• Tidak ada hasil yang ditemukan

pengaruh penambahan tepung talas pada so

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "pengaruh penambahan tepung talas pada so"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG TALAS (Colocasia esculenta L.) TERHADAP KUALITAS SOSIS FERMENTASI DITINJAU DARI KADAR PROTEIN, KADAR

LEMAK, KADAR KARBOHIDRAT, DAN KADAR ABU

Usulan Penelitian

Oleh : Mimin Susanti NIM. 125050101111054

BAGIAN TEKNOLOGI HASIL TERNAK

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

(2)

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG TALAS (Colocasia esculenta L.) TERHADAP KUALITAS SOSIS FERMENTASI DITINJAU DARI KADAR PROTEIN, KADAR

LEMAK, KADAR KARBOHIDRAT, DAN KADAR ABU

Usulan Penelitian

Oleh : Mimin Susanti NIM. 125050101111054

Mengetahui : Menyetujui :

Program Studi Peternakan Pembimbing Utama, Ketua,

(Dr. Ir. Sri Minarti, MS) (Dr. Ir. Imam Thohari, MP) NIP. 196101221986012001 NIP. 195902111986011002

Tanggal : Tanggal :

Pembimbing Pendamping,

(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk hidup membutuhkan protein untuk menunjang

kehidupannya. Protein dibutuhkan untuk berbagai aktivitas sel dan pembentukan jaringan. Protein dapat diperoleh dengan mengonsumsi bahan pangan yang mengandung senyawa protein. Protein berdasarkan sumbernya dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu protein yang bersumber dari tumbuhan (nabati) dan protein yang bersumber dari hewan (hewani). Salah satu sumber protein hewani yang umum dikonsumsi manusia adalah daging. Daging

merupakan bahan pangan yang diperoleh dari hasil penyembelihan hewan-hewan ternak atau buruan. Hewan-hewan yang khusus diternakkan sebagai penghasil daging adalah berbagai spesies mamalia seperti sapi, kerbau, kambing domba dan babi dan berbagai spesies unggas seperti ayam, kalkun dan bebek atau itik. (Koswara, 2009). Daging sapi merupakan salah satu daging yang banyak dikonsumsi di Indonesia. Daging dikonsumsi dalam bentuk olahan dan sangat jarang dikonsumsi dalam bentuk mentah karena daging mentah banyak mengandung bakteri pathogen salah satunya Salmonella sp. yang dapat menyebabkan penyakit. Daging mengandung sekitar 71% air dengan kisaran 68-80%, protein 19% dengan kisaran 16-23%, substansi-substansi non protein yang larut 3,5% serta lemak sekitar 2,5 % dengan kisaran 1,5-13,0% (Soeparno, 2007). Daging sapi dapat diolah menjadi berbagai macam produk olahan, salah satunya sosis. Semua jenis daging ternak termasuk jeroan dan tetelan dapat digunakan untuk pembuatan sosis. Pada prinsipnya semua jenis daging dapat dibuat sosis bila dicampur dengan sejumlah lemak (Koswara, 2009). Sosis banyak dikenal diberbagai negara termasuk Indonesia. Cara pegolahan sosis beraneka ragam, salah satunya dengan cara fermentasi. Sosis yang diolah dengan cara fermentasi memiliki keunggulan lebih tahan lama, lebih mudah dicerna, dan dapat meningkatkan jumlah probiotik dalam saluran pencernaan.

(4)

tepung talas memiliki sifat mengikat air yang lebih baik dibanding tepung tapioka dengan kadar protein 4,091% (Zebua dkk 2014) sehingga diduga mampu meningkatkan kadar protein dan abu, menurunkan kadar lemak, serta meningkatkan kadar karbohidrat sosis fermentasi. Pemanfaatan tepung talas yang memiliki kandungan protein lebih tinggi dibanding tepung tapioka diharapkan mampu meningkatkan mutu sosis fermentasi. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat penggunaan tepung talas yang tepat sebagai bahan tambahan pengisi sosis fermentasi agar diperoleh kualitas sosis yang baik ditinjau dari kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidarat, dan kadar abu.

1.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana perbedaan pengaruh penambahan tepung talas (Colocasia esculenta L.) terhadap kualitas sosis fermentasi ditinjau dari kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar abu ?

2. Berapa konsentrasi tepung talas yang tepat untuk menghasilkan sosis fermentasi yang berkualitas baik ditinjau dari kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar abu ?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh penambahan tepung talas (Colocasia esculenta L.) terhadap kualitas sosis fermentasi ditinjau dari kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar abu.

2. Mengetahui konsentrasi penambahan tepung talas (Colocasia esculenta L.) yang tepat terhadap kualitas sosis fermentasi ditinjau dari kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar abu.

