• Tidak ada hasil yang ditemukan

Draft RPP Kendaraan 2010.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Draft RPP Kendaraan 2010.pdf"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR

TAHUN

TENTANG

KENDARAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49,

Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56,

Pasal 57, Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63

Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Tentang

Kendaraan;

Mengingat

:

a. Pasal 5 ayat (1) serta Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik

Indonesia

Tahun 2009 Nomor 96 Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5025);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH

REPUBLIK INDONESIA

TENTANG

KENDARAAN

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

1.

Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas Kendaraan

Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.

(2)

3.

Kendaraan Tidak Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga

manusia dan/atau hewan.

4.

Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap Kendaraan yang digunakan untuk

angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran.

5.

Sepeda Motor adalah Kendaraan Bermotor beroda dua dengan atau tanpa

rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau Kendaraan Bermotor beroda

tiga tanpa rumah-rumah.

6.

Mobil Penumpang adalah Kendaraan Bermotor angkutan orang yang memiliki

tempat duduk maksimal 8 (delapan) orang, termasuk untuk Pengemudi atau yang

beratnya tidak lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.

7.

Mobil Bus adalah Kendaraan Bermotor angkutan orang yang memiliki tempat

duduk lebih dari 8 (delapan) orang, termasuk untuk Pengemudi atau yang

beratnya lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.

8.

Mobil Bus Gandeng adalah bus yang terdiri dari bus penarik dan gandengannya,

yang gandengannya mempunyai sedikitnya 2 (dua) sumbu roda dan dilengkapi

dengan alat penarik yang dapat bergerak vertikal (terhadap bus gandengan) dan

mengontrol arah sumbu roda depan gandengan tetapi tidak membebani sumbu

bus penarik dan memiliki lorong penghubung.

9.

Mobil Bus Tempel adalah bus yang terdiri dari bus penarik dan tempelan, yang

tempelannya mempunyai sedikitnya 1 (satu) sumbu roda dan dilengkapi dengan

alat penarik yang dapat bergerak horizontal dan vertikal (terhadap bus tempelan)

dan membebani sumbu bus penarik.

10.

Bus Tingkat adalah bus yang memiliki dua lantai dan dilengkapi tangga sebagai

penghubung kedua lantai tersebut.

11.

Mobil Barang adalah Kendaraan Bermotor yang digunakan untuk angkutan

barang.

12.

Rumah – Rumah adalah bagian dari kendaraan bermotor jenis mobil penumpang

atau mobil bus atau mobil barang, yang berada pada landasan berbentuk ruang

muatan, baik untuk orang maupun barang.

(3)

14.

Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Uji Tipe Kendaraan

Bermotor adalah pengujian yang dilakukan terhadap fisik kendaraan bermotor

atau penelitian terhadap rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor,

kereta gandengan atau kereta tempelan sebelum kendaraan bermotor tersebut

dibuat dan/atau dirakit dan/atau diimpor secara massal serta kendaraan

bermotor yang dimodifikasi.

15.

Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Uji Berkala

adalah pengujian kendaraan bermotor yang dilakukan secara berkala terhadap

setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan, yang

dioperasikan di jalan.

16.

Sertifikat Uji Tipe adalah sertifikat yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal

Perhubungan Darat sebagai bukti bahwa tipe kendaraan bermotor atau landasan

kendaraan bermotor yang bersangkutan telah lulus uji tipe.

17.

Pengesahan Rancang Bangun dan Rekayasa Kendaraan Bermotor adalah Surat

pengesahan dari Pemerintah sebagai bukti bahwa rancangan kendaraan bermotor,

kereta gandengan, atau kereta tempelan tersebut telah memenuhi persyaratan

teknis.

18.

Sertifikat Registrasi Uji Tipe adalah sertifikat yang diterbitkan oleh Direktur

Jenderal Perhubungan Darat, sebagai bukti bahwa setiap kendaraan bermotor,

landasan kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan/atau kereta tempelan yang

dibuat dan/atau dirakit dan/atau diimpor atau dimodifikasi memiliki spesifikasi

teknik sama/sesuai dengan tipe kendaraan yang telah disahkan atau rancang

bangun dan rekayasa kendaraan yang telah disahkan, yang merupakan

kelengkapan persyaratan pendaftaran dan pengujian berkala kendaraan bermotor.

19.

Modifikasi Kendaraan Bermotor adalah kendaraan bermotor yang diubah bentuk

dan/atau peruntukannya yang dapat mengakibatkan perubahan spesifikasi teknik

utama.

20.

Uji Sampel adalah pengujian kesesuaian terhadap spesifikasi teknik terhadap seri

produksi yang telah memiliki sertifikat uji tipe.

21.

Kendaraan Khusus adalah Kendaraan Bermotor yang dirancang khusus yang

memiliki fungsi dan rancang bangun tertentu, antara lain:

a.

Kendaraan Bermotor Tentara Nasional Indonesia;

b.

Kendaraan Bermotor Kepolisian Negara Republik Indonesia;

c.

Alat berat antara lain bulldozer, traktor, mesin gilas (

stoomwaltz), forklift,

loader, excavator

, dan

crane

; serta

d.

Kendaraan khusus penyandang cacat.

(4)

23.

Kereta Tempelan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengangkut barang

yang dirancang untuk ditarik dan sebagian bebannya ditumpu oleh kendaraan

bermotor penariknya.

24.

Roda Pada Satu Sumbu adalah roda tunggal atau roda ganda atau beberapa roda

yang dipasang simetris atau pada dasarnya simetris terhadap bidang membujur

tengah kendaraan, walaupun roda-roda tersebut tidak dipasang pada satu sumbu

yang sama.

25.

Jumlah Berat Yang Diperbolehkan yang selanjutnya disebut JBB adalah berat

maksimum kendaraan bermotor berikut muatannya yang diperbolehkan menurut

rancangannya.

26.

Jumlah Berat Kombinasi Yang Diperbolehkan yang selanjutnya disebut JBKB

adalah berat maksimum rangkaian kendaraan bermotor berikut muatannya yang

diperbolehkan menurut rancangannya.

27.

Jumlah Berat Yang Diizinkan yang selanjutnya disebut JBI adalah berat

maksimum kendaraan bermotor berikut muatannya yang diizinkan berdasarkan

kelas jalan yang dilalui.

28.

Jumlah Berat Kombinasi yang Diizinkan yang selanjutnya disebut JBKI adalah

berat maksimum rangkaian kendaraan bermotor berikut muatannya yang

diizinkan berdasarkan kelas jalan yang dilalui.

29.

Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik

Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

30.

Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah

sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

31.

Menteri adalah pembantu Presiden yang memimpin kementerian negara dan

bertanggung jawab atas urusan pemerintahan di bidang Jalan, bidang sarana dan

Prasarana Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan, bidang industri, bidang

pengembangan teknologi, atau bidang pendidikan dan pelatihan.

BAB II

JENIS DAN FUNGSI KENDARAAN

Pasal 2

Kendaraan terdiri atas:

(5)

Pasal 3

(1)

Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud

dalam

Pasal 2

huruf a

dikelompokkan berdasarkan jenis:

a. sepeda motor;

b. mobil penumpang;

c. mobil bus;

d. mobil barang; dan

penjelasan ayat (1) huruf d

Termasuk dalam pengertian mobil barang

setiap kendaraan bermotor selain dari

yang termasuk dalam sepeda motor, mobil penumpang dan mobil bus

.

e. kendaraan khusus.

(2)

Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c dan

huruf d , dikelompokan berdasarkan fungsi:

a. Kendaraan Bermotor perseorangan; dan

b. Kendaraan Bermotor umum.

(3)

Kendaraan

Bermotor sebagaimana dimaksud

pada ayat (2), dikelompokan

berdasarkan peruntukan:

a. kendaraan untuk angkutan orang; dan

b. kendaraan untuk angkutan barang.

