• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelembagaan Di Desa dan kelembagaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kelembagaan Di Desa dan kelembagaan "

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

Kelembagaan Di Desa

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Pedesaan

Yang diampu oleh: Drs. Basuki Haryono, M.Pd

Disusun oleh:

Dhea Aulianida Pend. Sos-Ant/K8412019 Emilia Niken Palupi Pend. Sos-Ant/K8412026 Intan Maharani Pend. Sos-Ant/K8412034 Kurnia Anandita Pend. Sos-Ant/K8412039

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

DAFTAR ISI………... ii

KATA PENGANTAR... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang 1 B.Rumusan Masalah

1 C.Tujuan Penulisan

1

BAB II PEMBAHASAN………... 2

A.Definisi Lembaga Sosial ……….

3

B.Peran Kelembagaan Di Desa

... 6

C.Kelembagaan Di Desa

15

BAB III PENUTUP.……….30 A.Kesimpulan……….

30

B.Saran………

30

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT pada kita. Kami menyadari bahwa dengan berkat, rahmat serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan lancar dan tanpa halangan apapun.

Kami mengucapkan terima kasih atas segenap pihak yang telah membantu mewujudkan makalah ini. Kepada Bapak Drs. Basuki Haryono, M.Pd kami mengucapkan terima kasih atas tugas yang telah diberikan, karena dengan tugas ini kami menjadi lebih mengerti mengenai stratifikasi sosial yang berada di masyarkat pedesaan dalam kajian Sosiologi Pedesaan. Serta tidak lupa pada teman-teman kelompok yang mampu bekerjasama dengan baik, sebab tanpa kerjasama, kami tidak akan dapat mewujudkan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami berharap, pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun agar penulisan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Namun kami berharap karya ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lembaga Sosial (Social institution) diartikan sebagai kompleks norma-norma atau kebiasaan-kebiasaan untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipandang sangat penting dalam masyarakat, merupakan wadah dan perwujudan yang lebih konkrit dari kultur dan struktur. Dalam suatu lembaga, setiap orang yang termasuk di dalamnya pasti memiliki status dan peran tertentu. Status merupakan refleksi struktur, sedangkan peran merupakan refleksi kultur. Lembaga merupakan fenomena yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, bukan hanya karena fungsinya untuk menjaga dan mempertahankan nilai-nilai yang sangat tinggi dalam masyarakat, melainkan juga berkaitan erat dengan pencapaian berbagai kebutuhan manusia. Sehingga ada yang memahami lembaga sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Terlepas dari ketepatan artinya, lembaga sosial memiliki peranan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat, termasuk masyarakat desa. Secara umum dalam suatu masyarakat, khususnya negara, lembaga-lembaga yang sangat berperan dalam kehidupan masyarakat adalah lembaga pemerintahan, ekonomi, pendidikan, agama, dan keluarga. Namun, dalam makalah ini akan lebih banyak mengupas tentang lembaga pemerintahan Desa dan yang terkait dengan itu. Sebab, lembaga pemerintahan ini memiliki peranan penting bagi masyarakat desa di Indonesia pada umumnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dari makalah ini yaitu: 1. Apa yang dimaksud dengan lembaga sosial?

2. Apa peran kelembagaan di Desa? 3. Apa saja kelembagaan di Desa?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dari makalah ini sebagai berikut:

1. Mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan lembaga sosial 2. Mengetahui dan memahami peran kelembagaan di Desa

(5)

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Lembaga Sosial

Lembaga kemasyarakatan disebut juga dengan istilah pranata sosial atau institusi sosial (social institution). Beberapa sosiolog memberikan definisi yang berlainan satu sama lain. Namun dalam pokok bahasan ini akan diketengahkan kedua definisi lembaga kemasyarakatan. Dengan definisi ini diharapkan sudah mampu membantu memahami konsep lembaga kemasyarakatan.

Menurut Koentjaraningrat, lembaga kemasyarakatan (pranata sosial) adalah suatu sistem norma khusus yang menata suatu rangkaian tindakan berpola mantap guna memenuhi suatu keperluan khusus dari manusia dalam kehidupan masyarakat. Dari definisi Koentjaraningrat ini ada tiga hal penting dalam lembaga kemasyarakatan, yaitu: (1) Adanya sistem norma; (2) sistem norma itu mengatur tindakan berpola; (3) Tindakan berpola itu untuk memenuhi kehidupan manusia dalam kehidupan masyarakat.

Soerjono Soekanto (1997) mendefinisikan lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan dari norma-norma segala tindakan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok manusia di dalam kehidupan masyarakat. Ada dua hal penting dalam lembaga kemasyarakatan menurut definisi Soerjono Soekanto, yaitu: (1) Himpunan norma-norma dalam segala tindakan, dan (2) Norma-norma-norma itu mengatur manusia memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kedua unsur lembaga ini sama dengan unsur lembaga kemasyarakatan pertama dan ketiga dalam definisi Koentjaraningrat. Himpunan norma-norma mempunyai pengertian yang sama dengan sistem norma yakni sejumlah norma yang terangkai satu sama lain. Sejumlah norma itu mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda.

Dari kedua definisi itu dapat diambil kesimpulan bahwa lembaga kemasyarakatan adalah suatu sistem norma dari segala tingkatan yang mengatur segala tingkatan berpola untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam kehidupan masyarakat.

Unsur-unsur Lembaga Kemasyarakatan

Berdasarkan pengertian lembaga kemasyarakatan yang telah dikemukakan di atas dapat dikemukakan tiga unsur lembaga kemasyarakatan, yaitu:

(6)

c. Kebutuhan manusia dalam kehidupan masyarakat

A. Sistem Norma

Sistem norma merupakan sejumlah norma yang terangkai dan berkaitan satu sama lain. Norma-norma ini mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma-norma yang sangat kuat mengikatnya dan ada pula yang lemah. Atas dasar kekuatan mengikat ini maka dikenalah istilah kebiasaan, tata kelakuan, dan adat-istiadat.

Kebiasaan adalah perilaku yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama. Apabila kebiasaan ini dilanggar, maka si pelanggar akan dikenai sanksi yang tidak terlalu berat. Tata kelakuan adalah kebiasaan yang diterima sebagai norma dan bagi mereka yang melanggarnya dikenakan sanksi yang cukup berat. Adat istiadat merupakan kebiasaan yang terintegrasi dengan kuatnya dalam masyarakat. Sangsi yang diberikan sangat berat bagi si pelanggar.

Sistem Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK) merupakan contoh kelembagaan perkreditan yang ada di pedesaan. Adanya kebutuhan pendanaan usaha kecil ditingkat desa membuat masyarakat membentuk sistem perkreditan. Dalam sistem kredit usaha rakyat kecil, calon nasabah yang ingin mendapatkan kredit harus melalui tata cara permohonan kredit yang telah ditetapkan. Tata cara permohonan kredit sebenarnya secara sosiologis disebut norma-norma yang mengatur permohonan kredit, sehingga calon nasabah bertindak tetap (berpola) dalam proses pencairan kreditnya.

Tata cara permohonan kredit dalam sistem KURK adalah sebagai berikut:

- Calon nasabah menyampaikan kepada petugas pengelola KURK mengenai keinginannya mendapatkan kredit dan rencana penggunaan serta jenis usaha yang memerlukan kredit tersebut. Kemudian, yang bersangkutan mengisi formulir permohonan. Dalam pengisian formulir ini petugas pengelola KURK memberikan petunjuk dan bantuan-bantuan seperlunya kepada calon nasabah.

