BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Askep Pada Anak Berkebutuhan Khusus Dan Pada Anak Gangguan Psikologi
A. Retardasi Mental
1. Pengertian Retardasi Mental
Retardasi Mental (RM) adalah fungsi intelektual di bawah angka 7, yang muncul bersamaan dengan kurangnya perilaku adaftif, serta
kemampuan berdaptasi dengan kehidupan sosial sesuai tingkat perkembangan dan budaya. (Menurut Maslim (2004) dalam buku AH.Yusuf 2015), RM adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap yang terutama ditandai oleh terjadinya kendala keterampilan selam masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motoric, dan sosial.
Anak RM mengalami keterbatasan sosialisasi akibat tingkat kecerdasan yang rendah ( menurut Soetjiningsih, (1998) dalam buku AH.Yusuf 2015). Kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan sangat dipengaruhi oleh kecerdasan. Anak RM dengan tingkat kecedasan di bawah normal dan mengalami hambatan dalam bersosialisasi. Factor lain adalah kecenderungan mereka diisilolasi (dijauhi) oleh lingkungannya. Anak sering tidak di akui secara penuh sebagai individu dan hal tersebut memengaruhi proses pembentukan pribadi. Anak akan berkembangn menjadi individu dengan ketidak mampuan menyesuaikan diri terhadap tuntutan sekolah, keluarga, masyarkat, dan terhadap dirinya sendiri. 2. Klasifikasi Retardasi Mental
Klasifikasi didasarkan pada tingkat kecerdasan terdiri atas keterbelakangan ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Kemampuan kecerdasan anak RM kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC) (Somantri, 2007).
Menurut Somantri (2007), klasifikasi anak RM adalah sebagai berikut :
Menurut Binet dalam Somantri (2007), RM ringan disebut juga Moron atau Debil, memiliki Intelligence Quotient (IQ) antara 52-68,
sedangkan menurut WISC, IQ antar 55-69. Perkembangan motoric anak tunagrahita mengalami keterlambatan, Somantri (2007) menyatakan bahwa, “Semakin rendah kemampuan intelektual seseorang anak, maka akan semkain rendah pula kemampuan motoriknya, demikian pula sebaliknya .”
2. RM sedang
RM sedang disebut juga imbesil yang memiliki IQ 36-51
berdasarkan sekala Binet, sedangkan menurut WISC memiliki IQ 40-45. Anak ini bisa mencapai perekmbangan kemampuan mental (Mental Age---MA)sampai kurang lebih dari 7 tahunan, dapat mengurus dirirnya sendiri, melindungi dirinya sendiri dari bahaya seperti kebakaran, berjalan di jalan raya, dan berlindung dari hujan. 3. RM berat
RM berat atau di sebut idiot, menurut Binet memiliki IQ antara 20-32 dan menurut WISC antara 25- 39.
4. RM sangat berat
Level RM ini memiliki IQ di bawah 19 menurut Binet dan IQ di bawah 24 menurut WISC. Kemempuan mental atau MA maksimal yang dapat diukur kurang dari tiga tahun. Anak yang mengalami hal ini memerlukan bantuan perawatan secara total dalam berpakaian, mandi, dan makan, bahkan memerlukan perlindungan diri sepanjangan hidupnya.
Tingkat retardasi mental dalam pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa III 2007 (PPDG J-III) yang ditunjukkan dalam berikut :
Nama HI (IQ) Tingkat
Sangat superior >130 Tinggi sekali
Superior 110-130 Tinggi
Normal 86-109 Normal
Bodoh, bebal 68-85 Taraf pembatasan
Debilitas 52-68 RM ringan
Imbesillitas 36-51 RM sedang
20-35 RM berat
3. Ciri Pertumbuhan dan Perkembangan Retardasi Mental a. Retardasi Mental
1) Umur 0-5 tahun (pematangan dan perkembangan).
Dapat mengembangkan keterampilan sosial dan komunikasi, keterbelakangan minimal dalam bidang sensoris motorik. Anak yang mengalami retardasi mental sering tidak dapat dibedakan dari normal hingga usia lebih tua.
2) Umur 6-20 tahun (latihan dan pendidikan).
Dapat belajar keterampilan akademik sampai kira-kira kelas 6 pada umur belasan tahun (dekat umur 20 tahun), serta dapat dibimbing kea rah konformitas sosial.
3) Masa dewasa, yaitu 21 tahun atau lebih (kecukupan sosial dan pekerjaan).
Biasanya dapat mencapai keterampilan sosial dan pekerjaan yang cukup untuk mencari nafkah, tetapi memerlukan bimbingan dan bantuan bila mengalami setres sosial ekonomi yang luar biasa. b. Retardasi Mental Sedang
1) Umur 0-5 tahun (pematangan dan perkembangan).
Perkebangan motorik kurang, bicara minimal. Pada umumnya tak dapat dilatih untuk mengurus diri sendiri, keterampilan komunikasi tidak ada atau hanya sedikit sekali.
2) Umur 6-20 tahun (latihan dan pendidikan)
Dapat berbicara atau belajar berkomunikasi, dapat dilatih dalam kebiasaan kesehatan dasar, serta dapat dilatih secara sistematik dalam kebiasaan.
