanggungjawabkan sama dengan strict liability119karena langsung atau tidak
langsung (dapat) merugikan keuangan negara” merupakan perumusan yang sangat
luas artinya sehingga dengan mudah penuntut umum membuktikannya. Kata-kata
“langsung atau tidak langsung” telah dihapus dalam Pasal 2 UU PTPK 1999.120
“setiap orang adalah orang perorangan atau termasuk “korporasi”. Di
dalam setiap rumusan delik korupsi UU PTPK 1999 jo. UU No. 20 Tahun
2001 (Pasal 2 sampai dengan Pasal 16 Pasal 21 dan 22) menyebut pelaku
delik dengan kata “setiap orang”
UU PTPK 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 memperluas pengertian orang
(Pasal 1 sub 3 c menyebut dengan kata “setiap orang”), termasuk juga korporasi.
Pasal 1 sub 1 UU PTPK 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 memberi arti korporasi
sebagai berikut.
“kumpulan orang-rang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik
merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum”
Sementara Pasal 1 sub 3 UU PTPK 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 meyebutkan
sebagai berikut.
121
Disini berarti dijelaskan bahwa dalam tindak pidana korupsi yang dapat
dimintai pertanggungjawaban adalah orang perorangan tetapi, apabila dalam
berbagai tindak pidana ekonomi dan fisikal, keuntungan yang diperoleh korporasi
atau kerugian yang diderita oleh negara begitu besar sehingga tidak mungkin bila
119
Strict liability adalah suatu konsepsi yang tidak memerlukan pembuktian adanya sengaja dan alpa pembuat delik. Hal itu juga dipakai dalam hukum perdagangan (internasional), seperti hipotesis yang telah dibuktikan oleh Komar dalam disertasinya berjudul “Ganti Rugi Pencemaran Minyak di Laut” bahwa pencemaran minyak dilaur dipertanggungjawabkan secara strict liability.
120
pidana hanya dijatuhkan kepada pengurus saja. UU PTPK 1971 tidak mengenal
korporasi sebagai penanggung jawab, korporasi hanya sebagai pihak yang
diuntungkan dalam delik korupsi. tetapi dalam perkembangannya UU PTPK 1999
jo. UU No. 20 Tahun 2001 menyebutkan korporasi sebagai subjek delik, dengan
kata lain korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana korupsi.
2. Pertanggungjawaban Korporasi
Pada prinsipnya melalui Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) UU PTPK ditentukan
pengaturan mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi. Dalam kedua
ayat pertama Pasal tersebut bisa dikatakan mengatur mengenai
pertanggungjawaban korporasi.122
Ayat pertama mengatakan mengenai tanggung jawab yang bisa dimintakan
kepada korporasi dan/atau pengurusnya, bilamana ada suatu tindak pidana korupsi
yang dilakukan untuk kepentingan korporasi. Adapan ayat kedua dari pasal 20 UU
PTPK memberikan pengertian dari suatu tindak pidana korupsi yang dilakukan
oleh korporasi, yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang,
baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak
dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama.123
Pasal 20 ayat (1) UU PTPK memberi peluang diajukannya suatu korporasi
ke muka pengadilan akibat dari tindak pidana yang dilakukannya, bersama dengan
pengurus korporasinya. Akan tetapi, mengingat pengurus suatu korporasi bisa
diitentikan dengan korporasinya, sebagaimana pemikiran teori identifikasi, maka
bila pengurus korporasi itu memiliki unsur kesalahan, dan apalagi telah
122
dinyatakan bersalah oleh pengadilan, maka mens rea-nya bisa dianggap sebagai
mens rea korporasinya, karen apengurus yang bersangkutan bisa diidentifikasikan
sebagai korporasinya itu sendiri.124
Perkembangan pengaturan korporasi sebagai subjek tindak pidana dapat
dikualifikasikan berdasarkan tiga sistem pertanggungjawaban, yaitu:125
a. Pengurus korporasi sebagai pembuat, pengurus yang
bertanggungjawabsistem pertanggungjawaban seperti ini sensntiasa ditandai dengan adanya usaha-usaha agar sifat tindak pidana yang dilakukan korporasi dibatasi pada perorangan. Dengan demikian apabila suatu tindak pidana terjadi dalam lingkungan korporasi, tindak pidana itu dianggap dilakukan oleh pengurus korporasi itu.
b. Korporasi sebagai pembuat, pengurus yang bertanggungjawab
Sistem pertanggungjawaban korporasi seperti ini telah mencerminkan suatu pengakuan yang sebagaimana telah dirumuskan dalam perundang-undangan yang menyatakan bahwa tindak pidana dapat dilakukan oleh perserikatan atau badan usaha (korporasi). Akan tetapi, tanggung jawab untuk itu menjadi beban dari pengurus korporasi/badan usaha tersebut. Secara perlahan-lahan tanggung jawab pidana beralih dari anggota pengurus kepada mereka yang memerintahkan.
c. Korporasi sebagai pembuat dan bertanggungjawab
Sistem ini telah membuka jalan untuk menuntut korporasi dan meminta pertanggungjawabannya secara hukum pidana. alasan yang dapat dijadikan dasar untuk meminta pertanggungjawabannya adalah sebagai berikut:
Dalam berbagai tindak pidana ekonomi dan fisikal, keuntungan yang diperoleh korporasi atau kerugian yang diderita oleh msyarakat dapat sedemikian besarnya sehingga tidak mungkin seimbang bilamana pidana hanya dijatuhkan kepada pengurus.
Dengan hanya menjatuhkan pidana saja kepada pengurus bukan tidak
mungkin korporasi dapat mengulangi perbuatannya. Maka, dengan menjatuhkan
pidana terhadap korporasi sesuai dengan sifat dan beratnya sehingga korporasi
dapat mentaati peraturan yang berlaku.
124
Seperti halnya dengan tindak pidana umum, tidak semua tindak pidana yang
korporasi dapat dipertanggungjawabkan pidana. Ada tindak pidana yang memang
ditujukan kepada orang yang secara individual , misalnya naik motor tidak
memakai helm. Yang pasti korporasi tidak mungkin menjadi subjek. Dalam tindak
pidana korupsi misalnya ada tindak pidana melawan hukum memperkaya diri
sendiri, sulit diterapkan kepada korporasi. Akan tetapi, yang paling umum dapat
dipertanggungjawabkan kepada korporasi dalam tindak pidana korupsi ialah
perbuatan menyuap pejabat publik.126
Bentuk sanksi yang dijatuhkan terhadap korporasi menurut Munir Fuady
menyatakan ada beberapa model hukuman yang dapat dijatuhkan terhadap
korporasi, yaitu:127
1) Hukuman percobaan (probation); Denda ekuitas (equity fine).
2) Pengalihan menjadi hukuman individu.
3) Hukuman tambahan.
4) Hukuman pelayanan masyarakat.
5) Kewenangan yuridis pihak luar perusahaan, dan
6) Kewajiban membeli saham.
126
B. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi
di PT. Pos Indonesia (Studi Putusan Pengadilan Negeri No.
67/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn)
1. Kronologi Kasus
Kasus korupsi yang dilakukan Ardin Sayur Nasution selaku Kepala Kantor
Pos cabang Sipiongot , diperiksa melalui putusan Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan Nomor. 67/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn.
Ardin Sayur Nasution didakwa telah melakukan tindak pidna korupsi di PT. Pos
Indonesia cabang Sipiongot.
