• Tidak ada hasil yang ditemukan

strategi pembelajaran model pembelajaran. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "strategi pembelajaran model pembelajaran. docx"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Memahami konsep model pembelajaran think pair share

,number head together,team games tournament

Tugas strategi pembelajaran

Di susun oleh :

Dzulkifli P.R (14050394035) Fadhila lugastara (14050394036) Try hari poerwanto (14050394037)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS TEKNIK

(2)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN TATA BOGA

2014-2015

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Model pembelajaran menurut Joyce (Trianto, 2011:5) adalah “Suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain”.Model pembelajaran kooperatif dapat membantu peseta didik meningkatkan sikap positif dalam pembelajaran kimia.

Banyak ahli berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Pembelajaran kooperatif juga menurut mereka memberikan efek terhadap sikap penerimaan perbedaan antar-individu, baik ras, keragaman budaya, gender, sosial-ekonomi, dll. Selain itu yang terpenting, pembelajaran kooperatif mengajarkan keterampilan bekerja sama dalam kelompok atau teamwork. Keterampilan ini sangat dibutuhkan anak saat nanti lepas ke tengah masyarakat. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan model pengelompokkan/Tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan, jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang di persyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketrgantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Setiap individu akan saling membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok. Dari pendapat tersebut, jelas bahwa pembelajaran kooperatif menekankan peserta didik pada perilaku bersama. Dalam bekerja sama yang bertujuan untuk saling membantu satu sama lain, menghormati pendapat orang lain, dan selalu bekerja sama untuk menambah pengetahuannya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Deskripsi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) ?

2. Bagaimana Deskripsi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) ?

3. Bagaimana Deskripsi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) ?

1.3 Tujuan Penulisan

(3)

2. Untuk Mengetahui Deskripsi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGS)

3. Untuk Mengetahui Deskripsi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS).

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Model Pembelajaran Kooperatif

Banyak ahli berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Pembelajaran kooperatif juga menurut mereka memberikan efek terhadap sikap penerimaan perbedaan antar-individu, baik ras, keragaman budaya, gender, sosial-ekonomi, dll.Selain itu yang terpenting, pembelajaran kooperatif mengajarkan keterampilan bekerja sama dalam kelompok atau teamwork. Keterampilan ini sangat dibutuhkan anak saat nanti lepas ke tengah masyarakat.

Model Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Setiap anggota tim bertanggung jawab tidak hanya untuk belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan belajar, sehingga menciptakan suasana prestasi bersama-sama.

1. Kelebihan model pembelajaran kooperatif :  Salingketergantungan yang positif

 Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu  Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas  Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan

 Terjalinnya hubungan yang hangatdan bersahabat antara siswa dengan guru

 Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.

2. Kekurangan model pembelajaran kooperatif :

 Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu.

 Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai

 Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topic permasalahan yang sedang dibahas meluas.

 Saatdiskusikelas, terkadang didominasiolehseseorang,

Model pembelajaran kooperatif ada berbagai macam diantaranya : 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together ) 2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament ) 3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share)

(4)

tersebut”.m Menurut Kagan (dalam Foster 2002:11) “ Numbered Head Together merupakan suatu tipe model pembelajaran kooperatif yang merupakan stuktur sederhana dan terdiri atas empat tahap yang digunakan untuk meriview fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur interaksi siswa”. Pendapat seperti di atas juga di dukung oleh para ahli yang lain seperti Muslimin (2000:65) yang mengemukakan bahwa: “Numbered Head Together adalah salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tetapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiap siswa dengan nomor yang sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja dalam kelompok, presentasi kelompok dengan nomor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan beri reward”.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.Numbered Head Together dikembangkan oleh Spencer Kagen dengan melibatkan para siswa dalam mereview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Numbered Head Together (NHT) merupakan suatu pendekatan untuk melibatkan banyak siswa dalam memperoleh materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran (Ibrahim at all, 2000:28).Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa belajar saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif dari pada penghargaan individual. Ada struktur yang memiliki tujuan umum untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan ada pula struktur yang tujuannnya untuk mengajarkan keterampilan sosial (Ibrahim at all, 2000:25). Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti.

Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :

a) Hasil belajar akademik stuktural

Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. b) Pengakuan adanya keragaman

Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.

c) Pengembangan keterampilan sosial

(5)

Adapun ciri-ciri pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads Together (NHT) yaitu : 1. Kelompok Heterogen

2. Setiap anggota kelompok memiliki nomor kepala yang berbeda-beda. 3. Berpikir bersama (Heads Together)

Menurut Kagan (2007) model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan,sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran.

(6)

Adapun pelaksanaan model pembelajaran tipe Numbered heads Together (NHT) yaitu : a. Tahap Pendahuluan

Langkah -1 : Penomoran (numbering):

1. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3-5 orang dan memberi mereka nomor, sehingga tiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor yang berbeda.

2. Menginformasikan materi yang akan dibahas atau mengaitkan materi yang dibahas dengan materi yang lalu.

3. Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dan menjelaskan apa yang akan dilaksanakan.

4. Memotivasi siswa, agar timbul rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konseo yang akan dipelajari.

b. Kegiatan Inti

Langkah 2 : Pengajuan Pertanyaan 1) Menjelaskan materi secara sederhana.

2) Mengajukan suatu pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum,

Langkah 3 : Berpikir Bersama (Head Together) 1) Siswa memikirkan pertanyaan yang diajukan oleh guru.

2) Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.

Langkah 4 : pemberian jawaban

1) Guru menyebutkan (memanggil) suatu nomor dari salah satu kelompok secara acak. 2) Siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan.

3) Siswa menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas,ditanggapi oleh kelompok lain.

4) Jika jawaban dari hasil diskusi kelas sudah dianggap betul siswa diberi kesempatan untuk mencatat dan apabila jawaban masih salah, guru akan mengarahkan.

5) Guru memberikan pujian kepada siswa atau kelompok yang menjawab betul. c. Penutup

1) Melakukan refleksi.

2) Guru membimbing siswa menyimpilkan materi.

3) Siswa diberikan tugas untuk diselesaikan dirumah dan mengerjakan kuis.

Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :

a. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi b. Memperbaiki kehadiran

c. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar d. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil

e. Konflik antara pribadi berkurang f. Pemahaman yang lebih mendalam

(7)

Kelemahan tipe Numbered heads Together NHT:

1. Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru. 2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

3. Kelas cenderung jadi ramai, dan jika guru tidak dapat mengkondisikan dengan baik,keramaian itu dapat menjadi tidak terkendali.

