• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS BESAR EKOTOKSIKOLOGI ANALISIS ZAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TUGAS BESAR EKOTOKSIKOLOGI ANALISIS ZAT"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS BESAR EKOTOKSIKOLOGI

“ANALISIS ZAT TOKSIK LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT BERDASARKAN PARAMETER BOD, COD, TSS, DAN PH

PADA PT. XXX”

Dosen Pembimbing:

Prof. Dr. Qomariyatus Sholihah Amd. Hyp, ST. M.Kes. NIP: 19780420 200501 2 002

DISUSUN OLEH :

Endrico Pratama H1E111018 Rizki Noor Bayhaqi H1E111043 M. Noor Fajriansyah H1E111206

Eka Damayanti H1E112013

Hajidah Ghaisani H1E112028 Rheza Widya Pratama H1E112040 Tiara Fitri Ibtiana H1E113017 Erdina Lulu A.R. H1E113024 Luthfi Nur Rahman H1E113029

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN BANJARBARU

(2)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Jl. Achmad Yani Km. 36 Fakultas Teknik UNLAM Banjarbaru 70714 Telp: (0511) 4773868 Fax: (0511) 4781730

(3)

1. Rektor Universitas Lambung Mangkurat Prof. Dr. Sutarto Hadi, M.Si, M.Sc.

2. Dekan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat

Dr. Ing Yulian Firmana Arifin, S.T., M.T.

3. Ketua Prodi Teknik Lingkungan Universitas Lambung Mangkurat

Dr. Rony Riduan, ST. MT.

4. Dosen Mata Kuliah Ekotoksikologi:

Prof. Dr. Qomariyatus Sholihah, Amd.hyp, ST, M.Kes

5. Anggota Kelompok

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang mana atas berkat dan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas besar ini dengan judul “Analisis Zat Toksik limbah cair kelapa sawit berdasarkan

parameter BOD, COD, TSS, dan pH pada PT XXX”. tugas besar ini merupakan

salah satu syarat untuk mendapatkan kelulusan mata kuliah Ekotoksikologi di Fakultas Teknik (FT) Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM).

Tersusunnya tugas besar ini, tidak terlepas dari dukungan dan bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih, kepada:

6. Rektor Universitas Lambung Mangkurat Prof. Dr. Sutarto Hadi, M.Si, M.Sc.

7. Dekan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat Dr. Ing Yulian Firmana Arifin, S.T., M.T.

8. Ketua Prodi Teknik Lingkungan Universitas Lambung Mangkurat Dr. Rony Riduan, ST. MT.

9. Prof. Dr. Qomariyatus Sholihah, Amd.hyp, ST, M.Kes selaku dosen

pembimbing mata kuliah Ekotoksikologi yang telah memberikan waktu dan bimbingan dalam proses penulisan tugas besar ini.

10. Seluruh Dosen Teknik Lingkungan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru beserta jajarannya.

11. Teman-teman Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Lambung Mangkurat angkatan 2011, 2012 dan 2013.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih membutuhkan banyak masukkan dan kritikan dari beebagai pihak yang sifatnya membangun dalam memperkaya tugas besar ini. Namun demikian, penulis berharap semoga ini menjadi sumbangan berguna bagi ilmu pengetahuan khususnya ilmu Ekotoksikologi.

Banjarbaru, April 2015

(5)

DAFTAR ISI

2.2. Tinjauan Teoristik ... 5

2.2.1.Peristiwa Ekotoksikologi dan Kajian Bahaya Bahan / Zat... 5

2.2.2.Analisis Ekspose ... 6

2.2.3.Prediksi Konsentrasi Bahan / Zat dalam Ekosistem ... 12

2.2.3.1. Prediksi Berbasis Sumber... 12

2.2.3.2. Prediksi Berbasis Media ... 13

2.2.4. Analisis Efek ... 19

2.2.4.1 Kajian Sifat Bahan dan Efeknya bagi Biota, serta Uji Toksisitas... 19

2.2.4.2 Korelasi Konsentrasi dan Efek... 21

2.2.5. Praktikum Laboratorium ... 24

2.2.6. Aplikasi Metode Estimasi Karakteristik Bahan (Aplikasi WINTOX Software) ... 42

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jurnal Pendukung... 4

Tabel 2.2 Aspek-Aspek Yang Perlu Diperhatikan Dalam Analisis Paparan... 7

Tabel 2.3 Perbedaan Transfor Dengan Transformasi... 10

Tabel 2.4 Perbandingan Bod Dengan Cod... 41

Tabel 2.5 Baku Mutu Limbah Cair Industri Kelapa Sawit ... 45

Tabel 3.1 Hasil Laboratorium ... 48

Tabel 3.2 Hasil Laboratorium Tahun 2012 ... 50

Tabel 3.3 Hasil Uji Lab Lcpks Pt Xxx Tahun 2013 ... 51

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alat Pengambil Gayung Bertangkai Panjang... 26

Gambar 2.2 Alat Pengambil Botol Biasa... 26

Gambar 2.3 Alat Pengambil Botol Biasa Dengan Pemberat... 26

Gambar 2.4 Alat Pengambil Sampel Otomatis... 27

(8)

DAFTAR GRAFIK

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kelapa sawit merupakan komoditi perkebunan yang terkenal di Indonesia, dan sebagai tanaman penghasil minyak paling tinggi persatuan luas. Tanaman kelapa sawit mulai dapat dipanen pada umur 3,5 sampai 4 tahun sejak pembibitan. Selain itu juga kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak kelapa sawit merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non-migas bagi Indonesia(7). Menurut Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Selatan sendiri luas areal kelapa sawit tahun 2013 seluas 372.720 ha meliputi Perkebunan Rakyat sebesar 69.449 Ha (18,63%), Perkebunan Besar Negara sebesar 4.906 Ha (1,32%) dan Perkebunan Besar Swasta sebesar 298.365 Ha (80,05%), hal tersebut menunjukan bahwa kelapa sawit merupakan salah satu hasil komoditi unggulan di Kalimantan Selatan. Konsekuensi dari banyaknya perusahaan kelapa sawit adalah timbulnya limbah yang dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran.

PT. XXX unit PKS Satui adalah salah satu perusahaan yang tergabung dalam X Plantation Group, diresmikan beroperasi pada 1 April 200 oleh Bupati Kotabaru. Sekarang Pabrik ini mempunyai kapasitas olah TBS 60 ton/jam (menghasilkan CPO) dan mengolah kernel 200 ton/hari (menghasilkan PKO). PT XXX merupakan salah satu perkebunan sawit swasta yang dibawahi oleh PT WS yang berinduk pada PT SMU. PT XXX merupakan pabrik yang bergerak di bidang pengolahan buah sawit dengan produk utama Crude Palm Oil (CPO) dan

Palm Kernle Oil (PKO). Lokasi kegiatan perkebunan dan pabrik pengolahan

(10)

nilai COD, BOD serta padatan tersuspensi yang tinggi. Apabila limbah tersebut langsung dibuang ke badan penerima, maka sebagian akan mengendap, terurai secara perlahan, mengkonsumsi oksigen terlarut, menimbulkan kekeruhan, mengeluarkan bau yang tajam dan dapat merusak ekosistem badan penerima(1). Limbah padat yang dihasilkan oleh PKS pada umumnya berupa janjang kosong (tandan kosong), cangkang dan lain-lain yang masih dapat bermanfaat. Sebagai sumber energi ketel pabrik dapat digunakan serat, janjang kosong dan cangkangnya. Sedangkan untuk pupuk dapat digunakan janjang kosong, dan abu janjang. Selain itu, dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan ternak karena mengandung nitrogen dan fosfor yang cukup tinggi. Diketahui pula bahwa serat janjang kosong ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan pulp karena TBS mengandung 20% lebih crude fiber (serat kasar) yang dapat diperoleh melalui proses kimia. Batang kelapa sawir sendiri juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan perabot rumah, kayu rumah yang berkualitas cukup baik. Limbah cair yang dihasilkan oleh PKS dapat dimanfaatkan sebagai pupuk karena mengandung unsur nitrogen, fosfor, kalium, magnesium dan kalsium. Teknik aplikasi lahan telah banyak dikembangkan di beberapa negara. Pemilihan teknik aplikasi tergantung kepada kondisi topografi areal kebun. Umumnya limbah debu dan abu pembakaran janjang kosong dan cangkang sebelum dibuang bebas ke udara dikendalikan dengan pemasangan dust collector. Debu dari dust collector ini secara reguler ditampung dan dibuang ke lapangan untuk penimbunan daerah rendahan sekitar kebun (6).

1.2. TUJUAN

Tujuan dari pembuatan tugas besar ini adalah:

1. Mengetahui kadar BOD pada limbah cair industri kelapa sawit di PT XXX

2. Mengetahui kadar COD pada limbah cair industri kelapa sawit di PT XXX

3. Mengetahui kadar TSS pada limbah cair industri kelapa sawit di PT XXX

(11)

1.3. MANFAAT

Adapun manfaat dari penulisan tugas besar ini adalah:

1.

Agar mahasiswa dapat mempelajari tentang Analisis Toksisitas Limbah Cair Kelapa Sawit Berdasarkan Parameter BOD, COD, TSS, dan PH

2. PT.XXX sebagai tempat pengambilan sampel dapat mengetahui kadar BOD, COD, TSS, dan pH yang ada pada limbah cair industri kelapa sawit yang dihasilkan perusahaannya.

