RANGKUMAN MATERI UJIAN ILMU UKUR TANAH 2 MATERI :
1. KERANGKA DASAR PEMETAAN 1.1Poligon
1.2Pemotongan ke Muka 1.3Pemotongan ke Belakang 2. SIPAT DATAR
2.1Sipat Datar
2.2Syarat-syarat Pemakaian Alat Ukur Penyipat Datar 2.3Pengukuran Beda Tinggi Antara Dua Buah Titik 2.4Pengukuran Sipat Datar Berantai
2.5Pengukuran Sipat Datar Teliti
2.6Perataan Beda Tinggi Ukuran Sipat Datar 2.7Sumber Kesalahan dan Cara Mengatasi 3. PENGUKURAN DETIL
3.1Metode Koordinat Kutub 3.2Metode Pemotongan ke Muka 3.3Reduksi Takhimetri
4. PLOTTING (PENGGAMBARAN)
4.1Plotting Titik-titik Kerangka Pemetaan 4.2Plotting Detil
4.3Penarikan Garis Kontur 4.4Editing
4.5Simbolisasi
4.6Langkah-langkah Pemetaan Teristris 4.7Arti Penting Garis Kontur
5. PENGUKURAN BEDA TINGGI CARA TRIGONOMETRIK 5.1Pendahuluan
5.2Jarak Titik Pengamatan ke Obyek Dapat Diukur
5.3Jarak Titik Pengamat ke Obyek Tidak Dapat Diukur, Titik-titik Pengamat dan Obyek pada Bidang Vertikal yang Sama
6. PENENTUAN AZIMUTH ASTRONOMIS 6.1Waktu
6.2Penentuan Azimuth dengan Pengamatan Matahari 6.3Metode-metode Membidik matahari
6.4Koreksi-koreksi Hasil Pengamatan
6.5Langkah-langkah Perhitungan Data Pengamatan
7. PEMETAAN DENGAN ALAT PLANE TABLE (MEJA LAPANGAN) 7.1Alat Ukur Plane Table
7.2Syarat-syarat Pemakaian dan Cara Pengaturan Plane Table 7.3Pelaksanaan Pemetaan dengan Alat Plane Table
7.4Penggambaran Detil dan Konturing
1. KERANGKA DASAR PEMETAAN 1.1POLIGON
1.1.1 Macam-macam Poligon a. Atas dasar titik ikat :
- Terikat sempurna - Terikat tidak sempurna - Terikat sepihak
b. Atas dasar bentuk : - Terbuka
- Tertutup - Bercabang
c. Atas dasar alat yang digunakan : - Poligon teodolit
- Poligon kompas
d. Atas dasar penyelesaianya : - Poligon numeris
- Poligon grafis
e. Atas dasar ketelitiannya : - Tingkat I
- Tingkat II - Tingkat III
- Tingkat IV (Rendah) f. Atas dasar hirarkinya :
- Poligon Utama - Poligon Anakan
1.2 PEMOTONGAN KE MUKA
1.2.1 Metode Perpotongan Sudut
Xc =
X
A ctg β+XBctg α+YA+YBctgα
+
ctg β
Yc =
Y
A ctg β+YBctg α+XA−XBctg α
+
ctg β
1.2.2 Metode Perpotongan Azimut
Xc =
XA+(
YC−YA)
tg αAB=
X
B+
(
Y
C−
Y
B)tgα
BCYc =
YA+(
XC−XA)
ctg αAB=
Y
B+
(
X
C−
X
B)ctg α
BC1.2.3 Metode Jarak dan Sudut Arah XP=XA+dAPsinαAP
Y
P=
Y
A+
d
APcos
α
APXP=XB+dBPsinαBP
Y
P=
Y
B+
d
BPcos
α
BPDari dua perhitungan diatas, didapat dua koordinat titik P, yang kemudian di rata-rata.