Pasal 4

(1) Kendaraan tidak bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b.

dikelompokkan dalam:

a. Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga orang; dan

b. Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga hewan.

(2) Kendaraan tidak bermotor yang digerakkan oleh tenaga orang sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a, antara lain :

a. sepeda;

b. becak;

c. kereta dorong atau kereta tarik.

(3) Kendaraan tidak bermotor yang digerakkan oleh tenaga hewan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b, antara lain :

a. delman; atau

b. cikar.

Pasal 5

(1) Kendaraan Bermotor untuk mengangkut orang sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 ayat (3) huruf a, dirancang dengan ruang untuk pengemudi dan ruang

untuk penumpang.

(6)

penjelasan ayat (2)

yang dimaksud dengan ruang untuk mengangkut barang adalah berbentuk bak

muatan terbuka atau bak muatan tertutup (box).

Pasal 6

(1) Kendaraan Bermotor jenis sepeda motor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

ayat (1) huruf a, meliputi :

a. Kendaraan Bermotor roda 2 (dua) dengan atau tanpa rumah-rumah;

b. Kendaraan Bermotor roda 2 (dua) dengan atau tanpa kereta samping;

c. Kendaraan Bermotor roda 3 (tiga) tanpa rumah-rumah.

(2) Kendaraan Bermotor jenis Mobil Penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal

3 ayat (1) huruf b, meliputi :

a. Mobil Penumpang sedan, yang memiliki 3 (tiga) ruang yang terdiri dari:

1.

ruang mesin;

2.

ruang pengemudi dan penumpang;

3.

ruang bagasi.

penjelasan

terpisah secara permanen atau tidak permanen yaitu ruang mesin di bagian

depan atau belakang, terpisah secara permanen atau tidak permanen ruang

pengemudi dan penumpang di bagian tengah, dan ruang bagasi di bagian

belakang atau depan.

b. Mobil Penumpang bukan sedan yang memiliki 2 (dua) ruang yang terdiri dari:

1.

ruang mesin;

2.

ruang pengemudi, ruang penumpang dan/atau bagasi.

penjelasan

mobil penumpang bukan sedan yang memiliki 2 (dua) ruang yang dirancang

terpisah secara permanen atau tidak permanen yaitu ruang mesin di bagian

depan atau belakang, ruang pengemudi dan penumpang dan/ atau bagasi.

pengertian bukan sedan antara lain Sport Utility Vehicle, Station Wagon, Multy

Purpose Vehicle, Hatch Back, All Purpose Vehicle.

c. Mobil Penumpang lainnya yang dirancang untuk keperluan khusus.

Penjelasan huruf c

yang dimaksud dengan mobil penumpang lainnya contoh mobil ambulance, mobil

jenazah.

(3) Mobil Bus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf c, meliputi :

(7)

b. mobil bus sedang, yang dirancang, dengan jumlah berat yang diperbolehkan

(JBB) lebih dari 5.000 (lima ribu) sampai dengan 8.000 (delapan ribu) kilogram,

ukuran panjang keseluruhan tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter

dan ukuran lebar keseluruhan tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus)

milimeter dan tinggi kendaraan tidak boleh lebih dari 1,7 (satu koma tujuh)

kali lebar kendaraannya;

c. mobil bus besar, yang dirancang dengan jumlah berat yang dibolehkan (JBB)

lebih dari 8.000 (delapan ribu) sampai dengan 16.000 (enam belas ribu)

kilogram, ukuran panjang keseluruhan kendaraan bermotor lebih dari 9.000

(sembilan ribu) milimeter sampai dengan 12.000 (dua belas ribu) milimeter dan

ukuran lebar keseluruhan tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter

dan tinggi kendaraan tidak lebih dari 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter

dan tidak boleh lebih dari 1,7 (satu koma tujuh) kali lebar kendaraannya;

d. mobil bus maxi, yang dirancang dengan jumlah berat yang dibolehkan (JBB)

lebih dari 16.000 (enam belas ribu) kilogram sampai dengan 24.000 (dua puluh

empat ribu) kilogram, ukuran panjang keseluruhan lebih dari 12.000 (dua

belas ribu) milimeter sampai dengan 13.500 (tiga belas ribu lima ratus)

milimeter dan ukuran lebar keseluruhan tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima

ratus) milimeter dan tinggi kendaraan tidak lebih dari 4.200 (empat ribu dua

ratus) milimeter dan tidak boleh lebih dari 1,7 (satu koma tujuh) kali lebar

kendaraannya;

e. mobil bus gandeng yang dirancang dengan jumlah berat kombinasi yang

dibolehkan (JBKB) sekurang-kurangnya 22.000 (dua puluh dua ribu) kilogram

sampai dengan 26.000 (dua puluh enam ribu) kilogram dan/atau ukuran

panjang keseluruhan lebih dari 13.500 (tiga belas ribu lima ratus) milimeter

sampai dengan 18.000 (delapan belas ribu) milimeter dan ukuran lebar

keseluruhan tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter dan tinggi

kendaraan tidak lebih dari 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter dan tidak

boleh lebih dari 1,7 (satu koma tujuh) kali lebar kendaraannya;

f. mobil bus tempel yang dirancang dengan jumlah berat kombinasi yang

dibolehkan (JBKB) sekurang-kurangnya 22.000 (dua puluh dua ribu) kilogram

sampai dengan 26.000 (dua puluh enam ribu) kilogram dan/atau ukuran

panjang keseluruhan lebih dari 13.500 (tiga belas ribu lima ratus) milimeter

sampai dengan 18.000 (delapan belas ribu) milimeter dan ukuran lebar

keseluruhan tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter dan tinggi

kendaraan tidak lebih dari 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter dan tidak

boleh lebih dari 1,7 (satu koma tujuh) kali lebar kendaraannya;

g. mobil bus tingkat yang dirancang dengan jumlah berat yang dibolehkan (JBB)

sekurang-kurangnya 21.000 (dua puluh satu ribu) kilogram sampai dengan

24.000 (dua puluh empat ribu) kilogram dan/atau ukuran panjang

keseluruhan sekurang-kurangnya 9.000 (sembilan ribu) milimeter sampai

dengan 13.500 (tiga belas ribu lima ratus) milimeter, ukuran lebar keseluruhan

tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter dan ukuran tinggi mobil

bus tingkat tidak lebih dari 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter.

(8)

dengan jumlah tempat duduk maksimal 58....dan disesuaikan dengan RPP

tentang Angkutan

(4) Mobil barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d, meliputi:

a. mobil barang bak muatan terbuka;

penjelasan huruf a:

yang dimaksud dengan mobil barang bak muatan terbuka adalah antara lain

seperti dump truck, non dump truck, flat deck, mobil barang kabin ganda.

Penjelasan :

yang dimaksud dengan mobil barang kabin adalah:mobil barang kabin ganda

(double cabin), yang dirancang memiliki 2 (dua) baris tempat duduk pengemudi

dan penumpang dengan ruang barang yang terpisah secara permanen

dan/ atau tidak permanen oleh dinding atau sekat;

b. mobil barang bak muatan tertutup;

penjelasan huruf b :

yang dimaksud dengan mobil barang bak muatan tertutup adalah antara lain

seperti box, wing box, box freezer, mobil barang kabin ganda.dll

c. mobil barang tangki;

penjelasan

yang dimaksud mobil barang tangki adalah mobil yang dirancang untuk

mengangkut barang cairan, barang curah, atau gas.

yang dimaksud dengan mobil barang

khusus

adalah

angkutan yang

membutuhkan mobil barang yang dirancang khusus untuk mengangkut benda

yang berbentuk curah, cair, dan gas, peti kemas, tumbuhan, hewan hidup,

dan alat berat serta membawa barang berbahaya, antara lain:

a.

barang yang mudah meledak;

b.

gas mampat, gas cair, gas terlarut pada tekanan atau temperatur

tertentu;

c.

cairan mudah menyala;

d.

padatan mudah menyala;

e.

bahan penghasil oksidan;

f.

racun dan bahan yang mudah menular;

g.

barang yang bersifat radioaktif; dan

h. barang yang bersifat korosif.

d. kendaraan untuk menarik kereta tempelan;

Catatan: Perlu dijelaskan definisi kendaraan untuk menarik kereta tempelan

(5)

Kendaraan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf e,

mempunyai fungsi dan dirancang bangun tertentu, antara lain:

(9)

b.

