• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resiko dan Perilaku dan Kekerasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Resiko dan Perilaku dan Kekerasan"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

Resiko Perilaku Kekerasan 1. Definisi perilaku kekerasan

Kekerasan (violence) merupakan suatu bentukperilaku agresi (agressive behavior) yang menyebabkan atau dimaksudkan menganggu hubungan intrapersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu, perawat harus pula mengetahui tentang respon kemarahan seseorang dan fungsi positif marah.Menurut Stuart & Sundeen (1996) Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.Menurut Purba (2008) Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat biasanya ada kesalahan, yang mungkin nyata-nyata kesalahannya atau mungkin juga tidak.Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini disalurkan maka akan terjadi perilaku agresif (Muhith,A 2015. p.144)

2. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan

Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:

1. Fisik : muka merah dan tegang, mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, postur tubuh kaku dan jalan mondar-mandir.

(2)

3. Perilaku : melempar atau memukul benda atau orang lain, menyerang orang lain, melukai diri sendiri, orang lain,merusak lingkungan, dan amuk atau agresif.

4. Emosi : Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.

5. Intelektual : Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

6. Spiritual : Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar. 7. Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,

sindiran.

8. Perhatian ; Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual (Keliat. 2011 p.108).

3. Proses terjadinya perilaku kekerasan.

Ada 2 faktor yang mempengaruhi individu untuk beresiko perilaku kekerasan, yaitu:

1. Faktor predisposisi

Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang merupakan faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu (keliat, 1996):

a. Faktor psikologis

Psychoanalytical Theory: teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Frued berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh 2 insting, pertama insting hidup yang diekspresikan dengan seksualitas dan kedua insting kematian yang diekspresikan dengan agresivitas.

(3)

untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan, maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku agresif.

Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif: mendukung pentingnya peran dari perkembangan predisposisi atau pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut:

1) Kerusakan otak organik dan retardasi mental sehingga tidak mempu untuk menyelesaikan secara efektif.

2) Severe emotional deprivation atau reaksi yang berlebihan pada masa kanak-kanak atau seductional parental yang mungkin telah merusak hubungan saling percaya dan harga diri.

3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola pertahanan dan koping (Muhith. 2015 p.153). b. Faktor sosial budaya

(4)

memberinya es agar anak berhenti marah. Anak tersebut akan belajar bahwa bila ia marah, ia akan mendapatkan apa yang ia inginkan. Contoh eksternal: seorang anak menunjukan perilaku agresif setelah melihat orang dewasa mengespresikan beragai bentuk perilaku agresif terhadap sebuah boneka. Cultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima sehingga dapat membantu individu untuk mengeskpresikan marah dengan cara asertif (Muhith. 2015 p.154).

c. Faktor biologis.

Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar biologis:

1) Neurobiologis: Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.

2) Biokimia

(5)

atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress.

3) Gangguan Otak

Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan tindak kekerasan.Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan (Muhith. 2015 p.156).

2. Faktor Presipitasi

Menurut Stuart & Sundeen (2002) Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :

a) Kehilangan keterkaitan yang nyata atau yang dibayangkan termasuk kehilangan cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri. b) Peristiwa besar dalam kehidupan

c) Peran dan ketegangan peran

d) Perubahan fisiologis diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik

e) Sumber-sumber koping meliputi status sosioekonomi, keluarga, jaringan interpersonal dan organisasi sekunder yang dinaungi oleh lingkungan sosial yang lebih luas.

(6)

a) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.

b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.

c) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

d) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.

e) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.

f) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

Menurut Keliat (1996), Bila dilihat dari sudut perawat – klien, maka faktor yang menncetuskan terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yakni :

1) Klien : Kelemahan fisik, keputusan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri.

2) Lingkungan : Ribut, kehilangan orang/objek yang berharga, konflik interaksi social.

4. Rentang respon perilaku kekerasan

(7)

karnanya perawat harus pula mengetahui tentang respon kemarahan seseorang dan fungsi positif marah.(Muhith 2015. P.148)

Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan menantang. Respon melawan dan menantang merupakan respon yang maladaptif, yaitu agresif-kekerasan perilaku yang menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu :

a. Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan merasa lega.

b. Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak realistis.

c. Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang dialami.

d. Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.

e. Amuk : Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancaman, melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai atau merusak secara serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri (Muhith 2015 p.148). 5. Penatalaksanaan pasien dengan kekerasan akut.

1. Pertama putuskan bahwa pasien hilang kendali secara akut. Apabila demikian, tangani segera dengan pengekangan fisik dan medikasi, buakn dengan percakapan. Segera temui pasien jangan menunggu.

Respon adaptif Respon maladaptif

(8)

2. Dekati pasien yang kurang bersahabat dengan hati-hati dan berda pada posisi yang aman. Waspadai tanda-tanda peringatan (missal, gelisah,sikap menuntut) apabila bercakap-cakap tampak bermanfaat, coba lakukan, tapi berilah batas yang jelas selama wawancara.

3. Medikasi terhadap pasien dengan agitasi akut: larazepam 1-2 mg IM setiap 2-4 jam, maksimal 3 dosis: haloperidol 5 mg IM/jam untuk dosis 3-4 atau depridol (5mg IM/jam 2-3 dosis tidak direkomendasi oleh FDA untuk keperluan tersebut. Apakah pasien mengunakan obat-obatan yang menekan SSP, apakah pasien dalam kondisi dedirium? Kalau demikian, berikan medikasi dan observasi ECT dapat mengendalikan kekerasan psikotik.

4. Jika pasien mengancam dan agitasi tetapi tidak ganas, perlakukan dengan penuh penghormatan-manusiawi, langsung pasti tenang, menentramkan. Jangan menantang dan menprofokasikan atau secara terang-terangan tidak setuju dengan pasien.

5. Temukan etiologi kekerasan. Apakah ada penyakit mental, cedera otak? Penggunaan obat-obatan apakah ada pencetus lingkungan yang dapat dikenali? Lakukan intervensi secara langsung pada pasien psikotik.

6. Kebanyakan pasien dapat ditenangkan dengan dukungan, pengertian dan medikasi, apabila harus paksa ke rumah sakit apakah ini benar-benar masalah criminal dan benarkah melibatkan polisi (Tomb, D. 2003 p.92) 6. Pohon masalah perilaku kekerasan

Akibat Mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Core problem Perilaku kekerasan/amuk

(9)

(Keliat, 2001).

7. Asuhan Keperawatan perilaku kekerasan. 1. Pengkajian

a. Identitas pasien b. Penanggung jawab c. Keluhan utama d. Alasan masuk. e. Faktor predisposisi

1) Riwayat penyakit pasien 2) Riwayat pengobatan 3) Riwayat trauma

4) Riwayat penyakit keluarga

5) Riwayat masa lalu yang tidak menyenangkan

f. Pemeriksaan fisik : tanda-tanda vital, TB, BB, kondisi fisik g. Psikososial

1) Genogram 2) Konsep diri

a) Citra tubuh b) Identitas c) Peran d) Ideal diri e) Harga diri

3) Hubungan sosial: dengan orang terdekat, dalam masyarakat, hambatan dalam hubungan dengan orang lain.

