• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI SEBAGA INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI SEBAGA INDONESIA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI SEBAGAI

BIOINDIKATOR KONTAMINASI LOGAM BERAT

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Toksikologi Lingkungan Tahun Ajaran 2015/2016

Dosen Pengampu : Dr. Nur Kusuma Dewi, M.Si Ir. Nana Kariada Tri Martuti, M.Si

Disusun oleh :

Attika Purbosari 4411413041

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pencemaran lingkungan akibat logam berat banyak terjadi di era pembangunan ini. Perkembangan di bidang industri tidak bisa dihindarkan dari limbah yang secara langsung maupun tidak langsung akan dilepas ke lingkungan. Salah satu limbah yang terdapat dilingkungan akibat perkembangan industri adalah logam berat.

Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari lima gram untuk setiap cm3-nya. Beberapa jenis logam bersifat esensial tetapi dapat menjadi toksik bila berlebihan, misalnya besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn) yang merupakan logam yang terikat sistem enzim untuk memetabolisme tubuh. Beberapa jenis logam berat lainnya bersifat toksik dalam jumlah yang sangat sedikit, misalnya : arsen (As), timbal (Pb), kadmium (Cd) dan merkuri (Hg) (Darmono, 1995).

Logam toksik adalah sekelompok logam berat yang sampai sekarang belum diketahui kegunaannya bagi tubuh mahluk hidup. Walaupun secara normal logam tersebut ditemukan dalam jumlah yang sedikit sekali didalam tubuh, tetapi logam tersebut tidak mempengaruhi sistem fisiologi dari makhluk yang bersangkutan. Tetapi, pada kondisi keracunan baik karena polusi lingkungan maupun karena keracunan makanan, logam tersebut kandungannya akan melebihi kandungan normaldlam tubuh. Pada kondisi tersebut logam akan merusak jaringan, sehingga menimbulkan gejala keracunan.

Aktivitas indutri yang cenderung menghasilkan zat-zat pencemar yang berbahaya menyebabkan terganggunya ikan jenis ini. Hal ini tidak lepas dari kegiatan manusia yang bila ditinjau dari dampak lingkungan secara langsung maka akan mempengaruhi organisme perairan. Dampak negatif yang dapat ditimbukan oleh aktivitas manusia adalah pencemran berbagai bahan essensial dan non essensial yang dapat terjadi pada badan air dalam lingkungan perairan (Palar dalam Tridayani et al. 2010).

Bioakumulasi dan biomagnifikasi logam berat pada setiap spesies berbeda. Adanya bioakumulasi dan biomagnifikasi dapat menimbulkan kerusakan jaringan tertentu pada setiap spesies. Akan tetapi, dengan pembuatan preparat histologi dapat memudahkan kita untuk melakukan pengamatan secara detail.

Banyak penelitian tingkat spesies untuk mengukur toksisitas suatu logam berat. Tetapi hasil yang di dapat tidak sesuai dengan kontaminasi yang ditimbulkan. Menurut pengukuran tingkat spesies, suatu logam berat masih dibawah ambang batas sehingga tidak mendapat perhatian khusus karena tidak dianggap menimbulkan kerusakan. Akan tetapi setelah dilakukan uji hispatologi, didapatkan hasil bahwa terdapat kerusakan pada bagian bagain tertentu pada organ tubuh spesies indikator. Pengujian ini dilakukan dengan pengamatan histopatologi.

Dalam makalah ini akan membahas tentang berbagai penelitian tentang pengamatan histopatolgi untuk mendukung hasil uji toksisitas logam berat.

(3)

1.2.1 Apakah kerusakan pada organ dapat dijadikan sebagai bioindikator adanya kontaminasi logam berat?

1.2.2 Apa sajakah syarat organ yang dapat diuji secara histopatologi untuk mengamati adanya kerusakan akibat kontaminasi logam berat?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui bahwa kerusakan pada organ dapat dijadikan sebagai bioindikator adanya kontaminasi logam berat.

