A. Judul: Analisis Stilistika pada Novel Kaze no Uta o Kike Karya Haruki Murakami
B. Latar Belakang
Kehadiran bahasa amat penting bagi kehidupan manusia. Hampir di semua bidang kehidupan memerlukan bahasa. Karena bahasa, manusia yang hidup di abad ke-21 mengetahui apa yang terjadi dan dihasilkan manusia ribuan tahun yang lalu. Bahasa dapat berfungsi merekam budaya dan berbagai temuan ilmiah sebelumnya sehingga kebudayaan, ilmu teknologi, serta peradaban terus dapat dikembangkan semakin maju.
Dalam berbahasa, gaya bahasa adalah hal yang menarik untuk diperhatikan. Menurut Satoto (2012: 150) yang dikatakan dengan gaya bahasa ialah pilihan kata yang mempersoalkan cocok-tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu, untuk menghadapi situasi-situasi tertentu. Gaya bahasa juga disebut sebagai bahasa indah yang digunakan untuk menimbulkan dan meningkatkan efek tertentu terhadap pembaca dalam pemahaman serta penghayatan sebuah karya, yang meliputi cara-cara penggunaan bahasa secara keseluruhan. Selain itu, gaya bahasa juga merupakan simbol yang mencerminkan pemikiran dari penulis itu sendiri.
Keraf (2006: 115) mengatakan dari segi nonbahasa gaya bahasa berdasarkan subyek dapat dikenal melalui gaya filsafat, gaya ilmiah (hukum, teknik, sastra), gaya populer, didaktik, dan sebagainya. Gaya sastra tentunya dapat dilihat dari karya sastra. Karya sastra merupakan salah satu genre dari sekian banyak hasil peradaban manusia, dimana bahasa digunakan sebagai medium utamanya, dan aspek keindahan dalam bahasa tersebut berhubungan erat dengan gaya bahasa.
yang dapat dianalogikan sebagai kata-kata. Dengan kata lain, stilistika dimaksudkan menjelaskan penggunaan bentuk kebahasaan tertentu mulai dari aspek bunyi, leksikal, struktur, bahasa figuratif, dan sarana retorika. Stilistika menunjuk pada studi tentang pemahaman kebahasaan tetapi menemukan maknanya dengan sastra.
Pada prinsipnya pusat perhatian stilistika adalah gaya bahasa, yaitu cara yang digunakan oleh seseorang untuk mengutarakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarananya. Juga dipusatkan terhadap keunikan pemilihan kata untuk mencapai efek tertentu, salah satunya yaitu efek penciptaan makna. Seperti ‘Ia adalah perpustakaan berjalan’ memiliki makna seseorang yang memiliki pengetahuan yang sangat luas sehingga dirinya diibaratkan seperti perpustakaan yang menyimpan banyak ilmu di dalamnya. Kalimat ini merupakan jenis majas personifikasi, yang menggambarkan benda mati seolah-olah menjadi hidup.
Contoh pengertian makna dari ‘Ia adalah perpustakaan berjalan’ merupakan pengertian makna secara leksikal. Perpustakaan merupakan nama tempat yang berfungsi sebagai gudang ilmu pengetahuan. Majas personifikasi disini mampu menghidupkan lukisan dan menyegarkan ungkapan untuk seseorang yang bewawasan luas.
Pemahaman terhadap gaya bahasa sangat bermanfaat baik dalam bahasa ibu maupun bahasa asing. Dalam bahasa Jepang salah satu sastrawan yang dianggap sebagai pengarang yang paling mewakili generasi penulis kesustraan Jepang Kontemporer adalah Haruki Murakami. Karir Murakami sebagai penulis dimulai dari karya pertamanya, Kaze no uta o kike ( 風 風 風 風 風 風 , 1979) memenangkan Gunzou Literary Award pada tahn 1979. Penghargaan ini merupakan penghargaan sastra tahunan dari majalah sastra Jepang Gunzou, yang diterbitkan oleh Kondansha. Penghargaan ini ditujukan untuk menemukan bakat baru para penulis, dan pemenangnya akan mendapatkan hadiah 500.000 yen yang karyanya juga akan diterbitkan dimajalah Gunzou.
maupun non-fiksi dalam bentuk kumpulan esai, laporan investigasi, dan kumpulan catatan perjalanan. Hampir semua karya fiksinya, khususnya dalam bentuk novel, sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris sehingga memudahkan dunia internasional menikmati karya-karyanya. Popularitas Murakami, baik di dunia internasional secara umum ataupun di tanah airnya sendiri secara khusus memperlihatkan bahwa Murakami memiliki posisi yang penting dalam kaitannya dalam kesustraan Jepang kontemporer (dalam tesis Anggraeni, 2010). Dalam penulisan karyanya Murakami menggunakan berbagai jenis gaya bahasa, misalnya:
風風風風風風風風風風風風風風風風風風風風風風風風
Kono wareware no sekai na nado mimizu noumiso no youna mono da.
