• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chapter I Spekulasi Tanah Dalam Pembangunan CBD (Central Bussiness District) di Kota Medan (Studi Deskriptif di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Chapter I Spekulasi Tanah Dalam Pembangunan CBD (Central Bussiness District) di Kota Medan (Studi Deskriptif di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan

sosial-ekonomi. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat tersebut

dikarenakan beberapa faktor seperti angka kelahiran yang tinggi, angka kematian

rendah serta arus urbanisasi. Awal terjadinya penguasaan lahan kota ditandai

dengan adanya proses urbanisasi. Urbanisasi ini terjadi sebagai akibat dari

perampasan lahan perdesaan secara terus menerus tanpa memperhatikan garis

batas kota. Kepadatan penduduk di kota karena urbanisasi mengakibatkan sering

terjadinya pemisahan kaum dan diiringi dengan pembagian lahan. Kemudian para

perantau (kaum urban) kesulitan untuk membeli tanah karena faktor ekonomi,

selain itu adanya larangan menjual tanah kepada kaum pendatang.

Dengan adanya arus urbanisasi ke perkotaan yang semakin meningkat, hal

ini jika dilihat mempunyai kontribusi yang sangat penting dalam memperbesar

keterbatasan lahan kota. Sehingga akan terbentuknya permukiman yang kumuh

yang terjadi dikarenakan kebutuhan akan lahan tempat tinggal sangat terbatas.

Masyarakat yang tidak mampu mengakses permukiman yang layak, cenderung

memanfaatkan lahan pinggiran untuk tempat membangun rumah. Hal itu akan

mendorong terbentuknya permukiman kumuh. Permasalahan permukiman sangat

berkaitan erat dengan tingkat kemampuan sosial-ekonomi penduduk dalam hal

(2)

10 Nilai tanah yang berada di pusat kota yang semakin tinggi, membuat

semakin rendahnya kemampuan penduduk dalam memiliki ataupun menyewa

lahan untuk tempat tinggal di daerah yang dekat dengan pusat kota. Seseorang

selalu ingin memilih tanah yang baik dan juga kondisi lingkungan yang baik, serta

dekat dengan tempat yang lain untuk kepentingan tertentu. Maka dalam hal ini,

harga memiliki peranan yang sangat penting. Karena harga dapat menentukan

permintaan atas tanah, serta dapat mempengaruhi intensitas persaingan untuk

mendapatkan tanah. Sehingga ada beberapa alasan mengapa seseorang,

perusahaan, dan lembaga-lembaga yang berani membayar mahal dalam hal

pemanfaatan tanah. Apalagi, jika kita lihat bahwa pola-pola pada penggunaan

tanah perkotaan adalah merupakan sebuah hal yang bersifat ekonomis. Sehingga

munculah sewa yang akan ditawarkan. Kemudian muncullah persaingan yang

paling kuat dalam mendapatkan lokasi yang sangat strategis dan juga dapat

menguntungkan yang tempatnya berada di pusat kota.

Maka semakin dekat dengan pusat kota, harga tanah akan semakin mahal

dan apabila semakin jauh dari pusat kota, maka akan semakin menurun

permintaan akan tanah, dan apabila tanah yang tersedia semakin banyak, maka

sewa yang akan ditawarkan relatif merosot. Menurut UU No. 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA)

memberikan penegasan pengaturan terkait permukaan bumi dalam pengertian

yuridis yang disebut hak-hak penguasaan atas tanah. Penguasan tanah meliputi

hubungan antara individu (perseorangan), badan hukum ataupun masyarakat

sebagai suatu kolektivitas dengan tanah yang dihaki yang mengakibatkan lahirnya

(3)

