• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Faktor Predisposisi Dan Pendorong Terhadap Pemberian Asi Eksklusif Pada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Teluk Karang Tebing Tinggi Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Faktor Predisposisi Dan Pendorong Terhadap Pemberian Asi Eksklusif Pada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Teluk Karang Tebing Tinggi Tahun 2015"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1.1Latar Belakang

ASImerupakan makanan utama bagi bayi yang sangat dibutuhkan, tidak ada

makanan lainnya yang mampu menyaingi kandungan gizi ASI. ASI mengandung

protein, lemak, gula, dan kalsium dengan kadar yang tepat. Dalam ASI juga terdapat

zat-zat yang disebut antibodi, yang dapat melindungi bayi dari serangan penyakit

selama ibu menyusuinya dan beberapa waktu sesudah itu. Pertumbuhan dan

perkembangan bayi pun berlangsung dengan baik berkat ASI. Selain itu, ASI juga

bisa membantuperkembangan tulang rahang dan otot–otot pengunyah (Prasetyono,

2012).

ASI Eksklusif merupakan makanan pertama, utama dan terbaik bagi bayi,

yang bersifat alamiah. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam

proses pertumbuhan dan perkembangan bayi (Prasetyono, 2009).Khasiat ASI begitu

banyak sepertidapat menurunkan resiko bayi mengidap berbagai penyakit. Apabila

bayi sakit akan lebih cepat sembuh bila mendapatkan ASI. ASI juga membantu

pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak. Menurut penelitian, anak-anak

yang tidak diberi ASI mempunyai Intellectual Quotient(IQ) lebih rendah 7-8 poin

dibandingkan dengan anak-anak yang diberi ASI secara eksklusif, karena didalam

ASI terdapat nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan otak bayi yang tidak ada

(2)

atau sedikit sekali terdapat pada susu sapi, antara lain: Taurin, Laktosa, DHA, AA,

Omega-3, dan Omega-6 (Nurheti, 2010).

Pemberian ASI atau menyusui bayi dilakukan diberbagai lapisan masyarakat

diseluruh dunia, karena banyak manfaat yang diperoleh dari ASI eksklusif dan

praktik menyusui selama 2 tahun. Pemberian ASI eksklusif merupakan cara

pemberian makanan yang sangat tepat dan kesempatan terbaik bagi kelangsungan

hidup bayi di usia 6 bulan, dan melanjutkan pemberian ASI sampai 2 tahun

(Harnowo, 2012).

Pentingnya pemberian ASI eksklusif terlihat dari peran dunia yaitu pada tahun

2006World Health Organization(WHO) mengeluarkan standar pertumbuhan anak

yang kemudian diterapkan di seluruh dunia yang isinya adalah menekankan

pentingnya pemberian ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan. Setelah

itu, barulah bayi mulai diberikan makanan pendamping ASI sambil tetap disusui

hingga usianya mencapai 2 tahun. Sejalan dengan peraturan yang ditetapkan oleh

WHO, di Indonesia juga menerapkan peraturan terkait pentingnya ASI Eksklusif

yaitu dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 33/2012 tentang

pemberian ASI Eksklusif. Peraturan ini menyatakan kewajiban ibu untuk menyusui

bayinya sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan.

Hasil penelitian United Nation Child’s Fund (UNICEF) dari tahun 2005

hingga 2011 didapati bayi Indonesia yang mendapat ASI Eksklusif selama 6 bulan

pertama ialah sebanyak 32% dan didapati 50% anak diberikan ASI Eksklusif

(3)

dengan negara berkembang lain seperti Bangladesh didapati 43% anak diberikan ASI

eksklusif selama 6 bulan dan 91% anak mendapat ASI sehingga usia 23

bulan(UNICEF, 2011).

Selain itu pentingnya ASI juga terlihat pada acara dunia yaitu Pekan ASI

sedunia Agustus 2008, The World Alliance For BreastFeeding Action

(WABA)memilih tema Mother Support: Going For the Gold.Makna tema tersebut

adalah suatu gerakan untuk mengajak semua orangmeningkatkan dukungan kepada

ibu untuk memberikan bayi-bayi merekamakanan yang berstandar emas yaitu ASI

yang diberikan eksklusif selama 6bulan pertama dan melanjutkan ASI bersama

makanan pendampingASIlainnya yang sesuai sampai bayi berusia 2 tahun atau lebih

(Depkes, 2010).