Kendaraan water canon, Anti Personel Carrier (APC), EOD (Explosive

Ordinance Disposal, dan Commander Call Carrier, Security Barrier, dan

kendaraan taktis lainnya yang dirancang

khusus dan dimiliki oleh

Kepolisian Negara Republik Indonesia;

c.

Kendaraan alat berat antara lain traktor,

stoomwaltz, forklift, loader,

excavator, buldozer

, dan

crane

;

d.

kendaraan khusus penyandang cacat.

Pasal 7

Ketentuan lebih lanjut mengenai Fungsi Kendaraan Bermotor, diatur dengan

Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang Sarana dan Prasarana Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan, kecuali kendaraan khusus milik TNI dan Polri

sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (5) huruf a dan huruf b.

BAB III

PERSYARATAN TEKNIS DAN LAIK JALAN KENDARAAN BERMOTOR,

KERETA GANDENGAN DAN KERETA TEMPELAN

Bagian Kesatu

Ketentuan Umum Persyaratan Teknis dan Laik Jalan

Paragraf 1

Persyaratan Teknis

Pasal 8

(1) Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan harus memenuhi

persyaratan teknis.

(2) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. susunan;

b. perlengkapan;

c. ukuran;

d. karoseri;

e. rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya;

f. pemuatan;

g. penggunaan;

h. penggandengan Kendaraan Bermotor; dan/atau

i. penempelan Kendaraan Bermotor.

Pasal 9

(10)

(2) Ketentuan mengenai pengecualian dan/atau penambahan terhadap pemenuhan

persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan

terhadap:

a. Kendaraan Bermotor untuk orang cacat;

b. Kendaraan Bermotor yang dicoba di jalan dalam rangka penelitian;

c. Kendaraan Bermotor yang menggunakan teknologi baru.

Pasal 10

Susunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a terdiri atas:

a. rangka landasan;

b. motor penggerak;

c. sistem pembuangan;

d. sistem penerus daya;

e. sistem roda-roda;

f. sistem suspensi;

g. sistem kemudi;

h. sistem rem;

i. sistem lampu dan alat pemantul cahaya;

j. komponen pendukung.

Pasal 11

(1) Setiap rangka landasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a harus

memenuhi persyaratan :

a. dikonstruksi menyatu atau secara terpisah dengan badan kendaraan yang

bersangkutan;

b. dapat menahan seluruh beban, getaran dan goncangan kendaraan berikut

muatannya, sebesar jumlah berat kendaraan yang diperbolehkan atau jumlah

berat kombinasi kendaraan yang diperbolehkan;

c. tahan terhadap korosi;

d. dilengkapi dengan alat pengait di bagian depan dan bagian belakang kendaraan

bermotor, kecuali sepeda motor.

Penjelasan Ayat (1)

Untuk mengetahui bahwa rangka landasan kendaraan bermotor memenuhi

persyaratan teknis sebagaimana

dimaksud dalam ayat ini, dapat dilakukan

melalui perhitungan-perhitungan teknis dengan menggunakan norma-norma

teknologi yang telah baku, atau melalui uji konstruksi, baik dengan menggunakan

peralatan uji konstruksi maupun uji jalan.

(2) Rangka landasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Kendaraan

bermotor yang dirancang untuk menarik kereta gandengan atau kereta tempelan,

dilengkapi dengan peralatan penarik yang dirancang khusus untuk itu.

Pasal 12

(1) Rangka landasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 harus dibubuhkan

nomor rangka landasan.

penjelasan

(11)

(2) Nomor rangka landasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditempatkan

secara permanen pada bagian tertentu rangka landasan dan mudah dilihat dan

dibaca serta ditulis dalam bentuk embos ke dalam atau keluar.

Penjelasan Ayat (2)

Nomor rangka landasan kendaraan bermotor harus dibubuhkan secara permanen

dan tidak dapat dihapus selama kendaraan bermotor yang bersangkutan

dioperasikan di jalan. Nomor rangka landasan kendaraan bermotor tersebut

merupakan identitas atau jati diri kendaraan yang bersangkutan. Oleh karena itu,

untuk keperluan penulisan jati diri atau identitas kendaraan bermotor yang

bersangkutan pada sertifikat regristasi, buku uji, surat tanda nomor kendaraan

bermotor, dan buku pemilik kendaraan bermotor, maka setiap pembuat kendaraan

bermotor

melaporkan

sistem

penomoran dan lokasi

penomoran

rangka

landasannya

.

(3) Untuk rangka landasan yang menyatu dengan badan kendaraan, nomor rangka

landasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditempatkan pada bagian tertentu

badan kendaraan secara permanen dan mudah dilihat serta dibaca.

Penjelasan Ayat (3)

Nomor rangka landasan yang dibubuhkan pada badan kendaraan bermotor harus

memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

Pasal 13

(1) Rangka landasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, pada saat akan

dibuat melalui karoseri kendaraan bermotor harus sesuai peruntukannya.

(2) Kendaraan bermotor jenis mobil penumpang dan mobil bus sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) harus menggunakan rangka

landasan peruntukkan angkutan orang.

(3) Kendaraan bermotor jenis mobil barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

ayat (3) huruf d harus menggunakan rangka landasan peruntukkan angkutan

barang.

(4) Kendaraan bermotor jenis kendaraan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal

2 ayat (3) huruf e dapat menggunakan rangka landasan peruntukkan angkutan

barang atau angkutan orang.

Pasal 14

(12)

Pasal 15

(1) Motor penggerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b harus

memenuhi persyaratan:

a. mempunyai daya untuk dapat mendaki pada jalan tanjakan dengan sudut

kemiringan maksimum 8

(delapan derajat) dengan kecepatan minimum 20

(dua puluh) kilometer per jam pada segala kondisi jalan;

b. motor penggerak dapat dihidupkan dari tempat duduk pengemudi;

c. motor penggerak kendaraan bermotor tanpa kereta gandengan atau kereta

tempelan, selain sepeda motor harus memiliki perbandingan antara daya dan

berat total kendaraan berikut muatannya sekurang-kurangnya sebesar 4,50

(empat koma lima puluh) kilo Watt setiap 1.000 (seribu) kilogram dari jumlah

berat yang diperbolehkan (JBB) atau jumlah berat kombinasi yang

diperbolehkan (JBKB);

d. motor penggerak kendaraan bermotor yang digunakan untuk menarik kereta

gandengan, kereta tempelan, bus tempelan dan bus gandengan selain sepeda

motor, harus memiliki perbandingan antara daya dan berat total kendaraan

berikut muatannya sekurang-kurangnya sebesar 5,50 (lima koma lima puluh)

kilo Watt setiap 1.000 (seribu) kilogram dari jumlah berat yang diperbolehkan

(JBB) atau jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (JBKB);

e. perbandingan antara daya motor penggerak dan berat kendaraan khusus atau

sepeda motor ditetapkan sesuai dengan kebutuhan lalu lintas dan angkutan

serta kelas jalan;

f. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir b, butir c, butir d, dan butir e

tidak berlaku untuk kendaraan bermotor yang dirancang dengan kecepatan

tidak melebihi 25 (dua puluh lima) kilometer per jam pada jalan datar.