3. Sebagai referensi atau bahan bacaan penunjang di perpustakaan kampus.

BAB II

(12)

2.1. TINJAUAN EMPIRIK

Metode penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel pada kolam akhir kemudian

Penelitian ini dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan dua faktor perlakuan tiga ulangan, menggunakan sumberLCPKS pada kolam Anaerob sekunder I . Faktor yang diteliti adalah : Faktor Zeolit, terdiri dari 4 taraf (w/v) yaitu:Z0 = 0%, zeolit, Z1 = 5% zeolit, Z2 = 10% zeolit, Z3 = 15% zeolit. Waktu penahanan hidrolisis, terdiri dari : H1= 1minggu, H2 = 2 minggu, H3 = 3 minggu, H4 = 4 minggu. LCPKS dimasukkan dalam botol fermentasi, selanjutnya dimasukkan zeolit yang terlebih dahulu telah diaktivasi lewat pemanasan pada suhu 150°C selama 15 menit dan difermentasi dengan WPH dan dosis zeolit sesuai perlakuan.

(13)

Proses Koagulasi Melalui Elektrolisis.

dan divariasikan arus yang mengalir selama 2 jam, lalu disaring. Selanjutnya masing-masing perlakuan ditentukan pH, COD, BOD dan koagulasi semakin besar penurunan nilai dari COD, BOD, kekeruhan dan pHnya.

2.2. TINJAUAN TEORISTIK

2.2.1. Peristiwa Ekotoksikologi dan Kajian Bahaya Bahan/Zat

(14)

Grafik 2.1 Efek Ozon Terhadap Daun Tembakau (Sumber: Naniek Ratni Jar, 2011)

Untuk Lingkungan perairan laut terdapat kondisi tertentu saat dimana minyak berkonsentrasi tinggi dalam lapis air laut. Observasi tahun 1977 yang dilakukan cormark and Nichols di laut utara bahwa 10 jam setelah dilakukan tumpahan minyak eksperimental maka konsentrasi minyak dalam air laut dibawah lapis minyak menurun hingga lebih 1 % dari semula (semula 2500 Ug minyak/liter air laut setelah 10 jam menjadi 20 Ug minyak/ air laut). Pada konsentrasi minyak kurang dari 100 Ug minyak/ liter air laut tercatat adanya peningkatan pertumbuhan fitoplankton. Pada konsentrasi minyak 1-10 mg minyak/ l air laut terjadi penurunan bahkan kematian fitoplankton. Pada konsentrasi minyak 5- 15 Ug/ l airlaut terjadi perubahan destruktif struktur komunitas plankton tersebut(25).

Pada hakikatnya zat diperlukan untuk pertumbuhan makhluk hidup sampai pada tingkatan konsentrasi tetentu, namun kelebihan zat dari tingkatan konsentrasi yang diperlukan akan memberikan efek negatif bagi makhluk hidup yang berbeda untuk tiap makhluk hidup. Kajian keperluan zat bagi makhluk hidup dikenal sebagai esai biologi (bioessey). Sedangkan kajian efek negatif zat bagi makhluk hidup dikenal sebagai toksikologi. Contoh diatas jelas menunjukkan peristiwa ekotoksikologis laut. Lingkungan air laut khususnya lapisan permukaan merupakan habitat dimana efek negatif utama dari minyak dapat terjadi(25).

(15)

2.2.2. Analisis Ekspose

Pemaparan adalah proses yang menyebabkan organism kontak dengan bahaya. Pemaparan adalah penghubung antara bahaya dan risiko. Pemaparan dapat terjadi karena risk agent tehirup dalam udara, tertelan bersama air atau makanan terserap melalui kulit atau kontak langsung dalam kasus radiasi(16). Analisis pemaparan merupakan tahap kegiatan analisis risiko yang memiliki kepastian. Oleh karena itu pengukuran konsentrasi pemaparan akan mengurangi ketidakpastian dalam analisis pemaparan. Dalam analisis risiko kesehatan manusia, berbagai jalur paparan sering diintegrasikan untuk menetapkan Asupan Harian Total (Total Daily Intake) yang dinyatakan sebagai mg/kg/hari(9).

Tabel 2.2 Aspek-aspek yang Perlu Diperhatikan dalam Analisis Paparan

No Aspek Keterangan

1. Agent Biologis, kimia dan fisika

Agent tunggal, berganda dan campuran 2. Sumber Antropogenik/non antropogenik, area/titik,

bergerak/diam, indoor/outdoor.

3. Media Pembawa Udara, air, tanah, debu, makanan dan produk.

4. Jalur paparan

Menghirup udara yang terkontaminasi, makan makanan yang terkontaminasi, menyentuh permukaan benda

5. Konsentrasi paparan µg/m3 (udara), mg/kg (makanan), mg/liter (air), % berat

6. Rute paparan Inhalsi, kontak kulit, ingesti, rute berganda 7. Durasi Detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun,

seumur hidup

8. Frekuensi Kontinu, intermiten, bersiklus, acak

9. Latar paparan Pemukiman/bukan pemukiman, lngkungan kerja/bukan lingkungan kerja, indoor/outdoor.

10. Populasi terpapar Populasi umum, sub populasi, individu

11. Lingkup geografis Tempat/sumber, spesifik, local, regional, nasional, internasional, global

(16)

Analisis pemaparan memiliki beberapa aspek, yaitu agent, sumber, media

I = asupan (intake), jumlah risk agent yang masuk ke dalam tubuh manusia (mg/kg x hari)

C = konsentrasi risk agent (mg/m3) R = laju asupan (0,83 m3/jam) t = waktu paparan (jam/hari) f = frekuensi paparan (hari/tahun) Dt = durasi paparan, lama tinggal (tahun) Wb = berat badan responden (kg)

tavg = periode waktu rata-rata

IPCS (2004) mendefinisikan analisis risiko sebagai proses yang dimaksudkan untuk menghitung atau memperkirakan risiko pada suatu organism sasaran, sistem atau populasi, termasuk identifikasi ketidakpastian-ketidakpastian yang menyertainya, setelah terpapar oleh agent tertentu, dengan memperhatikan karakteristik yang melekat pada agent yang menjadi perhatian dan karakteristik sistem sasaran yang spesifik. Risiko itu sendiri didefinisakan sebagai probabilitas suatu efek yang merugikan pada suatu organisme, sistem atau populasi yang disebabkan oleh pemaparan suatu agent dalam keadaan tertentu (22).

(17)

sudah atau belum terjadi, bisa juga dilakukan sebagai suatu prediksi risiko untuk pemaparan yang akan datang(22).

Dispersi pencemar adalah penyebaran pencemar yang terjadi di udara yang berasal dari aktivitas manusia, industri, pemukiman, pertanian dan lain-lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi dispersi atau penyebaran pencemaran udra diatmosfer adalah sebagai berikut :

1. Suhu Udara, dapat mempengaruhi konsentrasi bahan pencemar diudara. Suhu udara tinggi menyebabkan udara renggang, sehingga konsentrasi bahan pencemar menjadi rendah dan sebaliknya, pada suhu dingin keadaan udara makin padat sehingga konsentrasi bahan pencemar diudara makin tinggi.

2. Kelembaban, dapat mempengaruhi bahan pencemar diudara. Pada kelembaban tinggi, kadar uap air dapat bereaksi dengan bahan pencemar diudara menjadi senyawa yang berbahaya atau menjadi bahan pencemar sekunder.

3. Angin, merupakan udara yang bergerak, akibat pergerakan angin akan terjadi proses penyebaran bahan pencemar. Arah dan kecepatan angin sangat mempengaruhi konsentrasi bahan pencemar disuatu tempat.Untuk partikel timbal dapat disebarkan angin hingga mencapai jarak 100 – 1000 km dari sumbernya.

4. Curah Hujan, dapat melarutkan bahan pencemar diudara, sehingga bahan pencemar tersebut jatuh ke bumi.Dengan demikian bahan pencemar yang berbentuk partikel dapat berkurang konsentrasinya pada saat hujan.

5. Sinar matahari, dapat membuat bahan pencemar diudara saling bereaksi satu sama lain melalui reaksi fotokimia menjadi bahan pencemar sekunder. Konsentrasi bahan pencemar udara terutama bahan pencemar sekunder dapat berbeda disatu tempat dengan tempat yang lain, tergantung pada banyaknya sinar matahari yang diterima tempat tersebut (22).

(18)

polutan atau suatu proses meningkatnya kecepatan pertukaran atau pemindahan sifat dari suatu massa air ke massa air lainnya melalui molekul-molekulnya. Proses ini tidak terjadi pemindahan massa air ataupun gerakan dan sering disebut Difusi Molekuler.. Adapun adveksi merupakan proses angkutan bahan polutan oleh arus atau aliran fluida dengan kecepatan penjalaran sama denan kecepatan aliran fluida tersebut atau suatu proses pemindahan sifat suatu medium (massa air) ke medium lain yang disebabkan oleh karena pergerakan medium-medium tersebut. Contoh : arus, gelombang, up-welling dan down welling. Pada kejadian tertentu, difusi lebih dominan dibandingkan adveksi atau sebaliknya (21).