11 Pada sekarang ini yang kita lihat bahwa bangunan-bangunan mewah baik

itu perumahan mewah ataupun lainnya telah menempati lokasi-lokasi strategis

yang berada di pusat kota. Yang mana hanya masyarakat kelas menegah ke atas

saja yang dilayani dengan fasilitas yang sangat baik. Sedangkan jika kita lihat

bahwa pada masyarakat miskin kota, mereka telah termarginalisasikan

dikarenakan kurangnya sarana dan prasarana yang ada di kota. Akibatnya mereka

tinggal di kawasan permukiman kumuh yang berada di tengah kota. Seiring

dengan perubahan sosial dalam berbagai aspeknya, proses alih fungsi tanah

memang tidak bisa kita hindari. Proses perencanaan kota, pengembangan wilayah

perumahan dan kawasan industri dan lain-lain pasti menuntut ketersediaan tanah

yang dapat dipenuhi jika dilakukan alih fungsi tanah. Masalahnya adalah

bagaimana menjamin proses alih fungsi itu sejalan dengan perencanaan

peruntukan yang baik dan bahwa itu perlu diatur dengan mempertimbangkan asas

keadilan.

Sama seperti halnya pada masyarakat miskin kota yang berada di

Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun tersebut. Secara geografis

Kelurahan Kampung Baru dan Kelurahan Sungai Mati terletak di Kecamatan

Medan Maimun. Sebelah barat bersebelahan dengan Bandara Polonia (Kelurahan

Suka Damai), dan sebelah timur bersebelahan dengan Kelurahan Sitirejo serta

Pasar Merah Darat. Keadaan daerah tersebut sangatlah kumuh, padat, dan tanpa

sanitasi yang baik adalah gambaran tersendiri dari pemukiman masyarakat

Kelurahan Sungai Mati dan Kampung Baru. Dengan luas daerah yang hanya

mencapai 1,50 km kedua kelurahan tersebut didiami oleh 27.293 jiwa. Keadaan

(4)

12 gambaran lain yang ada dari kehidupan masyarakat Sungai Mati dan Kampung

Baru.

Dari segi pendidikan saja, mayoritas masyarakat Sungai Mati dan

Kampung Baru hanya tamat Sekolah Menengah Pertama, dan mayoritas dari

mereka bekerja di sektor informal, yaitu seperti pengemudi becak, buruh

bangunan, pedagang kaki lima, kerajinan rumah tangga, sopir bajai, tukang kayu

dan lain sebagainya. Disitu mereka menyewa lahan tempat tinggal kepada seorang

pemilik lahan tempat tinggal tersebut. Kemudian jika kita melihat bahwa

permukiman tempat tinggal pada masyarakat miskin kota tersebut bersebelahan

dengan bangunan mewah seperti hotel, karoke, mall, dan lain sebagainya.

Tempat-tempat tersebut dibangun untuk sebuah bisnis demi mendapatkan

keuntungan baik secara pribadi maupun secara bersama yang dimiliki oleh

seseorang, perusahaan, lembaga-lembaga ataupun lainnya.

Kekumuhan serta situasi perekonomian dan pendidikan masyarakat yang

rendah kemudian letak geografis yang strategis, dan berada di pusat kota dan

bersebelahan dengan Bandara Polonia yang pada tahun 2010 telah dijadikan CBD

(Central Bussiness District). Kebanyakannya perusahaan-perusahaan asing

menjadikan areal Kampung Baru dan Sungai Mati memiliki nilai tersendiri

termasuk juga Pemerintah Kota Medan dan juga pengusaha sektor perumahan dan

Department Store. Untuk daerah perluasan CBD (Central Bussiness District)

misalnya tidak ada wilayah yang paling memungkinkan kecuali Sungai Mati dan

Kampung Baru, sebab selain wilayahnya berdekatan, geografi tanah yang landai

dan padat pemukiman serta rawan banjir menyebabkan harga tanah di Sungai

(5)

13 lokasi lain yaitu seperti Mongonsidi, Suka Damai, Pasar Merah Darat, dan

lain-lain.

Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan bisnis pada bangunan

mewah seperti hotel, karoke, mall, dan lain sebagainya yang berada tepat

disebelah permukiman kumuh masyarakat miskin kota tersebut sangatlah

berkembang pesat dan semakin meningkat. Karena bisnis mereka telah

mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Sehingga mereka sangat ingin

memperluas lagi daerah areal tersebut menjadi sebuah areal yang bernama CBD

(Central Business District) yang akan menjadi pusat bisnis di kota. Oleh karena

itu mereka melakukan memarginalisasikan lahan tempat tinggal pada permukiman

kumuh masyarakat miskin kota tersebut. Dengan cara mendatangi pemilik lahan

tempat tinggal tersebut untuk berani membeli serta membayar lahan tempat

tinggal tersebut dengan harga yang sangat mahal.