(Kaze no Uta o Kike, 2004: 160)
“Dunia kita ini hanya seperti otak cacing”
(Dengarlah Nyanyian Angin, 2013: 119) Penggunaan gaya bahasa akan membuat pembaca mengetahui fungsi dan tujuan dari pengarang menggunakan permainan kata dari gaya bahasa dan makna yang terkandung. Hal ini sebagai ekspresi pengarang dalam menuangkan gagasannya melalui aspek keindahan, pesan tak langsung, dan hakikat emosional yang mengarahkan bahasa pada bentuk penyajian terselubung, terbungkus, bahkan dengan sengaja disembunyikan. Ada kesan bahwa untuk menemukan pesan atau makna yang dimaksudkan, maka proses pemahamannya justru harus diperpanjang. Karena pilihan kata yang digunakan dalam gaya bahasa berbeda dari ungkapan yang biasanya kita gunakan dalam komunikasi sehari-hari, sehingga sulit untuk memahami makna sebenarnya dari ungkapan tersebut. Salah satu cara untuk memahami gaya bahasa ialah melalui makna leksikal, karena makna leksikal merupakan langkah awal untuk dapat memahami maksud dari penggunaan gaya bahasa secara keseluruhan.
pendapat Ratna (2008: 293) gaya bahasa bukan semata-mata merupakan masalah kreatif sastra, melainkan juga teori sastra, sejarah, sosiologi, antropologi, ekonomi, hukum, politik, budaya, dan sains. Pemahaman terhadap bagaimana gaya bahasa diungkapkan, sedikit banyaknya akan berkontribusi terhadap pemahaman masyarakatnya yang menggunakan gaya bahasa itu.
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini akan menjelaskan mengenai salah satu unsur stilistika yaitu pemajasan. Namun, tidak semua gaya bahasa pemajasan akan dibahas dalam penelitian ini. Penelitian hanya akan membahas mengenai majas smile, karena majas smile lebih sering muncul dibandingkan dengan majas lainnya. Majas smile akan di analisis melalui makna leksikal kemudian akan di klasifikasikan berdasarkan struktur dasar sintaksis yang di kemukakan oleh Sheddy Tandra. Oleh karena itu, penelitian ini akan menjelaskan secara mendalam dengan judul: “Analisis Stilistika pada novel Kaze No Uta o Kike Karya Haruki Murakami”.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pada uraian sebelumnya, penelitian ini menetapkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Makna leksikal apa yang terkandung dalam majas smile pada novel
Kaze No Uta o Kike Karya Haruki Murakami?
2. Termasuk klasifikasi struktur dasar sintaksis mana sajakah majas smile pada novel Kaze No Uta o Kike Karya Haruki Murakami?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui makna leksikal yang terkandung dalam majas smile pada novel Kaze No Uta o Kike Karya Haruki Murakami.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfat sebagai berikut: 1. Memberikan sumbangan pengetahuan/pemikiran yang bermanfaat dan
membantu pembaca memahami pemakaian gaya bahasa (style).
2. Memberi sumbangan yang bermakna bagi pengembangan studi untuk penelitian linguistik lainnya, seperti penelitian stilistika dari aspek leksikal, sintaksis, sarana retorika atau lainnya.
F. Defenisi Operasional 1. Stilistika
Menurut Pradopo (1999: 94) stilistika merupakan gaya bahasa dalam bahasa pada umumnya, namun memiliki perhatian khusus dan kecendrungan pada ilmu tentang gaya bahasa dalam kesustraan. 2. Novel Kaze no uta o kike karya Haruki Murakami
Menurut Anggraeni (2010) novel Kaze no uta o kike merupakan novel pertama Haruki Murakami pada tahun 1979 dan memenangkan penghargaan Gunzou Newcomers Award. Novel ini bercerita tentang
Boku yang berumur 29 tahun merasa kesulitan dan putus asa setiap akan menulis. Kemudian untuk mengobati perasaan tersebut, boku
menuliskan suatu periode di masa lalunya yang berlangsung pada tanggal 8-26 Agustus 1970, yakni periode liburan musim panas yang dia lewati di kampung halamannya yang hanya disebut sebagai machi.