Transformasi zat adalah suatu proses tahapan dimana pada udara ambien gas-gas yang berterbangan secara bebas bertemu sehingga membentuk suatu reaksi tertentu sehingga menggubah sifat kimianya. Sebagai contoh diudara banyak terdapat gas-gas dan zat-zat yang bebas berterbangan termasuk didalamnya adalah butir air atau H2O.adanay kontak antara SO2 dan H2O selama bergerak diudara akan memungkinkan sebagian zat SO2 mengalami transformasi menjadi H2SO4 (22). Adapun perbedaan transfor zat dengan transformasi zat dapat terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.3 Perbedaan Transfor dengan Transformasi

Transfor Tranformasi

Tidak terjadi perubahan struktur Terjadi perubahan strukur

(19)

bebas) bereaksi dengan zat lain dalam medium seperti oksigen dan air. Secara kuantitatif transformasi fisik fotolitik diformulasikan sebagai proses tingkat 2 jenis II yaitu variabel dengan konsentrasi 2 faktor berikut :

-

(

dC

dt

)

=kf x C x I

Keterangan :

dC/dt = negatif kehilangan konsentrasi zat tinjauan persatuan waktu kf = konstante kecepatan reaksi fotokimia

C = konsentrasi zat tinjauan

I = intensitas sinar

Secara kuantitatif Transformasi Fisis Kimiawi Hidrolitik diformulasikan sebagai proses tingkat 1 yaitu variabel dengan konsentrasi zat. Persamaannya sebagai berikut :

-

(

dC

dt

)

=kh x C

Keterangan:

dC/dt = negatif (kehilangan) konsentrasi zat tinjauan persatuan waktu. kh = konstante kecepatan reaksi hidrolisis

C = konsentrasi zat tinjauan

Transformasi biologis adalah proses trasnfosmasi degradasi secara mikrobiologis. Mikrobia mampu melakukan proses biotransformasi zat jika produk biotransformasi (metabolit) bersifat kurang beracun dibanding zat asal maka prosesnya dikenal sebagai biodetoksifikasi. Sebaliknya jika metabolit lebih beracun dibanding asalnya maka terjadi bioaktivasi.Secara kuantitatif proses transformasi biologis diformulasikan sebagai proses tingkat 1. Secara metematis dapat dilihat sebagai berikut :

-

(

dC

dt

)

=kb x C

Dimana :

dC/dt = kehilangan konsentrasi zat tinjauan persatuan waktu. Kb = konstanta kecepatan reaksi biologis

(20)

2.2.3. Prediksi Konsentrasi Bahan/Zat dalam Ekosistem 2.2.3.1 Prediksi Berbasis Sumber

(21)

2.2.3.2 Prediksi Berbasis Media

Untuk memprediksi konsentrasi bahan atau zat dalam ekosistem dapat diterapkan dua model prediksi yaitu yang berbasis Model Fugasitas Media dan Mode ENPART :

1. Model fugasitas media

Merupakan suatu model dalam kimia lingkungan yang merangkum proses mengendalikan perilaku kimia dalam media lingkungan dengan mengembangkan dan menerapkan pernyataan matematika atau "model" nasib kimia. Sebagian besar bahan kimia memiliki potensi untuk bermigrasi dari media ke media. Multimedia fugasitas dapat digunakan untuk mempelajari dan memprediksi perilaku bahan kimia dalam ruang lingkup lingkungan yang berbeda. Formulasi dari model ini menggunakan konsep fugasitas, yang diperkenalkan oleh GN Lewis pada tahun 1901 sebagai kriteria keseimbangan dan metode yang mudah untuk menghitung multimedia keseimbangan partisi. Fugasitas bahan kimia ini berupa ekspresi matematika yang menggambarkan tingkat di mana bahan kimia difus, atau diangkut antara fase. Transfer rate sebanding dengan perbedaan fugasitas yang ada antara sumber dan tujuan fase. Nilai-nilai penting adalah proporsionalitas konstan, yang disebut kapasitas fugasitas

dinyatakan sebagai Z-nilai (SI Satuan: mol / m3 Pa) untuk berbagai media, dan parameter transportasi dinyatakan sebagai D-nilai (unit SI: mol / Pa h) untuk proses seperti adveksi, reaksi dan transportasi intermedia. Z-nilai yang dihitung dengan menggunakan kesetimbangan partisi koefisien bahan kimia, hukum Henry konstan dan sifat fisik-kimia terkait lainnya.

(22)

digunakan untuk menilai kecenderungan relatif untuk bahan kimia untuk mengubah dari wilayah subtropis dan mengembun di daerah kutub. Pendekatan multicompartmental telah diterapkan ke udara air kuantitatif sedimen interaksi atau model QWASI yang dirancang untuk membantu dalam memahami nasib kimia dalam danau. Aplikasi lain yang ditemukan yaitu POPCYCLING-Baltik model, yang menggambarkan nasib polutan organik yang persisten di wilayah Baltik.

2. Model ENPART atau Environmental Partitioning

Merupakan suatu fungsi yang menjelaskan sifat-sifat statistik suatu sistem dalam kesetimbangan termodinamika. Fungsi ini bergantung pada suhu dan parameter-parameter lainnya, seperti volume dan tekanan gas. Kebanyakan variabel-variabel termodinamika dari suatu sistem, seperti energi, energi bebas, entropi, dan tekanan dapat diekspresikan dalam bentuk fungsi partisi atau turunannya.

Untuk mendefinisikan model dapat dilakukan asumsi. Sebagai asumsi awal, dibuat sebuah sistem yang besar secara termodinamika yang memiliki kontak yang konstan secara termal dengan lingkungan, dengan suhu T, serta dengan volum dan jumlah partikel tetap. Jenis sistem tersebut disebut ensembel kanonik. Mari kita tandai dengan s ( s = 1, 2, 3, ...) sebagai keadaan eksak (keadaan mikro) yang dapat terpenuhi oleh sistem. Energi total sistem ketika keadaan mikro s terpenuhi kita sebut sebagai

Es . Secara umum, keadaan mikro dapat dikatakan analog dengan keadaan diskrit (kuantum) suatu sistem.Fungsi partisi kanonik adalah

,

di mana "suhu inversi", β, secara konvensional didefinisikan sebagai

dengan kB sebagai tetapan Boltzmann. exp(–β·Es) diketahui sebagai faktor Boltzmann. Pada sistem dengan berbagai keadaan kuantum

(23)

energi sistem terdegenerasi. Pada kasus di mana tingkat-tingkat energi terdegenerasi, kita dapat menuliskan fungsi partisi dalam bentuk kontribusi dari tingkat-tingkat enrgi (ditandai dengan j) sebagai berikut:

di mana gj merupakan faktor degenerasi, atau jumlah keadaan kuantum s yang memiliki tingkat energi sama, Ej = Es .

Perlakuan di atas dapat diaplikasikan pada mekanika statistikakuantum, di mana sistem fisis dalam sebuah kotak dengan ukuran terbatas akan memiliki himpunan keadaan eigenenergi yang khas, yang mana dapat kita gunakan seperti keadaan s di atas. Dalam mekanika klasik, variabel-variabel posisi dan momentum suatu partikel dapat bervariasi secara kontinyu, jadi himpunan keadaan mikronya tak berhingga. Pada kasus ini kita harus menjelaskan fungsi partisi menggunakan suatu integral dibandingkan dengan cara penjumlahan. Sebagai contoh, fungsi partisi suatu gas dengan jumlah N partikel adalah

di mana

adalah momentum partikel adalah posisi partikel

adalah notasi singkat yang berfungsi sebagai pengingat bahwa dan merupakan vektor dalam ruang tiga dimensi, dan

H merupakan Hamiltonian klasik.

(24)

tidak tanpa dimensi. Untuk membuatnya menjadi kuantitas tanpa dimensi, kita harus membaginya dengan di mana h adalah tetapan Planck.

Fungsi partisi adalah sebuah fungsi dari suhu T dan energi keadaan mikro E1, E2, E3, dst. Energi keadaan mikro ditetapkan dengan variabel termodinamika lainnya, seperti jumlah partikel dan volum, serta kuantitas mikroskopik (seperti massa konstituen partikel). Kebergantungan terhadap variabel mikroskopik ini merupakan titik tengah dari mekanika statistik. Dengan menggunakan model konstituen mikroskopik suatu sistem, seseorang dapat menghitung energi keadaan mikro, kemudian fungsi partisi, dan selanjutnya dan selanjutnya dapat menghitung semua sifat termodinamika pada suatu sistem.

Fungsi partisi ini dapat berhubungan dengan sifat-sifat termodinamika karena merupakan makna statistik yang sangat penting. Kebolehjadian Ps suatu sistem untuk memenuhi keadaan mikro s adalah :

adalah faktor Boltzmann. (Untuk penurunan lebih detil, lihat ensembel kanonik). Fungsi partisi memegang peranan dalam tetapan normalisasi, untuk memastikan jumlah nilai kebolehjadian adalah satu:

(25)

atau, ekovalen dengan:

Perlu dicatat bahwa energi keadaan mikro bergantung pada λ dengan cara

kemudian nilai A yang diharapkan adalah

Persamaan di atas menunjukkan kepada kita metode untuk menghitung nilai yang diharapkan untuk sejumlah kuantitas mikroskopik. Pertama-tama ditambahkan secara artifisial kuantitas energi keadaan mikro (atau dalam bahasa mekanika kuantum disebut Hamiltonian). Setelah itu dihitung fungsi partisi yang baru dan nilai yang diharapkan, dan menetapkan nilai λ menjadi nol pada hasil akhir. Hal ini merupakan analog terhadap metode medan sumber yang digunakan dalam formulasi integral jalurteori medan kuantum.