Mendengar tempat tinggal mereka akan di pindahkan, dan akan dibangun

sebuah tempat bisnis pusat kota, maka masyarakat miskin kota berupaya untuk

mempertahankan tempat tinggal mereka. Akhirnya konflik pun terjadi antara

masyarakat miskin kota dengan pemilik perusahaan tersebut. Masyarakat miskin

kota melakukan demo kepada pemilik perusahaan agar tempat tinggal mereka

tidak di gusur. Tetapi pemilik perusahaan tidak menanggapi permintaan dari

masyarakat miskin kota tersebut. Masalah spekulasi tanah dalam pembangunan

CBD (Central Bussiness District) di Kota Medan ini telah terjadi dari tahun 2000

(6)

14 Spekulasi tanah dapat diartikan sebagai suatu teknik investasi membeli

tanah unimproved dengan harapan pertumbuhan cepat dalam harga. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka spekulasi tanah juga dapat diartikan

sebagai suatu resiko pembelian suatu harta yang harganya diperkirakan naik pada

saat yang akan datang dan dapat dijual kembali untuk memperoleh laba, dan

sebaliknya penjualan suatu barang yang diperkirakan harganya akan turun pada

saat yang akan datang dan dapat dibeli kembali dengan harga yang lebih murah

untuk memperoleh keuntungan, biasanya hal ini digunakan dalam pasar uang,

saham, komoditas, dan lain sebagainya.

Institusional spekulasi tanah mengurangi kemampuan migran kota dalam

membeli tanah untuk tempat tinggal di daerah pinggiran kota, karena daerah ini

cenderung lebih dijadikan sebagai objek spekulasi tanah ketimbang untuk

perluasan dan pembangunan kota. Hal ini mengakibatkan terjadinya kesesakan di

pusat kota dan terbentuknya daerah-daerah kumuh kelas bawah. Spekulasi tanah

dan meningkatnya harga tanah bisa jadi berakibat pada semakin banyaknya daerah

permukiman liar dan pembangunan dengan lompatan jauh. Spekulasi tanah dan

perubahan kepemilikan lahan kota dan lahan desa akhirnya telah mengakibatkan

terjadinya redistribusi penduduk kota, padatnya penduduk di suburb-suburb

dalam kota, berbaurnya kelompok-kelompok etnis, terjadinya konflik antara

penghuni liar dan pemilik tanah di kota, dan meletusnya kerusuhan rusial.

Urbanisasi dan pertumbuhan jumlah elite kota dapat meningkatkan praktik

pertuantanahan atau mengakibatkan semakin banyaknya orang yang tidak

memiliki tanah. Sebagian besar lahan kota justru digunakan untuk ruang hidup

(7)

15 dominasi kelas pemilik lahan kota yang menguasai saham kapital kota dalam porsi

yang sangat besar dan tumbuh terus berupa tanah dan bangunan. Konsentrasi

kepemilikan lahan memang sangat tinggi. Data tentang spekulasi tanah tampaknya

menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan makin meningkatnya diferensiasi

pendapatan berkaitan dengan tanah, akibatnya semakin banyak lahan

terkonsentrasi di tangan golongan kelas atas kota. Konsentrasi pemilikan lahan

cenderung mengakibatkan kesesakan dan kepadatan penduduk di sejumlah daerah

kota, sementara di sejumlah daerah lain lahannya praktis menganggur karena

dijadikan objek spekulasi. (Evers, Hans Dieter. 1986. Sosiologi Perkotaan :

Urbanisasi dan Sengketa Tanah di Indonesia dan Malaysia. Jakarta : LP3ES.)