a. Mencari
α
ABdan d
ABX
B−
X
AY
B(
¿
)
:
¿
α
AB=
arc tg
¿
−YA¿}
d
AB=
√
(
X
B−
X
A)
2+(
Y
B−
Y
A)
2b. Mencari koordinat H dengan pemotongan ke muka Dari titik B :
XH=XB+dBHsinαBH
Y
H=
Y
B+
d
BHcos
α
BHDimana ,
αBH =
α
BA−(
180
°
−(
α
+
β
))
d
BH:sin
β
=
d
AB: sin
α
d
BH=(
d
AB:sin
α
)
sin
β
Mencari α +ϒ
X
H−
X
CY
H(
¿
)
:
¿
α
HC=
arc tg
¿
−YC¿}
γ
=
α
HC−
α
HB=
α
HC−(
α
BH−
180
°
)
c. Mencari koordinat P dengan pemotongan ke muka Dari titik A:
X
P=
X
A+
d
APsin
α
APYP=YA+dAPcosαAP
Dimana ,
α
AP =α
AB+
γ
180
−(
α
+
γ
)=
d
AB:sin
α
¿
d
AP:sin
¿
180−(α+γ) ¿ ¿
sin¿ dAP=(dAB: sinα)¿
Dari titik B:
X
P=
X
B+
d
BPsin
α
BPYP=YB+dBPcosαBP
Dimana ,
α
BP =α
AB+
(
α
+
γ
)
1.3.2 Cara Cassini
a. Hitung koordinat titik R dengan segitiga BRA yang siku-siku di A, maka dAR=dABcotg α dan
αAR=αAB−90°
b. Hitung koordinat titik S dengan segitiga BSC yang siku-siku di C, maka dCS=dCBcotg β dan
αCS=αBC+90°
c. Setelah R dan S didapat, maka dapat ditentukan jurusan RS. Kemudian dihitung koordinat titik P dengan rumus:
X
P=(
n X
B+
1
n
X
R+
Y
B−
Y
R)
:(
n
+
1
n
)
Y
P=(
1
n
Y
B+
n Y
R+
X
B−
X
R)
:(
n
+
1
n
)
Disini : n = tg
α
RS2. SIPAT DATAR 2.1 Sipat Datar
Beda tinggi di atas permukaan bumi dapat ditentukan dengan berbagai cara, antara lain :
a. Sipat datar (spirit levelling) paling teliti b. Takhimetrik (tachymetric levelling)
c. Trigonometrik (trigonometric levelling) d. Barometrik (barometric levelling)
Alat Ukur penyipat datar ada berbagai tipe, secara garis besar adalah sebagai berikut :
a. Tipe semua tetap
- Tanpa sekrup ungkit - Dengan sekrup ungkit b. Tipe otomatis
c. Tipe sinar laser d. Tipe elektronik
2.2 Syarat-syarat Pemakaian Alat Ukur Penyipat Datar a. Syarat dinamis : sumbu I vertikal
b. Syarat statis :
- Garis bidik teropong sejajar dengan garis arah nivo - Garis arah nivo tegak lurus sumbu I (sumbu
vertikal)
2.5 Pengukuran Sipat Datar Teliti
Ciri – ciri penyipat datar yang teliti :
a. Sensitivitas nivo atau pendulum tinggi (harga sudut nivonya kecil)
b. Perbesaran bayangan teropong lebih besar ( 20 s/d 30 kali ) c. Dilengkapi dengan plat planparallel
d. Menggunakan rambu invar, sepatu rambu dan nivo rambu 2.6 Sumber Kesalahan dan Cara Mengatasi
a. Bersumber dari alat ukur, antara lain:
- Garis bidik tidak sejajar garis arah nivo - Kesalahan titik nol rambu
- Rambu tidak betul-betul vertikal - Penyinaran pada alat tidak merata b. Bersumber dari si pengukur, antara lain:
- Kurang paham tentang pembacaan rambu - Mata cacat atau lelah
- Kondisi fisik yang lemah - Pendengaran yang kurang c. Bersumber dari alam, antara lain:
- Kelengkungan permukaan bumi - Refraksi sinar
- Undulasi
- Kondisi tanah tidak stabil
2.6.1 Garis bidik tidak sejajar garis arah nivo
Pengaruh garis bidik yang sejajar dengan garis arah nivo akan hilang dengan membuat jarak alat ukur ke rambu muka sama dengan jarak alat ukur ke rambu belakang 2.6.2 Kesalahan titik nol rambu
Kesalahan titik nol rambu akan hilang apabila jumlah slag dibuat genap.
