• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEJADIAN REAKSI OBAT YANG TIDAK DIKEHEND

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEJADIAN REAKSI OBAT YANG TIDAK DIKEHEND"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

M er r y Chr ist ianie*, Sit i Set iat i* *, Yulia Tr isna* * *, Ret nosar i Andr ajat i*

* Depar temen Far masi FM IPA Univer sitas Indonesia

* * Divisi Ger iatr i Depar temen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/ RSCM * * * Instalasi Far masi RS Dr . Cipto M angunkusumo Jakar ta

KEJADIAN REAKSI OBAT YAN G

TIDAK DIKEHEN DAKI YAN G

M EN YEBABKAN PASIEN USIA LAN JUT

DIRAW AT DI RUAN G PERAW ATAN

PEN YAKIT DALAM IN STALASI

RAW AT IN AP B RUM AH SAKIT

DR. CIPTO M AN GUN KUSUM O

Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. V, No. 3, Desember 2008, 138 - 149 ISSN : 1693-9883

ABSTRACT

Objectives. To determine the prevalence of adverse drug reaction related hospital ad-missions in geriatric patients, to describe the most frequent clinical manifestations and the drugs responsible to adverse drug reaction related hospital admissions. Design. Observational cross-sectional study.

M ethods. Naranjo algorithm used to assess the adverse drug reaction causality. Subjects and setting. Geriatric patients admitted to geriatric inpatient installation of Cipto M angunkusumo general hospital over one month period and assessed for cause of admissions.

Results. 14,7% of 102 admissions were identified to be adverse drug reaction related hospital admissions. One adverse drug reaction was categorized as definite and 14 were probable causality. Gastrointestinal bleeding and hypoglicemia were the most common clinical manifestation found. The drugs most frequent responsible for these adverse drug reactions were nonsteroidal antiinflamatory drugs and oral antidiabetic drugs.

Conclusion. A dverse drug reactions are an important cause of hospital admission in geriatric patients.

Keywords: adverse drug reaction, geriatric, Naranjo algorithm.

A BSTRA K

(2)

PEN D A HULUA N

Salah satu tanggung jawab pro-fesi seorang farmasis adalah mem-berikan layanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien, yang di-sebut d eng an pharmaceutical care (asuhan kefarmasian). Dalam terapi obat pasien, seorang farmasis diha-rapkan dapat mengidentifikasi ma-salah-masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat (Drug Related Prob-lems) baik yang telah terjad i atau yang berpotensi untuk terjadi, kemu-dian mengupayakan penanganannya dan pencegahan terhadap masalah yang teridentifikasi (1,2).

Salah satu masalah yang berkait-an dengberkait-an penggunaberkait-an obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD / adverse drug reaction) (1,3). ROTD adalah respons terhadap obat y ang m em bahay akan atau tid ak diharapkan yang terjadi pada dosis laz im d an d ip akai o leh manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis

maupun terapi (4). Masalah ROTD perlu mendapatkan perhatian karena dapat menyebabkan penurunan kua-litas hidup, peningkatan kunjungan ke dokter, perawatan di rumah sakit, bahkan kematian. Peran fundamen-tal farmasis adalah mengidentifikasi ROTD yang potensial maupun aktual, memecahkan masalah ROTD aktual, dan mencegah ROTD yang potensial terjadi. Farmasis bertanggung jawab d alam p eng em bang an p ro g ram deteksi, pemantauan dan pelaporan ROTD (5).