3) Masa dewasa, yaitu 21 tahun atau lebih (kecukupan sosial dan pekerjaan).
Dapat mencapai sebagai dalam mengurus diri sendiri di bawah pengawasan penuh, dapat mengembangkan secara minimal berguna keterampilan menjaga diri dalam lingkungan yang terkontrol.
c. Retardasi Mental Berat
1) Umur 0-5 tahun (pematangan dan perkembangan).
Retardasi berat, kemampuan minimal untuk berfungsi dalam bidang sensoris-motorik, membutuhkan perawatan.
Perkembanggan mtorik sedikit, dapat bereaksi terhadap latihan mengurus diri sendiri secara minimal atau terbatas.
3) Masa dewasa 21 tahun atau lebih (kecukupan sosial dan pekerjaan) Perkembangan motoric dan bicara sedikit, dapat mengurus diri sendiri secara sangat terbatas, membutuhkan perawatan.
Menurut penilaian program pendidikan, retardasi mental dapat diklasifikasikan sebagi berikut:
1. Tunagrahita mampu didik ( enducable )
Anak tunagrahita mampu didik adalah anak tunagrahita yang mampu tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal. Anak di harapkan mampu untuk belajar membaca dan menulis pada tingkat SD tetapi dengan langkah yang labat. Kemampuan dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik antara lain membaca, menulis, mengeja, dan berhitung. Selain itu, menyesuaikan kerja di kemudian hari.
2. Tunagrahita mampu latih ( custodial )
Merupakan anak tunagrahita yang hanya dapat dilatih untuk mengurus diri sendiri melalui aktivitas kehidupan sehari-hari, serta melakukan fungsi sosial kemasyarakatan menurut kemampuannya. Anak diharapkan mampu belajar hanya beberapa kata dan
keterampilan berhitung yang sangat terbatas. Mereka diharapkan mampu untuk mejadi semi mandiri melalui pemberian latihan keterampilan dengan tahap yang terbaik.
3. Tunagrahita mampu rawat ( trainable )
10 Etiologi
Menurut Maramis (2010), factor penyebab retardasi mental yaitu sebagai berikut.
1. Faktor genetic
Abnormalitas kromosom yang paling umum menyebabkan retardasi mental adalah syndrome down yang ditandai oleh adanya kelebihan kromosom atau kromosom ke tiga pada pasangan kromosom ke- 21, sehingga mengakibatkan jumlah kromosom menjadi Syndrome Fragile X, yang merupakan tipe umum dari retardasi menatal yang diwariska. Gangguan ini disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X. Gen yang rusak berada pada area kromosom yang tampak rapuh, sehingga disebut Syndrom Fragile X. Syndrome ini menyebabkan retardasi mental pada 1.000 – 1.500 pria dan hambatan mental pada setiap 2.000 -2.500 perempuan.
Phenylketonuria (PKU) merupakan gangguan genetik yang terjadi pada satu diantara 10.000 kelahiran.gangguan ini disebabkan adanya satu gen resesif yang menghambat anak untuk melakukan
metabolisme. Konsekuensinya, Phenilalani dan turunanya asam Phenilpyruvic, menumpuk dalam tubuh, serta menyebabkan kerusakan pada system saraf pusat yang mengakibatkan retardasi mental dan gangguan emosional.
2. Faktor Prenatal
Menyebabkan retardasi metal saat prenatal adalah infeksi dan penyalahguaan obat selama ibu mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi adalah rubella, yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Penyakit ibu juga dapat meyebabakan retardasi mental, seperti sifilis, herpes genital, hipertensi, diabetes mellitus, anemia, tuberculosis paru. Narkotik, alcohol, dan rokok yang berlebihan serta keadaan gizi dan emosi pada ibu hamil juga sangat berpengaruh pada terjadinya retardasi mental.
3. Faktor Perinatal
Banyak sekali factor pascanatal yang dapat menimbulkan kerusakan otak dan mengakibtkan terjadinya retadasi mental. Termasuk diantaranya adalah infeksi (meningitis, ensefalitis,
meninguensefalitis, dan infeksi pada bagian tubuh lain yang menahun), trauma kapitis, tumor otak kelainan tulang tenggorokan, dan keracunan pada otak. Kesehatan ibu yang buruk dan teralalu sering melahirkan merupakan berbagai macam komplikasi kelahiran seperti bayi bayi lahir prematur, perdarahan postpartum, dan lain sebagainya.
5. Rudapaksa (trauma) dan/ atau sebab fisik lain.
Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar X, bahan kontrasepsi, dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainnan dengan RM. Rudapaksa setelah melahirkan tidak begitu sering mengakibatkan retardasi mental.
6. Gangguan metabolisme, pertumbuhan, atau gizi.
Semua retadasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme (misalnya gangguan metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein), serta pertumbuhan atau gizi termasuk dalam kelompok ini. Gangguan gizi yamg berat dan berlangsung lama sabelum umur 4 tahun sangat mempengaruhi perkembangan otak serta dapat mengakibatkan retadasi mental. Keadaan dapat diperbaiki dengan meperbaiki sebelum umur 6 tahun. Sesudah ini biarpun anak itu dibanjiri dengan makan bergizi, intelegensi yang rendah itu sudah sukar ditingkatkan.