(7)

- Kepala desa memberikan rekomendasi kepada petugas pengelola dengan memperhatikan pertimbangan yang sudah diberikan sebelumnya oleh petugas pengelola

- Dengan memperhatikan rekomendasi kepala desa, petugas pengelola KURK mengambil keputusan mengenai permohonan tersebut.

Alur kerja diatas diatur dengan norma-norma. Misalnya, si nasabah menggunakan uang untuk keperluan lain selain yang diajukan secara yuridis memang bersalah, tetapi dia hanya layak mendapatkan teguran, tidak harus diadili di muka pengadilan, artinya norma ini hukumannya tidak begitu keras. Berbeda dengan keadaan dimana si nasabah tidak mengembalikan kredit yang dipinjamnya. Tentu dia akan dituntut secara perdata oleh pemberi kredit dan bila terbukti maka ia akan mendapatkan hukuman yang berat, misalnya penyitaan hak miliknya atau denda kurungan (berarti norma ini punya kekuatan mengikat yang kuat).

Berdasarkan uraian diatas maka sistem norma mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :

- Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat bagaimana harus bertingkah laku dalam menghadapi maalah-masalah pemenuhan kebutuhan hidup

- Menjaga keutuhan (integrasi) dari masyarakat.

- Memberi pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control) terhadap tingkah laku anggota-anggotanya. Adapun tuuan pengendalian sosial ini agar anggota-anggota masyarakat mentaati norma-norma yang berlaku. Pengendalian sosial ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain melaluikekerasan phisik, intimidasi, cemoohan, memberikan sangsi positif bagi mereka yang mentaati norma-norma, mengembangkan rasa malu dalam jiwa anggota masyarakat bila mereka menyimpang dari norma-norma itu dan sebagainya.

B. Tindakan Berpola

(8)

Dengan adanya kelakuan berpola ini, maka anggota masyarakat sudah dapat mengantisipasi atau mengetahui lebih dahulu peran yang akan ditampilkan bila berhubungan dengan anggota masyarakat lainnya. Pengetahuan akan tindakan berpola menentukan tindakan si individu itu sendiri. Tata cara pengajuan KURK seperti dijelaskan sebelumnya merupakan contoh tindakan berpola yang nyata.

Pengajuan KURK pasti melalui prosedur seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dan anggota masyarakat dapat menduga tindakan apa yang harus ia ambil. Pola tindakan yang dari sistem KURK adalah sistem pengembalian pinaman yang periodik. Periodesasi pengembalian kredit pada sistem itu merupakan perilaku yang tetap.

C. Kebutuhan Manusia

Sistem norma yang mengatur tindakan-tindakan manusia berfungsi memenuhi kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia yang beraneka ragam inilah yang menjadi dasar terbentuknya kelembagaan masyarakat yang beranekaragam. Makin banyak dan kompleks kebutuhan manusia, makin banyak pula jenis lembaga kemasyarakatan yang dibutuhkan/dibentuk.

Kebutuhan akan pangan dan tenaga kerja dipedesaan melahirkan sitem-sistem pengaturan distribusi pangan dan tenaga kerja, misalnya sitem-sistem sakap, sistem sewa lahan, sistem bawon, sistem ngedok, sistem upah borongan, sistem tebas, dan patron-klien. Kebutuhan akan uang menimbulkan sistem gadai, sistem jual beli, sistem rentenir (lintah darat), sistem perkreditan usaha kecil, dan yang paling modern yaitu sistem perbankan. Kebutuhan untuk memperoleh keturunan membentuk sistem keluarga dan kekerabatan. Kebutuhan akan pendidikan melahirkan sistem pendidikan formal (sekolah, kursus, dan latihan) dan sistem pendidikan non formal (pondok pesantren, penyuluhan, dan otodidak). Kebutuhan-kebutuhan lain seperti politik, keamanan, dan perumahan membentuk sistem sesuai dengan kebutuhan itu.

B. Peran Kelembagaan Di Desa

(9)

lembaga ini mempunyai fungsi berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan manusia itu sendiri. Berikut ini akan dikemukakan macam lembaga kemasyarakatan dengan fungsi yang berbeda-beda.

1) Lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi keperluan kehidupan kekerabatan yang sering disebut sebagai lambaga kekerabatan (kinship institution). Contohnya yaitu sistem perkawinan, keluarga, sopan santun prgaulan antar kerabat, sistem istilah kekerabatan dan lain-lain.

2) Lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi keperluan manusia dalam hal mata pencaharian, memproduksi, menimbun, menyimpan, dan mendistribusikan hasil produksi dan harta. Lembaga ini disebut sebagai lembaga ekonomi (economic institution)

3) Lembaga kemasyarakatan yang berfungsi memenuhi kebutuhan manusia dalam distribusi kekuasaan dan wewenang mengatur masyarakat disebut sebagai lembaga politik (political institution)

4) Lembaga-lembaga kemasyarakatan llainnya seperti lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, dan lain-lain.

Berikut ini dijabarkan salah satu contoh fungsi lembaga kemasyarakatan dibidang ekonomi pedesaan yaitu Sistem Kredit Usaha Rakyat Kecil. Daru Priyambodo dan Bagong Suyanto (Prisma Nopember 1991) menyebutkan bahwa salah satu wujud strategi pembangunan yang berorientasi pedesaan adalah pembentukkan berbagai lembaga perkreditan yang disebar di pedesaan dan memperluas daerah angkauan lembaga kredit formal –khususnya Bank Rakyat Indonesia (BRI) melalui BRI Unit Desa dan KUD.

Strategi ini dilakukan karena adanya kesadaran bahwa salah satu kelemahan masyarakat desa yang harus diatasi adalah keterbatasan modal (ada kebutuhan pemodal di desa ). Modal adalah faktor utama dalam mendukung peningkatan produksi dan tarah hidup masyarakat desa. Keterbatasan modal jelas menjadi kendala masyarakat pedesaan untuk meningkatkan taraf hidupnya.

(10)

uangnya kerumah-rumah peminjam. Suatu cara pemasaran yang sebenarnya cukup baik dan fleksibel.

Pinaman dari lembaga kredit informal ini biasanya hanya bersifat sementara, yaitu mengatasi kesulitan keuangan yang segmenter. Kenikmatan yang diperoleh dari berhutang hanya dirasakan sesaat. Sebab dengan pinjaman dari kredit perorangan, kebanyakan penduduk pedesaan justru terjerat kesulitan baru yang bukan tidak mungkin malah lebih rumit.

Persyaratan yang dituntut para pengijon atau rentenir umumnya memang mudah. Pelayanan relatif cepat dan uang pinjaman bisa segera diterima tanpa prosedur yang berbelit-belit. Tapi yang sering kurang diperhitungkan adalah suku bunga yang dikenakan sangatlah tinggi. Disamping itu keterlambatan membayar cicilan atau utang pokok sering harus ditebus dengan penyitaan barang jaminan yang dikenakan, tidak peduli nilai itu lebih tinggi daripada nilai utang yang ada ditambah lagi dengan bunganya.

