BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,
KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN
2.1.Tinjauan Pustaka
2.1.1. Ayam ras pedaging
Ayam ras pedaging merupakan salah satu komoditi yang tergolong paling popular
dalam dunia agribisnis peternakan di Indonesia. Sampai saat ini, ayam ras
pedaging merupakan usaha peternakan yang berkembang paling menakjubkan.
Sejak dikembangkan secara intensif di masa orde baru, ayam ras pedaging telah
menggeser komoditi-komoditi ternak lainnya dalam memenuhi kebutuhan protein
hewani. Usaha ayam ras pedaging sukup prospektif karena selera masyarakat
terhadap cita rasa ayam ras sangat tinggi di semua lapisan. Disamping itu, nilai
keuntungan yang diperoleh juga cukup tinggi jika dikelola secara
efisien (Setyono dan Ulfah, 2011).
Cepatnya masa panen yang dapat dicapai dari usaha pembesaran ayam ras
pedaging menjadikannya primadona di kalangan peternak unggas. Ayam ras
pedaging menjadi idola karena pada umur 39-40 hari bisa mencapai bobot 1,8 kg.
padahal bobot yang sama baru bias dicapai ayam buras biasa pada umur yang
lebih dari 3 bulan. Bahkan kini ayam ras pedaging bias mencapai bobot yang
sama pada umur 31-32 hari. Dengan kata lain ayam ras pedaging yang dipelihara
saat ini lebih cepat besar dibandingkan ayam ras pedaging di masa yang
Ciri ayam ras pedaging yang baik menurut Hadjosworo dan Rukmiasih (2000)
adalah kerangka tubuh besar, pertumbuhan fisik yang pesat, dan hemat pakan. Di
bawah ini adalah proporsi bobot badan dan pakan yang dibutuhkan beberapa jenis
ayam yang memproduksi daging dalam jangka waktu samapi panen.
Tabel 3. Bobot Badan Dan Pakan Yang Diperlukan Beberapa Jenis Ayam Pada Berbagai Umur Pemanenan
Jenis ayam
Kampung 8-12 600-720 1550-3380
2,6-4,6
Ayam Kampung Silang
8-12 1120-1363 2280-4600 2,03-3,4
Sumber: Hadjosworo dan Rukmiasih, (2000)
Dilihat dari tabel 3 diketahui bahwa ayam ras pedaging jauh lebih unggul dari jenis
ayam lainnya yang produksi utamanya juga daging seperti ayam ras pedaging. Hal
ini terjadi karena adanya penelitian dan pengembangan dari pihak Puslitbang
Indonesia yang meramu pakan yang dapat menunjang pertumbuhan daing ayam ras
pedaging ini jauh lebih cepat dari biasanya.
Keunggulan ayam ras pedaging lainnya dibandingkan jenis ayam lainnya yang
membuat ayam ras pedaging tumbuh pesat adalah sebagai berikut:
a. Sumber modal yang tersedia cukup banyak baik dari pemerintah maupun
perusahaan besar sehingga dapat dimanfaatkan peternak kecil;
b. Berkembangnya lembaga hilir yankni perusahaan pengolahan dan pemasaran
c. Perubahan pola hidup yang lebih sadar akan pentingnya gizi dari produk
peternakan;
d. Usaha ayam ras pedaging termasuk usaha yang mendapat nilai kompensasi
ekonomi di saat permintaan tinggi, seperti hari besar keagamaan. Secara
finansial, usaha ayam ras pedaging sangat layak yakni keuntungan bisa
mencapai lebih dari 100%;
e. Kecendrungan peningkatan konsumsi sangat besar akibat meningkatnya
pendapatan masyarakat. Dengan kata lain elastisitas permintaan terhadap
pendapatan sangat tinggi, yaitu bisa lebih dari 1,5 yang berarti peningkatan
pendapatan 1% maka peningkatan konsumsi ayam ras pedaging adalah 1,5%.
