BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Remaja adalah periode kritis antara masa anak – anak dan masa dewasa
(WHO). Masa remaja selalu disertai dengan perubahan aspek biologis, kognitif,
emosional, dan sosial yang selalu didahului dengan kematangan seksual. Seluruh
perubahan ini akan berakibat pada perubahan aktivitas yang semakin banyak
dilakukan. Energi yang terbuang akibat peningkatan aktivitas ini harus diimbangi
dengan nutrisi sehat, istirahat, dan tidur yang cukup (Colrain,2011).
Tidur adalah proses pemulihan tubuh. Tidur yang tidak cukup pada remaja
akan memberi dampak negatif pada fisik, emosional, kognitif, dan perkembangan
sosial mereka (Meltzer, 2013). Menurut data World Association of Sleep Medicine
(WASM) diberitahukan 45% penduduk dunia mengalami gangguan tidur dengan
beberapa kondisi, meliputi insomnia, Restless Legs Syndrome (RLS), kurang durasi tidur, dan gangguan tidur yang berhubungan dengan gangguan saluran nafas,
seperti Obstructive Sleep Apnoe (OSA). Gangguan tidur juga dapat menyebabkan banyak masalah kesehatan, seperti hipertensi, penyakit jantung, stroke, dan
diabetes. Penurunan kualitas tidur juga meningkatkan risiko terjadinya obesitas
(Mitchell, 2013). Gangguan tidur seperti kurang tidur juga dapat menyebabkan
gangguan aktivitas otak, seperti gangguan mood, konsentrasi, memori, dan
motivasi. Penelitian juga membuktikan angka peningkatan terjadinya kejadian
kecelakaan lalu lintas pada orang –orang yang mengalami gangguan tidur (Pizza,
2009).
National Sleep Foundation mencatat bahwa di Amerika terdapat paling
sedikitnya 40 juta orang menderita gangguan tidur di dunia dan 69 persennya
adalah anak-anak dan remaja. Leger dkk mendapatkan dari 10132 penduduk dunia,
(3692 dari AS, 1002 dari Perancis, 1001 dari Jerman, 1001 dari Italia, 1002 dari
Spanyol, 1000 dari UK, dan 116 dari Jepang) terdapat 56% dari AS, 34% dari
Perancis, 33% dari Jerman, 30% dari Italia,23% dari Spanyol, 36% dari UK, dan
melaporkan bahwa 66% dari 308 remaja (umur 13-17 tahun) di sekolah menengah
di Australia Selatan mengalami gangguan tidur. Mereka juga mencatat bahwa
indikator utamanya adalah kurangnya durasi tidur, yakni dibawah 8 jam tiap malam
dan kesulitan bangun di pagi hari.
Ram dkk (2010) juga menganalisis data dari National Health and Nutrition
Examination Survey dan mendapatkan bahwa dari 6139 remaja (> 16 tahun) di
USA, kebiasaan tidur buruk yang dominan terjadi pada remaja adalah mendengkur
selama tidur (48%), tidak ada istirahat pada siang hari (26,5%), dan kurang
kuantitas (durasi) tidur (26%). Penelitian meta analisa terhadap 41 survey
gangguan tidur pada remaja tersebut juga mendapati bahwa sebanyak 54 % remaja
mengalami insomnia. Insomnia ditandai dengan kesulitan mempertahankan tidur,
bangun terlalu cepat di pagi hari, tidur yang tidak menyegarkan, dan kesulitan
memulai tidur.
Di Indonesia belum banyak dilakukan ada studi epidemiologi untuk megetahui
prevalensi gangguan tidur pada remaja. Namun, Haryono dkk telah melakukan
penelitian di SLTP N 92 di Kelurahan Jati, Jakarta Timur, (Mei, 2009) dan
didapatkan prevalensi gangguan tidur sebesar 62,9 %. Hasil penelitian juga
menunjukkan subjek dengan kuantitas (durasi) tidur yang kurang di hari sekolah
lebih banyak mengalami gangguan tidur dibandingkan subjek yang durasi tidurnya
cukup (58,0%).
Kuantitas (durasi) tidur merupakan salah satu indikator kebutuhan tidur
seseorang. Durasi tidur dihitung dari seseorang mulai tidur dan sampai bangun di
pagi hari dan memulai aktivitasnya. Durasi tidur berbeda sesuai degan umur
individu (Jenni, 2005). Tak hanya berbeda berdasarkan umur, National Sleep
Foundation bahkan menyatakan bahwa kebutuhan tidur tiap individu berbeda- beda.