1.3.2 Mengetahui syarat organ yang dapat diuji secara histopatologi untuk mengamati adanya kerusakan akibat kontaminasi logam berat.

(4)

ISI

2.1 Histologi dan Histopatologi

Histologi berasal dari bahasa Yunani yaitu histos yang berarti jaringan dan logos yang berarti ilmu. Jadi histologi berarti suatu ilmu yang menguraikan struktur dari hewan secara terperinci dan hubungan antara struktur pengorganisasian sel dan jaringan serta fungsi-fungsi yang mereka lakukan. Jaringan merupakan sekumpulan sel yang tersimpan dalam suatu kerangka struktur atau matriks yang mempunyai suatu kesatuan organisasi yang mampu mempertahankan keutuhan dan penyesuaian terhadap lingkungan diluar batas dirinya (Bavelander, 1998).

Cara pembuatan preparat histologis disebut mikroteknik. Pembuatan preparat dari suatu jaringan dimulai dengan operasi, biopsi, atau autopsi. Jaringan yang diambil kemudian diproses dengan fiksasi yang akan menjaga agar preparat tidak akan rusak (bergeser posisinya, membusuk, atau rusak). Zat yang paling umum digunakan adalah formalin (10% formaldehida yang dilarutkan dalam air). Larutan Bouin juga dapat digunakan sebagai larutan untuk fiksasi alternatif meskipun hasilnya tidak akan sebaik formalin karena akan meninggalkan bekas warna kuning dan artefak. Artefak adalah benda yang tidak terdapat pada jaringan asli, namun tampak pada hasil akhir preparat.Artefak ini terbentuk karena kurang sempurnanya pembuatan preparat.

Pewarnaan perlu dilakukan karena objek dengan ketebalan 5 mikrometer akan terlihat transparan meskipun di bawah mikroskop. Pewarna yang biasa digunakan adalah hematoxylin dan eosin. Hematoxylin akan memberi warna biru pada nukelus, sementara eosin memberi warna merah muda pada sitoplasma. Masih terdapat berbagai zat warna lain yang biasa digunakan dalam mikroteknik, tergantung pada jaringan yang ingin diamati. Ilmu yang mempelajari pewarnaan jaringan disebut histokimia.

Klasifikasi histologis jaringan hewan, antara lain :

1. Epitelium: melapisi kelenjar, saluran pencernaan, kulit, dan beberapa organ seperti hati, paru-paru, ginjal

2. endotelium: melapisi pembuluh darah dan pembuluh limfamesotelium: melapisi rongga pleural, peritoneal, dan pericardial

3. mesenkima: sel yang mengisi ruangan antarorgan, misal sel lemak, otot, dan tendon sel darah: terdiri dari sel darah merah dan darah putih, baik di limfa maupun limpa

4. neuron: sel-sel yang membentuk otak, saraf, dan sebagian kelenjar seperti pituitari dan adrenal

5. plasenta: organ terspesialisasi yang berperan dalam pertumbuhan fetus dalam rahim sang ibu

6. sel induk: sel-sel yang dapat berkembang menjadi satu atau beberapa jenis sel di atas.

(5)

Histopatologi adalah cabang biologi yang mempelajari kondisi dan fungsi jaringan dalam hubungannya dengan penyakit. Histopatologi sangat penting dalam kaitan dengan diagnosis penyakit karena salah satu pertimbangan dalam penegakan diagnosis adalah melalui hasil pengamatan terhadap jaringan yang diduga terganggu. Histopatologi dapat dilakukan dengan mengambil sampel jaringan (misalnya seperti dalam penentuan kanker payudara) atau dengan mengamati jaringan setelah kematian terjadi.Dengan membandingkan kondisi jaringan sehat terhadap jaringan sampel dapat diketahui apakah suatu penyakit yang diduga benar-benar menyerang atau tidak. Ilmu ini dipelajari dalam semua bidang patologi, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan.