Bentuk “pembangunan” khas yang dilaksanakan di pusat-pusat kota

mengakibatkan terjadinya spekulasi tanah, semakin kayanya kelompok elite

pemilik lahan kota, semakin meningkatnya praktik pertuantanahan di

daerah-daerah pedesaan sekitar wilayah kota, dan dengan demikian, daerah-daerah-daerah-daerah

pedesaan semakin tergantung pada kota yang secara sosial dan ekonomi lebih

dominan. Oleh sebab itu, perluasan kota bergerak lebih jauh melewati daerah

pinggiran, tempat terjadinya pemecahan lahan dan pengembangan kota. Dalam

proses spekulasi tanah, kelompok elite kota pemilik tanah berupaya mendapatkan

tanah-tanah di pinggiran kota dan desa-desa yang lebih jauh. Tetapi yang terjadi

tidak hanya meningkatnya praktik pertuantanahan dan makin besarnya kontrol

kota terhadap desa, tetapi juga terjadinya perubahan kultural dalam norma-norma

hukum yang mengatur kepemilikan tanah. ((Evers, Hans Dieter. 1986. Sosiologi

Perkotaan : Urbanisasi dan Sengketa Tanah di Indonesia dan Malaysia. Jakarta :

(8)

16 Dalam proses spekulasi tanah yang terjadi dalam pembangunan CBD

(Central Business District) di Kota Medan tersebut pastinya terdapat beberapa

aktor-aktor yang ikut terlibat di dalamnya, yaitu seperti adanya kelompok elite

kota pemilik tanah yang berupaya mendapatkan tanah-tanah di pinggiran kota,

adanya pemilik lahan tempat tinggal atau yang biasa disebut dengan developer,

adanya masyarakat yang menyewa lahan tempat tinggal dan adanya tuan tanah

serta adanya beberapa instansi pemerintahan Kota Medan yang mengetahui

terjadinya proses spekulasi tanah dan tetapi juga terjadinya perubahan kultural

dalam norma-norma hukum yang mengatur tentang kepemilikan tanah.

Sehingga sampai dengan sekarang ini, masyarakat miskin kota hanya bisa

melakukan perlawanan dengan cara demo saja dan juga sudah mendatangi Pemko

Medan untuk mempertahankan lahan tempat tinggal mereka. Mereka sama sekali

tidak mau meninggalkan lahan tempat tinggal tersebut. Karena masyarakat miskin

kota sangat bergantung dengan kota. Bagi mereka kota adalah merupakan sumber

utama dalam mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sehingga

spekulasi tanah dalam pembangunan Central Business District (CBD) di Kota

Medan masih saja terus terjadi sampai saat ini dikarenakan belum adanya

kejelasan yang diberikan dari pihak pemerintah serta pihak developer dengan akan

dibangunnya CBD di daerah tersebut. Karena memang pada awalnya pemerintah

dan pihak developer berniat untuk membuat pelurusan dan penimbunan saja pada

Sungai Deli tersebut agar tidak terjadi banjir lagi. Tetapi masyarakat berspekulasi

bahwa pihak developer akan membangun CBD di tanah tersebut. Karena pihak

developer membeli rumah masyarakat yang ada di sekitar Sungai Deli tersebut

(9)

17 untuk membangun rumahnya di tanah tersebut. Oleh karena itu, peneliti sangat

tertarik untuk meneliti lebih dalam mengenai bagaimana relasi aktor-aktor

spekulasi tanah dalam pembangunan CBD (Central Business District) di Kota

Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah

“Bagaimana relasi aktor-aktor dalam spekulasi tanah yang terjadi dalam

pembangunan CBD (Central Business District) di Kota Medan” ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dari rumusan masalah di atas adalah :

“Untuk mengetahui bagaimana relasi aktor-aktor dalam spekulasi tanah yang

terjadi dalam pembangunan CBD di Kota Medan”.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat peneliti dalam penelitian ini adalah :

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi,

pemahaman, serta dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya dalam mengetahui kajian mengenai relasi aktor-aktor

(10)

18 Kota Medan. Serta dapat juga dijadikan sebagai referensi dalam memahami

kehidupan masyarakat miskin kota yang tinggal di Kota Medan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan yang

berguna untuk memberikan pengambil kebijakan atau keputusan dalam

menentukan kebijakan yang menangani masalah spekulasi tanah dalam

(11)

19 1.5 Defenisi Konsep

1. Dominasi

Dominasi dapat diartikan sebagai posisi atau lebih kekuasaan (elemen)

yang menguasai elemen lainnya dalam konstruksi sosial. Dominasi disini

berhubungan dengan terciptanya kapasitas (kekuatan) yang melampaui

keberadaan elemen lain. Dominasi juga dapat diartikan sebagai kekuatan dan

implementasi kekuasaan tanpa kontrol. Dominasi merupakan gambaran adanya

ketidakseimbangan hubungan korporasi, negara, dan komunitas lokal.