2.1.2 Deskripsi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament ) Menurut Saco (2006), dalam TGT siswa memainkan permainan-permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang dapat juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok. Menurut Davied Devrie dan keith Edward (1995) ,merupakan pembelajaran pertama dari John Hopkins.dalam model ini kelas dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yng beranggotakan 3 sampain dengan 5 siswa yang berbeda-beda tingkat kemampuan,jenis kelamin,dan latar belakang etniknya.kemudian siswa akan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecilnya,pembelajaran ini hamper sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali satu. Menurut Nur dan Wikandari (2000), menjelaskan bahwa TGT telah digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran dan paling cocok digunakan untuk mengajar pembelajaran yang dirumuskanndengan tajam dengan satu jawaban benar seperti perhitungan,dan penerapan berarti matematika dan fakta-fakta serta konsep IPA.

Saptono, 2008 (dalam Hakim, 2009) menyatakan bahwa Model Pembelajaran Kooperatif merupakan pembelajaran yang menitikberatkan pada pengelompokkan siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang berbeda ke dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang dengan struktur kelompok yang heterogen.

Model pembelajaran kooperatif ada berbagai macam dan salah satunya yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament).Model ini pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards. Model Pembelajaran TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 4 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda.

Penerapan Model TGT dalam pelaksanaanya tidak memerlukan fasilitas pendukung khusus seperti peralatan atau ruangan khusus. Selain mudah diterapkan dalam penerapannya TGT juga melibatkan aktivitas seluruh siswa untuk memperoleh konsep yang diinginkan. Kegiatan tutor sebaya terlihat ketika siswa melaksanakan turnamen yaitu setelah masing-masing anggota kelompok membuat soal dan jawabannya, untuk selanjutnya saling mengajukan pertanyaan dan belajar bersama. Sedangkan untuk memotivasi belajar siswa dalam TGT terdapat unsur reinforcement.

(8)

rendahnya hasil belajar siswa dan melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, juga melibatkan peran siswa sebagai ”tutor sebaya”.

Ditinjau dari kompetensi yang dapat dikembangkan dalam Model Pembelajaran TGT yaitu sebagai berikut.

1. Pengetahuan (knowledge) yaitu kesadaran dalam aspek kognitif, dengan menggunakan TGT pengetahuan siswa mengenai materi pelajaran akan lebih mendalam karena dalam TGT ada unsur tutor sebaya.

2. Pemahaman (understanding) yaitu menyangkut kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu. Di samping memahami materi pelajaran dengan TGT siswa juga dilatih untuk memahami perasaan orang lain.

3. Kemampuan (skill) adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Kompetensi ini dapat dengan mudah diperoleh siswa, karena dalam TGT dapat mengembangkan banyak kompetensi diantaranya membuat pertanyaan dan menjelaskan kepada siswa lain.

4. Nilai (value) adalah suatu standar perilaku yang diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Kompetensi ini pada TGT terkandung dalam kejujuran dalam merahasiakan soal masing-masing individu, keterbukaan dalam memberikan penjelasan kepada teman lain dan demokrasinya terlihat ketika berdiskusi untuk menyatukan pendapat yang berbeda.

5. Sikap (attitude) yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang akan datang dari luar. Kompetensi sikap diperoleh siswa karena dalam TGT siswa belajar dengan kelompok masing-masing tanpa ada tekanan dari guru, sehingga siswa merasa senang dan santai.

6. Minat (interest) adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Adanya turnamen dalam TGT meningkatkan minat belajar siswa untuk mempelajari materi pelajaran.

Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) juga memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut.

Kelebihan Model Pembelajaran TGT yaitu:

a) dapat mendorong dan mengkondisikan berkembangnya sikap dan keterampilan sosial siswa, meningkatkan hasil belajar, serta aktivitas siswa,

b) lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas, c) mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu,

d) dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam, e) proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa, f) mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain, g) motivasi belajar lebih tinggi, dan

h) meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.

Sedangkan kelemahan TGT yaitu sebagai berikut. a. Bagi guru

(9)

 Waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh.

b. Bagi siswa

 Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.

B. Analisis Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Dalam Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament terdapat unsur-unsur yang sangat penting yaitu sebagai berikut.

1. Syarat-Syarat Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)

Syarat-syarat Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) terdiri dari sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dampak instruksional dan dampak pengiring.

a. Sintaks (Syntax)

Menurut Slavin (dalam Purwati, 2010) ada 5 komponen utama dalam TGT yang secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut.

Langkah 1 : Tahap Menyampaikan Informasi (Presentasi Klasikal)

Pada fase ini guru menyajikan materi pelajaran seperti biasa, bisa dengan ceramah, diskusi, demonstrasi atau eksperimen bergantung pada karakteristik materi yang sedang disampaikan dan ketersediaan media di sekolah yang bersangkutan. Pada kesempatan ini guru harus memberitahu siswa agar cermat mengikuti proses pembelajaran karena informasi yang diterimanya pada fase ini sangat bermanfaat untuk bisa menjawab kuis pada fase berikutnya dan skor kuis yang akan diperoleh sangat menentukan skor tim mereka.

Langkah 2: Tahap Pembentukan Tim atau Pengorganisasian Siswa (Kelompok)

Pada fase ini, guru membentuk kelompok-kelompok kecil beranggotakan 4-6 orang siswa, terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan kurang. Fungsi kelompok disini adalah untuk mengarahkan semua anggota untuk belajar mengkaji materi yang disampaikan oleh guru, berdiskusi, membantu anggota yang kemampuan akademiknya kurang sehingga mereka secara tim nantinya siap untuk mengikuti kuis. Kekompakkan kerjasama tim akan mampu meningkatkan hubungan antar sesama anggota tim, rasa percaya diri, dan keakraban antar siswa. Langkah 3: Tahap Permainan (Game Tournament)

Pada fase ini, guru membuat suatu bentuk permainan.Materinya terdiri dari sejumlah pertanyaan yang relevan dengan materi ajar yang disampaikan oleh guru pada fase sebelumnya untuk menguji kemajuan pengetahuan siswa setelah memperoleh informasi secara klasikal dan hasil latihan di kelompoknya. Dalam permainan ini, posisi meja turnamen diatur sebagai berikut (Sumber: Slavin dalam Purwati, 2010).