Meskipun menyusui dan ASI sangat bermanfaat, namun belum terlaksana

sepenuhnya, diperkirakan 85% ibu-ibu di dunia tidak memberikan ASI secara

optimal. Data mengenai pemberian ASI pada bayi di beberapa Negara pada tahun

2005-2006 diperoleh bahwa bayi di Amerika mendapatkan ASI eksklusif justru

meningkat 60-70%. Pada Tahun 2010 cakupan ASI eksklusif di India saja sudah

mencapai 46%, di Philippines 34%, di Vietnam 27% dan di Myanmar 24% (Yuliarti

2010).

Begitu pula yang terjadi di Indonesia, data dari Sentra laktasi Indonesia

mencatat bahwa berdasarkan survei demografi dan kesehatan Indonesia 2007-2010,

hanya 48% ibu yang memberikan ASI eksklusif. Di Indonesia, rata-rata ibu

(4)

meningkat 3 kali lipat. Berdasarkan data dari Bappenas tahun 2010 menyatakan

bahwa hanya 31% bayi di Indonesia mendapatkan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan.

Terdapat beberapa penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif yaitu belum semua

Rumah Sakit menerapkan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM),

belum semua bayi lahir mendapatkan Inisiasi Menyusui Dini (IMD), jumlah

penyuluh ASI masih sedikit 2.921 penyuluh dari target 9.323 penyuluh, dan promosi

susu formula yang tergolong gencar (Bappenas, 2011).

Berdasarkan data SDKI didapatkan cakupan ASI eksklusif di Indonesia pada

tahun 2012 yaitu sebesar 42,0% dan laporan Dinas Kesehatan Provinsi pada tahun

2013 cakupannya sebesar 54,3%. Untuk wilayah Sumatera Utara cakupan ASI

Ekslusif juga masih rendah yaitu sebesar 41,3%. Hasil yang didapatkan sangat jauh

dari taget yaitu sebesar 85% (Kemenkes RI, 2014).

Meskipun khasiat ASI begitu besar, namun tidak banyak ibu yang mau atau

bersedia memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan seperti yang disarankan

organisasi dunia(WHO). Sentra Laktasi Indonesia mencatat bahwa berdasarkan survei

demografi dan kesehatan Indonesia 2002-2003 (lihat tahun 2007), hanya 15% ibu

yang memberikan ASI eksklusif selama 5 bulan. Di Indonesia, rata-rata ibu

memberikan ASI eksklusif hanya 2 bulan. Pada saat yang bersamaan, pemberian

susu formula meningkat 3 kali lipat. Ironisnya, pada tahun 2005-2006, bayi di

Amerika Serikat yang mendapatkan ASI eksklusif justru meningkat menjadi 60-70%

(5)

Rendahnya pemberian ASI eksklusif oleh ibu menyusui di Indonesia

disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi rendahnya

pengetahuan dan sikap ibu, dan faktor eksternal meliputi kurangnya dukungan

keluarga, masyarakat, petugas kesehatan maupun pemerintah, gencarnya promosi

susu formula, faktor budaya serta kurangnya ketersediaan fasilitas pelayanan

kesehatan ibu dan anak (Notoatmodjo, 2012).

Hasil penelitian sebelumnya yang diteliti oleh Briawan pada tahun 2004

diperoleh data bahwa faktor penghambat pemberian ASI Eksklusif adalah sebagian

besar (51,6%) ibu merasa khawatir bahwa ASI saja tidak mencukupi untuk bayi

sehingga bayi kurang kenyang, bayi menjadi rewel dan pertumbuhan bayi terhambat.

Faktor penghambat lainnya adalah dukungan suami dimana suami kurang setuju ibu

untuk memberikan ASI selama 6 bulan tanpa pemberian makanan lainnya. Hasil

penelitian Kurniawan (2013), faktor penghambat ASI antara lain permasalahan

menyusui, kunjungan ke klinik laktasi, keyakinan, persepsi ibu tentang kepuasan bayi

saat menyusu, ibu bekerja, susu formula, dan MPASI dini.

Pengaruh kemajuan tehnologi dan perubahan sosial budaya juga

mengakibatkan ibu-ibu bekerja di luar rumah dan semakin lama semakin meningkat

yang bekerja diluar rumah. Ibu-ibu golongan ini menganggap lebih praktis membeli

dan memberikan susu botol dari pada menyusui, semakin meningkatnya jumlah

angkatan kerja wanita diberbagai sektor, sehinggasemakin banyak ibu harus

meninggalkan bayinya sebelum berusia 4 bulan, setelah habis cuti bersalin. Hal ini

(6)

mitos-mitos yang menyesatkan juga sering menghambat (Roesli, 2008). MenurutArini

(2012) ada berbagai faktor yangmenyebabkan ibu tidak memberikan ASI kepada

anak mereka, yaitu diantaranya: ibu memiliki pekerjaan di luar rumah yang

mengharuskan anak di tinggal pada pengasuh dan sebagainya, kurangnya

pengetahuan dari ibu akan manfaat ASI, banyaknya peredaran susu formula yang

dianggap praktis menggantikan ASI.