3. Makna leksikal
Menurut Sudaryat (2009: 22) makna leksikal merupakan gambaran nyata tentang suatu benda, hal, konsep, objek, dan lain-lain yang dilambangkan oleh kata.
4. Sintaksis
Menurut Sutedi (2011: 64) sintaksis sebagai cabang linguistik yang mengkaji tentang struktur kalimat, unsur-unsur pembentuknya dan makna yang ditimbulkannya. Objek garapan sintaksis tidak terlepas dari struktr frasa, struktur klausa, dan struktur kalimat, ditambah dengan berbagai unsur lainnya.
Stilistika (stylistic) adalah ilmi tentang gaya, sedangkan stil (style) secara umum adalah cara-cara khas, bagaimana segala sesuatu yang diungkapkan dengan cara tertentu, sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai secara maksimal (Ratna, 2016:3). Sejalan dengan pendapat Nurgiyantoro (2014:74-75) yang mengungkapkan stilistika berkaitan erat dengan stile. Bidang garapan stilistika adalah stile, bahasa yang dipakai dalam konteks tertentu, dalam ragam bahasa tertentu. Jika style diIndonesiakan dengan diadaptasikan menjadi ‘stile’ atau ‘gaya bahasa’, istilah stylistic juga dapat diperlakukan sama, yaitu diadaptasi menjadi ‘stilistika’. Istilah stilistika juga lebih singkat dan efisien daripada terjemahannya yang ‘kajian gaya bahasa’ atau ‘kajian stile’. Dengan kata lain, dalam bidang bahasa dan sastra style dan stylistic berarti cara-cara penggunaan bahasa yang khas sehingga menimbulkan efek tertentu.
Sedangkan Sudaryat (2009: 92) mengatakan stilistika merupakan kajian gaya bahasa, kata imi berasal dari bahasa Yunani stilus yakni alat dan kemahiran menulis dalam lempengan lilin. Kemudian, istilah stilistika berubah menjadi kemahiran dan gaya berbahasa.
B. Jenis Kajian Stilistika
Pradopo dalam Imron (2014) menjelaskan stilistika deskriptif adalah pengkajian gaya bahasa sekelompok sastrawan atau sebuah angkatan sastra baik ciri-ciri gaya bahasa prosa maupun puisinya. Adapun stilistika genetis yakni pengkajian stilistika individual berupa penguraian cirri-ciri gaya bahasanya yang terdapat dalam salah satu karya sastranya atau keseluruhan karya sastranya, baik prosa maupun puisinya. Dalam hal ini dipandang sebagai ungkapan khas pribadi yang terdapat dalam salah satu karya sastranya atau keseluruhan karya sastranya.
C. Tujuan Kajian Stilistika
Kajian stilistika dimaksudkan untuk menjelaskan fungsi keindahan penggunaan bentuk kebahasaan tertentu mulai dari aspek bunyi, leksikal, struktur, bahasa figuratif, sarana retorika, sarana grafologi. Hal ini dapat dipandang sebagai bagian terpenting dalam analisis bahasa sebuah teks dengan pendekatan stilistika (Nurgiyantoro, 2014: 75-76). Kajian stilistika juga bertujuan untuk menentukan seberapa jauh dan dalam hal apa serta bagaimana pengarang mempergunakan tanda-tanda linguistik untuk memperoleh efek khusus. Kajian ini membawa kepemahaman yang lebih baik tentang bagaimana bahasa dapat dikreasikan dan didayakan sedemikian rupa, mungkin lewat penyimpangan, pengulangan, penekanan, dan penciptaan ungkapan baru dalam karya sastra yang semuanya membuat komunikasi bahasa menjadi lebih segar dan efektif.
D. Bidang Kajian Stilistika
Kajian stile atau stilistika pada hakikatnya kajian terhadap berbagai unsur pendukung stile, kajian unsur stile dilakukan dengan menelaah berbagai unsur tersebut terlihat lebih bersifat tekstual atau cenderung berupa stilistika tekstual. Unsur stile menurut Nurgiyantoro (2014: 210) mencakup unsur pemajasan (bahasa figuratif ‘figurative language’), penyiasatan struktur (sarana retorika ‘rethorical devices’), dan citraan (‘imagery’).