Di negara-negara barat, ROTD menyebabkan 3% sampai 12% d i-rawatnya pasien di rumah sakit dan mengalami peningkatan hingga 20% pada seluruh pasien selama dirawat di rumah sakit. ROTD juga bertang-gung jawab terhadap sekitar 5% sam-pai 10% biaya peraw atan di rumah sakit. Frekuensi ROTD yang menye-babkan peraw atan pasien di rumah sakit ini bervariasi dari satu pene-litian ke penepene-litian lain (3,6,7,8,9). 2005 untuk mengetahui proporsi kejadian, manifestasi klinik yang sering terjadi dan obat yang sering menyebabkannya. Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain studi potong lintang (cross-sectional) dan untuk penilaian kausalitas RO TD digunakan algoritma Naranjo. Total pasien yang ikut serta dalam penelitian ini berjumlah 102 orang. Diperoleh proporsi kejadian ROTD yang menyebabkan pasien usia lanjut dirawat di ruang perawatan penyakit dalam Instalasi Rawat Inap B Rumah Sakit Dr. Cipto M angunkusumo sebesar 14,7% (interval kepercayaan 95% : 11,2-18,2% ). Satu dari 15 RO TD yang terjadi dikategorikan pasti (definite) dan 14 kejadian dikategorikan besar kemungkinan (probable). M anifestasi klinik terbesar adalah perdarahan saluran cerna dan penurunan kesadaran karena hipoglikemi. Obat yang sering menyebabkan pasien dirawat karena ROTD tersebut adalah obat anti-inflamasi non-steroid (NSA ID) dan obat hipoglikemi oral.

(3)

Banyak penelitian menemukan ad anya p eningkatan ROTD p ad a pasien usia lanjut. Pasien usia lanjut rentan terhad ap RO TD terutama karena rejim en m ulti o bat d an p erubahan d alam farmako kinetik d an farmako d inamik yang berhu-bungan dengan usia (3,10). Pasien usia lanjut seringkali mempunyai bany ak p eny akit d an bany ak d i antarany a m erup akan p eny akit kro nik yang memerlukan penggu-naan banyak obat secara bersamaan. Diperkirakan pula bahw a dua per-tiga pasien usia lanjut menggunakan obat tanpa resep. Hal ini membuat perlunya perhatian khusus terhadap risiko terjadinya ROTD pada pasien usia lanjut (5,11).

Data ROTD p ad a p asien usia lanjut di Indo nesia masih kurang. Demikian p ula d ata RO TD y ang menyebabkan d iraw atnya p asien usia lanjut di rumah sakit juga belum pernah d iteliti. Penelitian tentang RO TD y ang terjad i p ad a p asien raw at inap usia lanjut sudah dila-kukan. Penelitian tersebut membahas ROTD yang terjadi akibat pengguna-an o bat selama pasien usia lpengguna-anjut dirawat di rumah sakit (12). Namun demikian ROTD yang terjadi akibat penggunaan obat sebelum masuk ke rumah sakit belum d id ata. O leh karena itu penelitian tentang insiden ROTD, terutama yang berbahaya yang menyebabkan diraw atnya pa-sien di rumah sakit perlu dilakukan. Data tentang manifestasi klinik RO TD y ang sering terjad i p ad a pasien usia lanjut sehingga pasien

harus dirawat di rumah sakit belum ada. Hal penting yang harus diper-hatikan ad alah bahw a untuk me-nentukan apakah suatu manifestasi klinik yang tidak diinginkan merupa-kan akibat penggunaan suatu obat atau tidak, harus dilakukan kajian secara seksama agar kesimpulan yang diperoleh tidak bias. Oleh sebab itu perlu digunakan metode penentuan y ang sud ah terv alid asi, sebag ai co nto h meto d e algo ritma Naranjo (13,14).

Data obat atau kelompok obat yang p aling sering menyebabkan masalah ROTD berat yang menye-babkan pasien usia lanjut dirawat di rumah sakit perlu diperoleh sebagai bahan pertimbangan saat memutus-kan untuk menggunamemutus-kan obat-obat tersebut. Selain obat-obat yang di-resepkan oleh dokter, dirasa perlu pula untuk mengetahui o bat no n-resep berupa o bat bebas (over the counter drugs) dan obat tradisional yang d igunakan o leh p asien usia lanjut karena kecenderungan untuk melakukan sw amed ikasi saat ini meningkat tetapi seringkali tid ak diimbangi o leh pengetahuan yang cukup tentang obat tersebut .

(4)

M ETO D O LO G I

Penelitian dilakukan dengan me-tode potong lintang (cross-sectional). Lokasi penelitian dilakukan di ruang peraw atan penyakit dalam IRNA B RSCM, Jakarta. Pengambilan d ata dilakukan pada periode bulan Mei sampai Juli 2005.

Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien usia lanjut yang masuk dirawat di ruang perawatan penyakit dalam IRNA B RSCM saat penelitian berlangsung. Teknik pengambilan sampel adalah secara purpo sif di-mana sampel yang diambil adalah seluruh pasien usia lanjut yang masuk dirawat di ruang perawatan penyakit dalam IRNA B RSCM selama bulan Mei-Juli 2005 yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu: 1. Pasien dengan usia 60 tahun atau lebih y ang masuk dirawat di ruang perawatan penyakit dalam IRNA B RSCM selama periode M ei-Juli 2005. 2. Pasien bersed ia untuk m eng ikuti p enelitian ini d engan menand atangani fo rmulir pernyataan persetujuan. Sedangkan kriteria eksklusi sampel adalah: 1. Pasien tidak bersedia untuk mengi-kuti penelitian ini. 2. Pasien tidak menggunakan obat (obat resep dok-ter, obat bebas atau obat tradisional) satu bulan sebelum masuk rumah sakit. 3. Pasien atau keluarga pasien tidak dapat memberikan keterangan yang jelas tentang o bat-o bat yang digunakan sebelum masuk ke rumah sakit.

Pengumpulan d ata d ilakukan dengan cara pengambilan data

se-kunder dari rekam medik dan data primer melalui w aw ancara dengan pasien/ keluarga. Data yang terkum-pul digunakan untuk menganalisis kausalitas ROTD dengan mengguna-kan algoritma Naranjo seperti dapat dilihat pada lampiran.

HA SIL DA N PEM BA HA SA N

Dari sebanyak 128 orang pasien yang bersedia berpartisipasi dalam p enelitian ini sebanyak 26 o rang dikeluarkan dari penelitian (8 orang karena tidak menggunakan obat dan 17 o rang tidak dapat memberikan keterangan yang jelas tentang obat yang digunakan sebelum masuk ke rumah sakit, 1 orang karena intok-sikasi obat), sehingga total responden dalam penelitian ini berjumlah 102 o rang . Data rinci tentang karak-teristik pasien d apat d ilihat pad a tabel 1.

(5)

Terdapat dua pasien yang sebelum-nya juga pernah dirawat karena per-darahan saluran cerna yang dicurigai juga disebabkan oleh efek samping NSAID. Durasi terpendek pengguna-an NSA ID ypengguna-ang menyebabkpengguna-an per-darahan saluran cerna ini adalah 3 hari, dimana pasien ini mempunyai riwayat pecah varises esofagus bebe-rapa tahun sebelumnya.

Manifestasi klinik ROTD lain Manifestasi klinik ROTD yang

sering meny ebabkan p asien usia lanjut diraw at di ruang peraw atan penyakit dalam IRNA B RSCM adalah perd arahan saluran cerna (6 keja-dian). Semua kejadian perdarahan saluran cerna disebabkan pengguna-an o bat pengguna-anti inflamasi no n stero id (NSA ID). Rata-rata NSA ID diguna-kan dalam waktu yang lama yaitu 3 minggu sampai lebih dari tiga tahun.

Tabel 1. Karakteristik pasien

n % Rentang Median Rerata SD

Usia (tahun) 102 60 - 100 67,5 70,0 8,2

60 – 75 79 77,5

> 75 23 22,5

Jenis kelamin 102

P 51 50

L 51 50

Jumlah obat 102 1 - 15 5,0 5,5 3,2

1 – 6 68 66,7

> 6 34 33,3

Jumlah penyakit 102 1 - 11 4,0 4,3 2,0

1 – 2 17 16,7

3 – 4 40 39,2

> 5 45 44,1

n = jumlah pasien; SD=standard deviasi

Tabel 2. Skor kausalitas ROTD

Kategori ROTD Jumlah (pasien) %

Pasti (Definite), skor: > 9 1 0,98

ROTD

Besar kemungkinan (Probable), skor: 5-8 14 13,73

Mungkin (Possible), skor: 1-4 20 19,61

Non ROTD Meragukan (Doubtful), skor: < 0 10 9,80

Tidak berhubungan dengan obat, skor: 57 55,88

(6)

yang cukup banyak ad alah penu-runan kesadaran karena hipoglikemi. Terdapat 4 kejadian hipoglikemi yang semuanya disebabkan penggunaan obat hipoglikemi oral dengan faktor risiko kurangnya asupan pasien ka-rena penurunan nafsu makan. Durasi penggunaan obat hipoglikemi oral ini antara 3 hari sampai 2 minggu.