Penjelasan huruf f:

yang dimaksud dengan tidak melebihi 25 kilometer per jam adalah mengacu ke

EEC No. 2002/ 24/ EEC)

(2) Motor penggerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan dalam

beberapa jenis :

a. motor bakar;

penjelasan huruf a

yang termasuk motor bakar adalah dengan bahan cair dan/ atau gas.

b. motor listrik;

c. motor penggerak yang digerakan oleh gabungan 2 (dua) jenis motor penggerak

di atas.

Pasal 16

(1) Pada setiap motor penggerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, harus

dibubuhkan nomor motor penggerak sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

penjelasan

(13)

(2) Nomor motor penggerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan secara

permanen pada bagian tertentu motor penggerak dan mudah diidentifikasi dalam

bentuk embos ke dalam atau keluar atau dalam bentuk lain.

Pasal 17

(1) Sistem pembuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c

sekurang-kurangnya terdiri atas manifold, peredam suara, dan pipa pembuangan.

(2) Sistem pembuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi

persyaratan:

a. dirancang dan dibuat dari bahan yang cukup kuat sehingga memenuhi

ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan;

b. arah pipa pembuangan harus dibuat dengan posisi yang tidak mengganggu

pengguna jalan lain;

penjelasan huruf b :

yang dimaksud dengan pengguna jalan lain adalah termasuk orang yang

sedang berdiri atau berjalan di pinggir jalan.

c. gas buang dan asap dari sistem pembuangan kendaraan bermotor kecuali

sepeda motor diarahkan ke atas, ke belakang atau ke sisi kanan di sebelah

belakang ruang penumpang dengan sudut kemiringan tertentu terhadap garis

tengah kendaraan bermotor yang menjamin keselamatan;

d. asap dari hasil pembuangan tidak boleh mengarah pada tangki bahan bakar

atau roda pada sumbu belakang kendaraan;

e. sistem pembuangan kendaraan pengangkut bahan yang mudah terbakar,

diarahkan ke arah kanan bagian depan ruang pengemudi, dan untuk mobil

bus diarahkan ke arah belakang pada sisi kanan;

f. pipa pembuangan tidak melebihi sisi samping atau sisi belakang kendaraan

bermotor.

penjelasan huruf f:

yang dimaksud dengan pipa pembuangan tidak boleh melebihi sisi samping atau

sisi belakang kendaraan bermotor adalah untuk menghindari terjadinya

pusaran-pusaran (turbulensi) yang dapat mengakibatkan masuknya asap atau

gas buang ke ruang penumpang, termasuk dalam hal ini pipa pembuangan yang

tidak boleh terlalu pendek).

Pasal 18

(1) Sistem penerus daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d harus dapat

dikendalikan dari tempat duduk pengemudi.

Penjelasan ayat (1)

Yang dimaksud dengan sistem penerus daya, gear box, transmisi atau perseneling

adalah sistem untuk meneruskan tenaga dari mesin ke roda dapat berupa :

a. sistem penerus daya otomatis;

(14)

(2) Sistem penerus daya sebagai dimaksud pada ayat (1) harus memungkinkan

kendaraan bermotor bergerak maju dengan satu atau lebih tingkat kecepatan dan

memungkinkan bergerak mundur.

(3) Keharusan untuk melengkapi sistem penerus daya yang memungkinkan

kendaraan bermotor dapat bergerak mundur sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) tidak berlaku untuk :

a. Sepeda Motor, baik dengan atau tanpa kereta samping;

b. Sepeda Motor beroda tiga yang roda-rodanya dipasang semetris terhadap

bidang tengah arah memanjang, yang memiliki jumlah berat yang

diperbolehkan (JBB) maksimum 400 kg (empat ratus kilogram).

Pasal 19

(1) Sistem roda-roda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf e terdiri atas :

a. roda-roda; dan

b. sumbu roda.

(2) Roda-roda sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,

berupa pelek dan ban bertekanan serta sumbu-sumbu atau gabungan sumbu

dan roda yang dapat menjamin keselamatan.

Penjelasan ayat (2) :

yang dimaksud dengan ban bertekanan adalah ban yang berongga yang dapat

diisi dengan gas.

Sumbu-sumbu roda kendaraan bermotor, kereta gandengan dan kereta tempelan

harus dihitung dan dirancang atau dibuat sedemikian rupa sehingga mampu

memikul beban dinamis kendaraan sebesar jumlah berat yang diperbolehkan

(JBB). Untuk dapat memberikan jaminan keselamatan secara teknis terhadap

penggunaan ban-ban dan pelek-pelek pada kendaraan bermotor, kereta gandengan

dan kereta tempelan, besarnya beban yang diperbolehkan untuk masing-masing

ukuran ban, dikaitkan dengan tekanan kerja ban, cara pemasangan, dan tingkat

keausan serta kerusakannya. Dengan demikian maka dapat diketahui secara

pasti, kapan ban-ban dan pelek-pelek tersebut boleh digunakan pada kendaraan

dan kapan tidak boleh digunakan lagi.

(3) Ban-ban bertekanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memiliki adesi

yang cukup, baik pada jalan kering maupun jalan basah.

Penjelasan ayat (3):

Dalam hal kendaraan bermotor, kereta gandengan, atau kereta tempelan yang

dirancang dan dibuat untuk mengangkut beban tertentu sebesar jumlah berat yang

diperbolehkan ternyata beban pada masing-masing sumbu tunggalnya melebihi

kemampuan kelas jalan yang akan dilalui, maka kendaraan tersebut harus

dikonstruksi dengan menggunakan sumbu ganda atau lebih, disesuaikan dengan

kelas jalan yang dilalui.

(15)

penjelasan ayat (4)

Tidak

diperbolehkan mengganti roda yang tidak sesuai dengan ukuran

sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 20

(1) Rancangan sumbu dan roda dan/atau gabungan sumbu dan roda berikut

roda-rodanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), harus memperhatikan

kelas jalan yang akan dilalui.

(2) Kendaraan bermotor, kereta gandengan dan kereta tempelan baru, harus

menggunakan sumbu dan roda yang memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.

Pasal 21

Sistem suspensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf f berupa penyangga

yang mampu menahan beban, getaran dan kejutan untuk menjamin keselamatan dan

perlindungan terhadap jalan.

penjelasan ayat (1)

Kemajuan teknologi memungkinkan banyaknya jenis sistem suspensi yang dapat

digunakan pada kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan. Namun

demikian, belum tentu seluruh jenis sistem suspensi tersebut cocok untuk digunakan di

Indonesia. Oleh karena itu, untuk kepentingan keselamatan lalu lintas dan angkutan

jalan dapat ditetapkan jenis-jenis suspensi berupa penyangga yang boleh digunakan di

Indonesia. Jenis penyangga antara lain berupa pegas daun, penyangga hidrolis, dan

penyangga pneumatis.

Pasal 22

(1) Sistem kemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf g meliputi:

a. roda kemudi atau stang kemudi; dan

b. batang kemudi.

penjelasan ayat (1) :

sistem kemudi yang dipasang dalam kendaraan bermotor berfungsi untuk

mengendalikan arah gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan.

sistem kemudi yang dipasang dalam kendaraan bermotor berfungsi untuk

mengendalikan arah gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan. Roda kemudi

digunakan untuk mobil penumpang, mobil bus, mobil barang dan kendaraan

khusus, sedangkan stang digunakan untuk sepeda motor roda dua atau roda tiga.

(2) Sistem

kemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi

persyaratan :

a. dapat digerakkan dengan tenaga yang wajar;

b. perancangan, pembuatan dan pemasangan batang kemudi dan roda kemudi

tidak menimbulkan bahaya bagi pengemudi.

