PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan. Dalam rangka mengantisipasi kepentingan masa depan tersebut, sistem pendidikan di Indonesia diatur dalam suatu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Komisi tentang pendidikan abad ke-21 (Commission on Education for
“21” Century), merekomendasikan empat strategi dalam menyukseskan pendidikan: Pertama, Learning to learn, yaitu memuat bagaimana pelajar mampu menggali informasi yang ada disekitarnya dari ledakan informasi itu sendiri;
kedua, learning to be, yaitu pelajar diharapkan mampu beradaptasi dengan lingkungannya; ketiga, learning to do, yaitu berupa tindakan atau aksi, untuk memunculkan ide yang berkaitan dengan saintek; dan keempat, learning to be together, yaitu memuat bagaimana kita hidup dalam masyarakat yang saling
1
bergantung antara satu dengan yang lain, sehingga mampu bersaing secara sehat dan bekerja sama serta mampu untuk menghargai orang lain (Trianto, 2009).
Suparno (2004) menyatakan bahwa banyak anggapan yang menyebutkan IQ (intelligence quotient) sebagai penentu kesuksesan belajar dan hidup seseorang. Bila IQ-nya tinggi, maka orang itu akan suskes dalam belajarnya dan akhirnya sukses dalam kehidupan yang nyata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata pernyataan itu tidak selalu benar. Ada banyak orang yang IQ-nya tinggi, tetapai gagal dalam hidupnya. Hasil penelitian yang telah dilakukan di SMK Ardjuna 1 Malang oleh Hidayani menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara emotional quotient (EQ) dan spiritual quotient (SQ) dengan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran akuntansi. Dengan demikian disadari bahwa meskipun sangat penting, IQ bukanlah segala-galanya. Faktor lain seperti emotional quotient (EQ) dan spiritual quotient (SQ) juga mempunyai peran penting. Kemampuan emosional dan spiritual harus diperhatikan dalam kehidupan agar seseorang dapat berhasil.
Menurut Gardner (1983) pengukuran IQ hanya metekankan inteligensi matematis-logis dan linguistik, padahal ditemukan minimal ada 8 inteligensi dalam diri seseorang, yaitu (1)kecerdasan verbal/linguistik, (2)logika matematik, (3)visual/spatial, (4)musical, (5)kinestetik, (6)interpersonal, (7)intrapersonal, dan (8)naturalistik. Kedelapan inteligensi ini perlu diperhatikan dalam membantu seseorang untuk berkembang dan sukses dalam hidup.
Demikian pula, pembelajaran dan pendidikan di sekolah seringkali hanya mengutamakan model inteligensi yang menekankan pada logika dan matematis
serta bahasa. Guru mengajar dengan pendekatan yang rasional dengan inteligensi matematis-logis; dan menjelaskan semua pelajaran maupun nilai dengan model ceramah dan cerita yang lebih sesuai dengan inteligensi linguistik. Model pendekatan itu akan menguntungkan siswa yang menonjol dalam inteligensi matematis-logis dan linguistiknya, tetapi tidak membantu siswa-siswa yang menonjol dalam inteligensi lainnya. Menurut Gardner (1983) dalam pembelajaran siswa perlu dibantu dengan mengembangkan kedelapan inteligensi itu. Dengan kata lain, pembelajaran harus berdimensi inteligensi ganda, bukan hanya mendasarkan pada inteligensi matematis-logis dan linguistik.
Menurut Lwin dkk (2008) salah satu jenis kecerdasan yang berperan penting dalam keberhasilan seseorang adalah kecerdasan interpersonal, karena dengan memiliki kecerdasan interpersonal, seseorang dapat menjadi seorang dewasa yang sadar secara sosial, mudah menyesuaikan diri, berhasil dalam pekerjaan, dan memiliki kesejahteraan emosional dan fisik. Dalam sebuah studi, para peneliti untuk Harvard Business Review ditemukan bahwa peraih prestasi terbaik di AT&T Bell Labs, suatu wadah (think thank) bagi para insinyur cerdas di New Jersey, bukanlah orang-orang dengan IQ tertinggi, melainkan orang-orang yang baik sebagai kolaborator, mitra kerja, dan popular di antara teman-teman mereka. Kemudian dalam sebuah studi yang diadakan pada sejumlah perusahaan Fortune 500 oleh ilmuwan behavioris Morgan McCall dan Michael Lombardo, diungkapkan bahwa, faktor yang paling penting dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan seorang eksekutif adalah kemampuannya untuk berhubungan, memahami dan bekerjasama dengan orang lain. Sebenarnya, 80 persen orang-
orang yang gagal di tempat kerja, disebabkan karena keterampilan bermasyarakat yang buruk (Lwin, 2008). Oleh karena itu, pembelajaran semestinya juga diarahkan pada peningkatan kecerdasan interpersonal.