2.2 Logam Berat dan Hubungannya dengan Organ Tubuh

Logam berat dalam konsentrasi tertentu merupakan salah satu kelompok pencemar yang sangat berbahaya apabila masuk ke ekosistem laut. Efek toksik dari bahan pencemar tersebut terhadap organisme laut bisa terjadi secara fisiologi, morfologi, genetik, dan bahkan kematian. Logam berat berpengaruh pada fungsi enzim dan fertilitas spesies hewan laut. Senyawa - senyawa organotin (tributylin TBT dan triphenitin TPT) dan logam Pb misalnya dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap organisme laut walaupun pada konsentrasi yang rendah (Svavarsson et al., 2001), termasuk siput dan bivalvia tertentu bersifat toksik rendah 1 – 2 mg/l. Sedangkan pada konsentrasi tinggi, siput betina dapat berkembang menjadi jantan (imposex), atau dapat menyebabkan sterilitas (Herber, 2003). Wilber (1971), logam berat mempunyai sifat mudah mengikat bahan organik, mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen. Akibat dari hal tersebut maka konsentrasi logam berat dalam sedimen biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasinya di air. Philips (1986) mengungkapkan bahwa jenis kerang (bivalva), siput (gastropoda) dan makro alga merupakan bioindikator yang paling tepat dan efisien karena mempunyai mobilitas yang rendah sehingga relatif menetap di suatu daerah yang lebih sempit.

Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang paling banyak ditemukan pada lingkungan, khususnya lingkungan perairan, serta memiliki efek toksik yang tinggi, bahkan pada konsentrasi yang rendah (Almeida et al., 2009). Kadmium diketahui memiliki waktu paruh yang panjang dalam tubuh organisme hidup (Patrick, 2003) dan umumnya terakumulasi di dalam hepar dan ginjal (Flora, 2009). Pada manusia, kadmium dapat bersifat karsinogenik, merusak kelenjar endokrin, sistem kardiovaskular dan juga terdapat pada sistem saraf yang memicu kerusakan neurologis dan berasosiasi dengan kanker paru-paru, prostat, pankreas dan ginjal (Bobocea et al., 2008 & Flora, 2009). Dijelaskan sebelumnya oleh Pal (2006) bahwa pada konsentrasi yang tinggi, kadmium merupakan logam berat yang bersifat karsinogen, mutagenik dan teratogenik pada beberapa jenis hewan. Hal ini menunjukan bahwa logam berat kadmium memberikan efek terhadap proses genomic dan postgenomic pada liver, ginjal, paru-paru, dan otak. Sifat karsinogenik kadmium menyebabkan logam berat tersebut diurutkan sebagai peringkat pertama (Class 1) agen mutagenik bagi organism hidup (Nordic, 2003 dan Flora et al., 2008).

(6)

toksik. Bioakumulasi berlangsung dari uptake dari perairan melalui insang, jaringan epitelium, dan dari makanan melalui saluran pencernaan (Heath, 1987; Newman, 1995; Callil & Junk, 2001; Wolf et al., 2001; Setiabudi, 2005; Herman, 2006; Blackwood & Edinger, 2007; Edinger et al., 2007; Manisseri & Menon, 2006; Liang, 2007; Darmono, 2008; Palar, 2008; Lasut et al., 2010).

2.3 Penelitian yang Terkait

Pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya pengaruh logam berat dalam tubuh suatu organisme. Penelitian yang dilakukan oleh Saputra et al. (2013) tentang struktur histologis insang dan kadar hemoglobin ikan Asang di Danau Singkarak dan Maninjau, Sumatera Barat. Hasil yang didapat adalah adanya kerusakan histologi insang yang dialami oleh ikan Asang di Danau Singkarak dan Manunjau termasuk kategori kerusakan tertinggi yang meliputi edema, epitel lepas dari jaringan di bawahnya, hiperplasia, fusi lamela sekunder, hilangnya struktur lamela sekunder, clubbing, dan penebalan tulang rawan elastis.