(16)

Dengan ketentuan apabila tenaga bantu

(

power steering

)

tersebut tidak bekerja

maka kendaraan bermotor tersebut harus tetap dapat dikemudikan dengan tenaga

yang wajar.

Sistem kemudi yang dilengkapi dengan tenaga bantu harus dapat menurunkan

kinerjanya seakan – akan tidak dilengkapi dengan alat bantu apabila kendaraan

bermotor tersebut bergerak dengan kecepatan meningkat yang tidak sesuai dengan

kecepatan normal

.

Pasal 23

Sistem rem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf h berupa peralatan

pengereman yang meliputi :

a. rem utama; dan

b. rem parkir.

Pasal 24

Kendaraan Bermotor dengan transmisi otomatis

(automatic transmission)

harus

dilengkapi dengan sistem yang dapat menurunkan putaran mesin ke kondisi yang

menjamin keselamatan pada saat dilakukan pengereman.

penjelasan :

yang dimaksud dengan menjamin keselamatan antara lain menggunakan alat yang

mengembalikan putaran mesin dalam kondisi idle (brake to idle override).

Pasal 25

Rem utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a harus memenuhi

persyaratan :

a. rem utama ditempatkan dekat dengan pengemudi sehingga pengemudi dapat

mengendalikan kecepatan dan memberhentikan kendaraan bermotor dari tempat

duduknya tanpa melepaskan tangannya dari roda kemudi atau stang kemudi;

b. bekerja pada semua roda kendaraan sesuai dengan besarnya beban pada

masing-masing sumbu, baik kendaraan bermotor yang berdiri sendiri maupun kendaraan

bermotor yang dirangkaikan dengan kereta gandengan atau kereta tempelan;

c. dalam hal ada bagian rem utama yang tidak berfungsi, rem tersebut harus dapat

bekerja sekurang-kurangnya pada roda-roda yang bersebelahan pada satu sumbu

dan dapat digunakan untuk memperlambat dan menghentikan kendaraan.

Pasal 26

Rem parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b harus memenuhi

persyaratan :

a.

rem parkir yang dikendalikan dari ruang pengemudi dan mampu menahan posisi

kendaraan dalam keadaan berhenti baik pada jalan datar, tanjakan maupun

turunan;

(17)

Pasal 27

Sistem lampu-lampu dan alat pemantul cahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal

10 huruf i meliputi :

a. lampu utama dekat, warna putih, atau kuning muda;

b. lampu utama jauh, warna putih, atau kuning muda;

c. lampu penunjuk arah, warna kuning tua dengan sinar kelap-kelip;

d. lampu rem, warna merah;

e. lampu posisi depan, warna putih atau kuning muda;

f. lampu posisi belakang, warna merah;

g. lampu mundur dengan warna putih atau kuning muda kecuali untuk sepeda

motor;

h. lampu penerangan tanda nomor kendaraan bermotor dibagian belakang kendaraan

berwarna putih;

i. lampu isyarat peringatan bahaya berwarna kuning tua dengan sinar kelap - kelip;

j. lampu tanda batas secara berpasangan untuk kendaraan bermotor yang lebarnya

lebih dari 2.100 (dua ribu seratus) milimeter berwarna putih atau kuning muda

untuk bagian depan dan berwarna merah untuk bagian belakang;

k. pemantul cahaya berwarna merah secara berpasangan.

Pasal 28

Lampu utama dekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, dipasang secara

berpasangan berjumlah 2 (dua) buah dengan syarat :

a. dipasang pada bagian muka kendaraan dan harus dapat menerangi jalan pada

malam hari atau cuaca gelap;

b. tepi terluar permukaan penyinaran lampu utama dekat, dipasang pada ketinggian

tidak melebihi 1.250 (seribu dua ratus lima puluh) millimeter dari permukaan

jalan dan tidak boleh melebihi 400 (empat ratus) milimeter dari sisi bagian terluar

kendaraan.

Pasal 29

Lampu utama jauh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b berjumlah genap,

dengan syarat :

a. dipasang pada bagian muka kendaraan dan harus dapat menerangi jalan pada

malam hari atau cuaca gelap;

b. tepi terluar permukaan penyinaran lampu utama jauh sebagaimana dimaksud

pada huruf a, dipasang pada ketinggian tidak melebihi 1.250 (seribu dua ratus

lima puluh) milimeter dari permukaan jalan dan tidak boleh lebih dekat ke sisi

bagian terluar kendaraan dibandingkan dengan tepi terluar permukaan

penyinaran lampu utama dekat.

Pasal 30

(18)

b. dipasang pada ketinggian tidak melebihi 1.500 (seribu lima ratus) milimeter di

samping kiri dan kanan bagian muka kendaraan;

c. dipasang pada ketinggian tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter di

samping kiri dan kanan bagian belakang kendaraan; dan

d. berjumlah sekurang-kurangnya 2 (dua) berpasangan pada bagian

muka

kendaraan dan 2 (dua) berpasangan pada bagian belakang kendaraan.

Pasal 31

Lampu rem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d berjumlah

sekurang-kurangnya 2 (dua) buah, dengan syarat :

a.

mempunyai kekuatan cahaya lebih besar dari lampu posisi belakang dan tidak

menyilaukan bagi pengguna jalan lain;

b.

dipasang pada ketinggian tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter di

samping kiri dan kanan bagian belakang kendaraan diukur pada ujung bagian

atas lampu;

c.

diperbolehkan menggunakan 1 (satu) lampu rem tambahan.

penjelasan huruf c :

yang dimaksud dengan lampu rem tambahan yaitu antara lain seperti hi-mount

stop lamp yang dipasang di bagian dalam kaca belakang, di spoiler belakang

kendaraan dan sebagainya).

Catatan :

Sesuai dengan Ergonomis posisi mata pengendara melihat ketinggian lampu.

Ketentuan UN-ECE R48 INSTALLATION OF LIGHT MAXIMUM HEIGHT 2.100 mm

Susunan lampu dengan ketinggian maksimum 2.100 mm berbentuk vertical

Lampu dengan susunan vertical, lampu paling atas adalah lampu posisi

Pasal 32

Lampu posisi depan sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 huruf e berjumlah 2 (dua),

dengan syarat :

a. dipasang di bagian depan;

b. dapat bersatu dengan lampu utama dekat;

c. dipasang pada ketinggian tidak melebihi 1.250 (seribu dua ratus lima puluh)

milimeter dan harus dapat dilihat pada malam hari dengan cuaca cerah dan tidak

menyilaukan pengguna jalan lainnya;

d. tepi terluar permukaan penyinaran lampu posisi depan, tidak melebihi 400

(empat ratus) milimeter dari sisi bagian terluar kendaraan.

Pasal 33

Lampu posisi belakang sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 huruf f berjumlah

genap, dengan syarat :

a. dipasang pada ketinggian tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter di

samping kiri dan kanan bagian belakang kendaraan. dan harus dapat dilihat

pada malam serta tidak menyilaukan pengguna jalan lain;

(19)

Pasal 34

Lampu mundur sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 huruf g berjumlah 2 (dua),

dengan syarat :

a. dipasang pada ketinggian tidak melebihi 1.200 (seribu dua ratus) milimeter di

samping kiri dan kanan bagian belakang kendaraan;

b. tidak menyilaukan atau mengganggu pengguna jalan lain;

c. hanya menyala apabila penerus daya digunakan untuk posisi mundur;

d. dilengkapi tanda bunyi mundur untuk kendaraan dengan jumlah berat yang

diperbolehkan (JBB) lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.

Pasal 35

Lampu penerangan tanda nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 27 huruf h, dipasang di bagian belakang dengan baik sehingga dapat menerangi

tanda nomor kendaraan pada malam hari dengan cuaca cerah dan dapat dibaca pada

jarak sekurang – kurangnya 50 (lima puluh) meter dari belakang.