Berdasarkan tipe dan karakteris-tik reaksi, 14 ROTD dalam penelitian ini merupakan ROTD tipe A (aug-mented) dan 1 ROTD diklasifikasikan menjadi tipe B (bizarre). ROTD tipe A ad alah ROTD yang berhubungan dengan kerja farmakologis obat, ter-gantung dosis dan dapat diprediksi kejad ianny a. A ng ka kejad ianny a ting g i d eng an ang ka m o rtalitas rendah dan angka morbiditas tinggi. Yang termasuk RO TD tip e A ini adalah perdarahan saluran cerna ka-rena NSAID dan obat anti koagulan, hipoglikemia karena obat hipoglike-mia oral, ileus paralitik karena obat anti spasmodik dan anti kolinergik, serta stomatitis akut karena kemo-terapi. ROTD tipe B adalah ROTD y ang tid ak berhubung an d eng an kerja farm ako lo g is o bat, tid ak tergantung do sis, dan tidak dapat d ip red iksi kejad ianny a. A ng ka kejadian ROTD tipe B rendah dengan angka mortalitas tinggi dan angka morbiditas rendah. Yang termasuk d alam reaksi ini ad alah sind ro ma stevens-johnson karena antibiotika. (15) Sebagian besar ROTD d ap at d icegah kejad iannya d engan cara mengikuti prosedur pengobatan yang ada, melakukan penyesuaian dosis

untuk kondisi tertentu, menghindari p enggunaan o bat atau ko mbinasi obat yang merupakan kontraindikasi mutlak atau relatif, serta memper-tim bang kan p eng aruh p eny akit penyerta. ROTD yang terjadi karena p enggunaan o bat atau ko mbinasi o bat y ang tid ak d ap at d ihind ari merupakan ROTD yang tidak dapat dicegah kejadiannya. Dalam pene-litian ini 12 kejad ian ROTD yang dapat dicegah dan 3 kejadian yang tidak dapat dicegah. Data lengkap dapat dilihat pada tabel 3 (10,16).

Berdasarkan penelitian ini jenis obat yang sering berhubungan ROTD yang membuat pasien usia lanjut dirawat di ruang perawatan penyakit dalam adalah obat golongan NSAID. Selanjutnya o bat hipo glikemi o ral golongan sulfonilurea. Berdasarkan p enelitian-p enelitian y ang telah dilakukan, NSA ID merupakan obat yang sering terkait dengan kejadian ROTD yang menyebabkan pasien usia lanjut dirawat di rumah sakit dengan manifestasi klinik terbesar berupa gejala saluran pencernaan seperti perdarahan saluran cerna, nyeri perut serta mual d an muntah (3,16,17). Sebanyak 30% ROTD yang menye-babkan pasien usia lanjut dirawat di rumah sakit disebabkan oleh NSAID (16).

(7)

p erd arahan saluran cerna, serta penggunaan bersama kortikosteroid. Oleh karena itu NSAID harus digu-nakan dengan hati-hati pada pasien usia lanjut terutama yang mempunyai faktor risiko lain. Penyesuaian dosis mungkin diperlukan pada pasien usia lanjut dan dianjurkan menggunakan do sis terendah yang masih efektif bagi p asien. Pad a satu p enelitian didapatkan bahwa durasi terapi tidak m em p eng aruhi risiko terjad iny a perdarahan atau perfo rasi saluran p encernaan. Risiko ini ko nstan selama pengobatan (18).