Peneliti memilih danau Singkarak dan Danau Maninjau memiliki beberapa perbedaan mendasar secara geologi dan ekologi. Danau singkarak merupakan danau tektonik (Syandri dalam Saputra et al. 2013). Perbedaan yang mendasar dari aspek geologis dan ekologis antara Danau Singkarak dan Danau Maninjau diduga kuat memiliki konsekuensi terhadap spesies ikan Asang yang hidup di dalamnya. Hal tersebut dapat terjadi karena ikan Asang termasuk salah satu spesies Cyprinidae yang sensitif terhadap perubahan perubahan kondisi lingkungan (Moyle & Cech dalam Saputra et al. 2013).

(7)

Penelitian-penelitian tentang struktur dan fungsi insang serta kadar hemoglobin pada ikan sehubungan dengan analisis kualitas perairan sudah banyak dilakukan. Suparjo (2010) melaporkan adanya kerusakan insang ikan Nila (Oreochromis niloticus L.) yang disebabkan oleh limbah deterjen. Camargo and Claudia (2007) juga menemukan adanya kerusakan struktur histologi insang Prochilodus lineatus akibat pencemaran air. Laporan Erlangga (2007) menyatakan bahwa pencemaran logam berat di sungai Kampar Riau telah meyebabkan perubahan struktur histologi insang ikan Baung (Hemibagrus nemurus). Tilak et al. (2007) melaporkan adanya perubahan kadar hemoglobin pada Common carp, Silver carp dan Gross carp akibat adanya paparan terhadap amoniak, nitrit dan nitrat di dalam perairan. Misaila et al. (2007) juga menemukan bahwa kadar hemoglobin ikan dari famili Cyprinidae mengalami perubahan secara signifikan pada pergantian musim karena adanya perubahan faktor fisika kimia air.

(8)

Penelitian yang dilakukan oleh Susintowati & Hadisusanto (2014) menujukkan bahwa adanya Bioakumulasi merkuri pada pankreas Terebralia sulcata dan Nerita argus di kawasang bekas penggelondongan emas di Sungai Lampon Banyuwangi, Jawa Timur dengan mengamati histopatologi pankreas menggunakan metode parafin dengan pewarnaan hematoksilin-ehrlich’s dan Eosin.

Amalgamasi pada proses penggelondongan emas tradisional di muara sungai Lampon menggunakan Merkuri (Hg). Limbah dibuang langsung ke muara dan lingkungan sekitar. Walaupun aktivitas penggelondongan emas telah dihentikan, efek cemar Merkuri terhadap lingkungan termasuk biota terus berlangsung.

(9)

Analisis Merkuri berdasar metode SNI 06-6992.2-2004 menggunakan perangkat Mercury Analyzer. Hepatopankreas sebagai organ detoksifikasi Merkuri digunakan sebagai parameter patologis. Hepatopankreas masingmasing spesimen dipreparasi dengan metode parafin, diwarnai dengan Hematoksilin Ehrlich’s-Eosin untuk pengamatan struktur mikroskopis.

Bioakumulasi Merkuri dalam tubuh T. sulcata hingga 3,10 ppm, sedangkan dalam tubuh N. Argus hingga 3,03 ppm. Tampak banyak vesikula residu diduga berisi inklusi pemadatan elektron dan metalotionin sebagai dampak detoksifikasi ion logam Merkuri dalam hepatopankreas. Tubulus hepatopankreas N. argus mengalami disintegrasi dan atropi cukup parah. Walaupun tambang emas di Lampon berskala kecil dan telah ditutup, efek patologis pencemaran Merkuri terhadap biota terutama Gastropoda sangat signifikan.

(10)

mengindikasikan terjadinya pencemaran oleh logam berat timah hitam dan kadmium. Hal serupa juga terjadi pada kandungan kedua logam tersebut pada sedimen.