(10)

berpindah meja yang berkualifikasi lebih tinggi, pemenang kedua tetap tinggal di meja semula, sedangkan siswa yang memperoleh skor terendah akan bergeser ke meja yang ditempati oleh siswa yang berkualifikasi lebih rendah. Dengan cara ini maka penempatan siswa pada saat awal akan dapat bergeser naik atau turun sampai menempati posisi yang sesuai dengan tingkat kemampuan yang sesungguhnya mereka miliki.

Peraturan permainan

Permainan diawali dengan memberitahukan aturan permainan kepada siswa.Setelah itu dilanjutkan dengan membagikan kartu-kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci ditaruh terbalik diatas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca).Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut Slavin, 1995 (dalam Kurniawan, 2008).

1. Tiap meja terdiri dari 4-6 orang siswa yang berasal dari kelompok yang berbeda/heterogen. 2. Setiap pemain dalam tiap meja menentukan terlebih dahulu pembaca soal dan pemain pertama dengan cara undian. Pemain yang menang undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh pemain.

3. Soal dikerjakan secara mandiri oleh penantang dan pemain sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditanggapi oleh penantang.

4. Pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang memberikan jawaban benar. Jika semua jawaban pemain salah, maka kartu dibiarkan saja.

5. Permainan dilanjutkan dengan kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan, dan posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain dan penantang.

6. Dalam permainan, pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan jawaban kepada peserta yang lain.

7. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan.

8. Setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh oleh anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya.

Langkah 4: Tahap Pemberian Penghargaan Kelompok

Skor kelompok diperoleh dengan cara menjumlahkan skor anggota setiap kelompok, kemudian dicari rata-ratanya. Berdasarkan skor rata-rata kelompok akan diperoleh gambaran perbedaan prestasinya. Dari skor rata-rata kelompok ini guru dapat memberikan penghargaan kepada setiap kelompok berdasarkan kriteria seperti pada tabel berikut.

Kriteria Penghargaan untuk Kelompok

No Kriteria (Rata-rata Kelompok) Predikat

1 X<15

-2 15≤X<20 Kelompok Cukup

3 20≤X<25 Kelompok Baik

(11)

Skor rata-rata kelompok yang lebih kecil dari 15 sengaja tidak diberikan predikat untuk memacu kelompok agar lebih giat belajar pada topik-topik berikutnya.

Dari sintaks pembelajaran di atas tampak bahwa pengetahuan tidak bersumber dari guru, akan tetapi siswalah yang secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri bersama anggota kelompoknya sesuai dengan prinsip-prinsip teori belajar konstruktivisme. Dengan demikian, guru hanya berperan sebagai fasilitator agar terjamin kondisi yang baik untuk pembelajaran. b. Prinsip Reaksi (Principles of Reactions)

Prinsip reaksi merupakan pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru memberikan respon terhadap siswa.Dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT, peran guru adalah sebagai berikut.

a) Membangun ikatan emosional, yaitu dengan menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan dalam kegiatan pembelajaran.

b) Berperan sebagai pendamping, pembimbing, fasilitator dan motivator, bukan menempatkan diri sebagai sumber pengetahuan utama bagi siswa.

c) Harus mampu menciptakan suasana psikologis yang dapat membangkitkan respon siswa. d) Menekankan pentingnya bekerjasama secara kooperatif dalam kelompok masing-masing untuk mencapai tujuan pembelajaran, termasuk upaya meningkatkan keterampilan kooperatif siswa.

e) Memberikan bantuan terbatas pada siswa yang membutuhkan bantuan. Bantuan tersebut dapat berupa pertanyan untuk membuka wawasan siswa.

c. Sistem Sosial (The Social System)

Sistem sosial adalah pola hubungan guru dengan siswa pada saat terjadinya proses pembelajaran. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT, pola hubungan antara guru dan siswa yaitu terjadi interaksi dua arah, yang artinya interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa yang lain. Proses pembelajaran dalam model TGT lebih berpusat pada siswa (student centered approach) karena siswa tidak dianggap sebagai objek belajar yang dapat diatur dan dibatasi oleh kemauan guru, melainkan siswa ditempatkan sebagai subjek yang belajar sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan yang dimiliki sehingga siswa dapat mengembangkan potensi dirinya. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan siswa dalam TGT yang belajar bersama secara berkelompok dan melibatkan siswa sebagai tutor sebaya tanpa adanya tekanan dari guru. Dengan pembelajaran seperti itu, maka akan tercipta suasana belajar yang menyenangkan sehingga memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

d. Sistem Pendukung (Support System)

Model pembelajaran TGT dalam pelaksanaannya memerlukan sarana, bahan, dan alat yang dapat menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan sehingga dapat merubah lingkungan belajar yang semula membosankan menjadi lebih menarik dan dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Tetapi tidak memerlukan fasilitas pendukung khusus seperti peralatan khusus atau ruangan khusus melainkan hanya meja-meja yang akan dipakai pada saat gametournament, buku-buku yang menyangkut materi yang dipelajari, Lembar Percobaan, LKS dan buku penunjang yang relevan.

e. Dampak Instruksional (Intructional Effect) dan Dampak Pengiring (Nurturant Effect)

(12)

Dampak pembelajaran yang diperoleh dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, yaitu sebagai berikut.

a) Kemampuan konstruksi pengetahuan

Dalam TGT siswa melakukan aktivitas dalam kelompok-kelompok kecil dan berinteraksi dalam sebuah permainan yang melibatkan siswa sebagai tutor sebaya. Dengan aktivitas semacam ini dan dilaksanakan secara rutin, kemampuan siswa dalam konstruksi pengetahuan secara mandiri akan meningkat.

b) Penguasaan bahan ajar

Dalam model TGT, informasi (pengetahuan) dikonstruksi sendiri oleh siswa melalui aktivitas belajar yang dilakukan oleh kelompok. Pengetahuan yang dikonstruksi sendiri dapat bertahan lama dalam memori siswa sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.

c) Kemampuan berpikir kritis

Dalam model pembelajaran TGT, siswa dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang pikiran siswa sehingga kemampuan berpikir kritis siswa dapat berkembang dengan optimal.

d) Keterampilan kooperatif

Pembelajaran dengan TGT memberikan kesempatan kepada siswa dengan berbagai latar belakang kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda untuk bekerja sama, saling tergantung dan belajar menghargai satu sama lainnya. Kondisi semacam ini memungkinkan berkembangnya keterampilan-keterampilan untuk bekerja sama yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat.