Mengatasi masalah tersebut Pemerintah Daerah TK I Jawa Timur melakukan instruksi Gubernur No. 0224/4/1980 membentuk sistem Kredit Usaha Rakyat Kecil dengan tujuan membantu penyediaan dana bagi kegiatan produktif rakyat kecil di pedesaan. Sistem ini diharapkan menadi tandingan dan meminimalisir sistem kredit informal yang banyak merugikan penduduk desa.

Lebih lanjut penelitian Daru Priyambodo dan Bagong menyebutkan bahwa pola pemanfaatan kredit usaha ini berbeda-beda menurut strata penghasilan tinggi dan sedang perbulan cenderung memanfaatkan kreditnya untuk kegiatan yang produktif. Sedangkan untuk pinjaman dengan pendapatan strata rendah lebih cenderung menggunakan kredit untuk kegiatan konsumtif.

Karena itu tingkat hidup rata-rata peminjam strata penghasilan tinggi dan sedang meningkat setelah mengambil kredit usaha kecil. Peminjam yang berpengalaman rendah menyatakan tingkat hidupnya sama saja dengan sebelum mengambil kredit usaha kecil.

(11)

dapat ditarik kesimpilan bahwa suatu kewajaran bila penduduk strata rendah menggunakan pinjaman untuk hal-hal yang produktif. Pada masa yang akan datang perlu dicari jalan keluar membantu masyarakat strata bawah ini agar lebih produktif dalam memanfaatkan bantuan, dalam konsep Inpres Desa Tertinggal mereka diberi pendamping.

1. Proses Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan (Institusionalisasi)

Proses pembentukan suatu lembaga kemasyarakatan disebut proses institusionalisasi. Menurut Soerono Soekanto, proses institusionalisasi adalah suatu proses yang dilewati oleh suatu norma kemasyarakatan yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga masyarakat.

Proses Habitual isasi

Proses Tipifikasi

Gambar Proses Institusionalisasi

Dari gambar diatas dapat kita lihat bahwa proses institusionalisasi mencakup proses habitualisasi dan proses tipifikasi. Proses habitualisasi adalah proses menjadikan suatu perilaku manusia menadi sebuah kebiasaan (kebiasaan orang perorang). Karena diulang-ulang, perilaku itu akhirnya memiliki pola tertentu sehingga mudah diketahui dan dibayangkan. Perilaku itu diulang-ulang karena menguntungkan bagi pelakunya.

Proses tipifikasi adalah proses penerimaan atau pembenaran suatu kebiasaan oleh sejumlah orang tertentu. Seperti diketahui bahwa kebiasaan seseorang belum

Proses Institusionalisasi

Perilaku perorangan

Kebiasaan (habit/falkways)

(12)

tentu baik atau cocok bagi orang lain. Apabila ada kebiasaan orang mendapat pengakuan dari sekelompok orang tertentu, maka terbentuklah tipe yaitu suatu kebiasaan yang berlaku untuk sekelompok orang tertentu. Orang lain mengakui atau membenarkan kebiasaan tadi karena mereka menganggap kebiasaan itu sebagai sesuatu yang bernilai. Tipe inilah yang disebut dengan lembaga kemasyarakatan.

Contoh: Sistem kredit informal pedesaan adalah lembaga kemasyarakatan. Di dalam sistem kredit informal terdapat serangkaian norma yang saling berhubungan dan ada kebutuhan penduduk desa yang harus dipenuhi. Kebutuhan itu adalah kebutuhan akan uang atau barang pada saat tertentu. Dalam lembaga kredit informal ini terdapat dua pihak yang berada pada kedudukan yang berbeda, yaitu pemberi utang (pemberi kredit) dan penerima hutang (penerima kredit). Pada mulanya tidak ada norma yang mengatur penerima hutang harus memberi buanga uang kepada pemberi hutang. Pada beberapa kasus berikutnya kemudian timbul pemikiran dari pihak penerima hutang untuk membalas jasa kepada pemberi hutang. Balas jasa tersebut ditunjukan dalam wujud uang atau barang dan disampaikan pada waktu pengembalian pinjaman.

Perilaku ini dilakukan berulang-ulang oleh seorang penerima hutang yang pada akhirnya menjadi kebiasaan pada setiap meminjam uang atau barang. Ia selalu mengembalikan uang atau barang lebih dari sejumlah barang atau uang yang dipinjam, dengan kata lain memberikan “bunga”. Maka dapat dikatakan bahwa hal ini telah mengalami proses habitualisasi.

Kebiasaan memberi bunga ini diakui dan dibenarkan oleh orang lain. Lama-kelamaan kebiasaan perorangan itu dianggap menguntungkan oleh sekelompok orang (masyarakat) sehingga terjadi proses tipifikasi. Akhirnya norma baru itu (dimana pihak penerima hutang diharuskan membayar bunga pada waktu pengembalian pinjaman menjadi bagian dari sistem norma kredit informal (hutang piutang) di pedesaan. Semua proses habitualisasi yang berlanjut menadi tipifikasi disebut proses institusionalisasi.

Proses pembentukan lembaga kemasyarakatan dapat muncul dari dalam masyarakat. Lembaga kemasyarakatan yang muncul dari dalam masyarakat sendiri disebut crescive institution.

(13)

Beberapa lembaga luar yang kini menjadi bagian kelembagaan masyarakat di desa Indonesia antara lain sistem perbankan, sistem perkoperasian, sistem pendidikan formal, dan lain-lain.

2. Perubahan Lembaga Kemasyarakatan

Seperti halnya unsur-unsur masyarakat yang lain, lembaga kemasyarakatan juga dapat mengalami perubahan. Perubahan lembaga kemasyarakatan dapat mencakup:

(1) Perubahan unsur-unsur lembaga kemasyarakatan seperti, sebagian norma-norma dalam lembaga kemasyarakatan berubah, atau bisa juga perubahan fungsi lembaga itu sendiri;

(2) Perubahan lembaga dalam artian kemasyarakatan lama hilang dan diganti dengan lembaga yang baru.

Beberapa kasus sebagian norma-norma suatu masyarakat yang berubah antara lain terjadi pada lembaga keluarga. Lembaga tradisional sudah mengalami beberapa perubahan norma pada era industri seperti sekarang ini. Pada masa yang lalu lembagaa keluarga berfungsi sebagai sistem yang dapat memenuhi kebutuhan seksual, reproduksi, sosialisasi norma-norma masyarakat termasuk pendidikan, pemenuhan kebutuhan pangan, dan lain-lain. Fungsi sosialisasi dan penyiapan makan minum di rumah dilakukan oleh ibu rumah tangga. Sekarang setelah banyak wanita masuk ke pasar tenaga kerja dan mereka bekerja seperti layaknya kaum pria, otomatis banyak fungsi keluarga yang dijalankan mengalami perubahan. Sosialisasi norma pada anak yang dulu dilakukan para ibu rumah tangga sudah diambil alih oleh lembaga-lembaga pendidikan anak seperti tempat penitipan anak, play group, sekolah taman kanak-kanak, baby sitter, dan lain-lain. Begitu juga dengan fungsi penyiapan konsumsi yang dilakukan para ibu diambil alih oleh warung atau restaurant atau depot, catering, pembantu rumah tangga, dan sebagainya.

(14)

bahwa setiap bentuk kelembagaan mengatur tiga hal yaitu penguasaan, pemanfaatan, dan transfer sumber daya.