7. Penyakit otak yang nyata (stelah kelahiran).
Kelompok ini temasuk retadasi metal akibat tumor / kanker (tidak termasuk pertumbuhan sekunder karena rudapaksa atau peradangan) dan beberapa reaksi sel-sel otak yang nyata, tetapi yang belum diketahui betul penyebabnya (diduga turunan).
11 Karakteristik Retardasi Mental
a. Menurut Somantri (2007), beberapa karakteristik anak retardasi mental sebagai berikut:
1) Keterbatasan kecerdasan
proses belajar mengajar diantaranya kesulitan menangkap pelajaran, kesulitan dalam belajar yang baik, dan sebagainya. Kapasitas anak retardasi mental terutama yang bersifat abstrak seperti berhitung, menulis, dan membaca juga terbatas, serta kemapuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.
2) Keterbatasan sosial
Dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara, dan memimpin diri waktu masih kanak-kanak, mereka harus dibantu terus menerus, disuapi makanan, dipasangkan dan ditanggali pakaian,disingkirkan dari bahaya, diawasi waktu bermain dengan anak lain, bahkan ditunjuki terus apa yang harus dikerjakan. Mereka bermain dengan teman-teman yang lebih muda, karena tidak dapat bersaing dengan teman sebayanya. Tanpa bimbingan dan pengawasan, mereka dapat terjerumus ke dalam tingkah laku yang terlarang terutama mencuri, merusak, dan pelanggaran seksual.
3) Keterbatasan fungsi mental lainnya
Memerlukan waktu lebih lama untuk melaksanakan reaksi pada situasi yang belum dikenalnya, keterbatasan penguasaan bahasa, kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu,
membedakan antara baik dan buruk, serta membedakan yang benar dan salah.
b. Menurut Delphie (2005), karakteristik retardasi mental adalah sebagai berikut.
1) Pada umumnya, anak dengan gangguan perekembangan
mempunyai pola perkembangan perilaku yang tidak sesuai dengan kemampuan potensialnya.
2) Anak dengan gangguan perkembangan mempunyai kelainan perilaku maladaptive, yang berkaitan dengan sifat agresif secara verbal atau fisik, perilaku yang suka menyakiti diri sendiri,
3) Pribadi anak dengan gangguan perkembangan mempunyai
kecenderungan yang sangat tinggi untuk melakukan tindakan yang salah.
4) Masalah yang berkaitan dengan kesehatan khusus seperti terhambatnya perkembangan gerak, tingkat pertumbuhan yangb tidak normal, kecacatan sensori, khususnya pada persepsi penglihatan dan pendengaran sering tamapak pada anak dengan gangguan perkembangan.
5) Sebagian dari anak dengan gangguan perkembangan mempunyai kelainan penyerta serebral palsi, kelainan saraf otot yangb disebabkan oleh kerusakan bagian tertentu pada otak saat dilahirkan ataupun saat awal kehidupan. Mereka yang tergolong memiliki serebral palsi mempunyai hambatan pada intelektual, masalah berkaitan dengan gerak postur tubuh, pernapasan, mudah kedinginan, buta warana, kesulitan berbicara disebabkan adanya kekejangan otot-otot mulut (artikulasi), serta kesulitan sewaktu mengunyah dan menelan makanan yang keras seperti permen karet, popcorn, sering kejang otot (seizure).
6) Seacara keseluruhan, anak dengan gangguan perkembangan memepunyai kelemahan pada sebagai berikut.
a) Keterampilan gerak. b) Fisik yang kurang sehat. c) Koordinasi gerak.
d) Kurangnya perasaan percaya terhadap situasi dan keadaan sekelilingnya.
e) Keterampilan kasar dan harus motor yang kurang. 7) Dalam aspek keterampilan sosial, anak dengan gangguan
perkembangan umumnya tidak mempunyai kemampuan sosial, antara lain suka menghindar dari keramaian, ketergantungan hidup pada keluarga, kurannya kemampuan mengatasi marah, rasa takut yang berlebihan, kelainan peran seksual, kurang mampu berkaitan dengan kegiatan yang melibatkan kemampuan intelektual, dan mempunyai pola perilaku seksual secara khusus.
serta masalah bahasa dapat memengaruhi perkembangan kemandirian dan dapat menetap hingga pada usia dewasa.
9) Pada beberapa anak dengan gangguan perkembangan mempunyai keadaan lain yang menyertai, seperti autisme, serebral palsi, gangguan perkembangan lain (nutrisi, sakit dan penyakit,
kecelakaan dan luka), epilepsy, dan disabilitas fisik dalam berbagai porsi.
12 Tanda dan Gejala Retardasi Mental
Gejala anak retardasi mental, antara lain sebagai berikut.
a. Lamban dalam mempelajari hal baru, mempunyai kesulitan dalam mempelajari pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dengan selalu cepat lupa apa yang dia pelajari tanpa latihan yang terus-menerus. b. Kesulitan dalam menggeneralisasikan dan mempelajari hal-hal baru. c. Kemempuan bicaranya sangat kurang baik bagi anak RM berat. d. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak dengan
retardasi mental berat memepunyai keterbatasan dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak dapat berdiri, atau bangun tanap bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhan, sulit untuk menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala. e. Kemampuan kurang dalam menolong diri sendiri. Sebagian dari anak retardasi mental berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri. Mereka selalu memerlukan latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar. f. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahita ringan
dapat bermain bersama dengan anak regular, tetapi anak yang
mempunyai retardasi mental berat tidak melakukan hal tersebut,. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak retardasi mental dalam memberikan perhatian terhadap lawan main.
g. Tingkah laku kurang wajar yang terus-menerus. Banyak anak retardasi mental berat beringkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, misalnya menggit diri sendiri, membentur-benturkan kepala, dan lain-lain.
