• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA MELALUI REAL ACTIVITIES MANIPULATION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA MELALUI REAL ACTIVITIES MANIPULATION"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE

TERHADAP MANAJEMEN LABA MELALUI

REAL ACTIVITIES MANIPULATION

(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2006-2008)

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi

Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

RITA BUDI ASTUTI F. 1306604

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)
(3)
(4)

iv

Jangan engkau khawatir,

Tak perlu takut,

Segalanya akan berlalu!

Allah tak pernah ingkar.

Dengan sabar dan tawakal,

Segalanya akan tercapai!

Siapa menjadi milik Allah

Takkan kekurangan apapun.

Dia akan mencukupinya.

(5)

v

Kupersembahkan kepada :

Z Bapak dan Ibu tercinta

Z Mas Andung, Mb’ Ningsih, Mb,

Dhayu, Mb’ Heni dan Nara

Z Sahabat dan teman-temanku

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana akuntansi.

Dalam penulisan skripsi dengan judul “PENGARUH MEKANISME

CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA MELALUI

REAL ACTIVITIES MANIPULATION (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2006-2008)”. Berbagai kesulitan menyertai penulisan skripsi ini, namun demikian dengan bantuan berbagai pihak, kesulitan tersebut dapat teratasi. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Jaka Winarna, M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Subekti Djamaluddin, M.Si.,Ak. selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, kesabaran dan perhatian yang tinggi dalam memberikan bimbingan, serta pengarahan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

(7)

vii

6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah berkenan memberikan bantuan selama proses penyusunan skripsi ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga segala kritik dan saran yang berguna bagi kesempurnaan skripsi ini masih sangat dibutuhkan. Semoga karya sederhana ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

(8)

viii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II. LANDASAN TEORI A. Teori Keagenan (Agency Theory) ... 11

B. Corporate Governance ... 13

1. Kepemilikan Manajerial ... 18

2. Kepemilikan Institusional ... 20

3. Komposisi Komisaris Independen ... 21

4. Kesesuaian Komite Audit ... 22

C. Manajemen Laba ... 25

D. Real Activities Manipulation ... 27

E. Penelitian Terdahulu ... 29

F. Kerangka Pemikiran ... 32

(9)

ix BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Prosedur Penentuan Sampel ... 39

B. Jenis dan Sumber Data ... 40

C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 40

D. Metode Analisis Data ... 45

1. Uji Asumsi Klasik ... 45

2. Pengujian Hipotesis... 47

BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengumpulan Data ... 51

B. Statistik Deskriptif ... 52

C. Pengujian Asumsi Klasik ... 54

1. Uji Multikolinieritas ... 54

2. Uji Autokolerasi ... 54

3. Uji Heterokedastisitas ... 55

4. Uji Normalitas ... 55

D. Pengujian Hipotesis ... 56

1. Analisis Persamaan Regresi Pertama ... 56

2. Analisis Persamaan Regresi Kedua ... 57

3. Analisis Persamaan Regresi Ketiga ... 59

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 61

B. Keterbatasan ... 62

C. Saran ... 63

(10)

x

DAFTAR TABEL

TABEL Halaman

I.1 Ringkasan Penelitian Pengaruh Mekanisme Corporate Governance

terhadap Manajemen Laba ... 6

IV.1 Pemilihan Sampel ... 51

IV.2 Statistik Deskriptif ... 52

IV.3 Hasil Analisis Persamaan Regresi 1 ... 56

IV.4 Hasil Analisis Persamaan Regresi 2 ... 58

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

II.1. Kerangka Pemikiran ... 32 ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mekanisme corporate governance yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komposisi komisaris independen dan kesesuaian komite audit terhadap manajemen laba melalui real activities manipulation. Penelitian ini menggunakan sampel dari 85 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006-2008, perusahaan dipilih berdasarkan purposive sampling. Metode statistik yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa (1) kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap

management of sales, overproduction dan reduction of discretionary (2) kepemilikan institusional berpengaruh terhadap overproduction, dan tidak berpengaruh terhadap management of sales dan reduction of discretionary (3) komposisi komisaris independen tidak berpengaruh terhadap management of sales, overproduction dan reduction of discretionary (4) kesesuaian komite audit tidak berpengaruh terhadap management of sales, overproduction dan reduction of discretionary.

Kata kunci : Mekanisme corporate governance, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komposisi komisaris independen, kesesuaian komite audit, manajemen laba, real activities manipulation.

(12)

xii

This research aims to examine the influence of corporate governance mechanism, namely managerial ownership, institutional ownership, composition of independent commissioner and audit committee to earnings management (which is measured by using real activities manipulation). The sample of this research consists of 85 companies in the manufacturing sector listed in Indonesia Stock Exchange from 2006 until 2008. Data were collected by means of purposive sampling. The analysis of this research uses multiple regressions. The result shows that (1) managerial ownership does not significantly influences to management of sales, overproduction and reduction of discretionary (2) institutional ownership significantly influences to overproduction and does not significantly influences to management of sales and reduction of discretionary (3) composition of independent commissioner does not significantly influences to management of sales, overproduction and reduction of discretionary (4) audit committee does not significantly influences to management of sales, overproduction and reduction of discretionary.

Key Words : Corporate governance mechanism, managerial ownership, institutional ownership, composition of independent commissioner, audit committee, earnings management, real activities manipulation, management of sales, overproduction, reduction of discretionary.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

(13)

xiii

Tujuan umum laporan keuangan menurut PSAK No. 1 paragraf 05 adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas

perusahaan yang bermanfaat bagi kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan

pertanggungjawaban manajemen atas pengguna sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.

Laporan keuangan yang lengkap meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan (PSAK No. 1 paragraf 07). Meski sebenarnya semua laporan keuangan adalah penting dan bermanfaat, namun kebanyakan investor dan pemakai laporan keuangan lainnya hanya memusatkan perhatian mereka pada laba. Seringkali perhatian investor yang hanya terfokus pada laba membuatnya tidak

memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan angka laba tersebut. Ketergantungan investor, pihak eksternal terhadap informasi laba yang terdapat dalam laporan keuangan turut mendorong manajer melakukan manajemen laba (earnings management) untuk kepentingannya sendiri.