Dari sumber yang sama, Setyono dan Ulfah (2011) dukungan faktor eksternal yang
mendukung perkembangan usaha ayam ras pedaging juga sangat kuat antara lain
sebagai berikut:
a. Industri penyedia input produksi seperti penyedia bibit (DOC=Day Old Chick)
yang sangat kuat baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Untuk peternak
plasma, segala input produksi diberikan oleh peternak inti namun untuk peternak
mandiri, penyediaan input diusahakan sendiri yaitu dibeli di outlet penyedia
input produksi peternakan ayam ras pedaging;
b. Tekhnologi pemeliharaan mudah diadopsi oleh masyarakat umum;
c. Pasar ayam ras pedaging tersebar luas di semua daerah. Seluruh lapisan
masyarakat dapat mengkonsumsi ayam ras pedaging karena secara umum tidak
ada kelompok tertentu yang dilarang mengkonsumsi ayam ras pedaging
2.2.Landasan Teori
2.2.1.Tataniaga
Dalam Kusnadi, dkk (2009), Schaffner et.al. (1998) mengemukakan pengertian
tataniaga dapat ditinjau dari dua perspektif yaitu perspektif mikro dan makro. Dalam
perspektif mikro, tataniaga merupakan aspek manajemen dimana perusahaan secara
individu, pada setiap tahapan tataniaga dalam mencari keuntungan, melalui
pengelolaan bahan baku, produksi, penetapan harga, distribusi dan promosi yang
efektif terhadap produk perusahaan yang akan dipasarkan. Perspektif makro
menganalisis efisiensi sistem secara keseluruhan dalam penyampaian produk/jasa
hingga konsumen akhir atau pemakai, yaitu sistem tataniaga setelah dari petani
dengan menggunakan fungsi-fungsi tataniaga atau aktivitas yang diperlukan untuk
menyampaikan produk/jasa yang berhubungan dengan nilai guna waktu, bentuk,
tempat dan kepemilikan kepada konsumen dan kelembagaan atau
perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam sistem tataniaga tersebut (pengolah, distributor,
broker, agen, grosir dan pedagang eceran).
Dalam pengertian lain, tataniaga khususnya untuk bidang pertanian merupakan
proses aliran komoditas yang disertai pemindahan hak milik dan penciptaan daya
guna waktu, guna tempat, dan guna bentuk yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
tataniaga dengan melakukan salah satu atau beberapa fungsi-fungsi tataniaga
(Sudiyono, 2001). Pengertian tersebut dilengkapi oleh Said dan Intan (2001) dimana
di dalam tataniaga itu memiliki untuk memberi kepuasan dari barang dan jasa yang
dipertukarkan kepada konsumen atau pemakai dalam bidang pertanian, baik input
Berdasarkan definisi yang diberikan maka dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir
daripada tataniaga adalah menempatkan barang-barang ke tangan ke tangan
konsumen akhir. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilaksanakan
kegiatan-kegiatan tataniaga yang dibangun berdasarkan arus barang yang meliputi proses
pengumpulan (konsentrasi), proses pengimbangan (equalisasi) dan proses
penyebaran (dispersi) (Hanafiah dan Sefuddin, 2006).
Proses konsentrasi merupakan tahap pertama dari arus barang. Barang-barang yang
dihasilkan dalam jumlah kecil dikumpulkan menjadi jumlah yang lebih besar agar
dapat disalurkan ke pasar-psar eceran secara lebih efisien. Equalisasi adalah proses
tahap kedua dari arus barang yaitu tindakan-tindakan penyesuaian permintaan dan
penawaran barang dan jasa berdasarkan temoat, waktu, jumlah, dan kualitas. Dispersi
merupakan proses tahapan terakhir dari arus barang dimana barang-barang yang telah
terkumpul dan tersebar ke arah konsumen atau pihak
lainnya (Hanafiah dan Saefuddin, 2006).
Dari ketiga proses yang dijabarkan tersebut, proses tataniaga mengandung segi fisik
dan segi mental. Segi mentak diartikan bahwa para penjual harus mengetahui apa
yang diinginkan para pembeli dan juga para penjual harus mengetahui apa yang
dharusnya dijual. Sedangkan segi fisik diartikan bahwa barang-barang harus
dipindahkan ke tempat-tempat dimana mereka dibutuhkan pada waktu dan jumlah
yang tepat seta kualitas yang sesuia dengan yang diinginkan
konsumen (Hanafiah dan Sefuddin, 2006).