Terdakwa Ardin Sayur Nasution telah mempergunakan uang PT. Pos
Indonesia tidak sesuai prosedur atau untuk kepentingan pribadinya, untuk
menutupi uang yang ia pakai maka ia merencanakan rekayasa perampokan
bersama temannya yang bernama Habib Rosyadi Rangkuti, Yusuf Hasibuan, dan
Suheri. Ardin Sayur menghubungi Habib untuk melakukan rekayasa perampokan,
karena Habib tidak bisa melakukan rekayasa perampokan maka Habib
menghubungi kawannya Yusuf Hasibuan untuk melakukan rekayasa perampokan
tersebut. Pada hari dan tanggal yang sudah ditentukan, Ardin Sayur menyuruh
Yusuf Hasibuan dan Suheri untuk merampoknya. Pada saat itu Ardin Sayur akan
pergi dari Kantor Pos Sipiongot manuju ke BNI Gunung Tua untuk menyetor
uang milik kantor Pos Sipiongot ke PT. Pos Indonesia. Sebelum berangkat Ardin
Sayur mencatat pada Dolumen (N.1) bahwa ia mengirim uang ke PT. Pos
Indonesia sejumlah Rp. 665.000.000,00 padahal uang yang dibawa oleh Ardin
Jalan umum Km 2 Desa Hutaimbaru, Yususf Hasibuan dan Suheri melakukan
perampokan yang sebelumnya sudah mereka rencanakan dengan Ardin Sayur.
Yusuf Hasibuan pura-pura menodongkan pistol mainan kepada Ardin Sayur, dan
Ardin Sayur meminta agar Yusuf Hasibuan memukul wajahnya. Setelah rekayasa
perampokan itu dilaksanakan, pada malam harinya Yusuf Hasibuan menjumpai
Habib Rangkuti untuk membagi uang yang telah diambil oleh Yusuf Hasibuan
dengan rincian Rp. 150.000.000,00 untuk Yusuf Hasibuan dan Suheri dan Rp.
130.000.000,00 untuk Habib Rangkuti yang akan dibaginya dengan Ardin Sayur.
Padahal menurut keputusan Direksi PT. Pos Indonesia No:
KD.100/DIRUT/1112 tentang pedoman pengamanan kas perusahaan, pengiriman
uang diatas Rp. 500.000.000,00 dilakukan menggunakan kendaraan roda empat
oleh petugas/karyawan Pos dengan pengawalan dari petugas keamanan (satpam).
Dan berdasarka Daftar Pagu KPRK Padangsidimpuan dan KPC, dana yang dapat
ditahan di KPC Sipiongot adalag Rp. 40.000.000,00 dan bila dana yang ditahan
sudah lebih dari Rp. 40.000.000,00 maka kewajiban Kepala KPC Sipiongot untuk
mengirimkan dana tersebut ke Kantor Pos Sidimpuan.
Akibat Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Ardin Sayur Nasution
Negara mengalami kerugian sebesar Rp. 668.475.598,00. Jaksa Penuntut umum
dalam perkara tersebut membuat surat dakwaan yang disusun secara subsidair.
Dakwaan primernya melanggar Pasal 3 jo Pasal 15 jo Pasal 18 ayat (1), (2), dan
(3) UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001. Dakwaan
subsidairnya melanggar Pasal 8 jo Pasal 15 jo Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) UU
2. Dakwaan
Jaksa penuntut umum dalam perkara tersebut membuat surat dakwaan yang
disusun secara subsidair. Dakwaan primairnya melanggar Pasal 3
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomo 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 15
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 18 ayat (1), (2),
dan (3) Undnag-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Sementara dakwaan subsidair melanggar pasal 8 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah
dengan Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 15 Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 31 tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah
dengan Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas
3. Tuntutan
Dalam Tuntutan Pidana, Penuntut Umum tetap pada Dakwaannya. Yang
menyatakan Terdakwa bersalah melanggar pasal yang didakwakan. Tuntutan
pidana yang dijatuhkan kepada Ardin Sayur Nasution adalah:
a. Menyatakan terdakwa Ardin Sayur Nasution terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam
Pasal 3 Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
b. Menuntut terdakwa Ardin Sayur nasution sebagai Kepala Kantor Pos
cabang Sipiongot dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun 6 (enam)
bulan penjara dikurangi seluruhnya selama terdakwa berada dalam tahanan.
c. Menghuum terdakwa dengan pidana denda sebesar Rp. 100.000.000,00
(seratus juta rupiah) subsidair 1 (satu) tahun kurungan dan membebankan
terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 173.475.598 (seratus
tujuh puluh tiga juta empat ratus tujuh puluh lima ribu liam ratus sembilan
puluh delapan juta rupiah) dan juka terdakwa tidak membayar uang
pengganti tersebut paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan setelah putusan
pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap, amaka harta bendanya
dapat disita olah jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut
pengganti, maka dipidana dengan pidana selama 1 (satu) tahun 6 (enam)
bulan penjara.
d. Menetapkan barang bukti sebagaimana terlampir dalam berkas perkara
adalah sah.
e. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,00
(lima ribu rupiah).
4. Fakta Hukum
Berdasarkan hasil pemeriksaan di persidangan, telah terungkap fakta-fakta
hukum sebagai berikut:
1. Direksi PT. Pos Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan pengangkatan
Ardin Sayur Nasution sebagai Pegawai Kantor Pos No. :
SK.90/SDM/REGIONAL-1/1015 tanggal 28 November 2002 dan
Direksi PT. Pos Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan pengangkatan
Ardin Sayur Nasution sebagai Kepala Kantor Pos Cabang Sipiongot No.
: SK.90/SDM/REGIONAL – 1/1015 tanggal 26 Oktober 2016.
2. Berdasarkan Keputusan Direksi PT.Pos Indonesia NO. :
KD.50/DIRUT/0714 tentang organisasi dan tata kerja unit pelaksana
teknis PT Pos Indonesia dengan lampiran XIII keputusan Direksi PT Pos
Indonesia No : KD.50/DIRUT/0714 tanggal 8 Juli 2014 yang mengatur
tugas dan tanggung jawab kepala kantor Pos cabang adalah sebagai
berikut:
1. Tugas pokok Kepala Kantor Pos cabang adalah melakukan transaksi
penyaluran dana, pembayaran pensiun, proses tutupan pos dan antara
posserta keiatan pendukung dan administrasi lainnya sebagai
infrastruktur bisnis dan operasi dari kantor pos pemeriksa untuk
mencapai pendapatan dan mutu operasi perusahaan.
2. Memastikan bahwa pelaksanaan pekerjaan di kantor pos cabang
adalah sesuai dengan SOP dan ketentuan perusahaan,
3. Mempertanggungkan transaksi penerimaan dan pengeluaran
keuangan yang terjadi di kantor pos cabang pada daftar
pertanggungan N2.
4. Mencocokkan uang hasil penerimaan dan pembayaran transaksi
keuangan di kantor pos cabang dengan naskah dan dokumen sumber
yang bertalian, sisa uang pembayaran pensiun dengan carik pensiun,
serta mengirimkan uang remise dalam kantung remise ke kantor pos
Pemeriksaan dalam kesempatan pertama dan angkutan yang aman.
5. Mengirimkan naskah pertanggungan keuangan, dokumen sumber,
resi-resi transaksi, bersamaan dengan kiriman pos di dalam kantung
pos ke kantor pos Pemeriksa.
6. Melakukan penahanan uang tunai di kantor pos cabang sesuai
dengan surat pembayarannya, dan bila tidak diperlukan agar segera
mengirimkan atau mentranfer uang rekening tersebut ke rekening
kantor pos Pemeriksa.
7. Menyimpan barang cetak berharga, uang tunai, naskah-naskah
8. Memelihara aset perusahaan, dan menjaga keamanan serta ketertiban
di kantor pos cabang.
9. Melaksanakan tertib administrasi pertanggungan penerimaan dan
pengeluaran keuangan di KPC sesuai dengan ketentuan yang berlaku
di Perusahaan.
10.Membuat dan menyampaikan laporan terkait kepada kantor pos
Pemeriksa.