1.4Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan acuan untuk pembuatan sosis fermentasi dengan penambahan tepung talas (Colocasia esculenta L.) karena tepung talas mengandung mengandung protein dan pati yang lebih tinggi dibanding tepung tapioka sehingga dapat meningkatkan kadar protein, dan kadar abu pada sosis fermentasi.

2. Sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan sosis dengan bahan pengisi tepung talas.

(5)

Sosis fermentasi

Bahan pengisi (filler) harus mengandung karbohidrat kandungan pati yang tinggi, yaitu sekitar 70-80%. Tepung talas memiliki ukuran granula yang kecil, yaitu sekitar 0.5-5 mikron

(Koswara, 2013) Penambahan tepung

talas pada bahan pengisi sosis dpt meningkatkan

Sosis merupakan bahan makanan yang berasal dari hasil rekonstruksi daging, baik daging sapi, ayam, kambing maupun babi. Berdasarkan cara pengolahannya, sosis dibagi menjadi bebrapa jenis yaitu sosis segar, sosis tidak dimasak tapi diasap, sosis dimasak dan diasap, sosis masak, sosis spesial daging masak dan sosis fermentasi (Hadju dan Yenetty, 2010). Salah satu sosis yang telah dikenal sejak lama yaitu sosis fermentasi. Sosis

fermentasi menggunakan bakteri untuk proses pembuatannya. Penggunaan bakteri yang paling umum adalah Lactobacillus plantarium. Adanya bakteri dalam sosis fermentasi dapat meningkatkan mutu sosis dan memperpanjang daya simpan sosis fermentasi. Selain itu, adanya bakteri probiotik dalam sosis fermentasi dapat meningkatkan kandungan protein. Bakteri probiotik membutuhkan karbohidrat sebagai sumber nutrisi untuk hidup dan berkembang.

Talas merupakan jenis tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia, merupakan sumber karbohidrat yang mengandung protein, fosfor, zat besi, dan kaya vitamin (Dirktorat Bina Gizi Masyarakat, 1995). Tepung talas memiliki sifat fisik dan kimia yang hampir sama dengan tepung tapioka sehingga diharapkan mampu menggantikan peran tapioka sebagai bahan pembentuk tekstur sosis dan menghasilkan sosis dengan tekstur yang lebih kenyal (Zebua dkk, 2014). Kandungan karbohidrat yang cukup tinggi dalam tepung talas dapat meningkatkan jumlah BAL dalam sosis fermentasi karena nutrisi bagi BAL tesedia. Meningkatnya jumlah BAL diharapkan mampu meningkatkan kualitas sosis fermentasi salah satunya kadar protein meningkat. Sedangkan kandungan karbohidrat dalam tepung talas yang lebih tinggi dibanding tepung tapioka dapat meningkatkan kadar karbohidrat, kadar abu dan penurunan kadar lemak dalam sosis fermentasi. Sosis fermentasi dengan penambahan tepung talas sebagai bahan pengisi pendamping tepung tapioka yang harus ditentukan kadar penggunaan yang tepat untuk menghasilkan sosis fermentasi dengan kualitas yang baik.

(6)

1.6Hipotesis

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Sosis

Sosis merupakan produk emulsi yang membutuhkan pH tinggi (diatas pH isoelektrik). Nilai pH sosis ditentukan oleh pH daging yang dipakai dalam pembuatan sosis dan kondisi daging yang pre-rigor (Suparno, 1998). Sosis merupakan salah satu produk olahan daging yang terbuat dari campuran daging dan lemak yang digiling dan ditambah bumbu-bumbu kemudian dimasukkan kedalam selongsong sosis. Komponen utama sosis terdiri dari daging, lemak dan air. Selain itu, dalam sosis juga ditambahkan garam, fosfat, pengawet (berupa nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat. Sosis daging sapi dapat mengandung air hingga 60% (Soeparno, 2007). Sosis yang baik harus mengandung protein minimal 13%, lemak minimal 25% dan karbohidrat maksimal 8% (SNI 01-3820-1995). Sosis dikelompokkan menjadi lima kelas ditinjau dari cara pengolahannya yaitu sosis segar, sosis tidak dimasak tapi diasap, sosis dimasak dan diasap, sosis masak, sosis spesial daging masak dan sosis fermentasi (Hadju dan Yenetty, 2010). Salah satu macam sosis adalah sosis fermentasi yang dibuat dengan melibatkan berbagai jenis mikroorganisme terutama bakteri asam laktat yang dapat membantu proes fermentasi sehingga mampu meningkatkan daya tahan dan kualitas produk (Isnafia, Hermanianto, dan Ratih, 2000).

Sosis fermentasi dikelompokkan dalam 2 jenis yaitu sosis kering (dry sausage) dan sosis semi kering (semi dry sausage). Perbedaan jenis tersebut terletak pada jenis bakteri yang digunakan, untuk sosis kering bakteri yang digunakan adalah Lactobacillus atau

Pediococcus atau campuran Micrococcus dan Lactobacillus. Sedangkan untuk sosis semi kering bakteri yang digunakan yaitu Pediococcus acidilactici (Nurshirwan, 2009).