Proses tataniaga produk pertanian dan produk non pertanian berbeda. Fakta lapangan
membuktikan proses tataniaga produk pertanian bersifat konsentrasi-distributif
produk pertanian, produk dihasilkan secara terpencar dimana bahan mentah
memerlukan pengolahan lebih lanjut dan dalam jumlah yang relatif sedikit sehingga
untuk menutup biaya-biaya yang diperlukan tersebut diperlukan lembaga tataniaga
dalam melakukan fungsi-fungsi tataniaga dengan volume perdagangan yang pastinya
lebih luas dari sebelumnya. Konsentrasi yng dikatakan sebagai sifat dari proses
tataniaga produk pertanian diartikan sebagai pengumpulan produk-produk pertanian
dari petani ke tengkulak, pedagang pengumpul dan pedagang besar serta diakhiri
proses distribusi yanitu penjualan barang-barang dan jasa dari pedagang kea gen,
pengecer dan konsumen (Sudiyono, 2004).
Sedangkan untuk proses tataniaga produk non-pertanian bersifat distributif saja
dimaksudkan bahwa lokasi produsen terkonsentrasi dan barang yang dihasilkan dapat
direncanakan secara caermat, mengenai jumlah, mutu dan waktu pembuatan barang.
Produsen produk non pertanian pada umumnya menghasilkan barang dalam jumlah
yang besar, sehingga produsen dapat mendistribusikan secara langsung melalui
pedagang besar, agen dan pengecer serta konsumen. Sifat distributif diindikasikan
dengan penurunan volume yang ditransaksikan dari pedagang besar, agen dan
pengecer serta konsumen (Sudiyono, 2004).
Penjelasan diatas dapat menjadi acuan pelaksanaan tataniaga produk-produk
pertanian. Dalam proses pelaksanaan tataniaga produk pertanian harus mengetahui
dimana sentra-sentra produksi, akses dari pasar ke sentra produksi, harga jual produk
di pasar, keinginan konsumen terhadap kegunaan produk baik dari segi bentuk,
dimana dengan komoditi yang sama namun bentuk berbeda seperti tomat segar
dengan jus tomat siap minum; waktu dan jumlah seperti hari kerja denga hari besar
2.2.2. Saluran Tataniaga
Komoditas pertanian merupakan komoditas yang cepat rusak, maka komoditas
pertanian harus cepat diterima oleh konsumen. Kondisi seperti ini memerlukan
saluran tataniaga yang relatif pendek. Jika jarak antara produsen dengan konsumen
semakin jauh, maka saluran tataniaga yang terbentuk pun akan semakin panjang.
Karena adanya perbedaan jarak dari lokasi produsen ke konsumen, maka lembaga
tataniaga diharapkan kehadirannya untuk membantu penyampaian barang dari
produsen ke konsumen. Oleh sebab itu, dalam hal melancarkan penyampaian dan
memindahkan barang-barang dari produsen ke pasar (para konsumen) peranan
lembaga-lembaga tataniaga (marketing institutions) adalah demikan
besar (Kertasapoetra, 2002).
Dalam saluran tataniaga tersebut terdapat lembaga pemasaran yang merupakan badan
usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan
barang dari produsen ke konsumen akhir serta mempunyai hubungan badan usaha
atau individu lainnya. Lembaga pemasaran timbul karena adanya keinginan
konsumen untuk memperoleh komoditas sesuai waktu, tempa, bentuk dan
kepemilikannya. Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi-fungsi
pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimum mungkin. Dan
kahirnya konsumen memberikan balasan jasa kepada lembaga pemasaran sebagai
margin pemasaran (Rahim dan Hastuti, 2008).
Lembaga pemasaran ini menjalankan lebih dari satu fungsi pemasaran, oleh sebab itu
perlu ditelaah lembaga pemasaran dari bentuk usahanya. Untuk meningkatkan
koordinasi pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran, yaitu dalam bentuk integrasi
horizontal dan integrasi vertikal (Sudiyono, 2004).