3. Keputusan Direksi No. : KD.100/DIRUT/1112 tanggal 9 Novenber 2012
tentang Pedoman Pengamanan Kas Perusahaan sebagai berikut:
a. Kendaraan roda dua digunakan khusus untuk daerah yang rutenya
tidak dimungkinakan dilalui oleh kendaraan roda empat serta untuk
kepentingan yang sangat mendesak, jarak maksimum yang ditempuh
adalah kurang dari 28 Kilometer atau sekitar 1 jam perjalanan
sepeda motor dengan standar pengamanan dengan mengikut sertakan
pengawalan.
b. Kendaraan roda empat digunakan untuk mengankut dan
mengirimkan uang sampai dengan tiba ditujuan penerima akhir yang
rata-rata estimasi perpengiriman dengan pemcapaian sebagai
berikut:
- pengiriman maksimal sebesar Rp. 500.000.000,00 (liam ratus juta
rupiah) dilakukan oleh petugas/karyawan Pos minimal 2 (dua)
- pengiriman di atas Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
sampai dengan Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah)
dilakukan oleh petugas/karyawan Pos dengan pengawalan dan
petugas keamanan (Satpam)
- pengiriman di atas Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah)
sampai dengan Rp. 25.000.000.00,00 (dua puluh lima milyar
rupiah) dilakukan oleh petugas/karyawan pos dengan pengawalan
dari pihak Kepolisian.
4. Berdasarkan daftar pagu/ KPRK Padangsidimpuan dan KPC tanggal 4
Januari 2015 pagu / dana yang didapat ditahan di KPC sipiongot adalah
Rp. 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan bilamana dana / pagu
yang ditahan sudah lebih dari Rp. 40.000.000,00 (empat puluh juta
rupiah) maka kewajiban Kepala Kantor Cabang Sipiongot untuk
mengirimkan dana / pagu tersebut ke kantot Pos Padangsidimpuan
langsung atau secara tunai ataupun transfer rekening PT Pos Indonesia
di BNI Gunung Tua Kab.Paluta.
5. Selasa tanggal 12 Januari 2016 pukul 14.27 WIB berdasarkan laporan
kompilasi N2 dana / pagu yang didapat atau tertahan pad kantor Pos
Cabang Sipiongot sampai tanggal 11 Januari 2016 sudah mencapai Rp.
205.013.578,00 (dua ratus lima juta tiga belas ribu lima ratus tujuh
puluh delapan rupiah) sudah melewati batas dana yang dapat ditahan di
mengirimkannya karena banyak nasabah yang datang ke Kantor Pos
Cabang Sipiongot.
6. Jumat tanggal 15 Januari 2016 pukul 09.00 WIB, terdakwa Ardin Satur
Nasution Kepala KPC Sipiongot berangkat menuju Gunung Tua untuk
menyetorkan uang milik Kantor Pos Sipiongot Ke BNI Gunung Tua.
Sebelum berangkat nel;iau mencatat pada Dokumen (N.1) tanggal 15
Januari 2016 bahwa ia mengirim uang kas KPC Sipiongot ke Rekening
PT.Pos Indonesia melalui Bank BNI Gunung Tua dengan uang
sejumlah Rp. 665.000.000,00 (enam ratus enam puluh juta rupiah).
7. Tanggal 30 Desember 2015 saksi H. Ahmad Sosian Siregar menitipkan
uang pribadi kepada Ardin Sayur Nasution sebanyak Rp. 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah) yang dibungkus dengan plastik hitam,
karena penitipan uang tersebut tidak sesuai dengan prosedur atau PT.
Pos Indonesia tidak memiliki kegiatan bisnis penitipan uang.
8. Pada saat menuju Gunung Tua untuk menyetor uang ke BNI Gunung
Tua terdakwa dirampok oleh terdakwa Yusuf Hasibuan dan Suheri
(DPO) di jalan umu Km 2 Desa Hutaimbaru Kec.Halongonan
Kab.Padang Lawas Utara, dengan cara kendaraan yang, Ardin Sayur
nasution diikiuti oleh Suheri (DPO) yang membonceng terdakwa Yusuf
Hasibuan dengan mengacungkan pistol mainan yang berupa mancis
kepada Ardin Sayur Nasution dan tas berisi uang yang dibawa Ardin
9. Pada pertengahan bulan Desember 2015, saksi Habib Rosadi rangkuti
telah berkomunikasi dengan Ardin Sayur melalui handphone, dan di
dalam pembicaraan tersebut Ardin Sayur mengatakan “saya sekarang
telah menjadi kepala kantor pos, bisa nanti kita mainkan itu” Habibpun
menjawab “oke lah” pada saat itu Habib menangkap maksud dari kata
mainkan dari terdakwa adalah auntuk merampok uang kas milik Kantor
Pos cabang Sipiongot.
10. Sehari sebelum kejadian Ardin terlebih dulu menelpon Habib dan
menjelaskan teknis sandiwara perampokan dengan cara Ardin akan
membawa motornya pelan-pelan suruh orang itu menyalip motorku
nanti aku pura-pura jatuh setelah itu bawa tas hitam yang kubawa karna
itu berisi uang.
11. Setelah Habib mengerti dengan penjelasan dari Ardin, kemudian Habib
yang sebelumnya sudah mengenal track record terdakwa Yusuf
hasibuan yang baru keluar dari penjara, lalu saksi Habib mengajak
Terdakwa Yusuf untuk melakukan sandiwara perampokan terhadap
Ardin, dengan mengatakan kepada Yusuf ada can ini Udak kita yang di
Kantor Pos itu mau menyetor uang ke Kntor Pos Gunung Tua,
semuanya sudah diatur nanti kau pura-pura merampok aja nanti
kodenya Udak itu bawa motor pelan-pelan nanti kau datang dari
belakang dan salip motor Udak itu terus ambil uangnya.
12. Terdakwa Yusuf menelepon kawannya Suheri yang tinggal di Sosa dan
uang yang dibawa Ardin dari Kantor Pos Sipiongot ke Gunung Tua,
setelah Suheri setuju kemudian Yusuf kemudian menelepon kembali
Habib agar mengatakan “patikan aja bang kapan harus beraksi, dimana
aku harus tunggu dan jan berapa”, lalu Habib mengatakan “besok jam 9
pagi kau harus sudah ada di simpang Sipiongot dan dia pakai motor
dinas kantor pos warna orange dan ada tas di depannya, kan kau kenal
sama Udak kita itu yang dulu pernah kasi rokok sama kau waktu di
LP”, lalu terdakwa Yusuf mengatakan “oke bang”.
13. Pada hari Jumat tanggal 15 Januari 2016 Suheri (DPO) berangkat jam
05.00 pagi dai Sosa menuju simpang Sipiongot, sesampainya di sana
Suheri menunggu di warung kopi yang berada di sekit simpang
Sipiongot. Beberapa lama kemudian Suheri melihat ada sebuah sepeda
motor warna orange yang melintas, kemudian Suheri mengikuti sepeda
motor itu dari belakang dan sepedamotor tersebut adalah milik kantor
Pos lalu ada tas yang ditaruh di depannya.
14. Sebelumnya Suheri mendapat telepon dari Habib yang menanyakan
keberadaannya dan memberi tahu bahwa Ardin Sayur sudah berada di
simpang Sipiongot, kemudian Suheri menjawab sudah saya lihat suruh
saja dia jalan terus.
15. Setelah Ardin Sayur melanjutkan perjalannya, di jalan umum Km 2
Desa Hutaimbaru Kec.Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara
Suheri yang sudah berada di belakang Ardin Sayur merapatkan
hingga terjatuh, kemudian Suheri menggambil tas dari Ardin Sayur,
namun ketika Suheri hendak pergi Ardin Sayur mengatakan “tunggu
dulu, pukul dulu saya” kemudian Suheri memukul muka Ardin Sayur
dan pergi menuju Sibuhuan sambil membawa tas tersebut.
16. Pada malam harinya Yususf membawa tas yang berisi uang tersebut
untuk bertemu dengan Habib, dalam pertemuan tersebut Yusuf bersama
Habib menghitung uang yang ada dalam tas berjumlah Rp.