Dengan dilakukan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan keadaan sosial ekonomi, konseling gentik, dan tindakan kedokteran, misalnya prenatal, pertolongan, persalinan, pengurangan kehamilan, pada wanita adolesen dan di antara usia 40 tahun, serta pencegahan radang otak pada anak-anak.
b. Pencegahan Sekunder
Meliputi diagnosis dan pengobatan dini pada keadaan yang menyebabakan terjadinya retardasi mental.
c. Pencegahan Tertier
Meliputi latihan dan pendidikan di sekolah luar biasa, obat-obatan neuroleptika, serta obat yang dapat meperbaiki mikrosirkulasi dan metabolisme otak.
B. Down Syndrome 1. Definisi
Down Syndrome merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada manusia (Soetjiati, 1998) Down Syndrome dapat terjadi pada semua Ras. Dikatakan bahwa angka kejadiannya pada bangsa kulit putih lebih tinggi dari kulit hitam, tetapi perbedaan ini tidak bermakna. Sedangkan angka kejadian pada berbagai golongan sosial ekonomi adalah sama.
Selama satu abad sebelumnya banyak hipotesis tentang penyebab Down Syndrome yang dilaporkan. Tetapi semenjak ditemukan adanya kelainan kromosom pada Down Syndrome pada 1959, maka sekarang perhatian lebih dipusatkan pada kejadian “Non Disjunctional” sebagai penyebabnya, yaitu:
1. Genetik.
Diperkirakan terdapat Predisposisi genetik terhadap “Non
Disjunction”. Bukti yang mendukug teori ini adalah berdasarkan atas hasil penelitian epidemologi yang menyarankan adanya peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan Down Syndrome.
2. Radiasi.
Radiasi dikatakan salah satu penyebab terjadinya “Non Disjunction” pada Down Syndrome ini. Uchida 1981 (dikutip Pueschel dkk.) menyatakan bahwa sekitar 30% ibu yang melahirkan anak dengan Down Synrome, pernah mengalami Radiasi daerah perut sebelum terjdinya Konsepsi. Sedangkan peneliti laintidak mendapatkan adanya hubungan antara radiasi dengan penyimpangan Kromosom.
3. Infeksi.
Infeksi juga disebut sebagai salah satu penyebab terjadinya Down Syndrome. Sampai saat ini belum ada penelitian yang mampu memastikan bahwa virus dapat mengakibatkan terjadinya “Non Disjunction”.
4. Autoimun.
ibu yang melahirkan anak dengan Down Syndrome dengan ibu kontrol yang umurnya sama
5. Umur Ibu.
Apabila umur ibu diatas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “Non Disjunction pada kromosom. Perubahan endokrin, seperti meningkatnya sekresi androgen,
menurunya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon. 6. Umur Ayah.
Selain pengaruh umur ibu terhadap Down Syndrome, juga dilaporkan adanya pengaruh dari umur ayah. Penelitian Sitogenetik pada orang tua dari anak dengan Down Syndrome mendapat bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom 21 bersumber dari ayahnya. Tetapi korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.
3. Gejala Klinis
Berat badan bayi dengan Down Syndrome pada umumnya kurang dari normal. Diperkirakan 20% kasus mempunyai berat badan lahir kurang dari 2500gr.
4. Tumbuh kembang anak dengen Down Syndrome
Kecepatan pertumbuhan fisik anak dengan Down Syndrome lebih rendah dibandingkan dengan anak normal. Perlu dilakukan pemantauan pertumbuhannya secara berkelanjutan pada anak ini, karena sering disertai juga dengan adanya hipotiroid. Sehingga kalau pertumbuhannya kurang dari yang diharapan, sebaiknya diperiksa kadar tiroidnya. Selain itu, anak dengan Down Syndrome sering ditemukan yang disertai masalah pada saluran pencernaan atau dengan penyakit jantung bawaan yang berat.
pada masa bayi/prasekolah. Tetapi setelah masa seolah atau pada masa remaja, malah sering terjadi obesitas.
Pada Umumnya perkembangan anak dengan Down Syndrome, lebih lambat dari yang normal. Beberapa faktor seperti kelainan jantung kongenital, hipotonia yang berat, masalah biologis atau lingkungan lainnya dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik dan
keterampilan untuk mendorong diri sendiri.
Penelitian terakhir yang tidak sependapat dengan kesan
sebelumnya, bahwa anak dengan Down Syndrome selalu disertai dengan Retardasi Mental yang berat. Tetapi kebanyakan mereka disertai dengan retardasi mental yang ringan-sedang. Beberapa anak bahkan taraf IQ nya hanya sedikit yang retardasi mental berat. Sedangkan perilaku anak dengan Down Syndrome tidak menunjukan tempramen yang berbeda dengan anak yang normal. Demikian pula perilaku sosialnya mempunyai pola interaksi yang sama dengan anak normal sebayanya. Walaupun tingkat responnya berbeda secara kuantitatif, tetapi polanya adalah hampir sama.