DAMPAK PENGIRING (NURTURANT EFFECT)

Dampak pengiring yang diperoleh dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, yaitu sebagai berikut.

a) Minat (interest)

Minat yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan.Adanya turnamen dalam TGT meningkatkan minat belajar siswa untuk mempelajari materi pelajaran. b) Kemandirian atau otonomi dalam belajar

Dalam pembelajaran yang menggunakan TGT, siswa tidak menerima pengetahuan secara pasif dari gurunya, tetapi siswa berupaya sendiri mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dalam kelompok-kelompok kecil. Kondisi semacam ini akan menumbuhkan kemandirian atau otonomi siswa dalam belajar.

c) Nilai (value)

Pada TGT terkandung nilai kejujuran dalam merahasiakan soal masing-masing individu, keterbukaan dalam memberikan penjelasan kepada teman lain dan demokrasinya terlihat ketika berdiskusi untuk menyatukan pendapat yang berbeda.

d) Sikap Positif terhadap suatu mata pelajaran tertentu

Adanya suasana persaingan yang kompetitif antar kelompok akan membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, baik dalam mempelajari bahan ajar dan membangun pengetahuan sendiri. Kondisi ini akan membuat pembelajaran menjadi menyenangkan. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, maka akan dapat menumbuhkan sikap positif terhadap suatu mata pelajaran tertentu.

(13)

Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran (Sanjaya, 2006:127). Pendekatan yang digunakan pada model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) adalah sebagai berikut.

a. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach). Hal ini dapat dilihat dari kegiatan siswa dalam TGT yang belajar bersama secara berkelompok dan melibatkan siswa sebagai tutor sebaya.

b. Pendekatan Liberal (Liberal approaches)

Pendekatan ini memberikan kesempatan luas pada siswa untuk mengembangkan strategi dan keterampilan belajarnya sendiri.

c. Pendekatan bervariasi

Pendekatan ini merupakan pendekatan yang bertolak dari konsepsi bahwa permasalahan yang dihadapi anak didik dalam belajar adalah bervariasi (Bahri Djamarah, 2006).Dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat digunakan pendekatan yang bervariasi yang disesuaikan dengan kondisi siswa. Sehingga dengan cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.

3. Strategi Pada Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)

Pada Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) strategi yang digunakan adalah strategi pembelajaran kooperatif yaitu strategi pembelajaran kelompok yang mampu meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, meningkatkan harga diri, dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah serta mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan (Sanjaya, 2006).

4. Metode Pada Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)

Metode yang dapat digunakan pada Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) ada berbagai macam, beberapa diantaranya yaitu sebagai berikut.

a. Metode Ceramah

Menurut Arikunto (dalam Djamarah, 2005), metode ceramah adalah sebuah cara melaksanakan pembelajaran yang dilakukan guru secara monolog dan berlangsung satu arah, yaitu dari guru ke siswa. Pada model pembelajaran TGT, metode ceramah dapat digunakan pada menjelaskan diawal pelajaran, menyimpulkan materi pembelajaran dan mengkonfimasi bila ada jawaban siswa yang perlu diperbaiki.

b. Metode kerja kelompok

Metode kerja kelompok adalah metode mengajar dengan mengkondisikan peserta didik dalam suatu kelompok sebagai suatu kesatuan dan diberikan tugas untuk dibahas dalam kelompok tersebut (Sriyono, 1992:121).Pada model pembelajaran TGT, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4-6 orang untuk menyelesaikan permasalahan tertentu. c. Metode Diskusi

Pada model pembelajaran TGT, siswa melakukan diskusi dengan anggota kelompok masing-masing untuk memecahkan suatu permasalahan.

(14)

Metode demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekedar tiruan (Sanjaya, 2006:152). Pada Model TGT dapat diterapkan pada saat guru mnyajikan informasi.

f. Metode problem solving

Metode problem solving adalah suatu cara mengajar yang menghadapkan siswa kepada suatu masalah agar dipecahkan atau diselesaikan (Sriyono, 1992:118). Pada model pembelajaran TGT, siswa dihadapkan pada suatu masalah yang terdapat pada LKS atau permasalahan yang diberikan oleh guru untuk dipecahkan dalam kelompok masing-masing.

h. Metode Pemberian tugas

Metode pemberian tugas dapat diartikan sebagai suatu format interaksi belajar mengajar yang ditandai dengan adanya satu atau lebih tugas yang diberikan oleh guru, tugas tersebut dapat diselesaikan secara individu atau secara berkelompok sesuai dengan perintahnya (Sriyono, 1992).Pada model pembelajaran TGT, guru memberikan tugas kepada kelompok masing-masing untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikannya.

5. Implementasi model pembelajaran TGT 1. Pembelajaran berpusat pada siswa

2. Proses pembelajaran dengan suasana kompetensi

3. Pembelajaran bersifat aktif/siswa berlomba untuk dapat menyelesaikan persoalan 4. Pembelajaran diterapkan dengan pengelompokan siswa menjadi tim-tim

5. Dalam kompetisi diterapkan tim system poin

6. Dalam kompetisi disesuaikan dengan kemampuan siswa atau dikenal kesetaraan dalam kinerja akademik

7. Kemajuan kelompok dapat diikuti oleh seluruh kelas melalui jurnal kelas yang diterbitkan secara mingguan

8. Dalam pemberian bimbingan guru mengacu pada jurnal.

9. Adanya system penghargaan bagi siswa yang memperoleh poin banyak

Saran

1. Sebaiknya ketika guru akan melakukan model pembelajaran Kooperatif tipe TGT, seharusnya memperhatikan keterampilan serta kecerdasan siswa secara Detail.

2. Sebaiknya ketika guru akan melakukan model pembelajaran Kooperatif tipe TGT, seharusnya mempersiapkan Tingkatan soal yang berbeda pada saat langkah Tournament dilakukan.

3. Sebaiknya ketika guru akan melakukan model pembelajaran Kooperatif tipe TGT, seharusnya memperhatikankelengkapan Alat yang Ada.

4. Sebaiknya ketika guru akan melakukan model pembelajaran Kooperatif tipe TGT, seharusnya memperhatikanWaktu yang tersedia.

5. Sebaiknya ketika guru akan melakukan model pembelajaran Kooperatif tipe TGT, seharusnya mempersiapkan soal-soal quis dalam bentuk kartu bernomor.