Konsentrasi logam berat timah hitam dan kadmium yang terukur di air lokasi pengamatan di perairan Teluk Jakarta menunjukkan bahwa kedua logam tersebut sangat rendah (tidak terdeteksi oleh alat yang digunakan), sehingga masih tergolong aman bagi k kehidupan biota laut yang ada. Logam berat kadmium di sedimen juga tidak terdeteksi oleh alat yang digunakan. Sedangkan logam berat timah hitam di sedimen terdeteksi, namun masih di bawah nilai bakku mutu yang dapat di tolerir untuk kehidupan biota maupun untuk keseimbangan ekosistem perairan. Logam berat timah hitam dan kadmium yang terdapat pada organ tubuh ikan alu-alu seperti hati, ginjal, insang, limfa maupun yang terdapat dalam dagingmenunjukkan tingkat akumulasi cukup tinggi. Timah hitam dalam organ hati sebesar 3.0260 mg/kg, pada insang 3.2258 mg/kg, ginjal 2.8217 mg/kg, daging 3.4483 mg/kg. Akumulasi tertinggi pada limfa yaitu 9.1241 mg/kg. Kadmium pada hati ikan alu-alu menempati tingkat tertinggi diantara organ dalam lainnya yaitu 0.2600 mg/kg, pada insang 0.1028 mg/kg, ginjal 0.1418 mg/kg, daging 0.1183 mg/kg, dan limfa 0.0723 mg/kg.

Namun begitu berdasarkan analisa preparat histologi beberapa organ dalam ikan alu-alu, bahwa kerusakan yang terjadi pada tingkat jaringan merupakan bukti dari terpaparnya ikan terhadap berbagai jenis kontaminan, salah satunya yaitu logam berat timah hitam dan kadmium. Jenis kerusakan yang terjadi seperti degenerasi intisel (ginjal), vacuolation (ginjal), degenerasi miofibril (daging), peradangan sel (ginjal), pendarahan (hati dan limfa).

Penelitian yang dilakukan oleh Triadayani, Aryawati, dan Diansyah (2010) tentang pengaruh timbal (pb) terhadap jaringan hati ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) juga termasuk dalam penelitian dengan pemanfaatan histopatologi sebagai bioindikator adanya suatu logam berat yang mengontaminasi dilihat dari kerusakan organ yang ditimbulkan. Penelitian ini dilakukan pada Juni sampai Juli 2009.

(11)
(12)

kelenjar yang kompak, berwarna merah kecoklatan (Affandi dan Tang, 2002). Hati merupakan organ yang sangat rentan terhadap pengaruh zat kimia dan menjadi organ sasaran utama dari efek racun zat kimia (toksikan). Sebagian besar toksikan yang masuk ke dalam tubuh setelah diserap sel epitel usus halus akan dibawa ke hati oleh vena porta hati. Organ hati sangat rentan terhadap pengaruh berbagai zat kimia dan merupakan organ tubuh yang sering mengalami kerusakan (Lu, 1995). Pengamatan kerusakan pada hati dapat dilakukan dengan pengamatan secara histologi.

Nurdin (2008) menyebutkan bahwa ikan mas yang terpapar pestisida mengakibatkan hati mengalami nekrosis. Hal ini disebabkan jika lemak tertimbun dalam jumlah yang banyak sehingga mengakibatkan kematian sel sel hati. Nekrosis diawali dengan terjadinya reaksi peradangan hati berupa pembengkakakn hepatosit dan kematian jaringan. Tingkat kerusakan hati dikategorikan menjadi tiga, tingkat ringan yaitu perlemakan hati yang ditandai dengan pembengkakakn sel. Kerusakan tingkat sedang yaitu kongesti dan hemoragi, sedangkan tingkat berat ditandai dengan nekrosis (Darmono, 1995).

Menurut Lu (1995) menyatakan bahwa hati sangat rentan terhadap pengaruh zat kimia dan menjadi organ sasaran utama dari zat beracun. Hal ini terjadi karena sebagian besar racun atau zat toksik yang masuk ke dalam butuh telah diserap oleh sel akan dibawa ke hati oleh vena porta hati, sehingga hati berpotensi mengalami kerusakan.

Tridayani et al.(2010) menairik kesimpulan dari penelitiannya bahwa logam timbal (pb) berpengaruh terhadap struktur jaringan hati ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yaitu dapat menyebabkan kerusakan berupa regenerasi lemak, degenerasi hidrofik, hemoragi, kongesti, dan nekrosis hepatitis.

