• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelajaran dari dalam Perang Badar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pelajaran dari dalam Perang Badar"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Pelajaran dari Perang Badar

 7 September 2009, 3:05 pm

Saudaraku sesama muslim…

Marilah sejenak kita melakukan kilas balik terhadap berbagai peristiwa di

bulan Ramadhan yang penuh berkah ini. Kita berharap mudah-mudahan

dengan mempelajari dan mengamati peristiwa ini, kita bisa mendapatkan

banyak hikmah dan pelajaran berharga bagi kehidupan kita sehari-hari.

Dua tahun setelah Nabi kita tercinta Muhammad shallallahu ‘alaihi wa

sallam berhijrah ke madinah, bertepatan dengan bulan Ramadhan yang

mulia ini, terjadilah satu peristiwa besar namun sering dilupakan kaum

muslimin. Peristiwa tersebut adalah perang Badar.

Disebut sebagai peristiwa besar, karena perang Badar merupakan awal

perhelatan senjata dalam kapasitas besar yang dilakukan antara pembela

Islam dan musuh Islam. Saking hebatnya peristiwa ini, Allah namakan hari

teradinya peristiwa tersebut dengan Yaum Al Furqan (hari pembeda)

karena pada waktu itu, Allah, Dzat yang menurunkan syariat Islam,

hendak membedakan antara yang haq dengan yang batil. Di saat itulah

Allah mengangkat derajat kebenaran dengan jumlah kekuatan yang

terbatas dan merendahkan kebatilan meskipun jumlah kekuatannya 3 kali

lipat. Allah menurunkan pertolongan yang besar bagi kaum muslimin dan

memenangkan mereka di atas musuh-musuh Islam.

Sungguh sangat disayangkan, banyak di antara kaum muslimin di masa

kita melalaikan kejadian bersejarah ini. Padahal, dengan membaca

(2)

mati-matian memperjuangkan Islam, yang dengan itu, kita bisa merasakan

indahnya agama ini.

Sebelum melanjutkan tulisan, kami mengingatkan bawa tujuan tulisan

bukanlah mengajak anda untuk mengadakan peringatan hari perang

badar, demikian pula tulisan tidak mengupas sisi sejarahnya, karena ini

bisa didapatkan dengan merujuk buku-buku sejarah. Tulisan ini hanya

mencoba mengajak pembaca untuk merenungi ibrah dan pelajaran

berharga di balik serpihan-serpihan sejarah perang Badar.

Latar Belakang Pertempuran

Suatu ketika terdengarlah kabar di kalangan kaum muslimin Madinah

bahwa Abu Sufyan beserta kafilah dagangnya, hendak berangkat pulang

dari Syam menuju Mekkah. Jalan mudah dan terdekat untuk perjalanan

Syam menuju Mekkah harus melewati Madinah. Kesempatan berharga ini

dimanfaatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat

untuk merampas barang dagangan mereka. Harta mereka menjadi halal

bagi kaum muslimin. Mengapa demikian? Bukankah harta dan darah

orang kafir yang tidak bersalah itu haram hukumnya?

Setidaknya ada dua alasan yang menyebabkan harta Orang kafir Quraisy

tersebut halal bagi para shahabat:

1. Orang-orang kafir Quraisy statusnya adalah kafir harbi, yaitu orang

kafir yang secara terang-terangan memerangi kaum muslimin,

mengusir kaum muslimin dari tanah kelahiran mereka di Mekah, dan

melarang kaum muslimin untuk memanfaatkan harta mereka

(3)

2. Tidak ada perjanjian damai antara kaum muslimin dan orang kafir

Quraisy yang memerangi kaum muslimin.

Dengan alasan inilah, mereka berhak untuk menarik kembali harta yang

telah mereka tinggal dan merampas harta orang musyrik.

Selanjutnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat bersama tiga

ratus sekian belas shahabat. Para ahli sejarah berbeda pendapat dalam

menentukan jumlah pasukan kaum muslimin di perang badar. Ada yang

mengatakan 313, 317, dan beberapa pendapat lainnya. Oleh karena itu,

tidak selayaknya kita berlebih-lebihan dalam menyikapi angka ini,

sehingga dijadikan sebagai angka idola atau angka keramat, semacam

yang dilakukan oleh LDII yang menjadikan angka 313 sebagai angka

keramat organisasi mereka dengan anggapan bahwa itu adalah jumlah

pasukan Badar.

Di antara tiga ratus belasan pasukan itu, ada dua penunggang kuda dan

70 onta yang mereka tunggangi bergantian. 70 orang di kalangan

Muhajirin dan sisanya dari Anshar.