Majas (figure of speech) adalah pilihan kata tertentu sesuai dengan maksud penulis atau pembicara dalam rangka memperoleh aspek keindahan (Ratna, 2016: 164). Menurut Ratna majas dibedakan menjadi empat macam, yaitu: a) majas penegasan, b) majas perbandingan, c) majas pertentangan dan d) majas sindiran. Hal ini juga sejalan dengan Tarigan (2009) yang membagi majas kedalam empat bagian yaitu majas perbandingan, majas pertentangan, majas pertautan, dan majas perulangan. Sedangkan menurut Nurgiyantoro (2014: 218) majas pada umumnya dibagi menjadi majas perbandingan dan majas pertautan.
a. Majas perbandingan
Majas perbandingan tampaknya jenis pemajasan yang paling banyak ditemukan dalam teks-teks kesustraan dan bahkan teks non sastra. Bentuk pengungkapan yang mempergunakan pemajasan jumlahnya relatif banyak, namun barangkali hanya beberapa saja yang kemunulannya dalam sebuah karya sastra relatif tinggi. Bentuk pemajasan yang banyak dipergunakan pengarang adalah bentuk perbadingan atau persamaan.
Majas perbandingan adalah majas yang membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain melalui ciri-ciri kesamaan antara keduanya. Jadi, di dalamnya ada sesuatu yang dibandingkan dan sesuatu yang menjadi pembandingnya. Kesamaan itu biasanya berupa ciri fisik, sifat, sikap, keadaan, suasana, tingkah laku, dan sebagainya. Bentuk perbandingan tersebut dilihat dari sifat kelangsungan pembandingan persamannya dapat dibedakan ke dalam bentuk smile, metafora, personifikasi, dan alegori.
1) Smile
風風風風風風風風風風風風風風風風風風風風風風風風
‘Kawaita mamegara kara shoumame ga kotsubu no hikari no youni odori deru ’
“Biji kacang merah itu berloncatan keluar dari kulitnya yang kering bagaikan biji cahaya”
Sumber: Jurnal LITEvolume 6 No.2, Juni 2010
Kadang-kadang diperoleh persamaan tanpa menyebutkan objek pertama yang mau dibandingkan, seperti:
Seperti menating minyak penuh Bagai air di daun talas
Bagai duri dalam daging
Persamaan masig dapat dibedakan lagi atas persamaan tertutup dan
persamaan terbuka. Persamaan tertutup adalah persamaan yang mengandung perincian mengenai sifat persamaan itu, sedangkan persamaan terbuka adalah persamaan yang tidak mengandung perincian mengenai sifat persamaan itu; pembaca atau pendengar diharapkan akan mengisi sendiri sifat persamaannya.
2) Metafora
Baldic dalam Nurgiyantoro mengatakan metafora adalah bentuk pembandingan antara dua hal yang dapat berwujud benda, fisik, ide, sifat, atau perbuatan dengan benda, fisik, ide, sifat, atau perbuatan lain yang bersifat implisit. Hubungan antara sesuatu yang dinyatakan pertama dan kedua hanya bersifat sugestif, tidak ada kata-kata petunjuk pembanding secara ekplisit, contohnya:
風風風風風風風風風
‘Sono otoko wa ookami de aru’.
“laki-laki itu berkarakter licik dan garang”
3) Personifikasi
Personifikasi merupakan bentuk pemajasan yang memberi sifat-sifat benda mati dengan sifat-sifat kemanusiaan. Artinya sifat yang diberikan itu sebenarnya hanya dimiliki oleh manusia dan tidak untuk benda-benda atau makhluk nonhuman yang tidak bernyawa dan tidak berakal (Nurgiyantoro, 2014: 235). Adapun Pradopo mengatakan personifikasi merupakan majas yang mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia. Contohnya:
風風風風風風
‘Hamidase kokoro’
“Lampauilah Hatimu ”
Sumber: Articles OJS Unud, Vol 20. No 39
4) Alegori
Menurut Tarigan (2009:117) Alegori merupakan majas metafora yang diperluas dan berkesinambungan, yang mana tempat atau wadah objek-objek atau gagasan dilambangkan. Sedangkan menurut Nurgiyantoro ada kesamaan karakteristik antara metafora dengan alegori, yaitu adanya unsur yang dibandingkan dengan unsur pembandingnya. Jika dalam metafora pembandingnya itu bisa terdapat pada hal atau sesuatu yang diekspresikan dalam larik-larik tertentu, dalam alegori perbandingan itu mencangkup keseluruhan makna teks yang bersangkutan.
b. Majas pertautan
Majas pertautan adalah majas yang di dalamnya terdapat unsur pertautan, pertalian, penggantian, atau hubungan yang dekat antara makna yang sebenarnya dimaksudkan dan apa yang secara konkret dikatakan oleh pembicara. Majas pertautan yang umum adalah majas metonimi dan majas sinekdoki.