Di dalam perusahaan terdapat pihak pemilik perusahaan (principal) dan manajemen (agent). Baik pihak principal maupun agent masing-masing mempunyai kepentingan pribadi yang dapat menimbulkan konflik

kepentingan (conflict of interest). Pihak manajemen atau manajer dituntut memenuhi kepentingan pemilik perusahaan namun di samping itu manajer juga memiliki tujuan pribadi yang mungkin saja berbeda dengan pemilik. Asimetri informasi (information asymmetry) antara pihak manajemen dan

(14)

xiv

pemilik perusahaan memberi keleluasaan dan kesempatan kepada manajer untuk melakukan rekayasa yang disebut dengan istilah rekayasa laba atau manajemen laba (earnings management).

Manajemen laba dapat dilakukan dengan cara manipulasi akrual murni (pure accruals) yaitu dengan discretionary accruals yang tidak memiliki pengaruh terhadap arus kas secara langsung yang disebut dengan manipulasi akrual (Roychowdhury, 2003). Manajemen akrual dilakukan pada akhir periode ketika manajer mengetahui laba sebelum direkayasa sehingga dapat mengetahui berapa besar manipulasi yang diperlukan agar target laba tercapai. Namun, manipulasi akrual dibatasi oleh GAAP dan manipulasi akrual di tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, manipulasi ini dapat terdeteksi oleh auditor, investor ataupun badan pemerintah sehingga dapat berdampak pada harga saham bahkan menyebabkan kebangkrutan atau kasus hukum. Oleh karena itu, terdapat cara lain yang sering dilakukan oleh manajer untuk mengatur laba yaitu dengan memanipulasi aktivitas riil (real activities manipulation). Manipulasi ini terjadi sepanjang periode akuntansi dengan tujuan spesifik yaitu memenuhi target laba tertentu, menghindari kerugian, mencapai target analyst forecast.

(15)

xv

Tbk. juga berawal dari terdeteksinya manipulasi dalam laporan keuangan (Boediono, 2005).

Terdapatnya kasus-kasus tersebut menimbulkan suatu pertanyaan tentang keefektifan penerapan tata kelola perusahaan. Konsep tata kelola perusahaan (corporate governance) diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Bila konsep ini diterapkan dengan baik maka diharapkan pertumbuhan ekonomi akan terus menanjak seiring dengan transparansi pengelolaan perusahaan yang makin baik dan nantinya menguntungkan banyak pihak (Nasution dan Setiawan, 2007).

Corporate governance didefinisikan sebagai perangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan (Forum for Corporate Governance in Indonesia, 2003).

(16)

xvi

Midiastuty dan Machfoedz (2003) menganalisis hubungan mekanisme

corporate governance (kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan ukuran dewan komisaris) terhadap perilaku manajemen laba (diukur dengan

discretionary accruals) dan kualitas laba. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa mekanisme corporate governance berpengaruh negatif signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa mekanisme corporate governance

yang meliputi kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan ukuran dewan komisaris mampu mengurangi tindakan manajemen laba yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas laba yang dilaporkan.

Boediono (2005) meneliti pengaruh mekanisme corporate governance

(kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan komposisi dewan komisaris) terhadap manajemen laba (yang diukur dengan akrual abnormal) dan kualitas laba. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengaruh mekanisme corporate governance (kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan komposisi dewan komisaris) secara individual berpengaruh positif terhadap manajemen laba, artinya penerapan mekanisme corporate governance kurang memberikan kontribusi dalam mengendalikan tindakan manajemen laba.

(17)

xvii

Berdasarkan hasil pengujian ketiga variabel praktik corporate governance

tidak terbukti mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. Ujiyantho dan Pramuka (2007) menguji pengaruh mekanisme

corporate governance (kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris, dan ukuran dewan komisaris) terhadap manajemen laba (yang diproksikan dengan discretionary accrual) dan kinerja keuangan. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa kepemilikan institusional, dan jumlah dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, proporsi dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan manajerial memiliki pengaruh negatif terhadap manajemen laba. Hal tersebut berarti kepemilikan manajerial telah mampu menjadi mekanisme

corporate governance yang secara efektif dapat mengurangi tindakan manajemen laba.

Nasution dan Setiawan (2007) menguji hubungan mekanisme

corporate governance: komposisi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, dan keberadaan komite audit terhadap praktik manajemen laba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi dewan komisaris dan keberadaan komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba perusahaan perbankan, sedangkan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba perusahaan perbankan.

Tabel 1.1

(18)

xviii

Corporate Governance terhadap Manajemen Laba

No. Peneliti Variabel mekanisme

corporate governance

2. Boediono (2005) 1. Kepemilikan manajerial 2. Kepemilikan

(19)

xix

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh Nasution dan Setiawan (2007). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Nasution dan Setiawan (2007) adalah seperti berikut.

1. Sampel penelitian

Nasution dan Setiawan (2007) menggunakan sampel perusahaan perbankan yang terdaftar dalam Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan manufaktur. Alasan dipilihnya perusahaan manufaktur sebagai sampel penelitian adalah karena perusahaan manufaktur dianggap dapat mewakili kondisi industri di Indonesia dan memiliki jumlah populasi paling besar dibandingkan jenis perusahaan lain.

2. Periode penelitian

Nasution dan Setiawan (2007) menggunakan periode penelitian 2000-2004, sedangkan penelitian ini menggunakan periode penelitian 2006-2008. Dengan menggunakan periode penelitian tersebut diharapkan hasil penelitian lebih mencerminkan keadaan terkini.

3. Variabel penelitian

(20)

xx

4. Model pengukuran manajemen laba yang digunakan

Nasution dan Setiawan (2007) menggunakan akrual kelolaan, diperoleh dengan mengurangkan nilai Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dengan nilai akrual non kelolaan. Penelitian ini menggunakan konsep alternatif akrual yang diperkenalkan oleh Roychowdury (2006) yaitu real activities manipulation. Dalam mendeteksi tindakan real activities manipulation yang dilakukan perusahaan, Roychowdhury menggunakan model Dechow et al. (1998) dengan tiga metode:

management of sales, overproduction dan reduction of discretionary. Atas dasar uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul “PENGARUH MEKANISME

CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA MELALUI REAL ACTIVITIES MANIPULATION (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2006-2008)”.

B. Perumusan Masalah

(21)

xxi

manajerial, kepemilikan institusional, komposisi komisaris independen dan kesesuaian komite audit mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba melalui real activities manipulation pada perusahaan manufaktur yang listing

di BEI?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba melalui manipulasi aktivitas riil. Secara spesifik tujuan penelitian adalah sebagai berikut.

1. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh kepemilikan manajerial terhadap manipulasi aktivitas riil.

2. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh kepemilikan institusional terhadap manipulasi aktivitas riil.

3. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh komposisi komisaris independenterhadap manipulasi aktivitas riil.

4. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh kesesuaian komite audit terhadap manipulasi aktivitas riil.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi pemerintah

(22)

xxii

mekanisme corporate governance dalam rangka menumbuhkan kepercayaan masyarakat bisnis.

2. Bagi investor

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi pada perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia.

3. Bagi perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi yang relevan dalam pengambilan keputusan oleh manajemen perusahaan dan dapat memberi masukan bagi pihak manajemen agar optimal dalam mencapai tujuan perusahaan.

4. Bagi peneliti berikutnya

(23)

xxiii

BAB II

TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

A. Teori Keagenan (Agency Theory)

Dasar teori ini adalah hubungan antara prinsipal dan agen. Menurut Jensen and Meckling (1976), hubungan keagenan muncul ketika satu orang atau lebih (prinsipal) mempekerjakan orang lain (agen) yang bertindak atas nama dan untuk kepentingan prinsipal, sehingga atas tindakannya tersebut agen mendapatkan imbalan tertentu. Pada agency theory yang disebut prinsipaladalah pemegang saham dan yang dimaksud agenadalah manajemen yang mengelola perusahaan.

Eisenhardt (1989) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa agency theory menggunakan tiga asumsi sifat manusia, yaitu: (1) manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse). Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu terobsesi dengan kepentingannya sendiri, sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen. Konflik kepentingan semakin meningkat terutama karena prinsipal tidak dapat memonitor aktivitas agen setiap saat dan tidak dapat memastikan bahwa agen bekerja sesuai keinginan pemegang saham.

Konflik agensi (agency conflict) yang mungkin terjadi karena perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen dapat menyebabkan

(24)

xxiv

timbulnya biaya keagenan (agency cost). Menurut Jansen dan Meckling (1976) terdapat tiga jenis biaya keagenan yaitu sebagai berikut.

1. Biaya pengawasan (monitoring cost): Biaya yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi agen sehingga dapat membatasi aktivitas yang menyimpang dari agen yang disebabkan perbedaan kepentingan antara agen dan prinsipal.

2. Biaya yang mengikat (bonding cost): Sumber daya perusahaan yang dibelanjakan agen untuk menjamin bahwa agen tidak akan bertindak yang dapat merugikan prinsipal atau untuk meyakinkan bahwa prinsipal akan memberikan kompensasi jika dia benar-benar melakukan tindakan tersebut.

3. Biaya residu (residual cost): Nilai uang yang ekuivalen dengan pengurangan kesejahteraan yang dialami prinsipal jika terjadi divergensi antara keputusan-keputusan yang dapat memaksimalkan kesejahteraan agen.

(25)

xxv

digunakan sebagai sarana dalam memaksimalkan kepentingannya. Salah satu tindakan agentersebut adalah rekayasa laba atau manajemen laba.

Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri atau menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer (Shleifer dan Vishny, 1997 dalam Ujiyantho dan Pramuka 2007). Dengan kata lain

corporate governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan (agency cost).

B. Corporate Governance

Corporate governance didefinisikan sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola)

perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan (FCGI, 2003).

(26)

xxvi

yang dapat digunakan untuk memastikan bahwa supplier keuangan atau pemilik modal perusahaan memperoleh pengembalian atau return dari kegiatan yang dijalankan oleh manajer, atau dengan kata lain bagaimana

supplier keuangan perusahaan melakukan pengendalian terhadap manajer. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance (GCG) merupakan:

1. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris, direksi, pemegang saham dan para stakeholder lainnya. 2. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian

perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.

3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.

Dari pengertian di atas pula, tampak beberapa aspek penting dari GCG yang perlu dipahami beragam kalangan di dunia bisnis yaitu sebagai berikut. 1. Adanya keseimbangan hubungan antara organ-organ perusahaan di

antaranya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Komisaris, dan direksi. Keseimbangan ini mencakup hal-hal yang berkaitan dengan struktur kelembagaan dan mekanisme operasional ketiga organ perusahaan tersebut (keseimbangan internal)

(27)

xxvii

perusahaan dengan stakeholders (keseimbangan eksternal). Di antaranya, tanggung jawab pengelola/pengurus perusahaan, manajemen, pengawasan, serta pertanggungjawaban kepada para pemegang saham dan stakeholders

lainnya.

3. Adanya hak-hak pemegang saham untuk mendapat informasi yang tepat dan benar pada waktu yang diperlukan mengenai perusahaan. Kemudian

hak berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perkembangan strategis dan perubahan mendasar atas perusahaan serta ikut menikmati keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam pertumbuhannya.

4. Adanya perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing melalui keterbukaan informasi yang material dan relevan serta melarang penyampaian informasi untuk pihak sendiri yang bisa menguntungkan orang dalam (insider information for insider trading).

Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), mengungkapkan empat unsur penting dalam corporate governance, yaitu sebagai berikut.

1. Kewajaran (Fairness)

Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder

(28)

xxviii

sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor khususnya pemegang saham minoritas dari berbagai bentuk kecurangan. Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara baik dan prudent (hati-hati), sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil).

2. Transparansi(Transparency)

(29)

xxix

benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam manajemen.

3. Akuntabilitas(Accountability)

Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Kewajiban untuk memiliki Komisaris Independen dan Komite Audit sebagaimana yang ditetapkan oleh Bursa Efek Jakarta, merupakan salah satu implementasi prinsip ini. Tepatnya, berupaya memberdayakan fungsi pengawasan Dewan Komisaris. Beberapa bentuk implementasi lain dari prinsip accountability antara lain sebagai berikut.

1) Praktik audit internal yang efektif.

2) Kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab dalam anggaran dasar perusahaan dan Statement of Corporate Intent

(Target Pencapaian Perusahaan di masa depan).

Bila prinsip accountability ini diterapkan secara efektif, maka ada kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris, serta direksi. Dengan adanya kejelasan inilah maka perusahaan akan terhindar dari kondisi agency problem (benturan kepentingan peran).

4. Pertanggungjawaban(Responsibility)

(30)

xxx

peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di sini termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, keselamatan/kesehatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang sehat. Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali menghasilkan eksternalitas (dampak luar kegiatan perusahaan) negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. Di luar hal itu, lewat prinsip responsibility ini juga diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar.

Penerapan corporate governance memberikan empat manfaat yaitu sebagai berikut (FCGI, 2001).

1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan kepada shareholders.

2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value.

3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

(31)

xxxi

Konsep indikator mekanisme corporate governance dalam penelitian ini terdiri dari: kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komposisi komisaris independen dan kesesuaian komite audit.

1. Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan. Kepemilikan saham manajerial dapat

mensejajarkan antara kepentingan pemegang saham dengan manajer, karena manajer ikut merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan manajer yang menanggung risiko apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Hal tersebut menyatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan

manajemen pada perusahaan akan dapat menyatukan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham, sehingga kinerja perusahaan semakin bagus (Jensen dan Meckling, 1976).

Tekanan dari pasar modal menyebabkan perusahaan dengan kepemilikan manajerial yang rendah akan memilih metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan, yang sebenarnya tidak mencerminkan keadaan ekonomi dari perusahaan yang bersangkutan (Boediono, 2005).

Jensen dan Meckling (1976) menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah

(32)

xxxii

manajerial akan mampu mengurangi kecenderungan manajer perusahaan melakukan earnings management.

Penelitian Midiastuty dan Machfoedz (2003), Ujiyantho dan Pramuka (2007) menemukan adanya hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dengan manajemen laba (yang diproksikan dengan

discretionary accrual). Hasil ini menunjukkan bahwa kepemilikan

manajerial mampu menjadi mekanisme corporate governance yang dapat mengurangi masalah ketidakselarasan kepentingan antara manajemen dengan pemilik atau pemegang saham.

Hasil tersebut berlawanan dengan penelitian Boediono (2005) yang menunjukkan pola hubungan kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba adalah positif. Artinya semakin tinggi tingkat kepemilikan saham oleh pihak manajemen, semakin tinggi besaran manajemen laba pada

perusahaan.

2. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional berarti kepemilikan saham oleh pihak institusi lain yaitu kepemilikan oleh perusahaan atau lembaga lain. Kepemilikan saham oleh pihak-pihak yang berbentuk institusi seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, dan kepemilikan intitusi lain.

(33)

xxxiii

maka semakin kuat tingkat pengendalian yang dilakukan oleh pihak eksternal terhadap perusahaan sehingga agency cost yang terjadi di dalam perusahaan semakin berkurang dan nilai perusahaan juga dapat semakin meningkat. Selain itu, dengan semakin kuatnya tingkat pengendalian yang dilakukan oleh pihak eksternal tersebut maka diharapkan tingkat

pengendalian internal perusahaan juga semakin baik.

Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk

mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga mengurangi tindakan manajer melakukan manajemen laba. Melalui kepemilikan institusional, keefektifan pengelolaan sumber daya perusahaan oleh manajemen dapat diketahui dari informasi yang

dihasilkan melalui reaksi pasar atas pengumuman laba. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses

penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen (Boediono, 2005).

Ujiyantho dan Pramuka (2007) menemukan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Penelitian Midiastuty dan Machfoedz (2003) menemukan bahwa kepemilikan institusional berhubungan negatif dengan manajemen laba (yang diproksikan dengan discretionary accruals), yang berarti kepemilikan institusional mampu mengurangi tindak manajemen laba yang terjadi dalam perusahaan.

(34)

xxxiv

Istilah komisaris independen diperkenalkan baru pada tahun 2000 melalui peraturan Bursa Efek Indonesia, Kep-315/BEJ/06-2000, yang kemudian direvisi terakhir tahun 2001 melalui Kep-339/BEJ/07-2001, yang mensyaratkan bagi perusahaan publik yang listing di BEJ untuk menunjuk komisaris independen demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance). Dalam keputusan tersebut

dinyatakan bahwa perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris

independen yang jumlahnya secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris. Untuk mendukung independensi yang disyaratkan oleh regulator, keputusan tersebut menyatakan bahwa yang menjadi komisaris independen perusahaan tercatat harus:

a. tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan pemegang saham pengendali perusahaan tercatat yang bersangkutan,

b. tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan kreditur dan atau komisaris lainnya perusahaan tercatat yang bersangkutan,

c. tidak bekerja rangkap sebagai direktur di perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan dan

d. memahami peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Boediono (2005) serta Ujiyantho dan Pramuka (2007) menemukan hubungan yang positif antara komposisi dewan komisaris dengan

(35)

xxxv

hubungan yang negatif antara komposisi komisaris independen dengan manajemen laba, yang berarti makin banyak komisaris independen dalam perusahaan berhasil mengurangi manajemen laba yang terjadi.

4. Kesesuaian Komite Audit

Sesuai dengan Kep-29/PM/2004, komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Kesesuaian komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan komponen baru dalam sistem pengendalian perusahaan. Selain itu komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian.

Dalam rangka penyelenggaran pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), Bursa Efek Indonesia mewajibkan

(36)

xxxvi

dimaksud independen adalah pihak di luar perusahaan tercatat yang tidak memiliki hubungan usaha dan hubungan afiliasi dengan perusahaan tercatat, komisaris, direksi, dan pemegang saham utama perusahaan tercatat dan mampu memberikan pendapat professional secara bebas sesuai dengan etika profesionalnya, tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

Dalam Kep-29/PM/2004 yang diatur bahwa komite audit

beranggotakan minimal tiga orang yang independen dari perusahaan dan salah satunya adalah ahli di bidang akuntansi. Salah seorang anggota komite audit harus berasal dari anggota komisaris yang independen, sehingga anggota dewan tersebut merangkap tugasnya sebagai komite audit. Independensi yang dimiliki oleh anggota dewan komisaris tersebut dan anggota komite audit telah diatur pula dalam peraturan BAPEPAM tersebut, syarat keanggotaan komite audit dapat dilihat dari:

a. bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik, kantor konsultan hukum atau pihak lain yang memberikan jasa audit, jasa non audit, dan atau jasa konsultan lain kepada emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan dalam waktu dan bulan terakhir sebelum diangkat oleh komisaris.

(37)

xxxvii

c. tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten. Dalam hal anggota komite audit memperoleh saham akibat suatu peristiwa hukum maka dalam jangka waktu paling lama enam bulan setelah diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan pada pihak lain.

d. tidak mempunyai:

1) hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua baik secara horizontal maupun vertikal dengan komisaris, direksi, atau pemegang saham utama emiten dan atau; 2) hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang

berkenaan dengan kegiatan usaha emiten.