Menurut Setiyono dan Ulfah (2011) saluran pemasaran perlu ditelaah lebih lanjut
agar dapat menerapkan suatu strategi pemasaran. Saluran pemasaran antara satu
daerah dengan daerah lain berbeda walaupun komoditi yang disalurkan sama. Dilihat
dari tujuan pasarnya, saluran pemasaran ayam ras pedaging terdapat dua saluran
seperti bagan dibawah ini yang menunjukkan saluran pemasaran ayam ras pedaging
di berbagia daerah secara umumnya, yaitu melalui pasar tradisional dan pasar
modern. Jika dibandingkan dari segi jumlahnya jalur pasar tradisional jauh lebih
besar dibanding dengan jalur pasar modern yaitu sekitar 80% : 20%. Berikut adalah
gambar skema saluran pemasaran ayam ras pedaging
Keterangan:
TPN : Tempat Penampungan Ayam
TPA : Tempat Pemotongan Ayam
RPA : Rumah Pemotongan Ayam
: Dijual Ke
Dilihat dari gambar 1 terdapat empat saluran pemasaran, masing-masing
kelompok ternak melakukan 2 saluran pemasaran. Seperti peternak plasma
melakukan 2 saluran pemasaran, produksi ayam ras pedaging dari peternak
ditampung oleh tempat penampungan atau distributor, baik secara langsung
maupun melalui broker. Selanjutnya produk didistribusikan ke tempat
pemotongan ayam (TPA). Dari TPA dipasarkan ke pasar tradisional selanjutnya
dijual ke konsumen keluarga. Namun biasanya, TPA berlokasi langsung di pasar
tempat pedagang menjual langsung ke konsumen akhir. Berbeda dengan peternak
plasma, peternak inti melakukan pemasaran tidak melalui broker melainkan
langsung kerumah pemotongn ayam dan langsung disalurkan ke pasaar modern
atau langsung ke distribotur untuk disalurkan langsung ke pasar tradisional.
Setelah sampai ke dua jenis pasar tersebut hasil produk ayam ras pedaging
tersebut sampai ke tangan konsumen.
2.2.3. Fungsi Fungsi Tataniaga
Saluran pemasaran bertugas menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Ia
mengatasi tiga macam utility yaitu waktu, tempat, dan kepemilikan. Tiga utility
tersebut menjauhkan barang dan jasa dari konsumennya masing-masing. Para
anggota atau pelaku tata niaga menurut Philips dan Duncan dalam Sihombing (2011),
fungsi tataniaga dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar, yaitu:
1. Fungsi pertukaran (exchange function), yang terdiri dari :
a. Fungsi penjualan (selling)
Fungsi penjualan ini bersifat dinamais sebab harus meyakinkan para
konsumen untuk membeli barang dan jasa yang mempunyai arti ekonomis
yang dapat dilakukan dengan berbagai metoda, misalkan iklan, detailman,
salesman, dan lain-lain.
Dikenal lima dasar-dasar penjualan yang umum berlaku dalam tataniaga.
Dasar-dasar atau metoda ini tidaklah harus terdapat di setiap pasar, tetapi
tergantung kepada sifat-sifat barang, tingkat kemajuan tekhnologi, struktur
pasarnya dan system perekkonomian yang berlaku. Kelima metode dasar
tersebut adalah metode penjualan dengan cara inspeksi, metode penjualan
dengan cara memberikan contoh, metode penjualan dengan caradeskriptif,
metode penjualan dengan cara lelang, dan metode penjualan dengan cara
mengkombinasikan cara pertama sampai cara keempat.
b. Fungsi pembelian (buying)
Berdasarkan tujuannya fungsi pembelian dikelompokkan menjadi dua jenis
yaitu fungsi pembelian untuk tujuan konsumsi dan fungsi pembelian untuk
tujaun dijual kembali (resale). Fungsi pembelian denga tujuan dijual kembali
dilakuakn oleh pedagang perantara baik setelah mengalami pengolahan atau
tanpa pengolahan. Untuk itu ada beberapa factor pertimbangan yang perlu
dipertimbangkan yaitu estimasi permintaan, kelompok barang, lokasi sentra
produksi, dan berita pasar.