1) Metonimi
Momiyama dalam Sutedi (2011) metonimi yaitu gaya bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan suatu hal/perkara, dengan cara mengungkapkannya dengan perkara atau hal lain berdasarkan pada sifat kedekatannya atau
adanya keterkaitan antara kedua hal tersebut. Contohnya:
風風風風風風風 ‘Nabe ga nieru’ “Panci medidih”
Sumber: Dedi Sutedi (2011: 213)
Berdasarkan contoh di atas, yang mendidih itu bukan panci, melainkan air di dalam panci tersebut. Antara panci dan air, berdekatan secara ruang.
2) Sinekdoki
Majas sinekdoki adalah sebuah ungkapan dengan cara menyebut bagian tertentu yang penting dari sesuatu untuk sesuatu itu sendiri (Nurgiyantoro, 2014:244). Misalnya, kata telor yang lebih umum (di dalamnya mencangkup telor burung, telor bebek, telor penyu, telor buaya dll), digunakan untuk menyatakan telor ayam secara khusus. Contoh lainnya: 風風風風風風風風風風風
‘Hirobiro sekai o manabi’
“Belajar dunia yang luas sendirian”
Sumber: Articles OJS Unud, Vol 20. No 39
Sekai (dunia) untuk menyatakan keseluruhan dari hal-hal yang harus dipelajari oleh seorang anak. Dengan hanya menyebutkan kata sekai tidak perlu lagi merinci secara detail hal-hal yang dapat dipelajari di dunia ini, seperti kehidupan, hewan, tumbuhan, manusia, interaksi social, teknologi, dan lain sebagainya.
Penyisiasatan struktur dimaksudkan sebagai struktur yang sengaja disiasati , dimanipulasi, dan didayakan untuk memperoleh efek keindahan. Penyisiasatan struktur inilah yang sering dikenal dengan sebutan gaya bahasa. Artinya, suatu penuturan yang sengaja digayakan untuk memperoleh efek tertentu di hati pembaca (Nurgiyantoro, 2014: 245).Penyisiasatan struktur yang paling sering dijumpai dalam teks-teks kesustraan adalah repitisi dan pengontrasan.
3. Citraan
Citraan merupakan suatu bentuk penggunaan bahasa yang mampu membangkitkan kesan yang konkret terhadap suatu objek, pemandangan, aksi, tindakan, atau pernyataan yang dapat membedakannya dengan pernyataan atau ekspositori yang abstrak dan biasanya ada kaitannya dengan simbolisme. Citraan terkait dengan panca indra manusia, yaitu citraan visual, citraan auditif, cutraan gerak, citraan rabaan dan penciuman.
E. Makna leksikal
Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun (Chaer, 2012: 289). Misalnya, leksem kuda
memiliki makna leksikal ‘sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai’; pinsil bermakna leksikal ‘sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu an arang’, denga contoh in dapat dikatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil observasi kita, atau makna apa adanya.
Makna leksikal dalam bahasa Jepang dikenal dengan istilah jishoteki-imi atau goiteki-imi. Makna leksikal adalah makna kata yang sesungguhnya sesuai dengan referensinya sebagai hasil pengamatan indra dan terlepas dari unsur gramatikalnya, atau bisa juga dikatakan sebagai makna asli suatu kata. Misalnya kata neko dan kata gakkou memiliki makna leksikal ‘kucing’ dan ‘sekolah’ (Sutedi, 2011: 131).
Istilah sintaksis dalam bahasa Jepang disebut tougoron atau sintakusu.
Dalam pembahasan sintaksis yang biasa dibicarakan adalah struktur sintaksis, mencangkup masalah fungsi, kategori, dan peran sintaksis; serta alat-alat yang digunakan dalam membangun struktur itu (Chaer, 2012: 206).
Senada dengan yang diungkapkan oleh Nita dalam Sutedi (2011: 64) bidang garapan sintaksis adalah kalimat yang mencangkup jenis dan fungsinya, unsur-unsur pembentuknya, serta struktur dan maknanya. Berdasarkan dua pendapat diatas bisa dikatakan bahwa sintaksis adalah salah satu bidang linguistik yang membahas tentang struktur kalimat, klausa, frasa, serta unsur-unsur pembentuknya.
1. Defenisi kalimat
Kalimat dalam bahasa Jepang disebut dengan Bun. Iwabuchi dalam Sudjianto (2007: 140) mengatakan pada umumnya yang dimaksud dengan kalimat adalah bagian yang memiliki serangkaian makna yang ada di dalam suatu wacana yang dibatasi dengan tanda titik. Di dalam ragam lisan sebuah kalimat ditandai dengan penghentian pengucapan pada bagian akhir kalimat tersebut. Di dalam ragam tulisan keberadaan sebuah kalimat tampak lebih jelas karena bagian akhirnya selalau ditandai tanda titik. Kalau bukan dengan tanda titik, kalimat ditandai juga dengan tanda tanya atau tanda seru.