280.000.000,00 (dua ratus delapan puluh juta rupiah), lalu Yusuf
sepakat dengan Habib untuk membagi dua uang tersebut dengan rincian
Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) untuk Yususf dan
Rp. 130.000.000,00 (seratus tiga puluh juta rupiah) untuk Habib.
17. Pada tahap penyidikan telah dilakukan penyitaan barang bukti dari
Ardin Sayur uang sejumlah Rp. 310.000.000,00 (tuga ratus sepuluh juta
rupiah), dari Habib Rp. 65.900.000,00 (enam puluh lima juta sembilan
ratus rupiah), sehingga seluruhnya berjumlah Rp. 379.600.000,00 (tuga
ratus tujuh puluh sembilan juta enam ratus ribu rupiah).
5. Pertimbangan Hakim
Mempertimbangkan apakah berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut,
terdakwa dapat dinyatakan telah melakukan tindak pidana yang
didakwakan kepadanya
Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan
subsideritas, maka majelis hakim terlebih dahulu mempertimbangkan dakwaan
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 18 ayat (1), (2),
dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagai mana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20
tahun 2001, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:
1. Setiap orang
2. Melakukan percobaan, pembantu atau permufakatan jahat
3. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
4. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
karena jabatan atau kedudukan
5. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Terhadap unsur-unsur tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan
sebagai berikut:
a. Setiap Orang
Pengertian “setiap Orang” dapat dijumpai pada Pasal 1 butir 3 UU No.31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi: setiap
orang adalah orang perorangan atau termasuk korporasi
Dari ketentuan pasal diatas, undang-undnag telah secara tegas menyebutkan
bahwa pengertian setiap orang adalah orang perseorangan termasuk pula
korporasi, dimana orang perseorangan tersebut adalah recht person yang
dan tidak di bawah pengampuan, sedangkan yang dimaksud dengan korporasi
adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan baik merupakan badan hukum maupun
bukan badan hukum.
Menurut Putusan MA RI No. 1398K/Pid/1994 tanggal 30 Juni 1995, kata
“setiap” orang adalah sama dengan terminologi kata “barang siapa”. Jadi yang
dimaksud dengan “setiap orang” di sini adalah setiap orang atau pribaadi yang
merupakan subjek hukum yang diduga melakukan suatu perbuatan pidana atau
subjek pelaku dari pidana suatu perbuatan pidana yang dapat dimintai
pertanggungjawaban atas segala tindakannya.“setiap orang” adalah setiap subjek
hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban yang dapat
mempertanggungjawabkan perbuatan dan tidak digantungkan pada kedudukan
tertentu (perbuatan korupsi ditinjai dari Hukum Pidana, A.Hamzah,
Prof.DR.Jur.,Jakarta, Pusat Studi Hukum Pidana Universitas Trisakti, 2001).
Berdasarkan pertimbangan diatas, maka Majelis Hakim berpendapat
Terdakwa Ardin Sayur Nasution sebagai subjek hukum dalam istilah teknis
yuridis setiap orang sebagaimana tercantum dalam surat dakwaan Penuntut
Umum, menurut hukum telah terpenuhi atas diri Terdakwa tersebut.
b. Melakukan percobaan, pembantu atau permufakatan jahat
Berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 mengatur setiap orang yang melakukan
korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2, Pasal , Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.
Pengertian “pemufakatan jahat” dalam Pasal 88 KUHP yang dijadikan
acuan UU Pemberantasan Tipikor selengkapnya, menyebutkan “dikatakan ada
pemufakatan jahat, apabila dua orang atau lebih telah sepakat akan melakukan
kejahatan”. Sementara Pasal 15 UU Pemberantasan Tipikor disebutkan :”setiap
orang yan melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk
melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.
Dalam Pasal 56 KUHP, orang salah membantu melakukan jika ia sengaja
memberikan bantuan tersebut, pada waktu atau sebelum kejahatan itu dilakukan.
Jika bamtuan itu dilakukan sesudah kejahatan itu dilakukan maka orang salah
melakukan perbuatan senkongkol atau telah melanggar Pasal 480 KUHP.
Berdasarkan pengertian di atas maka Majelis hakim memberikan
pertimbangan hukum sebagai berikut:
Pada sekitar bulan Desember 2015, terdakwa berkomunikasi dengan Habib
rangkuti melalui handphone, dan terdakwa mengatakan “saya sekarang sudah
menjadi kapala kantor pos, bisalah kita mainkan itu” lalu Habib menjawab
“okelah” pada saat itu Habib negerti maksud dari kata mainkan dari terdakwa
adalah untuk merampok uang kas milik Kantor Pos Cabang Sipiongot.
Atas permintaan terdakwa, Habib yang sebelumnya sudah mengenal track
record Yusuf Hasibuan yang baru saja keluar dari penjara mengajak Yusuf untuk
“Yusuf ada can ini, Uda kita yang di Kantor Pos itu mau menyetor uang ke Kantor
Pos Gunung Tua, semuanya sudah diatur nanti kau tinggal pura-pura merampok
saja, nanti kodenya Uda kita itu bawa motornya pelan-pelan nanti kau datang dari
belakang dan salip motor Uda itu terus ambil uangnya”. Lalu Yusuf menelepon
kawanya Suheri dan mengajaknya ikut dalam rencana Habib dan terdakwa Ardin.
Setelah Suheri setuju, kemudian Yusuf kembali menelpon Habib dengan
menagatakan “pasttikan aja bang kapan beraksi, di mana harus saya tunggu, dan
jam berapa.
Setelah Yusuf bersedia melakukan sandiwara perampokan, lalu habib dan
Ardin menetapkan waktu pelaksanaannya. Lalu Habib menhubungi Yusuf dan
mengatakan “besok jam 09.00 pagi kau harus sudah ada di simpang sipiongot, dia
pakai motor dinas kantor pos dan ada tas di depannya” lalu Yusu mengatakan
“oke bang”. Kemudian besoknya tanggal 15 Januari 2016 Yusuf dan Suheri
berangkat jam 05.00 dari Sosa ke Sipiongot, sesaimpainya di sana Yusuf dan
Suheri menunggu di warung kopi. Tidak lama kemudian Yusuf melihat sepeda
motor orange milik kantor pos dan ada tas yang di taruh di depannya. Kemudian
Yusuf mendapat telepon dari Habib yang memberi tahu bahwa terdakwa Ardin
sudah ada di simpang sipiongot kemudian Yusuf berkata “sudah saya lihat bang”.
Setelah terdakwa melanjutkan perjalanannya, di jalan Umum Km2 Desa
Hutaimbaru Kecamatan Halongonan Yusuf merapatkan sepeda motornya dengan
terdakwa lalu mendorongnya hingga terjatuh dan mengambil tas yang dibawa oleh
terdakwa, namun sketika Yusuf hendak pergi, terdakwa mngatakan “tunggu dulu
Berdasarkan fakta-fakta hukum diatas maka diperoleh fakta hukum Yusuf
bersasma dengan Suheri melakukan perampokan terhadap terdakwa Ardin Sayur,
dilakukan berdasarkan suatu persekongkolan yang dilakukan oleh terdakwa Ardin
Sayur, Habib, dan Yusuf. Berdasarkan pertimbangan di atas maka unsur
melakukan percobaan, membantu atau pemufakatan jahat, telah terpenuhi dalam
perbuatan terdakwa.
c. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
Kata “dengan tujuan” dalam rumusan Pasal 3 UU RI No. 31 Tahun 1999
mengandung pengertian sebagai niat, kehendak atau maksud, sehingga makna
unsur ini adalah niat, kehendak atau maksud untuk menguntugkan diri sendiri,
menguntungkan orang lain atau menguntungkan suatu korporasi.
Unsur ini bersifat alternatif yaitu menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi. Kata “atau” dalam unsur ini mempunyai arti bersifat pilihan
atau alternatif maka apabila salah satu elemen unsur ini telah terpenuhi maka
unsur ini telah terpenuhi.