2. Fungsi pengadaan (physical supply function)
a. Fungsi pengangkutan (transportation)
Fungsi transportasi berfungsi memindahkan barang-barang dan jasa-jasa
(place utility) dan memakan waktu (time utility). Semakin jauh jarak fisik
b. Fungsi penyimpanan (storage)
Fungsi penyimpanan berarti menyimpan barang-barang selama waktu antara
dihasilkan samapi waktu dijual dan kadang-kadang diadakan pengolaha
lebih lanjut. Fungsi penyimpanan mengandung kegunaan waktu, terutama
hasil-hasil pertanian dan mempunyai hubungan dengan pola konsumsi yang
stabil dan memperkecil adanya fluktuasi harga seperti dengan adanya
persediaan yang kuat dan sebagainya
3. Fungsi pelancar (facilitation function) atau fungsi pemberian jasa (auxiliary
function) yang termasuk didalamnya ialah :
a. Fungsi permodalan (financing)
Fungsi permodalan berarti pemberian modal baik dengan secara mandiri atau
pinjaman dari lembaga keuangan. Fungsi ini dimaksudkan dalam
penggunaan modal dalam proses tataniaga, membantu dalam proses
pertukaran maupun fungsi pengadaan fisik. Fungsi ini memiliki keterbatasan
pada persediaan uang untuk menyelenggaarakan fungsi pembelian dan
penjualan dalam batas=batas tertentu dan sebagainya di tempat terjadinya
pengumpulan barang tersebut perlu pembiayaan
b. Fungsi penanggungan resiko (risk taking atau risk bearing atau risk
managrment)
Resiko kemungkinan terjadinya kerusakan kehilangan atau yang
bersangkutan dengan kerugian-kerugian barang selamaproses tataniaga
seperti susut dalam penyimoanan, pengangkutan, oencurian, dan sebagainya.
Semakin lama barang disimpan oleh lembaga tatano=iaga maka akan lebih
c. Fungsi informasi pasar (market information)
Fungsi informasi pasar merupakan salah satu fungsi yang memfasilitasi
kelancaran fungsi pertukan dan fungsi pengadaan fisik. Tidak seperti fungsi
pelancar lainnya yang berfungsi memoerlancar prosesnya tataniaga.
Informasi pasar dimanfaatkan oleh para lembaga pemasaran sebagai bahan
perencanaan untuk menentukan tempat serta waktu pembelian dan penjualan
sejumlah barang, menetepakan kebijaksanaan pembiayaan dan kredit
tataniaga, dan memperlancar proses tataniaga khususnya dalam memenuhi
perminta pembeli atas sejumlah barang dalam waktu dan kualitas tertentu.
d. Fungsi standarisasi (grading)
Standarisasi memberikan gambaran keseragaman kualitas suatu barang di
berbagai tempat dimana ukuran-ukuran terbeut diterima oleh umum sebagai
nilai tetap batas kualaitas barang tersebut. Peranan fungsi standarisasi ini
dalam tataniaga ialah mudah dalam penilaian mutu suatu barang, mudah
dalam hal oengumoukan barang yang telah berstandar, dapar memperkecil
biaya tataniaga, dapat mengurang ongkos transport, dan dapat meningkatkan
permintaan konsumen sesuai dengan daya beli pada keadaan mutu yang
berbeda.
2.2.4. Biaya Tataniaga
Biaya adalah pengorbanan yang dikeluarkan oleh produsen dalam mengelola
usahataninya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya pun merupakan
korbanan yang diukur untuk suatu satuan alat tukar berupa uang yang dilakukan
Untuk istilah biaya tataniaga yang digunakan mencakuo oengeluaran produsen untuk
keperluan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan penjualan produksi dan
jumlah pengeluaran lembaga tataniaga dan laba yang diterima oleh badan tataniaga
tersebut (Hanafiah dan Saefuddin, 2006).
Penyaluran barang atau komoditi pertanian melalui beberpa proses seperti
pengangkutan, pengolahan (pengeringan, perubahan bentuk, dan lainnya),
pembiayaan retribusi, bongkar muat serta kegiatan lainnya. Semua proses tersebut
jelas membutuhkan biaya yang masing-masing tidak sama dan memiliki proporsinya
masing-masing. Bila jarak antara produsen dengan konsumen pendek maka biaya
pengangkutan bisa diperkecil. Jika tidak terjadi, maka biaya pengangkutan bisa
diperkecil. Jika tidak terjadi perubahan bentuk atau perubahan volume atau mutu
maka biaya pengolahan jadi ditiadakan. Semakin panjang jarak dan makin banyak
perantara (lembaga tataniaga) yang terlibat dalam pemasaran, maka biaya pemasaran
semakin tinggi, dan margin tataniaga (selisih antara harga produsen dengan tingkat
konsumen) juga semakin besar (Daniel, 2002).