Agar dapat berfungsi dengan baik, kelembagaan haruslah cukup mapan selama periode tertentu. Kelembagaan mengalami perubahan karena dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, sumber daya biologis, kebutuhan dan preferensi masyarakat. Dipihak lain kelembagaan juga mempengaruhi perkembangan teknologi baik arah maupun laju perkembangannya. Pembangunan pertanian di Indonesia juga melalui mekanisme kera kelembagaan. Adanya kelembagaan yang memungkinkan timbulnya insentif untuk menciptakan varietas unggul, adanya insentif untuk menanam varietas unggul, dan menggunakan pupuk, dan lain sebagainya telah menciptakan satu sistem kelembagaan yang saling mengkait dan menghasilkan berbagai teknologi di bidang pertanian. Adanya lembaga penelitian, bisnis, lembaga penyuluhan, sistem perkreditan, pemasaran hasil, dan masih banyak lagi lainnya telah mendukung lahirnya teknologi yang meningkatkan produksi pangan.

Dinamika kelembagaan terus berlangsung berdampingan dengan perubahan teknologi dan pola kehidupan masyarakat. Introduksi teknologi pertanian telah banyak mengakibatkan perubahan sosial ekonomi di pedesaan, dan proses ini akan terus berlangsung. Interaksi antara teknologi dan kelembagaan menciptakan suatu proses pembentukan kelembagaan baru dan melahirkan teknologi baru.

Perubahan tatanan masyarakat pedesaan banyak diperbincangkan sejak masuknya teknologivarietas unggul dan pupuk kimia. Umumnya pengaruh penggunaan teknologi baru terhadap peningkatan produktivitas tidak diragukan lagi. Produktifitas per hektar meningkat begitu pesat dengan diadopsinya varietas unggul. Demikian pula pendapatan petani meningkat walaupun dengan laju yang lebih rendah akibat kebijakan harga pangan rendah yang diterapkan pemerintah.

(15)

Secara ekonomis sudah sejak dini diperkirakan bahwa yang menguasai asset besar akan lebih responsif terhadap teknologi baru. Hal ini berarti kelompok tersebut akan memperoleh manfaat teknologi baru lebih dulu dibandingkan dengan petani yang memiliki asset kecil. Perluasan skala usaha dan investasi keuntungan pada lahan pertanian yang dilakukan oleh petani luas dengan alan membeli lahan dari petani kecil yang usaha taninya semakin tidak efisien, akan mengakibatkan timpangnya pemilikan asset. Efisiensi pada usaha skala besar mengakibatkan penggunaan alat mekanis dalam pertanian menjadi lebih murah, akibatnya kesempatan kerja para buruh tani berkurang. Teknologi telah mendorong perubahan tatanan kelembagaan di pedesaan dan dampak perubahan kelembagaan dapat dilihat seperti dibawah ini.

1) Perubahan Sistem Pengupahan

Sistem pengupahan tertua dibidang pertanian pedesaan adalah pengupahan natural (dengan beras atau hasil pertanian lainnya). Sistem ini kurang fleksibel karena penerima upah tidak dapat menggunakan upah dengan fleksibel untuk keperluan lain. Upah natural kemudian diganti dengan upah uang dan makan yang setara dengan yang digantikannya. Akhirnya dengan berjalannya waktu sistem pengupahan yang kedua ini pun berganti dengan pengupahan uang murni dengan sistem upah harian. Pengupahan dengan uang tunai memungkinkan tingkat upah akan lebih fleksibel bergantung pada kekuatan pasar tenaga kerja. Upah uang dimasa yang akan datang akan berhubungan erat dengan upah buruh diluar sektor pertanian.

Sistem sambatan yang umum dilaksanakan oleh masyarakat Jawa juga sudah menghilang. Hal ini disebabkan runtuhnya budaya kerja sambat sinambat karena masing-masing individu masyarakat desa mempunyai ragam kerja yang lebih banyak dan relatif terspesialisasi. Selain itu, alasan biaya sistem sambatan juga mendorong hilangnya sistem ini. Walaupun sistem sambat sinambat tidak memerlukan uang tunai, namun setelah dihitung secara terperinci biaya yang dikeluarkan lebih tinggi dibandingkan dengan sistem upah harian karena kebiasaan menyediakan makan dalam jumlah dan kualitas yang lebih baik.

(16)

bekerja pada kegiatan menanam, menyiang, dan memanen tanpa mendapat upah sama sekali kecuali makan siang, kemudian kelak mereka akan menerima hasil panen seluas areal yang mereka tanami atau siangi masih terus berlangsung. Tetapi jam kerja mereka akan bertambah banyak.

Cara pengupahan yang muncul belakangan ini adalah sistem upah borongan. Faktor-faktor yang mendorong timbulnya sistem upah borongan ini adalah :

(1) Sistem pengairan dan penjadwalan pengairan yang semakin baik, sehingga memaksa petani untuk memepercepat pengolahan tanah agar dapat menanam tepat waktu.

(2) Mekanisasi pertanian yang menyebabkan pengolahan tanah, penyemprotan penyiangan dan pemanenan berlangsung lebih cepat (3) Penggunaan varietas unggul berumur pendek memerlukan waktu yang

lebih cepat pada beberapa bidang pekeraan

(4) Pengupahan borongan lebih murah daripada sistem upah harian

(5) Adanya sarana yang menunjang buruh borongan untuk meningkatkan mobilitas mereka.

2) Perubahan Kelembagaan Distribusi Pendapatan

Setelah introduksi varietas unggul padi di desa, distribusi pendapatan yang diterima pemilik lahan meningkat tetapi distribusi pendapatan yang diterima oleh pekerja menurun. Varietas unggul padi merupakan teknologi yang termasuk ke dalam teknologi padat modal (dibandingkan dengan varietas lama atau lokal sebelumnya). Pada teknologi yang padat modal umumnya pendapatan pemilik modal menjadi lebih banyak.

B. Perubahan Kelembagaan Keluarga

(17)

sudah banyak yang hanya terdiri atas keluarga inti saja (ayah, ibu, dan anak-anak).

Fungsi keluarga pada mulanya adalah reproduksi, produksi, ekonomi, keagamaan, rekreasi, pendidikan, tempat konsultasi, dan juga proteksi. Fungsi-fungsi proteksi keluarga pada masa lalu bersifat tidak terbatas, artinya jumlah anak yang banyak merupakan suatu keuntungan karena akan menjadi asset keluarga dalam memenuhi kebutuhan dan keutuhan keluarga sehingga timbul nilai sosial “banyak anak banyak rejeki”. Fungsi reproduksi keluarga ini erat dengan fungsi produksi yang dulu bertumpu pada banyaknya anggota keluarga sebagai tenaga untuk menghasilkan sesuatu, namun nilai-nilai ini terus berkurang karena proses diversifikasi pekeraan, industrialisasi, dan pengenalan keluarga kecil lewat program keluarga berencana sehingga nilai sosial “banyak anak banyak rejeki” berubah, sebagai akibatnya adalah timbulnya pendapat yang menyatakan bahwa anak-anak adalah suatu beban hidup keluarga.