Obat anti inflamasi non steroid yang menyebabkan ROTD d alam p enelitian ini ad alah p iro ksikam, natrium d iklo fenak, asam m efe-namat, ibuprofen dan aspirin. Dalam suatu m eta analisis d id ap atkan bahwa piroksikam mempunyai risiko relatif terting g i d ari terjad iny a ko m p likasi saluran p encernaan. Ibuprofen dosis rendah mempunyai risiko relatif yang rendah tetapi risiko ini meningkat pada penggunaan dosis besar. NSAID lain yang mempunyai risiko besar bagi terjadinya perda-rahan saluran p encernaan ad alah azapropazon dan ketoprofen (19).

NSAID yang selektif mengham-bat COX 2 pada mempunyai risiko yang lebih rendah terhadap terjadi-nya perdarahan saluran cerna. Peng-g unaan celeco xib d an ro feco xib (penghambat selektif COX 2) mem-p uny ai risiko terjad iny a tukak lambung yang lebih rendah daripada p eng g unaan N SA ID y ang tid ak selektif. Tetapi hingga saat ini belum

ada rekomendasi khusus pengguna-annya pada pasien usia lanjut (20).

Seteng ah d ari N SA ID y ang terkait d engan kejad ian ROTD (3 pasien) didapatkan pada pasien bersw amed ikasi. Satu p asien meng -gunakan obat bebas dan dua pasien meng g unakan o bat resep d o kter y ang d id ap atkan d ari to ko o bat. Sw amed ikasi ini tid ak d iimbangi dengan informasi dan pengetahuan yang cukup tentang obat tersebut, termasuk di antaranya efek samping dan kontra indikasi dari obat yang digunakan.

Berbed a d engan NSA ID, o bat hipoglikemi oral jarang menyebabkan ROTD yang berat pada penelitian-penelitian lain di banyak negara maju. Hal ini kemungkinan karena sistem info rmasi d an pemantauan peng-gunaan obat golongan ini di negara maju lebih baik. Pada penelitian yang dilakukan di Sw iss terdapat 2,8 % kejadian ROTD dengan manifestasi hip o g likemi y ang terjad i karena penggunaan insulin dan glibenkla-mid . Obat hip o glikemi o ral yang menyebabkan ROTD pada penelitian ini adalah glibenklamid, dan kom-binasi glibenklamid dengan metfor-min (3,8,16).

(8)

glibenklamid tercatat bahw a 20% kejadian hipoglikemi terjadi pada satu bulan pertama penggunaannya. Ter-dapat 24 pasien mengalami hipogli-kemi hingga 72 jam. Kejadian yang fatal tidak hanya didapatkan pada p asien y ang meng g unakan d o sis tinggi (median 10 mg/ hari) tetapi juga pada dosis kecil (2,5-5 mg/ hari). Faktor independen yang merupakan risiko terjadinya hipoglikemi yang serius adalah riwayat strok sebelum-nya dan adasebelum-nya gangguan jantung pada pasien. Faktor lain yang mem-punyai kontribusi terhadap kejadian hipoglikemi adalah penurunan fungsi ginjal, asupan pasien yang kurang, diare, konsumsi alkohol dan adanya interaksi dengan obat lain (21).

Mengingat waktu kerjanya yang panjang maka penggunaan gliben-klamid pada usia lanjut sebaiknya dihindari. Penggunaan slufonilurea yang mempunyai waktu kerja yang lebih pendek seperti gliklazid, gli-kuidon, dan glipizid lebih dianjurkan untuk pasien yang berusia lanjut. Dalam beberapa penelitian disebut-kan bahw a insiden terjadinya hipo-glikemi pad a penggunaan gliben-klamid lebih besar daripada glipizid yang w aktu kerjanya lebih singkat (22,23).

M etfo rm in m erup akan o bat hipoglikemi oral golongan biguanid. Tid ak sep erti o bat hip o g likem i go lo ngan sulfo nilurea, metfo rmin jarang menyebabkan hip o glikemi pada pasien yang menggunakannya kecuali bila pasien menggunakan ko mbinasi d engan o bat lain.

Met-fo rm in m erup akan o bat p ilihan p ertam a untuk p asien d iabetes mellitus d eng an kelebihan berat badan (overweight), tetapi merupakan kontraindikasi untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal d an gagal jantung. Metfo rmin d apat menye-babkan asidosis laktat pada pasien d eng an p enurunan fung si g injal (22).