Pasal 36

Lampu isyarat peringatan bahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf i

menggunakan lampu penunjuk arah yang menyala secara bersamaan dengan sinar

kelap-kelip.

Pasal 37

Lampu tanda batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf j secara

berpasangan bagi kendaraan yang memiliki lebar lebih dari 2.100 (dua ribu seratus)

milimeter, dengan syarat :

a. dipasang di bagian depan kiri atas dan kanan atas kendaraan; dan

b. dipasang di bagian belakang kiri atas dan kanan atas kendaraan.

Pasal 38

Alat pemantul cahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf k dipasang

secara berpasangan dengan syarat :

a. harus dapat dilihat oleh pengemudi kendaraan lain yang berada di belakangnya

pada malam hari dengan cuaca cerah dari jarak sekurang-kurangnya 100 (seratus)

meter apabila pemantul cahaya tersebut disinari lampu utama kendaraan

dibelakangnya;

b. dipasang di bagian belakang kendaraan bermotor pada ketinggian tidak melebihi

1.500 (seribu lima ratus) milimeter;

c. tepi bagian terluar pemantul cahaya tidak melebihi 400 (empat ratus) milimeter

dari sisi terluar kendaraan;

d. berbentuk segitiga untuk kendaraan gandengan dan tempelan.

(20)

(2) Lampu kabut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengeluarkan cahaya

berwarna putih atau kuning, dengan syarat :

a. titik tertinggi permukaan penyinaran tidak melebihi titik tertinggi permukaan

penyinaran dari lampu utama dekat;

b. dipasang pada ketinggian tidak melebihi 800 (delapan ratus) milimeter;

c. tepi terluar permukaan penyinaran lampu kabut tidak melebihi 400 (empat

ratus) milimeter dari sisi terluar kendaraan;

d. tidak menyilaukan atau mengganggu pengguna jalan lain pada saat digunakan.

Pasal 40

Ketentuan lebih lanjut mengenai lampu – lampu kendaraan bermotor dan pemantul

cahaya diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang Sarana

dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pasal 41

Komponen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf j meliputi :

a. pengukur kecepatan (speedometer);

b. kaca spion;

c. penghapus kaca kecuali sepeda motor;

d. klakson;

e. spakbor; dan

f.

bumper kecuali sepeda motor.

Pasal 42

Pengukur kecepatan

(speedometer)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf a,

dilengkapi dengan pengukur jarak dan dipasang pada tempat yang mudah dilihat oleh

pengemudi, berupa alat pengukur kecepatan mekanis dan/atau alat pengukur

kecepatan elektronis.

Pasal 43

Kaca spion kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf b,

harus memenuhi syarat :

a. berjumlah dua buah atau lebih;

b. dibuat dari kaca atau bahan menyerupai kaca, yang terpasang sedemikian rupa

sehingga dapat memberikan pandangan samping dan belakang dengan jelas.

Pasal 44

(1) Penghapus kaca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf c, harus

memenuhi persyaratan :

a. sekurang-kurangnya berjumlah satu buah dipasang di bagian kaca depan;

b. dilengkapi alat penyemprot kaca;

c. digerakkan secara mekanis dan/atau elektronis.

(21)

Pasal 45

Klakson sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf d, harus mengeluarkan bunyi

paling rendah 83 (delapan puluh tiga) desibel (A) dan paling tinggi 118 (seratus

delapan belas) desibel (A).

catatan :

tingkat suara paling rendah 83 (delapan puluh tiga) dan paling tinggi 118 (seratus

delapan belas) desibel

(A) akan diatur lebih lanjut sesuai dengan kategori

kendaraannya.

Pasal 46

(1) Spakbor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf e, harus

memiliki lebar

paling sedikit selebar telapak ban.

(2) Spakbor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mampu mengurangi

percikan air atau lumpur ke belakang kendaraan, ataupun badan kendaraan.

Pasal 47

(1) Bumper sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf f, harus memenuhi

persyaratan:

a. dipasang di depan dan belakang untuk mobil penumpang, mobil bus dan

mobil barang berbentuk tangki;

b. dipasang di depan untuk mobil barang.

(2) Bumper depan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh menonjol ke

depan lebih dari 500 mm (lima ratus milimeter) melewati bagian badan kendaraan

yang paling depan.

Pasal 48

Ketentuan lebih lanjut mengenai komponen pendukung diatur dengan Peraturan

Menteri yang bertanggung jawab di bidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan.

Pasal 49

Perlengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b terdiri atas:

a. sabuk keselamatan;

b. ban cadangan;

c. segitiga pengaman;

d. dongkrak;

e. pembuka roda;

f. helm dan rompi pemantul cahaya bagi pengemudi Kendaraan Bermotor beroda

empat atau lebih yang tidak memiliki rumah-rumah; dan

(22)

Pasal 50

Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan dilarang memasang

perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas.

Pasal 51

(1) Untuk kepentingan tertentu, Kendaraan Bermotor dapat dilengkapi dengan lampu

isyarat dan/atau sirene.

(2) lampu isyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :

a. Rotasi atau stasioner yaitu lampu peringatan khusus yang berkedip dengan

memancarkan cahaya di sekeliling sumbu vertikal (Kategori T).

b. Lampu

flashing

(Strobo) /

directional flashing lamp

yaitu

lampu

peringatan khusus yang memancarkan cahaya kedap-kedip dengan arah sudut

tertentu (Kategori X).

c. Bar Lengkap

(complete bar)

yaitu lampu peringatan khusus dengan dua atau

lebih sistem optik yang memancarkan cahaya berkedip di sekeliling sumbu

vertikal.

Catatan :

Refrensi UN-ECE R65

(3) lampu isyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dipasang dibagian

atas kabin kendaraan sedemikian rupa sehingga dapat memancarkan cahaya

secara efektif.

Penjelasan :

Pemasangan lampu tersebut dapat dipasang secara permanen maupun dapat

dipindah-pindahkan

(4) lampu isyarat sebagaimana pada ayat (2) huruf b dan c dipasang dibagian atas

kabin kendaraan pada sumbu horizontal sejajar dengan bidang median

longitudinal kendaraan.

(5) lampu isyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:

a. terlihat di siang hari dari jarak sedikitnya 200 (dua ratus) meter dari segala

arah;

b. posisi lampu yang berbentuk batang memanjang harus terpasang melintang

dan diletakkan diatas atap kendaraan bagian luar.

(6) Panjang lampu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b tidak boleh melebihi

lebar kabin kendaraan.

(7) sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:

a. dapat mengeluarkan suara “hee – haw”secara terus menerus seperti suara

meratap;

b. dalam keadaan darurat dapat mengeluarkan suara

“whooping”

Pasal 52

(23)

b. biru; dan

c. kuning.

(2) Lampu isyarat warna merah atau biru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

a dan huruf b serta sirene sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1)

berfungsi sebagai tanda Kendaraan Bermotor yang memiliki hak utama.

(3) Lampu isyarat warna kuning sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c

berfungsi sebagai tanda peringatan kepada Pengguna Jalan lain.

(4) Penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat

(1) sebagai berikut:

a.

lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor

petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;

b.

lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor

tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia, pemadam kebakaran,

ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah; dan

c.

lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk Kendaraan

Bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek

Kendaraan, dan angkutan barang khusus.

Pasal 53

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan lampu isyarat dan sirene

diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 54

(1) Sabuk keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf a wajib

dipasang di tempat duduk pengemudi dan tempat duduk penumpang di samping

tempat duduk pengemudi.