Fungsi ekonomi keluarga dimasa lalu tidak terlalu menekankan fungsi ekonomi istri dalam kehidupan keluarga tetapi menekankan pada fungsi pendidikan, pengasuhan, rekreasi bagi anak, proteksi, dan lain-lain. Saat ini kontribusi istri terhadap istri terhadap fungsi ekonomi keluarga bertambah besar. Beberapa suami sengaja untuk memilih calon istri yang bekerja dengan pertimbangan untuk menghindari kesulitan-kesulitan ekonomi yang nantinya akan ada apabila sudah menjadi sebuah keluarga. Fungsi beberapa proses produksi dalam keluarga menurun karena adanya spesialisasi pekerjaan diantara anggota masyarakat seperti pembuatan peralatan mebeler yang diganti oleh perusahaan mebeler, produksi makanan digantikan oleh warung, kegiatan menahit pakaian digantikan oleh penjahit atau konveksi. Fungsi-fungsi pendidikan yang diambil oleh pihak lain dalam keluarga antara lain pendidikan permainan (timbul lembaga kelompok bermain), pelaaran menulis-membaca-berhitung telah diganti oleh lembaga sekolah ataupun kursus, memainkan alat-alat musik yang pada mulanya diajarkan oleh orang tua digantikan oleh lembaga pendidikan musik.

(18)

terhadap anggota-anggotanya berkurang atau tidak efektif karena adanya berbagai alasan.

C. Kelembagaan Di Desa

1. LEMBAGA PEMERINTAHAN DAN/ATAU PIMPINAN DESA

Mengingat keberagaman yang ada di Indonesia, besarnya peranan lembaga pemerintahan tidaklah sama di setiap desa. Untuk desa-desa yang didasarkan atas ikatan genealogis (hubungan darah) keadaannya berbeda dengan desa yang didasarkan atas ikatan daerah. Untuk tipe desa pertama, yang umumnyaterdapat di luar Jawa, peranan pimpinan desa sebenarnya tidak terlalu besar, sistem kekerabatan dengan aturan-aturan adat istiadat yang berkaitan dengan itu sangat besar peranannya sehingga peranan pimpinan desa sebenarnya hanya merupakan bagian atau instrumen saja dari sistem kekerabatan atau adat istiadat tersebut. Sehingga, untuk desa-desa genealogis semacam ini, pimpinan desa harus tunduk kepada peraturan adat yang ada. Jika menyimpang dari peraturan adat, maka kepemimpinannya tidak akan diakui oleh masyarakat. Dengan demikian, dia tidak bisa ditafsirkan sebagai puncak kekuasaan (single interpreter atau polymorphic leader). Berbeda dengan desa ke dua, yang umumnya terdapat di Jawa. Adat istiadat yang ada di desa-desa Jawa umumnya berlandaskan pada kepentingan yang sama atas daerah tertentu, bukan didasarkan atas hubungan darah. Dengan demikian ikatannya tidak terlalu kuat seperti desa-desa di luar Jawa. Kepala desa tidak ditetapkan berdasar atas hukum adat, namun didasarkan atas sistem pemilihan yang telah sejak lama dikenal. Sekalipun telah sejak lama, kepala-kepala desa di Jawa merupakan bagian dari kekuasaan negara/ kerajaan (terutama di daerah-daerah yang berada dalam kekuasaan suatu kerajaan), namun mereka masih dapat memainkan perannya secara lebih otonom dan individual dibanding dengan kepala-kepala desa di luar Jawa.

(19)

masih kuat sehingga lembaga pemerintahannya sulit tergantikan dengan lembaga pemerintahan yang baru. Karena kuatnya adat istiadat yang masih berlaku, seringkali terjadi semacam dualisme pimpinan desa, yakni pimpinan adat dan pimpinan formal. Misalnya di Bali, dualisme ini tercermin pada adanya dua sebutan desa (dengan pimpinannya) yaitu “desa adat” untuk desa asli yang telah ada sebelum Indonesia merdeka dan “desa dinas” untuk desa yang didasarkan atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979.

Dilihat dari latar belakang sejarahnya, desa-desa di Jawa dan di luar Jawa sangat berbeda, bukan hanya pada perbedaan dasar integrasinya, yaitu di Jawa berdasar ikatan daerah dan di luar Jawa berdasar ikatan darah, melainkan juga pada perbedaan intensitas dan lama waktu intervensi kekuasaan luar desa (supradesa) terhadap desa-desa tersebut. Dapat disimpulkan secara umum, bahwa desa-desa di Jawa telah mengalami intervensi kekuasaan supradesa yang lebih lama dan intensif dibandingkan dengan desa-desa di luar Jawa. Intensitas pengaruh supradesa ini tidak terlepas dari kuat-lemahnya atau besar-kecilnya pusat kekuasaan yang ada. Di Jawa, sejak jaman Hindhu-Islam telah dikenal adanya kerajaan-kerajaan yang besar dan berpengaruh serta kekuasaan yang besar terhadap desa-desa yang berada di wilayah kekuasaannya. Di luar Jawa, yang umumnya tidak terdapat kerajaan-kerajaan besar kurang berpengaruh terhadap daerah yang berada di wilayah kekuasaannya.

(20)

lahan pertanian dan desanya juga harus lebih otonom serta tidak dikuasai dan dikendalikan oleh kekuasaan kerajaan.

Untuk mewujudkan strateginya tersebut, ditempuh dua tindakan, yaitu :

pertama, hubungan langsung dengan desa (beserta sejumlah peran) yang dimiliki

Bupati digantikan oleh pemerintah Belanda. Namun demikian, dalam pelaksanaannya Bupati tersebutb masih dipergunakan, sehingga peraturan-peraturan dari pemerintah kolonial Belanda mendapat tentangan dari Bupati. Secara demikian, Belansa dapat memaksakan program-program kegiatan tertentu ke desa-desa. Ke dua, Belanda mengupayakan desa memiliki kedudukan yang lebih kuat dan otonom, sehingga dengan demikian mereka telah menciptakan prasarana bagin tercapainya tujuan mereka.

2. STRUKTUR PEMERINTAHAN DESA

Landasan utama struktur Pemerintahan Desa yang disusun berdasar Undang-undang Nomor 5 Tahu 1979 adalah sebagaimana tercantum dalam pasal 1a dan 1b. Dalam pasal ini dinyatakan bahwa Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh organisasi pemerintahan terendah di bawah kecamatan. Dalam Undang-undang tersebut dibedakan antara perbedaan desa dan kelurahan. Perbedaan utamanya adalah bahwa desa memiliki hak untuk menyelenggarakan rumah tangganya sendiri (dalam batas Ikatan Kesatuan Republik Indonesia), sedangkan kelurahan tidak memiliki hak semacam itu. Dalam struktur Pemerintahan Desa terdapat perangkat desa yang mengatur Pemerintahan Desa, yaitu : Kepala Desa serta wakilnya, Lembaga Musyawarah Desa (LMD) yang berfungsi memusyawarahkan segala masalah yang dihadapi di desa, pembantu-pembantu Kepala Desa baik Sekretaris Desa ataupun Kepala-Kepala Urusab yang tergabung dalam Pamong Desa. Di Samping Sekretaris Desa yang membantu Kepala Desa terdapat Kepala Dusun. Berbeda dengan perangkat dalam struktur pemerintahan desa tersebut, perangkat yang ada di Pemerintahan Kelurahan terdiri dari Lurah dan wakilnya yang dibantu oleh Sekretariat Kelurahan dengan Kepala-Kepala Urusan dan Kepala Lingkungan. Di Kelurahan tidak terdapat Lembaga Musyawarah Kelurahan sebagaimana LMD di desa.