Sem ua kejad ian p enurunan kesadaran karena hipoglikemi dalam p enelitian ini berkaitan d eng an asupan pasien yang kurang. Pasien dan keluarganya tidak mengetahui tand a-tand a hip o g likem i y ang merupakan efek samping utama dari o bat hip o g likem i o ral g o lo ng an sulfo nilurea, sehing g a p ad a saat pasien mengalami penurunan kadar gula darah, pasien tetap mengkon-sumsi obat hipoglikemi oral tersebut. Jadi pemberian informasi yang benar oleh tenaga kesehatan tentang peng-gunaan obat hipoglikemi oral sangat penting agar ROTD dapat dihindari. Pada pasien usia lanjut sebaiknya dosis diberikan bertahap dari dosis terendah dan dapat disesuaikan tiap 1 sampai 3 minggu. Dosis awal gli-benklamid yang direkomendasikan untuk pasien usia lanjut adalah 1,25-2,5 mg/ hari dan dosis awal metfor-min adalah 500 mg/ hari (22,24).

(9)

yang identitasnya tidak jelas, tidak terdaftar pada Badan Pengawas Obat d an M akanan (BPO M ), d an o bat tradisional yang dilaporkan mengan-d ung bahan kimia o bat. Peneliti melakukan pengujian sampel obat trad isio nal y ang d ig unakan o leh p asien d an tid ak terd aftar p ad a BPOM di laboratorium analisis obat Dep artemen Farmasi Univ ersitas Indonesia untuk menganalisis ada-nya camp uran bahan kimia o bat. Hasil pengujiannya adalah negatif terhad ap beberap a p em band ing bahan kim ia o bat y ang sering dilaporkan menjadi campuran obat tradisional.

Berdasarkan penelusuran o bat trad isio nal y ang d ig unakan o leh pasien di BPOM, didapatkan bahwa 18 o rang (46,2% ) m eng g unakan produk yang tidak legal karena tidak terdaftar di BPOM, menggunakan no mo r registrasi p alsu, p ro d usen fiktif, ataupun telah masuk dalam daftar produk yang dilarang pere-darannya menurut beberapa public warning yang d ikeluarkan BPOM sejak tahun 2001.

Keterbatasan yang terjadi dalam penentuan kausalitas ROTD dengan algoritma Naranjo pada penelitian ini ad alah tid ak d ilakukannya p eng-gunaan kembali obat yang dicurigai/ rechallenge (p ertanyaan no mo r 4), tidak dilakukannya evaluasi meng-gunakan placebo (pertanyaan nomor 6), tidak dilakukannya pengukuran konsentrasi obat dalam darah (per-tanyaan nomor 7), dan tidak dilaku-kannya evaluasi dengan menaikkan

atau menurunkan do sis o bat (per-tany aan no m o r 8). O leh karena keterbatasan ini maka sebagian besar kejadian raw at yang dicurigai ber-kaitan d engan o bat d ikatego rikan besar kemungkinan (probable) dan m ung kin (posssible). Kurang ny a info rmasi mengenai ko nd isi kese-hatan p asien sebelum d iraw at d i rum ah sakit sebag ai d ata d asar m eny ebabkan kesulitan d alam penilaian kausalitas ROTD dengan manifestasi klinik berupa penyakit kronik (misalnya penyakit ginjal dan hati). Akibatnya terdapat kerancuan ap akah manifestasi klinik terjad i sebelum atau sesudah penggunaan suatu o bat. Keterbatasan-keter-batasan ini menyebabkan kejadian raw at y ang d icurig ai berkaitan d engan o bat sebagian besar jatuh pada katego ri besar kemungkinan dan kategori mungkin.

KESIM PULA N

1. A ng ka kejad ian RO TD y ang menyebabkan pasien usia lanjut d iraw at d i ruang p eraw atan penyakit dalam IRNA B RSCM mencapai 14,7%. Dengan interval kep ercayaan 95% d id ap atkan proporsi ROTD berkisar antara 11,2-18,2 %.