Rekomendasi durasi tidur normal untuk seorang remaja adalah 8,5 – 9,25 jam per
hari. Defenisi kurang tidur pada remaja adalah mereka yang tidurnya dibawah 8
jam. Remaja yang kurang tidur akan mengalami tidur berlebih di pagi hari, yang
secara otomatis akan memberi dampak yang kurang baik pada aktivitas belajar pagi
Tidur adalah aktivitas aktif otak. Gambaran aktivitas lisrik dalam otak berbeda
– beda mulai saat tidur dimulai, maupun saat bangun tidur. Berdasarkan gambaran
aktivitas listrik otak saat tidur, fase tidur terbagi atas 2 bagian , yaitu (1) fase tidur
dengan gelombang lambat atau non rapid eye movement (NREM) dan (2) fase tidur dengan gelombang cepat atau rapid eye movement ( REM). Tidur NREM memiliki 4 fase juga, yaitu fase 3 dan 4 dikenal juga sebagai fase gelombang
lambat karena frekuensinya yang rendah dan amplitudo gelombang yang tinggi
sedangkan fase REM diteliti sebagai fase terjadinya mimpi,dan menghasilkan
gelombang otak yang mirip pada gelombang otak orang yang sedang terjaga. Fase
ini akan berlangsung selama 90 menit diantara fase NREM (Walker, 2006).
Pada remaja terdapat perubahan dramatis dalam pola tidur- bangun meliputi
durasi tidur yang berkurang,waktu tidur tertunda, dan perbedaan pola tidur pada
hari sekolah dan akhir pekan atau akhir pekan. Maka kualitas tidur remaja juga
cenderung berkurang. Beberapa penelitian sudah membuktikan bahwa prevalensi
remaja dengan gangguan tidur semakin meningkat, yaitu di atas 20 persen (Mindell,
2010). Penelitian terbaru bahkan melaporkan lebih dari 45% remaja mengalami
kurang tidur (Roberts, 2009). Seiring dengan bertambahnya umur seorang remaja
akan tidur lebih singkat karena banyaknya aktivitas dan tugas sekolah yang
memakan waktu tidurnya serta pemakaian media yang berlebihan yaitu media
elektronik yang sebenarnya sangat dibutuhkan ( Dworak, 2013).. National Sleep
Foundation juga menyatakan bahwa 2 dari 3 remaja di dunia mengalami kurang
tidur sedangkan di Amerika, terdapat peningkatan prevalensi yang memiliki
kebiasaan kurang tidur sesuai peningkatan umur. Adapun prevalensi anak yang
tidur dibawah 8 jam, 8% pada usia 6 – 11 tahun, 29% pada usia 12 – 14 tahun, dan
56 % pada usia 15 – 17 tahun. Penelitian oleh Smaldone (2007) juga mendapatkan
bahwa dari 68. 418 remaja, 31,9 % memiki kebiasaan dengan tidur yang terlalu
singkat, dan dari angka tersebut adaah terdiri dari remaja dengan umur di atas 12
tahun, khusnya pada remaja tengah (middle adolescent).
Berkurangnya waktu tidur seorang remaja ternyata mempengaruhi daya ingat
atau memori remaja tersebut. Pentingnya kuantitas (durasi) tidur dalam
penelitian oleh Walker (2006) yang menyimpulkan bahwa otak membutuhkan tidur
sebelum dan sesudah mempelajari sesuatu untuk meningkatkan daya ingat kita
terhadap hal tersebut.
Memori atau ingatan adalah proses pemasukan, penyimpanan dan pemanggilan
informasi yang telah disimpan dalam otak manusia. Memori adalah hasil belajar.
Setiap hal yang dilakukan seorang individu akan melibatkan memori. Memori
khususnya juga mempengaruhi tingkat kecerdasan seseorang. Oleh karena itu,
remaja khususnya yang sedang dalam bangku pendidikan sangat membutuhkan
memori yang baik (Durmerd dan Dinges, 2005).