Energi termodinamika :

Variansi energi (atau "fluktuasi energi") :

(26)

Entropi adalah

di mana A adalah energi bebas Helmholtz yang didefinisikan sebagai A = U - TS, di mana U=<E> merupakan energi total dan S adalah entropi, jadi

Kita anggap bahwa sistem terbagi menjadi N buah sub-sistem dengan mengabaikan energi interaksi. Jika fungsi partisi masing-masing sub-sistem adalah ζ1, ζ2, ..., ζN, maka fungsi partisi untuk sistem secara keseluruhan adalah produk dari masing-masing fungsi partisi:

Jika sub-sistem memiliki sifat fisis yang sama, maka fungsi partisi mereka setara, ζ1 = ζ2 = ... = ζ, di mana

Bagaimanapun, terdapat suatu pengecualian terhadap aturan tersebut. Jika sub-sistem merupakan partikel identik, dalam logika mekanika kuantum tidak mungkin dapat dibedakan bahkan dalam hal yang dasar, fungsi partisi total harus dibagi dengan N! (Nfaktorial):

Hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa tidak terjadi penghitungan secara ganda jumlah keadaan mikro. Ketika hal tersebut dirasa merupakan persyaratan yang aneh, maka perlu dibuat suatu eksistensi yang merupakan batas termodinamika dari suatu sistem. Hal ini diketahui sebagai paradoks Gibbs(12)

2.2.4 Analisis Efek

(27)

Dalam percobaaan yang menggunakan ikan nila sebagai biota uji menunjukkan bahwa limbah cair industri minyak sawit dengan konsentrasi 125-128 mL.L-1 berpengaruh sangat nyata terhadap mortalitas benih ikan nila dengan kontribusi konsentrasi limbah industri sawit sebesar 93,12 % (28). Semakin tinggi kadar pencemar pada perairan, maka tingkat konsumsi oksigen pada ikan akan semakin meningkat. Adapun persyaratan organismenya adalah:

1. organisme harus sensitif terhadap bahan atau faktor lingkungan yang diuji 2. Organisme harus memiliki penyebar yang penyebaran yang luas dan

tersedia sepanjang tahun.

3. organisme harus memiliki nilai ekonomis, keindahan atau merupakan faktor penting dalam ekologis.

4. Organisme harus mudah dipelihara dalam kondisi laboratorium.

5. Organisme harus berada dalam kondisi baik, tidak terserang penyakit dan parasit(26).

Respon penurunan nilai tingkat konsumsi oksigen seiring lama waktu terpapar dan meningkatnya konsentrasi toksikan juga terdapat pada penelitian Fathudin tahun 2002 yang mengatakan terjadi kerusakan insang pada ikan dan kemampuan darah untuk mengikat oksigen semakin kecil akibat keracunan bahan toksik, dimana akibat keracunan tersebut, ikan akan mengalami gangguan pada proses pernafasan dan metabolisme tubuhnya(26).

Hal tersebut terjadi karena adanya lapisan minyak yang mengapung di permukaan media uji. Lapisan minyak ini semakin banyak dengan semakin tinggi konsentrasi limbah cair pabrik kelapa sawit. Minyak yang mengapung dapat menghambat proses difusi oksigen. Hal ini dapat menyebabkan kandungan oksigen terlarut menjadi rendah. Lapisan minyak ini juga dapat mengganggu fungsi insang melalui penempelan pada epitel insang(14).

(28)

kehilangan kemampuannya mengikat oksigen. Kandungan nitrit pada konsentrasi ≥ 6,25% x LC50 96 jam tergolong tinggi (Tabel 4), dibandingkan konsentrasi yang dapat ditoleransi ikan air tawar yaitu 0,06 mg.L-1 (14).

Selain menyebabkan kerusakan insang, kandungan toksikan pada limbah cair dapat menurunkan pertumbuhan mutlak ini terjadi seiring dengan peningkatan konsentrasi limbah cair. Toksikan yang terakumulasi menyebabkan organ tubuh ikan mengalami gangguan sehingga mengurangi nafsu makan dan pemanfaatan energi yang berasal dari makanan lebih banyak digunakanuntuk mempertahankan diri dari tekanan lingkungan. Konsentrasi limbah yang berbeda memberikan bentuk respon yang berbeda pada setiap individu ikan. Hasil pengamatan yang dilakukan selama uji toksisitas akut terhadap benih ikan nila merah (Oreochromis sp) terdapat gejala-gejala tingkah laku dan morfologi dalam kondisi normal, sublethal dan lethal. Toksikan ini dapat mengubah kondisi ikan nila yang pada awalnya normal sampai menjadi lethal. Terganggunya lingkungan akibat limbah cair industri kelapa sawit telah menyebabkan ikan menjadi stress, sehingga respon yang terlihat menjadi berbeda tergantung pada sensitifitas dan daya tahan ikan. Said (1996) menyatakan bahwa limbah cair kelapa sawit memiliki potensi sebagai pencemar lingkungan karena berbau, mengandung nilai COD dan BOD serta padatan tersuspensi yang tinggi maupun emulsi minyak dalam air. Apabila limbah ini dibuang langsung ke sungai sebagian akan mengendap, terurai secara perlahan, mengkonsumsi oksigen terlarut, menimbulkan kekeruhan, dan mengeluarkan bau yang sangat tajam. Faktor-faktor ini diduga penyebab benih ikan nila stress, hampir mati (sub-lethal) dan terjadinya kematian terutama pada konsentrasi tinggi(29).

(29)

akuarium. Kondisi morfologi tubuh ikan mulai rusak yang ditandai dengan adanya sisik yang terlepas. Bukaan mulut dan operkulum ikan bergerak cepat dan ikan semakin kurang respon terhadap rangsangan. Sedangkan kondisi lethal benih ikan nila selama penelitian adalah tidak bergerak dan terdiam pada dasar akuarium. Morfologi tubuh rusak dengan ditandai oleh sisik lepas dan mudah dilepaskan dari tubuh. Mata ikan menonjol dan seolah mau keluar, sedangkan mulut dan operculum terbuka. Insang ikan telah berwarna pucat (32).

Toksisitas akut dari bahan kimia lingkungan dapat ditetapkan secara eksperimen menggunakan spesies tertentu seperti mamalia, bangsa unggas, ikan, hewan invertebrata, tumbuhan vaskuler dan alga. Uji toksisitas akut dapat menggunakan beberapa hewan mamalia, namun yang dianjurkan untuk uji LD diantaranya tikus, mencit dan kelinci. Uji LD50 adalah suatu pengujian untuk menetapkan potensi toksisitas akut LD50, menilai berbagai gejala toksik, spektrum efek toksik, dan mekanisme kematian. Tujuan Uji LD50 adalah untuk mendeteksi adanya toksisitas suatu zat, menentukan organ sasaran dan kepekaannya, memperoleh data bahayanya setelah pemberian suatu senyawa secara akut dan untuk memperoleh informasi awal yang dapat digunakan untuk menetapkan tingkat dosis yangdiperlukan. Uji toksisitas akut dapat dipengaruhi oleh respon biologik hewan uji seperti jenis kelamin. Contoh respon tubuh akibat jenis kelamin yaitu nilai LD digoxin yang diuji pada tikus jantan diperoleh angka 56 mg/kg bb, sementara untuk tikus betina 94 mg/kg bb (32).

2.2.4.2 Korelasi Konsentrasi dan Efek Asumsi terdiri dari :

1. Efek toksik merupakan fungsi kadar racun ditempat aksinya

2. Kadar racun ditempat aksinya berhubungan dengan takaran pemejanannya 3. Respon toksik menunjukkan hubungan sebab-akibat dengan racun yang

dipejankan.

(30)

diperoleh secara statistika. Metode yang paling lazim digunakan untuk menghitung harga LD50 atau TD50 adalah :

a) Metode grafik Lietchifield dan wilcoxon (1949) b) Metode grafik logaritmik miller dan Tainter (1944) c) Tata cara menemukan kisaran dari Weill (1952)

Pada penentuan LD50 perlu dipilih dosis mematikan sekitar 50%, lebih dari 50% (90%) dan kurang dari 50% (sekitar 10%). Lalu pada penentuan dosis dapat menggunakan dosis lazim penggunaan zat sebagai terapi dikalikan faktor tertentu (5x, 10x atau 20x dan seterusnya hingga diperoleh dosis yang mematikan 10 dan 90% hewan coba. Dua atau 3 dosis diantaranya dapat dihitung berdasar :

Log N/n = k log a/n N = dosis yang mematikan sekitar 90% hewan uji n = dosis yang mematikan sekitar 10 % hewan uji k = jumlah kelompok tanpa kontrol

a = dosis setelah n

 Metode Kalkulasi 1. Metode Grafik

Grafik 2.2 Metode Litchfield dan Wilcoxon

(31)

tersebutmenghasilkan LD50, lereng grafik dari fungsi respons dosis, dan batas-batas pasti. Metode Weil bergantung pada penggunaan tabel-tabel yang telah dipublikasikan. Tabel-tabel tersebut menandai respons dan koefisien nomor/angka pasti tergantung pada respons-respons di dalam setiap kelompok. (8).