2.1.3 Deskripsi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share)

(15)

3). TPS digunakan untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu. Guru menciptakan interaksi yang dapat mendorong rasa ingin tahu, ingin mencoba, bersikap mandiri, dan ingin maju. Guru memberi informasi, hanya informasi yang mendasar saja, sebagai dasar pijakan bagi anak didik dalam mencari dan menemukan sendiri informasi lainnya. Atau guru menjelaskan materi dengan mengaitkannya dengan pengalaman dan pengetahuan anak sehingga memudahkan mereka menanggapi dan memahami pengalaman yang baru bahkan membuat anak didik mudah memusatkan perhatian. Karenanya guru sangat perlu memperhatikan pengalaman dan pengetahuan anak didik yang didapatinya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, titik pusat (fokus) dapat tercipta melalui upaya merumuskan masalah yang hendak dipecahkan, merumuskan pertanyaan yang hendak dijawab, atau merumuskan konsep yang hendak ditemukan. Dalam upaya itu, guru menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe TPS. Strategi TPS dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional seperti resitasi, dimana guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh siswa dan siswa memberikan jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. Strategi ini menantang asumsi bahwa seluruh resitasi dan diskusi perlu dilakukan di dalam lingkungan seluruh kelompok.

Penerapan model pembelajaran Think-Pair-Share diharapkan siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil. Hal ini sesuai dengan pengertian dari model pembelajaran Think-Pair-Share itu sendiri, sebagaimana yang dikemukakan oleh Lie (2002: 57) bahwa, Think-Pair-Share adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain. Dalam hal ini, guru sangat berperan penting untuk membimbing siswa melakukan diskusi, sehingga terciptanya suasana belajar yang lebih hidup, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

Dengan demikian jelas bahwa melalui model pembelajaran Think-Pair-Share, siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

Tahap utama dalam pembelajaran Think-Pair-Share menurut Ibrahim (2000: 26-27) sebagai berikut:

Tahap 1 : Think (berpikir)

Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. Tahap 2 : Pairing

Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Dalam tahap ini, setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar, paling meyakinkan, atau paling unik. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan.

Tahap 3 : Share (berbagi)

(16)

Sementara Menurut Muslimin (Rosmiani, 2009: 26) menyatakan bahwa,

langkah-langkah Think-Pair-Share ada tiga yaitu : Berpikir (Thinking), berpasangan (Pair), dan berbagi (Share).

Tahap 1 : Thinking (berpikir)

Kegiatan pertama dalam Think-Pair-Share yakni guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan topik pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara untuk beberapa saat. Dalam tahap ini siswa dituntut lebih mandiri dalam mengolah informasi yang dia dapat.

Tahap 2 : Pairing (berpasangan)

Pada tahap ini guru meminta siswa duduk berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah difikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat membagi jawaban dengan pasangannya. Biasanya guru memberikan waktu 4-5 menit untuk berpasangan.

Tahap 3 : Share (berbagi)

Pada tahap akhir guru meminta kepada pasangan untuk berbagi jawaban dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka diskusikan. Ini efektif dilakukan dengan cara

bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan. Metode Think-Pair-Share (TPS)

Think-Pair-Share (TPS) adalah metode pembelajaran sederhana dimana ketika guru menyampaikan pelajaran di dalam kelas, para murid duduk berpasangan antara tim mereka. Guru memberikan pertanyaan di dalam kelas. Murid diarahkan berfikir menuju sebuah jawaban pada pasangan mereka, kemudian teman mereka mencapai kesepakatan pada sebuah jawaban. Akhirnya, guru menanyakan untuk berbagi jawaban mereka pada saat istirahat.

(17)

Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.

2. Tahap kedua: Pair (Berpasangan)

Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap pertama. Pada tahap ini diharapkan siswa dapat berbagi ide dengan teman pasangannya jika telah diberikan suatu

pertanyaan. Biasanya guru memberikan waktu 4-5 menit untuk berpasangan. 3. Tahap ketiga: Share (Berbagi)

Guru meminta pada salah satu pasangan untuk berbagi dengan seluruh siswa di kelas tentang apa yang mereka diskusikan. Ini efektif jika dilakukan secara bergiliran sehingga semua pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan.

E. Kelebihan dan Kekurangan TPS

Model pembelajaran kooperatif dengan metode Think-Pair-Share juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain :

1. Meningkatkan daya pikir siswa.

2. Memberikan lebih banyak waktu pada siswa untuk berfikir.

3. Mempermudah siswa dalam memahami konsep-konsep sulit karena siswa saling membantu dalam menyelesaikan masalah.

4. Pengawasan guru terhadap anggota kelompok lebih mudah karena hanya terdiri dari 2 orang.

Selain beberapa kelebihan di atas, metode Think-Pair-Share juga memiliki kelemahan antara lain :

1. Jika jumlah kelas sangat besar, maka guru akan mengalami kesulitan dalam membimbing siswa yang membutuhkan perhatian lebih.

2. Pemahaman tentang konsep dalam setiap pasangan akan berbeda sehingga akan dibutuhkan waktu tambahan untuk pelurusan konsep oleh guru dengan

menunjukkan jawaban yang benar.

3. Lebih banyak waktu yang diperlukan untuk mempresentasikan hasil diskusi karena jumlah pasangan yang sangat besar.

F. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS

Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TPS yang telah dijelaskan di atas, penulis menerapkan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural tipe TPS sebagai berikut :

1. Pendahuluan

(18)

2. Kegiatan Inti

a. Guru menerangkan materi penguat / amplifier secara singkat.

Dalam fase ini guru menerapkan tahap thinking dengan mengajukan pertanyaan mengenai amplifier secara klasikal dan member kesempatan kepada siswa untuk berfikir dan mencoba memecahkan secara individu.

b. Guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. Dalam fase ini, guru membentuk kelompok yang beranggotakan dua siswa. c. Guru membimbing kelompok bekerja dan belajar dalam tahap pairing.

Dalam fase ini, guru menerapkan tahap pairing dengan meminta siswa

berpasangan untuk mendiskusikan atau menjawab pertanyaan dan memastikan bahwa anggota kelompoknya sudah mengetahui dan memahami jawabannya. Setelah itu guru berkeliling dari satu pasangan ke pasangan yang lain dan memberikan bantuan kepada pasangan yang mengalami kesulitan belajar. d. Guru menerapkan tahap sharing.

e. Guru memberikan umpan balik dan tanggapan terhadap seluruh hasil yang telah disajikan.