Model pembelajaran yang sejalan dengan salah satu karakter perkembangan kecerdasan ganda yaitu kecerdasan interpersonal adalah model pembelajaran kooperatif. Karena model ini dapat diaplikasikan untuk semua jenis kelas: kelas khusus untuk anak-anak berbakat, kelas pendidikan khusus, kelas dengan tingkat kecerdasan rata-rata, dan sangat diperlukan dalam kelas heterogen dengan berbagai tingkat kemampuan. Pembelajaran kooperatif sangat kondusif untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal karena dapat mengembangkan hubungan antara siswa dari latar belakang etnik dan agama yang berbeda, dan antara siswa yang terkebelakang secara akademik dengan teman sekelas mereka (Slavin, 2008). Pembelajaran kooperatif juga dapat diaplikasikan pada berbagai mata pelajaran seperti matematika, bahasa, IPS, biologi, fisika, dan kimia.
Kimia merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang struktur materi, sifat materi, perubahan materi serta energi yang menyertai perubahan materi. Beberapa studi menunjukkan bahwa mempelajari ilmu kimia bukan hal yang mudah. Menurut Johnstone (2000) karakteristik ilmu kimia terdiri atas tiga aspek, yaitu makroskopik, mikroskopik dan simbolik. Aspek makroskopik menunjukkan fenomena-fenomena nyata dan dapat dilihat. Aspek mikroskopik merupakan observasi riil tetapi masih memerlukan teori untuk menjelaskan apa yang terjadi pada level molukuler dan menggunakan representasi model teoritis. Aspek simbolik merupakan representasi dari suatu kenyataan.
Salah satu materi kimia yang dianggap sulit oleh sebagian siswa adalah materi hidrolisis garam. Materi pokok hidrolisis garam mencakup pemahaman konseptual dan juga algoritmik. Pemahaman konseptual yang terdapat dalam materi pokok hidrolisis garam ini masih ada hubungannya dengan konsep lain dalam kimia, seperti konsep asam basa dan larutan penyangga, dimana masih membicarakan tentang larutan asam dan larutan basa serta hubungannya dengan tetapan asam (Ka) dan tetapan basa (Kb). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari materi hidrolisis garam seperti yang dialami siswa di SMAN 3 Banjarmasin (Saragih, 2011), SMAN 5 Banjarmasin (Adhadianor, 2011) dan SMA PGRI 6 Banjarmasin (Fadillah, 2011).
Adanya kesulitan dalam mempelajari materi hidrolisis garam tersebut menunjukkan bahwa sampai saat ini pembelajaran kimia yang ada di sekolah membutuhkan penanganan khusus agar diperoleh hasil yang lebih baik. Salah satu cara adalah dengan menerapkan suatu metode pembelajaran yang tepat agar pengajaran kimia di SMA memperoleh hasil yang lebih baik.
Selain meningkatkan hasil belajar, sejalan dengan teori Gardner tentang kecerdasan ganda, pembelajaran kimia selayaknya juga dapat menjadi media untuk meningkatkan kecerdasan siswa. Dalam penelitian ini, dipilih model pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagai model pembelajaran yang diharapkan tidak hanya meningkatkan hasil belajar siswa, tetapi juga dapat mengembangkan kecerdasan siswa, terutama kecerdasan interpersonal.
Model pembelajaran NHT merupakan bagian dari model pembelajaran kooperatif yang identik dengan kerja kelompok. Model pembelajaran ini
merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap sruktur kelas tradisisonal, serta untuk melibatkan banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
(Trianto, 2009). Sampai sejauh ini, penelitian tentang pengembangan model pembelajaran NHT (numbered head together) untuk meningkatkan hasil belajar siswa telah sering dilakukan, tetapi yang secara khusus meneliti pengembangan terhadap kecerdasan belum banyak dilakukan orang.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di kelas XI SMP Nasional KPS Balikpapan Sugeng Handayani (2007), dengan pembelajaran kooperatif kecerdasan ganda yang dimiliki oleh siswa dapat meningkat. Model pembelajaran NHT (Numbered Head Together) juga pernah diterapkan oleh Wijayati (2008) dalam pembelajaran kimia pada materi hidrokarbon di kelas X dan ternyata mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Adriyani (2010) juga melaporkan bahwa penerapan model pembelajaran NHT (Numbered Head Together) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan.
Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh model pembelajaran NHT (Numbered Head Together) bermuatan MI (multiple intelligences) dalam meningkatkan hasil belajar dan kecerdasan ganda siswa, khususnya kecerdasan interpersonal.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT bermuatan MI pada materi hidrolisis garam terhadap perkembangan kecerdasan interpersonal siswa?
2. Bagaimanakah pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT bermuatan MI pada materi hidrolisis garam terhadap perkembangan hasil belajar siswa ?
3. Bagaimanakah respon siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe NHT bermuatan MI pada materi hidrolisis garam di kelas XI IPA MAN 2 Model Banjarmasin Tahun Ajaran 2011/2012?
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini jenis kecerdasan yang diamati dibatasi hanya pada kecerdasan interpersonal siswa saja dan hal-hal konseptual yang terdapat pada materi pokok hidrolisis garam. Adapun konsep yang harus dikuasai oleh siswa dalam materi pokok hidrolisis garam meliputi:
1. Ciri, sifat, dan jenis garam yang terhidrolisis.
2. Perhitungan pH garam yang terhidrolisis.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah di atas, dapat dirumuskan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui:
1. Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe NHT bermuatan multiple intelligences pada materi hidrolisis garam terhadap kecerdasan interpersonal siswa.
2. Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe NHT bermuatan multiple intelligences pada materi hidrolisis garam terhadap hasil belajar siswa.
3. Respon siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe NHT bermuatan multiple intelligences pada materi hidrolisis garam di kelas XI IPA MAN 2 Model Banjarmasin Tahun Ajaran 2011/2012.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang cukup berarti bagi perorangan maupun institusi di bawah ini:
1. Bagi siswa, melalui pembelajaran kooperatif tipe NHT bermuatan multiple intelligences dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal dan hasil belajar siswa khususnya pada materi hidrolisis garam.
2. Bagi guru, sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan agar menerapkan pembelajaran kooperatif tipe NHT bermuatan multiple intelligences dalam kegiatan mengajar guna meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.
3. Bagi sekolah, memberikan sumbangan dalam mengembangkan model pembelajaran sehingga siswa termotivasi untuk belajar, dan pada akhirnya meningkatkan prestasi belajar siswa di sekolah.
4. Bagi peneliti, memperoleh pengetahuan tentang kefektifan pembelajaran kooperatif tipe NHT bermuatan multiple intelligences dalam kegiatan belajar mengajar, khususnya pada pembelajaran kimia di MA.
1.6 Definisi Operasional
Untuk menghindari salah penafsiran terhadap variabel dan istilah dalam penelitian ini, perlu diberikan beberapa definisi sebagai berikut:
1. Kecerdasan Ganda (Multiple Intelligences)
Kecerdasan ganda mendeskripsikan delapan cara yang berbeda untuk menjadi cerdas. Gardner mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata atau kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau menggunakan ide, produk, atau keterampilan dalam suatu cara yang dinilai oleh satu atau lebih kebudayaan. Kedelapan kecerdasan yaitu : kecerdasan linguistik (berkaitan dengan bahasa), kecerdasan logis-matematis (berkaitan dengan nalar-logika dan matematika), kecerdasan musikal (berkaitan dengan musik, irama dan bunyi/suara), kecerdasan spasial (berkaitan dengan ruang dan gambar), kecerdasan badani- kinestetik (berkaitan dengan badan dan gerak tubuh), kecerdasan interpersonal (berkaitan dengan hubungan antarpribadi, sosial), kecerdasan intrapersonal (berkaitan dengan hal-hal yang sangat pribadi), dan kecerdasan naturalistik ((berkaitan dengan lingkungan).
2. Kecerdasan Interpersonal.
Kecerdasan interpersonal adalah aktivitas yang banyak berhubungan atau bergaul dengan orang lain. Kecerdasan interpersonal dibangun atas kemampuan inti untuk mengenali perbedaan; secara khusus, perbedaan besar dalam suasana hati, temperamen, motivasi dan kehendak. Dalam bentuk yang
lebih maju, kecerdasan ini memungkinkan orang dewasa dapat membaca kehendak dan keinginan orang lain.
3. Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)
Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternative terhadap struktur kelas tradisional.