(2) Sabuk keselamatan

dapat dipasang di tempat duduk penumpang selain

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Sabuk keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi

persyaratan :

a. paling sedikit berjumlah 3(tiga) jangkar untuk tempat duduk pengemudi dan

tempat duduk penumpang paling pinggir di samping pengemudi serta paling

sedikit berjumlah 2 (dua) jangkar untuk tempat duduk penumpang lainnya;

b. tidak mempunyai tepi-tepi yang tajam yang dapat melukai pemakai;

c. dipasang sedemikian sehingga tidak ada benda atau peralatan lain yang

mengganggu fungsinya;

(24)

Pasal 55

Ban cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf b harus memenuhi

persyaratan:

a. memiliki ukuran yang sama dengan ban yang terpasang pada kendaraan

tersebut; atau

b. memiliki ukuran lebar tapak yang berbeda dengan ban yang terpasang pada

kendaraan tersebut tetapi memiliki diameter keseluruhan sama.

Penjelasan :

yang dimaksud dengan ban cadangan adalah ban yang bertekanan

Ban cadangan yang dimaksud huruf b hanya untuk digunakan sementara waktu

(temporary spare tire) dan dilengkapi pemberian informasi dalam bahasa Indonesia

(kecepatan max 60 km/ jam pada sisi bagian luar pelek dan warna pelek temporary

spare tire dapat berbeda dengan pelek pada ban normal (UNECE R 64)

Pasal 56

(1) Segitiga pengaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf c minimal

berjumlah 2 (dua) buah.

(2) Segitiga pengaman berwarna merah dan bersifat memantulkan cahaya

(reflektif).

Pasal 57

Dongkrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf d paling sedikit harus

mampu

mengangkat muatan

sumbu

sesuai dengan muatan sumbu terberat

kendaraan bermotor yang digunakan.

Pasal 58

Pembuka roda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf e harus mampu

membuka roda kendaraan bermotor yang digunakan dan tidak merusak komponen

yang ada pada roda.

Pasal 59

(1) Helm sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf f harus memenuhi Standar

Nasional Indonesia (SNI).

(2) Rompi pemantul cahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf f harus

mampu memantulkan cahaya, kuat dan tahan terhadap cuaca tertentu.

(3) Setiap sepeda motor dengan atau tanpa kereta samping, wajib dilengkapi dengan

helm sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pengemudi dan penumpangnya.

Pasal 60

Peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 48 huruf g paling sedikit terdiri dari :

a. obat antiseptic;

b. kain kassa (Perban);

c. kapas;

(25)

Pasal 61

Ketentuan lebih lanjut mengenai perlengkapan kendaraan diatur dengan Peraturan

Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan.

Pasal 62

Ukuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c merupakan dimensi

utama Kendaraan Bermotor yaitu panjang, lebar, tinggi, julur depan (

front over hang

),

julur belakang (

rear over hang

), dan sudut pergi (

departure angle

).

Pasal 63

(1) Ukuran Kendaraan Bermotor, dengan atau tanpa muatan harus memenuhi syarat:

a. lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter;

Penjelasan :

walaupun

lebar 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter

, bukan berarti semua

kendaraan boleh memiliki

lebar maksimum 2.500 (dua ribu lima ratus)

milimeter

tergantung dari lebar chassis asli dari pabrik pembuat dan hanya

boleh ditambah dengan maksimal 50 milimeter ke kiri dan ke kanan

Yang dimaksud dengan lebar maksimum adalah lebar terluar yang termasuk

engsel-engsel, handle bak muatan. Namun tidak termasuk kaca spion di bagian

luar kendaraan bermotor.

b. tinggi tidak melebihi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter dan tidak lebih

dari 1,7 (satu koma tujuh) kali lebar kendaraan;

c. panjang tidak melebihi :

1. 12.000 (dua belas ribu) milimeter untuk kendaran bermotor tanpa kereta

gandengan atau kereta tempelan dan jenis mobil barang yang memiliki

sumbu paling sedikit 4 (empat) sumbu;

2. 13.700 (tiga belas ribu tujuh ratus) millimeter untuk mobil bus yang

memiliki paling sedikit 3 (tiga) sumbu;

3. 18.000 (delapan belas ribu) milimeter untuk Kendaraan Bermotor yang

dilengkapi dengan kereta gandengan atau kereta tempelan.

d. sudut pergi bagian belakang bawah kendaraan sekurang-kurangnya 8°

(delapan derajat) diukur dari atas permukaan bidang atau jalan yang rata.

e. jarak

bebas

(ground clearence)

antara bagian permanen paling bawah

kendaraan bermotor dengan permukaan bidang atau jalan yang rata.

(2) Panjang bagian kendaraan tanpa muatan yang menjulur ke belakang dari sumbu

paling belakang, maksimum 62,50 % (enam puluh dua koma lima puluh persen)

dari jarak sumbunya

(wheel base)

, sedangkan yang menjulur ke depan dari sumbu

paling depan, maksimum 47,50 % (empat puluh tujuh koma lima puluh persen)

dari jarak sumbunya.

(26)

dengan sumbu depan dengan sumbu yang paling jauh kecuali untuk kendaraan

2 (dua) sumbu, jarak sumbunya dihitung dari jarak sumbu depan ke sumbu

belakang

yang dimaksud dengan jarak sumbu (wheel base) kendaraan bermotor yang

memiliki lebih dari satu steering axle maka yang merupakan sumbu terdepan

adalah steering axle yang paling depan

yang dimaksud dengan jarak sumbu (wheel base) untuk kereta tempelan adalah

jarak yang dihitung dari king pin ke titik tengah diantara sumbu terdekat dengan

sumbu depan dengan sumbu yang paling jauh

yang dimaksud dengan jarak sumbu untuk kereta gandengan adalahjarak yang

dihitung dari sumbu depan ke titik tengah diantara sumbu terdekat dengan

sumbu depan dengan sumbu yang paling jauh

walaupun panjang bagian kendaraan tanpa muatan yang menjulur ke belakang

dari sumbu paling belakang, maksimum 62,50 %, bukan berarti semua

kendaraan memiliki julur belakang 62,50 %, tergantung dari panjang chassis asli

dari pabrik pembuat dan hanya boleh ditambah dengan bumper.

(3) Dalam hal kendaraan bermotor yang memiliki tinggi total lebih dari 3.500 (tiga

ribu lima ratus) milimeter, wajib dilengkapi dengan tanda peringatan mengenai

tinggi kendaraan.

(4) Tanda peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa tulisan yang

mudah dilihat oleh pengemudi di dalam ruang pengemudi.

Pasal 64

(1) Bak muatan mobil barang terdiri atas :

a. bak muatan terbuka; dan

b.bak muatan tertutup.

(2) Ukuran bak muatan mobil barang dengan atau tanpa muatan tergantung pada

konfigurasi sumbu, Jumlah Berat yang diperBolehkan (JBB), Jumlah Berat yang

diIzinkan (JBI), kelas jalan yang dilalui dan spesifikasi tipe landasan kendaraan

bermotor.