Dalam unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, itu melekat suatu tujuan dari pelaku tindak pidana korupsi, maka
berdasarkan Yurisprudensi MA RI No. 813K/Pid/1987 tanggal 29 Juni 1989 yang
dalam pertimbangan hukumnya menyebutkan bahwa unsur “menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu badan” cukup dinilai dari kenyataan yang terjadi
dan dihubunkan dengan prilaku terdakwa sesuai ddengan kewenangan yang
Berdasarkan pengetahuan ilmu hukum di atas apabila dihubungkan dengan
fakta hukum yang terungkap di persidangan, maka untuk membuktikan unsur
dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
maka akan dipertimbangkan dengan fakta hukum sebagai berikut:
Pada hari Jumat 15 Januari 2016, terdakwa Ardin Sayur Nasution selaku
Kepala Kantor Pos cabang Sipiongot barengkat menuju Gunung Tua untuk
menyetorkan uang milik Kantor Pos Cabang Sipiongot ke BNI Gunung Tua.
Sebelum berangkat, terdakwa mencatat pada dokumen (N.1) tanggal 15 Januari
2016 yang ditanda tangani terdakwa sendiri bahwa ia mengirim uang kas KPC
Sipiongot ke rekening PT. Pos Indonesia melalui Bank BNI cabang Gunung Tua
dengan jumlah uang yang dibawa terdakwa tercatat pada buku kiriman uang (N.1)
sebanyak Rp. 665.000.000,00. Namun sebelumnya terdakwa terlebih dahulu
menyisihkan uang tersebut sejumlah Rp. 200.000.000,00 dan disimpan di dalam
lemari pakaian terdakwa di rumahnya.
Dari keterangan Habib Rosyadi Rangkuti dan Yusuf Hasibuan, setelah
melakukan perampokan malam harinya Yusuf membawa tas hitam hasil rekayasa
perampokan untuk bertemu dengan Habib, dalam pertemuan tersebut Yusuf
bersama Habib menghitung uang, seluruhnya berjumlah Rp. 280.000.000,00, lalu
mereka sepakat untuk membagi dua uang tersebut dengan rincian Rp.
150.000.000,00 dibawa oleh Yusuf dan Rp. 130.000.000,00 dibawa oleh Habib.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka Majelis Hakim berpendapat dari
perbuatan terdakwa Ardin Sayur Nasution tersebut, maka dapat disimpulkan
200.000.000,00 dan Yususf telah mendapat Rp. 150.000.000,00 dan Habib
mendapat Rp. 130.000.000,00, oleh karena itu unsur menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi telah terpenuhi.
d. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada karena
jabatan atau kedudukan
Unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
karena jabatan atau kedudukan terdiri dari beberapa kualifikasi yang bersifat
alternatif sehingga apabila salah satu kualifikasi tersebut terbukti maka unsur
inipun telah terbukti.
Yang dimaksud dengan kewenangan adalah serangkaian hak yang melekat
pada jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi untuk menganbil
tindakan yang diperlukan agar tugas pekerjaannya dapat dilaksanakan dengan baik
(Pasal 53 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1986 jo. UU No. 9 Tahun 2004 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara dan Penjelasannya).
Yang diimaksud dengan kesempatan adalah peluang yang dapat
dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana korupsi, peluang mana tercantum dalam
ketentuan-ketentuan tentang tata kerja yang berkaitan dengan jabatan atau
kedudukan yang dijabat atau diduduki oleh pelaku tindak pidana korupsi.
Yang dimaksud dengan sarana adalah cara kerja atau metode kerja yang
berkaitan dengan jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi.
Jabatan dapat diatrikan dengan kedudukan yang menunjukkan tugas,
tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang pegawai negeri sipil dalam satuan
seorang Direktur Bank Swasta dapat juga mempunyai kedudukan. Dalam
penjelasan pasal demi pasal pembentuk UU membandingkan jenis tindak pidana
korupsi ini dengan Pasal 52 KUHP yang merupakan perbuatan pidana bagi
pejabat yang karena melakukan tindak pidana melanggar suatu kewajiban khusus
dari jabatannya atau pada waktu melakukan tindak pidana memakai kekuasaan,
kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya. Sehingga
tidak ada istilah kedudukan atau fungsi, maka dapat disimpulkan bahwa yang bisa
melakukan tindak pidana korupsi tidak terbatas pada pejabat.
Terdakwa Ardin Sayur Nasution merupakan pegawai Kantor Pos yang di
angkat dengan Surat Keputusan Direksi PT. Pos Indonesia (Perseroan) No.
SK.90/SDM/REGIONAL-I/1015 tanggal 28 November 2002 yang kemudian
diangkat menjadi Kepala Kantor Pos Cabang Sipiongot dengan Surat Keputusan
Direksi PT. Pos Indonesia (Perseroan) No. SK.90/SDM/REGIONAL-I/1015
tentang Pembebasan dan Pengangkatan Dalam Jabatan Dilingkungan Kerja
Regional –I medan 20004 tanggal 26 Oktober 2016.
Berdasarkan keputusan Direksi PT. Pos Indonesia (Persero) No.
KD.50/DIRUT/0714 tentang oerganisasi dan tata kerja unit pelaksana PT.Pos
Indonesia (Persero) dengan lampiran XIII Keputusan Direksi PT. Pos Indonesia
(Persero) No. KD.50/DIRUT/0714 tanggal 8 Juli 2014 yang mengatur mengenai
tugas dan tanggung jawab kepala kantor Pos cabang adalah sebagai berikut:
1. Tugas pokok Kepala Kantor Pos cabang adalah melakukan transaksi jasa
pelayanan surat, paket, jasa keuangan dan keagenan, giro dan penyaluran
pendukung dan administrasi lainnya sebagai infrastruktur bisnis dan operasi
dari kantor pos pemeriksa untuk mencapai pendapatan dan mutu operasi
perusahaan.
2. Memastikan bahwa pelaksana pekerjaan di kantor pos cabang adalah sesuai
dengan SOP dan ketentuan perusahaan.
3. Mempertanggungjawabkan transaksi penerimaan dan pengeluaran keuangan
yang terjadi di kantor pos cabang pada daftar pertanggungan N2.
4. Mencocokkan uang hasil penerimaan dan pembayaran transaksi keuangan di
kantor pos cabang dengan naskah dan dokumen sumber yang bertalian, sissa
uang pembayaran pensiun dengan carik pensiun, serta mengirimkan uang
remise dalam kantung remise ke kantor pos Pemeriksa dalam kesempatan
pertama dan angkutan yang aman.
5. Mengirimkan naskah pertanggungan keuangan, dokumen sumber, resi-resi
transaksi, bersamaan dengan kiriman pos di dalam kantung pos ke kantor
Pos Pemeriksa.
6. Melakukan penahanan uang tunai di kantor pos cabang sesuai dengan surat
pembayarannya, dan bila tidak diperlukan agar segera mengirimkan atau
mentransfer uang tersebut ke rekening kntor pos Pemeriksa.
7. Menyimpan barang cetak berharga, uang tunai, naskah-naskah berharga
lainnya di tempat aman.
8. Memelihara aset perusahaan, dan menjaga keamanan serta ketertiban di
9. Melaksanakan tertib administrasi pertanggungan penerimaan dan
pengeluaran keuangan di kantor pos cabang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di perusahaan.
10.Membuat dan menyampaikan laporan terkait kepada kantor pos Pemeriksa.