(21)

lama. Kedua, pola kepemimpinan adat beserta peran-peran yang terlekat padanya seharusnya mendapatkan tempat yang sewajarnya selaras dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi.

Dengan ditempatkannya desa di bawah pengaturan kabupaten dengan Perdanya maka seharusnya lebih bisa dihindari adanya kecenderungan penyeragaman desa demi kepentingan pusat yang sering dinyatakan sebagai kepentingan nasional. Dengan kata lain, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 seharusnya bisa lebih menampakkan karakteristik daerah maupun lokalnya. Dengan demikian juga diharapkan dapat menangkap dan memenuhi aspirasi-aspirasi daerah maupun lokal (desa).

3. LEMBAGA-LEMBAGA LAMA DAN BARU

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, lembaga sosial denga kompleks norma-normanya hakekatnya mengatur perilaku orang dalam mencapai tujuan mereka. Tujuan itu secara konkrit umumnya diartikan sebagai kepentingan atau kebutuhan tertentu. Maka sering pula dikatakan bahwa kebaradaa lembaga sosial adalah merupakan respons terhadap kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Sehingga jika ada kebutuhan baru yang muncul, muncul pula tuntutan terhadap adanya lembaga baru yang dapat melayani tuntutan tersebut. Lembaga-lembaga lama dengan semakin maraknya kebutuhan-kebutuhan baru itu semakin terdesak dan menjadi kurang berfungsi.

(22)

menyebabkan masih kuatnya keterkaitan kegiatan ekonomi dan sosial. Maka bentuk-bentuk kerjasama langsung dalam masyarakat seperti gotong royong , terlembagakan dengan kuat di tengah kehidupan masyarakat desa.

Lembaga-lembaga lama atau lembaga adat di desa-desa di Indonesia, kecuali berkaitan dengan sistem kekerabatan (ikatan genealogis) serta ikatan daerah juga sangat dipengaruhi oleh agama atau kepercayaan setempat. Falsafah “manunggaling kawulo lawan Gusti” (Menyatunya manusia dengan Tuhan) terlihat sekali pengaruhnya terhadap perilaku masyarakat desa di Jawa (umumnya). Seperti dicontohkan oleh Sutardjo Kartohadikoesoemo, gugur gunung misalnya, disamping dapat disimak sebagai bentuk kerjasama langsung antar sesama warga desa, juga dijiwai oleh falsafah tersebut.

Keberadaan suatu lembaga tidak terlepas dari kebutuhan masyarakatnya, hal ini juga terlihat pada lembaga gotong royong. Namun,seiring dengan semakin masuknya sistem ekonomi uang di tengah kehidupan masyarakat desa gotong royong telah mengalami perubahan dan pergeseran. Yang sebenarnya terjadi adalah bahwa dalam masyarakat desa telah terjadi perubahan-perubahan yang cukup mendasar terutama disebabkan oelh semakin merasuknya sistem ekonomi uang di tengah kehidupan masyarakat desa.

(23)

( desa swadaya, Swakarya dan Swasembada) yang membedakan tingkat kemajuannya, namun tipologi ini belum mampu menjaring secara obyektif keberagaman yang ada di desa-desa di Indonesia. Maka untuk beberapa desayang secara obyektif belum mengalami perkembangan, keberadaan lembaga-lembaga baru tersebut sebenarnya belum di perlukan.

Yang disebut lembafga-lembaga baru di desa-desa saat ini sebenarnya tidak seluruhnya telah dapat disebut lembaga dalam arti yang sebenarnya. Sebagian merupakan badan-badan, organisasi-organisasi, atau kegiatan-kegiatanyang bersifat sementara, yang keberadaannya berkaitan dengan pembangunan sektor pertanian, misalnya melahirkan sejumlah kegiatan yang sebagian semakin melembaga dan sebagian lain terhenti hanya pada tingkat kegiatan yang belum melembaga. Demikian misalnya, pelaksanaan BIMAS/INMAS telah menuntut dibentuknya Unit Desa, yang kemudian untuk mewadahi kegiatan-kegiatan yang rutin dan teratur muncullah BUUD yang berkembang lebih lanjut menjadi KUD. Kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan program pembangunan dalam sektor kesehatan misalnya, telah memunculkan dan memantabkan keberadaan PUSKESMAS di tingkat Kecamatan dan POSYANDU di tingkat desa. Program-program yang beersifat khusus, temporer dan terlekat pada suatu departemen tertentu, dalam pelaksanaannyaumumnya ditangani atau dikelola oelh pemerintah Desa dan/atau LKMD (melalui seksi-seksinya).

4. LEMBAGA KETAHANAN MASYARAKAT DESA (LKMD)

Jika Lembaga Pemerintahan Desa sebagai penyalur arus dari atas ke bawah (top-down, dari Pemerintah ke rakyat) sementara itu LKMD sebagai penyalur aspirasi dari bawah ke atas (bottom-up). LKMD berfungsi sebagai wadah dari segala bentuk partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan.

(24)

Nomor 28 tahun 1980, LSD diubah menjadi Lembaga Ketahanan Masyarakat desa dengan fungi utaman masih tetap tidak berubah sebagaimana yang diemban LSD. Keputusan Mendagri Nomor 27 tahun 1984 tentang susunan organisasi dan tata kerja LKMD. Menyangkut kedudukan dan fungsi LKMD, Kepmen itu menetapkan antara lain bahwa LKMD merupakan lembaga masyarakat yang bersifat lokal di tingkat desa dan secara organisatoris berdiri sendiri. Pengurusnya terdiri dari pemuka-pemuka masyarakat dan pemimpin-pemimpin lembaga-lembaga yang ada di dalam masyarakat, baik desa maupun kelurahan. Struktur organisasinya sebagai berikut; Ketua Umum yang dijabat oleh Kepala Desa, Ketua I, Ketua II, Sekretaris, Bendahara dan anggota-anggota pengurus yang lainnya. LKMD terbagi dalam sepuluh seksi, yakni:

1. Seksi Agama

2. Seksi Pembudayaan Penghayatan dan Pengamalan Pancasila 3. Seksi Keamanan, Ketentuan dan Ketertiban

4. Seksi Pendidikan dan Penerangan 5. Seksi Lingkungan Hidup

6. Seksi Pembangunan, Perekonomian dan Koperasi

7. Seksi Kesehatan, Kependudukan dan Keluarga Berencana 8. Seksi Pemuda, Olahraga dan Kesehatan

9. Seksi Kesejahteraan Sosial

10. Seksi Pembinaan Keluarga Sejahtera (PKK)

Tugas dan fungsi pokok LKMD dalam keseluruhannya teercermin pada tugas-tugas yang diemban oleh seksi-seksi tersebut di bawah kendali Ketua Seksi masing-masing. Dalam mengemban tugas dan fungsinya LKMD menjalin hubungan kerja dengan organisasi atau lembaga desa lainnya, terutama dengan Kepala Desa/Kelurahan dan LMD.