Hemoragi (pendarahan) adalah kondisi yang ditandai dengan keluarnya darah dari dalam vaskula akibat dari kerusakan dinding vaskula. Kebocoran dinding ada dua macam melalui kerobekan (per reksis) dan melalui perenggangan jarak antara sel-sel endotel dinding vaskula (per diapedisis). Hemoragi per diapedisis umumnya terjadi pada pembuluh kapiler. Hemoragi per reksis dapat terjadi pada vaskuler apa saja, bahkan dapat terjadi bila dinding jantung robek atau bocor. Kongesti adalah akumulasi abnormal atau berlebihan dari cairan tubuh.

(13)

dibandingkan standart keamanan biota laut yakni antara 30 ppm sedangkan kadar Pb di Madura masih dibawah ambang batas.

Hasil pengujian statistik, terhadap morfometrik Betina Rajungan Madura dan Jakarta diperoleh bahwa semua nilai menunjukkan perbedaan nyata, yaitu perbandingan lebar karapas (CW) dengan panjang karapas (CL), perbandingan panjang (MEL) dan lebar (MEW) merus, perbandingan panjang manus (MAL) dan dactylus (DAL), penbandingan panjang (4PL) dan lebar (4PW) kaki jalan ke empat, perbandingan segmen panjang (NDL) dan lebar (NDW) kaki renang kelima, perbandingan panjang (PL) dan lebar (PW) abdomen.

Secara umum ukuran karapas rajungan di Jakarta lebih kecil dibandingkan di Madura, dengan Rata-rata ukuran lebar karapas Rajungan Jantan Jakarta 97,5 ± 26 mm. Betina Jakarta 96,6 ± 26,3 mm, Jantan Madura 103,7 ± 23,5 mm dan 105,9 ±22,1 mm.

2.2 Pembuatan Preparat Histopatologi

Menurut Muntiha (2001) untuk membuat preparat histopatologi dibutuhkan bahan utama berupa jaringan segar yang difiksasi dalam larutan formalin (BNF) 10%. Jaringan dipotong dan diatur dalam tissue cassetes, didehidrasi secara otomatis dengan mesin dehidrasi, dikeringkan dengan mesin vaccum, dan diblok dengan cairan parafin, selanjutnya blok tersebut dipotong 3-5 mikrometer dengan mesin mikrotom dan potongan tersebut dilekatkan pada kaca obyek. Setelah itu kaca obyek diwarnai secara manual dengan hematoksilin dan eosin. Pewarnaan tersebut akan memberikan keseimbangan warna biru dan merah dengan jelas pada jaringan, sehingga komponen sel dapat diidentifikasi dengan jelas.

Bahan yang dibutuhkan yaitu bahan utama berupa potongan jaringan hewan yang telah difiksasi dengan Buffer Neutral Formalin (BNF) 10%. Larutan yang diperlukan adalah Ethanol absolute, Xylol, Parafin, Glyserin 99,5%, Ewit (Albumin), larutan hematosiklin, lithium carbonat, larutan eosin, DPX, dan larutan dekalsifikasi (Untuk jaringan tulang). Sedangkan alat yang dibutuhkan antara lain, talenan, pisau scalpel, pinset, saringan, tissue processor otomatis, mesim vaccum, mesin blocking, freezer (-20 °C), mesin microtome, pisau microtome, waterbath 46 C, kaca obyek, kaca penutup, rak khusus untuk pewarnaan, oven 60 °C.

(14)

BAB 3 PENUTUP

3.1 Simpulan

3.1.1 Pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan untuk mengetahui adanya kontaminasi logam berat yang mencemari lingkungan dengan cara membuat preparat histologi dari jaringan yang rusak akibat kontaminasi.

3.1.2 Organ yang biasanya dibuat preparat histopatologi adalah Hepar karena fungsinya sebagai detoksifikasi racun yang masuk ke dalam tubuh dan insang pada pisces yang digunakan sebagai organ respirasi.