Berdasarkan Keputusan Direksi No. KD.100/DIRUT/1112 tanggal 9
November 2012 tentang pedoman pengamanan kas perusahaan adalah sebagai
berikut:
a. Kendaraan roda dua digunakan khusus untuk daerah yang rutenya tidak
dimungkinkan dilalui oleh kendaraan roda empat serta untuk
kepentingan yang sangat mendesak, jarak maksimum yang ditempuh
adalah kurang dari 28 kilometer atau sekitar 1 jam perjalanan sepeda
motor dan standar pengamanan dengan mengikut sertakan pengawalan.
b. Kendaraan roda empat digunakan untuk mengangkut dan mengirimkan
uang sampai dengan tiba ditujuan penerima akhir yang rata-rata
estimasi per pengiriman dengan perincian sbb:
- Pengiriman maksimal sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) dilakukan oleh petugas/karyawan Pos minimal 2 (dua)
orang
- Pengiriman di atas Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
sampai dengan Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah) dilakukan
oleh petugas/karyawan Pos dengan pengawalan dari petugas
- Pengiriman diatas Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah)
sampai dengan Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima milyar
rupiah) dilakukan oleh petugas/karyawan pos dengan pengawalan
dari pihak kepolisian.
Berdasarkan daftar pagu/ KPRK Padangsidimpuan dan KPC bawahannya
yang ditanda tangani oleh Kepala Kantor Padangsidimpuan Rachmat Sirait,
Manejer UPL Hatian Salimi Rambe dan Maneger Keuangan dan BPM Kemala
Husna tanggal 04 Januari 2015 pagu/dana yang didapat ditahan di KPC Sipiongot
adalah Rp. 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan bilamana dana/pagu yang
ditahan sudah lebih dari Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) maka
kewajiban Kepala Kantor Pos cabang Sipiongot untuk mrngirimkan dana/pagu
tersebut ke kantor Pos Sidimpuan baik langsung secara tunai maupun transfer ke
rekening PT. Pos Indonesia di BNI Gunung Tua Kab.Paluta.
Pada tanggal 30 Desember 2015 saksi H. Ahmad Sofian Siregar menitipkan
uang kepada Ardin Sayur Nasution sebanyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah) yang dibungkus dalam pelakstik hitam, kerena penitipan uang
tersebut tidak sesuai dengan prosedural atau PT. Pos Indonesia tidak memiliki
kegiatan bisnis penitipan uang.
Ahli Saut Parulian Bakkara, melakukan audit keuangan Kntor Pos Cabang
Sipiongot dari tanggal 27 Mei 2015 sampai dengan 14 Januari 2016, hasil dari
audit tersebut ditemukan adanya penyimpangan-penyimpangan uang per hari di
Kantor Pos Cabang Sipiongot yang melewati batas pagu. Berdasarkan asudit yang
(enam ratus enam puluh delapan juta empat ratus tujuh puluh lima ribu lima ratus
sembilan puluh delapan juta rupiah) yang di dapat dari rekapitulasi total
penerimaan dari 27 Mei 2015 sampai dengan 14 Januari 2016 dibandingkan
dengan total pengeluaran yang seharusnya uang tersebut beradda di brangkas
Kantor Pos cabang Sipiongot namun pada saat dilakukan audit ditempat uang
tersebut tidak ada.
Perbuatan terdakwa Ardin Sayur Nasution bertentangan dengan keputusan
Direksi PT. Pos Indonesia No. KD.50/DIRUT/0714 tentang organisasi dan tata
kerja unit pelaksanaan teknis PT. Pos Indonesia dengan lampiran XIII Keputusan
Direksi PT. Pos Indonesia No. KD.50/DIRUT/0714 tanggal 8 Juli 2014 yang
mengatur mengenai tugas dan tanggung jawab kepala kantor pos cabang, jo
keputusan Direksi No. KD.100/DIRUT/1112 tanggal 9 November 2012 tentang
pedoman pengamanan kas perusahaan, oleh karena itu unsur menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan,
telah terpenuhi di dalam diri terdakwa.
e. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Kata “dapat” sebelum frasa merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil yaitu
adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan
yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat.
Menurut Penjelasan Umum UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi disebutkan baha yang dimaksud dengan keuangan negara
dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak
dan kewajiban yang timbul karena:
1. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Pejabat
Lembaga negara baik ditinat pusat maupun daerah
2. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Pejabat
Lembaga Negara, BUMN/BUMD, yayasan, badan hukum, dan
perusahaan yang menyertakan modal negara atau perusahaan yang
menyertakan modal dari pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan
negara.
Yang dimaksud dengan perekonomian negara adalah kehidupan
perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas
kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada
kebijakan pemerintah baik ditingkat pusat maupun daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bertujuan memberikan
manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan masyarakat.
Dari rangkaian fakta-fakta yang diungkap dipersidangan serta dihubungkan
dengan hasil audit dari BPKP, maka Majelis Hakim berpendapat akibat perbuatan
terdakwa Ardin Sayur Nasution dengan dibantu oleh Habib Rosyadi rangkuti,
Yusuf Hasibuan dan Suheri, telah menimbulkan kerugian pada PT. Pos
Padangsidempuan sejumlah Rp. 668.475.598,00.
Berdasarkan peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1995, Pengalihan
Bentuk Perusahaan Umum (PERUM) Pos dan Giro Menjadi Perusahaan
(1) Modal perusahaan (Persero) yang ditempatkan dan disetor pada saaat
pendiriannya berasal dari kekayaan negara yang tertanam dalam
perusahaan umum (Perum) Pos dan Giro.
(2) Nilai kekayaan negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
oleh Menteri Keuangan berdasarkan hasil perhitungan bersama oleh
departemen Keuangan dan Departemen Parawisata, Pos dan
Telekomunikasi.
(3) Ketentuan ketentuan lain mengenai permodalan Perusahaan Perseroan
(Persero) diatur dalam Anggaran Dasarnya, termasuk ketentuan modal
dasar Perusahaan (Persero) yang terbagi atas saham sesuai dengan
ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1969 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1972.
(4) Neraca pembukaan Perusahaan Perseroan (Perseroan) ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan tersebut dihubungkan dengan
fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan uang sejumlah Rp.
668.475.598,00 milik PT. Pos Padangsidimpuan, termasuk bagian kekayaan
negara oleh karena segala hak dan kewajiban yang timbul karena berada dalam
penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Pejabat Lembaga Negara yaitu
oleh Menteri Keuangan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka unsur yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara telah terpenuhi dalam perbuatan
Oleh karena semua unsur dari Pasla 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 15 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 telah
terpenuhi, maka Terdakwa harusnya dinyatakan telah terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan
primer.
Karena Terdakwa mampu bertanggungjawab, maka harus dinyatakan
bersalah dan dijatuhi pidana.
Mengenai uang pengganti, Majelis hakim mempertimbangkan sebagai
berikut:
Pidana tambahan berdasarkan pasla 18 ayat (1) huruf b, ayat (2) dan yat (3)
UU Pemberantasan Tipikor menentukan:
1. Pembayaran uang pengganti yang sebanyak-banyaknya sama dengan
harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi;
2. Jika teridana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam jangka waktu 1 bulan sesudah
putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya
dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untu menutupi uang pengganti
tersebut;
3. Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi
huruf b, amak dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak
melebihi ancaman maksimum dari pidana pokok sesuai dengan
ketentuan dalam undnag-undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah
ditentukan dalam putusan pengadilan.
Selanjutnya perlu dipertimbangkan berapa jumlah kerugian negara yang
tidak dapat dipertanggungjawabkan tersebut yang harus dibebankan kepada
terdakwa.
Fakta yang diperoleh dipersidangan yaitu, setelah terjadnya perampokan
terhadap Ardin Sayur Nasution, lalu Yusuf Hasibuan membawa tas berisi uang
tersebut untuk bertemu dengan Habib Rangkuti, dalam pertemuan tersebut mereka
menghitung uang yang berjumlah Rp. 280.000.000,00 maka kerugian negara yang
harus dipertanggungjawabkan kepada terdakwa yaitu Rp. 668.475.598,00 – Rp.
280.000.000,00 = Rp. 388.325.598,00.