2. Cara Probit Syarat :

1. Mempunyai tabel probit

2. Menentukan nilai probit dari % kematian tiap kelompok uji 3. Menentukan log dosis tiap-tiap kelompok

4. Menentukan persamaan garis lurus hubungan antara nilai probit dengan log dosis

5. Masukkan nilai 5 (probit dari 50% kematian hewan coba) pada persamaan garis lurus pada nilai Y. Nilai LD50 atau LC50 dihitung dari nilai antilog X pada saat Y=5

Adapun prosedur analisis probit adalah sebagai berikut:

a. Dalam rangka untuk melinierkan kurva dosis-respon, dapat dilakukan dengan cara pengubahan atau transformasi

b. Untuk mengkonversi seluruh kurva sigmoid menjadi suatu hubungan linier dapat digunakan analisis probit, yang tergantung pada unit standard deviasi yang dipakai

c. Kurva dapat dibagi menjadi berbagai standard deviasi dari dosis median

d. Pada kurva normal di dalam suatu standard setiap sisi dari median kurva adalah linier dan mencakup 68 % individu

e. Sebanyak 94,4 % individu diketahui berada dalam dua standard deviasi (SD)

(32)

3. Metode Rata-Rata Bergerak Thompson-Weil

Metode ini berdasarkan pada hubungan antara peringkat dosis dan persen respon. Metode perhitungannya yaitu :

Log m = log D + d (f + 1) Dimana :

m = nilai LD50

D = dosis terkecil yang digunakan d = log dari kelipatan dosis

f = suatu nilai dalam tabel Weil, karena angka kematian tertentu (r)

Ada beberapa pendapat yang menyatakan tidak setuju, bahwa LD50 masih dapat digunakan untuk uji toksisitas akut. Namun ada juga beberapa kalanganyang masih setuju, dengan pertimbangan:

a) Jika lakukan dengan baik, uji toksisitas akut tidak hanya mengukur LD50 tetapi juga memberikan informasi tentang waktu kematian, penyebab kematian, gejala – gejala sebelum kematian, organ yang terkena efek, dan kemampuan pemulihan dari efek nonlethal11.

b) Hasil dari penelitian dapat digunakan untuk pertimbangan pemilihan design penelitian subakut.

c) Tes LD50 tidak memutuhkan banyak waktu.

d) Hasil tes ini dapat langsung digunakan sebagai perkiraan risiko suatu senyawa terhadap konsumen atau pasien.

Pada dasarnya, nilai tes LD50 yang harus dilaporkan selain jumlah hewan yang mati, juga harus disebutkan durasi pengamatan.

2.2.5 Praktikum Laboratorium

(33)

atau contoh air limbah ini didasarkan pada metoda pengambilan contoh air limbah sesuai SNI 6989.59:2008.

Sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 1988 tentang Baku Mutu Air dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 37 Tahun 2003 tentang Metoda

Analisis Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan, maka

dibuatlah Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Air dan air limbah – Bagian

59: Metode pengambilan contoh air limbah(15).

SNI ini diterapkan untuk teknik pengambilan contoh air limbah sebagaimana yang tercantum di dalam Keputusan Menteri tersebut. Metoda ini digunakan untuk pengambilan contoh air guna keperluan pengujian sifat fisika dan kimia air limbah.

a) terbuat dari bahan yang tidak mempengaruhi sifat contoh; b) mudah dicuci dari bekas contoh sebelumnya;

c) contoh mudah dipindahkan ke dalam botol penampung tanpa ada sisa bahan tersuspensi di dalamnya;

d) mudah dan aman di bawa;

e) kapasitas alat tergantung dari tujuan pengujian.

(34)

Gambar 2.1 Alat pengambil gayung bertangkai panjang

Gambar 2.2 Alat pengambil botol biasa

b. botol biasa yang diberi pemberat yang digunakan pada kedalaman tertentu.

Gambar 2.3 Contoh alat pengambil air botol biasa dengan pemberat

(35)

Alat ini dilengkapi alat pengatur waktu dan volume yang diambil, digunakan untuk contoh gabungan waktu dan air limbah, agar diperoleh kualitas air rata-rata selama periode tertentu.

Gambar 2.4 Alat pengambil contoh air otomatis

 Untuk Alat Pengukur Parameter Lapangan

Sebelum menggunakan alat lapangan ini perlu dilakukan kalibrasi. Peralatan yang perlu dibawa antara lain:

a. DO meter atau peralatan untuk metode Winkler; b. pH meter;

c. turbidimeter; d. konduktimeter; e. termometer; dan

f. 1 set alat pengukur debit.

 Alat pendingin, Alat ini dapat menyimpan contoh pada 4°C ± 2°C, digunakan untuk menyimpan contoh untuk pengujian sifat fisika dan kimia.

(36)

 Alat penyaring, Alat ini dilengkapi dengan pompa isap atau pompa tekan serta dapat menahan saringan yang mempunyai ukuran pori 0,45 ìm(3).

2. Bahan

Bahan kimia ini biasanya digunakan untuk pengawet. Bahan kimia yang digunakan untuk pengawet harus memenuhi persyaratan bahan kimia untuk analisis dan tidak mengganggu atau mengubah kadar zat yang akan di uji (3).

3. Wadah Contoh

 Persyaratan wadah contoh, Wadah yang digunakan untuk menyimpan contoh harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) terbuat dari bahan gelas atau plastik poli etilen (PE) atau

poli propilen (PP) atau teflon (Poli Tetra Fluoro

Etilen, PTFE);

b) dapat ditutup dengan kuat dan rapat; c) bersih dan bebas kontaminan; d) tidak mudah pecah;

e) tidak berinteraksi dengan contoh.

 Persiapan wadah contoh

Lakukan langkah-langkah persiapan wadah contoh, sebagai berikut:

a) Untuk menghindari kontaminasi contoh di lapangan, seluruh wadah contoh harus benar benar dibersihkan di laboratorium sebelum dilakukan pengambilan contoh. b) Wadah yang disiapkan jumlahnya harus selalu dilebihkan

dari yang dibutuhkan, untuk jaminan mutu, pengendalian mutu dan cadangan.

(37)

Untuk mencegah kontaminasi saat pencucian wadah contoh yang akan digunakan untuk analisa organik, harus dihindari penggunaan sarung tangan plastik atau karet dan sikat.

 Pencucian wadah contoh

Lakukan pencucian wadah contoh sebagai berikut:

a) Peralatan harus dicuci dengan deterjen dan disikat untuk menghilangkan partikel yang menempel di permukaan; b) Bilas peralatan dengan air bersih hingga seluruh deterjen

hilang;

c) Bila peralatannya terbuat dari bahan non logam, maka cuci dengan asam HNO3 1:1, kemudian dibilas dengan air bebas anal it;

d) Biarkan peralatan mengering di udara terbuka;

e) Peralatan yang telah dibersihkan diberi label bersih-siap untuk pengambilan contoh.

 Volume contoh

Volume contoh yang diambil untuk keperluan pengujian di lapangan dan laboratorium bergantung dari jenis pengujian yang diperlukan(3).

4. Tipe Contoh

Beberapa tipe contoh air limbah: a) contoh sesaat (grab sample);

(38)

5. Lokasi Dan Titik Pengambilan Contoh  Pemilihan lokasi pengambilan contoh

a) Lokasi pengambilan contoh air limbah industri harus mempertimbangkan ada atau tidak adanya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

b) Contoh harus diambil pada lokasi yang telah mengalami pencampuran secara sempurna.

 Penentuan lokasi pengambilan contoh

Lokasi pengambilan contoh dilakukan berdasarkan pada tujuan pengujian, sebagai berikut:

1) Untuk keperluan evaluasi efisiensi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

a) Contoh diambil pada lokasi sebelum dan setelah IPAL dengan memperhatikan waktu tinggal (waktu retensi).

Gambar 2.5 Contoh lokasi pengambilan contoh sebelum dan setelah IPAL

b) Titik lokasi pengambilan contoh pada inlet :

(39)

2. Apabila tempat tidak memungkinkan untuk pengambilan contoh maka dapat ditentukan lokasi lain yang dapat mewakili karakteristik air limbah.

c) Titik lokasi pengambilan contoh pada outlet :

Pengambilan contoh pada outlet dilakukan pada lokasi setelah IPAL atau titik dimana air limbah yang mengalir sebelum memasuki badan air penerima (sungai).

2) Untuk keperluan pengendalian pencemaran air

Untuk keperluan pengendalian pencemaran air, contoh diambil pada 3 (tiga) lokasi :

a) Pada perairan penerima sebelum tercampur limbah (upstream)

b) Pada saluran pembuangan air limbah sebelum ke perairan penerima

c) Pada perairan penerima setelah bercampur dengan air limbah (downsream), namun belum tercampur atau menerima limbah cair lainnya

3) Untuk industri yang belum memiliki IPAL

 Air limbah industri dengan proses kontinyu berasal dari satu saluran pembuangan

1. Jika tidak terdapat bak ekualisasi :

(40)

b) Kualitas air limbah berfluktuasi akibat proses produksi, maka pengambilan contoh dilakukan pada saluran sebelum masuk ke perairan penerima air limbah, dengan cara komposit waktu.

2. Jika terdapat bak ekualisasi

Pengambilan contoh dilakukan pada saluran sebelum masuk ke perairan penerima air limbah, dengan cara sesaat (grab

sampling).

 Air limbah industri dengan proses batch berasal dari satu saluran pembuangan :

1. Jika tidak terdapat bak equalisasi

Kualitas air limbah berfluktuasi akibat proses produksi, maka pengambilan contoh dilakukan pada saluran sebelum masuk ke perairan penerima air limbah, dengan cara komposit waktu dan proporsional pada saat pembuangan dilakukan.

2. Jika terdapat bak equalisasi

Pengambilan contoh dilakukan pada saluran sebelum masuk ke perairan penerima air limbah, dengan cara sesaat (grab

(41)

 Air limbah industri dengan proses kontinyu berasal dari beberapa saluran pembuangan :

1. Jika tidak terdapat bak equalisasi

a) Kualitas air limbah tidak berfluktuasi dan semua saluran pembuangan

b) Kualitas air limbah tidak berfluktuasi dan semua saluran pembuangan tempat dengan mempertimbangkan debit.