2.2Bahan Pembuatan Sosis

2.2.1 Bahan pengisi dan pengikat sosis

(8)

emulsi, meningkatkan cita rasa, memperbaiki sifat irisan dan mengurangi biaya produksi (Forest et al., 1975). Sedangkan bahan pengisi yang biasa digunakan dalam pembuatan sosis adalah tepung dari pati, seperti tepung tapioca dan tepung sagu. Tepung dari pati dapat meningkatkan daya mengikat air karena memiliki kemampuan menahan air selama proses pengolahan dan pemanasan (Tarwotjo et al., 1971).

Dalam pembuatan sosis dibutuhkan bahan pengikat (binder) yang berfungsi meningkatkan stabilitas emulsi olahan, meningkatkan daya mengikat air, menurunkan susut masak dan menurunkan biaya produksi. Ciri dari bahan pengikat diantaranya mempunyai kandungan protein tinggi. Bahan pengikat yang biasa digunakan dalam pembuatan sosis berasal dari protein susu yaitu adalah kasein dan susu skim (Mega, Suharyanto dan Badarina, 2014)

2.2.1.1Daging

Daging merupakan urat daging yang menempel pada kerangka, kecuali urat daging bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari heawan sehat sewaktu dipotong (SNI 01-3947-1995). Komposisi kimia daging tergantung pada spesies ternak, kondisi ternak, dan jenis daging karkas. Daging sapi komposisi kimianya terdiri dari 75% air, 19 % protein, 2,5% lemak dan 3,5% substansi non protein nitrogen (Lawrie, 1991). Berdasarkan keadaan fisik, daging dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe yaitu daging segar yang

dilayukan atau tanpa pelayuan, daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), daging segar yang dilayukan,didinginkan kemudian dibekukan (daging beku), daging masak, daging asap dan daging olahan (Soeparno, 2005 dalam Zuriyati, 2011). Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa daging merupakan bagan pangan yang mudah rusak oleh mikroorganisme karena ketersediaan gizi di dalamnya yang sangat mendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme, terutama mikroba perusak. Daging sapi segar seperti layaknya produk ternak lainnya mudah busuk atau rusak karena perubahan kimiawi dan kontaminasi mikroba. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi

kerusakan daging segar adalah dengan melakukan pengawetan berupa pengolahan terhadap daging (Zuriyati, 2011). Daging digunakan untuk pembuatan sosis adalah daging yang nilai ekonomisnya kurang, tetapi harus daging yang masih segar misalnya daging skeletal, daging leher, daging rusuk, daging dada dan daging tetelan (Soeparno, 1998). Daging yang digunakan untuk pembuatan sosis umumnya merupakan daging dengan kualitas yang rendah sehingga memiliki daya ikat air yang rendah. Kemampuan daya mengikat air mempengaruhi kualitas sosis karena berkaitan dengan tekstur sosis (Rubban,

(9)

2.2.1.2Tepung Tapioka

Tepung tapioka digunakan sebagai binder produk olahan daging seperti sosis dan produk lainnya karena harganya yang relatif murah serta kemampuan memperbaiki tekstur produk olahan daging yang baik (Rubban, Kalakaikannan and Rao, 2009). Tepung tapioka berfungsi sebagai bahan pengisi sosis untuk meningkatkan daya mengikat air karena mempunyai kemampuan menahan air selama proses pengolahan dan pemanasan. Selain itu pati tepung tapioka memegang peranan penting dalam menentukan tekstur pada produk makanan (Ockerman, 1983). Tepung tapioka digunakan dalam industri pengolahan daging karena karakteristik penampakan yang berkilau, tekstur yang halus, dan tidak

menimbulkan efek rasa dan bau pada produk olahannya (Petracci and Bianchi, 2012). Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih (Anonim, 1952).

2.2.1.3Tepung Talas

Talas (Colocasia esculenta) merupakan tanaman pangan yang termasuk jenis herba menahun. Talas memiliki berbagai nama umum di seluruh dunia, yaitu Taro, Old cocoyam, Abalong, Taioba, Arvi, Keladi, Satoimo, Tayoba, dan Yu-tao. Tanaman ini diklasifikasikan sebagai tumbuhan berbiji (Spermatophyta) dengan biji tertutup (Angiospermae) dan berkeping satu (Monocotyledonae). Taksonomi tumbuhan talas secara lengkap adalah sebagai berikut.

Pertumbuhan paling baik dari tanaman ini dapat dicapai dengan menanamnya di daerah yang memiliki ketinggian 0 m hingga 2740 m di atas permukaan laut, suhu antara 21 – 270C, dan curah hujan sebesar 1750 mm per tahun. Bagian yang dapat dipanen dari talas adalah umbinya, dengan umur panen berkisar antara 6 -18 bulan dan ditandai dengan daun yang tampak mulai menguning atau mengering (Koswara, 2011).