(10)

3. Obat yang sering bertanggung-jawab terhadap terjadinya ROTD yang menyebabkan pasien usia lanjut d iraw at d i ruang pera-w atan penyakit dalam IRNA B RSCM adalah NSA ID dan obat hipoglikemi oral.

DA FTA R A CUA N

1. Trisna Y. 2000. Peran farmasis di rumah sakit: Kenyataan dan Ha-rapan. Seminar sehari “ A

chiev-ing The Seven Star of Pharmacist on A FTA 2003” . Diselenggara-kan o leh m ahasisw a p ro fesi Farm asi Univ ersitas Gad jah Mada. Yogyakarta. 3 Juni 2000. 2. A no nim, Kep utusan M enteri

Kesehatan Republik Indo nesia tentang stand ar p elay anan farmasi d i rumah sakit, 2004: nomor 1197/ Menkes/ SK/ X. 3. Onder G, C Pedone, et al. 2002.

Adverse drug reactions as cause o f ho spital admissio ns: Result

Lampiran. Algoritma Naranjo[13]

+1

+2

+1

+2

-1

-1

+1

+1

+1

+1 0

-1

0

-1

+2

+1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0 1. Apakah ada laporan penelitian

sebelumnya tentang reaksi ini ? 2. Apakah reaksi muncul setelah obat yang

dicurigai diberikan ?

3. Apakah reaksi ini berkurang saat obat dihentikan atau antagonis obat yang spesifik diberikan ?

4. Apakah reaksi muncul kembali saat obat digunakan kembali ?

5. Apakah ada penyebab alternatif (selain obat) yang dapat menyebabkan reaksi ini ?

6. Apakah reaksi muncul kembali saat diberikan placebo ?

7. Apakah obat terdeteksi dalam darah (atau cairan lain) dalam konsentrasi yang diketahui toksik ?

8. Apakah reaksi lebih berat saat dosis dinaikkan, atau berkurang saat dosis diturunkan ?

9. Apakah pasien mempunyai reaksi yang mirip pada obat yang sama atau mirip pada pemaparan sebelumnya ? 10. Apakah reaksi dikonfirmasi dengan

suatu bukti obyektif ?

Ya Tidak Tidak tahu Skor

(11)

from The Italian Group of Phar-macoepidemiology in The Eld-erly (GIFA ). Journal of A merican Geriatrics Society; 50:1962-8. 4. WHO. 1972. International drug

monitoring : the role of national centres. Tech Rep Ser W HO: no 498.

5. A slam M, CK Tan, A Prayitno, eds. 2003. Farmasi Klinis: Menuju Pengobatan Rasional dan Peng-hargaan Pilihan Pasien. Elex Me-dia Komputindo, hlm. 101-17. 6. Balla N, C Duggan, S Dhillon.

2003.The incidence and nature of drug-related admissions to hos-pital. The Pharmaceutical Journal; 270: 583-6.

7. Moore N, D Lecointre, et al. 1998. Frequency and co st o f serio us adverse drug reactions in a de-partment o f general medicine. British Journal of Clinical Pharma-cology; 45(3): 301.

8. Mannesse CK, FHM Derkx, et al. 2000. Co ntributio n o f ad verse drug reactions to older patients. A ge and A geing; 29: 35-9.

9. Fattinger K, et al. 2000. Epide-miology of drug exposure and ad v erse d rug reactio n in tw o Sw iss d epartments o f internal medicine. British Journal of Clini-cal Pharmacology; 49: 158-67. 10. Doucet J, A Jego, et al. 2002.

Pre-ventable and no n-prePre-ventable risk facto rs fo r ad v erse d rug events related to hospital admis-sions in the elderly. A prospec-tive study. Clinical Drug Investi-gation; 22(6): 385-92.

11. Walker R, C Edwards, eds. 2003. Clinical Pharmacy and Therapeu-tics, 3rd ed . Churchill Living-stone, Edinburg; pp. 33-46. 12. Sofiah D. 2004. Reaksi obat yang

tidak dikehendaki pada pasien geriatri selama dirawat di perjan rumah sakit Dr Cipto Mangun-kusumo pada periode Februari-April 2004. Skripsi Departemen Farmasi Fakultas Matematika d an Ilmu Peng etahuan A lam Universitas Indonesia.