3.2 Saran

3.2.1 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait pengamatan histopatologi

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Almeida, J. A., Barreto, R. E., Novelli, L. B., Castro, F. J., Moron, S. E. 2009. Oxidative Stress Biomarkers and Aggressive Behavior in Fish Exposed to Aquatic Cadmium Contamination. Neotropical Ichtyology. Vol 7. Hlm. 103-108, 2009.

Blackwood, G.M., Edinger. E.N. 2007. Mineraloy and Trace Element Relative Solubility Patterns of Shallow Marine Sediments Affected by Submarine Tailings Disposal and Artinasal Gold Mining, Buyat Ratatotok District, North Sulawesi, Indonesia. Environ Geol. 52:803-818.

Bobocea, A.C., Fertig, E.T., Pislea, M., Seremet, T., Katona, G., Magdalena Mocanu, I.O., Doagă, I.O., Radu, E., Horváth, J., Tanos, E,. Katona, L., and Katona, E., 2008. Cadmium and Soft Laser Radiation Effects on Human T Cells Viability and Death Style Choices. Romanian J. biophys, Vol. 18. Hlm. 179–193.

Callil, C.T., dan Junk, W.J., 2001. Aquatic Gastropods as Mercury Indicators in the Pantanal of Pocone Region (Mato Grosso, Brasil). Water, Air, and Soil Pollution. 319:319-330. Camargo, M. M. P., and B. R. M. Claudia. 2007. Histopathology of Gills, Kidney and Liver

of a Neotropical Fish Caged in an Urban Stream. Neotropical Ichthyology. Vol.5. No.3. Hlm. 327-336.

Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta : UI press.

Darmono, 2008. Lingkungan Hidup dan Pencemaran, Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. UI-Press. Jakarta.

Edinger, E.N., Raja S.P., Blackwood G.M. 2007. Heavy Metal Concentrations in Shallow Marine Sediments Affected by Submarine Tailings Disposal and Artinasal Gold Mining, Buyat Ratatotok District, North Sulawesi, Indonesia. Environ Geol. 52:701-714.

Erlangga. 2007. Efek Pencemaran Perairan Sungai Kampar di Provinsi Riau Terhadap Ikan Baung (hemobagrus hemurus). Thesis. Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

Flora, S. J. S., 2009. Metal Poisoning: Treatment and Management. Review Article. Al Ameen. J. Med. Sci.Vol 2. Hlm. 4-26.

Heath, A.G., 1987. Water Pollution and Fish Physiology. CRC Press Inc. Boca Raton. Florida.

Herman, D.Z., 2006. Tinjauan terhadap Tailing mengandung Unsur Pencemar Arsen (As), Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) dari Sisa Pengolahan Bijih Logam. Jurnal Geologi Indonesia. Vol. 1. No. 1. Hlm. 31-36.

Khaisar, O. 2006. Kandungan Timah Hitam (Pn) dan Kadmium (Cd) Dalam Air, Sedimen dan Bioakumulasi Serta Respon Histopatologi Organ Ikan Alu-Alu (Sphyraena barracuda) di Perairan Teluk Jakarta. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

(16)

Liang, Y., 2007. Field Assessement of Sediment Toxicities Within a Subtropical Estuarine Wetland in Hongkong, Using a Local Gastropods (Sermyla tornatella). Bull Environ. Contam. Toxicol. 78:494-498.

Manisseri, M.K., dan Menon, N.R., 2006. Ultrastructural Aberrasion in the Hepatopancreas of Metapenaeus dobsoni (Miers) Exposed to Mercury. J. Mar. Biol. Ass. India. 48(1): 89-94.

Misăilă, C., R. M. Elena dan D. Gabriela. 2007. Influence of Thermal and Parasitary Stress on the Erythtrocytary Hemoglobin (Index M) in Some Culture Cyprinids. Lucrări Ştiinţifice - 55, Seria Zootehnie: 301-306.