Dalam fase ini guru memanggil 2-3 pasangan secara acak untuk mempresentasikan secara sederhana hasil kinerjanya menanggapi hasil yang telah disajikan. Setelah presentasi dilakukan oleh siswa, guru menanggapi seluruh hasil kinerja yang telah disajikan.

Daftar Pustaka:

Ibrahim, dkk. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : UNESA - University Press. Slavin, Robert E. 2005. Cooperatif Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung : Nusa

Media

Think (berfikir individu) Guru memberi umpan siswa dengan pertanyaan dan membimbing mereka untuk berfikir secara

(19)

Tahap 6 : Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. Label: Pembelajaran

Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah:

a. memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan. b. siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan

temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah.

c. siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.

d. siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.

e. memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses pembelajaran.

Adapun kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang terbentuk banyak.

Sedangkan Kelebihan model pembelajaran TPS menurut Ibrahim, dkk. (2000: 6) adalah, 1. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan metode pembelajaran TPS menuntut

siswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di awal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik sebelum guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya.

2. Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap pertemuan selain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran juga dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir pada setiap pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa tersebut tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka. 3. Angka putus sekolah berkurang. Model pembelajaran TPS diharapkan dapat memotivasi siswa

dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat lebih baik daripada pembelajaran dengan model konvensional.

4. Sikap apatis berkurang. Sebelum pembelajaran dimulai, kencenderungan siswa merasa malas karena proses belajar di kelas hanya mendengarkan apa yang disampaikan guru dan menjawab semua yang ditanyakan oleh guru. Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, metode pembelajaran TPS akan lebih menarik dan tidak monoton dibandingkan metode konvensional.

5. Penerimaan terhadap individu lebih besar. Dalam model pembelajaran konvensional, siswa yang aktif di dalam kelas hanyalah siswa tertentu yang benar-benar rajin dan cepat dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru sedangkan siswa lain hanyalah “pendengar” materi yang disampaikan oleh guru. Dengan pembelajaran TPS hal ini dapat diminimalisir sebab semua siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru.

6. Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam PBM adalah hasil belajar yang diraih oleh siswa. Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil belajar siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga pada akhir pembelajaran hasil yang diperoleh siswa dapat lebih optimal. 7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Sistem kerjasama yang diterapkan dalam

(20)

dituntut untuk dapat belajar berempati, menerima pendapat orang lain atau mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak diterima.

2.2 Contoh Cara Menghitung Nilai Perkembangan dalam Aplikasi Pembelajaran Kimia Dalam makalah ini yang akan kami bahas dalam aplikasi pembelajaran kimia yakni model pembelajaran Numbered Head Together. Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dalam memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan isi akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000 : 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Spencer Kagen dalam Ibrahim (2000 : 28) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dengan mengecek pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Sebagai pengganti pertanyaan lansung kepada seluruh kelas, guru menggunakan empat langkah sebagai berikut : (a) Penomoran, (b) Pengajuan pertanyaan, (c) Berpikir bersama, (d) Pemberian jawaban.

(21)

-Guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyan tersebut

seluruh kelas

Siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan

Adapun pelaksanaan model pembelajaran tipe Numbered heads Together (NHT) yaitu : a. Tahap Pendahuluan

Langkah -1 : Penomoran (numbering):

1. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3-5 orang dan memberi mereka nomor, sehingga tiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor yang berbeda.

2. Menginformasikan materi yang akan dibahas atau mengaitkan materi yang dibahas dengan materi yang lalu.

3. Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dan menjelaskan apa yang akan dilaksanakan.

4. Memotivasi siswa, agar timbul rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konseo yang akan dipelajari.

b. Kegiatan Inti

Langkah 2 : Pengajuan Pertanyaan 1) Menjelaskan materi secara sederhana.

2) Mengajukan suatu pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum,

Langkah 3 : Berpikir Bersama (Head Together) 1) Siswa memikirkan pertanyaan yang diajukan oleh guru.

2) Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.

Langkah 4 : pemberian jawaban

1) Guru menyebutkan (memanggil) suatu nomor dari salah satu kelompok secara acak. 2) Siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan.

3) Siswa menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas,ditanggapi oleh kelompok lain.

4) Jika jawaban dari hasil diskusi kelas sudah dianggap betul siswa diberi kesempatan untuk mencatat dan apabila jawaban masih salah, guru akan mengarahkan.

5) Guru memberikan pujian kepada siswa atau kelompok yang menjawab betul. c. Penutup

1) Melakukan refleksi.

2) Guru membimbing siswa menyimpilkan materi.

3) Siswa diberikan tugas untuk diselesaikan dirumah dan mengerjakan kuis.

(22)

Model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw dikemukakan oleh Aroson, Blanney, dan Stephen, Sikes dan Snapp ( dalam Supandi dan Zainuri 2005).

1. Pengertian

Dalam standar proses pendidikan, pembelajaran didesain untuk membelajarkan siswa. Artinya system pembelajaran menempatkan siswa sebagai subyek belajar. Dengan kata lain, pembelajaran ditekankan atau berorientasi pada aktivitas siswa.

Wina Sanjaya (2006) dalam bukunya strategi pembelajaran menjelaskan beberapa asumsi perlunya pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa, antara lain pertama, asumsi tentang siswa sebagai subyek pendidikan, yaitu:

 Siswa bukanlah manusia dalam ukuran mini, akan tetapi manusia yang sedang dalam tahap perkembangan.

 Setiap manusia mempunyai kemampuan yang berbeda.

 Anak didik pada dasarnya adalah insane yang aktif, kreatif, dan dinamis dalam menghadapi lingkungan.

 Anak didik memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhannya.

Asumsi tersebut mengambarkan bahwa anak bukanlah obyek yang harus dijejali informasi, tetapi mereka adalah subyek yang memiliki potensi dan proses pembelajaran untuk mengembangkan seluruh potensinya. Kedua, asumsi yang terkait dengan proses pengajaran adalah:

 Bahwa proses pengajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu system.

 Peristiwa belajar akan terjadi manakala anak didik berinteraksi dengan lingkungan yang diatur oleh guru.

 Proses pengajaran akan lebih efektif apabila menggunakan metode dan teknik yang tepat dan berdayaguna.

 Pengajaran memberikan tekanan pada proses dan produk secara seimbang.  Inti proses pengajaran adalah kegiatan belajar siswa yang optimal.