13. Naranjo CA, U Busto, et al. 1981. A metho d fo r estimating the probability of adverse drug re-actions. Clinical Pharmacology and Therapeutics; 30(2): 239-45. 14. Louik C, et al. 1985. A study of

ad verse reactio n algo rithm in d rug surv aillance p ro g ram . Clinical Pharmacology and Thera-peutics; 38: 183-187. Ini sud ah saya cek ada jilid 2 nya, jadi yang benarnya yaitu: 38 (2): 183-187. 15. MacDonald TM, et al. 1997.

As-sociation of upper gastrointes-tinal to xicity o f no nstero id al anti-inflammato ry d rugs w ith co ntinued exp o sure: co ho rt stud y. British M edical Journal; 315: 1333-7.

16. Col N, JE Fanale, P Kronholm. 1990. The Ro le o f med icatio n noncompliance and adverse drug reactions in hospitalizations of the elderly. A rchieves of Internal M edicine; 150: 841-5.

(12)

18. Henry D, et al. 1996. Variability in risk of gastrointestinal compli-cations with individual non-ste-roidal anti-inflammatory drugs: result o f a co llabo rative meta analysis. British M edical Journal ; 312: 1563-6.

19. Mamdani M, et al. 2002. Obser-v atio nal stud y o f up p er g as-trointestinal haemorrhage in eld-erly p atients g iv en selectiv e cyclo o xygenase-2 inhibito rs o r conventional non-steroidal anti-inflam m ato ry d rug s. British M edical Journal ; 325: 624-9. 20. A splund K, et al. 1983.

Gliben-clamideasso ciated hypo glicae-mia: a report on 57 cases. D ia-betologia; 24: 412-7.

21. Ko nz em SL. O p timiz atio n o f treatment of type 2 diabetes in the eld erly . U.S. Pharmacist. A jobson Publication; 25: 11. Tahun

berap a terbitny a? Say a tid ak ketemu tahunnya jad i biarlah seperti itu adanya.

22. Ro sensto ck J, PJ Co rrao , RG Goldberg, et al. 1993. Diabetes control in the elderly: a random-ized comparative study of gly-buride versus glipizide in non-insulin dependent diabetes mel-litus. Clinical Therapeutics ; 15: 1031-40.

23. Semla TP, JL Beizer, MD Higbee. 2003. Geriatric d o sag e hand -book, 8th ed. Lexi Comp’s, Ame-rican Pharmaceutical A sso cia-tion; 503-4.

Gambar

Tabel 2. Skor kausalitas ROTD

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian didapat beberapa simpulan: pertama, Haji Sarip melakukan gerakan protes terhadap Pemerintah RI dan desa karena kebijakan yang diambil

Akumulasi nitrat pada lapisan tanah yang berkaitan dengan tingkat jumlah pemberian pupuk N menjadi perhatian dan perlu diusahakan untuk melakukan efisiensi pemberian pupuk N sesuai

Dalam pembelajaran yang terjadi ada beberapa kegiatan yang dapat membangun pemahaman peserta didik tidak terlaksana seperti konflik kognitif pada pembelajaran ke-1dan

Data berupa peta jalur City Tour yang digunakan berupa peta resmi yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Jakarta, yaitu peta jaringan trayek dan halte angkutan bus wisata

Metode yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan SDM dengan melakukan pelatihan dan pendampingan pemasaran produk bagi pelaku UMKM di Kecamatan Patuk menggunakan sosial

Salah satu tujuan kualitatif dari akuntansi keuangan adalah ketepatan waktu, yang artinya komunikasi informasi secara lebih awal, untuk menghindari adanya kelambatan atau

Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sistem penc ernaan pada manusia adalah merupakan proses perubahan atau pemecahan zat makanan dari molekul kompleks menjadi

A patient-specific 3D modelling and printing procedure (Figure 1), for surgical planning in case of complex heart diseases was developed.. The procedure was applied to two