Hubungan LKMD dengan Kepala Desa menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 1984 ditetapkan sebagai berikut:

1. LKMD membantu Kepala Desa dalam menyusun rencana pembangunan, dan melaksanakan pembangunan berdasarkan rencana yang telah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Desa serta pengesahan dari Bupati/Walikota Kepala Daerah Tingkat II;

(25)

Dalam melaksanakan tugas-tugas pokok tersebut LKMD memiliki sejumlah fungsi, antara lain: sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam merencanakan dan melaksakan pembangunan, menggali, dan menggerakkan swadaya gotong royong masyarakat untuk pembangunan, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat, emmbinadan menggerakkan potensi pemuda untuk pembangun, dan sebagainya.

LKMD dan LMD memiliki kemiripan dan perbedaan. Keanggotaan LMD dan LKMD hampir sama karena terdiri dari pemuka-pemuka masyarakat, pimpinan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada, di samping kepala-kepala dusun. Pimpinan LMD yakni Ketua Umumnya, seperti juga LKMD dijabat oleh Kepala Desa. Di desa-desa yang masih bersahaja, karena masih sedikitnya orang-orang berpendidikan yang berkemampuan memimpin, seringkali orang yang menjadi anggota LKMD juga menjadi anggota LMD. Hal itu menyebabkan perbedaan fungsi yang diemban menjadi kabur. Diluar itu semua, LMD dan LKMD memiliki perbedaan yang penting, seperti:

1. LKMD adalah organisasi kemasyarakatan sedangkan LMD adalah lembaga pemerintah Desa.

2. LKMD berbentuk non-struktural sedangkan LMD struktural.

3. Tugas LKMD adalah mengenai rencana pembangunan desa sedangkan LMD adalah mengenai penetapan keputusan desa.

4. LKMD membantu Kepala Desa dalam bidang pembangunan sedangkan LMD adalah memusyawarahkan hal-hal yang bersifat mengatur dan membenahi masyarakat.

Masalah utama yang sering dikemukakan banyak pihak mengenai kesulitan LKMD untuk menyalurkan aspirasi masyarakat desa (arus bawah) adalah karena lembaga ini masih di bawah dominasi Lembaga Pemerintahan, kurangnya sumber danda untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya dan masih kurangnya orang-orang yang memiliki cukup kualitas untuk mengemban fungsi-fungsi LKMD.

5. BADAN PERWAKILAN DESA (BPD)

(26)

Keputusan Desa yang dirancang Pemerintah Desa bersama LKMD. Sedangkan BPD adalah parlemen desa yang dirancang untuk mengartikulasikan kepentingan masyarakat. Tidak sekedar fungsi legistalif.

Dalam pasal 104 UU Nomor 22 Tahun 1999 Disebutkan: “Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintah Desa.”

Berbeda dengan LMD, keanggotaan BPD didasarkan atas pemilihan oleh dan dari masyarakat. Juga berbeda dengan LMD maupun LKMD yang keanggotaan Perangkat Desanya (khususnya Kepala Desa) menjadi unsur pimpinan dari kedua lembaga tersebut, BPD berada di bawah pimpinan otonom dan berada dalam kedudukan serta peran melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintah Desa. Secara demikian BPD diharapkan dapat mengantar masyarakat desa menjadi masyarakat yang lebih demokratis.

6. PEMBINAAN KESEJAHTERAAN KELUARGA (PKK)

Di antara sekian lembaga atau kegiatan kelembagaan baru yang terhitung menonjol kegiatannya adalah PKK. Kagiatan kelembagaan ini berkaitan erat dengan LKMD. Salah satu fungsi dan program utama LKMD adalah meningkatkan peranan wanita dalam mewujudkan keluarga sejahter melalui PKK. Menurut Keputusan Mendagri Nomor 27 Tahun 1984, PKK merupakan salah satu dari sepuluh seksi yang ada dalam LKMD. Ketua Penggerak PKK di Desa/Kelurahan adalah Ketua II LKMD.

(27)

Keluarga sejahtera adalah keluarga yang mampu menciptakan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Tugas Tim Penggerak PPK antara lain menggerakkan dan membina pelaksaan Program PKK, dan mengkoordinasikan gerakan masyarakat dari bawah dalam pelaksanaan perogram PKK. Untuk melaksanakan dua tugas tersebut, Tim Penggerak PKK mempunyai fungsi:

1. Merencanakan, melaksankan dan membina program PPK;

2. Menghimpun, menggerakkan dan membina potensi masyarakat khususnya keluarga untuk terlaksananya program PKK;

3. Memberikan bimbingan, motivasi dan ptunjuk kepada penggerak PKK setingkat di bawahnya;

4. Menyampaikan laporan tentang pelaksanaan tugas kepada Pembina PKK pada tingkat yang sama dan kepada Tim Penggerak PKK setingkat lebih atas.

Struktur PKK memiliki landasan yang kuat dalam kegiatannya yakni dengan menempatkan istri Mendagri sebagai Ketua Umum Tim Penggerak tingat Nasional dan istri Kepala Dea/Kelurahan sebagai Ketua Tim Penggerak PKK di tingkat desa/kelurahan.

Dalam kegiatannya untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga itu, PKK terkenal dengan 10 program pokoknya, yaitu:

1. Penghayatan dan pengamalan Pancasila 2. Gotong royong

3. Sandang 4. Pangan

(28)

Pembangunan Desa (Bangdes) setelah badan ini terbentuk berdasar Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 1978 menggantikan Direktorat PMD. Disimak dari kacamata yang berkait dengan program-program pembangun Dirjen Bangdes, keberadaan UDKP didasarkan atas pertimbangan berikut:

1. Wilayah kecamatan dipandang tidak terlalu sempit sebagai suatu basis pengembangan dibanding desa. Kecamatan memiliki potensi penduduk, prasarana dan sarana-sarana yang memenuhi persyaratan untuk berkembang.

2. Kota kecamatan direncanakan sebagai pusat fasilitas dan pusat pengembangan desa-desa sekitarnya. Sebagai pusat fasilitas, kota kecamatgan akan berfungsi dalam pengadaan sarana-sarana produksi disamping sebagai daerah pemasaran hasil-hasil produksi pedesaan. 3. Dibanding dengan desa, kecamatan memiliki sarana pemerintahan yang

lebih lengkap, seragam dan dengan organisasi yang telah distandarisasi, sehingga mampu melakukan pembinaan wilayah pembangunan tersebut. 4. Camat, selaku kepala wilayah tingkat kecamatan maupun sebagai alat

dekonsentrasi menurut UU Nomor 5 Tahun 1974, memiliki wewenang koordinasi terhadap instansi-instansi di tingkat kecamatan.

Sekalipun pada prinsipnya tanpa terkecuali semua kecamatan di Indinesia menjadi UDKP, namun dalam kenyataannya tidak semuanya telah mejadi UDKP. Agar suatu kecamatan diprioritaskan menjadi UDKP harus memenuhi persyaratan-persyaratan seperti di bawah ini:

1. Terpenuhinya prakondisi yang diperlukan seperti adanya perangkat pemerintahan di kecamatan serta unsur-unsur teknis, administratif, dan sarana-sarana yang menunjang.

2. Masyarakat di wilayah tersebut memiliki tingkat partisipasi yang aktif lewat swadaya gotong royong yang menunjang terlaksannya UDKP. 3. Wilayah tersebut memilik potensi yang dapat dikembangkan sebagai

sumber hidup pokok masyarakat akan tetapi masyarat kurang mampu mewujudkannya.