Dalam tahap penyidikan telah dilakukan penyitaan barang bukti dari
terdakwa Ardin Sayur Nasution uang sejumlah Rp. 310.000.000,00, darri Habib
Rangkuti sejumlag Rp. 65.900.000,00 dan Yusuf Hasibuan Rp. 3.700.000,00,
sehingga seluruh berjumlah Rp. 379.600.000,00.
Dari fakta tersebut maka kerugian negara yang harus dibebankan kepada
terdakwa yaitu Rp. 388.325.598,00 – Rp. 310.000.000,00 = Rp. 78.325.598,00.
Dalam perkara ini terhadap Terdakwa telah dikenakan penangkapan dan
penahanan yang dah, maka masa penangkapan dan penahanan tersebut harus
Terhadap barang bukti yang diajukan di persidangan, menetapkan barang
bukti sebagaimana terlampir dalam berkas perkara adalah sah.
Untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa, maka perlu dipertimbangkan
terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan meringankan Terdakwa:
Keadaan yang memberatkan:
1. Perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah memberantas
tindak pidana korupsi.
2. Terdakwa tidak menunjukkan rasa penyesalan.
3. Terdakwa menjadi perencana perbuatan tindak pidana korupsi tersebut.
Keadaan yang meringankan:
1. Terdakwa bersikap sopan dipersidangan.
2. Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya.
3. Terdakwa mempunyai tanggungan isteri dan anak-anak yang masih sekolah.
Karena terdakwa dijatuhi pidana maka haruslah dibebani pula untuk
membayar perkara.
Memperhatikan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pembarantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pembarantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001dan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan
6. Putusan
Sebelum Majelis Hakim menjatuhkan pidana, Majelis Hakim wajib
mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan Terdakwa
sebagai berikut:
1) Hal-hal yang memberatkan:
a) Perbuatan Terdakwa bertentangan dengan program pemerintah
memberantas Tindak Pidana Korupsi.
b) Terdakwa tidak menunjukkan penyesalan.
c) Terdakwa menjadi perencana perbuatan Tindak Pidana Korupsi
tersebut.
2) Hal-hal yang meringankan:
a) Terdakwa bersikap sopan di persidangan.
b) Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya.
c) Terdakwa mempunyai tanggungan isteri dan anak-anak yang masih
sekolah.
Dalam Amar Putusan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan dengan
putusan Nomor 67/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn, memutuskan:
a. Menyatakan terdakwa ARDIN SAYUR NASUTION terbukti secara sah
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana MEMBANTU atau
PEMUFAKATAN JAHAT MELAKUKAN KORUPSI sebagaimana
dalam Dakwaan Primer.
b. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana PENJARA
100.000.000,00 dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka
diganti dengan pidana Kurungan selama 3 (tiga) bulan.
c. Menghukum Terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp.
78.325.598,00 paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan
ini berkekuatan hukum tetap dan jika tidak membayar, maka harta
bendanya disita dan dilelang oleh Jaksa untuk menutupi uang pengganti
tersebut dengan ketentuan apabila Terdakwa tidak mempunyai harta
benda yang mencukupi, maka dipidana dengan pidana 1 (satu) tahun.
d. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani
Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
e. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan.
f. Menetapkan barang bukti sebagaimana terlampir dalam berkas perkara
adalah sah.
g. Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp.
5.000,00 .
C. Analisis Kasus
Dalam ketentuan Pasal 7 ayat (7) sub a Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 menyatakan: “Persero’ yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara.”
Sementara itu, dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
perseroan yang modalnya terbagi dalam saham yang diatur dalam
Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara.”128
Berdasarkan dan berlandaskan hal tersebut di atas maka, kasus tindak
pidana dengan perkara No.67/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn atas nama terdakwa
Ardin Sayur Nasution yang merupakan Kepala Kantor Pos Cabang Sipiongot
sudah tepat dikatakan sebagai pelaku tindak pidana korupsi, sebab ia telah
memperkaya diri dari hasil yang didapatkan Kantor Pos yang merupakan hasil
kekayaan negara. Dengan demikian, dakwaan dan tuntutan yang dibuat oleh Jaksa
Penuntut Umum terhadap terdakwa yang menggunakan pasal dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pos Indonesia adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia
yang bergerak dibidang layanan Pos. Bentuk Badan Usaha Pos Indonesia
merupakan Perseroan Terbatas. Karena PT. Pos Indonesia merupakan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), yang modalnya diberikan oleh negara, maka setiap
orang yang merupakan struktur dari PT. Pos yang diduga melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri maupun orang lain atau suatu korporasi dapat dikenakan
Undang-undang Korupsi, sebab hal tersebut dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara.
Dalam Pasal 1 angka 2 huruf d Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juga
sudah dijelaskan bahwa Pegawai Negeri yang dimaksud dalam Undang-undang
ini adalah orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang
menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah.
sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 adalah
sudah tepat.
Terdakwa atas nama Ardin Sayur Nasution didakwa oleh Jaksa Penuntut
Umum dengan dakwaan yang disusun secara subsidair. Adapun dakwan yang di
dakwakan kepada terdakwa atas nama Ardin Sayur Nasution yaitu primernya
adalah melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana
yang diubah dengan Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 15
Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang-Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2001. Sementara dakwaan subsidairnya adalah melanggar Pasal
8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun
2001 jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Kemudian adapun yang menjadi tuntutan Jaksa Penuntut Umum adalah
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20
tahun 2001 jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001. Adapun yang menjadi putusan Majelis
Hakim adalah Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 yaitu menyatakan
terdakwa Ardin Sayur Nasution terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana Membantu dan Pemufakatan Jahat Melakukan Korupsi
sebagaimana dalam dakwaan primer.
Berdasarkan perimbangan hakim dalam persidangan terdakwa dikenakan
sanksi dalam Pasal 3 jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2001. Adapun bunyi Pasal 3 Undang-Undang tersebut
adalah:“setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan dan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.Dan bunyi
Pasal 15 adalah:“setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau
pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai
dengan Pasal 14”.
Berdasarkan amar putusan maka yang perlu diperhatikan bahwa tuntutan
yang diberikan kepada terdakwa adalah Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 15 Undang-Undang
Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001,
dengan hukuman 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan penjara dan pidana denda
sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) subsidair 1 (satu) tahun kurungan
dan membebankan kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp.
173.475.598,00 (seratus tujuh puluh tiga juta empat ratus tujuh puluh lima ribu
liam ratus sembilan puluh delapan rupiah) jika terdakwa tidak membayar uang
pengganti tersebut paling lama satu bulan sesudah keputusan pengadilan yang
memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa
Penuntut Umum dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut dan jika
terdakwa tidak memiliki harta benda untuk mencukupi untuk membayar uang
pengganti, maka dipidana dengan pidana selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan
penjara.
Namun Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan, tidak mengabulkan
secara keseluruhan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum, sebab seorang hakim
dalam memutus suatu perkara harus mempertimbangkan kebenaran yuridis
Dalam putusannya hakim harus menyebutkan perbuatan terdakwa yang
mana yang berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan memenuhi rumusan
dari pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan129
Jika dilihat dari pasal tersebut hakim dapat menjatuhkan putusan
pemidanaan minimum satu tahun penjara dan denda Rp. 50.000.000,00 dan
pidana maksimum 20 tahun denda maksimum Rp. 1.000.000.000,00. Tindak
pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 merupakan delik formil
seperti halnya tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1). Dalam Pasal 3 tersebut ditentukan bahwa pelaku tindak pidana korupsi yang
dimaksud harus memangku suatu “jabatan atau kedudukan”, oleh karena yang
dapat memangku suatu “jabatan atau kedudukan” hanya orang perorang, maka
tindak pidana korupsi yang terdapat dalam Pasal 3 hanya dapat dilakukan oleh
orang perorangan, sedang korporasi tidak dapat melakukan tindak pidana korupsi
tersebut.