(42)

saluran pembuangan limbah dari beberapa sumber sebelum masuk perairan penerima limbah tidak disatukan, maka pengambilan contoh dilakukan pada saluran sebelum masuk ke perairan penerima air limbah, dengan cara komposit waktu dan tempat.

2. Jika terdapat bak equalisasi

Kualitas air limbah berfluktuasi atau tidak berfluktuasi akibat proses produksi, semua air limbah dari masing-masing proses disatukan dan dibuang melalui bak equalisasi, maka pengambilan contoh dilakukan pada saluran sebelum masuk ke perairan penerima air limbah, dengan cara sesaat (grab sampling).

 Air limbah industri dengan proses batch berasal dari beberapa saluran pembuangan :

1. Jika tidak terdapat bak equalisasi

(43)

b) Kualitas air limbah berfluktuasi akibat proses produksi dan semua saluran pembuangan limbah dari beberapa sumber sebelum masuk perairan penerima limbah tidak disatukan, maka pengambilan contoh dilakukan pada saluran sebelum masuk ke perairan penerima air limbah, dengan cara komposit waktu

dan tempat dengan

mempertimbangkan debit.

2. Jika terdapat bak equalisasi

Kualitas air limbah berfluktuasi atau sangat berfluktuasi akibat proses produksi, semua air limbah dari masing-masing proses disatukan dan dibuang melalui bak equalisasi, maka pengambilan contoh dilakukan pada saluran sebelum masuk ke perairan penerima air limbah, dengan cara sesaat (grab sampling).

4) Untuk industri yang memiliki IPAL

Lakukan pengambilan contoh pada saluran pembuangan air limbah sebelum ke perairan penerima(3).

6. Cara Pengambilan Contoh

Untuk pengambilan contoh untuk pengujian kualitas air, dilakukan cara : a) siapkan alat pengambil contoh sesuai dengan saluran pembuangan; b) bilas alat dengan contoh yang akan diambil, sebanyak 3 (tiga) kali; c) ambil contoh sesuai dengan peruntukan analisis dan campurkan

(44)

d) masukkan ke dalam wadah yang sesuai peruntukan analisis;

e) lakukan segera pengujian untuk parameter suhu, kekeruhan dan daya hantar listrik, pH dan oksigen terlarut yang dapat berubah dengan cepat dan tidak dapat diawetkan;

f) hasil pengujian parameter lapangan dicatat dalam buku catatan khusus;

g) pengambilan contoh untuk parameter pengujian di laboratorium dilakukan pengawetan

Untuk contoh yang akan di uji kandungan senyawa organiknya dan logam, hendaknya tidak membilas alat 3 kali dengan contoh air, tetapi digunakan wadah yang bersih dan siap pakai(3).

7. Pengujian Parameter Lapangan

Pengujian parameter lapangan yang dapat berubah dengan cepat, sebaiknya dilakukan langsung setelah pengambilan contoh. Parameter tersebut antara lain; pH (SNI 06-6989.11-2004), suhu (SNI 06-6989.23-2005), daya hantar listrik (SNI 6989.1-2004), alkalinitas (SNI 2420-1991), asiditas (SNI 06-2422-1991) dan oksigen terlarut (SNI 06-6989.14-2004) (3).

8. Waktu Pengambilan Sampel

Waktu pengambilan sampel dilakukan pada saat :

a) Sampel homogen atau konstan (air sungai tdk pas kalau hujan, sebaliknya pas utk sampel hujan asam).

b) Untuk industri saat produksi aktif

(45)

Frekuensi pengambilan sampel ini mempertimbangkan :  Peraturan

 Tujuan

 Program

 Biaya yang tersedia (5).

Dari pengambilan sampel atau contoh air limbah kelapa sawit kemudian dilakukan pengukuran efektivitas pengelolaan air limbah kelapa sawit. Pengukuran efektivitas pengelolaan air limbah kelapa sawit ini dilakukan dengan cara:

a. Membandingkan nilai parameter kualitas limbah cair (TSS, pH, BOD5, COD, minyak dan lemak, N total) sebelum dan sesudah pengolahan.

b. Membandingkan nilai parameter kualitas limbah cair (TSS, pH, BOD5, COD, Minyak dan Lemak, N total) sesudah pengolahan di IPAL dengan nilai baku mutu limbah cair untuk industri kelapa sawit berdasarkan Kep-51/MENLH /10/1995. Untuk mengetahui signifikasi perbedaan antara kedua nilai dilakukan uji satu sampel (28).

Untuk mengetehui karakteristik limbah cair dapat melalui sifat dan karakteristik fisika, kimia dan biologis. Tujuan dari studi karakteristik limbah adalah untuk dapat memahami sifat-sifat tersebut serta konsentrasinya dan sejauh mana tingkat pencemaran yang dapat ditimbulkan limbah terhadap lingkungan (13).

Untuk air limbah kelapa sawit juga terdapat karakteristik tersendiri.

Karakteristik limbah cair PMKS (Pabrik Minyak Kelapa Sawit) pada umumnya bersuhu tinggi, berwarna kecoklatan, mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan Biological Oxygen Demand (BOD) yang tinggi. Bila larutan tersebut langsung dibuang ke perairan sangat berpotensi mencemari lingkungan, sehingga harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang(31).

(46)

 Karakteristik air limbah berdasarkan sifat fisik meliputi :

1. Suhu

Limbah yang mempunyai temperatur panas akan mengganggu pertumbuhan biota tertentu. Temperatur yang dikeluarkan suatu limbah cair harus merupakan temperatur alami. Suhu berfungsi memperlihatkan aktivitas kimiawi dan biologis. Pada suhu tinggi pengentalan cairan berkurang dan mengurangi sedimentasi. Tingkat zat oksidasi lebih besar daripada suhu tiggi dan pembusukan jarang terjadi pada suhu rendah.

2. Kekeruhan

Kekeruhan air dapat dilihat secara langsung karena terdapat partikel koloidal yang terdiri dari tanah liat, sisa bahan-bahan, protein dan ganggang yang terdapat dalam limbah. Kekeruhan ini merupakan sifat optis larutan. Sifat keruh ini mengurangi nilai estetika.

3. Bau

Sifat bau dari limbah disebabkan karena zat-zat organik yang telah terurai dalam limbah mengeluarkan gas-gas seperti sulfida atau amoniak yang menimbulkan penciuman tidak enak yang disebabkan adanya campuran dari nitrogen, sulfur dan fosfor yang berasal dari pembusukan protein yang dikandung limbah. Timbulnya bau yang diakibatkan limbah merupakan suatu indikator bahwa terjadi proses alamiah.

4. Padatan

(47)

tersuspensi dapat bersifat organis dan anorganis tergantung dari mana sumber limbah. Disamping kedua jenis padatan ini adalagi padatan terendap karena mempunyai diameter yang lebih besar dan dalam keadaan tenang dalam beberapa waktu akan mengendap sendiri karena beratnya. Zat padat tersuspensi yang mengandung zat-zat organik pada umumnya terdiri dari protein, ganggang dan bakteri (13).

 Karakteristik kimia air limbah ditentukan oleh Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD) dan logam-logam berat yang terkandung dalam air limbah. Tes BOD dalam air limbah merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan sampai saat ini. Metode pengukuran limbah dengan cara ini sebenarnya merupakan pengukuran tidak langsung dari bahan organik. Pengujian dilakukan pada temperatur 200 C selama 5 hari. Kalau disesuaikan dengan temperatur alami Indonesia maka seharusnya pengukuran dapat dilakukan pada lebih kurang 300 C. Pengukuran dengan COD lebih singkat tetapi tidak mampu mengukur limbah yang dioksidasi secara biologis. Nilai-nilai COD selalu lebih tinggi dari nilai BOD.

1. Biological Oxygen Demand (BOD)

Pemeriksaan BOD dalam limbah didasarkan atas reaksi oksidasi zat-zat organis dengan oksigen dalam air dimana proses tersebut dapat berlangsung karena ada sejumlah bakteri. Diperhitungkan selama dua hari reaksi lebih dari sebagian reaksi telah tercapai. Merupakan Kebutuhan oksigen hayati yang diperlukan untuk merombak bahan organik. Semakin tinggi nilai BOD air limbah, maka daya saingnya dengan mikroorganisme atau biota yang terdapat pada badan penerima akan semakin tinggi (26).

(48)

Nilai ini hanya merupakan jumlah bahan organik yang dikonsumsi bakteri. Penguraian zat-zat organis ini terjadi secara alami. Dengan habisnya oksigen terkonsumsi membuat biota lainnya yang membutuhkan oksigen menjadi kekurangan dan akibatnya biota yang memerlukan oksigen ini tidak dapat hidup. Semakin tinggi angka BOD semakin sulit bagi makhluk air yang membutuhkan oksigen untuk bertahan hidup(13).