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa biaya tataniaga bervariasi untuk
masing-masing komoditinya. Bisa saja satu komoditi namun beda jenis outputnya
maka beda biaya tataniaganya. Seperti komoditi ayam dengan output daging ayam
dengan bibit ayam. Dimana pada pemasaran daging ayam harus ada perlakuan
pengawetan, pengemasan, atau lainnya untuk mencegah terjadinya pembusukan.
Sedangkan pemasaran bibit ayam harus ada perlakuan pemeliharaan agar bibit ayam
masing-masing perlakuan terhadap daging ayam dan bibit ayam tersebut mmenimbukan
biayanya masing-masing dengan proporsi masing-masing (Mubyarto, 1991).
2.2.5. Margin Tataniaga
Dari biaya-biaya tataniaga yang dijelaskan sebelumnya muncul istilah harga, sebagai
nilai yang dikeluarkan konsumen terhadap suatu barang. Harga dari suatu barang
pada pelaku tataniaga yang satu dengan yang lain berbeda. Harga yang berbeda
tersebut diindikasikan karena perbedaan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan
yang diambil oleh pelaku tataniaga tersebut. Seperti harga yang berlaku di tingkat
produsen dengan harga yang berlaku di tingkat pedagang pengecer. Harga yang
berlaku di tingkat produsen terdiri dari biaya yang dikeluarkan selam berproduksi
dan keuntungan yang diinginkan, namun keuntungan tersebut biasanya tidak terlalu
besar karena produsen mentapkan keuntungan mereka dengan cara “by feeling”.
Namun para pedagang umumnya berorientasi pada keuntungan, cenderung
mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya sehingga selisih harga di tingkat
produsen dan pedagang pengecer tersebut besar. Selisih harga tersebut disebut
marketing margin (Sihombing, 2011).
Tidak jauh berbeda dengan artian diatas, menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006)
pada suatu perusahaan istilah margin tataniaga merupakan sejumlah uang yang
ditentukan secara internal accounting yang diperlukan untuk menutupi biaya dan laba
dan ini merupakan perbedaan antara harga pembelian dan harga penjualan.
Apabila margin dinyatakan dalam persentase maka itu dapat juga disebut sebagai
pokok penjualan atau atas harga dasar penjualan eceran suatu barang (Hanafiah dan
saefuddin, 2006).
Dibawah ini adalah kurva pembentukan margin tataniaga suatu produk.
Keterangan:
Pr : Harga di tingkat pengecer
Pf : Harga di tingkat petani
Sr : Penawaran di tingkat pengecer
Sf : Penawaran di tingkat petani
Dr : Permintaan di tingkat pengecer
Df : Permintaan di tingkat petani
Qr, f : jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer
Gambar 2. Hubungan Antara Harga Tingkar Produsen Dan Pengecer Terhadap Margin Tataniaga
Dari gambar 2 dapat dilihat pembentukan harga di tingkat produsen dan tingkat
pedagang pengcer memunculkan margin atau perbedaan diantara keduanya. Jika
harga yang ditentukan pedagang pengecer semakin besar maka semakin besar pula
margin tataniaganya dengan asumsi harga di tingkat produsen tetap. Begitu pula jika P
Pf Pr
D f
Dr Sf Sr
Qr, f Q
harga di tingkat produsen turun sedangkan harga di tingkat pedagang pengecer
adalah tetap maka margin tataniaganya juga akan semakin besar.