, dalam penelitian dasar
hakim terhadap pemidanaan tindak pidana korupsi yang diputus minimum khusus
di Pengadilan Negeri putusan hakim harus mencantumkan perbuatan terdakwa
yang memenuhi rumusan pasal kejahatan tindak pidana korupsi ini terdapat dalam
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
130
Dalam kasus korupsi Pengadilan Negeri Medan putusan No.
67/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn, dapat diambil kesimpulan bahwa dasar pertimbangan Hakim
129
Eky Putri Larasati, Skripsi Dasar Pertimbangan Hakim Terhadap Pemidanaan Tindak Pidana Korupsi yang Diputus Minimum Khusus, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, 2013 hal 5.
130
dalam menjatuhkan pidana pada terdakwa dalam perkara tindak pidana korupsi
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 yakni dasar pertimbangan hakim yuridis dan non yuridis. Dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Dasar Pertimbangan Yuridis
Dasar pertimbangan yuridis adalah pertimbangan hakim yang dilihat dari
segi hukum. Sehingga dalam memutus pidana korupsi Pasal 3 UU
Pemberantasna Tipikor hakim harus memeriksa dengan teliti dan cermat
berdasarkan apa yang terungkap di persidangan yakni berdasarkan alat-alat
bukti yang ada, apakah perbuatan terdakwa memenuhi unsur-unsur dari
pasal 3.
2. Dasar Pertimbangan Non Yuridis
Dasar pertimbangan non yuridis adalah pertimbangan yang dilihat dari
aspek non hukum. Penerapan berat ringannya pidana yang dijatuhkan bagi
seorang hakim disesuaikan dengan apa yang menjadi motivasi dan akibat
perbuatan si pelaku, khususnya dalam penerapan jenis pidana penjara,
damun dalam hal undang-undang tertentu telah mengatur secara normatif
tentang pasal-pasal tertentu tentang pemidanaan dengan ancaman minimal
seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hakim dalam pertimbangannya juga
harus memperhatikan hal-hal yang memberatkan dan meringankan
tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan bahwa: “dalam
mempertimbangkan berat ringannya, hakim wajib pula memperhatikan sifat
yang baik dan jahat dari terdakwa.131
Disini dijelaskan bahwa hakim wajib memperhatikan sifat-sifat baik
maupun buruk dari sifat tertuduh, dalam mempertimbangkan piidana yang akan
dijatuhkan dan keadaan-keadaan pribadi tertuduh perlu diperhitungkan untuk
memberi pidana yang setimpal dan seadil-adilnya. Keadaan pribadi diperolah dari
keterangan orang-orang dari lingkungannya, tetangganya, dokter ahli jiwa dan
lain sebagainya.132
Selain itu dalam menjatuhkan pidana hakim harus menyelami latar belakang
terjadinya tindak pidana dengan memperhitungkan sifat-sifat dan seriusnya tindak
pidana serta keadaan yang meliputi perbuatan-perbuatan yang didakwakan kepada
terdakwa, meliputi tingkat pendidikan, kepribadian terdakwa serta lingkungan dan
lain-lain, agar hakim merassa yakin bahwa putusan yang dijatuhkan sudah benar
dan adil.133
Menurut penulis, putusan yang diputus oleh hakim kepada terdakwa dalam
putusan No. 67/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn adalah tepat. Mengenai putusan
pidana pokok penjara 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan yang lebih ringan dari
tuntutannya, menurut penulis hakim mempertimbangkan hawa pelaku telah
mengakui terus terang perbuatannya, terdakwa bersikap sopan, dan terdakwa juga
mempunyai tanggungan istri dan juga anak-anak yang masih sekolah.
131
Eky Putri Larasati, Jurnal: Dasar Pertimbangan Hakim Terhadap Pemidanaan Tindak Pidana Korupsi yang Diputus Minimum Khusus, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, 2013 hal 7.
132
Kemudian mengenai membayar uang pengganti sejumlah Rp. 78.325.598,00
didasarkan pada fakta diperidangan yaitu, setelah terjadnya perampokan terhadap
Ardin Sayur Nasution, lalu Yusuf Hasibuan membawa tas berisi uang tersebut
untuk bertemu dengan Habib Rangkuti, dalam pertemuan tersebut mereka
menghitung uang yang berjumlah Rp. 280.000.000,00 maka kerugian negara yang
harus dipertanggungjawabkan kepada terdakwa yaitu Rp. 668.475.598,00 – Rp.
280.000.000,00 = Rp. 388.325.598,00.
Dalam tahap penyidikan telah dilakukan penyitaan barang bukti dari
terdakwa Ardin Sayur Nasution uang sejumlah Rp. 310.000.000,00, darri Habib
Rangkuti sejumlag Rp. 65.900.000,00 dan Yusuf Hasibuan Rp. 3.700.000,00,
sehingga seluruh berjumlah Rp. 379.600.000,00.
Dari fakta tersebut maka kerugian negara yang harus dibebankan kepada
terdakwa yaitu Rp. 388.325.598,00 – Rp. 310.000.000,00 = Rp. 78.325.598,00.
Dengan demikian Majelis hakim dalam amar putusannya telah sesuai
dengan aturan yang berlaku. Suatu tindak pidana korupsi selain dapat dipidana
dengan pidana pokok berupa pidana penjara dan pidana denda serta dapat pula
dipidana tambahan sebagai mana yang diatur dalam Pasal 18 UU Pemberantasan
Tipikor adapun pidana tambahan yang diputus oleh hakim kepada terdakwa
adalah:
a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud yang
digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyak sama dengan
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pada bab ini maka dapat dikemukakan untuk menarik keseluruhan
kesimpulan mulai dari bab awal sampai bab akhir penulisan skripsi ini, yaitu:
1. Tindak pidana korupsi merupakan extra ordinary crime, dasarnya adalah
konsideran menimbang dari UUPTPK 2001 yang menyatakan bahwa tindak
pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan
keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial
dan ekonomi masyarakat secara luas. Karena korupsi merupakan kejahatan
yang luar biasa maka pemberantasan korupsi juga harus dilakukan secara luar
biasa. Tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, undang-undang ini sangat tegas
dalam mengatur tentang tindak pidana korupsi mulai dari penentuan
korporasi sebagai subjek tindak pidana korupsi, menetapkan hukuman mati
bagi pelaku tindak pidana korupsi yang terdapat dalam Pasal 2 UUPTPK
1999, sampai adanya pengaturan tentang peran serta masyarakat dalam
membantu mencegah dan pemberantasan tindak pidana
korupsi.Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan korupsi.Undang-Undang-korupsi.Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga mengatur
tiga puluh jenis tindak pidana yang termaksud tindak pidana korupsi menurut
tindak pidana korupsi yang terkait dengan suap-menyuap, tindak pidana
korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan, tindak pidana
korupsi yang berkaitan dengan perbuatan curang, dan lain sebagainya.
2. Untuk dapat dimitakan pertanggungjawaban atas tindak pidana korupsi yang
dilakukan, maka seseorang harus memenuhi unsur kesalahan yang sangat
terkait dengan elemen mental dari pembuatnya, yang disebut mens rea.
Seseorang akan dimintai pertanggungjawaban pidana bukan hanya dia telah
melakukan tindak pidana tetapi juga orang tersebut melakukan kesalahan.
Terkait dengan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana
korupsi yang dilakukan di P.T Pos Indonesia cabang Sipiongot, tersangka
terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomot 31 Tahun 1999 tentang
pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001. Karena P.T Pos merupakan Perseroan yang
modalnya berasal dari keuangan negara, maka orang yang merupakan struktur
dari P.T Pos yang diduga melakukan memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi dapat dikenakan Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Terdakwa dalam kasus ini dituntut oleh Jaksa Penuntut
umum dengan pidana penjara 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan dan denda Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah), tetapi hakim menjatuhkan hukuman
lebih ringan yaitu pidana penjara 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan karena hakim
mempertimbangkan yang yang meringankan terdakwa seperti terdakwa
mengakui kesalahannya, terdakwa bersikap baik selama persidangan, dan