C. Manajemen Laba

Scott (2000) mendefinisi manajemen laba sebagai tindakan manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu dengan tujuan memaksimalkan kesejahteraan dan atau nilai pasar perusahaan. Lebih lanjut dia mengungkapkan bahwa manajemen laba yang dilakukan perusahaan dapat bersifat efisien (dengan meningkatkan keinformatifan laba dalam

mengkomunikasikan informasi privat untuk menguntungkan semua pihak yang terlibat) dan dapat bersifat oportunis (manajemen akan melaporkan laba secara oportunis untuk memaksimumkan kepentingan pribadi). Apabila manajemen laba bersifat oportunis, maka informasi laba tersebut dapat

(38)

xxxviii

karena itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi manajemen laba yang dilakukan perusahaan.

Menurut Setiawati dan Na’im (2000), manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan pihak tertentu. Manajemen laba akan menambah bias laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa.

Teknik untuk merekayasa laba dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok berikut ini (Setiawati dan Na’im, 2000).

1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi, dalam hal ini manajemen mempengaruhi laba melalui pertimbangan (judgment) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.

2. Mengubah metode akuntansi, dalam hal ini perubahan metode akuntansi digunakan untuk mencatat suatu transaksi, misalnya mengubah metode depresiasi aktiva tetap dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.

(39)

xxxix

atau menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, dan mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai.

Menurut Scott (2000) terdapat empat jenis manajemen laba yaitu sebagai berikut.

1. Pola taking a bath, dilakukan saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang. Pola ini dilakukan dengan cara mengakui biaya-biaya dan kerugian periode yang akan datang ke periode berjalan dan sebaliknya, menunda pendapatan periode berjalan ke periode berikutnya, sehingga mengorbankan laba periode berjalan hingga menjadi buruk atau mengalami kerugian yang drastis agar pada periode berikutnya perusahaan dapat meroketkan peningkatan labanya. 2. Pola income minimization, dilakukan saat perusahaan memperoleh

profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil dapat berupa pembebanan beban secara cepat atau menunda pengakuan pendapatan. Cara ini mirip dengan pola taking a bath, tetapi tidak lebih ekstrim dari pola taking a bath.

3. Pola income maximization, dilakukan saat laba menurun. Tindakan atas

(40)

xl

4. Pola income smoothing, merupakan bentuk manajemen laba yang paling sering dilakukan dan paling populer. Pola ini dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan, sehingga mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

D. Real Activities Manipulation

Menurut Roychowdhury (2003), manajemen laba dapat dilakukan dengan cara; pertama, manipulasi akrual murni (pure accrual) yaitu dengan

discretionary accrual yang tidak memiliki pengaruh terhadap arus kas secara langsung yang disebut dengan manipulasi akrual. Manajemen akrual

dilakukan pada akhir periode ketika manajer mengetahui laba sebelum direkayasa sehingga dapat mengetahui berapa besar manipulasi yang diperlukan agar target laba tercapai. Kedua, manipulasi aktivitas riil (real activities manipulation), terjadi sepanjang periode akuntansi dengan tujuan spesifik yaitu memenuhi target laba tertentu, menghindari kerugian, dan mencapai target analyst forecast.

Manajer memiliki dorongan untuk memanipulasi aktivitas riil selama tahun anggaran untuk memenuhi target laba tertentu. Manipulasi aktivitas riil mempengaruhi aliran kas dan dalam kasus tertentu juga mempengaruhi akrual. Manipulasi aktivitas riil terjadi sepanjang periode akuntansi berjalan. Masalah waktu (timing) inilah yang menjadi bagian penting perusahaaan dalam hal ini manajer memiliki dorongan melakukan manipulasi aktivitas riil

(41)

xli

Roychowdhury (2006) mendefinisi manipulasi aktivitas riil sebagai penyimpangan dari aktivitas operasi normal yang didorong oleh keinginan manajer untuk menyesatkan stakeholders sehingga percaya bahwa beberapa tujuan laporan keuangan telah terpenuhi dengan operasi normal.

Dalam mendeteksi tindakan manipulasi aktivitas riil yang dilakukan perusahaan, Roychowdhury(2006) menggunakan model Dechow et al.

(1998). Terdapat tiga teknik yang dapat dilakukan dalam manipulasi aktivitas riil yaitu sebagai berikut.

1. Manajemen penjualan (management of sales), didefinisikan sebagai usaha manajemen untuk meningkatkan penjualan selama periode akuntansi dengan tujuan meningkatkan laba untuk memenuhi target laba. Sebagai contoh manajer melakukan tambahan penjualan atau mempercepat penjualan dari periode mendatang ke periode sekarang dengan cara menawarkan potongan harga yang terbatas. Perusahaan juga dapat menawarkan jangka waktu kredit yang lebih lunak.

(42)

xlii

3. Mengurangi biaya diskresioner (reduction of discretionary). Biaya diskresi yang dapat dikurangi meliputi biaya iklan, biaya riset dan pengembangan serta biaya penjualan umum dan administrasi. Pengurangan terhadap biaya-biaya ini pada akhir periode akuntansi menyebabkan rekening utang berkurang di bawah normal dan berdampak pada akrual abnormal yang positif.

E. Penelitian Terdahulu

1. Boediono (2005) meneliti tentang pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba dan kualitas laba pada 96 perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 1996-2002. Dengan variabel dependen yaitu manajemen laba dan kualitas laba dan dengan variabel independen yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan komposisi dewan komisaris. Metode analisis data menggunakan analisis jalur (path analysis). Hasil penelitian tersebut adalah bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan komposisi dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba yang berarti mekanisme tersebut tidak dapat mengendalikan tindakan manajemen laba perusahaan. 2. Roychowdhury (2006) memperkenalkan teknik manajemen laba yang

(43)

xliii

operasi normal perusahaan. Dalam mendeteksi tindakan real activities manipulation yang dilakukan perusahaan, Roychowdhury menggunakan model Dechow et al. (1998) dengan tiga metode manipulasi berikut. a. Manipulasi penjualan, didefinisikan sebagai usaha manajemen untuk

meningkatkan penjualan secara temporer dengan menawarkan diskon harga dan memperlunak kredit yang diberikan.

b. Mengurangi pengeluaran discretionary seperti R&D, advertising, dan pemeliharaan secara umum.

c. Overproduction, meningkatkan produksi dengan tujuan melaporkan COGS yang lebih rendah.

(44)

xliv

4. Nasution dan Setiawan (2007) menguji mekanisme corporate governance: komposisi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, dan kesesuaian komite audit terhadap praktik manajemen laba (yang diproksikan dengan discretionary accruals). Penelitian dilakukan terhadap 20 perusahaan perbankan di Indonesia yang terdaftar dalam BEI tahun 2000-2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi dewan komisaris dan kesesuaian komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba perusahaan perbankan, sedangkan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba perusahaan perbankan. Sehingga secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa mekanisme corporate governance telah efektif mengurangi tindak manajemen laba perusahaan perbankan.