Sosiodemografi seperti usia ibu, tingkat pendidikan ibu, tingkat

pendidikan suami, status pekerjaan, dan tingkat pendapatan keluarga juga

mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif. Hasil penelitian Kurniawan (2012)

menyatakan faktor sosiodemografi yaitu usia ibu dan status pekerjaan ibu memilki

hubungan dengan keberhasilan ASI eksklusif. Ibu yang mempunyai sikap mendukung

terhadap pemberikan ASI eksklusif dia akan berusaha keras untuk memenuhi

kebutuhan bayinya dalam hal ini adalah pemenuhan gizi dengan memberikan ASI

secara ekslusif. Sementara ibu yang tidak mempunyai sikap mendukung terhadap

pemberian ASI eksklusif akan berusaha merubah perannya dalam masa laktasi

dengan memberikan susu botol pada bayinya dengan alasan ASI tidak cukup, ibu

bekerja, takut gemuk, selain itu dukungan dari keluarga juga sangat berpengaruh

(Widiyanto, 2012).

Salah satu dukungan yang dapat memotivasi ibu memberikan ASI eksklusif

kepada bayinya sampai usia enam bulan adalah keluarga. Keluarga adalah

sekelompok manusia yang tinggal dalam satu rumah tangga dalam kedekatan yang

(7)

Dukungan keluarga dapat berupa dukungan sosial internal seperti dukungan dari

suami, istri atau dukungan dari saudara kandung, dan dapat juga berupa dukungan

eksternal keluarga inti (Friedman, 2010).

Dukungan keluarga merupakan faktoreksternal yang paling besar

pengaruhnya terhadap keberhasilan ASI eksklusif.KTT (1990), merekomendasikan

pentingnya dukungan keluarga terhadap pemberian ASI, bahwa semua keluarga

mengetahui arti penting mendukung wanita dalam pemberian ASI saja untuk 4

sampai 6 bulan pertama kehidupan anak dan memenuhi kebutuhan makanan anak

berusia muda pada tahun rawan (Roesli, 2007).Adanya dukungan keluarga terutama

suami maka akan berdampak pada peningkatan rasa percaya diri atau motivasi dari

ibu dalam menyusui.

Penelitian Mardeyanti (2007) di Tangerang,bahwa60% ibu

tidakmemberikanASIeksklusif.Hasilanalisismemperlihatkan bahwa

tingkatpendidikanibuyangrendahmeningkatkanresikoibuuntuktidakmemberikan ASI

eksklusif dan ibu yang tidak mendapatkan dukungan keluarga juga akan

meningkatkanrisikountuktidakmemberikanASIeksklusif. Hasil penelitian yang

dilakukan Widiyanto (2012) menyatakan terdapat hubungan pendidikan dan

pengetahuan dan sikap ibu tentang ASI eksklusif terhadap pemberian ASI eksklusif.

Cakupan persentase bayi yang diberi ASI eksklusif di Provinsi Sumatera

Utara tahun 2013 sebesar 27,06%, cakupan ini mengalami peningkatan bila

dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 20,33% namun masih jauh dibawah target

(8)

menunjukkan bahwa Kabupaten Labuhanbatu Utara masih dibawah target nasional

yaitu sebesar 38,8%, sedangkan yang sudah mencapai target sebesar 40% adalah Nias

Selatan sebesar 49,9% dan yang tidak mencapaian target adalah Nias Barat sebesar

2% (Dinkes Pemprovsu, 2014).

Ada beberapa faktor yangmempengaruhi perilaku ibu terhadappemberian ASI

eksklusif yaitu pengetahuan,pendidikan, pekerjaan dapat berpengaruhterhadap

keputusaibu untuk menyusui atautidak. Selain itu pengaruh iklan susu formuladan

opini masyarakat lainnya serta kegiatanibu ikut menentukan keputusan ibu

tentangmenyusui.Kurangnya pengetahuan ibutentang ASI eksklusif, belum

dipahaminyaASI secara tepat dan benar oleh ibu dan keluarga/lingkungannya,

kurangnyapembekalan pengetahuan dari petugaskesehatan dapat menyebabkan ibu

untukmemutuskan tidak menyusui atau memberimakanan pendamping terlalu cepat

(Laweung, 2012).