5. Diagnosis
Diagnosis dari Down Syndrome berdasarkan atas adanya gejala-gejala klinis yang khas, serta ditunjang oleh pemeriksaan kromosom. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan rediologi pada kasus yang tidak khas. Pada pemeriksaan rediologi, didapatkan
6. Penatalaksanaan
Anak dengan Down Syndrome diperlukan penanganan secara multidisiplin. Selain penanganan secara medis, pendidikan anak juga perlu mendapat perhatian, disamping partisipasi dari keluarganya.
7. Penanganan Secara Medis
Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang sa,a dengan anak yang normal. Mereka memerlukan
bimbingan dari keluarganya. Tetapi terdapat beberapa keadaan dimana anak dengan Down Syndrome memerlukan perhatian khusus, yaitu dalam hal:
a. Pendengarannya
70-80% anak Down Syndrome dilaporkan terdapat gangguan
pendengaran. Oleh karenanya diperlukan pemeriksaan telingan sejak awal kehidupannya, serta dilakukan tes pendengarannya secara berkala.
b. Penyakit jantung bawaan
30-40% anak dengan Down Syndrome disertai dengan penyakit jantung bawaan. Mereka memerlukan penanganan jangka panjang oleh seorang ahli jantung anak.
c. Nutrisi
Beberapa kasus, terutama yang disertai kelainan kongenital yang berat lainnya, akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa
bayi/prasekolah. Sebaliknya, terjadi kasus Obseitas pada masa remaja atau setelah dewasa. Sehingga diperlukan kerja sama dengan ahli gizi. d. Kelainan tulang
Kelainan tulang juga dapat terjadi pada Down Syndrome, yang mencakup dislokasi patela, sublokasio pangkal paha atau
ketidakstabilan atlantoaksial, bila keadaan yang terakhir ini sampai menimbulkan depresi medula spinalis, maka diperlukan pemeriksaana radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsutasi neurologis.
Aspek lain yang memerlukan konsultasi dengan ahlinya, meliputi masalah imunologi, gangguan fungsi metabolisme atau kekacauan biokimiawi.
8. Pendidikan
Ternayata anak dengan Down Syndrome mampu berpartisipasi dalam belajar melalui program intervensi dini. Taman kanak-kanak, dan melalui pendidikan Khusus yang posistif akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak secara menyeliruh.
a. Intervensi Dini
Dengan intervensi dini yang dilakukan pada bayi dengan Down Syndrome dan keluarganya, menyebabkan kemajuan yang tidak mungkin dicapai oleh mereka yang tidak mengikuti program tersebut. Anak akan mendapat stimulasi sensori dini, latihan khusus yang mencakup aktivitas motorik kasar dan halus, dan petunjuk agar anak mampu berbahasa. Demikian pula dengan mengajari anak agar dapat menolong diri sendiri, berlatih makan, buang air besar/kecil sendiri, mandi, berpakaian dan akan memberi anak kesempatan untuk belajar mandiri.
b. Taman bemain/Taman Kanak-kanak
Taman bermain? TK juga mempunyai peranan yang cukp penting pada awal kehidupan anak. Anak akan memperoleh manfaat berupa peningkatan keterampilan motorik kasar dan halus melaui bermain dengan temannya. Anak juga dapat melakukan interaksi sosial dengan temannya. Dengan memberikan kesempatan bergaul dengan
lingkungan diluar rumah, maka memungkinkan anak berpartisipasi dalam dunia lebih luas.
Program Pendidikan Khusus pada anak dengan Down Syndrome akan membantu anak melihat dunia sebagai suatu tempat yang menarik untuk megembangkan diri dan bekerja. Pengalaman yang diperoleh disekolah akan membantu mereka memperoleh perasaan tentang identitas personal, harga diri dan kesenangan. Lingkungan sekolah memberi anak dasar kehidupan dalam perkembangan keterampilan fisik, akademis dan kemampuan sosial.
9. Penyuluhan pada orang tua.
Begitu diagnosis Down Syndrome ditegakan, para dokter harus menyempaikan hal ini secara bijaksana dan jujur. Penjelasan sangat menentukan adaptasi dan sikap orangtua selanjutnya. Dokter atau perawat juga harus menyadari bahwa pada waktu memberi penjelasan yang pertama kali, reaksi orangtua bervariasi. Penjelasan pertama sebaiknya singkat, oleh karena itu, mungkin orang tua masih belum mampu berpikir secara nalar. Dokter atau Perawat harus menjelaskan bahwa Down Syndrome adalah individu yang mempunyai hak yang sama dengan anak normal, serta pentingnya kasih sayang dan pengasuhan orangtua. Orangtua harus diberitahu bahwa fungsi motorik, perkembangan mental dan bahasa biasanya terlambat pada Down Syndrome. Orangtua juga harus dibesarkan hatinya agar mau menerima dan mau terbuka tentang masalah ini
10. Pencegahan
C. CHILD ABUSE 1. Pengertian
Child abuse merupakan salah satu masalah family violence, juga dikenal dengan kekerasan fisik pada anak-anak(yosef iyus dan sut). Anak-anak yang mengalami kekerasan diidentifikasi sebagai masalah sosial pada abad ke-19. Banyak sekali jenis dari child abuse diantaranya physical abuse, emotional abuse, sexual abuse, dan neglect. Penyebab dari child abuse masih belum diketahui, hasil penelitian Lipman, Ellen at.all(2001) menyatakan bahwa kejadian child abuse pada ibu yang menikah dengan yang single parent sama saja, tetapi lebih dipengaruhi oleh masalah kemiskinan dan kejiwaan dari ibunya sendiri.