Pengertian model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat disimpulkan sebagai model pembelajaran kooperatif, dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dengan memperhatikan keheterogenan, bekerjasama positif dan setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.

2. Langkah-langkah model pembelajaran Koopereatif Teknik Jigsaw

Langkah- langkah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah sebagai berikut: a. Kelompok Asal (Base Group):

 Siswa dibagi ke dalam kelompok kecil yang beranggotakan 4 – 6 orang

 Bagikan materi atau tugas yang sesuai dengan materi yang diajarkan.

 Masing-masing siswa dalam kelompok mendapat tugas atau materi yang berbeda dan memahami informasi yang berada di dalamnya.

b. Kelompok Ahli (Expert Group)

 Kumpulkan masing-masing siswa yang memiliki tugas/ materi yang sama dalam satu kelompok.

(23)

 Tugaskan bagi semua anggota kelompok ahli untuk memahami dan dapat menyampaikan informasi tentang hasil dari materi atau tugas yang telah dipahami kelompok asal.

 Apabila tugas sudah selesai dikerjakan dalam kelompok ahli masing-masing siswa kembali ke kelompok asal.

 Beri kesempatan secara bergiliran masing-masing siswa untuk menyam-paikan hasil dari tugas di kelompok ahli.

 Apabila kelompok sudah menyelesaikan tugasnya, secara keseluruhan masing-masing kelompok melaporkan hasilnya dan mempresentasikan di depan kelas. (Depdiknas dalam Asih, 2008).

Langkah –langkah di atas sama seperti pendapat Stahl dan Aronson, Elliot (dalam Wirta:2003) yang membagi menjadi 7 fase yaitu:

Fase 1. Menyampaikan tujuan dan memotifasi siswa.

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut. Dan memotifasi siswa untuk belajar.

Fase 2. Menyajikan informasi.

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jelas menyuguhkan ber-bagai fakta, pengalaman, fenomena fisis yang berkaitan langsung dengan materi.

Fase3. Kelompok Dasar/Asal atau Base Group.

Siswa dikelompokkan menjadi kelompok asal/dasar dengan anggota 5 sampai 6 orang dengan kemampuan akademik yang heterogen. Setiap anggota kelompok diberikan sub pokok bahasan/topik yang berbeda untuk mereka pelajari.

Fase 4. Kelompok Ahli atau Expert Group.

Siswa yang mendapat topik yang sama berdiskusi dalam kelompok ahli.

Fase 5. Tim ahli kembali ke kelompok dasar.

Siswa kembali ke kelompok dasar/asal untuk menjelaskan apa yang mereka dapatkan dalam kelompok ahli.

Fase 6. Evaluasi

Semua siswa diberikan tes meliputi semua topik.

Fase 7. Memberikan Penghargaan

Guru memberikan penghargaan baik secara individual maupun kelompok.

3. Keunggulan model pembelajaran Koopereatif Teknik Jigsaw

Teknik Jigsaw memiliki beberapa keunggulan dalam memberi kesempatan siswa untuk mengembangkan potensi diri. Beberapa keunggulan itu adalah:

 Dapat menambah kepercayaan siswa akan kemampuan berpikir kritis.  Setiap siswa akan memiliki tanggung jawab akan tugasnya.

(24)

 Dapat meningkatkan kemampuan sosial: mengembangkan rasa harga diri dan hubungan interpersonal yang positif.

 Waktu pelajaran lebih efisien dan efektif.  Dapat berlatih berkomunikasi dengan baik. 4. Kelemahan model pembelajaran Koopereatif Teknik Jigsaw

Menurut (Roy Killen, 1966) diantaranya adalah:

a) Prinsip utama pembelajaran ini adalah “Peerteaching” yaitu pembelajaran oleh teman sendiri. Ini akan menjadi kendala karena persepsi dalam memahami suatu konsep yang akan didiskusikan bersama dengan siswa lain. Dalam hal ini pengawasan guru menjadi hal mutlak diperlukan agar jangan sampai terjadi salah konsep (Miss Conception).

b) Dirasa sulit meyakinkan siswa untuk mampu berdiskusi menyampaikan materi pada teman, jika siswa tidak percaya diri, pendidik harus mampu memainkan perannya dalam memfasilitasi kegiatan belajar.

c) Rekod siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki oleh pendidik dan ini biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam kelas tersebut.

d) Awal pembelajaran ini biasanya sulit dikendalikan, biasanya butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bias berjalan dengan baik.

e) Aplikasi metode ini pada kelas yang besar (> 40 siswa) sangat sulit.

5. Penerapan Metode Pembelajaran Tipe Kooperatif Pada Materi Kimia SMA Tentang Struktur Atom

Konsep kimia yang digunakan di SMA masih bersifat dasar oleh karena itu belajar kimia sangat menarik bagi siswa jika penajiannya bersifat kongkrit dan melibatkan siswa secara efektif, hal ini terjadi karena ilmu kimia berkembang berdasarkan hasil percobaan para ahli kimia untuk menghasilkan fakta dan teoritis tentang materi yang kebenarannya dapat dijelaskan dengan logika kimia. ( BSNP)

Salah satu pokok bahasan kimia di SMA adalah Sistem Periodik dan Struktur Atom. Pokok bahasan Sruktur Atom dan Sistem Periodik merupakan dasar untuk mempelajari pokok bahasan selanjutnya. Dengan menguasai pokok bahasan Struktur Atom dan sistem Periodik, siswa diharapkan dapat mempelajari pokok bahasan selanjutnya dengan mudah. Dalam memahami suatu materi pembelajaran diperlukan suatu pemahaman konsep.

Jika dilihat dari kenyataan, siswa sering merasa kesulitan dalam memahami pokok bahasan Sruktur Atom dan Sistem Periodik. Untuk memecahkan permasalahan tersebut perlu diupayakan suatu perbaikkan dalam proses pembelajaran. Salah satu upaya yang perlu dilakukan oleh guru adalah dengan menerapkan suatu Model pembelajaran yang diharapkan mampu mengurangi atau bahkan menghilangkan kesulitan siswa dalam memahami pokok bahasan Sistem Periodik dan Struktur Atom.