(10)

Gizi Masyarakat, 1995). Tepung talas memiliki sifat fisik dan kimia yang hampir sama dengan tepung tapioka sehingga diharapkan mampu menggatikan peran tapioka sebagai bahan pembentuk tekstur sosis dan menghasilkan sosis dengan tekstur yang lebih kenyal (Zebua dkk, 2014). Kandungan kalsium oksalat dalam tepung talas dapat dikurangi hingga 65% dengan fermentasi selama 48 jam, sedangkan hal tersebut dapat meningkatkan

absorbsi air dan penurunan viskositas (Oke and Bolarinwa, 2012). Kalsium oksalat berbentuk kristal yang menyerupai jarum. Selain kalsium oksalat talas juga mengandung asam oksalat yang dapat membentuk kompleks dengan kalsium. Keberadaan asam oksalat diduga dapat mengganggu penyerapan kalsium. Asam oksalat bersifat larut dalam air, sementara kalsium oksalat tidak larut dalam air tetapi larut dalam asam kuat. Oksalat tidak tersebar secara merata di dalam umbi talas. Agar aman dikonsumsi, maka asam oksalat di dalam talas harus dibuang. Proses perebusan dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah oksalat terlarut jika air rebusan dibuang, karena senyawa ini terlarut ke dalam perebusan. Selain itu, perendaman dalam air hangat, perkecambahan, dan fermentasi juga dapat dilakukan untuk menurunkan kadar oksalat terlarut (Koswar, 2011).

Talas memiliki potensi untuk dapat digunakan sebagai bahan baku tepung-tepungan karena memiliki kandungan pati yang tinggi, yaitu sekitar 70-80%. Tepung talas memiliki ukuran granula yang kecil, yaitu sekitar 0.5-5 mikron. Ukuran granula pati yang kecil ini ternyata dapat membantu individu yang mengalami masalah dengan pencernaannya karena kemudahan dari talas untuk dicerna.

2.2.1.4Susu skim

Susu skim adalah susu yang kadar lemaknya telah dikurangi hingga berada dibawah batas minimal yang telah ditetapkan. Susu skim merupakan bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin – vitamin yang larut dalam lemak (Herawati dan Wibawa, 2011).

Susu skim digunakan dalam industri pengolahan sosis sebagai bahan pengikat karena susu skim memiliki kandungan protein yang tinggi sehingga mampu menyatukan bahan pembuat sosis (Mega, 2010).

2.2.1.5Lemak

Penambahan lemak pada pembuatan sosis juga memberi rasa lezat dan

(11)

2.2.2 Lactobacillus

Bakteri yang berperan penting dan umum ditemukan dalam sosis fermentasi adalah bakteri asam laktat. Bakteri ini digunakan sebagai kultur starter yang memicu fermentasi pada daging. Bakteri asam laktat meningkatkan keamanan dan stabilitas produk,

meningkatkan stabilitas warna, dan mengeluarkan aroma khas sosis (Ahmad and Amer, 2013).

Bakteri asam Iaktat adalah bakten yang mampu memfermentasikan gula atau karbohidrat untuk memproduksi asam Iaktat dalam jumlah besar. Ciri-ciri bakteri asam laktat secara umum adalahselnya bereaksi positif terhadap pewarnaan Gram,bereaksi negatif terhadapkatalase dan tidakmembentuk spora. Dan fermentasi glukosa

akandihasilkan asam Iaktat. Tipe fermentasi bakteri asam Iaktat metiputi homofermentatif yaitu yang hasil fermentasinya hanya asam laktat dan heterofermentatif yang hasil

fermentasinya di samping asam laktat ada asam organik lainnya seperti asetat, gas CO2, dan etanol. Beberapa marga bakteri asam laktat adalah Lactobacillus, Streptococcus,

Enterococcus, Pediococcus,Tetragenococcus, Leuconostoc, dan Lactococcus ( Romadhon,

Subagyo, dan Margino,2012) 2.2.3 STPP

Sodium tripolyphosphat merupakan bahan tambahan pangan yang banyak digunakan sebagai bahan pengenyal bakso dan dapat menurunkan penyusutan makanan,

meningkatkan daya ikat air, dan bersifat antioksidan. Penggunaan STPP tidak dilarang oleh Departemen Kesehatan RI hingga sekarang (Ulupi, Komariah dan Utami, 2005).

Penambahan STPP dapat meningkatkan pH sehingga diperoleh daya mengikat air yang semakin tinggi. Penambahan STPP dapat mencegah terjadinya rekahan serta terbentuknya permukaan kasar pada daging layu, dapat meningkatkan rendemen, kekerasa, kekenyalan dan kekompakan sosis (Elveira, 1988).