2. Hubungan antara bunsetsu dalam kalimat.
Kalimat bahasa Jepang dapat terbentuk dari sebuah bunsetsu, dua buah
bunsetsu atau beberapa bunsetsu. Bunsetsu merupakan unsur atau elemen yang membentuk kalimat, juga merupakan tempat dimana kita dapat menghentikan pernafasan sejenak pada saat kita mengucapkannya. Hirai Masao dalam Sudjianto (2007: 182) menyebutkan ada enam macam hubungan antara sebuah bunsetsu dengan bunsetsu lainnya dalam sebuah kalimat.
a. Hubungan ‘Subjek-Predikat’ (Shugo-Jutsugo no Kankei)
Hubungan ‘Subjek-predikat’ disini adalah hubungan bahwa subjek berupa bunsetsu yang menjadi jawaban pertanyaan nan ga ‘apa’ menghadapi predikat berupa bunsetsu yang menjadi jawaban pertanyaan
風風風風風風 ‘Beru ga aru’
“Bel berbunyi” (dengan pola ‘nani ga + doo suru’) b. Hubungan ‘Yang Menerangkan-Yang Diterangkan’
Hubungan ‘yang menerangkan-yang diterangkan’ adalah hubungan bahwa sebuah bunsetsu secara jelas menerangkan atau menentukan
bunsetsu berikutnya. Bunsetsu pertama disebut kata yang menerangkan
bunsetsu kata yang diterangkan, misalnya: 風風風風風風風風風
‘Ooki tsuki ga mieru’ “Bulan besar terlihat”
c. Hubungan setara (Taitoo no kankei)
Hubungan setara adalah hubungan hubungan dua buah bunsetsu atau lebih yang ada didalam shugo, jutsugo, shuushokugo, dan lain-lainnya berderet secara setara. Bunsetsu- bunsetsu tersebut dideretkan sebagai bagian-bagian tanpa yang memiliki tingkat kepentingan yang sama, tanpa ada pemikiran yang satu lebih penting daripada yang lainnya, misalnya: 風風風風風風風風
‘Tsuyoku tooku nageta’
“Melempar dengan keras dan jauh”
d. Hubungan tambahan (Fuzoku no Kankei)
Fuzoku no kankei adalah hubungan tambahan, bunsetsu pertama menyatakan makan utama, sedangkan bunsetsu berikutnya berafiliasi dengan bunsetsu sebelumnya dan memberikan tambahan suatu makna, misalnya:
風風風風風風 ‘Ame ga futte’ “Hujan turun”
e. Hubungan konjungtif (Setsuzoku no Kankei)
Hubungan konjungtif adalah hubungan bahwa makna suatu bunsetsu
bunsetsu atau dengan kalimat secara keseluruhan yang ada pada bagian berikutnya, misalnya:
風風風風風風風風風風風風風風風風風風風風
‘Asa osoku kite mita keredo mada dare mo inakatta’
“Pagi-pagi saya mencoba datang terlambat, tetapi belum ada siapapun” f. Hubungan bebas (Dokuritsu no kankei)
Disebut hubungan bebas karena tidak ada hubungan langsung dengan
bunsetsu yang lain dan merupakan hubungan yang longgar yang dipakai relatif bebas. Untuk ini biasanya dipakai kata-kata yang menyatakan panggilan, rasa haru, jawaban, atau saran.
Misalnya: 風風風風風風風風風風風
‘Oyaoya, kore wa taihen’ “Wah, bahaya ini”
G. Struktur dasar sintaksis
Struktur dasar sintaksis adalah susunan yang memiliki sifat tetap dari penggabungan kata-kata. Struktur dasar sintaksis ini terbentuk dalam proses penggabungan kata yang mengikuti hukum sintaksis yang berlaku (Tjandra, 2013: 70). Struktur dasar sintaksis menurut Tjandra ada lima, yaitu:
1. Struktur Deskriptif
Struktur deskriptif adalah susunan dari penggabungan kata yang bersifat menjabarkan keterangan informasi kepada lawan. Struktur deskriptif ditemukan pada kalimat-kalimat yang memiliki predikat yang berasal dari verba kopula dan adjektif.
Contoh: 風風 風風 風 風風風 風風風
Yamada san wa nihonjin desu.