2. Chemical Oxygen Demand (COD)

(49)

Tabel 2.4 Perbandingan BOD dengan COD

3. Total Suspended Solid (TSS)

Total Suspended Solid (TSS) menggambarkan padatan melayang dalam cairan limbah. Berupa residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS umumnya dihilangkan dengan flokulasi dan penyaringan. TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan (turbidity) dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di perairan. Sehingga nilai kekeruhan tidak dapat dikonversi ke nilai TSS. Kekeruhan adalah kecenderungan ukuran sampel untuk menyebarkan cahaya. Sementara hamburan diproduksi oleh adanya partikel tersuspensi dalam sampel. Kekeruhan adalah murni sebuah sifat optik. Pola dan intensitas sebaran akan berbeda akibat perubahan dengan ukuran dan bentuk partikel serta materi. Pengaruh TSS lebih nyata pada kehidupan biota dibandingkan dengan total solid. Semakin tinggi TSS, maka bahan organik membutuhkan oksigen untuk perombakan yang lebih tinggi(21).

(50)

dimasukkan kedalam kategori protista, status yang sama dengan\ binatang ataupun tumbuhan. Virus diklasifikasikan secara terpisah. Keberadaan bakteri dalam unit pengolahan air limbah merupakan kunci efisiensi proses biologis. Bakteri juga berperan penting dalam mengevaluasi kualitas air(13).

2.2.6 Aplikasi Metoda Estimasi Karakteristik Bahan (Aplikasi WINTOX Software)

Metode estimasi dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu Kelas A. Metode estimasi yang umum berdasarkan rumus umum validitas untuk semua tipe komponen senyawa. Sedangkan kelas B merupakan metode estimasi yang valid untuk tipe senyawa kimia yang lebih spesifik contoh fenol. Metode kelas B umumnya lebih akurat daripada metode kelas A.

Metode kelas A dibentuk dengan menghubungkan kemungkinan metode estimasi sekaligus pada software computer. WINTOX Software didasarkan oleh lebih metode yang umum. WINTOX didasarkan pada rata-rata nilai dari hasil dengan serentak menggunakan beberapa metode estimasi untuk lebih banyak parameter. Hal tersebut berdampak pada meningkatnya akurasi untuk estimasi, karena memberikan akurasi untuk range senyawa yang lebih luas. Ketika estimasi metode parallel yang diberikan berada pada akurasi tertinggi untuk kelas senyawa berbeda, jelas terlihat bahwa factor tersebut memberikan keuntungan. Direkomendasikan untuk mengaplikasikan berbagai metode dengan berbagai kemungkinan yang diberikan pada case study untuk meningkatkan keseluruhan estimasi.

(51)

2.2.7 Penerapan Ekotoksikologi

Dengan mempelajari ekotoksikologi dapat diketahui keberadaan polutan dalam suatu lingkungan (ekosistem) yang dalam waktu singkat, dapat menyebabkan perubahan biokimiawi suatu organisme. Selanjutnya perubahan tersebut dapat mempengaruhi perubahan fisiologis dan respon organisme, perubahan populasi, komposisi komunitas, dan fungsi ekosistem. Perubahan biokimiawi sampai dengan ekosistem menunjukkan adanya peningkatan waktu respon terhadap bahan kimia, peningkatan kesulitan untuk mengetahui hubungan respon dengan bahan kimia spesifik, dan increasing importance(21).

A. Prosedur Penetapan Baku Mutu Kualitas Lingkungan

Apabila pada suatu saat ada industri yang membuang limbahnya ke lingkungan dan telah memenuhi baku mutu lingkungan, tetapi kualitas lingkungan tersebut mengganggu kehidupan manusia, maka yang dipersalahkan bukan industrinya. Apabila hal tersebut terjadi, maka baku mutu lingkungannya yang perlu dilihat kembali, hal ini mengingat penjelasan dari Undang-undang No. 4 Tahun 1984 Pasal 15, seperti tersebut di atas.

Adapun langkah-langkah penyusunan baku mutu lingkungan:

1. Identifikasi dari penggunaan sumber daya atau media ambien yang harus dilindungi (objektif sumber daya tersebut tercapai).

2. Merumuskan formulasi dari kriteria dengan menggunakan kumpulan dan pengolahan dari berbagai informasi ilmiah.

3. Merumuskan baku mutu ambien dari hasil penyusunan kriteria. 4. Merumuskan baku mutu limbah yang boleh dilepas ke dalam

lingkungan yang akan menghasilkan keadaan kualitas baku mutu ambien yang telah ditetapkan.

5. Membentuk program pemantauan dan penyempurnaan untuk menilai apakah objektif yang telah ditetapkan tercapai.

(52)

pada sumber air, baku mutu limbah cair, baku mutu udara ambien, baku mutu udara emisi dan baku mutu air laut.Adapun yang dimaksud dengan:

1. Baku mutu air pada sumber air, disingkat baku mutu air, adalah batas kadar yang diperolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat dalam air, namun air tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

2. Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperolehkan bagi zat atau bahan pencemar untuk dibuang dari sumber pencemaran ke dalam air pada sumber air, sehingga tidak menyebabkan dilampauinya baku mutu air. 3. Baku mutu udara ambien adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat

atau bahan pencemar terdapat di udara, namun tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan dan benda.

4. Baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemaran ke udara, sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien. 5. Baku mutu air laut adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau

komponen lain yang ada atau harus ada, dan zat atau bahan pencemar yang ditenggang adanya dalam air laut.

Untuk melindungi sumber air sesuai dengan kegunaannya, maka perlu ditetapkan baku mutu limbah cair dengan berpedoman kepada alternatif baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KEP-03/MENKLH/II/1991.Baku mutu limbah cair tersebut ditetapkan oleh gubernur dengan memperhitungkan beban maksimum yang dapat diterima air pada sumber air.Berikut adalah baku mutu limbah cair kegiatan industry minyak kelapa sawit menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No:Kep-51/MenLH/10/1995 BAPEDAL 1999

Tabel 2.5 Baku Mutu Limbah Cair Industri Minyak Kelapa Sawit

(53)

Maksimum(kg/ton)

B. Penerapan Pada Rekayasa Teknologi Dalam Lingkungan

Salah satu contoh rekayasa teknologi dalam lingkungan yaitu fitoremediasi, fitotoksikologi, bioremediasi dan lain-lain. Istilah fitoremediasi berasal dari kata Inggris phytoremediation.Kata ini sendiri tersusun atas dua bagian kata, yaitu phyto yang berasal dari kata Yunani phyton yaitu tumbuhan dan

remediation yang berasal dari kata Latin remedium yang berarti menyembuhkan.

Fitoremediasi berarti juga menyelesaikan masalah dengan cara memperbaiki kesalahan atau kekurangan. Dengan demikian fitoremediasi adalah pemanfaatan tumbuhan, mikroorganisme untuk meminimalisasi dan mendetoksifikasi bahan pencemar, karena tanaman mempunyai kemampuan menyerap logam-logam berat dan mineral yang tinggi atau sebagai fitoakumulator dan fotochelator.Konsep pemanfaatan tumbuhan dan mikroorganisme untuk meremediasi tanah terkontaminasi bahan pencemar adalah pengembangan terbaru dalam teknik pengolahan limbah. Fitoremediasi dapat diaplikasikan pada limbah organik maupun anorganik juga unsur logam (As,Cd,Cr,Hg,Pb,Zn,Ni dan Cu) dalam bentuk padat, cair dan gas(11).

Adapun mekanisme fisiologi fitoremediasi dibagi menjadi : 1. Fitoekstraksi

Pemanfaatan tumbuhan pengakumulasi bahan pencemar untuk memindahkan logam berat atau senyawa organik dari tanah dengan cara mengakumulasikannya di bagian tumbuhan yang dapat dipanen.

2. Fitodegradasi

(54)

3. Rhizofiltrasi

Pemanfaatan akar tumbuhan untuk menyerap bahan pencemar, terutama logam berat, dari air dan aliran limbah.

4. Fitostabilisasi

Pemanfaatan tumbuhan untuk mengurangi bahan pencemar dalam lingkungan.

5. Fitovolatilisasi

Pemanfaatan tumbuhan untuk menguapkan bahan pencemar, atau pemanfaatan tumbuhan untuk memindahkan bahan pencemar dari udara(11).

Dalam hubungannya dengan pemanfaatan tumbuhan sebagai agensia pemulihan lingkungan tercemar, yaitu :

1. laju akumulasi harus tinggi.

2. Mempunyai kemampuan mengakumulasi beberapa macam logam. 3. Mempunyai kemampuan tumbuh cepat dengan produksi biomassa tinggi 4. Tanaman harus tahan hama dan penyakit.

Pemilihan tumbuhan yang mempunyai daya serap dan akumulasi tinggi terhadap logam berat merupakan priorotas yang sangat penting. Karena walaupun telah disebutkan sebelumnya bahwa beberapa tumbuhan bersifat hiperakumulator, namun kebanyakan tumbuhan tersebut berasal dari wilayah beriklim sedang. Sehingga perlu dicari tumbuhan asli yang tentunya sudah beradaptasi baik dengan iklim Indonesia.Salah satu contoh tanaman yang digunakan pada proses fitoremediasi lahan perairan adalah tumbuhan timbul dan tumbuhan mengapung seperti Scirpus californicus, Zizaniopsis miliaceae,Panicum helitomom,

Pontederia cordata, Sagittaria lancifolia, dan Typhalatifolia adalah yang terbaik

digunakan pada ekosistim perairan untuk mengolah limbah(11).

(55)

paparan kontaminan serta kondisi lingkungan lainnya dimana kontaminan tersebut dapat memberikan efek negative bagi tumbuhan dan menjadi berkualitas sebagai pencemar atau toksikan tumbuhan.

Selain itu juga terdapat penerapan ekotoksikologi dalam biomonitoring sebagai usaha melindungi ekosistem dan kepentingan manusia.Biomonitoring sendiri adalah alah satu cabang ilmu pengetahuan yang dipakai sebagai alat untuk memonitor kualitas lingkungan yang telah tercemar melalui penentuan organisme yang dikatagorikan sebagai bioindikator.Kegiatan pemantauan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan parameter fisik, kimiawi, dan biologis.Usaha pemantauan secara fisik dan kimiawi, relatif lebih mudah dan cepat diketahui, tetapi kurang memberikan keakuratan mengenai kondisi atau masalah ekosistem yang sebenarnya.Dalam kegiatan biomonitoring, respon biologis pada tingkat populasi dan komunitas paling mudah dipelajari dibandingkan respon biokimiawi dan fisiologis, meskipun respon pada tingkat tersebut merupakan respon yang diperoleh dalam jangka waktu yang lebih lama dibandingkan respon biokimiawi atau fisiologis. Respon tingkat komunitas, yaitu kekayaan taksa, jumlah genus dominan, jumlah total individu, kesamaan dan keanekaragaman komunitas, merupakan jenis respon atau parameter biologis yang umum digunakan dalam menilai atau merefleksikan kondisi suatu ekosistem.Usaha biomonitoring diawali dengan pemilihan jenis parameter/respon biologis (metrik), dengan mempelajari respon biologis tingkat komunitas, pada berbagai kondisi ekosistem.Jenis parameter biologis yang dipilih berdasarkan adanya perubahan respon signifikan sejalan dengan perubahan kondisi ekosistem.Pemilihan tersebut melibatkan pemilihan bioindikator yang tepat, yang dapat merefleksikan dinamika kondisi ekosistem(21).

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

(56)

Tabel 3.1 Hasil Laboratorium

Parameter Baku Mutu Hasil Lab

Kolam 1 Kolam 4

BOD 250 Mg/L 11733.33 Mg/L 8266.67 Mg/L

COD 500 Mg/L 13922.13 Mg/L 9783.12 Mg/L

TSS 300 Mg/L 2225 Mg/L 1655 Mg/L

pH 6,0-9,0 1.1 2.2

Sumber: Hasil Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan di PKS Satui pada Tanggal 18 April 2015 Pukul 10.00 WITA. Sampel yang diambil berasal dari kolam anaerob secara

random, yaitu pada kolam 1 dan kolam 4. Sistem penyebaran limbah cair mulai

dari inlet bersifat multifeeding. Sebelum limbah dibuang ke kolam, limbah di dinginkan di cooling tower. PKS Satui sendiri mempunyai sepuluh kolam pembuangan, yang terdiri atas enam kolam anaerob, dua kolam aerobik, satu kolam sedimentasi, dan satu kolam penampungan akhir. Penulis sendiri hanya mendapatkan izin untuk megambil sampel di kolam anaerob, bukan di kolam akhir. Pada kolam 1-6 treatment yang diberlakukan adalah dengan menambahkan bakteri mesofil yang sangat rentan terhadap temperatur. Sedangkan di kolam 7-8 menggunakan bakteri aerobik untuk memaksimalkan proses perombakan limbah. Pada kolam 9, kolam sedimentasi untuk memisahkan lumpur dengan air sebelum dialirkan ke kolam penampungan akhir. Sampel di uji di laboratorium Kualitas Air dan Hidro-Bioekologi Fakultas Perikanan, dengan waktu pengujian selama satu minggu. Parameter yang diuji adalah BOD, COD, dan TSS.

3.2. PEMBAHASAN

Angka BOD, COD, dan TSS merupakan ukuran bagi pencemaran air. Total suspended solid (TSS) merupakan zat-zat padat yang berada dalam suspensi yang berpengaruh pada tingkat kekeruhan air. BOD dan COD merupakan parameter pencemar air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat maupun tidak dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air (1).

3.2.1 BOD

(57)

air limbah menunjukan bahwa terdapat pengurangan kadar BOD dari 11733.33 Mg/L menjadi 8266.67 Mg/L.

3.2.2 COD

Pemeriksaan COD dilakukan di Laboratorium Kualitas Air dan Hidro-Bioekologi Fakultas Perikanan. Berdasarkan hasil pemeriksaan inlet dan outlet air limbah menunjukan bahwa terdapat pengurangan kadar COD dari 13922.13 Mg/L menjadi 9783.12 Mg/L.

3.2.3 TSS

Pemeriksaan TSS dilakukan di Laboratorium Kualitas Air dan Hidro-Bioekologi Fakultas Perikanan. Berdasarkan hasil pemeriksaan inlet dan outlet air limbah menunjukan bahwa terdapat pengurangan kadar TSS dari 2225 Mg/L menjadi 1655 Mg/L.

3.2.4 pH

Pemeriksaan pH dilakukan di Laboratorium Kualitas Air dan Hidro-Bioekologi Fakultas Perikanan. Berdasarkan hasil pemeriksaan inlet dan outlet air limbah menunjukan bahwa terdapat kenaikan nilai pH dari 1.1menjadi 2.2.

(58)

Perbedaan nilai pH pada kolam 1 dan kolam 4 dikarenakan proses pengaliran air limbah menuju kolam 4 melalui selokan terbuka yang rentan terkontaminasi zat cair lain sehingga dapat merubah nilai pH. pH yang sangat asam pada kedua kolam disebabkan oleh PKS tersebut tidak memiliki kolam netralisasi yang dapat menurunkan suhu serta menaikkan nilai pH.

Dalam perairan BOD, COD, dan TSS yang tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai konsentrasi BOD, COD, TSS pada air limbah yang dihasilkan oleh kegiatan industri sangat tinggi melewati baku mutu yang ada sesuai dengan KEP-51/MEN LH/1995 lampiran B dan PERGUB Kal-Sel No 36 Tahun 2008 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri. Pada Tabel 3.2 dibawah ini merupakan hasil penelitian atau uji awal untuk konsentrasi BOD5, COD3 dan TSS yang terkandung pada sampel air limbah kelapa sawit PT XXX.

Hasil pengujian awal dan batas maksimalnya sesuai dengan peraturan di atas adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2 Hasil Laboratorium tahun 2012

No Parameter Hasil Uji (mg/l) Batas Maksimum (mg/l)

1 BOD5 112 100

2 COD3 149.682 350

3 TSS 387 250

Sumber : Hasil penelitian 2012

Sedangkan pada hasil laboratorium yang diuji penulis, semua parameter yang diuji berada di atas baku mutu karena sampel yang diuji penulis bukan berasal dari kolam penampungan akhir melainkan berasal dari kolam inlet. Pada PT XXX ini sendiri sebenarnya masih terdapat kolam-kolam treatment lainnya.

Banyak sekali treatment yang bisa diberikan agar limbah di kolam akhir memenuhi baku mutu, diantaranya adalah:

(59)

Tabel 3.3 Hasil Uji Lab LCPKS PT XXX tahun 2013 Parameter Hasil Lab (Mg/L)

BOD5 112

COD3 149,682

TSS 387

(Sumber: Fatur, 2013)

2. Pemberian zeolit 5% dan WPH dapat memenuhi BOD dan pH sesuai standar baku mutu limbah serta kadar N , P dan K cukup tinggi. Pemberian zeolit diikuti dengan perlakuan WPH pada LCPKS kolam anaerob sekunder I akan lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan WPH saja tanpa diberi zeolit.

Tabel 3.4 Hasil Uji DMRT setelah treatment

Pengaruh perlakuan zeolit 15% pada LCPKS kolam anaerob sekunder I menghasilkan kadar N-total tertinggi, berbeda nyata jika dibandingkan dengan tanpa pemberian zeolit. Kadar N-total LCPKS KAS I meningkat 47,97% setelah diberi zeolit.LCPKS KAS I yang diberi zeolit 5% memberikan hasil tertinggi pada nilai rerata P-total, berbeda nyata dengan pemberian zeolit 15% dan tanpa zeolit serta berbeda tidak nyata dengan pemberian zeolit 10%. P-total LCPKS KAS I meningkat 29,82% setelah diberi zeolit 5% (18).

Gambar

Tabel 2.1 Jurnal Pendukung
Tabel 2.2 Aspek-aspek yang Perlu Diperhatikan dalam Analisis Paparan
Tabel 2.3 Perbedaan Transfor dengan Transformasi
Grafik 2.2 Metode Litchfield dan Wilcoxon
+7

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesulitan yang dialami mahasiswa jurusan PMIPA dalam pengolahan data statistik. Penelitian ini merupakan penelitian

#ertama kita perlu bertanya mengapa kita ingin membuat  program media itu- Apakah pembuatan media tersebut ada kaitannya dengan kegiatan  pembelajaran tertentu

Pada pengkajian didapatkan kesenjangan yaitu pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan kepada Ny. S dengan post SC adalah hematologi. Pada pemeriksaan fisik system urinary

3.5.1 Pemohon daftar masuk ke dalam sistem ePermit dan melengkapkan semua maklumat permohonan yang diperlukan. 3.5.2 Pemohon memilih item yang hendak

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis merumuskan masalah yang akan dibahas, yaitu bagaimana melakukan pengukuran risiko pasar dengan pendekatan Value at

Dari beberapa teori mengenai iklim kelas tersebut, maka dapat diambil pengertian bahwa iklim kelas merupakan kondisi psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk dari

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, penulis membuat sebuah karya musik dan menyusunnya menjadi sebuah karya ilmiah berupa skripsi yang berjudul “Pembuatan Aransemen Lagu

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b tersebut diatas, serta untuk melaksanaan ketentuan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005