Muntia, M. 2001. Teknik Pembuatan Preparat Histopatologi Dari Jaringan Hewan Dengan Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (H&E). Temu Teknik Fungsional Non Peneliti. Bogor : Balai Penelitian Veteriner.

Newman, M.N., 1995. Quantitative Methods in Aquatic Ecotoxicology. Advances in Trace Substance Research. Lewis Publisher. Boca Raton.

Palar, H., 2008. Pencemaran dan toksikologi logam berat. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Patrick, L. 2003. Toxic Metals and Antioxidants. Part II the Role of Antioxidant in Arsenic

and Cadmium Toxicity – Toxic Metals part II. Alternativer Medicine Review.

Prabawa, E., Riani, E., Wardiatno, Y. 2014. Pengaruh Pencemaran Logam Berat Terhadap Populasi dan Organ Tubuh Rajungan (Portunus pelagicus, Linn). Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Vol. 4. No. 1. Hlm 17-23.

Saputra, H.M., Marusin, N. Santosfo, P. 2013. Struktur Histologis Insang dan Kadar Hemoglobin Ikan Asang (Osteochilus hasseltii C.V) di Danau Singkarak dan Maninjau, Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas. Vol. 2. No. 2. Hlm. 138-144.

Setiabudi, B.T., 2005. Penyebaran Merkuri Akibat Usaha Pertambangan Emas di Daerah Sangon Kabupaten Kulon Progo DI Yogyakarta. Kolokium Hasil Lapangan- DIM:1-17.

Suparjo, M. N. 2010. Kerusakan Jaringan Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.) Akibat Deterjen. Jurusan Saintek Perikanan. Vol.5. No. 2. Hlm. 1-7.

Susintowati & Hadisuwarno. 2014. Bioakumulasi Merkuri Dan Struktur Hepatopankreas Pada Terebralia Sulcata Dan Nerita Argus (Moluska: Gastropoda) di Kawasan Bekas Penggelondongan Emas, Muara Sungai Lampon, Banyuwangi, Jawa Timur. J. Manusia dan Lingkungan. Vol. 21. No. 1. Hlm. 34 – 40.

Tilak, K. S., K. Veeraiah and J. M. P. Raju. 2007. Effects of Ammonia, Nitrite and Nitrate on Hemoglobin Content and Oxygen Consumption of Freshwater Fish, Cyprinus carpio (Linnaeus). Journal of Environmental Biology. Vol.28.No. 1. Hlm. 45-47.

Triadayani, A.E., Aryawati, R., Diansyah, G. 2010. Pengaruh Logam Timbal (pb) terhadap Jaringan Hati Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis). Maspari Journal. Vol. 1. Hlm. 42-47.

(17)

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian ini adalah studi kasus yang bersifat penelitian deskriftif kualitatif yang menafsirkan serta menggambarkan keadaan sesuai dengan kenyataan yang

Penyakit tersebut selain dapat menginfeksi ikan dapat juga menginfeksi manusia, terutama pada pembudidaya yang dalam menangani ikan yang terinfeksi oleh penyakit ini tidak

masyarakat Batak Toba khususnya muda – mudi tentang tarian. tumba dan memotivasi untuk melakukan

Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian mengambil judul MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA BERBASIS TALENTA MEMBERIKAN KONTRIBUSI TERHADAP PENGEMBANGAN INOVASI

Tujuan umum penelitian ini adalah melihat perbedaan gambaran histopatologis esofagus tikus wistar terhadap pemberian formalin peroral dosis bertingkat selama 12

IbM telah dilaksanakan selama 11 bulan dengan kegiatan dan prosedur kerja sebagai berikut; (1) Menyewa Rumah sederhana dengan halaman yang cukup luas di dekat persawahan kanigoro

2. Hasil uji koefisien determinan menunjukan nilai Adjust R Square sebesar 0,590 sehingga dapat diartikan bahwa besarnya kontribusi dari variabel Earning Per Share dan

Dalam standar internal ITS memuat 9 dimensi, dengan 8 dimensi diantaranya merupakan turunan dari SN Dikti (Standar Nasional Pendidikan Tinggi) tentang pendidikan, yang