Child abuse dibagi dua bagian yaitu anak sebagai korban dan sebagai saksi atau yang menyaksikan perilaku kekerasan. Dibawah
dijelaskan efek perilaku anak yang menyaksikan perilaku kekerasan, yaitu
Tabel 26.1
Perilaku anak akibat mengalami atau menyaksikan kekerasan pada anak
Bayi Pra sekolah Usia sekolah Remaja
1. gangguan kasih
sayang 1. perasaan tidak aman 1. peningkatan penggunaan kekerasan
1. perasaan marah, malu dan
pengkhianatan 2. gangguan pola
tidur dan makan 2. teriakan, mudah marah, bersembunyi,bicara gagap, tanda-tanda terror
2.melakukan kekerasan di dalam rumah
2. bolos sekolah, aktivitas seksual dini, penyalahgunaan zat, kenakalan remaja 3. resiko injuri fisik 4.perilaku cemas 3. malu 3. kurang berespon 4. masalah makan
dan tidur
5.memisahkan diri dan ansietas tinggi
4. mengganggu, kurang perhatian dan waspada
4.kehilangan memori masa kecil
5. sering menangis 6. insomnia,tidur berjalan, mimpi
5.respon emosional yang abnormal
buruk,dan ngompol
6. keluhan
psikosomatik 6. perhatian rendah
7. tidak
kooperatif,curiga dan perilaku
2. Tipe-tipe child abuse
a. Kekerasan fisik pada anak sering diakibatkan dari berbagai hukuman yang tidak rasional seperti; memukul anak ketika menangis, secara sengaja menyerang anak termasuk menggigit, memotong, memukul dengan dahan atau menyiram dengan air panas.
b. Korban sering terdapat tanda-tanda luka lama (seperti scar, fraktur yang tidak mendapatkan perawatan, luka yang komplek) dimana penjelasan yang diberikan oleh orang tua atau pengasuh tidak jelas. c. Kekerasan seksual meliputi perilaku seksual yang dilakukan
seorang dewasa pada anak-anak dibawah usia 18 tahun. Contohnya adalah incest, perkosaan, dan sodomi dilakukan secara langsung oleh seseorang atau dengan benda, kontak oral-genital, dan
tindakan penganiayaan. Kekerasan seksual dapat terjadi sekali atau berulang-ulang. Tipe berulang-ulang kekerasan meliputi eksploitasi seperti membuat, mempromosikan dan menjual pornografi.
e. Kekerasan psikologis termasuk ancaman verbal seperti menyalahkan, teriakan, nama panggilan dan menggunakan sindiran. Kekerasan emosional sering dikaitkan dengan tipe kekerasan yang lain seperti kekerasan fisik dan kekerasan seksual. Terpapar orang tua yang pecandu alcohol, penyalahgunaan obat-obatan, dan pengabaian juga termasuk dalam kategori ini.
3. Gambaran klinis
1. Orang tua yang melakukan kekerasan pada anak sering di latar belakangi oleh ilmu dan keterampilan yang rendah.
2. Mereka tidak memahami kebutuhan anak atau frustasi karena emosional dan keuangan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut.
3. Meskipun kekurangan pendidikan dan kekurangan ekonomi menambah jumlah kekerasan dan pengabaian pada anak, mereka tidak menjelaskan seluruh fenomena tersebut.
4. Beberapa kejadian kekerasan pada keluarga yang memiliki pendidikan yang baik dengan kesuksesan karir, dan memiliki kondisi keuangan yang stabil.
5. Orang tua yang melakukan kekerasan pada anak sering memiliki emosional yang belum matang, dan tidak mampu memenuhi kebutuhannya sediri termasuk anak.
6. Pelaku sering menggambarkan anak sebagai kekayaan bagi kekerasan oleh orang tua.
7. Pelaku tidak mengakui anak sebagai manusia dengan hak dan perasaannya. Kadang-kadang orang tua mengganggap anak sebagai tempat untuk memindahkan kesalahan.
8. Kenyataannya kebutuan emosional, fisik dan keuangan yang tinggi akan menghancurkan harapan yang realistik.
4. Penyebab
b. social learning theory: keluarga mengajarkan dan menerima perilaku kekerasan, kekerasan ditampilkan dalam media, kekerasan diterima dalam keluarga dan sekolah.
c. Teori Lingkungan
d. Faktor sosial ekonomi, tidak bekerja, stressfull
Tabel 26.2
Indikator fisik dan perilaku pada penganiayaan anak
Indikator fisik Indikator perilaku
Aniaya fisik Kerusakan kulit:
-memar dengan berbagai tingkat penyembuhan
-luka bakar
- lecet dengan goresan
Aniaya fisik
-takut kontak dengan orang lain -perihatin jika ada anak menangis -waspada / ketakutan
-agresif /pasif / menarik diri Kerusakan skeletal
-fraktur
-luka pada mulut, bibir, rahang, mata, perineal.