2.2.4 Bumbu-bumbu

Bumbu mempunyai pengaruh pengawetan terhadap produk daging olahan karena pada umumnya bumbu mengandung zat yang bersifat bakteristatik dan antioksidan (Soeparno, 1998). Menurut Forrest et al. (1975), penambahan bumbu dalam pembuatan produk daging dimaksudkan untuk mengembangkan rasa dan aroma serta memperpanjang umur simpan produk. Merica dan bawang putih sering digunakan dalam beberapa resep produk daging olahan seperti sosis, bakso dan lain sebagainya.

(12)

Garam yang ditambahkan pada daging yang digiling akan meningkatkan protein myofibril yang terekstraksi. Protein ini memiliki perasaan penting sebagai pengemulsi. Fungsi garam adalah menambahakan atau meningkatkan rasa dan memperpanjang umur simpan produk (Aberle et al., 2001). Garam dapur merupakan bahan tambahan pangan yang paling sering digunkan dalam produksi produk daging. Garam dapat berfungsi untuk meningkatkan kemampuan produk dalam mengikat air dan tekstur, mencegah pertumbuhan mikroba, meningkatkan dan mempertahankan rasa (Barbut, 2002).

2.2.4.1 Es batu

Peningkatan suhu selama proses pelumatan daging akan mencairkan es, sehingga suhu daging atau adonan dapat dipertahankan. Selain itu, penambahan es atau air juga penting untuk menjaga kelembaban produk akhir agar tidak kering, meningkatkan sari minyak (juiceness) dan keempukan daging (Forrest et al., 1975). Salah satu tujuan

penambahan air dan es pada produk emulsi daging adalah menurunkan panas produk yang dihasilkan akibat gesekan selama penggilingan, melarutkan dan mendistribusikan garam ke seluruh bagian massa daging secara merata, mempermudah ekstraksi proterin otot,

membantu proses pembentukan emulsi, dan mempertahankan suhu adonan agar tetap rendah. Jika panas ini berlebih maka emulsi akan pecah, karena panas yang terlalu tinggi mengakibatkan terjadinya denaturasi protein. Akibatnya produk tidak akan bersatu selama pemasakan (Aberle et al., 2001).

2.2.5 Selongsong

Selongsong atau casing untuk sosis ada 2 jenis yaitu selongsong alami dan selongsong buatan. Selongsong alami terbuat dari saluran pencernaan ternak, misalnya sapi, babi. kambing atau domba. Selongsong buatan terdiri atas 4 jenis yaitu selulosa, kolagen yang dapat dimakan, kolagen yang tidak dapat dimakan, dan plasti (Soeparno, 1998).

2.3Proses pembuatan tepung talas

Terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mendapatkan tepung talas. Proses pembuatan tepung dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari jenis umbi umbian itu sendiri. Proses pembuatan tepung talas diawali dengan pencucian dan

(13)

tidak dihilangkan ataupun dikurangi, maka saat pangan olahan dari talas dikonsumsi, orang yang mengkonsumsi akan merasa gatalgatal pada tenggorokannya.

Pengeringan talas dapat dilakukan baik itu dengan menggunakan alat pengering maupun sinar matahari. Secara umum, pengeringan dengan menggunakan alat pengering lebih baik daripada menggunakan sinar matahari. Kelebihannya antara lain suhu

pengeringan dan laju alir udara panas yang dapat dikontrol, kebersihan yang lebih terjaga, dan pemanasan terjadi secara merata. Akan tetapi, pengoperasian alat pengering terkadang memerlukan keahlian dari pengguna alatnya dan memakan biaya yang agak sedikit lebih mahal.berikut bagan pembuatan tepung talas.

Gambar 1. Pembuatan tepung talas (Koswara, 2011). 2.4Proses pembuatan sosis

Pembuatan sosis fermentasi diawali dengan standardisasi daging sebanyak 80% dengan mengelompokkan daging utuh dan daging yang masih mengandung lemak. Lemak sebanyak 20% distandardisasi denganmemisahkan lemak utuh dengan lemak yangmasih mengandung daging. Daging yang telah distandardisasi dibagi menjadi dua bagian yaitu seperempat bagian digiling dan tiga perempat bagian lainnya diiris-iris, kemudian dibekukan. Daging digiling dalam cutter, lalu dimasukkan secara berurutan NPS (nitrit poekeln salt) 2%, gula 2%, starter kultur sebanyak 2% w/w (sesuai dengan perlakuan lama penyimpanannya) dan bumbu-bumbu (bawang putih 2%, pala 2%, garam dapur 2% dan jahe 2%). Adonan yang telah terbentuk dimasukkan ke dalam selongsong atau casing sosis berdiamater 4,5 cm. Proses conditioning dilakukan pada suhu kamar selama 24 jam, kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi pada suhu kamar selama 6 hari yang diselingi dengan proses pengasapan selama 2 jam setiap harinya pada suhu kamar (Arief, Maheswari, Suryati, Komariah dan Rahayu, 2008).