Menurut Sudiyono (2004) margin tataniaga dapat didefinisikan dengan dua cara yaitu
sebagai perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang
diterima petani dan sebagai biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai
akibat permintaan dan penawaran dari jasa-jasa pemasaran. Komponen margin
tataniaga ini terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembaga tataniaga dalam
melakukan fungsi tataniaga yang disebut biaya fungsional (functional cost). Selain
itu komponen margin tataniaga lainnya adalah keuntungan lembaga tataniag. Apabila
dalam suatu tataniaga produk pertanian terdapat lembaga tataniaga yang melakukan
fungsi-fungsi pemasaran maka margin tataniaga secara sistematis dapat ditulis
sebagai berikut
𝑀= ∑𝑚𝑖=1∑𝑛𝑗=1𝐶𝑖𝑗+∑ 𝜋𝑗………..1)
Keterangan :
M : Margin tataniaga
Ci : Biaya tataniaga untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-I oleh lembaga
tataniaga ke-j
m : jumlah jenis biaya tataniaga
n : jumlah lembaga tataniaga
atau rumusan yang lebih sederhana yaitu
𝑀= 𝑃𝑟 − 𝑃𝑓………2)
Keterangan :
M : Margin tataniaga
Pf : Harga di tingkat petani
Disamping margin tataniaga tersebut, menurut Sihombing (2011) perlu
diperhitungkan share biaya dan share keuntungan masing-masing lembaga
perantara tataniaga serta share petani produsen untuk mengetahui seberapa besar
bagian masing-masing lembaga perantara terhadap biaya dan keuntungannya serta
keuntungan bagi pihak petani produsen. Model perhitungan share biaya dan share
keuntungan serta share petani produsen masing-masing tersebut ialah sebagai
berikut:
𝑆𝐵𝑖= 𝐵𝑖�𝑃𝑟 − 𝑃𝑓 × 100%...3)
𝑆𝐾𝑖= 𝐾𝑖�𝑃𝑟 − 𝑃𝑓× 100%...4)
𝑆𝑓 =𝑃𝑓�𝑃𝑟× 100%...5)
Menurut Sihombing (2011) margin tataniaga dapat berbeda pada beberapa produk.
Perbedaan tersebut diakibatkan oleh:
a. Sifat produk tersebut yang berhubungan dengan proses aktivitas tataniaga;
b. Volume barang-barang yang besar, karena onglos angkutan dan
penyimpanannya juga lebih besar;
c. Adanya pengolahan yang lebih lengkap sehingga margin tataniaganya juga lebih
besar;
d. Adanya lembaga tataniaga yang terorganisir dan tidak terorganisir. Suatu system
tataniaga yang integrasi vertikalnya tinggi dan keterangan pasar yang baik akan
Dalam suatu kegiatan tataniaga terdapat perbedaan kepentingan dimana ada pihak
produsen yang menghendaki penghasilan yang tinggi dengan harga yang tinggi dan
konsumen yang menhendaki harga yang relative jauh lebih murah dari harga yang
ditawarkan oleh produsen tersebut. Perbedaan tersebut mempengaruhi margin
tataniaga dalam melakukan fungsi-fungsi pemasaran ditambah untuk keuntungan
lembaga-lembaga pemasaran. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan
margin tataniaga ini.
Jumlah yang dikonsumsi sangat dipengaruhi oleh variabel harga eceran dan
pendapatan konsumen. Secara umum dapat dibentuk fungsi sebagai berikut:
𝑄𝑐 =𝐹(𝑃𝑟,𝑌)……….6)
Keterangan :
Qc : Jumlah yang dikonsumsi
Pr : harga eceran
Y : pendapatan konsumen
Sedangkan lembaga tataniaga yang berrientasi pada pencapaian keuntungan
semaksimal mungkin, dengan harga di tingkat petani yang rendah dan harga di
tingkat konsumen yang tinggi. Di samping itu struktur pasar dan perilaku pasar juga
dapat mempengaruhi perilaku lembaga tataniaga. Secara umum jumlah yang di
transaksikan lembaga oemasaran dapat ditulis:
𝑄𝑡= 𝑓(𝑃𝑓,𝑃𝑟,𝑉2)………7)
Keterangan :
Qt : jumlah yang ditransaksikan lembaga tataniaga
Pr : harga di tingkat pengecer
V2 : variabel- variabel yang memepengaruhi tingkah laku tataniaga secara
kelompok
2.2.6. Efisiensi Tataniaga
Menurut Mubyarto dalam Sihombing (2011) sistem tataniaga disebut efisien apabila
memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen
ke konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya dan mampu mengadakan
pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada
semua pihak yang terlibat dalam kegiatan produksi dan jalur tataniaga tersebut.
Namun berbeda menurut A.T Mosher sistem tataniaga itu efisien apabila harga jual
petani atau harga yang diterima petani adalah sebesar harga pokok (cost price) hasil
ditambah dengan sebagai keuntungan yang diinginkan produsen dalam
pengusahaannya. Dan jika semakin besar harga maka semakin tinggi tingkat efisiensi
tataniaga tersebut.