5. Rahman dan Hutagaol (2007) mendeteksi manajemen laba melalui

accruals dan real activities manipulation serta dampaknya terhadap kinerja jangka panjang. Dengan menggunakan populasi semua perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana (Initial Public Offerings) di BEJ dari tahun 1994-2003, penelitian ini menunjukkan bahwa metode manajemen laba pada saat perusahaan melakukan IPO adalah dengan menggunakan ukuran manajemen laba yang klasik (yaitu proksi akrual diskretioner), namun manajemen laba dengan proksi real activities manipulation tidak dapat dideteksi. Manajemen laba (Discretionary Current Accrual/DCA dan Discretionary Long Term Accrual/DLA)

(45)

xlv F. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini menguji pengaruh mekanisme corporate governance

dalam hal ini kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komposisi dewan komisaris, dan kesesuaian komite audit (variabel independen) terhadap manajemen laba melalui real activities manipulation (variabel dependen) pada perusahaan manufaktur yang listing di BEI.

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dijelaskan dengan menggunakan gambar seperti berikut ini.

Gambar II.1

Kerangka Pemikiran

G. Perumusan Hipotesis

1. Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap manipulasi aktivitas riil

Jensen dan Meckling (1976) menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dengan menyelaraskan kepentingan-kepentingan manajer (pihak agen) dan pemegang saham (pihak prinsipal). Semakin besar kepentingan

Mekanisme Corporate Governance:

1.Kepemilikan manajerial

2.Kepemilikan institusional

3.Komposisi komisaris independen

4.Kesesuaian komite audit

Manajemen Laba: Real

(46)

xlvi

manajerial akan mampu mengurangi kecenderungan manajer perusahaan melakukan manajemen laba.

Hasil penelitian Wedari (2004) dan Boediono (2005) menunjukkan pola hubungan kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba adalah positif. Artinya semakin tinggi tingkat kepemilikan saham oleh pihak manajemen, semakin tinggi besaran manajemen laba pada perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa penerapan mekanisme kepemilikan manajerial kurang memberikan kontribusi dalam mengendalikan tindakan manajemen laba.

Penelitian Midiastuty dan Machfoedz (2003), Ujiyantho dan Pramuka (2007) menemukan adanya hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dengan manajemen laba (yang diproksikan dengan

discretionary accrual). Hasil ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial mampu menjadi mekanisme corporate governance yang dapat mengurangi masalah ketidakselarasan kepentingan antara manajemen dengan pemilik atau pemegang saham.

Oleh karena dalam penelitian ini manajemen laba diproksikan dengan manipulasi aktivitas riil, maka berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H1a: Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap management of sales.

H1b: Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap overproduction.

(47)

xlvii

2. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap manipulasi aktivitas riil

Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen (Boediono, 2005).

Menurut Porter (1992) dalam Midiastuty dan Machfoedz (2003), investor institusional adalah pemilik sementara (transient owners) yang biasanya akan fokus pada earnings saat ini, akibatnya manajer terpaksa melakukan tindakan yang dapat meningkatkan laba dalam jangka waktu pendek, misalnya dengan manipulasi laba.

(48)

xlviii

berhubungan negatif dengan nilai absolut dari discretionary accruals

sebagai proksi untuk manajemen laba.

Institusi biasanya dapat menguasai mayoritas saham karena mereka memiliki sumber daya yang lebih besar dibandingkan dengan pemegang saham lainnya. Oleh karena menguasai saham mayoritas, maka pihak institusional dapat melakukan pengawasan terhadap kebijakan manajemen secara lebih kuat dibandingkan dengan pemegang saham yang lain. Biasanya kepemilikan institusional adalah kepemilikan yang mengontrol (controlling ownership) dan adanya kontrol keluarga yang kuat, investor institusional tidak akan mudah melikuidasi sahamnya hanya karena adanya penurunan laba sekarang (Midiastuty dan Machfoedz, 2003). Biasanya investor institusional lebih mementingkan kinerja perusahaan jangka panjang. Oleh karena itu, manajer tidak akan mempunyai insentif untuk mengatur laba sekarang, misalnya melalui income increasing atau income smoothing. Sehingga kepemilikan saham oleh investor institusional dapat menjadi kendala bagi perilaku oportunistik manajemen yang memanfaatkan management discretion untuk kepentingan pribadinya.

Oleh karena dalam penelitian ini manajemen laba diproksikan dengan manipulasi aktivitas riil, maka berdasar pada uraian di atas dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H2a: Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap management of sales.

(49)

xlix

H2c: Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap reduction of discretionary.

3. Pengaruh komposisi komisaris independen terhadap manipulasi

aktivitas riil

Boediono (2005) serta Ujiyantho dan Pramuka (2007) menemukan hubungan yang positif antara komposisi dewan komisaris dengan

manajemen laba,, sedangkan Nasution dan Pramuka (2007) menemukan hubungan yang negatif antara komposisi komisaris independen dengan manajemen laba, yang berarti makin banyak komisaris independen dalam perusahaan berhasil mengurangi manajemen laba yang terjadi.

Oleh karena dalam penelitian ini manajemen laba diproksikan dengan manipulasi aktivitas riil, maka berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H3a: Komposisi komisaris independen berpengaruh terhadap management of sales.

H3b: Komposisi komisaris independen berpengaruh terhadap overproduction.

H3c: Komposisi komisaris independen berpengaruh terhadap reduction of discretionary.

4. Pengaruh kesesuaian komite audit terhadap manipulasi aktivitas riil

(50)

l

Bursa Efek Indonesia No: SE-008/BEI/12/2001, keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite audit. Anggota komite ini berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang, anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut merupakan komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite audit.

Nasution dan Setiawan (2007) menemukan hubungan yang negatif signifikan antara keberadaan komite audit dengan manajemen laba yang diproksikan dengan discretionary accruals. Hasil tersebut bertentangan dengan penelitian Siregar dan Utama (2006) yang melaporkan bahwa keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba perusahaan.

Siallagan dan Machfoedz (2006) memberikan bukti secara empiris bahwa perusahaan yang membentuk komite audit independen melaporkan laba dengan kandungan discretionary accrual yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak membentuk komite audit independen.

Oleh karena dalam penelitian ini manajemen laba diproksikan dengan manipulasi aktivitas riil, maka berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H4a: Kesesuaian komite audit berpengaruh terhadap management of sales.