2.5Pengasapan

(14)

dapat menghasilkan asap dengan mutu dan volume asap sesuai yang diharapkan (Suradi, Suryaningsih dan Bararah,2011).

2.6Kualitas sosis fermentasi

Bahan yang tepat dan proses pembuatan yang sesuai akan menentukan mutu sosis. Kualitas sosis yang baik dapat diukur dan disesuaikan dengan standar mutu yang diberlakuakan SNI 01-3820-1995 sebagai berikut.

Tabel 1. Syarat Mutu Sosis SNI 01-3820-1995

BAB III

MATERI DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

(15)

2) Laboratorium Pengolahan Daging Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang untuk pembuatan sosis fermentasi.

3) Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya untuk uji kadar protein.

2.Waktu penelitian: 30 Oktober 2015 sampai 4 Desember 2015. 3.2 Materi Penelitian

1. Peralatan yang digunakan untuk penelitian adalah: 1) Peralatan pembuatan sosis fermentasi meliputi:

 Peralatan pembuatan tepung talas: baskom, pisau, talenan, alas plastik, penggilingan tepung.

 Peralatan pembuatan sosis fermentasi: baskom besar, sendok, penggilingan daging, timbangan, spatula, serbet.

2) Peralatan yang digunakan untuk analisis meliputi:  Uji kadar protein: erlenmeyer, buret.

 Uji kadar karbohidrat:

 Uji kadar lemak: oven, kertas saring, kapas, tissue, eksikator, timbangan analitik  Uji kadar abu

2. Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah: 1) Bahan pembuatan sosis fermentasi meliputi:

 Bahan untuk pembuatan tepung talas meliputi: talas 5 kg, garam, air panas.  Bahan untuk pembuatan sosis fermentasi: daging 800 g, tepung talas, susu 80 ml,

lemak 80 g, garam 24 g, gula 8 g, STPP 6 g, bawang putih 16 g, pala 16 g, merica 4 g, es batu 200 g, kultur BAL 16 g.

2) Bahan yang digunakan untuk analisis meliputi:

 Uji kadar protein: sampel, aquades, indikator pp 1%, NaOH 0,1 N, formaldehid 40%  Uji kadar karbohidrat: hasil operhitungan kadar air, kadar karbohidrat, kadar abu.  Uji kadar lemak: petrolium ether, sampel.

 Uji kadar abu: sampel

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah percobaan laboratorium dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang dilakukan adalah:

P0 = daging sapi + 0 % tepung talas P1 = daging sapi + 15 % tepung talas P2 = daging sapi + 20 % tepung talas P3 = daging sapi + 25% tepung talas

Tabel 1. Formula sosis fermentasi dengan penambahan tepung talas

Bahan P0 P1 P2 P3

(16)

Tepung Tapioka 50g 20g 10g 0

Total 331,5 g 341,5 351,5 361,5

3.4 Variabel Pengamatan

Variabel yang diuji pada penelitian ini meliputi:

1. Pengujian kadar protein, prosedur dapat dilihat di lampiran 1. 2. Pengujian kadar karbohidrat, prosedur dapat dilihat di lampiran 2. 3. Pengujian kadar lemak, prosedur dapat dilihat di lampiran 3. 4. Pengujiankadar abu, prosedur dapat dilihat di lampiran 4.

3.5 Analisis Data

Data yang diperoleh ditabulasi dengan menggunakan program Microsoft Excel, kemudian dianalisis statistik menggunakan analisis ragam (ANOVA). Apabila diperoleh hasil yang berbeda atau signifikan maka dilanjutkan dengan Uji BNJ (Beda Nyata Jujur). Model matematika RAL :

Keterangan: Yijk = nilai yang diamati

 = nilai tengah populasi i = pengaruh perlakuan ke-i

ijk = pengaruh galat

I = 1, 2, 3, 4 J = 1, 2, 3, 4

3.6 Batasan Istilah

- Bakteri Asam Laktat: bakteri yang melakukan penguraian glukosa atau karbohidrat menghasilkan asam laktat yang akan menurunkan pH serta menimbulkan rasa asam.

(17)

- STPP : bahan tambahan pangan pengganti nitrit dalam pembuatan sosis

DAFTAR PUSTAKA

Aberle, H. B. Forrest, J. C., E. D. Hendrick., M. D. Judge Dan R. A. Merkel. 2001. Principle Of Meat Science. 4th Edit. Kendal/Hunt Publishing, Iowa.

Anonim. 1952. Tepung Tapioka. Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 1-4.

Arief, I. I., R.R.A. Maheswari, T. Suryati, Komariah danS. Rahayu. 2008. Kualitas

Mikrobiologi Sosis Fermentasi Daging Sapi dan Domba yang Menggunakan Kultur Kering Lactobacillus plantarum 1B1 dengan Umur yang Berbeda. Media Peternakan. 31 (1) : 36-43

Barbut, S. (2008) Use Of Transglutaminse In Lean Poultry Meat Patties. Proceedings World’s Poultry Science Association, Brisbane, Australia.