Penelantaran / pengabaian -kelaparan
-kebesihan diri kurang -pakaian tidak terurus - tidak diurus
Dalam waktu lama
-tidak pernah periksa kesehatan
Penelantaran / pengabaian -pengemis
-sendiri tanpa pengasuh pada waktu yang panjang
-penjahat, pencuri
-datang cepat dan pulang lambat dari sekolah
-melaporkan tidak ada pengasuh -pasif, agresif
-penuntut Aniaya seksual
-sukar jalan dan duduk
-pakaian dalam berdarah, bernoda -genital gatal
-memar dan berdarah pada daerah perineal
- penyakit kelamin -ketergantungan obat
-pertumbuhan dan perkembangan terlambat
-hamil pada usia remaja
Aniaya seksual -harga diri negative
-tidak percaya pada orang lain Disfungsi kognitif dan motorik
-defisit kemampuan personal dan sosial -lari dari rumah
-ketergantungan obat -depresi dan ide bunuh diri -melaporkan aniaya seksual -psikotik
-gagal dalam perkembangan -pertumbuhan fisik tertinggal -gangguan bicara
-perilaku yang ekstrim: pasif sampai negative
-kebiasaan yang terganggu/destruktif -neurotik
-percobaan bunuh diri 5.Asuhan Keperawatan pada Child Abuse
a. Pengkajian
Pengkajian pada anak yang mengalami potensial dan actual child abuse adalah diawali dengan pemeriksaan fisik dan
menanyakan riwayat kejadian dari child abuse. Pada riwayat tanyakan tentang bagaimana perasaan mengalami kekerasan, apakah itu merupakan stress yang tinggi untuk anak dan keluarga. Kajin juga tentang nilai personal dan pengalaman masa lalu, pada perawat hindari perasaan menghakimi terhadap korban. Sangat penting dalam melakukan komunikasi menjaga kejujuran dan sikap terbuka tidak menyalahkan dan mempermalukan anak atau
orangtua. Ciptakan lingkungan yang tenag, privat dan bebas dari kebisingan.
Karakteristik masalah Psikososial: Resiko kekerasan Langsung oleh orang lain
1) Bahasa tubuh : hiperaktif, postur kaku, tangan mencengkeram
2) Riwayat kekerasan oleh orang lain : dipukul, ditendang, diludahi, goresan, gigitan, lemparan, perkosaan,
penganiayaan seksual. 3) Kerusakan neurologis
4) Kerusakan kognitif: ketidakmampuan untuk belajar, perhatian berkurang penurunan fungsi intelektual. 5) Riwayat childhood abuse
Karakteristik masalah Psikososial: Konsep diri 1) Menolak umpan balik positif
2) Mengungkapkan negative thinking 3) Mengungkapkan kesalahan diri 4) Tidak ada kontak mata
6) Sering mengalami kegagalan 7) Ragu-ragu
b. Intervensi
1) Terapi Untuk Anak
a) Harus diusahakan supaya anak berada dalam keadaan aman b) Anak sebaiknya dikonsulkan ke dokter jiwa atau psikolog c) Secara psikoedukatif anak dibantu untuk menghadapi
dirinya dan lingkungannya
d) Mendorong anak membicarakan dengan terapisnya apa yang telah dialaminya, dengan teknik proyeksi, misalnya dengan bermain, menggambar dan lain-lain.
2) Terapi Untuk Orangtua
Sebelum terapi terlebih dahulu harus dilakukan evaluasi mengenai :
a) Kepribadian dan psikopatologi pada ayah dan ibu
b) Mengapa salah seorang (ayah/ibu) menganiaya sedangkan yang lain membiarkan terjadi.
c) Apakah penganiayaan anak baru terjadi atau telah berlangsung lama
d) Motivasi untuk partisipasi dalam terapi
Berdasarkan hasil evaluasi dapat dilakukan berbagai pendekatan antara lain:
a) Mengurai/menghilangkan stresorpsikososial
b) Mengurangi akibat psikologis yang negative dari stressor pada ibu/ayah
D. Child Neglect 1. Pengertian
Penganiayaan anak atau perlakuan semena-mena terhadap anak umumnya didefinisikan sebagai cedera yang disengaja dilakulkan terhadap seorang anak dan dapat mencakup penganiayaan atau cedera fisik,
Pada tahun 1997, intruksi layanan perlindungan anak di 49 negara bagian menyelidiki sekitar dua juta laporan yang menyatakan
penganiayaan terhadap tiga juta anak, dengan lebih dari setengah jumlah tersebut merupakan anak berusia kurang dari trujuh tahun dan 26% berusia kurang dari empat tahun. Setriap hari, rata-rata lebih dari tiga anak
meninggal di amerika serikat akibat penganiayaan atau pengabaian (Paulk, 1999).
Penganiayaan seksual palingsering dilakukan pada anak
perempuan oleh ayah, ayah tiri, paman, kakak, dan pasangan hidup ibu nya. Sekitar 75% kasusu yang dilaporkan adalah inses ayah anak perempuan; inses ibu-anak lelaki lebih jarang terjadi.
2. Tipe Penganiayaan Anak
a. Penganiayaan fisik pada anak sering kali terjadi akibat hukuman fisik berat dan tidak masuk akal, atau hukuman yang tidak dapat dibenarkan, misalnya memukul bayi karena menangis atau mengotori popoknya.
b. Penganiayaan seksual meliputi tindakan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa pada anak berusia kurang dari 18 tahun. Tindakan ini dapat mencakup inses, pemerkosaan, dan sodomi, yang dilakukan oleh seseorang atau dengan suatu benda, kontak oral-genital, dan tiundakan cabul seperti menggesek, meraba, atau memperlihatkan alat kelamin orang dewasa.
c. Pengabaian adalah tindakan menyakiti atau mengabaikan kebutuhan fisik, emosional, atau pendidikan utuk
kesejahteraannya.
d. Penganiayaan psikologis (penganiayaan emosional) meliputi serangan verbal, seperti menyalahkan, menenriaki, mengejek, dan sarkasme;ketidakharmonisan keluarga yang terus-menerus, yang ditandai oleh pertengkaran, saling meneriaki, dan kekacauan; serta deprivasi emosional atau tidak memberi kasih sayang, asuhan, dan pengalaman normal, yang meningkatkan perasaan menerima, cinta, keamanan, serta harga diri.
a. Orang tua yang menganiaya anak mereka sering kali sedikit memiliki pengatahuan dan keterampilan menjadi orang tua.
b. Orang tua yang menganiaya anak mereka sering kali belum dewasa secara emosional dan sangat miskin, tidak mampu memenuhi kebutuhan mereka sendiri sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan anak.
c. Kecenderungan orang dewasa membesarakna anak merekan dengan carayang sama seperti membesarkan mereka, membentuk siklus kekerasan dalam rumah keluarga. Orang dewasa yang menjadi korban penganiayaan pada masa kanak-kanak sering menjadi penganiaya anak mereka sendiri (Biernet,2000).
4. Asuham Keperawatan Pada Child Neglect a. Pengkajian
Seperti pada semua tipe kekerasan dalam keluarga, deteksi dan identifikasi yang akurat adalah langkah pertama yang
dilakukan. Kontak 11-3 memuat daftar tanda-tanda yang dapat mengarahkan perawat untuk mencurigai terjadinya pengabaian atau penganiayaan. Dari seluruh kasusu penganiayaan anak, 10% adalah kasusu luka bakar dapat memiliki bentuk yang dapat di identifikasi, misalnya luka bakar akibat sundutan rokok, atau mungkin memiliki tanda “belang” yang menu jukan cedera akibat siraman air panas. Orang tua bayi yang mengalami fraktur tengkorak yang berat mungkin melaporkan bahwa bayi “jatuh dari sofa” walaupun anak tersebut terlalu kecil untuk bisa mengalami hal itu atau cedera terlalu berat jika dikarenakan jatuh dari ketinggian 20 inci (Ladebauche, 1997).
1) Cedera serius pada fraktur, luka bakar dan lasererasi tanpa ada riwayat laporan luka trauma
2) Menunda mencari terapi untuk cedera yang berat 3) Anak atau orangtua menjelaskan riwayat cedera yang
tidak sesuai dengan tingkat keparahan cedera, misalnya bayi yang mengalami cedera countre-coup pada otaknya (shaken baby syndrome) yang dinyatakan orangtua yang terjadi karena bayi jatuh dari sofa
4) Riwayat anak yang menjelaskan selama evaluasi tidak konsisten atau berubah-ubah baik oleh anak itu sendiri ataupun orang tuanya
5) Cedera yang tidak lazim untuk usia dan tingkat
perkembangan anak, misalnya fraktur femur pada anak usia 2 bulan atau dislokasi bahu pada anak usia 2 tahun. 6) Insiden infeksi saluran kemih tinggi; genital memar,
merah, atau bengkak, rektum atau vagina robek atau memar.
7) Terdapat bekas luka yang tidak dilaporkan, misalnya jaringan parut, fraktur yang tidak diobati, banyak memar yang tidak dapat dijelaskan secara adequat oleh orang tua/pengasuh.
Respons emosional anak-anak yang mengalami
penganiayaan sangat bervariasi. Anak-anak ini seringkali berbicara atau berperilaku yang menunjukan seolah mereka memiliki
pengetahuan yang lebih tentang isu seksual daripada anak-anak diusia mereka. Pada waktu selanjutnya, korban merasa takut dan cemas serta mungkin dekat dengan orang dewasa atau sama sekali menolak perhatian orang dewasa.
b. Terapi dan Intervensi
2) Terapi jangka panjang untuk anak biasanya melibatkan profesional dari berbagai disiplin, seperti psikiatri, kerja sosial, psikologi dan ahli terapi lain.
3) Terapi keluarga dapat diindikasikan jika terapi tersebut memungkinkan untuk menyatukan keluarga kembali. 4) Terapi dapat diindikasikan selama periode waktu yang
signifikan, bergantung pada keparahan dan durasi penganiayaan serta respons anak.
5) Mengembangkan hubungan saling percaya dengan ahli terapi dangat penting untuk membantu anak
menghadapi trauma penganiayaan.