4) Spiritual: nilai keyakinan, kegiatan ibadah. h. Status mental

(10)

3) Aktivitas motorik 4) Alam perasaan

5) Afek

6) Interaksi selama wawancara 7) Persepsi

8) Pola piker

9) Tingkat kesadaran 10) Memori

11) Tingkat konsentrasi dan berhitung 12) Kemampuan penilaian

13) Daya tilik diri

i. Kebutuhan persiapan pulang

1) Makan

2) BAB/BAK

3) Mandi

4) Berpakaian/berhias 5) Istirahat dan tidur 6) Penggunaan obat 7) Pemeliharaan kesehatan 8) Kegiatan di dalam rumah j. Mekanisme koping

1) Mampu berbicara dengan orang lain 2) Mampu menjelaskan masalah ringan 3) Lebih suka diam jika ada masalah k. Masalah psikososial dan lingkungan

(11)

5) Masalah dengan ekonomi l. Aspek medic

m. Data perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui observasi atau wawancara tentang perilaku:

1) Muka merah dan tegang 2) Pendangan tajam

3) Mengatupkan rahang dengan kuat 4) Megepalkan tangan

5) Jalan mondar-mandir 6) Bicara kasar

7) Mengancam secara verbal atau fisik 8) Melempar dan memukul

9) Merusak barang. 2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa yang muncul adalah :

a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b. Perilaku kekerasan

c. Gangguan konsep diri: harga diri rendah. 3. Rencana intervensi keperawatan

Tujuan:

a. pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan b. pasien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan c. pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah

dilakukan.

d. pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan

(12)

tindakan keperawatan

a. Bina hubungan saling percaya, dalam menbina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan anda: mengucap salam, berjabat tangan, menjelaskan tujuan, membuat kontrak topic.

b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu.

c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi perilaku kekerasan

d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang bias dilakukan pada saat marah yaitu secara verbal: orang lain, diri sendiri dan lingkungan.

e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.

f. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara: 1) SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol secara fisik I yaitu latihan napas dalam dan pukul kasur dan bantal.

2) SP 2 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara obat. a) Evaluasi latihan nafas dalam dan pukul kasur dan bantal

b) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.

c) Susun jadual minum obat secara teratur d) Susun jadwal kegiatan harian cara kedua

3) SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/ verbal:

(13)

b) Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.

4) SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual

a) Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan sosial/verbal

b) Latihan sholat/berdoa

c) Buat jadwal latihan shoalat/berdoa

g. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik: latihan nafas dalam dan pukul kasur bantal, susun jadwal latihan nafas dalam dan pukul kasur bantal.

h. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara social/verbal. 1) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal:menolak dengan

baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik. 2) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.

i. Latih mengontrol perilaku kekerasn secara spiritual:

1) Diskusikan kegiatan ibadah yang pernah dilakukan pasien.

2) Latihan mengontrol marah dengan melakukan kegiatan ibadah yang biasa dilakukan pasien.

3) Buat jadwal latihan kegiatan ibadah

j. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat: 1) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar

disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat. 2) Susun jadwal minum obat secara teratur.

(14)

Latihan SP 1 : Bina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya cara mengontrol secara fisik ke 1.

ORIENTASI:

“Selamat pagi pak, perkenalkan saya T A, Panggil saya T, saya perawat yang dinas di puskesmas….Nama Bapak siapa? Senangnya dipanggil apa?”

“Bagaimana perasaan Bapak saat ini? Masih ada perasaan kesal atau marah?”

“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah Bapak.”

“Berapa lama Bapak mau kita berbincang-bincang?”Bagaimana kalau 20 menit?”

“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak?Bagaimana kalau diruang tamu?”

KERJA:

“Apa yang menyebabkan Bapak marah?Apakah sebelumnya Bapak pernah marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang? O… ia, jadi ada 2 penyebab marah Bapak”

“pada saat penyebab marah itu ada, seperti Bapak pulang kerumah istri belum menyediakan makanan, apa yang Bapak rasakan?”

“apakah Bapak merasakan kesal kemudian dada Bapak berdebar-debar mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal”

(15)

“Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.” “Bagaimana kalua kita belajr satu cara dahulu?”

“Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Bapak rasakan maka Bapak berdiri, lalu tarik nafas dalam dari hidung, ttahan sebentar, lalu keluarkan tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus…, tahan, dan tiup melalui mulut, nah lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah dapat melakukannya. Bagaimana perasaanya?”

“Nah, sebaiknya latihan ini Bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul Bapak sudah terbiasa melakukannya.”

TERMINASI

“Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan Bapak?

“iya jadi ada 2 penyebab Bapak marah…… dan yang Bapak rasakan…. Dan yang Bapak lakukan… serta akibatnya.”

“Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah Bapak yang lalu. Jangan lupa latihan nafas dalamnya ya pak. Sekarang kita buat jadwal latihanya ya pak, berapa kali sehari Bapak mau latihan nafas dalam? Jam berapa saja pak?”

“Baik, bagaimana kalau 2 hari lagi saya datang dan kita latihan cara lain untuk mencegah/mengontrol marah? Tempatnya dirumah Bapak saja ya, selamat pagi!”

Latihan SP 1: latihanmegontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2 ORIENTASI:

(16)

“Bagaimana perasaan Bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan Bapak marah? Apakah latihan nafas dalamnya sudah dilakukan?Coba saya lihat jadwal kegiatannya. Bagus sekali, bapak telah lakukan dengan baik.”

“baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk cara kedua”

“mau berapa lama?” bagaimana kalau 20 menit?” “dimana kita bicara? Bagaimana kalau diruang tamu?”

KERJA

“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, dada berdebar, mata melotot, selain nafas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal.”

“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal, nah coba bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya bagus, sekali bapak melakukannya.”

“Lampiaskan kekesalam ke kasur atau bantal.”

“Nah cara ini pun dapat bapak lakukan secara rutin jika perasaan marah. Kemudian jangan lupa merapikan tempat tidurnya.

TERMINASI

“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”

“Ada beberapa cara yang sudah kita latih? Coba bapak sebutkan lagi! Bagus

(17)

Baik, jadi pukul 5 pagi dan pukul 3 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya, pak sekarang kita masukkan di jadwal kegiatan bapa.”

“bagaimana kalau dua hari lagi kita ketemu untuk latihan cara mengontrol marah dengan belajar minum obat. Mau pukul berapa, Pak?Baik, pukul 10 pagi ya. Sampai Jumpa!”

Latihan SP 2: latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat. ORIENTASI:

“Selamat pagi, Pak, sesuai dengan janji saya dua hari yang lalu sekarang saya datang lagi.”

“Bagaimana perasaan Bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan Bapak marah? “Apakah latihan nafas dalam, pukul bantal dan kasur sudah dilakukan? Coba saya lihat jadwal kegiatannya, jadi rasa marah sudah berkurang.”Bagaimana kalau sekarang kita bicara dengan latihan tentang cara minum obat yang benar untuk mengontrol rasa marah?”

“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat kemarin?”

“Mau berapa lama?” bagaimana kalau 20 menit?”

KERJA

“Bapaksudah dapat obat dari dokter?”

Berapa macam obat yang bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa bapak minum? Bagus!

(18)

“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu mengatasinya bapak dapat mengisap es batu.”

Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dahulu.”

“Sebelum minum obat ini bapak lihat dulu labelnya di kotak obat apakah benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosisnya yang harus diminum, pukul berapa saja yang harus diminum.Baca juga apakah nama obatnya sudah benar!”

“Jangan pernah menghentikan obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”

“Sekarang kita masukkan waktu minum obat ke dalam jadwalnya ya pak”

TERMINASI

“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang benar?”

“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?

Sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat.Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya.”

bagaimana kalau dua hari lagi kita ketemu untuk latihan cara mengontrol marah dengan belajar bicara yang baik. Mau pukul berapa, Pak?Baik, pukul 10 pagi ya. Sampai Jumpa!”

Latihan SP 3:latihan mengontrol perilaku kekerasan secara social/ verbal

ORIENTASI

(19)

“Bagaimana perasaan Bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan Bapak marah? Apakah latihan nafas dalam, pukul bantal, kasur dan minum obat sudah dilakukan? Coba saya lihat jadwal kegiatannya, jadi rasa marah sudah berkurang.” Bagaimana kalau sekarang kita bicara dengan latihan tentang cara bicara untuk mengontrol rasa marah?”

“dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat kemarin?”

“mau berapa lama?” bagaimana kalau 20 menit?”

KERJA

“Baiklah kita akan latihan cara bicara yang baik untuk mencegah perasaan marah. Sekarang saya akan menjelaskan tentang cara bicara yang baik bila Bapak sedang marah, ada 3 caranya pak :

“Meminta dengan baik tanpa marah dengan suara rendah serta tidak menggunakan kata- kasar, misalnya pak saya mau minta makanan, coba bapak praktekkan?Bagus bapak.

“Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya karena sedang ada pekerjaan, katakan maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada pekerjaan, coba bapak praktekkan ?bagus bapak”

“Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal ibu dapat mengatakan saya menjadi marah karena perkataanmu itu coba bapak praktekkan? Bagus bapak.”

TERMINASI

“Bagaimana perasan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengendalikan marah dengan cara bicara yang baik?”

(20)

Sekarang mari kita masukan dalam jadwal, berapa kali bapak mau melakukan latihan bicara yang baik?”

“Besok kita akan membicarakan cara mengatasi rasa marah bapak yaitu dengan cara ibadah.”

“bapak mau jam berapa? Baik jam 10 pagi ya.”

“Tempatnya dimana bapak?bagaimana kalau disini saja, jadi besok kita ketemu lagi disini jam 10 ya pak. Assalamualaikum.”

Latihan SP 4: latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual. ORIENTASI:

“Assaalamualaikum bapak, apakah ibu masih ingat dengan saya?, sesuai dengan janji saya kemarin, saya datang lagi”

“Bagaimana perasaan bapak pada pagi hari ini?.apakah bapak sudah melakukan latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur atau bantal? Bagaimana dengan minum obatnya?bagaimana dengan cara berbicara yang baik, apakah bapak sudah melakukannya.”

“Sekarang kita melanjutkan berbicang-bincang tentang cara mengontrol rasa marah dengan cara ibadah. seusai kontrak kemarin, kita akan bicara selama 20 menit.

KERJA

(21)

Astaghfirullahaladzimii. Mari kita cobakan bu?bagus sekali. bapak bisa lakukan kegiatan ini secara teratur untuk meredakan kemarahan ya bapak.”

TERMINASI

“Bagaimana perasan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengendalikan marah dengan cara melakukan kegiatan ibadah?”

“Coba bapak sebutkan lagi berapa cara mengendalikan marah yang sudah kita pelajari?.Bagus sekali.”

“Sekarang mari kita masukan dalam jadwal, berapa kali bapak mau melakukan kegiatan ibadah?.”

“Besok saya akan datang lagi, nanti kita akan bicarakan kemampuan bapak yang telah kita latih selama ini dan apakah bapak sudah mengontrol rasa marahnya,

bapak mau jam berapa ?”

(22)

GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM 1. Pengertian Waham

Waham adalah keyakinan yang salah, dan dipertahankan yang tidak memiliki dasar dalam realitas. Klien memegang keyakinan ini dengan kepastian total, langsung, dan segera. Karena klien percaya pada ide waham, ia akan bertindak sesuai dengan ide tersebut. Keyakinan waham ini tidak tergoyahkan oleh informasi atau fakta dari luar dan yang bertentangan. Waham merupakan gejala positif dari skizofrenia (Videbeck, p: 362, 2008). Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat/terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan (Keliat, p: 165, 2011).

Waham adalah keyakinan seseorang yang salah dan tidak tetap sesuai dengan pengetahuan atau latar belakang budaya. Seorang individu mempunyai keyakinan rasa dendam yang dibuktikan secara nyata bahwa itu salah atau tidak masuk akal (Townsend, p: 346, 2014).

Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan keyakinan tersebut mungkin “aneh” atau bisa pula tidak aneh hanya sangat tidak mungkin dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham sering ditemukan pada skizofrenia. Semakin akut psikosis semakin sering ditemui wahan disorganisasi dan waham tidak sistematis (Tomb, p: 27, 2004).

2. Jenis-jenis Waham

Menurut Keliat (p: 166, 2011) a. Waham kebesaran

Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh “saya ini pejabat di departemen kesehatan”

(23)

Meyakini bahwa seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/ mencederai dirinya, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh “saya tahu, anda ingin menghancurkan hidup saya karena iri dengan kesuksesan saya”.

c. Waham agama

Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang kali tetapi tidak seseuai kenyataan. Contoh “kalau saya mau masuk surga saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari”.

d. Waham somatik

Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang penyakit, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh “saya sakit kanker”. Setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker namun pasien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.

e. Waham nihilistik

Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh “ini kan alam kubur, semua yang ada di sini adalah roh-roh”.

Menurut Videbeck (p: 363, 2008) f. Waham referensi atau gagasan rujukan

Mencakup keyakinan klien bahwa tanyangan televisi, musik, atau artikel surat kabar memiliki makna khusus bagi dirinya. Contoh “klien mungkin melaporkan bahwa presiden berbicara langsung dengannya dalam sebuah tayangan berita atau pesan-pesan khusus dikirim melalui artikel surat kabar”. Menurut Tomb (p: 27, 2004)

g. Waham penyiaran pikiran

Keyakinan bahwa orang lain dapat mendengar pikiran mereka h. Waham penyisipan pikiran

(24)

3. Diagnosis keperawatan (Keliat, p: 166, 2011).

Diagnosis keperawatan yaitu gangguan proses pikir (waham)

4. Tindakan keperawatan (Keliat, p: 167, 2011). Tujuan Tindakan :

a. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap b. Pasien menggunakan obat secara teratur

c. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar

d. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan Tindakan keperawatan

a. Bina hubungan saling percaya. Tindakan yang harus anda lakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah :

1) Mengucapkan salam teurapeutik 2) Berjabat tangan

3) Menjelaskan tujuan interaksi

4) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien b. Bantu orientasi realita

1) Tidak mendukung atau membantah waham pasien 2) Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman

3) Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-haei

4) Jika pasien terus menerus membicarakan wahamnya dengarkan tanpa memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti membicarakannya

5) Fokuskan pembicaraan pada realitas (mis, memanggil nama pasien), menjelaskan hal yang sesuai realita

6) Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realita c. Diskusikan kebutuhan psikologis/ emosional yang tidak terpenuhi sehingga

(25)

d. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasien

e. Berdiskusi tentang kemampuan positif yang dimiliki f. Berdiskusi tentang obat yang diminum

g. Melatih minum obat yang benar

5. Strategi Pelaksanaan (Keliat, p: 168-171, 2011).

a. Sp 1 pasien : membina hubungan saling percaya: mengidentifikasikebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan dan latihan orientasi realita

Contoh percakapan Fase orientasi

“assalamu’alaikum A, perkenalkan nama saya N, saya perawat yang berdinas pagi hari ini di ruang melati, saya dinas dari pukul 08-14.00 nanti, saya yang akan merawat A hari ini, nama panjang A siapa dan senag dipanggil apa ? “Bisa kita berbincang-bincang hari ini tentang apa yang A rasakan sekarang ?

“Berapa lama A mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 15 menit saja ?”

Fase Kerja

“saya mengerti A merasa bahwa A adalah seorang presiden, tetapi sulit bagi saya untuk mempercayainya karena setau saya presiden negara kita sekarang adalah bapak J dan sedang berada di ibu kota negara kita, bisa kita lanjutkan pembicaraan kita yang terputus tadi A ?

“Tampaknya A merasa gelisah, bisa A ceritakan apa yang A rasakan ? “O... jadi A merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya hak untuk mengatur diri A sendiri?”

“Siapa menurut A yang sering mengatur-atur diri A?”

(26)

“Kalau A sendiri inginnya seperti apa?”

“Ooo, Bagus A sudah punya rencana dan jadwal unutk diri sendiri.” “Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut A.”

“Wah, bagus sekali, jadi setiap harinya A ingin ada kegiatan di luar rumah sakitkarena bosan kalau dirumah sakit terus ya?”

Fase Terminasi

“Bagimana perasaan A setelah berbincang-bincang dengan saya?” “Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus.”

“Bagaimana kalau jadwal ini A coba lakukan, setuju A?”

“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.” “Saya akan datang kembali dua jam lagi.”

“Kita akan berbincang-bincang tentang kemampuan yang pernah A miliki?” “A mau kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini saja A?”

b. Sp 2 pasien : mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar Contoh percakapan

Fase Orientasi

“Assalamualaikum A.” “Bagaimana A, bagaimana kabarnya hari ini ?.” “Sesuai dengan janji kita tadi, kita akan membicarakan tentang obat yang harus A minum, Bagaimana kalau kita mulai sekarang A?” “Berapa lama A mau kita membicarakannya? Bagaimana kalau 20 atau 30 menit saja?”

Fase Kerja

(27)

“Bila nanti setelah minum obat mulut A terasa kering, untuk membantu mengatasinya A bisa banyak minum dan mengisap-isap es batu.” “Sebelum minum obat ini A mengecek dulu label dikotak obat apakah benar nama A tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar!” “Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya A tidak menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi dengan dokter.”

Fase Terminasi :

“Bagaiman perasaan A setelah kita becakap-cakap tentang obat yang A minum? Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?” “Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan! Jangan lupa minum obatnya dan nanti saat makan minta sendiri obatnya pada perawat!” “Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya A “Abesok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah dilaksanakan.

“Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan ditempat sama?” “Sampai besok ya A.”

c. Sp 3 pasien : menjelaskan dan melatih cara memenuhi kebutuhan dasar Contoh percakapan

Fase orientasi

“assalamu’alaikum A, bagaimana perasaannya saat ini ? bagus! Bagaimana kalau kita bicarakan tentang kebutuhan A saat ini ? Dimana enaknya kita berbincangbincang ?

(28)

Fase kerja

“apa saja kegiatan A saat ini ?

Wah.. rupanya A banyak juga kegiatannya ya

Bisa A ceritakan lagi kegiatan A dari bangun tidur hingga malam ? Wah.. bagus sekali apa yang sudah A lakukan

Nah, A sepertinya belum mandi ya ? rambutnya juga masih kusut. Bagaimana kalau saya ajarkan A untuk mandi dan menyisir rambut.

Ya seperti itu A” Fase terminasi

“bagaimana perasaan A setelah kita bercakapcakap dan berlatih mandi dan merapikan diri?

Setelah ini coba A lakukan lagi ya dan bagaimana kalau kita masukkan ke dalam jadwal harian

Besok kita ketemu lagi ya A

Besok kita akan membahas tentang hobi A, baik A mau kita berbincang disini saja ?

Baik A kalau begitu saya permisi dulu

d. Sp 4 pasien : mengidentifikasi kemampuan positif yang dimilikinya dan membantu mempraktekkannya

Contoh percakapan Fase Orientasi :

“Assalamualaikum A, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus” “Apakah A sudah mengingat-ngingat apa saja hobi atau kegemaran A?” “Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?” “Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi A tersebut?” “Berapa lama A mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?” Fase Kerja :

(29)

“Wah, rupanya A pandai merajut ya.”

“Bisa A ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar merajut, siapa yang dulu mengajarkannya kepada A, dimana?”

“Bisa A peragakan kepada saya bagaimana cara merajut yang bagus itu.” “Wah, bagus sekali . Bagaimana kalau kita buat jadwal untuk kemampuan A ini. Berapa kali sehari/seminggu A mau merajut?”

“Apa yang A harapkan dari kemampuan merajut ini?”

“Ada tidak hobi atau kemampuan A yang lain selain merajut?”

Fase Terminasi :

“Bagaimana perasaan A setelah kita berbincang-bincang tentang hobi dan kemampuan A?”

“Setelah ini coba A lakukan latihan merajut sesuai dengan jadwal yang telah kita buat ya?”

“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”

6. Pohon Diagnosis (Direja, p: 120, 2012)

Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Perubahan Sensori Waham

Isolasi Sosial Menarik Diri

(30)

DEFISIT PERAWATAN DIRI

1. Pengertian Defisit Perawatan Diri

Personal hygiene berasal dari Bahasa Yunani yang berarti Personal yang artinya perorangan dan Hygiene berarti sehat kebersihan perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis sesuai kondisi kesehatannya.Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan kebersihan untuk dirinya (Dermawan & Rusdi, 2013 p.130).

Perawatan diri mencakup aktivitas yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari, biasanya dinamakan aktivitas sehari-hari (AKS). AKS dipelajari sepanjang waktu dan menjadi kebiasaan sepanjang kehidupan. Perlibatan dalam katagori luas dari aktivitas perawatan diri,menjasi tugas yang tidak hanya harus dikerjakan tetapi bagaimana tugas ini dikerjakan, dan kapan, serta di mana dan dengan siapa. Sindrom kurang perawatan diri merupakan keadaan di mana individu mengalami suatu kerusakan fungsi motorik atau kognitif, yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan masing-masing dari aktivitas perawatan diri (Carpenito, 2000 p.331).

Defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan melakukan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari untuk diri sendiri dikarenakan adanya gangguan pada muskuluskeletal atau gangguan kognitif yang ditandai dengan penurunan kemampuan untuk mandi, berganti pakaian, makan, dan menggunakan toilet (Townsend, 2011 p.17).

(31)

kognitif atau persepsi yang dapat menyebabkan ketergantungan dan ketidakberdayaan (Wilkinson& Nancy, 2011 p.642).

Defisit perawatan diri ini terjadi pada saat kemampuan seseorang tidak dapat memelihara diri mereka sendiri. Asuhan keperawatan diberikan pada saat kemampuan seseorang lebih kecil daripada kebutuhannya atau saat kemampuan seseorang setara dengan kebutuhannya tetapi kemungkinan akan terjadi penurunan kemampuan di kemudian hari yang tidak setara dengan peningkatan kebutuhan. Peran perawat dalam hal ini dibutuhkan ketika seseorang memerlukan asuhan keperawatan karena ketidakmampuannya merawat diri (Asmadi, 2008 p.125).

Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Defisit perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias secara mandiri, dan eliminasi atau toileting (BAB/BAK) secara mandiri (Keliat, 2011 p.220).

2. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri a. Defisit perawatan diri : Mandi/Higiene

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau memenuhi aktivitas mandi/higiene. Ketidakmampuan untuk melakukan tugas-tugas berikut : (1) mengakses ke kamar mandi, (2) mengambil perlengkapan mandi , (3) mengatur suhu atau aliran air mandi, (4) membersihkan tubuh. Hambatan ini dapat terjadi karena depresi dan gangguan psikologis (Wilkinson & Nancy, 2011 p.642).

(32)

defisit kognitif, penurunan motivasi, kebingungan, dan ansietas ketidakmampuan (Carpenito, 2000 p.336).

b. Defisit perawatan diri : Berpakaian/Berhias

Hambatan kemampuan untuk memenuhi aktivitas berpakaian lengkap dan berhias diri. Hambatan kemampuan untuk memenuhi tugas : mengkancingkan pakaian, mengambil pakaian, mengenakan atau melepas bagian-bagian pakaian yang penting, memilih pakaian, mengenakan pakaian pada bagian bawah dan atas, mengenakan sepatu, melepaskan pakaian, menggunakan risleting. Hambatan ini dapat terjadi karena gangguan neuromuskular dan gangguan kognitif atau persepsi (Wilkinson & Nancy, 2011 p.647).

Keadaan di mana individu mengalami kerusakan kemampuan untuk aktivitas mengenakan pakaian berhias; lengkap untuk diri sendiri. Kurangnya kemampuan mengenakan pakaian sendiri termasuk pakaian rutin atau khusus, berdandan/berhias yang memuaskan diri, memperoleh atau mengganti aksesoris pakaian. Hal ini berhubungan dengan defisit kognitif, kebingungan, dan penurunan motivasi (Carpenito, 2000 p.339).

c. Defisit perawatan diri : Makan

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas makan. Hambatan kemampuan untuk : menyuap makanan dari piring ke mulut, mengunyah makanan, menyelesaikan makan, meletakkan makanan ke piring, memegang alat makan, mengambil cangkir atau gelas. Hambatan ini dapat terjadi karena gangguan kognitif atau persepsi, gangguan neuromuskular (Wilkinson & Nancy, 2011 p.652).

(33)

memakan makanan. Hal ini berhubungan dengan defisit kognitif, kebingungan, dan penurunan motivasi (Carpenito, 2000 p.334).

d. Defisit Perawatan diri : Eliminasi

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan kegiatan eliminasi. Hambatan kemampuan untuk melakukan higiene eliminasi yang tepat, menyiram kloset atau kursi buang air, memanipulasi pakaian untuk eliminasi. Hambatan ini dapat terjadi karena gangguan neuromuskular dan gangguan persepsi atau kognitif (Wilkinson & Nancy, 2011 p.657).

Suatu keadaan di mana individu mengalami kegagalan kemampuan untuk melaksanakan atau menyelesaikan aktivitas toileting lengkap untuk diri sendiri. Kurangnya kemampuan untuk eliminasi ke kamar mandi, tidak dapat memanipulasi pakaian di kamar mandi, tidak dapat menyiram kloset, tidak ada keinginan untuk melakukan kebersihan yang benar. Hal ini berhubungan dengan defisit kognitif, kebingungan, dan penurunan motivasi (Carpenito, 2000 p.340).

3. Etiologi

Menurut Tarwoto dan Martonah, (2003) (dalam Dermawan & Rusdi, 2013 p.130), Penyebab Kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :

a. Kelelahan fisik b. Penurunan kesadaran

Menurut Depkes (2000) (dalam Dermawan & Rusdi, 2013 p.130), penyebab kurang perawatan diri adalah :

a. Faktor predisposisi 1) Perkembangan

Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.

(34)

Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.

3) Kemampuan realitas turun

Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.

4) Sosial

Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.

b. Faktor Presipitasi

Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/ lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.

Menurut Depkes (2000) (dalam Dermawan & Rusdi, 2013 p.131-132), faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygieneadalah:

1) Body Image

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.

2) Praktik sosial

Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.

3) Status sosial ekonomi

(35)

4) Pengetahuan

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes meilitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.

5) Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.

6) Kebiasaan seseorang

Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampo, dan lain-lain.

7) Kondisi fisik atau psikis

Pada kadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

Sikap seseorang melakukan hygiene perorangan dipengaruhi oleh beberapa factor ( Potter & Perry, 2005 p.1334-1336) :

1) Body image/Citra tubuh

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri, misalnya karena adanya perubahan fisik dan penyakit yang dideritanya sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.

2) Praktik sosial

Kelompok-kelompok sosial wadah seseorang dapat mempengaruhi praktik hygiene pribadi.

3) Status sosioekonomi

Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat praktik kebersihan yang digunakan, dan pada pasien gangguan jiwa kemampuan untuk melakukan kebersihan diri menurun.

4) Pengetahuan

(36)

untuk memelihara perawatan diri, pembelajaran praktik diharapkan dapat memotivasi seseorang untuk memenuhi perawatan yang perlu.

5) Keadaan Fisik

Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene yaitu: 1) Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah: gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.

2) Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

4. Tanda dan Gejala a. Fisik

1) Badan bau, pakaian kotor 2) Rambut dan kulit kotor 3) Kuku panjang dan kotor 4) Gigi kotor disertai mulut bau 5) Penampilan tidak rapi

b. Psikologis

1) Malas, tidak ada inisiatif 2) Menarik diri, isolasi diri

(37)

c. Sosial

1) Interaksi kurang 2) Kegiatan kurang

3) Tidak mampu berprilaku sesuai norma

4) Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarangan tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.

Data yang biasa ditemukan dalam defisit perawatan diri (Dermawan & Rusdi, 2013 p.132-133) adalah:

a. Data subjektif

1) Pasien merasa lemah 2) Malas untuk beraktivitas 3) Merasa tidak berdaya b. Data objektif

1) Rambut kotor, acak-acakan 2) Badan dan pakaian kotor dan bau 3) Mulut dan gigi bau

4) Kulit kusam dan kotor

5) Kuku panjang dan tidak terawat

5. Diagnosis Keperawatan(Keliat, p: 221, 2011)

Diagnosis keperawatan yaitu defisit perawatan diri (mandi, makan, berdandan, eliminasi)

6. Tindakan Keperawatan (Keliat, p: 221-222, 2011) Tujuan tindakan

a. Pasien mampu malakukan kebersihan diri secara mandiri b. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik c. Pasien mampu melakukan makan dengan baik

(38)

Tindakan keperawatan

a. Melatih pasien tentang cara-cara perawatan kebersihan diri. Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri anda dapat melakukan tahapan tindakan yang meliputi:

1) Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri 2) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri 3) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri

4) Melatih pasien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri

b. Melatih pasien berdandan/berhias. Anda sebagai perawat dapat melatih pasien berdandan. Untuk pasien laki-laki tentu harus dibedakan dengan wanita. Untuk pasien laki-laki latihan meliputi:

1) Berpakaian 2) Menyisir rambut 3) Bercukur

Untuk pasien wanita, latihannya meliputi 1) Berpakaian

2) Menyisir rambut 3) Berdandan

c. Melatih pasien makan secara mandiri. Untuk melatih makan pasien anda dapat melakukan tahapan sebagai berikut:

1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan 2) Menjelaskan cara makan yang tertib

3) Menjelaskan cara merapikan peralatan makan setelah makan 4) Praktik makan sesuai tahapan makan yang baik

d. Mengajarkan pasien melakukan defekasi/berkemih yang sesuai. Anda dapat melatih pasien untuk defekasi/berkemih mandiri sesuai tahapan berikut:

1) Menjelaskan tempat defekasi/berkemih yang sesuai

(39)

3) Menjelaskan cara membersihkan tempat defekasi dan berkemih

7. Strategi Pelaksanaan

a. Sp 1 : mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara merawat diri dan melatih pasien tentang cara perawatan diri : mandi

Contoh percakapan Fase Orientasi

“Assalamualaikum..!!! selamat pagi bu… perkenalkan saya perawat R. Hari ini saya dinas pagi dari jam 07:00 pagi sampai jam 14:00 siang. Saya akan merawat ibu selama di rumah sakit ini. Nama ibu siapa? Senangnya ibu di panggil apa?

Bagaimana perasaan Bu hari ini? apakah ibu sudah mandi?.

Baiklah Bu, bagaimana kalau kita mendiskusikan tentang kebersihan diri? Berapa lama Bu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit? Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau di ruang tamu?. Fase Kerja

Berapa kali ibu mandi dalam sehari? Menurut ibu apa kegunaan mandi? Apa alasan ibu sehingga tidak bisa merawat diri? Menurut ibu apa manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda orang yang merawat diri dengan baik seperti apa? Kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut ibu yang bisa muncul? Sekarang apa saja alat untuk menjaga kebersihan diri, seperti kalau kita mandi, cuci rambut, gosok gigi apa saja yang disiapkan? Benar sekali, ibu perlu menyiapkan pakaian ganti, handuk, sabun sikat gigi, odol, shampo serta sisir. Wah bagus sekali, ibu bisa menyebutkan dengan benar.

(40)

dan bedandan? Jadi bisakah ibu sebutkan alat yang digunakan untuk berdandan? Betul, bagus sekali sisir, bedak dan lipstik.

Berapa kali ibu makan sehari? Iya bagus ibu makan 3 kali sehari. Kalau minum sehari berapa gelas bu? Betul, minum 10 gelas perhari. Apa saja yang disiapkan untuk makan? Dimana ibu makan? Bagaimana cara makan yang baik menurut ibu? Apa yang dilakukan sebelum makan? Apa pula yang dilakukan setelah makan?

Berapa kali ibu BAB sehari? Kalau BAK berapa kali? Dimana biasanya ibu BAB/BAK? Bagaimana membersihkannya?

Kita sudah bicara tentang kebersihan diri, berdandan, berpakaian, makan dan minum serta BAB dan BAK. sekarang bisakah ibu cerita bagaimana cara melakukan mandi, keramas dan gosok gigi. Ya benar

pertama ibu bisa siram seluruh tubuh ibu termasuk rambut lalu ambil shampo gosokkan pada kepala ibu sampai berbusa lalu bilas sampai bersih.selanjutnya mabil sabun, gosokkan diseluruh tubuh secara merata lalu siram dengan air sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai odol.. giginya disikat mulai dari arah atas ke bawah. Gosok seluruh gigi ibu mulai dari depan ke belakang. Bagus lalu kumur-kumur sampai bersih. Terakhir siram lagi seluruh tubuh ibu sampai bersih lalu keringkan dengan handuk. Ibu bagus sekali melakukannya. Selanjutnya ibu bisa pasang baju dan sisir rambutnya dengan baik

Fase Terminasi

(41)

Baiklah ibu. Kalau mandi yang paling baik sehari berappa kali bu? Ya bagus mandi 2 kali sehari, sikat gigi 2 kali sehari, keramas 2 kali seminggu. Nanti ibu kemasukan ke jadwal ya bu. Jika ibu melakukanya secara mandiri makan ibu menuliskan M, jika ibu melakukannya dibantu atau diingatkan oleh keluarga atau teman maka ibu buat ibu, Jika ibu tidak melakukanya maka ibu tulis T. apakah ibu mengerti? Coba ibu ulangi? Naah bagus ibu.

Baik lah ibu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang tentang cara berdandan. apakah ibu bersedia?

Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00?

Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu?? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok ibu. saya permisi Assalamualaikum WR,WB.

b. Sp 2 : melatih pasien berdandan/berhias Contoh percakapan

Fase Orientasi

Assalamualaikum bu, Selamat pagi bu, masih ingat dengan saya?

Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah ibu sudah mandi?.Tampak bersih sekali, rambut juga sudah disisir, kukunya sudah digunting yah? Bagus sekali. Kalau gosok giginya bagaimana? Bagus sekali ternyata sudah ibu lakukan. Coba saya lihat jadwalnya? Bagus sekali ibu sudah melakukannya. Mandi 2 x sehari sudah dilakukan dengan mandiri, gosok gigi sehari juga sudah, keramas 2 minggu sekali juga sudah mandiri, gunting kuku juga sudah 1 x seminggu, kalau ini masih dibantu kemaren ya bu. Yang masih dibantu sama suster nanti ibu melakukannya sendiri.

(42)

Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit? Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau di ruang tamu? Fase Kerja.

Baiklah ibu, sebelum berdandan alat apa saja yang harus disiapkan? Ya benar sekali sisir, bedak dan lipstik. Bagaimana cara ibu berdandan? Apakah menyisir rmabut dulu? Bagaimana cara ibu menyisir? Sekarang sisir rambut dulu ya. Bagus sekali coba lihat dikaca, sudah rapi? Apa kebiasaan ibu berdandan apakah ibu memakai bedak? Lanjutka dengan merias muka, bagus . ibu tampak cantik. Apakah ibu mau pakai lipstik? Iya pakainya tipis saja. Coba lihat dikaca cantik ya.

Fase Terminasi.

Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan cara berdandan? Lebih cantik dan rapi ya? Bisa tina sebutkan lagi apa saja alat yang diperlukan untuk berdandan? Yah bagus sekali. Sekarang coba sebutkan caranya bagaimana? Wah tina memang hebat.

Baiklah ibu kita sudah melakukan berdandan kita masukan kedalam jadwal ya. Berapa kali akan ibu lakukan? Dua kali sehari? Sehabis mandi yaa? Jadi tina bisa tulis dijadwal harian setiap habis mandi, tina bisa langsung berdandan. Selanjutnya jangan lupa untuk melakukan sesuai jadwal yah bu, mandi 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari juga, keramas 2 kali seminggu, gunting kuku 1 kali seminggu, ganti baju dan berdandan habis mandi

Baik lah ibu besok kita akan ketemu lagi dan membicarakan tentang kebutuhan dan latihan cara makan dan minum yang benar, apakah ibu bersedia?

Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00

(43)

c. Sp 3 : melatih pasien makan secara mandiri Contoh percakapan

Fase Orientasi

Assalamualaikum bu, Selamat pagi bu, masih ingat dengan saya?

Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Hari ini saya lihat ibu sudah bersih ya, rambut juga sudah disisir rapi, pakai bedak, kukunya sudah digunting, bajunya juga cantik. Bagus sekali. Kalau gosok giginya bagaimana? Bagus sekali ternyata sudah ibu lakukan. Coba saya lihat jadwalnya? Bagus sekali ibu sudah melakukannya. Mandi 2 x sehari sudah dilakukan dengan mandiri, gosok gigi sehari juga sudah, keramas 2 minggu sekali juga sudah mandiri, gunting kuku juga sudah 1 x seminggu, sudah dilakukan secara mandiri. Jadi tina sudah bagus tentang kebersihan dirinya. Kalau berdandan dilakukan sama siapa bu? Oh sudah sendiri bagus sekali. Kalau berpakaiannya bagaimana? Dilakukan sendiri, bagus sekali.

Masih ingat apa yang mau kita bicarakan hari ini. Hari ini kita akan bicara tentang kebutuhan makan dan minum, cara makan dan minum. Apakah ibu bersedia?

Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau30 menit? Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang tamu?

Fase Kerja.

(44)

dll serta lauk nabati seperti kacang-kacangan, hasil olahan tahu, dan tempe. Sayur diberikan untuk memberikan rasa segar dan melancarkan proses menelan makanan, karena biasanya dihidangkan dalam bentuk berkuah : sayur dan umbian, kacang-kacangan, buah dan susu sebagai pelengkap, akan lengkap ditinjau dari kecukupan gizi serta minum 8-10 gelas (2500ml) sehari. Bagaimana tina apakah sudah mengerti?

Kalau kita mau makan alatnya apa saja bu? Jadi harus ada gelas piring dan sendok yah, sekarang piring gunanya untuk apa? Ya benar sekali untuk menaruh makanan, selanjutnya sendok untuk apa? Kalau gelas disiapkan untuk apa? Bagus sekali tina sudah bisa menjawab dengan benar, bagaimana kebiasaan sebelum , saat maupun sudah makan? Makan dimeja makan ya? Sebelum makan kita harus cuci tangan pakai sabun. Ya mari kita praktekkan.setelah itu duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap kita berdoa dulu. Silakan tina yang pimpn. Bagus. Mari kita makan. Saat makan kita harus mnyupakan makan satu-satu dengan pelan-pelan. Ya mari kita makan. Setelah kita mkan kita bereskan piring dan gelas yang kotor. Ya betul dan kita akhiri dengan cuci tangan. Ya bagus.

Fase Terminasi.

Bagaimana perasaan ibu setelah kita belajar makan dan minum? Alat apa saja yang kita gunakan untuk makan? Setelah makan pa saja yang kita lakukan?.

(45)

seminggu, gunting kuku 1 kali seminggu, ganti baju dan berdandan habis mandi pagi dan sore.

Baik lah ibu besok kita akan ketemu lagi dan membicrakan tentang BAB dan BAK, apakah ibu bersedia?

Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00

Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu? ? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok bu. saya permisi Assalamualaikum WR,WB.

d. Sp 4 : mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri Contoh percakapan

Fase Orientasi

Assalamualaikum bu, Selamat pagi bu, masih ingat dengan saya?

Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Hari ini saya lihat ibu sudah bersih ya, rambut juga sudah disisir rapi, pakai bedak, kukunya sudah digunting, bajunya juga cantik. Bagus sekali. Kalau gosok giginya bagaimana? Bagus sekali ternyata sudah ibu lakukan. Bagaimana makan dan minum hari ini? Jam berapa? Jam 8 ya. Coba saya lihat jadwalnya? Bagus sekali ibu sudah melakukannya. Mandi 2 x sehari sudah dilakukan dengan mandiri, gosok gigi sehari juga sudah, keramas 2 minggu sekali juga sudah mandiri, gunting kuku juga sudah 1 x seminggu, sudah dilakukan secara mandiri. Jadi tina sudah bagus tentang kebersihan dirinya. Kalau berdandan dilakukan sama siapa bu? Oh sudah sendiri bagus sekali. Kalau berpakaiannya bagaimana? Dilakukan sendiri, bagus sekali. Kalau makan dan minum masih dibantu yah. Besok harus sudah melakukannya sendiri yah. Ibu bisa kan ibu pasti bisa karea ibu hebat. Masih ingat apa yang mau kita bicarakan hari ini. Hari ini kita akan bicara tentang cara BAB dan BAK. Apakah ibu bersedia?

(46)

Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang tamu? Fase Kerja.

Baiklah ibu, ibu BAB dan BAK dikamar mandi yah? Hati-hati pakaian jangan sampai kena ya. Lalu jongkok diwc? Bagaimana cara ibu cebok? Bagus sebaiknya ibu cebok yang bersih setelah BAB dan BAK. yaitu dengan menyiram air dari arah depan ke belakang. Jangan terbalik ya. Cara seperti ini berguna untuk mencegah masuknya kotoran /tinja yang ada dianus kebagian kemaluan kita. Setelah ibu selesai cebok, jangan lupa tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai tinja / air kencing itu tidak tersisa dikaskus/ WC. Jika ibu membersihkan membersihkan tinja/ air krncing seperti ini, berarti ibu ikut mencegah penyebaran kuman berbahaya yang ada pada kotoran / air kencing. Setelah selesai membersihkan tinja/air kencing, ibu perlu merapikan pakaian sebelum keluar dari wc. Pastikan resleting sudah tertutup dengan rapi. Dan setelah itu jangan lupa cuci tangan pakai sabun ya bu.