Buckle K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, And M. Wootton. 2007. Ilmu Pangan. Terjemahan Purnomo Dan Adiono. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 1995. Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Departemen Kesehatan Ri, Jakarta.

Forrest, J. G., E. D. Alberle., H. B. Hendrick., M. D. Judge Dan R. A. Merkel. 1975. Principles Of Meat Science. W. H. Freeman, San Fansisco.

(18)

Herawati, D.A Dan D. Andang Arif Wibawa. 2011. Pengaruh Konsentrasi Susu Skim Dan Waktu Fermentasi Terhadap Hasil Pembuatan Soyghurt. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. 1 (2) : 48-58

Isnafia.I, Hermiananto. J, Ratih. R, 2000. Pengaruh Aplikasi Kultur Kering Dengan Beberapa Kombinasi Mikroba Terhadap Mutu Mikrobiologis Sosis Fermentasi. Media

Peternakan 24(2).

Koswara, S. 2011. Modul Teknologi Pengolahan Umbi-Umbian. Southeast Asian Food And Agricultural Science And Technology (SEAFAST) Center Research And Community Service Institution Bogor Agricultural University.

Koswara, S. 2009. Teknologi Praktis Pengolahan Daging. E Book Pangan.

Lawrie, R.A. 1991. MLaeat Science. Pergamon Press. Oxford, New York, Seoul, Tokyo. M. O. Oke1 And I. F. Bolarinwa2. 2012. Effect Of Fermentation On Physicochemical

Properties And Oxalate Content Of Cocoyam (Colocasia Esculenta ) Flour. Isrn Agronomy Volume 2012, Article Id 978709, 4 Pages Doi:10.5402/2012/978709

Mega, O. Suharyanto. Badarina,I. 2014. Sifat-Sifat Fisik Sosis Berbahan Baku Surimi-Like Daging Kambing Dengan Menggunakan Susu Kedelai Sebagai Binde. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan .XVII:(2).

Mega, O. 2010. Pengaruh Substitusi Susu Skim oleh Tepung Kedelai Sebagai Binder

Terhadap Beberapa Sifat Fisik Sosis yang Berbahan Dasar Surimi-like Kerbau. Jurnal Sain Peternakan Indonesia 5(1).

Nursirwan, H. 2009. Kualitas Fisik, Kimia Dan Organoleptik Salami Kandidat Probiotik Selama Penyimpanan Dingin.Http://Repository.Ipb.Ac.Id/Bitstream/Handle/ 123 456789/36509/D09hnu1.Pd F?Sequence=1.

Ockerman, H. W. 1983. Chemistry Of Meat Tissue. 10th Edition. Departement Of Animal

Science. The Ohio State University And The Ohio Agricultural Research And Development Center, Ohio.

Petracci, M. Bianchi, M. 2012. Functional Ingredients For Poultry Meat Products. World’s Poutry Congress. Salvador, Brazil.

Purnomo, H. 2012.Teknologi Pengolahan Dan Pengawetan Daging. UB Press, Malang

Romadhon, Subagiyo, dan Sebastian Margino. 2012. Isolasi Dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Dari Usus Udang Penghasil Bakteriosin Sebagai Agen Antibakteria Pada Produk-Produk Hasil Perikanan. Jurnal Saintek Perikanan. 8 (1) : 59-64

(19)

Rubban, Kalakaikannan And Rao. 2008. Effect of Tapioca Starch and Potato Flour on Physico - Chemical, Sensory and Microbial Characteristics of Pork Sausage During Refrigerated Storage (4±1°C). Global Veterinaria 2 (5): 219-224. ISSN 1992

6197.

Saghir Ahmad* And Baher Amer. 2013. Sensory Quality Of Fermented Sausages As Influenced By Different Combined Cultures Of Lactic Acid Bacteria Fermentation During Refrigerated Storage. J Food Process Technol 2013, 4:2. Issn:2157-7110 Soeparno. 2007. Pengolahan Hasil Ternak. Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta. Soeparno. 2005. Ilmu Dan Teknologi Daging. Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta. Soeparno. 1998. Ilmu Dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sumardji, S., Bambang dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan Dan

Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Suradi, K., L. Suryaningsih dan B. Bararah.2011. keempukan dan akseptabilitas daging ayam broiler asap pad berbagai temperatur dan lama pengasapan. Jurnal Ilmu Ternak. 11 (1) : 53-56

Tarwotjo, I. S., Hartini, S., Soekirman Dan Sumartono. 1971. Komposisi Tiga Jenis Bakso Di Jakarta. Akademi Gizi, Jakarta.

