• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Tataniaga Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Tataniaga Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,

KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

2.1.Tinjauan Pustaka

2.1.1. Ayam ras pedaging

Ayam ras pedaging merupakan salah satu komoditi yang tergolong paling popular

dalam dunia agribisnis peternakan di Indonesia. Sampai saat ini, ayam ras

pedaging merupakan usaha peternakan yang berkembang paling menakjubkan.

Sejak dikembangkan secara intensif di masa orde baru, ayam ras pedaging telah

menggeser komoditi-komoditi ternak lainnya dalam memenuhi kebutuhan protein

hewani. Usaha ayam ras pedaging sukup prospektif karena selera masyarakat

terhadap cita rasa ayam ras sangat tinggi di semua lapisan. Disamping itu, nilai

keuntungan yang diperoleh juga cukup tinggi jika dikelola secara

efisien (Setyono dan Ulfah, 2011).

Cepatnya masa panen yang dapat dicapai dari usaha pembesaran ayam ras

pedaging menjadikannya primadona di kalangan peternak unggas. Ayam ras

pedaging menjadi idola karena pada umur 39-40 hari bisa mencapai bobot 1,8 kg.

padahal bobot yang sama baru bias dicapai ayam buras biasa pada umur yang

lebih dari 3 bulan. Bahkan kini ayam ras pedaging bias mencapai bobot yang

sama pada umur 31-32 hari. Dengan kata lain ayam ras pedaging yang dipelihara

saat ini lebih cepat besar dibandingkan ayam ras pedaging di masa yang

(2)

Ciri ayam ras pedaging yang baik menurut Hadjosworo dan Rukmiasih (2000)

adalah kerangka tubuh besar, pertumbuhan fisik yang pesat, dan hemat pakan. Di

bawah ini adalah proporsi bobot badan dan pakan yang dibutuhkan beberapa jenis

ayam yang memproduksi daging dalam jangka waktu samapi panen.

Tabel 3. Bobot Badan Dan Pakan Yang Diperlukan Beberapa Jenis Ayam Pada Berbagai Umur Pemanenan

Jenis ayam

Kampung 8-12 600-720 1550-3380

2,6-4,6

Ayam Kampung Silang

8-12 1120-1363 2280-4600 2,03-3,4

Sumber: Hadjosworo dan Rukmiasih, (2000)

Dilihat dari tabel 3 diketahui bahwa ayam ras pedaging jauh lebih unggul dari jenis

ayam lainnya yang produksi utamanya juga daging seperti ayam ras pedaging. Hal

ini terjadi karena adanya penelitian dan pengembangan dari pihak Puslitbang

Indonesia yang meramu pakan yang dapat menunjang pertumbuhan daing ayam ras

pedaging ini jauh lebih cepat dari biasanya.

Keunggulan ayam ras pedaging lainnya dibandingkan jenis ayam lainnya yang

membuat ayam ras pedaging tumbuh pesat adalah sebagai berikut:

a. Sumber modal yang tersedia cukup banyak baik dari pemerintah maupun

perusahaan besar sehingga dapat dimanfaatkan peternak kecil;

b. Berkembangnya lembaga hilir yankni perusahaan pengolahan dan pemasaran

(3)

c. Perubahan pola hidup yang lebih sadar akan pentingnya gizi dari produk

peternakan;

d. Usaha ayam ras pedaging termasuk usaha yang mendapat nilai kompensasi

ekonomi di saat permintaan tinggi, seperti hari besar keagamaan. Secara

finansial, usaha ayam ras pedaging sangat layak yakni keuntungan bisa

mencapai lebih dari 100%;

e. Kecendrungan peningkatan konsumsi sangat besar akibat meningkatnya

pendapatan masyarakat. Dengan kata lain elastisitas permintaan terhadap

pendapatan sangat tinggi, yaitu bisa lebih dari 1,5 yang berarti peningkatan

pendapatan 1% maka peningkatan konsumsi ayam ras pedaging adalah 1,5%.

Dari sumber yang sama, Setyono dan Ulfah (2011) dukungan faktor eksternal yang

mendukung perkembangan usaha ayam ras pedaging juga sangat kuat antara lain

sebagai berikut:

a. Industri penyedia input produksi seperti penyedia bibit (DOC=Day Old Chick)

yang sangat kuat baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Untuk peternak

plasma, segala input produksi diberikan oleh peternak inti namun untuk peternak

mandiri, penyediaan input diusahakan sendiri yaitu dibeli di outlet penyedia

input produksi peternakan ayam ras pedaging;

b. Tekhnologi pemeliharaan mudah diadopsi oleh masyarakat umum;

c. Pasar ayam ras pedaging tersebar luas di semua daerah. Seluruh lapisan

masyarakat dapat mengkonsumsi ayam ras pedaging karena secara umum tidak

ada kelompok tertentu yang dilarang mengkonsumsi ayam ras pedaging

(4)

2.2.Landasan Teori

2.2.1.Tataniaga

Dalam Kusnadi, dkk (2009), Schaffner et.al. (1998) mengemukakan pengertian

tataniaga dapat ditinjau dari dua perspektif yaitu perspektif mikro dan makro. Dalam

perspektif mikro, tataniaga merupakan aspek manajemen dimana perusahaan secara

individu, pada setiap tahapan tataniaga dalam mencari keuntungan, melalui

pengelolaan bahan baku, produksi, penetapan harga, distribusi dan promosi yang

efektif terhadap produk perusahaan yang akan dipasarkan. Perspektif makro

menganalisis efisiensi sistem secara keseluruhan dalam penyampaian produk/jasa

hingga konsumen akhir atau pemakai, yaitu sistem tataniaga setelah dari petani

dengan menggunakan fungsi-fungsi tataniaga atau aktivitas yang diperlukan untuk

menyampaikan produk/jasa yang berhubungan dengan nilai guna waktu, bentuk,

tempat dan kepemilikan kepada konsumen dan kelembagaan atau

perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam sistem tataniaga tersebut (pengolah, distributor,

broker, agen, grosir dan pedagang eceran).

Dalam pengertian lain, tataniaga khususnya untuk bidang pertanian merupakan

proses aliran komoditas yang disertai pemindahan hak milik dan penciptaan daya

guna waktu, guna tempat, dan guna bentuk yang dilakukan oleh lembaga-lembaga

tataniaga dengan melakukan salah satu atau beberapa fungsi-fungsi tataniaga

(Sudiyono, 2001). Pengertian tersebut dilengkapi oleh Said dan Intan (2001) dimana

di dalam tataniaga itu memiliki untuk memberi kepuasan dari barang dan jasa yang

dipertukarkan kepada konsumen atau pemakai dalam bidang pertanian, baik input

(5)

Berdasarkan definisi yang diberikan maka dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir

daripada tataniaga adalah menempatkan barang-barang ke tangan ke tangan

konsumen akhir. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilaksanakan

kegiatan-kegiatan tataniaga yang dibangun berdasarkan arus barang yang meliputi proses

pengumpulan (konsentrasi), proses pengimbangan (equalisasi) dan proses

penyebaran (dispersi) (Hanafiah dan Sefuddin, 2006).

Proses konsentrasi merupakan tahap pertama dari arus barang. Barang-barang yang

dihasilkan dalam jumlah kecil dikumpulkan menjadi jumlah yang lebih besar agar

dapat disalurkan ke pasar-psar eceran secara lebih efisien. Equalisasi adalah proses

tahap kedua dari arus barang yaitu tindakan-tindakan penyesuaian permintaan dan

penawaran barang dan jasa berdasarkan temoat, waktu, jumlah, dan kualitas. Dispersi

merupakan proses tahapan terakhir dari arus barang dimana barang-barang yang telah

terkumpul dan tersebar ke arah konsumen atau pihak

lainnya (Hanafiah dan Saefuddin, 2006).

Dari ketiga proses yang dijabarkan tersebut, proses tataniaga mengandung segi fisik

dan segi mental. Segi mentak diartikan bahwa para penjual harus mengetahui apa

yang diinginkan para pembeli dan juga para penjual harus mengetahui apa yang

dharusnya dijual. Sedangkan segi fisik diartikan bahwa barang-barang harus

dipindahkan ke tempat-tempat dimana mereka dibutuhkan pada waktu dan jumlah

yang tepat seta kualitas yang sesuia dengan yang diinginkan

konsumen (Hanafiah dan Sefuddin, 2006).

Proses tataniaga produk pertanian dan produk non pertanian berbeda. Fakta lapangan

membuktikan proses tataniaga produk pertanian bersifat konsentrasi-distributif

(6)

produk pertanian, produk dihasilkan secara terpencar dimana bahan mentah

memerlukan pengolahan lebih lanjut dan dalam jumlah yang relatif sedikit sehingga

untuk menutup biaya-biaya yang diperlukan tersebut diperlukan lembaga tataniaga

dalam melakukan fungsi-fungsi tataniaga dengan volume perdagangan yang pastinya

lebih luas dari sebelumnya. Konsentrasi yng dikatakan sebagai sifat dari proses

tataniaga produk pertanian diartikan sebagai pengumpulan produk-produk pertanian

dari petani ke tengkulak, pedagang pengumpul dan pedagang besar serta diakhiri

proses distribusi yanitu penjualan barang-barang dan jasa dari pedagang kea gen,

pengecer dan konsumen (Sudiyono, 2004).

Sedangkan untuk proses tataniaga produk non-pertanian bersifat distributif saja

dimaksudkan bahwa lokasi produsen terkonsentrasi dan barang yang dihasilkan dapat

direncanakan secara caermat, mengenai jumlah, mutu dan waktu pembuatan barang.

Produsen produk non pertanian pada umumnya menghasilkan barang dalam jumlah

yang besar, sehingga produsen dapat mendistribusikan secara langsung melalui

pedagang besar, agen dan pengecer serta konsumen. Sifat distributif diindikasikan

dengan penurunan volume yang ditransaksikan dari pedagang besar, agen dan

pengecer serta konsumen (Sudiyono, 2004).

Penjelasan diatas dapat menjadi acuan pelaksanaan tataniaga produk-produk

pertanian. Dalam proses pelaksanaan tataniaga produk pertanian harus mengetahui

dimana sentra-sentra produksi, akses dari pasar ke sentra produksi, harga jual produk

di pasar, keinginan konsumen terhadap kegunaan produk baik dari segi bentuk,

dimana dengan komoditi yang sama namun bentuk berbeda seperti tomat segar

dengan jus tomat siap minum; waktu dan jumlah seperti hari kerja denga hari besar

(7)

2.2.2. Saluran Tataniaga

Komoditas pertanian merupakan komoditas yang cepat rusak, maka komoditas

pertanian harus cepat diterima oleh konsumen. Kondisi seperti ini memerlukan

saluran tataniaga yang relatif pendek. Jika jarak antara produsen dengan konsumen

semakin jauh, maka saluran tataniaga yang terbentuk pun akan semakin panjang.

Karena adanya perbedaan jarak dari lokasi produsen ke konsumen, maka lembaga

tataniaga diharapkan kehadirannya untuk membantu penyampaian barang dari

produsen ke konsumen. Oleh sebab itu, dalam hal melancarkan penyampaian dan

memindahkan barang-barang dari produsen ke pasar (para konsumen) peranan

lembaga-lembaga tataniaga (marketing institutions) adalah demikan

besar (Kertasapoetra, 2002).

Dalam saluran tataniaga tersebut terdapat lembaga pemasaran yang merupakan badan

usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan

barang dari produsen ke konsumen akhir serta mempunyai hubungan badan usaha

atau individu lainnya. Lembaga pemasaran timbul karena adanya keinginan

konsumen untuk memperoleh komoditas sesuai waktu, tempa, bentuk dan

kepemilikannya. Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi-fungsi

pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimum mungkin. Dan

kahirnya konsumen memberikan balasan jasa kepada lembaga pemasaran sebagai

margin pemasaran (Rahim dan Hastuti, 2008).

Lembaga pemasaran ini menjalankan lebih dari satu fungsi pemasaran, oleh sebab itu

perlu ditelaah lembaga pemasaran dari bentuk usahanya. Untuk meningkatkan

(8)

koordinasi pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran, yaitu dalam bentuk integrasi

horizontal dan integrasi vertikal (Sudiyono, 2004).

Menurut Setiyono dan Ulfah (2011) saluran pemasaran perlu ditelaah lebih lanjut

agar dapat menerapkan suatu strategi pemasaran. Saluran pemasaran antara satu

daerah dengan daerah lain berbeda walaupun komoditi yang disalurkan sama. Dilihat

dari tujuan pasarnya, saluran pemasaran ayam ras pedaging terdapat dua saluran

seperti bagan dibawah ini yang menunjukkan saluran pemasaran ayam ras pedaging

di berbagia daerah secara umumnya, yaitu melalui pasar tradisional dan pasar

modern. Jika dibandingkan dari segi jumlahnya jalur pasar tradisional jauh lebih

besar dibanding dengan jalur pasar modern yaitu sekitar 80% : 20%. Berikut adalah

gambar skema saluran pemasaran ayam ras pedaging

Keterangan:

TPN : Tempat Penampungan Ayam

TPA : Tempat Pemotongan Ayam

RPA : Rumah Pemotongan Ayam

: Dijual Ke

(9)

Dilihat dari gambar 1 terdapat empat saluran pemasaran, masing-masing

kelompok ternak melakukan 2 saluran pemasaran. Seperti peternak plasma

melakukan 2 saluran pemasaran, produksi ayam ras pedaging dari peternak

ditampung oleh tempat penampungan atau distributor, baik secara langsung

maupun melalui broker. Selanjutnya produk didistribusikan ke tempat

pemotongan ayam (TPA). Dari TPA dipasarkan ke pasar tradisional selanjutnya

dijual ke konsumen keluarga. Namun biasanya, TPA berlokasi langsung di pasar

tempat pedagang menjual langsung ke konsumen akhir. Berbeda dengan peternak

plasma, peternak inti melakukan pemasaran tidak melalui broker melainkan

langsung kerumah pemotongn ayam dan langsung disalurkan ke pasaar modern

atau langsung ke distribotur untuk disalurkan langsung ke pasar tradisional.

Setelah sampai ke dua jenis pasar tersebut hasil produk ayam ras pedaging

tersebut sampai ke tangan konsumen.

2.2.3. Fungsi Fungsi Tataniaga

Saluran pemasaran bertugas menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Ia

mengatasi tiga macam utility yaitu waktu, tempat, dan kepemilikan. Tiga utility

tersebut menjauhkan barang dan jasa dari konsumennya masing-masing. Para

anggota atau pelaku tata niaga menurut Philips dan Duncan dalam Sihombing (2011),

fungsi tataniaga dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar, yaitu:

1. Fungsi pertukaran (exchange function), yang terdiri dari :

a. Fungsi penjualan (selling)

Fungsi penjualan ini bersifat dinamais sebab harus meyakinkan para

konsumen untuk membeli barang dan jasa yang mempunyai arti ekonomis

(10)

yang dapat dilakukan dengan berbagai metoda, misalkan iklan, detailman,

salesman, dan lain-lain.

Dikenal lima dasar-dasar penjualan yang umum berlaku dalam tataniaga.

Dasar-dasar atau metoda ini tidaklah harus terdapat di setiap pasar, tetapi

tergantung kepada sifat-sifat barang, tingkat kemajuan tekhnologi, struktur

pasarnya dan system perekkonomian yang berlaku. Kelima metode dasar

tersebut adalah metode penjualan dengan cara inspeksi, metode penjualan

dengan cara memberikan contoh, metode penjualan dengan caradeskriptif,

metode penjualan dengan cara lelang, dan metode penjualan dengan cara

mengkombinasikan cara pertama sampai cara keempat.

b. Fungsi pembelian (buying)

Berdasarkan tujuannya fungsi pembelian dikelompokkan menjadi dua jenis

yaitu fungsi pembelian untuk tujuan konsumsi dan fungsi pembelian untuk

tujaun dijual kembali (resale). Fungsi pembelian denga tujuan dijual kembali

dilakuakn oleh pedagang perantara baik setelah mengalami pengolahan atau

tanpa pengolahan. Untuk itu ada beberapa factor pertimbangan yang perlu

dipertimbangkan yaitu estimasi permintaan, kelompok barang, lokasi sentra

produksi, dan berita pasar.

2. Fungsi pengadaan (physical supply function)

a. Fungsi pengangkutan (transportation)

Fungsi transportasi berfungsi memindahkan barang-barang dan jasa-jasa

(place utility) dan memakan waktu (time utility). Semakin jauh jarak fisik

(11)

b. Fungsi penyimpanan (storage)

Fungsi penyimpanan berarti menyimpan barang-barang selama waktu antara

dihasilkan samapi waktu dijual dan kadang-kadang diadakan pengolaha

lebih lanjut. Fungsi penyimpanan mengandung kegunaan waktu, terutama

hasil-hasil pertanian dan mempunyai hubungan dengan pola konsumsi yang

stabil dan memperkecil adanya fluktuasi harga seperti dengan adanya

persediaan yang kuat dan sebagainya

3. Fungsi pelancar (facilitation function) atau fungsi pemberian jasa (auxiliary

function) yang termasuk didalamnya ialah :

a. Fungsi permodalan (financing)

Fungsi permodalan berarti pemberian modal baik dengan secara mandiri atau

pinjaman dari lembaga keuangan. Fungsi ini dimaksudkan dalam

penggunaan modal dalam proses tataniaga, membantu dalam proses

pertukaran maupun fungsi pengadaan fisik. Fungsi ini memiliki keterbatasan

pada persediaan uang untuk menyelenggaarakan fungsi pembelian dan

penjualan dalam batas=batas tertentu dan sebagainya di tempat terjadinya

pengumpulan barang tersebut perlu pembiayaan

b. Fungsi penanggungan resiko (risk taking atau risk bearing atau risk

managrment)

Resiko kemungkinan terjadinya kerusakan kehilangan atau yang

bersangkutan dengan kerugian-kerugian barang selamaproses tataniaga

seperti susut dalam penyimoanan, pengangkutan, oencurian, dan sebagainya.

Semakin lama barang disimpan oleh lembaga tatano=iaga maka akan lebih

(12)

c. Fungsi informasi pasar (market information)

Fungsi informasi pasar merupakan salah satu fungsi yang memfasilitasi

kelancaran fungsi pertukan dan fungsi pengadaan fisik. Tidak seperti fungsi

pelancar lainnya yang berfungsi memoerlancar prosesnya tataniaga.

Informasi pasar dimanfaatkan oleh para lembaga pemasaran sebagai bahan

perencanaan untuk menentukan tempat serta waktu pembelian dan penjualan

sejumlah barang, menetepakan kebijaksanaan pembiayaan dan kredit

tataniaga, dan memperlancar proses tataniaga khususnya dalam memenuhi

perminta pembeli atas sejumlah barang dalam waktu dan kualitas tertentu.

d. Fungsi standarisasi (grading)

Standarisasi memberikan gambaran keseragaman kualitas suatu barang di

berbagai tempat dimana ukuran-ukuran terbeut diterima oleh umum sebagai

nilai tetap batas kualaitas barang tersebut. Peranan fungsi standarisasi ini

dalam tataniaga ialah mudah dalam penilaian mutu suatu barang, mudah

dalam hal oengumoukan barang yang telah berstandar, dapar memperkecil

biaya tataniaga, dapat mengurang ongkos transport, dan dapat meningkatkan

permintaan konsumen sesuai dengan daya beli pada keadaan mutu yang

berbeda.

2.2.4. Biaya Tataniaga

Biaya adalah pengorbanan yang dikeluarkan oleh produsen dalam mengelola

usahataninya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya pun merupakan

korbanan yang diukur untuk suatu satuan alat tukar berupa uang yang dilakukan

(13)

Untuk istilah biaya tataniaga yang digunakan mencakuo oengeluaran produsen untuk

keperluan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan penjualan produksi dan

jumlah pengeluaran lembaga tataniaga dan laba yang diterima oleh badan tataniaga

tersebut (Hanafiah dan Saefuddin, 2006).

Penyaluran barang atau komoditi pertanian melalui beberpa proses seperti

pengangkutan, pengolahan (pengeringan, perubahan bentuk, dan lainnya),

pembiayaan retribusi, bongkar muat serta kegiatan lainnya. Semua proses tersebut

jelas membutuhkan biaya yang masing-masing tidak sama dan memiliki proporsinya

masing-masing. Bila jarak antara produsen dengan konsumen pendek maka biaya

pengangkutan bisa diperkecil. Jika tidak terjadi, maka biaya pengangkutan bisa

diperkecil. Jika tidak terjadi perubahan bentuk atau perubahan volume atau mutu

maka biaya pengolahan jadi ditiadakan. Semakin panjang jarak dan makin banyak

perantara (lembaga tataniaga) yang terlibat dalam pemasaran, maka biaya pemasaran

semakin tinggi, dan margin tataniaga (selisih antara harga produsen dengan tingkat

konsumen) juga semakin besar (Daniel, 2002).

Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa biaya tataniaga bervariasi untuk

masing-masing komoditinya. Bisa saja satu komoditi namun beda jenis outputnya

maka beda biaya tataniaganya. Seperti komoditi ayam dengan output daging ayam

dengan bibit ayam. Dimana pada pemasaran daging ayam harus ada perlakuan

pengawetan, pengemasan, atau lainnya untuk mencegah terjadinya pembusukan.

Sedangkan pemasaran bibit ayam harus ada perlakuan pemeliharaan agar bibit ayam

(14)

masing-masing perlakuan terhadap daging ayam dan bibit ayam tersebut mmenimbukan

biayanya masing-masing dengan proporsi masing-masing (Mubyarto, 1991).

2.2.5. Margin Tataniaga

Dari biaya-biaya tataniaga yang dijelaskan sebelumnya muncul istilah harga, sebagai

nilai yang dikeluarkan konsumen terhadap suatu barang. Harga dari suatu barang

pada pelaku tataniaga yang satu dengan yang lain berbeda. Harga yang berbeda

tersebut diindikasikan karena perbedaan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan

yang diambil oleh pelaku tataniaga tersebut. Seperti harga yang berlaku di tingkat

produsen dengan harga yang berlaku di tingkat pedagang pengecer. Harga yang

berlaku di tingkat produsen terdiri dari biaya yang dikeluarkan selam berproduksi

dan keuntungan yang diinginkan, namun keuntungan tersebut biasanya tidak terlalu

besar karena produsen mentapkan keuntungan mereka dengan cara “by feeling”.

Namun para pedagang umumnya berorientasi pada keuntungan, cenderung

mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya sehingga selisih harga di tingkat

produsen dan pedagang pengecer tersebut besar. Selisih harga tersebut disebut

marketing margin (Sihombing, 2011).

Tidak jauh berbeda dengan artian diatas, menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006)

pada suatu perusahaan istilah margin tataniaga merupakan sejumlah uang yang

ditentukan secara internal accounting yang diperlukan untuk menutupi biaya dan laba

dan ini merupakan perbedaan antara harga pembelian dan harga penjualan.

Apabila margin dinyatakan dalam persentase maka itu dapat juga disebut sebagai

(15)

pokok penjualan atau atas harga dasar penjualan eceran suatu barang (Hanafiah dan

saefuddin, 2006).

Dibawah ini adalah kurva pembentukan margin tataniaga suatu produk.

Keterangan:

Pr : Harga di tingkat pengecer

Pf : Harga di tingkat petani

Sr : Penawaran di tingkat pengecer

Sf : Penawaran di tingkat petani

Dr : Permintaan di tingkat pengecer

Df : Permintaan di tingkat petani

Qr, f : jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer

Gambar 2. Hubungan Antara Harga Tingkar Produsen Dan Pengecer Terhadap Margin Tataniaga

Dari gambar 2 dapat dilihat pembentukan harga di tingkat produsen dan tingkat

pedagang pengcer memunculkan margin atau perbedaan diantara keduanya. Jika

harga yang ditentukan pedagang pengecer semakin besar maka semakin besar pula

margin tataniaganya dengan asumsi harga di tingkat produsen tetap. Begitu pula jika P

Pf Pr

D f

Dr Sf Sr

Qr, f Q

(16)

harga di tingkat produsen turun sedangkan harga di tingkat pedagang pengecer

adalah tetap maka margin tataniaganya juga akan semakin besar.

Menurut Sudiyono (2004) margin tataniaga dapat didefinisikan dengan dua cara yaitu

sebagai perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang

diterima petani dan sebagai biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai

akibat permintaan dan penawaran dari jasa-jasa pemasaran. Komponen margin

tataniaga ini terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembaga tataniaga dalam

melakukan fungsi tataniaga yang disebut biaya fungsional (functional cost). Selain

itu komponen margin tataniaga lainnya adalah keuntungan lembaga tataniag. Apabila

dalam suatu tataniaga produk pertanian terdapat lembaga tataniaga yang melakukan

fungsi-fungsi pemasaran maka margin tataniaga secara sistematis dapat ditulis

sebagai berikut

𝑀= ∑𝑚𝑖=1∑𝑛𝑗=1𝐶𝑖𝑗+∑ 𝜋𝑗………..1)

Keterangan :

M : Margin tataniaga

Ci : Biaya tataniaga untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-I oleh lembaga

tataniaga ke-j

m : jumlah jenis biaya tataniaga

n : jumlah lembaga tataniaga

atau rumusan yang lebih sederhana yaitu

𝑀= 𝑃𝑟 − 𝑃𝑓………2)

Keterangan :

M : Margin tataniaga

(17)

Pf : Harga di tingkat petani

Disamping margin tataniaga tersebut, menurut Sihombing (2011) perlu

diperhitungkan share biaya dan share keuntungan masing-masing lembaga

perantara tataniaga serta share petani produsen untuk mengetahui seberapa besar

bagian masing-masing lembaga perantara terhadap biaya dan keuntungannya serta

keuntungan bagi pihak petani produsen. Model perhitungan share biaya dan share

keuntungan serta share petani produsen masing-masing tersebut ialah sebagai

berikut:

𝑆𝐵𝑖= 𝐵𝑖�𝑃𝑟 − 𝑃𝑓 × 100%...3)

𝑆𝐾𝑖= 𝐾𝑖�𝑃𝑟 − 𝑃𝑓× 100%...4)

𝑆𝑓 =𝑃𝑓�𝑃𝑟× 100%...5)

Menurut Sihombing (2011) margin tataniaga dapat berbeda pada beberapa produk.

Perbedaan tersebut diakibatkan oleh:

a. Sifat produk tersebut yang berhubungan dengan proses aktivitas tataniaga;

b. Volume barang-barang yang besar, karena onglos angkutan dan

penyimpanannya juga lebih besar;

c. Adanya pengolahan yang lebih lengkap sehingga margin tataniaganya juga lebih

besar;

d. Adanya lembaga tataniaga yang terorganisir dan tidak terorganisir. Suatu system

tataniaga yang integrasi vertikalnya tinggi dan keterangan pasar yang baik akan

(18)

Dalam suatu kegiatan tataniaga terdapat perbedaan kepentingan dimana ada pihak

produsen yang menghendaki penghasilan yang tinggi dengan harga yang tinggi dan

konsumen yang menhendaki harga yang relative jauh lebih murah dari harga yang

ditawarkan oleh produsen tersebut. Perbedaan tersebut mempengaruhi margin

tataniaga dalam melakukan fungsi-fungsi pemasaran ditambah untuk keuntungan

lembaga-lembaga pemasaran. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan

margin tataniaga ini.

Jumlah yang dikonsumsi sangat dipengaruhi oleh variabel harga eceran dan

pendapatan konsumen. Secara umum dapat dibentuk fungsi sebagai berikut:

𝑄𝑐 =𝐹(𝑃𝑟,𝑌)……….6)

Keterangan :

Qc : Jumlah yang dikonsumsi

Pr : harga eceran

Y : pendapatan konsumen

Sedangkan lembaga tataniaga yang berrientasi pada pencapaian keuntungan

semaksimal mungkin, dengan harga di tingkat petani yang rendah dan harga di

tingkat konsumen yang tinggi. Di samping itu struktur pasar dan perilaku pasar juga

dapat mempengaruhi perilaku lembaga tataniaga. Secara umum jumlah yang di

transaksikan lembaga oemasaran dapat ditulis:

𝑄𝑡= 𝑓(𝑃𝑓,𝑃𝑟,𝑉2)………7)

Keterangan :

Qt : jumlah yang ditransaksikan lembaga tataniaga

(19)

Pr : harga di tingkat pengecer

V2 : variabel- variabel yang memepengaruhi tingkah laku tataniaga secara

kelompok

2.2.6. Efisiensi Tataniaga

Menurut Mubyarto dalam Sihombing (2011) sistem tataniaga disebut efisien apabila

memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen

ke konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya dan mampu mengadakan

pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada

semua pihak yang terlibat dalam kegiatan produksi dan jalur tataniaga tersebut.

Namun berbeda menurut A.T Mosher sistem tataniaga itu efisien apabila harga jual

petani atau harga yang diterima petani adalah sebesar harga pokok (cost price) hasil

ditambah dengan sebagai keuntungan yang diinginkan produsen dalam

pengusahaannya. Dan jika semakin besar harga maka semakin tinggi tingkat efisiensi

tataniaga tersebut.

Pengertian tersebut diatas ialah ditujukan untuk konsumen dan untuk produsen.

Dimana pengertian efisien menurut konsumen ialah produk yang diinginkan sampai

ke tangan konsumen dengan harga semurah-murahnya sedangkan pengertian efisien

dari pihak produsen ialah hasil produksi sampai ke tangan konsumen dengan biaya

yang sebesar-besarnya dan harga setinggi-tingginya (Hanafiah dan Saefuddin, 2006).

Menurut Sudiyono (2004) secara sederhana konsep efisiensi mendekati rasio

input-output. Suatu proses taaniaga dikatakan efisiensi apabila :

a. Output tetap konstan dicapai dengan input yang lebih sedikit;

(20)

c. Output dan input sama-sama mengalami kenaikan tetapi laju kenaikan output

lebih cepat daripada laju input;

d. Output dan input sama-sama mengalami penurunan, tetapi laju penurunan output

lebih lambat daripada laju penurunan input.