Fase Terminasi.

Bagaimana perasaan ibu setelah kita membicarakan cara BAB dan BAK? Apa saja yang dilakukan saat BAB Dan BAK? Bagus sekali bu. Nahsekarang coba ibu sebutkan cara perawatan diri yang telah kita pelajari dan latih? Bagus sekali.

(47)

Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00

Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu? ? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok bu. saya permisi Assalamualaikum WR,WB

8. Pohon diagnosis (Direja, p: 154, 2012)

Resiko Bunuh Diri 1. Definisi

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri kehidupannya kenyataan (Keliat, 2011).

a. Ancaman bunuh diri

Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melkasanakna rencana tersebut.

b. Percobaan bunuh diri

Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupan, pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi kenyataan (Keliat, 2011).

Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan Defsit Perawatan Diri

Harga Diri Rendah Kronis

(48)

2. Etiologi

Menurut Dermawan & Rusdi (2013: 185) dalam buku konsep dan kerangka kerja asuhan keperawatan jiwa.

a. Predisposisi:

1) Diagnosa medis gangguan jiwa 2) Sifat kepribadian

3) Lingkungan psikososial 4) Riwayat keluarga b. Presipitasi

1) Stres yang berlebihan

2) Hubungan interpersonal yang terganggu 3) Kehilangan pekerjaan

3. Tanda dan gejala

Menurut Prabowo (2014: 162) dalam buku konsep dan aplikasi asuhan keperawatan jiwa

a. Mempunyai ide untuk bunuh diri b. Mengungkapkan keinginan untuk mati

c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan d. Impulsif

e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri g. Verbal terselubung

h. Status emosional i. Kesehatan mental j. Kesehatan fisik k. Pengangguran

l. Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun m. Status perkawinan

(49)

o. Konflik interpersonal p. Latar belakang keluarga q. Orientasi seksual

r. Sumber-sumber personal s. Sumber-sumber sosial

t. menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil

4. Pohon Masalah

Effect bunuh diri

Core Problemresiko bunuh diri

Causa isolasi sosial

Harga diri rendah kronis

5. Tindakan Keperawatan Pasien Resiko Bunuh Diri Tindakan keperawatan untuk pasien

a. Tujuan : Pasien tetap aman dan selamat b. Tindakan : Melindungi pasien

Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, makaperawat dapat melakukan tindakan berikut:

1) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman

2) Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan obat

(50)

4) Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa perawat akan melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri

c. Strategi Pelaksanaan

1) SP 1 Pasien: Mengidentifikasi resiko bunuh diri (isyarat, ancaman atau percobaan bunuh diri dan membantu mengamankan benda-benda berbahaya di sekeliling pasien.

Peragakan kepada pasien seperti percakapan dibawah ini!

Fase Orientasi

”Assalamu’alaikum !, perkenalkan nama saya perawat MT, Nama kamu siapa? Senang di panggil apa? Baiklah, namanya B ya? Bagus sekali. ”Bagaimana perasaan B hari ini? O... jadi B merasa tidak perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah B ada perasaan ingin bunuh diri? Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara mengatasi keinginan bunuh diri. Mau berapa lama? Dimana?”Disini saja yah!

Fase Kerja

“ Bagaimana perasaan B setelah bencana ini terjadi? Apakah dengan bencana ini B merasa paling menderita di dunia ini? Apakah A kehilangan kepercayaan diri? Apakah B merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah daripada orang lain? Apakah B merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah A sering mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah B berniat untuk menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau berharap bahwa B mati? Apakah B pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya, kamar B ini untuk memastikan tidak ada benda benda yang membahayakan B.”

”Nah B, karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”

(51)

Fase Terminasi

“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa yang telah kita bicarakan tadi? Bagus B. Bagimana Masih ada dorongan untuk bunuh diri? Kalau masih ada perasaan / dorongan bunuh diri, tolong panggil segera saya atau perawat yang lain. ” Baiklah B bagaimana kalau dua jam lagi kita bertemu? Tempatnya di sini saja? Saya permisi dulu.

2) SP 2 Pasien: membantu pasien meningkatkan harga diri dengan melatih kemampuan/aspek positif yang dimiliki.

Peragakan kepada pasien seperti percakapan dibawah ini!

Fase Orientasi

Assalamu’alaikum B! Bagaimana perasaan B saat ini? Masih adakah dorongan mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita dua jam yang lalu sekarang kita akan membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih B miliki. Mau berapa lama? Dimana?”

Fase Kerja

Apa saja dalam hidup B yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan rugi kalau B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan B. Keadaan yang bagaimana yang membuat B merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan B masih ada yang baik yang patut B syukuri. Coba B sebutkan kegiatan apa yang masih dapat B lakukan selama ini”. Bagaimana kalau B mencoba melakukan kegiatan tersebut, Mari kita latih.”

Fase Terminasi

Gambar

Gambar 1.1 Rentang Respon Isolasi Sosial
Gambar 1.1 Pohon Masalah Isolasi Sosial

Referensi

Dokumen terkait

“Coba bapak jelasin dampak negatif dari merokok apa pak?” “ Waduh banyak sekali dampak negatif terutama bagi kesehatan itu ya penyakit itu paru-paru yang jelas terus

Sedangkan menurut Stuart & Sudeen (1998), kehilangan merupakan perpindahan keadaan seseorang yang awalnya memiliki dari ada menjadi tidak ada. Seseorang yang mengalami

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara faktor biologis dengan resiko perilaku kekerasan (p value 0,010 ), terdapat hubungan antara faktor psikologis

Berdasarkan hasil peneltian yang di lakukan dari peneliti, diporoleh kesimpulan bahwa bisnis peternakan di daerah kampung Beru milik bapak Arung dan bapak Dahlan. Tantangan

Penelitian ini di dukung oleh penelitian yang di lakukan Saputri (2015) yaitu untuk mengatahui pengaruh terapi spiritual mendengarkan ayat suci Al-Quran terhadap kemampuan

Setiap pelaksanaan ujian praktek yang anda lakukan harus di foto dan kelihatan kelompok saudara mulai dari alat dan bahan kemudian cara melakukan praktek dan di masukkan dalam

Dr. Idah Zuhroh, MM. Ketua Jurusan Akuntansi saya, Ibu Dr. Dosen Wali saya, Bapak Dr. Dosen Pembimbing saya, Ibu Dra. Siti Zubaidah, MM., Ak., CA dan Ibu Mudrifah, SE., MM

SP 3 pasien : Evaluasi kemampuan dari pasien, melatih cara mengontrol prilaku kekeerasan dengan teknik verbal, mendiskusikan kontrak ulang tentang bagaimana bagaimana cara pengendalian