Kalimat diatas berpredikat verba kopula/desu/, kalimat ini memberikan informasi tentang tuan Yamada atau gambaran keadaan mengenai si subjek. Susunan penggabungan kata yang bersifat seperti itu menjadi struktur deskriptif.
2. Struktur Modifikatif
Modifikasi (pemerian) berarti pemberian keterangan. Struktur Modifikatif adalah susunan dan penggabungan kata yang dilakukan berdasarkan hubungan menerangkan dan diterangkan. Unsure yang menerangkan adalah modifikator (pemeri) dan unsur yang diterangkan adalah inti modifikasi.
Struktur modifikator ditemukan pada frasa-frasa yang terbentuk berdasarkan hukum modifikasi. Frasa-frasa itu adalah frasa nominal dengan modifikator adalah adjektif, verba dan nomina yang dibantu partikel {no}. Contoh:
風風風Watashi no kuruma “mobil saya” (modifikator nomina)
風風風風風 totemo amai “amat manis” (modifikator adverbial)
3. Struktur agentif
Kata agen dari istilah agentif bermakna pelaku. Struktur agentif adalah susunan dari penggabungan kata yang bersifat menginformasikan kejadian aksi yang dilakukan oleh agen verba. Struktur agentif ditemukan pada kalimat verbal. Pelaku aksi tidak terbatas pada manusia, bisa berupa binatang atau benda yang melakukan aksi, contoh:
Kalimat intransitif 風風風風風
Hito ga aruku
“orang berjalan kaki” (pelaku manusia) Kalimat transitif
風風風風風
Inu ga hoeru
Kata objek dari objektif bermakna sesuatu yang menderita aksi perbuatan verba transitif. Pelaku melakukan aksi perbuatan verba transitif kemudian ada sesuatu yang terkena aksi perbuatan tersebut. Struktur Objektif adalah susunan dari penggabungan kata yang bersifat menginformasikan kejadian verba transitif yang bertitik tolak dari adanya sesuatu yang menjadi penderita aksi perbuatan berdasarkan makna.
Contoh:
風風風風風風風風風風風
Okane wa motte kimashitaka?
“apakah uangnya sudah dibawa?”
風風風風風風風風風風風
Koohii wa nomimasuka?
“apakah anda mau minum kopi”
Kata okane dan koohii menurut makna adalah objek dari verba motte kuru
“bawa” dan nomu “minum”. Tetapi, menurut sintaksisnya, kedua objek itu diajukan sebagai pokok pembicaraan dengan tanda partikel wa, maka kalimat diatas menjadi memiliki struktur objek topic.
5. Struktur relatif
Struktur relatif adalah susunan dari penggabungan kata yang dilakukan berdasarkan suatu makna keterkaitan antara lain adalah relasi sebab-akibat dan relasi pengandaian. Relasi sebab akibat ditemukan pada kalimat yang terdiri atas dua bagian, satu bagian menuturkan sebab dan satu bagian lagi menuturkan akibat. Relasi pengandaian ditemukan pada kalimat yang terdiri dari dua bagian, satu bagian menuturkan pengandaian, satu bagian lagi menuturkan akibat dari pengandaian itu. Relasi konstrastif ditemukan pada kalimat yang terdiri atas dua bagian yang bermakna kontras berlawanan.
Contoh:
Byouki dakara, ikanai.
“aku tidak pergi karena sakit”
H. Metode Penelitian
1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang menafsirkan dan menganalisis sumber data dari novel Kaze no Uta o Kike karya Haruki Murakami, sehingga tidak diperlukan tempat untuk melakukan survei atau melakukan eksperimen dalam penelitian ini. Sebagian besar semua sumber buku referensi berasal dari Perpustakaan Universitas Riau dan Perpustakaan Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang. Penelitian ini dilakukan di Pekanbaru agar memudahkan dalam analisis data. Penulisan proposal ini dilaksanakan dari bulan Februari 2016.
2. Rancangan Peneltian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Menurut Nawawi dalam Siswantoro (2014: 56), penelitian deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (novel, drama, cerita pendek, puisi) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Penelitian deskriptif dituntut untuk mengungkap data dengan cara memberi deskripsi. Fakta atau data merpakan sumber informasi yang menjadi bahan analisis.
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif. Setiyadi (2006: 220) mengatakan bahwa dalam pendekatan kualitatif peneliti tidak hanya melihat objek dari aspek tertentu secara terpisah-pisah, semua fenomena dari subyek disatukan dan dihubungkan sehingga semua fenomena membuat satu potret secara keseluruhan dari subyek yang diteliti. Penelitian kualitatif dilakukan secara sistematis dan terstruktur, tidak menggunakan prosedur statistik.