H4b: Kesesuaian komite audit berpengaruh terhadap overproduction.

(51)

li

BAB III

(52)

lii

A. Populasi dan Prosedur Penentuan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Periode pengamatan penelitian dilakukan dari tahun 2006-2008. Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu (purposive sampling), artinya sampel sengaja dipilih berdasarkan kriteria tertentu agar dapat mewakili populasinya. Kriteria penentuan sampel bertujuan untuk menghindari kesalahan spesifikasi sampel penelitian yang akan dapat

mempengaruhi hasil penelitian. Kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut.

1. Perusahaan manufaktur adalah yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, 2. Perusahaan telah menerbitkan laporan keuangan untuk periode yang

berakhir 31 Desember 2006-2008 yang dinyatakan dalam rupiah (Rp), dan

3. Memiliki data yang lengkap (data secara keseluruhan tersedia pada publikasi periode 31 Desember 2006-2008), baik data mengenai

corporate governance perusahaan dan data yang diperlukan untuk mendeteksi manipulasi aktivitas riil.

(53)

liii

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder karena data diperoleh melalui media perantara yaitu dari dokumentasi pihak lain. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan dan annual report yaitu sebagai berikut.

1. Data kas, persediaan, dan total aktiva yang diperoleh dari neraca.

2. Data penjualan, harga pokok penjualan, dan biaya-biaya yang diperoleh dari laporan laba rugi.

3. Data arus kas bersih kegiatan operasi yang diperoleh dari laporan arus kas.

4. Data komponen corporate governance: kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komposisi komisaris independen, dan kesesuaian komite audit.

Data sekunder diperoleh dari Pojok BEJ Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret, Indonesian Capital Market Directory (ICMD), situs Bursa Efek Indonesia: www.idx.co.id, dan situs perusahaan.

C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel adalah sesuatu yang mempunyai variasi nilai. Variabel

merupakan komponen utama dalam masalah, kerangka teoritis, dan hipotesis (Sularso, 2003). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(54)

liv

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah manipulasi aktivitas riil (real activities manipulation). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan definisi manipulasi aktivitas riil seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Roychowdhury (2006). Manipulasi aktivitas riil didefinisikan sebagai penyimpangan dari aktivitas operasi normal yang didorong oleh keinginan manajer untuk menyesatkan stakeholders

sehingga percaya bahwa beberapa tujuan laporan keuangan telah terpenuhi dengan operasi normal. Dalam mengukur tindakan manipulasi aktivitas riil yang dilakukan perusahaan, terdapat tiga teknik yaitu dengan management of sales, overproduction dan reduction of discretionary.

Berdasarkan model Dechow et al. (1998), Roychowdhury (2006) menggambarkan arus kas kegiatan operasi normal sebagai fungsi linear dari penjualan dan perubahan penjualan dalam suatu periode. Sebelum pengujian hipotesis akan dilakukan analisis regresi untuk mencari arus kas kegiatan operasi normal. Model regresi untuk arus kas kegiatan operasi normal mereplikasi dari penelitian Roychowdhury (2006):

(55)

lv

(56)

lvi

normal yang dihitung dengan menggunakan koefisien estimasi dari model persamaan [2]di atas.

Untuk menghitung tingkat normalitas biaya diskresioner peneliti menggunakan model regresi berikut yang mereplikasi dari penelitian Roychowdhury (2006):

DISEXP

t/At-1 = α0 + α1*(1/At-1) + β*(St-1/ At-1) + εt

[3]

Keterangan: DISEXP

t = Biaya diskresioner pada tahun t,

A

t-1 = Total aktiva pada tahun t-1, dan

S

t-1 = Penjualan bersih pada tahun t-1.

Biaya diskresioner merupakan jumlah dari biaya iklan, biaya riset dan pengembangan, biaya penjualan, serta biaya administrasi dan umum. Nilai koefisien estimasi dari persamaan [3] digunakan untuk menghitung nilai biaya diskresioner normal. Biaya diskresioner abnormal diperoleh dengan cara mengurangkan nilai biaya diskresioner aktual yang diskalakan dengan total aktiva satu tahun sebelum periode pengujian dengan biaya diskresioner normal yang dihitung dengan menggunakan koefisien estimasi dari model persamaan [3]di atas.

2. Variabel Independen

(57)

lvii

Kepemilikan manajerial adalah persentase saham yang dimiliki oleh manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Midiastuty dan Machfoedz, 2003). Dalam penelitian ini kepemilikan manajerial diukur dengan menggunakan indikator persentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen dari total saham yang beredar.

b. Kepemilikan institusional

Kepemilikan institusional adalah jumlah saham oleh investor institusi terhadap total jumlah saham yang beredar. Dalam penelitian ini kepemilikan institusional diukur dengan menggunakan indikator persentase jumlah saham yang dimiliki oleh pihak institusional dari total saham yang beredar.

c. Komposisi komisaris independen

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2004). Komposisi komisaris independen diukur dengan menggunakan indikator persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh anggota dewan komisaris perusahaan.

(58)

lviii

Menurut Kep. 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Dalam penelitian ini kesesuaian komite audit merupakan variabel dummy, bila ketua komite audit perusahaan sampel merupakan komisaris independen maka dinilai 1, dan bila tidak maka dinilai 0.

D. Metode Analisis Data

1. Uji Asumsi Klasik

Penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda dan untuk mengetahui tepat tidaknya penggunaan model tersebut, maka terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap variabel-variabel yang diteliti yaitu melalui uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik digunakan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya pelanggaran asumsi klasik pada penelitian yang menggunakan dua atau lebih variabel independen yang akan diamati. Berdasarkan uji asumsi klasik dapat diketahui ada tidaknya nilai prediktor yang bias dari model persamaan regresi linier berganda yang digunakan. Terdapat empat asumsi klasik, yaitu multikolinearitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, dan normalitas.

a. Uji multikolinearitas

(59)

lix

Inflation Factors (VIF) dan Tolerance. Bila nilai VIF kurang dari 10 dan nilai tolerance diatas 0,10, maka model dapat dikatakan terbebas dari multikolinearitas.

b. Uji autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan

kesalahan penganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Model regresi

yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi (Ghozali, 2006). Untuk mengetahui dan mendeteksi ada tidaknya masalah autokorelasi, akan digunakan uji Durbin-Watson (DW test). Berikut ini adalah pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi (Ghozali, 2006).