Penelitian yang dilakukan Afifah (2007) menemukan bahwapengetahuan ibu

tentang ASI eksklusif dapat diperoleh dari berbagai sumber informasi. Rendahnya

pengetahuan para ibu tentang ASI eksklusif, pada saatyang sama mereka memiliki

pengetahuan budaya lokal berupa ideologimakanan untuk bayi. Pengetahuan budaya

lokal ini dapat disebut penghambat bagi praktik pemberian ASI eksklusif.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Gibney et al, (2005) menyatakanbahwa

banyak sikap dan kepercayaan yang tidak mendasar terhadap maknapemberian ASI

(9)

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi Tahun 2013, tingkat

pencapaian ASI eksklusif yang dilakukan berdasarkan survei dampak program gizi

tahun 2013 adalah 26,4%. Berdasarkan jumlah cakupan pemberian ASI pada

Puskesmas di Kecamatan Tebing Tinggi Kota di Kota Tebing Tinggi tahun 2013,

terlihat bahwa cakupan pemberian ASI Eksklusif terendah adalah pada Puskesmas

Teluk Karang yaitu sebesar 32,8% (Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi).

Hasil survei awal yang dilalukan di Puskesmas Teluk Karang Tebing Tinggi

terhadap 5 orang bahwa didapatkan 3 orang ibu yang berusia >20 tahun yang

memberikan makanan sebelum bayi berusia 6 bulan, sedangkan 2 orang ibu yang

berusia <20 tahun juga tidak memberikan ASI sampai 6 bulan dikarenakan

pendidikannya tamat SD dan SMP. Dari 5 orang tersebut, ada 4 orang sebagai ibu

rumah tangga dengan jumlah anak di atas 2 orang, sedangkan 1 orang bekerja sebagai

pegawai negeri sipil (PNS), dari 5 ibu yang saya wawancari bahwa ada 2 orang bayi

yang mengalami diare dan satu orang bayi terkena Infeksi Saluran Pernafasan Atas

(ISPA) dikarenakan terlalu cepat diberikan makanan tambahan seperti diberi pisang

awak, air tajin, beras merah yang dihaluskan dan juga susu formula. Semua itu

dikarenakan budaya yang turun-termurun sampai sekarang masih dianut oleh

masyarakat setempat.

Dari segi tenaga kesehatan yang ada disana kurang antusias dalam

memberikan penyuluhan tentang pentingnya ASI ekslusif sehingga masyarakat

setempat kuarng mengerti. Begitu juga dengan dukungan keluarga mereka rata-rata

(10)

mereka mendukung untuk memberikan makanan tambahan pada bayi sebelum

waktunya.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik menganalisis pengaruh faktor

predisposisi (umur, paritas, pendidikan, pekerjaan dan budaya)dan pendorong

(dukungan keluarga, dan dukungan petugas kesehatan)terhadap pemberian ASI

eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Teluk Karang tahun 2015.

1.2 Permasalahan

Bagaimana pengaruh faktor predisposisi (umur, paritas,pendidikan, pekerjaan

dan budaya)dan pendorong (dukungankeluargadan dukungan petugas kesehatan)

terhadap pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Teluk Karang Kota

Tebing Tinggi tahun 2015.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh faktor predisposisi

(umur, paritas, pendidikan, pekerjaan dan budaya) dan pendorong (dukungan

keluarga, dan dukungan petugas kesehatan)terhadap pemberian ASI Eksklusif di

wilayah kerja Puskesmas Teluk Karang tahun 2015.

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh faktor predisposisi (umur, paritas, pendidikan, pekerjaan dan

(11)

terhadap pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Teluk Karang Tebing

Tinggi tahun 2015.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Masukan bagi pihak Puskesmas Teluk Karang Tebing Tinggi mengenai faktor

yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif yang dapat digunakan sebagai

dasar untuk menyusun kebijakan dalam upaya meningkatkan cakupan pemberian

ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan.

b. Masukan untukibutentang pentingnya pemberian ASI Eksklusif bagi bayi usia

Referensi

Dokumen terkait

Selalu asumsikan gaya yang tidak diketahui nilainya yang bekerja pada bagian yang dipotong dalam keadaan tarik.. Jika ini dilakukan, maka solusi numerik dari persamaan

[r]

Ekstrasi ciri merupakan proses pengambilan ciri dari sebuah citra yang menggambarkan karakteristik dari suatu objek, dan digunakan sebagai pembeda antara karakter yang

[r]

Dalam rangka memudahkan pengelolahan data seiring dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, penggunaan komputer sebagai alat bantu sangat dibutuhkan dalam

[r]

[r]

Penulis menggunakan metode studi kepustakaan dan melakukan studi lapangan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan untuk membuat aplikasi pengolahan data nilai rapor di