3. PENGUKURAN DETIL
3.1 METODE KOORDINAT KUTUB 3.1.1 Penentuan arah dengan azimuth
Jarak mendatar (D) = AS
cos
2 hNaik / turun (V) =
1
2
AS sin 2hBeda tinggi ( ∆ h¿ = t ±V−BT
Dalam hal ini :
A : konstante pengali teropong (100)
S : selisih bacaan benang atas (BA) dan benang bawah (BB)
t : tinggi alat ukur
Posisi titik detil dihitung dengan rumus :
X
a=
X
p+
d
Pasin
α
P aYa=Yp+dPacosαPa
Z
a=
Z
p+
∆ h
PaDalam hal ini: a : titik detil
P : titik poligon yang telah diketahui koordinatnya αpa : azimut sisi Pa
3.1.2 Penentuan arah dengan sudut 3.2 METODE PEMOTONGAN KEMUKA 3.3 REDUKSI TAKHIMETRI
Cara untuk mempercepat perhitungan jarak datar dan vertikal (yang umumnya terdapat banyak sekali pengukuran) dapat diukur dengan metode takhimetri disebut reduksi takhimetri. Adapun macam-macam alat reduksi sistem takhimetri antara lain adalah :
a. Bacaan takhimeter langsung dari jeffcott b. Bacaan takhimeter langsung dari Szepessy c. Stadia altimeter dari Ewing
d. Busur stadia Beaman
e. Reduksi takhimeter otomatis dari Hammer – Fennel f. Reduksi takhimeter dari Wild RDS
4. PLOTTING (PENGGAMBARAN)
4.1 Plotting Titik-titik Kerangka Pemetaan
Posisi absis dan ordinat tengah kertas gambar diberi angka sebesar :
Absis = Harga absis minimum + ½ panjangn gambar pada sumbu X
Ordinat = Harga ordinat minimum + ½ panjang gambar pada sumbu Y
4.2 Plotting Detil
4.3 Penarikan Garis Kontur Sifat garis kontur :
- Tidak berpotongan - Tidak bercabang - Tidak bersilangan
Metode penarikan garis kontur a. Metode langsung
b. Metode tidak langsung :
- Metode matematis atau interpolasi linier - Metode semi matematis
- Metode grafis 4.4 Editing
Pekerjaan Editing antara lain :
1. Pemberian nama – nama (jalan, desa, bangunan, sungai dll) 2. Pembuatan simbol-simbol untuk detil atau obyek-obyek yang
tertentu
3. Keterangan tepi, yang berisi antara lain: a. Judul peta
b. Skala peta dalam angka dan garis c. Arah orientasi (arah utara)
d. Indeks dan nomor lembar e. Keterangan legenda
f. Keterangan si pembuat dan waktu pembuatannya g. Kolom pengesahan
4.5 Simbolisasi
4.6 Langkah-langkah Pemetaan Teristris
1. Persiapan, yang meliputi: peralatan, perlengkapan, personil, dan logistik
2. Survey pendahuluan, maksudnya peninjauan lapangan lebih dahulu untuk melihat kondisi medan secara menyeluruh, sehingga dari hasil survey ini akan dapat ditentukan : a. Teknik pelaksanaan pengukurannya
b. Penentuan posisi titik-titik kerangka peta yang
representatif dalam arti distribusinya merata, intervalnya seragam, aman dari gangguan, mudah didirikan alat ukur, mempunyai kapabilitas yang baik untuk pengukuran detil, saling terlihat dengan titik sebelum dan sesudahnya,dll. 3. Survey pengukuran, meliputi
a. Pengukuran kerangka peta b. Pengukuran detil
c. Pengukuran khusus (bila diperlukan) 4. Pengolahan Data
a. Perhitungan kerangka peta (X, Y, Z)
b. Perhitungan detil (X, Y, Z) atau cukup sudut
arah/azimuthnya, jarak datar, dan beda tinggi dari titik ikat.