Terdapat beberapa langkah yang akan dilakukan dalam rancangan penelitian ini yaitu:
stilistika yaitunya pemajasan (majas smile) yang dikemukakan oleh Burhan Nurgiyantoro (2014) dalam bukunya yang berjudul “Stilistika” dan tentang klasifikasi struktur dasar sintaksis yang dikemukan oleh Sheddy N. Tjandra (2013) dalam bukunya yang berjudul “Sintaksis Jepang”.
b. Melakukan pengumpulan data dengan teknik catat. Pengumpulan data berupa kalimat yang mengandung majas smile.
c. Menganalisis data dengan analisis makna leksikal , kemudian mengklasifikasikan data berdasarkan klasifikasi struktur dasar sintaksis.
d. Menyimpulkan kesimpulan hasil analisis. Setelah diperoleh kesimpulan dari analisis tersebut, langkah terakhir adalah memenyajikan hasil penelitian secara deskriptif dalam bentuk laporan penelitian.
3. Sumber Data
Sumber data referensi utama sebagai data perimer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kalimat yang dimbil dari novel Kaze no uta o kike
karya Haruki Murakami. Sedangkan novel terjemahan sebagai data sekunder adalah terjemahan karya Jonjon Johana. Novel kaze no uta o kike
karya Haruki Murakami merupakan novel pertama yang ditulisnya dan langsung memenangkan Gunzou Literary Award.
4. Data dan Instrumen
Data menurut Siswantoro (2014: 70) merupakan sumber informasi yang akan diseleksi sebagai bahan analisis. Data yang akan digunakan ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data utama yang diperoleh langsung dari sumbernya tanpa perantara, data primer inilah yang akan dianalisis secara fungsional terkait dengan peran dan fungsinya. Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung atau lewat perantara, tetapi tetap bersandar pada kategori yang menjadi rujukan.
instrumen terpenting dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Peneliti mungkin menggunakan alat-alat bantu selama penelitiannya, tetapi alat-alat ini benar-benar tergantung pada peneliti untuk menggunakannya. Peneliti sebagai instrumen ini disebut “participant-observer”.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik catat, yaitu dengan mencatat beberapa bentuk yang relevan bagi penelitiannya dari penggunaan bahasa secara tertulis yang diambil dari novel kaze no uta o kike karya Haruki Murakami .
6. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data, penulis melakukan beberapa macam cara:
1. Melakukan penelitian tentang hasil penelitian lain yang menggunakan analisis stilistika.
2. Melakukan penelitian tentang hasil penelitian mahasiswa yang menggunakan analisis stilistika.
3. Mengumpulkan data-data dan teori yang berhubungan dengan penulisan.
4. Objek yang telah ditemukan dianalisis mkana leksikalnya dan kemudian analisis berdasarkan klasifikasi struktur dasar sintaksis berdasarkan teori yang diungkapkan oleh Tjandra.
I. Daftar Pustaka
Fuad dan Nugroho. 2013. Panduan Praktis Penelitian Kualitatif. Graha Ilmu: Yogyakarta.
Keraf, Gorys. 2005. Diksi dan Gaya Bahasa. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Mahsun. 2005. Metodologi penelitian bahasa tahapan strategi, metode dan tekniknya. Rajawali pers: Mataram.
Nurgiyantoro, Burhan. 2014. Stilistika. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2007. Pengkajian Puisi. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.
Ratna, Kutha Nyoman. Stilistika: Kajian puitika bahasa, sastra, dan budaya. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Satoto, Soediro. 2012. Stilistika. Ombak: Yogyakarta.
Setiyadi, Bambang. 2006. Metode Penelitian Untuk Bahasa Asing. Graha Ilmu: Yogyakarta.
Siswantoro. 2014. Metode Penelitian Sastra. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Sudaryanto. 1993. Metode dan aneka teknik analisis bahasa. Duta wacana
University Press:Yogyakarta.
Sudaryat, Yayat. 2008. Makna dalam wacana . Yrama Widya: Bandung. Sutedi, Dedi. 2011. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Humaniora:
Bandung.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Semantik. Angkasa Bandung: Bandung.
Tjandra, Sheddy. 2013. Sintaksis Jepang. PT. Widia Inovasi Nusantara: Jakarta.
Kushartanti, dkk. 2005. Pesona Bahasa. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
JURNAL
Palandi, Esther Hesline. 2013. “Metafora bahasa Jepang” dalam jurnal Outlook, vol. 1 No. 2 Bulan Juli – Desember 2013. Jakarta: The Indonesian Association for Japanese Studies.