4. Adanya proyek nasional yang dapat menunjuang perekoniman masyarakat setempat dan meningkatkan kesejahteraan mereka.

5. Daerah tersebut merupakan daerah kritis/minus dilihat dari tingkat kepadatan penduduk, potensi ekonomi dan keadaan alamnya.

(29)

7. Daerah penempatan penduduk baru seperti daerah transmigrasi yang penduduknya masih memerlkukan pembinaan yang intensif.

Diantara persyaratan-persyaratan di atas, nomor satu dan dua merupakan persyaratan yang terpenting yang harus dipenuhi suatu kecamatan untuk menjadi UDKP dengan ditambah satu-dua persyaratan yang lainnya. Untuk menentukan apakah suatu kecamatan telah memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut, harus dilakukan survei bagi bahan lokakarya di kabupaten. Pelaksanaan lokakarya UDKP diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri No. S.I. 18/8/48, 10 Nopember 1974.

Untuk mencapai tujuan atau misi yang diembannya, UDKP melakukan fungsi-fungsi berikut:

1. Mempertemukan aspirasi dan kebutuhan masyarakat desa dengan berbagai program atau kegiatan pembangunan Pemerintah.

2. Menginformasikan data dan masalah-masalah desah-desa dalam suatu wilayah kecamatan yang akan mendapatkan penangannan baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang.

3. Mengkoordinasikan bergai kegiatan pembangunan sektoral dan regional, Inpres dan swadaya masyarakat.

4. Mengadakan diversifikasi usaha dan kegiatan masyarakat untuk meningkatkan pendapatan masyarakat desa.

5. Mengupayakan percepatan pembangunan seraya meratakan hasil-hasilanya bagi seluruh masyarakat desa.

Sejauh mana misi dan tujuan diemban UDKP itu menacapai sasarannya selama ini telah ada sejumlah pengkajian, yang banyak di antaranya menilai belum berhasilnya misi UDKP tersebut.

8. BADAN USAHA UNIT DESA (BUUD) DAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) Lembaga baru yang juga sangat penting bagi perkembangan dan kemajuan masyarakat desa kita di samping LKMD adalah BUUD dan KUD.

(30)

penjagaan dan penyelamatan hasil-hasil produksi dari berbagai ancaman yang merugukan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa dari hasil pertanian tersebut adalah beberapa kehiatan yang tercakup dalam fungsi-fungsi utama yang diemban BUUD/KUD.

Sesuai dengan perkembangan yang terjadi di Indinesia dengan tingginya mobilitas masyarakat sebagai akibat lancarnya tansportasi dan komunikasi, desa-desa menjadi semakin terbuka atau transparan. Akibatnya, wilayah desa tidak lagi merupakan basis kegiatan ekonomi yang efektif. Sisi lain dari akibat ini adalah bahwa keberadaan BUUD dengan fungsinya yang semula dibatasi di tingkat wilayah (administratif) desa juga menjadi kurang efektif. Maka dalam perkembangan lebih lanjut, serta sejalan dengan dikembangkannya Unit Kerja Daerah Pembangunan yang setingkat dengan wilayah kecamatan. KUD menggantikan fungsi yang semula diemban oleh BUUD.

9. LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM)

Lemabaga yang tumbuh dan berkembang di desa bukan hanya bentukan Pemerintah melainkan ada pula dari badan swasta. Lembaga swasta atau non-pemerintah ini dikenal dengan LSM atau Lembaga Swadaya Masyarakat. LSM harus diperhitungkan keberadaannya karena peranannya semakin bear ditengah perkembangan yang terjadi.

Di Indonesia kemunculan LSM yang bersifat non-government organization diawali oleh kondisi yang tercipta lewat keberhasilan program pembangunan nasional berencana semenjak tahun 70-an. Pendekatan pembangunan nasional kita waktu itu, yakni yang berisfat teknokratis dengan birokrasi yang dominan, sangat menekankan arus top-down, serta hanya sedikit memberikan peluang kepada partisipasi masyarakat, telah mengakibatkan semakin terasanya keutuhan untuk adanya pendekatan yang berada di luar kerangka negara. Tuntutan kondisi inilah yang kemudian menjadi peluang bagi eksisnya LSM.

(31)

Forum –PDF). PDF ini mewakili interaksi antara berbagi suatu forum untuk mengembangkan peran serta berbagai aktor dalam pembangunan.

(32)

BAB III PENUTUP

A. SIMPULAN

Lembaga sosial pedesaan pada dasarnya adalah terdiri dari kumpulan norma-norma dan nilai-nilai bertujuan untuk mengatur perilaku masyarakat sehingga kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi dan tujuannya dapat dicapai. Dalam kaitannya dengan strukturtural dan kultural organisasi sosial yang terbentuk di pedasaan, maka status menjadi sebuah refleksi dari struktur sosial dan peran menjadi refleksi dari kultur yang berlaku dalam masyarakat, oleh karena demikian lembaga sosial sengaja dibentuk dengan pada aspek strulturalnya tetapi peranan dalam kehidupan sosial masyarakat pedesaan merupakan perwujudan dari aspek kulturalnya dimana di kedepankanya aspek gotong royong dan kebersamaan dalam struktural organisasi tersebut.

Untuk menciptakan sebuah kemajuan di pedesaan akibat krisis perekonomian dan cara-cara lama yang di lakukan oleh masyarakat, maka di lakukanlah inovasi kelembagaan sosial, dimana di mulai dari struktur keorganisasian desa serta lembaga-lembaga pertanian dan perekonomian lainya., hal ini juga kemudian berlaku seiring dengan di berlakukanya UU tentang otonomi daerah yang salah satunya mencakup otonomi desa, sehingga bagaimana kemudian, desa tercipta sebagai desa yang mandiri, maju, dan sejahtera.

B. SARAN

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Jabal Tarik. 2002. Sosiologi Pedesaan. UMM Press: Malang

Gambar

Gambar Proses Institusionalisasi

Referensi

Dokumen terkait

Semakin besar kedalaman penyayatan dan semakin besar perbandingan cairan pendingin, maka semakin besar pula nilai keausan yang dihasilkan, dan (4) Kecepatan putaran spindle

Lewat diskusi tentang praktek-praktek terbaik dan instrumen-instrumen yang berhasil, sesi ini akan membantu negara bagian dan propinsi anggota GCF untuk mengidentifikasi

Rapat Pengurus Nasional diselenggarakan untuk membahas dan mengkoordinir pelaksanaan berbagai keputusan organisasi yang bersifat khusus dihadiri oleh Dewan Pengurus Nasional,

Title Sub Title Author Publisher Publication year Jtitle Abstract Notes Genre URL.. Powered by

Tidak hanya menyediakan kalori yang diperlukan untuk metabolisme sehari-hari, tetapi merupakan sumber yang kaya akan vitamin A,B,E dan banyak mineral.. Nah jagung

Sedangkan, seleksi atribut menggunakan metode MRMR dapat menghasilkan nilai akurasi yang lebih baik daripada menggunakan metode db4 karena, metode ini hanya mengambil

[r]

Reduksi data kemudian dilakukan pada hasil wawancara dengan informan yang berkompeten yang memiliki kapasitas dan memahami tentang program penaggulangan kemiskinan