(3) Bak muatan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus

memenuhi persyaratan antara lain:

a.

panjang, lebar dan tinggi ukuran bak muatan harus sesuai dengan spesifikasi

teknis kendaraan bermotor, daya angkut dan massa jenis barang yang

diangkut;

b.

panjang maksimum bak muatan ditentukan oleh jarak minimum antara

dinding terluar kabin bagian belakang dengan dinding terluar bak muatan

bagian depan untuk kendaraan bermotor dengan sumbu belakang tunggal

150 (seratus lima puluh) milimeter dan untuk kendaraan dengan sumbu

belakang ganda atau lebih adalah 200 (dua ratus) milimeter;

(27)

Penjelasan :

Yang dimaksud dengan dinding terluar bak muatan bagian belakang adalah

tidak termasuk engsel-engsel bak atau handle pintu bagian belakang bak

muatan.

d. lebar bak muatan terbuka maksimum adalah lebar ban terluar pada sumbu

kedua atau sumbu belakang kendaraan ditambah maksimum 50 milimeter

pada sisi kiri dan kanan, serta nilai tersebut tidak lebih besar dari lebar kabin

ditambah 100 milimeter pada sisi kiri dan kanan;

e. Kendaraan Bermotor untuk angkutan barang dengan jumlah berat yang

diperbolehkan (JBB) kurang dari atau sama dengan 3.500 (tiga ribu lima

ratus) kilogram lebar bak muatan terbuka maksimum adalah lebar kabin

pengemudi terluar pada kendaraan ditambah maksimum 50 (lima puluh)

milimeter pada sisi kiri dan kanan;

f.

tinggi bak muatan dihitung bedasarkan perbandingan daya angkut dan

massa jenis barang yang diangkut, panjang dan lebar bak;

Penjelasan :

Yang dimaksud tinggi bak muatan adalah tinggi bak yang dihitung dari lantai

bak sampai dengan tinggi dinding sisi kanan, kiri dan belakang paling atas.

Apabila tinggi dinding bak paling depan lebih rendah dari jendela kabin

belakang maka harus dipasang teralis besi di jendela kabin tersebut.

(4) Bak muatan tertutup sebagaimana dimakud pada ayat (1) huruf b, harus

memenuhi persyaratan antara lain:

a.

ukuran bak muatan harus ditentukan berdasarkan spesifikasi teknis

Kendaraan Bermotor;

b.

panjang maksimum bak muatan ditentukan oleh jarak minimum antara

dinding terluar kabin bagian belakang dengan dinding terluar bak muatan

bagian depan untuk Kendaraan Bermotor dengan sumbu belakang tunggal

adalah 150 (seratus lima puluh) milimeter dan untuk kendaraan dengan

sumbu belakang ganda atau lebih adalah 200 (dua ratus) millimeter;

c.

dinding terluar bak muatan bagian belakang tidak boleh melebihi ujung

landasan/chassis bagian belakang;

Penjelasan :

Yang dimaksud dengan dinding terluar bak muatan bagian belakang adalah

tidak termasuk engsel-engsel bak atau handle pintu bagian belakang bak

muatan.

(28)

e.

untuk Kendaraan Bermotor barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan

(JBB) kurang dari atau sama dengan 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram

lebar bak muatan terbuka maksimum adalah lebar kabin pengemudi terluar

pada kendaraan ditambah maksimum 50 (lima puluh) milimeter pada sisi kiri

dan kanan;

f.

tinggi bak muatan tertutup diukur dari permukaan tanah maksimum 4.200

mm (empat ribu dua ratus milimeter) dan tidak lebih dari 1,7 (satu koma

tujuh) kali lebar kendaraan bermotor.

Pasal 65

(1) Jumlah berat yang diperbolehkan dan/atau jumlah berat kombinasi yang

diperbolehkan untuk Kendaraan Bermotor, atau rangkaian Kendaraan Bermotor

dengan Kereta Gandengan atau kereta tempelan ditentukan oleh pembuatnya

berdasarkan :

a.

perhitungan kekuatan konstruksi;

b.

besarnya daya motor;

c.

kapasitas pengereman;

d.

kemampuan ban;

e.

kekuatan sumbu-sumbu;

f.

ketinggian tanjakan jalan.

(2) Jumlah berat yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

lebih kecil atau sama dengan hasil penjumlahan dari kekuatan masing-masing

sumbu.

Pasal 66

(1) Jumlah berat yang diizinkan atau jumlah berat kombinasi yang diizinkan pada

setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan atau kereta tempelan, ditentukan

berdasarkan :

a. berat kosong kendaraan;

b. jumlah berat yang diperbolehkan dan/atau

c. jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan;

d. dimensi kendaraan dan bak muatan;

e. titik berat muatan dan pengemudi;

f. kelas jalan;

g. jumlah tempat duduk yang tersedia, bagi mobil bus.

(2) Jumlah berat kendaraan yang diizinkan maksimum sama dengan jumlah berat

kendaraan yang diperbolehkan bagi kendaraan.

(3) Jumlah berat kombinasi kendaraan yang diizinkan maksimum sama dengan

jumlah berat kombinasi kendaraan yang diperbolehkan.

Pasal 67

(29)

(2) Radius putar Kendaraan Bermotor dengan kereta gandengan atau kereta

tempelan maksimum 18.000 (delapan belas ribu) milimeter.

Pasal 68

(1) Bagian Kendaraan Bermotor atau rangkaian Kendaraan Bermotor beserta muatan

yang menonjol, maksimum 2.000 (dua ribu) milimeter dari sisi bagian terluar

belakang kendaraan bermotor dan tidak melebihi kaca depan kendaraan

bermotor.

(2) Apabila muatan menonjol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada ujung

muatan ditambah lampu-lampu atau pemantul cahaya.

(3) Panjang total kendaraan bermotor beserta muatan yang menonjol sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) tidak lebih dari ketentuan panjang total sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 67.

Pasal 69

Rangkaian Kendaraan Bermotor yang diizinkan dioperasikan di jalan, meliputi:

a.

Mobil Barang dengan kereta gandengan atau kereta tempelan;

b.

Mobil Bus dengan kereta gandengan atau kereta tempelan;

c.

Mobil Penumpang dengan kereta gandengan;

d.

Sepeda Motor dengan kereta gandengan.

Pasal 70

Setiap Mobil Barang dengan atau tanpa Kereta Gandengan atau Kereta Tempelan

yang memiliki JBB atau JBKB lebih dari 12.000 (dua belas ribu) kilogram harus

dilengkapi dengan tanda yang menunjukan kendaraan bermotor berat.

Pasal 71

(1) Setiap Kereta Gandengan atau Kereta Tempelan yang memiliki panjang lebih dari

6.000 (enam ribu) milimeter, harus dilengkapi dengan pelat tanda gandengan

atau tempelan yang memantulkan cahaya.

(2) Pelat tanda gandengan atau tempelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dengan warna dasar kuning dengan warna tulisan hitam dengan bertuliskan kata

gandengan.

(3) Pelat belakang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipasang pada perisai

kolong atau di tempat lain pada sisi belakang Kendaraan.

Pasal 72

(1) Kendaraan Bermotor dengan pengemudi dalam kondisi tertentu dapat ditarik

Kendaraan Bermotor lain.

penjelasan ayat (1) :

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi mahasiswa dala memilih pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Sumatera Utara Al

Bila dianalisis secara bersama-sama berdasarkan temuan di atas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas pelaksanaan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) mahasiswa Fakultas

Pada proses pencelupan kain tekstil dengan zat warna alam dibutuhkan proses fiksasi (fixer) yaitu proses penguncian warna setelah kain dicelup dengan zat warna alam agar warna

Lembar kerja siswa ini disajikan secara tertulis yang harus dijawab oleh siswa secara tertulis pula yang dibuat dalam bentuk berupa lembar kerja siswa yang diberikan selama

Setelah mempelajari matakuliah ini mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan tentang cemaran mikrobiologi pada obat, makanan, kosmetika dan lingkungan, media

Pada proses khlorinasi langsung ini diperoleh .hasil percobaan sebagai berikut : kecepatan alir gas Cl2 sebesar 4,4 liter/menit, tinggi bed sekitar 6 cm dari dasar

27 Al-Saybany, Falsafah Pendiidkan, 76.. dijelaskan sebelumnya, paradigma pendidikan kritis memiliki banyak persamaan dengan paradigma pendidikan Islam. Pendidikan Islam

Negara-negara di kawasan Asia Tenggara khususnya sebagai pusat-pusat dari kekuatan terorisme regional, Malaysia, Thailand, Singapura, Indonesia dan Filipina memiliki repons