5. Plotting ata penggambaran a. Plotting kerangka peta b. Plotting detil
c. Konturing d. Editing
4.7 Arti Penting Garis Kontur
- Bentuk irisan atau tampang pada arah yang dikehendaki
- Gambar isometrik dari galian / timbunan - Besar volume galian/ timbunan tanah - Penentuan batas genangan pada waduk - Arah drainase
5. PENGUKURAN BEDA TINGGI CARA TRIGONOMETRIK 5.1 Pendahuluan
Pengukuran beda tingggi dengan cara trigonometrik, adalah suatu proses penentuan beda tinggi dari titik-titik pengamatan dengan cara mengukur sudut miring atau sudut vertikalnya dengan jarak yang diketahui, baik jarak dalam bidang datar maupun jarak geodetik.
Untuk memperoleh perbedaan tinffi antara stasiun pengamat dengan obyek yang diamati ada beberapa kemungkinan sebagai berikut :
1. Jarak titik pengamat sampai dasar obyek yang diamat dapat diukur
2. Jarak titik pengamat ke obyek yang diamati tidak dapat diukur, namun titik-titik pengamat dan obyek yang diamati masih dalam satu bidang vertikal yang sama
3. Jarak titik pengamat ke obyek tidak dapat diukur, dan titik-titik pengamat ke obyek tidak terletak dalam bidang vertikal yang sama
5.2 Jarak Titik Pengamatan ke Obyek Dapat Diukur h= D tg
α
ketinggian Q = tinggi P + h’ + D tg α
apabila teropong dibuat mendatar dan membidik ke rambu yang berdiri tegak di titik BM dengan bacaan rambu S, maka :
ketinggian Q = tinggi BM + S + D tg
α
koreksi refraksi (apabia D relatif jauh)= C = 0,06735 D2
meter,
D dalam kilometer (km)
dengan demikian :
ketinggian Q = tinggi BM + S + D tg α + C
5.3 Jarak Titik Pengamat ke Obyek Tidak Dapat Diukur, Titik-titik Pengamat dan Obyek pada Bidang Vertikal yang Sama
5.3.1 Pada ketinggian alat yang sama
h
=
b
tan
α
1tan
α
2tan
α
1−
tan
α
2ketinggian Q = tinggi BM + S + h
5.3.2 Pada ketinggian alat yang berbeda
h
1=
(
b ± s
cot
α
2)
sin
α
1sin
α
2Tanda + (plus) untuk scotα2 apabila tinggi alat di A lebih rendah, dan tanda – (minus) apabila lebih tinggi dari alat di B
ketinggian Q = tinggi BM +
S
1 + h15.3.3 Pada ketinggian alat yang sangat berbeda
h
1=
(
b ± s
cot
α
2)
sin
α
1sin
α
2sin
(
α
1−
α
2)
Tinggi Q = tinggi A + h1
= tinggi B + s + h1
= tinggi BM + t + s + h1
Disini s = b tg
α
– r + h’5.3.4 Jarak pengamat obyek tak dapat diukur, titik-titik pengamat dan obyek tidak dalam satu bidang vertikal yang sama
h
1=
b
tan
α
2tan
α
1sin
(
θ
1+
θ
2)
Jadi ketinggian titik Q = tinggi BM +s + h1
6. PENENTUAN AZIMUTH ASTRONOMIS
6.1 Waktu
Untuk beberapa tujuan dibuat sistem-sistem waktu matahari yaitu :
1. Waktu matahari sejati 2. Waktu matahari menengah 3. Waktu matahari sejati setempat 4. Waktu matahari menengah setempat 5. Waktu standar
6. Waktu wilayah
6.2 Penentuan Azimuth dengan Pengamatan Matahari
6.2.1 Metode tinggi matahari
Pada metode tinggi matahari data yang dibutuhkan adalah tinggi matahari saat pengamatan (h), deklinasi matahari (δ) dan lintang pengamat (φ) adapun rumus dasar yang digunakan adalah :
cos
A
=
sin
δ
−
sin
φ
sin
h
cos
δ
cos
h
6.2.2 Metode sudut waktu
Pada metode ini diperlukan pula peta topografi untuk menentukan lintang (φ) dan bujur (λ) pengamat. Adapun rumus yang digunakan adalah :
tan
A
=
−
sin
t
Sudut waktu (t) = GMT +PW +
λ
– 12 jam Dimana :GMT = WIB – 7 jam
PW = Perata Waktu (dari tabel)
λ = bujur pengamatan (dari peta topografi)
sudut waktu (t) dapat pula dicari dengan rumus:
cos
t
=
sin
h
−
sin
φ
sin
δ
cos
φ
cos
δ
Kadang untuk menghindari harga PW yang negatif, kemudian PW diganti dengan E yang besarnya PW + 12 jam.