Berikut ini adalah contoh penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada materi Kimia SMA tentang Struktur atom.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran  Nama Sekolah :

(25)

Pertemuan Ke- : 1

 Alokasi Waktu : 2 jam pelajaran

 Standar Kompetensi : 1. Memahami struktur atom, sifat-sifat periodik unsure dan ikatan Kimia

Kompetensi Dasar : 1.1 Memahami struktur atom berdasarkan teori atom Bohr, sifat-sifat unsur, massa atom relatif, dan sifat-sifatsifat-sifatperiodik unsur

dalam table periodik serta menyadari keteraturannya, melalui pemahaman konfigurasi elektron.

 Indikator : Membandingkan perkembangan teori atom, mulai dari teori atom Dalton hingga teori atom Niels Bohr.

I.Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari materi ini, diharapkan siswa dapat:

Menjelaskan perkembangan model atom, dari model atom Dalton hingga teori atom modern.

II. Model Pembelajaran

Model Pembelajaran : Kooperatif

Metode : Jigsaw

 III. Langkah-Langkah Pembelajaran A. Kegiatan Awal (Apersepsi)

 Memotivasi dengan menggunakan peristiwa yang ada dalam kehidupan sehari-hari, guru memberikan contoh bahwa ilmu pengetahuan selalu mengalami penyempurnaan.

 Menginformasikan tentang materi yang akan di pelajari serta metode pembelajaran yang akan dilaksanakan.

B. Kegiatan Inti

1. Memberikan gambaran umum tentang perkembangan model atom sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan (Mulai dari teori atom Dalton hingga Schrodinger (mekanika kuantum)).

2. Membagi tugas pada setiap siswa dalam kelompok (Kelompok JIGSAW).

Dalam hal ini terdapat lima kelompok asal yang terbagi atas lima orang tiap kelompoknya (hal ini agar lebih efektif dan efisien) sebagai berikut:

 Kelompok 1: teori dan model atom Dalton  Kelompok 2: teori dan model atom Thompson  Kelompok 3: teori dan model atom Rutherford  Kelompok 4: teori dan model atom Niels Bohr

 Kelompok 5: teori dan model atom Schrodinger (teori atom mekanika kuantum) 3. Meminta setiap siswa mempelajari materi yang menjadi tanggung jawabnya.

4. Setiap siswa yang mendapatkan tugas mempelajari materi yang sama untuk berkelompok dalam satu kelompok untuk mendiskusikan materi mereka (kelompok ahli)

5. Setiap siswa kembali dalam kelompok asal untuk menjelaskan kepada setiap anggota kelompoknya.

6. Meminta beberapa kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya (dipilih secara acak) dan kelompok lain menanggapi/mengajukan pertanyaan atau saran, guru sebagai fasilitator hanya meluruskan pendapat siswa yang kurang tepat

7. Guru mengevaluasi dan memberikan penghargaan bagi siswa berprestasi secara individu atau kelompok

(26)

1. Guru membimbing siswa untuk merangkum materi yang telah dipelajari 2. Memberi pekerjaan rumah

3. Menutup pelajaran dan mengucapkan salam.

Model Student Teams Achievement Division (STAD)

Model ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-teman. Dalam STAD, siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Jauh lebih Slavin memaparkan bahwa: “gagasan utama di belakang STAD adalah mamacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang di ajarkan guru”

Para guru pengguna metode STAD untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui pengajian verbal maupun tertulis (Ibrahim, dkk, 2000 : 20).

Kelebihan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah:

• Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain • Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan

(27)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Model Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Setiap anggota tim bertanggung jawab tidak hanya untuk belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan belajar, sehingga menciptakan suasana prestasi bersama-sama.

Model pembelajaran kooperatif ada berbagai macam diantaranya : 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together ) 2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament ) 3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share)

1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together )

Menurut Suhermi (2004:43) menyatakan bahwa “Numbered Head Together adalah pendekatan yang dikembangkan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut”.m Menurut Kagan (dalam Foster 2002:11) “ Numbered Head Together merupakan suatu tipe model pembelajaran kooperatif yang merupakan stuktur sederhana dan terdiri atas empat tahap yang digunakan untuk meriview fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur interaksi siswa”.

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament )

Model Pembelajaran TGT (Teams Games Tournament) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 4 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda. Model ini dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards.\

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share)

(28)

aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Dengan demikian jelas bahwa melalui model pembelajaran Think-Pair-Share, siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

B. Saran

Sebaiknya ketika guru akan melakukan model pembelajaran Kooperatif tipe NHT, TGT, TPS,seharusnya memperhatikan keterampilan serta kecerdasan siswa secara Detail, memperhatikanWaktu yang tersedia, mempersiapkan soal-soal quis dalam bentuk kartu bernomor.

DAFTAR PUSTAKA

Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperaatif, Meningkatkan Kecerdasan Komunikasiantar peserta Didik. Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Trianto. 2009. Mendesai Model Pembelajaran Inovativ Progresif Konsep, Landasan dan Implementasinya pada KTSP. Kencana : 2009

Sanjana, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Muslimin. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa University Press.

Utami, Budi, Kimia 2 : Untuk SMA/MA Kelas XI, Program Ilmu Alam, Jakarta, Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2009.

Partana, Fajar, Mari Belajar Kimia 2 : Untuk SMAXI IPA. XI Jakarta, Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2009

Gambar

Tabel  02.  Sintaks NHT menurut Kagan (2007) dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 2. Sintaks Pembelajaran TPS
Tabel  02.  Sintaks NHT menurut Kagan (2007) dijelaskan sebagai berikut:

Referensi

Dokumen terkait

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ( Numbered Head Together dan apakah hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ( Numbered Head Together ) lebih

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, (1) pengaruh strategi pembelajaran NHT (Numbered Head Together) dengan pendekatan kontekstual terhadap prestasi belajar

Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) pada siklus I telah dilaksanakan dengan baik dan berdasarkan hasil test

Oleh karena itu peneliti mengadakan penelitian dengan menerapkan pembelajaran Model Problem Centered Learning (PCL) Setting Numbered Head Together (NHT) di kelas VII

Numbered Heads Together (NHT) terhadap kemampuan mengemukakan pendapat siswa kelas XI MA Ma’arif Udanawu Blitar adalah 2 2,21 dengan kriteria rendah (3) ada perbedaan antara

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan prestasi belajar

𝐻0: Tidak ada pengaruh model Numbered Head Together NHT terhadap minat belajar siswa melalui permainan tradisional Ular Naga di Tidak menggunakan model pembelajaran yang inovatif

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh model pembelajaran NHT Numbered Head Together bermuatan MI multiple