Hipotesis nol Keputusan Jika

Tdk ada autokorelasi positif

Tdk ada autokorelasi positif

Tdk ada autokorelasi negatif

Tdk ada autokorelasi negatif

Tdk ada autokorelasi,

positif atau negatif

(60)

lx

dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot

antara nilai prediksi variabel independen (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Apabila dalam grafik tersebut tidak terdapat pola tertentu yang teratur dan data tersebar secara acak di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka diidentifikasikan tidak terjadi heterokedastisitas. d. Uji normalitas

Menurut Ghozali (2006) uji normalitas digunakan untuk menguji normalitas pendistribusian variabel dependen dan variabel independen. Model uji regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal atau mendekati distribusi data normal. Untuk menguji apakah sampel penelitian merupakan jenis distribusi normal maka digunakan pengujian One-SampleKolmogorov-Smirnov.

2. Pengujian Hipotesis

Untuk menganalisis mekanisme pengaruh corporate governance

terhadap manajemen laba melalui real activities manipulation maka hipotesis akan diuji dengan tiga persamaan yang berbeda, yaitu:

CFO = α + β1MANJ + β2INST + β3KI+ β4KA + є…....Persamaan

Regresi 1

PROD = α + β1MANJ + β2INST + β3KI+ β4KA + є….Persamaan

Regresi 2

DISEXP = α + β1MANJ + β2INST + β3KI+ β4KA + є..Persamaan

(61)

lxi Keterangan:

MANJ = Kepemilikan manajerial, INST = Kepemilikan institusional,

KI = Komposisi komisaris independen, KA = Kesesuaian komite audit,

CFO = Arus kas kegiatan operasi, PROD = Biaya produksi,

DISEXP = Biaya diskresioner, α = Konstanta,

β = Koefisien regresi, dan є = Koefisien error.

Persamaan regresi 1 akan digunakan untuk menjawab hipotesis 1a,

2a, 3a dan 4a. Persamaan regresi 2 untuk menguji hipotesis 1b, 2b, 3b dan 4b,

sedangkan persamaan regresi 3 digunakan untuk menjawab hipotesis 1c,

2c, 3c dan 4c. Setelah persamaan regresi terbebas dari asumsi dasar,

selanjutnya dilakukan pengujiaan hipotesis sebagai berikut. 1) Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu (0<R2<1). Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

(62)

lxii

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji adalah

apakah suatu parameter (bi) sama dengan nol, atau: H0 : bi = 0

Artinya apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (Ha) parameter suatu variabel tidak sama dengan nol, atau:

Ha : bi ≠ 0

Artinya, variabel tersebut merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

Dasar pengambilan keputusan adalah dengan membandingkan antara nilai probabilitas (p) dari t-hitung dengan taraf signifikansi 5%. Kaidah pengambilan keputusan adalah:

- Jika nilai p < 0,05 maka H0 ditolak

- Jika nilai p > 0,05 maka H0 diterima

3) Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat. Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji adalah apakah semua parameter

(63)

lxiii

Artinya apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (Ha) tidak semua parameter secara simultan sama dengan nol, atau:

Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ b4 ≠ 0

Artinya, semua variabel independen secara simultan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

Dasar pengambilan keputusan adalah dengan membandingkan antara nilai probabilitas (p) dari F-hitung dengan tingkat signifikansi 5%. Kaidah pengambilan keputusan adalah:

- Jika nilai p < 0,05 maka H0 ditolak

(64)

lxiv

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengumpulan Data

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh mekanisme corporate governance terhadap tindakan manajemen laba melalui real activities manipulation yang dilakukan perusahaan manufaktur di Indonesia. Corporate governance dalam penelitian ini diproksikan dengan 4 komponen, yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komposisi komisaris independen, dan kesesuaian komite audit. Data dalam penelitian ini diperoleh dari laporan keuangan, annual report yang dipublikasikan di website resmi Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id). Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya, maka diperoleh sampel penelitian sebagai berikut.

Tabel IV.1 Pemilihan Sampel Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2006-2008

146 Perusahaan delisted dari tahun 2006-2008 9

Perusahaan yang menggunakan dollar 4

Perusahaan dengan data tidak lengkap 48

(61)

Perusahaan manufaktur yang menjadi sampel 85

Jumlah observasi selama 3 tahun (3 x 85) 255

(65)

lxv

Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat 85 perusahaan manufaktur yang dijadikan sampel selama 3 tahun dari tahun 2006-2008, dengan jumlah keseluruhan yaitu 255 sampel. Selengkapnya, sampel yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada lampiran.

Setelah seluruh data yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul, selanjutnya dilakukan perhitungan variabel-variabel dengan menggunakan program microsoft excel. Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan regresi linier berganda dengan bantuan software SPSS for windows version 15.0.

B. Statistik Deskriptif

Tabel berikut ini menyajikan statistik deskriptif data yang diperoleh: Tabel IV.2

Sumber : Hasil pengolahan data

Keterangan:

RAM : Manipulasi aktivitas riil, MANJ : Kepemilikan manajerial, INST : Kepemilikan institusi,

Gambar

Tabel di atas merupakan ringkasan dari beberapa penelitian yang
Gambar II.1
Tabel IV.2
Tabel IV.4
+2

Referensi

Dokumen terkait

2 Model regresi nonparametrik spline paling optimum dengan menggunakan tiga titik knot pada variabel-variabel yang mempengaruhi jumlah kriminalitas pencurian motor adalah

Munculnya kesamaan morfologi antar individu pohon pinus yang diamati dipengaruhi oleh adanya faktor tempat tumbuh dimana individu-individu tersebut diambil pada

2) Mengetahui  waktu  yang  dibutuhkan  untuk  menyelesaikan  suatu  bagian 

15 pertanyaan kepada responden untuk dijawab secara tertulis sedangkan wawancara dilakukan dengan bertanya langsung kepada pengelola UKM untuk mengetahui lebih jelas

Kajian ini bertujuan untuk mengenal pasti kesilapan penulisan copywriting yang dilakukan oleh pelajar semasa menulis laporan projek akhir pelajar dan mengenal pasti

Organisasi Darud Da’wah wal Irsyad adalah organisasi sosial keagamaan yang didirikan oleh ulama- ulama Sulawesi Selatan. Inisatif pendiriannya bermula dari Musyawarah

Kemudian pada blok mikrokontroller berfungsi sebagai pembentuk sinyal dc chopper yaitu pulsa-pulsa pwm untuk mengendalikan kecepatan motor dimana pulsa- pulsa

Dalam penelitian ini peneliti memberikan gambaran secara menyeluruh tentang fungsi sistem kredit semester (SKS) pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Surabaya,