Ulupi. Komariah. Utami. 2005. Evaluasi Penggunaan Garam Dan Sodium Tripolyphosphat Terhadap Sifat Fisik Bakso Sapi. J.Iondon. Trop.Anim.Agric. 30(2).

Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia. Jakarta.

Zebua. Ea, Rusmaliin. H, Limbong Ln. 2014. Pengaruh Penambahan Kacang Merah Dan Jamur Tiram Dengan Penambahan Tapioka Dan Tepung Talas Terhadap Mutu Sosis. J.Rekayasa Pangan Dan Pert., Vol.2 No.4 Th. 2014

(20)

Lampiran 1. Uji kadar protein (Soedarmadji, Haryono, dan Suhardi, 1997)

Tujuan uji kadar protein: dapat mengukur kandungan protein bahan pangan hasil ternak.

Analisis protein dengan Titrasi Formol

1. mengambil 10 ml kaldu daging dan masukkan ke dalam erlenmeyer 125 ml, kemudian tambahkan 20 ml aquades dan 0,4 ml larutan (K-oksalat : air = 1:3) dan 1 ml Phenolpthelin 1 %. Diamkan selama 2 menit.

2. Titrasi larutan sampel dengan 0,1 N NaOH sampai mencapai warna merah muda.

3. Setelah watna tercapai, tambahkan 2 ml formaldehyde 40% dan dititrasi kembali dengan larutan NaOH sampai tercapai warna merah muda lagi. Catatlah volume titrasi kedua ini (X ml).

4. buatlah titrasi blanko yang terdiri dari 20 ml aquades, 0,4 ml larutan K-oksalat, 1 ml indikator pp, 20 ml formaldehyde, dan titrasilah dengan larutan NaOH. Catat hasil titrasi sebagai Y ml

5. Hitung kadar protein dengan rumus :

% protein : % N x faktor koreksi Faktor koreksi : 6,25

% N = Titrasi formol x 0,1 14,008 Berat sampel x 10

(21)

c. kadar protein

Lampiran 2. Kadar karbohidrat (by difference) (Winarno, 1986)

Kadar karbohidrat ditentukan dengan metode by difference yaitu dengan perhitungan

(22)

Lampiran 3. Uji kadar lemak (Soedarmadji, Haryono, dan Suhardi, 1997)

Tujuan praktikum : mengukur kandungan lemak produk Prosedur kerja :

1. oven kertas saring dan kapas 105° C selama12 jam 2. masukkan dalam eksikator 15-30 menit

3. ditimbang dengan timbangan analitik

4. tambahkan sampel bekas uji kadar air sebanyak 1 gram (X gr) 5. bungkus dengan kertas dan kapas bentuk silinder

6. tambahkan larutan petrolium ether (40 ml diatas, 60 ml dibawah) 7. panaskan selama 5 jam

8. ambil sampel yang dibungkus tersebut

9. angin-anginkan sebentar, masukkan dalam oven lagi 105° C selama 24 jam 10. masukkan dalam eksikator

11. timbang Y

Hitung kadar lemak dengan rumus:

Kadar lemak(%) = X-Y x 100% X

Hasil pengamatan pengukuran kadar lemak: Berat kertas saring + kapas

(23)

Lampiran 4. Uji kadar abu

Kadar Abu Metode Oven/ Tanur (SNI 01- 2973-1992).

Gambar

Gambar 1. Pembuatan tepung talas (Koswara, 2011).
Tabel 1. Syarat Mutu Sosis SNI 01-3820-1995

Referensi

Dokumen terkait

Tanda bacaan, berupa Aksara merupakan syarat pertama. Tulisan atau tulisan terdiri dari tanda bacaan dalam bentuk Aksara. Tidak dipersoalkan Aksaranya, boleh Aksara

Karena, untuk mengejawantahkan semangat liberalisme tersebut, Rogers telah menurunkannya keda- lam metode pembelajaran yang lebih praktis, sementara Islam belum

Jika ada tegangan geser ss1 bekerja pada sisi sebelah kanan dari elemen, gaya geser pada bagian ini adalah ss1 (h)(1) sehingga harus ada gaya geser yang sama dan berlawanan arah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melaksanan layanan bimbingan belajar di Taman Ilmu Desa Mekar Jaya pembimbing melakukan pengenalan terhadap masalah- malah

Telur nyamuk ( Aedes aegypti) memiliki lapisan pelindung yaitu korion dimana korion ini berfungsi untuk melindungi embrio dari kondisi eksternal seperti suhu yang

60 Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran , (Yogyakarta: Multindo, 2009), hal.. dan indikator sesuai dengan kemampuannya dalam proses berpikir reflektif. Selain itu,

Setiap orang yang disangka, ditahan, dituntut, karena disangka melakukan suatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah

Kesimpulan penelitian ini adalah (1) ada pengaruh INIT terhadap penurunan nyeri dan peningkatan kemampuan fungsional pada pasien FMS otot upper trapezius , (2) ada pengaruh