Berdasarkan tingkat penyimpanannya, memori terbagi atas memori sensorik,
memori jangka pendek, dan memori jangka panjang. Memori sensoris adalah
seluruh penyimpanan informasi yang berasal dari seluruh panca indera. Memori
jangka pendek adalah memori yang menampun informasi dalam memori sensoris,
yang hanya bertahan dalam 12 detik, namun dapat dipertahankan lebih lama dengan
melakukan pengulangan (rehearsal) dan pemenggalan informasi menkadi bongkahan unit atau chunking. Selain itu terdapat juga jenis memori yang disebut dengan memori kerja (working memory) yang merupakan aplikasi memori jangka pendek kita berhadapan dengan proses pemecahan ,masalah seperti saat menjawab
soal matematika. Karena itu ada beberapa buku yang menyamakan memori jangka
pendek dengan memori kerja. Agar dapat bertahan lebih lama lagi, ingatan akan
menglami konsolidasi dalam otak agar menjadi lebih utuh dan disimpan dalam
memori jangka panjang yang bertahan dalam berhari – hari, berminggu – minggu
maupun bertahun – tahun (Solso ,2007).
Pada penelitian Walker telah diketahui bahwa saat tidur terjadi proses
konsolidasi yang dapat mempengaruhi dan mempertahankan ingatan untuk waktu
lebih lama lagi. Oleh karena itu, tidur yang kurang dapat mengganggu proses
konsolidasi sehingga memori atau ingatan tidak dapat bertahan lebih lama, bahkan
salah saat dipanggil dan diinterpretasikan otak saat kita membutuhkannya
(Diekelmann,2008).
Pentingnya hubungan tidur dan memori bagi remaja diteliti oleh Potkin dan
kemampuan remaja untuk memperthankan daya ingatnya. Konsolidasi yang
dipengaruhi oleh hipokampus saat tidur khususnya pada fase NREM ternyata
berlangsung lebih baik ketika tidur. Ingatan jangka panjang akan bertahan lebih
lama.
Hubungan tidur dengan memori juga diteliti Gradisar dkk pada tahun 2009, dan
dari 143 remaja yang berasal dari sekolah yang berbeda di Adelaide, terdapat
perbedaan memori jangka pendek yang signifikan antara remaja yang kurang tidur
(< 8 jam) dengan remaja yang tidur selama 8-9 jam dengan nilai signifikasni p=
0,00001 ( p< 0,05), dimana penampilan memori kerja remaja yang memiliki durasi
tidur cukup (n=100) memiliki skor pada Short term memory test lebih baik. Dari paparan di atas ditunjukkan bahwa tidur merupakan kebutuhan yang
sangat penting khususnya untuk remaja yang sedang dalam bangku sekolah.
Penelitian di luar negeri telah menunjukkan hubungan durasi tidur dengan memori
seseorang. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti hubungan durasi tidur
dengan memori jangka pendek remaja. .
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan kuantitas (durasi) tidur dengan memori jangka
pendek murid kelas VIII SMPN 2 Galang?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan kuantitas (durasi tidur) dengan memori jangka pendek.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.Mengetahui durasi atau lama tidur murid kelas VIII SMP N 2 Galang.
2.Mengetahui status memori jangka pendek murid kelas VIII SMP N 2
Galang.
1.3.1. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk :
1. Guru SMPN 2 Galang
• Memberikan informasi tentang kebiasaan kurang tidur yang
• Pihak sekolah dapat memberikan penyuluhan atau edukasi tentang manfaat tidur yang cukup bagi daya ingat siswa.
2. Pelajar SMPN 2 Galang, Medan
• Memberikan informasi pada siswa mengenai faktor – faktor yang
mempengaruhi memori jangka pendek mereka.
• Memberikan informasi pada siswa bahwa tidur dapat mempengaruhi status jangka pendek pelajar.
• Pelajar dapat mengatur waktu sehingga waktu tidur malam tidak
terganggu.
3. Peneliti
• Peneliti dapat meningkatkan pengetahuan tentang fungsi tidur
dan pengaruh tidur pada tubuh.
• Peneliti memperoleh pengalaman dan pengetahuan dalam melakukan penelitian dan pembuatan KTI.
4. Masyarakat
• Memberi pengetahuan pada masyarakat tentang mengenai faktor
– faktor yang mempengaruhi memori jangka pendek.
• Memberi pengetahuan kepada masyarakat tentang pentingnya.
kuantitas (durasi) tidur yang adekuat pada memori jangka
pendek.