Secara sistematis, nilai efisiensi dapat ditulis sebagai berikut:

𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖

(

𝐸

) =

𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡𝑡𝑎𝑡𝑎𝑛𝑖𝑎𝑔𝑎

𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡𝑡𝑎𝑡𝑎𝑛𝑖𝑎𝑔𝑎

× 100%

………….….21)

Di sisi lain, penentuan efisiensi menurut Sihombing (2011) dapat dilihat dengan

memperbandingkan antara besarnya keuntungan petani produsen dan seluruh

lembaga perantara yang terlibat dengan seluruh ongkos tataniaga yang dikeluarkan

oleh lembaga perantara dan biaya produksi serta ongkos pemasaran yang dikeluarkan

oleh petani produsen. Metode ini dapat dirumuskan dengan model perhitungan:

𝐸

=

𝐽𝑙+𝐽𝑝

𝑂𝑡+𝑂𝑝

× 100%

……….22)

Keterangan :

Jl : Keuntungan lembaga tataniaga

Jp : Keuntungan Produsen

Ot : Ongkos tataniaga

Op : Ongkos produksi dan pemasaran yang dikeluarkan oleh petani produsen

2.3.Kerangka Pemikiran

Dalam jalur tataniaga ayam ras pedaging terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu

peternak sebagai penyedia komoditi, pedagang perantara, dan konsumen akhir. Ada

beberapa saluran pemasaran produk peternakan ayam ras pedaging yang ditujukan

untuk segmen pasar konsumen. Beberapa peternak menjual langsung hasil panennya

(21)

perantara. Panjang – pendeknya saluran pemasaran ini dilihat dari banyaknya jumlah

pedagang perantara yang terlibat dalam saluran tersebut.

Pedagang perantara yang terlibat mungkin menjalankan lebih dari satu fungsi

pemasaran. Fungsi – fungsi tataniaga tersebut meliputi fungsi pembelian, penjualan,

pengangkutan, penyimpanan, standardisasi, permodalan, penanggungan resiko, serta

informasi pasar. Dalam menjalankan fungsi – fungsi tataniaga, pedagang perantara

memperoleh balas jasa berupa margin pemasaran yaitu selisih harga yang dibayar

konsumen dengan harga yang diterima produsen. Margin tataniaga ini oleh pedagang

perantara dialokasikan di antaranya untuk biaya – biaya yang diperlukan lembaga

pemasaran untuk melaksanakan fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau

biaya fugsional dan keuntungan lembaga yang terlibat di dalam penyampaiannya.

Margin pemasaran ini akan mempengaruhi efisiensi pemasaran, dalam banyak hal

semakin tinggi biaya pemasaran maka saluran pemasaran tersebut akan semakin tidak

(22)

Secara sistematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan :

= Dijual Ke

= Mempengaruhi / Pengaruh

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

2.4.Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian ini adalah:

1. Ada beberapa saluran tataniaga ayam ras pedaging di daerah penelitian.

2. Share margin peternak lebih kecil daripada share margin pedagang.

3. Efisiensi tataniaga ayam ras pedgaing di daerah penelitian adalah efisien. Peternak

Ayam Ras

Lembaga Tataniaga

Konsumen Akhir

Fungsi i

Harga Di Tingkat Peternak

Biaya

Margin Tataniaga

Efisiensi Tataniaga

Gambar

Tabel 3. Bobot Badan Dan Pakan Yang Diperlukan Beberapa Jenis Ayam    Pada Berbagai Umur Pemanenan
gambar skema saluran pemasaran ayam ras pedaging
Gambar 2. Hubungan Antara Harga Tingkar Produsen Dan Pengecer Terhadap
Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Ditinjau dari pengertian efisiensi menurut Mubyarto dalam Sihombing (2011) yaitu sistem tataniaga disebut efisien apabila memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan

1.Pedagang Perantara (Merchant Middlemen), lembaga tataniaga yang menghimpun barang untuk kemudian barang tersebut dimiliki untuk ditangani dalam upaya memperoleh marjin tataniaga.

Ditinjau dari pengertian efisiensi menurut Mubyarto dalam Sihombing (2011) yaitu sistem tataniaga disebut efisien apabila memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan

Lembaga pemasaran bisa merupakan salah satu alternatif untuk memperkecil margin pemasran dan memperkecil harga yang harus dibayarkan konsumen atau memperbesar harga yang

Saluran pemasaran merupakan aliran barang mulai dari produsen ke konsumen yang terjadi karena adanya lembaga pemasaran, perpindahan barang antar lembaga menimbulkan biaya oleh

Konsumen Akhir Pedagang Pengecer Pedagang Besar Pedagang Perantara Pedagang Pengumpul Petani / Produsen Margin Pemasaran Harga Pasar Agribisnis Tingkat Efisiensi

Selain adanya rantai tataniaga, adanya penetapan harga yang ditentukan oleh setiap rantai tataniaga, sistem pembayaran dan lain sebagainya dapat dilihat bagaimana sikap yang

Lembaga pemasaran yang terlibat yaitu peternak sebagai produsen telur, agen atau pedagang pengumpul, dan pedagang pengecer.Berdasarkan analisis margin pemasaran, farmer’s share, dan