Kepentingan komunitas lokal tidak menjadi bagian dari persoalan korporasi dan

negara.

2. Marginalisasi

Marginalisasi dapat diartikan sebagai suatu yang koheren dengan dominasi

yang dimiliki negara dan korporasi. Dominasi memiliki gerak searah dengan

marginalisasi. Dominasi yang dilakukan negara dan korporasi akan menciptakan

pola marginalisasi terhadap komunitas lokal. Ada kondisi yang menyebutkan

bahwa marginalisasi menyebabkan penerimaan sosial terhadap kehadiran

korporasi dengan dukungan dukungan regulasi dari negara. Marginalisasi

dilakukan korporasi dan negara agar dominasi keduanya semakin kuat. Dalam

kerangka hubungan ketiga elemen ini, marginalisasi akan menimbulkan

ketimpangan hubungan. Ketidakseimbangan ini akan menjadi basis terjadinya

ketidakadilan terhadap komunitas lokal. Sementara ketidakadilan harus tetap

(12)

20 mampu membangun kekuatan setara yang dimiliki korporasi dan negara.

Marginalisasi berkaitan dengan aspek-aspek penting keberadaan komunitas lokal.

3. Spekulasi Tanah

Spekulasi tanah dapat diartikan sebagai suatu teknik investasi membeli

tanah unimproved dengan harapan pertumbuhan cepat dalam nilai. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka spekulasi tanah juga dapat diartikan

sebagai suatu resiko pembelian suatu harta yang harganya diperkirakan naik pada

saat yang akan datang dan dapat dijual kembali untuk memperoleh laba, dan

sebaliknya penjualan suatu barang yang diperkirakan harganya akan turun pada

saat yang akan datang dan dapat dibeli kembali dengan harga yang lebih murah

untuk memperoleh keuntungan, biasanya hal ini digunakan dalam pasar uang,

saham, komoditas, dan lain sebagainya.

4. CBD (Central Business District)

CBD (Central Business District) dapat diartikan sebagai suatu bagian kecil

dari kota yang merupakan pusat dari segala kegiatan politik, sosial budaya,

ekonomi, dan teknologi. Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Business District

(CBD) juga adalah merupakan pusat segala aktivitas kota dan lokasi yang strategis

(13)

21 5. Sewa Tanah

Sewa tanah dapat diartikan sebagai balas jasa terhadap penggunaan

sebidang lahan. Besarnya sewa tanah tersebut bervariasi antara satu tempat

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini memrnjukkan bahwa pemberian rumput laut coklat (Sargassurn duplicatum Bory) secara per oral setiap hari selama 28 hari berhrntt-turut, yang dimulai

Penggunaan KCl sebagai pengendap berdasarkan penelitian Mappiratu (2009). Pengulangan yang dilakukan sebanyak 3 kali untuk masing- masing perlakuan. Prosedur penelitian

Di kota Bukittinggi pada bulan Agustus 2014 6 (enam) kelompok pengeluaran memberikan andil/sumbangan inflasi antara lain: kelompok bahan makanan sebesar 0,78

Meningkatnya nilai It diakibatkan oleh menaiknya nilai It pada empat subsektor, yaitu Subsektor Tanaman Pangan sebesar 1,79 persen, Subsektor Hortikultura sebesar

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Salinan sesuai dengan aslinya. Deputi Sekretaris Kabinet

pelaksana BPK yang melakukan Pelanggaran Tata Tertib Kerja Pegawai dapat dikenakan sanksi berupa Pemotongan Tunjangan Kegiatan dan Pembinaan Khusus (TKPK-BPK) sebagaimana

Rata-rata lama menginap tamu (RLMT) Asing dan Indonesia pada hotel berbintang di Sumatera Barat bulan Juli 2014 selama 1,62 hari, naik 0,03 hari bila dibandingkan

Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin sedang dikenakan pemotongan TKPK-. BPK sebesar 25% (dua puluh