Pengertian tersebut diatas ialah ditujukan untuk konsumen dan untuk produsen.
Dimana pengertian efisien menurut konsumen ialah produk yang diinginkan sampai
ke tangan konsumen dengan harga semurah-murahnya sedangkan pengertian efisien
dari pihak produsen ialah hasil produksi sampai ke tangan konsumen dengan biaya
yang sebesar-besarnya dan harga setinggi-tingginya (Hanafiah dan Saefuddin, 2006).
Menurut Sudiyono (2004) secara sederhana konsep efisiensi mendekati rasio
input-output. Suatu proses taaniaga dikatakan efisiensi apabila :
a. Output tetap konstan dicapai dengan input yang lebih sedikit;
c. Output dan input sama-sama mengalami kenaikan tetapi laju kenaikan output
lebih cepat daripada laju input;
d. Output dan input sama-sama mengalami penurunan, tetapi laju penurunan output
lebih lambat daripada laju penurunan input.
Secara sistematis, nilai efisiensi dapat ditulis sebagai berikut:
𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖
(
𝐸
) =
𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡𝑡𝑎𝑡𝑎𝑛𝑖𝑎𝑔𝑎𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡𝑡𝑎𝑡𝑎𝑛𝑖𝑎𝑔𝑎
× 100%
………….….21)Di sisi lain, penentuan efisiensi menurut Sihombing (2011) dapat dilihat dengan
memperbandingkan antara besarnya keuntungan petani produsen dan seluruh
lembaga perantara yang terlibat dengan seluruh ongkos tataniaga yang dikeluarkan
oleh lembaga perantara dan biaya produksi serta ongkos pemasaran yang dikeluarkan
oleh petani produsen. Metode ini dapat dirumuskan dengan model perhitungan:
𝐸
=
𝐽𝑙+𝐽𝑝𝑂𝑡+𝑂𝑝
× 100%
……….22)Keterangan :
Jl : Keuntungan lembaga tataniaga
Jp : Keuntungan Produsen
Ot : Ongkos tataniaga
Op : Ongkos produksi dan pemasaran yang dikeluarkan oleh petani produsen
2.3.Kerangka Pemikiran
Dalam jalur tataniaga ayam ras pedaging terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu
peternak sebagai penyedia komoditi, pedagang perantara, dan konsumen akhir. Ada
beberapa saluran pemasaran produk peternakan ayam ras pedaging yang ditujukan
untuk segmen pasar konsumen. Beberapa peternak menjual langsung hasil panennya
perantara. Panjang – pendeknya saluran pemasaran ini dilihat dari banyaknya jumlah
pedagang perantara yang terlibat dalam saluran tersebut.
Pedagang perantara yang terlibat mungkin menjalankan lebih dari satu fungsi
pemasaran. Fungsi – fungsi tataniaga tersebut meliputi fungsi pembelian, penjualan,
pengangkutan, penyimpanan, standardisasi, permodalan, penanggungan resiko, serta
informasi pasar. Dalam menjalankan fungsi – fungsi tataniaga, pedagang perantara
memperoleh balas jasa berupa margin pemasaran yaitu selisih harga yang dibayar
konsumen dengan harga yang diterima produsen. Margin tataniaga ini oleh pedagang
perantara dialokasikan di antaranya untuk biaya – biaya yang diperlukan lembaga
pemasaran untuk melaksanakan fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau
biaya fugsional dan keuntungan lembaga yang terlibat di dalam penyampaiannya.
Margin pemasaran ini akan mempengaruhi efisiensi pemasaran, dalam banyak hal
semakin tinggi biaya pemasaran maka saluran pemasaran tersebut akan semakin tidak
Secara sistematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :
Keterangan :
= Dijual Ke
= Mempengaruhi / Pengaruh
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
2.4.Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis penelitian ini adalah:
1. Ada beberapa saluran tataniaga ayam ras pedaging di daerah penelitian.
2. Share margin peternak lebih kecil daripada share margin pedagang.
3. Efisiensi tataniaga ayam ras pedgaing di daerah penelitian adalah efisien. Peternak
Ayam Ras
Lembaga Tataniaga
Konsumen Akhir
Fungsi i
Harga Di Tingkat Peternak
Biaya
Margin Tataniaga
Efisiensi Tataniaga