6.3 Metode-metode Membidik matahari
Pembidikan dapat dilakukan dengan beberapa metode, tergantung ketersediaan alat, antara lain :
1. Memakai filter gelap di okuler, sehingga dapat langsung membidik matahari
2. Tanpa filter (bayangan ditadah dengan kertas dibelakang okuler)
3. Memakai prisma roelofs (pusat matahari dapat langsung dibidik)
6.4 Koreksi-koreksi Hasil Pengamatan
Untuk pengamatan matahari, ada empat macam koreksi yang harus diberikan pada data ukuran untuk mendapatkan hasil yang sebenarnya , yaitu :
1. Koreksi refraksi 2. Koreksi paralak
3. Koreksi tinggi tempat
4. Koreksi setengah diameter matahari 6.4.1 Koreksi Refraksi
r = 58’’ tan hu
koreksi ini selalu bertanda (-) minus 6.4.2 Koreksi Paralak
p = 8’’,8 cos hu
koreksi ini selalu (+) pada sudut vertikal (hu) dan (-) pada sudut zenit
6.4.3 Koreksi Tinggi Tempat
β
(
radian
)=
√
2
dR
d: tinggi tempat pengamat dalam feet R: jari-jari bumi (dalam feet)
6.4.4 Koreksi Setengah Diameter Matahari ½ dh = ½ d sec hu
Besarnya berkisar antara 15’45’’ sampai 16’18’’ dirata-rata = 16’
Koreksi ini bisa bertanda plus atau minus tergantung tepi mana yang dibidik:
a. Untuk sudut vertikal apabila yang dibidik tepi atas, koreksinya minus. Sebaliknya jika yang dibidik tepi bawah, koreksinya plus
b. Untuk sudut horizontal, koreksi minus diberikan apabila yang dibidik tepi matahari yang jauh dari arah titik acuan, sebaliknya plus apabila yang dibidik sisi yang dekat dengan titik acuan
6.5 Langkah-langkah perhitungan data pengamatan
Langkah-langkah perhitungan azimut matahari, sebagai berikut : 1. Menghitung tinggi (sudut vertikal) matahari yang sebenarnya 2. Menghitung waktu pengamatan
3. Menghitung deklinasi matahari
4. Menghitung lintang dan bujur pengamatan 5. Menghitung azimut matahari
6. Menghitung sudut horizontal antara matahari dan acuan 7. Menghitung koreksi setengah diameter untuk horizontal 8. Menghitung azimut acuan
9. Menghitung azimuth acuan rata-rata
7. PEMETAAN DENGAN ALAT PLANE TABLE (MEJA LAPANGAN)
7.1 Alat Ukur Plane Table
Alat ukur plane table terdiri dari empat macam komponen, yaitu :
1. Badan Ukur 2. Meja Gambar
3. Penghubung meja gambar dengan statif 4. Statif
7.2 Syarat-syarat Pemakaian dan Cara Pengaturan Plane
Table
Syarat dinamis :
1. Meja gambar harus mendatar. Hal ini bisa dipantau denga tabung pada meja gambar.
2. Sentering. Maksudnya titik stasiun pengukuran dipermukaan tanah harus terletak dibawah (segaris dengan gaya berat) gambar titik tersebut yang ada pada meja gambar
Metode orientering : - Metode lehman - Metode kalkir Syarat statis :
1. Sumbu perputaran teropong(sumbu II) mendatar
2. Benang silang tegak, tegak lurus dengan sumbu teropong (sumbu II)
3. Mistar harus lurus
4. Garis bidik tegak lurus teropong (sumbu II) 5. Tidak ada kesalahan indeks vertikal
6. Tepi mistar sejajar dengan bidang bidang vertikal yang melalui garis bidik
7.3 Pelaksanaan Pemetaan dengan Alat Plane Table
Urutan pelaksanaan pengukuran plane table adalah sebagai berikut :
1. Pengukuran kerangka peta 2. Pengukuran detil :