Sementara di pihak lain, orang kafir Quraisy ketika mendengar kabar

bahwa kafilah dagang Abu Sufyan meminta bantuan, dengan

sekonyong-konyong mereka menyiapkan kekuatan mereka sebanyak 1000 personil,

600 baju besi, 100 kuda, dan 700 onta serta dengan persenjataan

lengkap. Berangkat dengan penuh kesombongan dan pamer kekuatan di

bawah pimpinan Abu Jahal.

Allah Berkehendak Lain

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para shahabat keluar dari

(4)

Merampas harta mereka sebagai ganti rugi terhadap harta yang

ditinggalkan kaum muhajirin di Makah. Meskipun demikian, mereka

merasa cemas bisa jadi yang mereka temui justru pasukan perang. Oleh

karena itu, persenjataan yang dibawa para shahabat tidaklah selengkap

persenjataan ketika perang. Namun, Allah berkehendak lain. Allah

mentakdirkan agar pasukan tauhid yang kecil ini bertemu dengan

pasukan kesyirikan. Allah hendak menunjukkan kehebatan agamanya,

merendahkan kesyirikan. Allah gambarkan kisah mereka dalam

firmanNya:

“Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu

dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu

menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekekuatan senjata-lah yang

untukmu (kamu hadapi, pent. Yaitu kafilah dagang), dan Allah

menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan

memusnahkan orang-orang kafir.” (Qs. Al Anfal: 7)

Demikianlah gambaran orang shaleh. Harapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa

sallam dan para shahabat tidak terwujud. Mereka menginginkan harta

kafilah dagang, tetapi yang mereka dapatkan justru pasukan siap perang.

Kenyataan ini memberikan pelajaran penting dalam masalah aqidah

bahwa tidak semua yang dikehendaki orang shaleh selalu dikabulkan oleh

Allah. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, tidak ada yang mampu

(5)

setinggi apapun tingkat kiyai seseorang sama sekali tidak mampu

mengubah apa yang Allah kehendaki.

Keangkuhan Pasukan Iblis

Ketika Abu Sufyan berhasil meloloskan diri dari kejaran pasukan kaum

muslimin, dia langsung mengirimkan surat kepada pasukan Mekkah

tentang kabar dirinya dan meminta agar pasukan Mekkah kembali pulang.

Namun, dengan sombongnya, gembong komplotan pasukan kesyirikan

enggan menerima tawaran ini. Dia justru mengatakan,

“Demi Allah, kita tidak akan kembali sampai kita tiba di Badar. Kita akan

tinggal di sana tiga hari, menyembelih onta, pesta makan, minum khamr,

mendengarkan dendang lagu biduwanita sampai masyarakat jazirah arab

mengetahui kita dan senantiasa takut kepada kita…”

Keangkuhan mereka ini Allah gambarkan dalam FirmanNya,

لووو

“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari

kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada

manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah

meliputi apa yang mereka kerjakan…” (Qs. Al-Anfal: 47)

Mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu di bawah

pengaturan Allah, karena ditutupi dengan kesombongan mereka. Mereka

tidak sadar bahwa Allah kuasa membalik keadaan mereka. Itulah

gambaran pasukan setan, sangat jauh dari kerendahan hati dan tawakal

kepada Yang Kuasa.

(6)

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa yakin bahwa yang

nantinya akan ditemui adalah pasukan perang dan bukan kafilah dagang,

beliau mulai cemas dan khawatir terhadap keteguhan dan semangat

shahabat. Beliau sadar bahwa pasukan yang akan beliau hadapi

kekuatannya jauh lebih besar dari pada kekuatan pasukan yanng beliau

pimpin. Oleh karena itu, tidak heran jika ada sebagian shahabat yang

merasa berat dengan keberangkatan pasukan menuju Badar. Allah

gambarkan kondisi mereka dalam firmanNya,

اموكو كو جوروخذأو كو بدرو

نذ مإ كو تإيذبو ق

ق حو لذابإ نل إإوو اقريرإفو نو مإ نو ينإمإؤذمملذا نو وهمرإاكو لو

“Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan

kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang

beriman itu tidak menyukainya.” (Qs. Al Anfal: 5)

Sementara itu, para komandan pasukan Muhajirin, seperti Abu Bakr dan

Umar bin Al Khattab sama sekali tidak mengendor, dan lebih baik maju

terus. Namun, ini belum dianggap cukup oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi

wa sallam. Beliau masih menginginkan bukti konkret kesetiaan dari

shahabat yang lain. Akhirnya, untuk menghilangkan kecemasan itu, beliau

berunding dengan para shahabat, meminta kepastian sikap mereka untuk

menentukan dua pilihan: (1) tetap melanjutkan perang apapun

kondisinya, ataukah (2) kembali ke madinah.

Majulah Al Miqdad bin ‘Amr seraya berkata, “Wahai Rasulullah, majulah

terus sesuai apa yang diperintahkan Allah kepada anda. Kami akan

bersama anda. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan sebagaimana

perkataan Bani Israil kepada Musa: ‘Pergi saja kamu, wahai Musa

(7)

menanti di sini saja. [1]'” Kemudian Al Miqdad melanjutkan: “Tetapi

pegilah anda bersama Rab anda (Allah), lalu berperanglah kalian berdua,

dan kami akan ikut berperang bersama kalian berdua. Demi Dzat Yang

mengutusmu dengan kebenaran, andai anda pergi membawa kami ke

dasar sumur yang gelap, kamipun siap bertempur bersama engkau

hingga engkau bisa mencapai tempat itu.”

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan komentar yang

baik terhadap perkataan Al Miqdad dan mendo’akan kebaikan untuknya.

Selanjutnya, majulah Sa’ad bin Muadz radhiyallahu ‘anhu, komandan

pasukan kaum anshar.

Sa’ad mengatakan, “Kami telah beriman kepada Anda. Kami telah

membenarkan Anda. Andaikan Anda bersama kami terhalang lautan lalu

Anda terjun ke dalam lautan itu, kami pun akan terjun bersama Anda….”

Sa’ad radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan, “Boleh jadi Anda khawatir,

jangan-jangan kaum Anshar tidak mau menolong Anda kecuali di

perkampungan mereka (Madinah). Sesungguhnya aku berbicara dan

memberi jawaban atas nama orang-orang anshar. Maka dari itu, majulah

seperti yang Anda kehendaki….”

Di Sudut Malam yang Menyentuh Jiwa…

Pada malam itu, malam jum’at 17 Ramadhan 2 H, Nabi Allah

Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih banyak mendirikan shalat di

dekat pepohonan. Sementara Allah menurunkan rasa kantuk kepada

kaum muslimin sebagai penenang bagi mereka agar bisa beristirahat.

Sedangkan kaum musyrikin di pihak lain dalam keadaan cemas. Allah

(8)

memanjatkan do’a kepada Allah. Memohon pertolongan dan bantuan

dari-Nya. Di antara do’a yang dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa

sallam berulang-ulang adalah,

“…Ya Allah, jika Engkau berkehendak (orang kafir menang), Engkau tidak

akan disembah. Ya Allah, jika pasukan yang kecil ini Engkau binasakan

pada hari ini, Engkau tidak akan disembah…..”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulang-ulang do’a ini sampai

selendang beliau tarjatuh karena lamanya berdo’a, kemudian datanglah

Abu Bakar As Shiddiq radhiyallahu ‘anhu memakaikan selendang beliau

yang terjatuh sambil memeluk beliau… “Cukup-cukup, wahai

Rasulullah…”

Tentang kisah ini, diabadikan Allah dalam FirmanNya,

ذذإإ

“Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat:

“Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian)

orang-orang yang telah beriman”. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke

dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan

pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu

adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya;

dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya

Allah amat keras siksaan-Nya.” (Qs. Al Anfal: 12-13)

(9)

Seusai beliau menyiapkan barisan pasukan shahabatnya, kemudian

beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan di tempat pertempuran dua

pasukan. Kemudian beliau berisyarat, “Ini tempat terbunuhnya fulan, itu

tempat matinya fulan, sana tempat terbunuhnya fulan….”

Tidak satupun orang kafir yang beliau sebut namanya, kecuali meninggal

tepat di tempat yang diisyaratkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Bara Peperangan Mulai Menyala

Yang pertama kali menyulut peperangan adalah Al Aswad Al Makhzumi,

seorang yang berperangai kasar dan akhlaknya buruk. Dia keluar dari

barisan orang kafir sambil menantang. Kedatangannya langsung disambut

oleh Hamzah bin Abdul Muthallib radhiyallahu ‘anhu. Setelah saling

berhadapan, Hamzah radhiyallahu ‘anhu langsung menyabet pedangnya

hingga kaki Al Aswad Al Makhzumi putus. Setelah itu, Al Aswad

merangkak ke kolam dan tercebur di dalamnya. Kemudian Hamzah

menyabetkan sekali lagi ketika dia berada di dalam kolam. Inilah korban

Badar pertama kali yang menyulut peperangan.

Selanjutnya, muncul tiga penunggang kuda handal dari kaum Musyrikin.

Ketiganya berasal dari satu keluarga. Syaibah bin Rabi’ah, Utbah bin

Rabi’ah, dan anaknya Al Walid bin Utbah. Kedatangan mereka ditanggapi

3 pemuda Anshar, yaitu Auf bin Harits, Mu’awwidz bin Harits, dan

Abdullah bin Rawahah. Namun, ketiga orang kafir tersebut menolak adu

tanding dengan tiga orang Anshar dan mereka meminta orang

terpandang di kalangan Muhajirin. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa

sallam memerintahkan Ali, Hamzah, dan Ubaidah bin Harits untuk maju.

(10)

dan Hamzah berhadapan dengan Utbah. Bagi Ali dan Hamzah,

menghadapi musuhnya tidak ada kesulitan. Lain halnya dengan Ubaidah.

Masing-masing saling melancarkan serangan, hingga masing-masing

terluka. Kemudian lawan Ubaidah dibunuh oleh Ali radhiyallahu ‘anhu.

Atas peritiwa ini, Allah abadikan dalam firmanNya,

نإ اذوهو نإ اموصذ خو اوممصو توخذا

يفإ مذ هإبقرو

“Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang

bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Rabb mereka (Allah)

…” (Qs. Al Hajj: 19)

Selanjutnya, bertemulah dua pasukan. Pertempuran-pun terjadi antara

pembela Tauhid dan pembela syirik. Mereka berperang karena perbedaan

prinsip beragama, bukan karena rebutan dunia. Sementara itu,

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di tenda beliau, memberikan

komando terhadap pasukan. Abu Bakar dan Sa’ad bin Muadz radhiyallahu

‘anhuma bertugas menjaga beliau. Tidak pernah putus, Nabi shallallahu

‘alaihi wa sallam senantiasa melantunkan do’a dan memohon bantuan

dan pertolongan kepada Allah. Terkadang beliau keluar tenda dan

mengatakan,“Pasukan (Quraisy) akan dikalahkan dan ditekuk mundur…”

Beliau juga senantiasa memberi motivasi kepada para shahabat untuk

berjuang. Beliau bersabda, “Demi Allah, tidaklah seseorang memerangi

mereka pada hari ini, kemudian dia terbunuh dengan sabar dan

mengharap pahala serta terus maju dan pantang mundur, pasti Allah akan

memasukkannya ke dalam surga.”

Tiba-tiba berdirilah Umair bin Al Himam Al Anshari sambil membawa

(11)

apakah surga lebarnya selebar langit dan bumi?” Nabi shallallahu ‘alaihi

wa sallam menjawab, “Ya.” Kemudian Umair mengatakan: “Bakh…Bakh…

(ungkapan kaget). Wahai Rasulullah, antara diriku dan aku masuk surga

adalah ketika mereka membunuhku. Demi Allah, andaikan saya hidup

harus makan kurma dulu, sungguh ini adalah usia yang terlalu panjang.

Kemudian beliau melemparkan kurmanya, dan terjun ke medan perang

sampai terbunuh.”

Dalam kesempatan yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam mengambil segenggam pasir dan melemparkannya ke barisan

musuh. Sehingga tidak ada satu pun orang kafir kecuali matanya penuh

dengan pasir. Mereka pun sibuk dengan matanya sendiri-sendiri, sebagai

tanda kemukjizatan Beliau atas kehendak Dzat Penguasa alam semesta.

Kuatnya Pengaruh Teman Dekat Dalam Hidup

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk membunuh Abul

Bakhtari. Karena ketika di Mekkah, dia sering melindungi Nabi shallallahu

‘alaihi wa sallam dan yang memiliki inisiatif untuk menggugurkan boikot

pada Bani Hasyim. Suatu ketika Al Mujadzar bin Ziyad bertemu dengannya

di tengah pertempuran. Ketika, itu Abul Bakhtari bersama rekannya.

Maka, Al Mujadzar mengatakan, “Wahai Abul Bakhtari, sesungguhnya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami untuk

membunuhmu.”

“Lalu bagaimana dengan temanku ini?”, tanya Abul Bakhtari

“Demi Allah, kami tidak akan membiarkan temanmu.” Jawab Al Mujadzar.

Akhirnya mereka berdua melancarkan serangan, sehingga dengan

(12)

Kemenangan Bagi Kaum Muslimin

Singkat cerita, pasukan musyrikin terkalahkan dan terpukul mundur.

Pasukan kaum muslimin berhasil membunuh dan menangkap beberapa

orang di antara mereka. