NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika,
Dan Zat Adiktif (Abdul & Mahdi, 2006). Permasalahan penyalahgunaan
NAPZA mempunyai dimensi yang luas dan kompleks; baik dari sudut medik,
psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psikososial, ekonomi, politik, sosial-
budaya, kriminalitas dan lain sebagainya (Hawari, 2005). Penyalahgunaan
narkoba menjadi masalah yang memperihatinkan, karena terutama menimpa
generasi muda sehingga berpengaruh terhadap masa depan bangsa. Menurut
Laporan Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) di Jakarta, dari
penderita yang umumnya berusia 15-24 tahun, banyak yang masih aktif di
SMP dan SMA, bahkan perguruan tinggi (Lydia Dan Satya, 2008).
Berdasarkan data dari World Drug Report (WDR) tahun 2013,
terdapat 167 hingga 315 juta orang yang berusia 16-64 tahun diperkirakan
telah menggunakan zat terlarang tersebut pada tahun 2011. Angka tersebut
sama dengan 3,6-6,9% dari populasi orang dewasa di dunia. Menurut World
Health Organization (WHO) Pada tahun 2012, terdapat sekitar 162-324 juta
orang di dunia yang berusia antara 15-64 tahun yang pernah mengonsumsi
Sementara itu pengguna narkoba teratur dan pecandu yang sudah
ketergantungan diperkirakan mencapai angka 16 sd 39 juta orang (BNN,
2015). Badan Narkotika Nasional (BNN) 2012, mencatat pengguna Narkoba
di Indonesia sekitar 3,2 juta orang, atau sekitar 1,5 persen dari jumlah
penduduk negeri ini. Dari jumlah tersebut, sebanyak 8.000 orang
menggunakan Narkotika dengan alat bantu berupa jarum suntik, dan 60
persennya terjangkit HIV/AIDS, serta sekitar 15.000 orang meninggal setiap
tahun karena menggunakan NAPZA (narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lain) (BNN, 2012). Data di Provinsi Sumatra Utara berjumlah 1.252 kasus,
dan yang paling tertinggi yaitu di Provinsi Jawa Timur dengan kasus 7.448
kasus (BNN & POLRI, 2013).
Menurut Kemenkes RI 2014, data pasien RSKO (Rumah Sakit
Ketergantungan Obat) Jakarta pada tahun 2012-2013, di tahun 2012 jumlah
pasien laki-laki 511 orang (87,95%), sedangkan pasien perempuan 70 orang
(12,05%), dan pada tahun 2013 jumlah pasien laki-laki 436 orang (85,32%)
dan pasien perempuan 75 orang (14,68%). Penelitian Agency for Healthcare
Research and Quality (AHRQ) 2012, Menemukan bahwa hampir satu dari
delapan dari 95 juta kunjungan ke bagian gawat darurat rumah sakit di
Amerika Serikat pada tahun 2007 adalah karena kesehatan mental dan
penyalahgunaan NAPZA. Alasan paling umum untuk kunjungan ini adalah
gangguan mood (42,7%), diikuti oleh gangguan kecemasan (26,1%), masalah
Survey Kesehatan Masyarakat Kanada-Kesehatan Mental (CCHS -
MH) Pada tahun 2012, total 2,8 juta warga Kanada berusia 15-24 tahun, atau
10,1%, melaporkan gejala yang konsisten dengan setidaknya salah satu
gangguan mental atau penggunaan zat berikut: episode depresi mayor,
gangguan bipolar, gangguan kecemasan umum, dan penyalahgunaan atau
ketergantungan pada alkohol, ganja atau obat-obatan lainnya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Vaeroy 2010, yang berjudul
Depresi, kecemasan, dan sejarah penyalahgunaan zat pada narapidana di
preventif penahanan Norwegia, Skala HADS (Hemilton Axiety Depression
Scale) mengungkapkan bahwa 12 dari 26 narapidana (46,1%) untuk depresi
ringan. Sebaliknya, 5 dari 26 responden sebesar (19,2%) depresi berat. Untuk
kecemasan di dapat mayoritas responden cemas berat(30,7%) dari tahanan,
pada skala HADS kecemasan yang menunjukkan gejala kecemasan ringan
(34,6%). meskipun menerima obat psikotropika. Dari semua narapidana ini,
dan lebih dari 80% dari mereka yang dihukum karena kejahatan seks,
memiliki sejarah alkohol dan penyalahgunaan obat.
Yaputra (2012), Dalam peneltiannya tentang Hubungan Antara
Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Residen Penyalahgunaan
Napza Di Panti Sosial Pamardi Putra Yogyakarta Tahun 2012, menunjukkan
bahwa dari 36 responden terdapat 15 responden (41,7%) yang mengalami
kecemasan ringan, dan sebanyak 9 responden (25,0%) mengalami tingkat
Latar belakang penggunaan Narkoba adalah agar dapat diterima oleh
lingkungan, mengurangi stress, megurangi kecemasan, agar bebas dari
murung, mengurangi keletihan (kejenuhan/kebosanan), dan untuk mengatasi
masalah pribadi. Dan mereka juga memakai narkoba karena narkoba
memmbuatnya merasa nikmat, enak, dan nyaman pada awal pemakaian.
Perasaan yang dihasilkan oleh narkoba itulah yang awalnya di cari oleh
pemakai, mereka tidak melihat dampak buruk mengunakan narkoba, akibat
buruk itu baru dirasakan setelah beberapa kali pemakaian dan saat itulah
terjadi kecanduan dan ketergantugan (Lydia & Satya, 2008). Jika terjadi
ketagihan dan ketergantungan, Apabila yang bersangkutan menghentikannya,
maka ia dapat jatuh dalam keadaan kecemasan dan atau depresi (Hawari,
2013).
Jenis-jenis Napza yaitu Opiat, Ganja Kokain, Sedatif Hipnotik,
Amfetamin, Halusinogen, Alkohol, Inhalasia, Nikotin Dan Kafein. Yang
sering di salah gunakan di Indonesia adalah Opiat (misalnya heroin atau
putau), Ganja (Cimeng, Gelek), Sedatif Hipnotik (Benzodiazepin, Misalnya
Lexo, Pil BK), Alkohol (Misalnya Wisky, Arak) dan Amfetamin (Ekstasi,
Sabu-Sabu) (Sumiati DKK, 2009).
Data dari United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) di
Dunia saat ini terdapat 348 Jenis New Psychoactive Substance (NPS) atau
yang lebih dikenal dengan narkoba jenis baru. Di Indonesia sudah masuk
kurang lebih 29 jenis narkoba jenis baru yang harus kita waspadai. Bukan
efeknyapun semakin berbahaya dan mematikan. Salah satu contoh narkoba
jenis baru adalah Krokodile. Pada bulan Oktober dan November 2013
ditemukan Tiga jenis narkoba baru dalam bentuk kertas turunan dari
Phenethylamine yang bersifat menimbulkan halusinasi (BNN, 2015).
Efek samping penyalahgunaan Narkoba dapat berupa gangguan
fisik, psikologis, dan sosial. Efek fisik dapat berupa penyakit HIV AIDS,
hepatitis B dan C, gangguan lambung, penyakit paru-paru, hati dan ginjal
(sumiati DKK, 2009). Efek psikologisnya yaitu depresi, mudah tersinggung,
cemas, menarik diri dari pergaulan, meningkatkan khayal, stress
hilang,senang berlebihan (Lydia & satya, 2008).
Penyalahgunaan NAPZA Secara sosial juga mengakibatkan
meningkatnya angka kejahatan seperti merampok/mencuri, suka berbohong,
kecelakaan saat mengendarai kendaraan, dan juga bahaya-bahaya sosial
lainnya dan juga dapat menyebabkan kematian mendadak akibat dosis yang
berlebihan (Karofi, 2005).
Menurut Kristianingsih (2009) Narapidana Narkoba merupakan
bagian dari narapidana dengan kondisi yang berbeda dan spesifik, yaitu
mempunyai karakter atau perilaku yang cenderung berbeda akibat
penggunaan narkoba yang dikonsumsi mereka selama ini, seperti kurangnya
tingkat kesadaran akibat rendahnya kemampuan penyerapan, keterpurukan
kesehatan dan sifat over reaktif dan over produktif. Akibatnya narapidana
Kepala Lapas Klas II B Lubukpakam, Setia Budi Irianto mengatakan
ada 1.351 warga binaan pemasyarakatan kita, terdiri dari 1.308 laki-laki dan
37 perempuan serta anak-anak 6 orang. Sedangkan kapasitas Lapas
sebenarnya 350 napi. Jadi ada 65 % napi kasus narkoba dari jumlah napi yang
ada (BNNK Deli Serdang, 2015). Berdasarkan dari survey awal di lapas kelas
IIB lubuk pakam, 30 mei 2015. Di dapatkan data kasus narkotika 780 orang,
psikotropika 01 orang. dari jumlah keseluruhan Warga Binaan
Pemasyarakatan (WBP).
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti merasa penting
untuk meneliti tentang “tingkat kecemasan pasien rehabilitasi narkoba di Al-
Kamal Sibolangit Center Rehabilitation For Drug Addict Kecamatan
Sibolangit Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk Mengetahui tingkat kecemasan pasien rehabilitasi narkoba di Al-
Kamal Sibolangit Center Rehabilitation For Drug Addict Kecamatan
Sibolangit Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015.
1.3.1 Bagi Institusi Rehabilitasi Barkoba
Sebagai bahan masukan untuk lebih meningkatkan pengetahuan
petugas dan dalam memberikan pelayanan yang lebih bermutu sehingga
1.3.2 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan refrensi bagi mahasiswa/i Fakultas Keperawatan USU,
dan juga sebagai bahan kajian bagi yang tertarik untuk meneliti tentang
tingkat kecemasan pada pasien rehabilitasi narkoba.
1.3.3 Bagi penelitian selanjutnya
Peneliti dapat mengetahui lebih dalam tentang tingkat kecemasan pada
pasien rehabilitasi narkoba serta menambah kepustakaan dan hal-hal
yang berkaitan dengan tingkat kecemasan pada pasien rehabilitasi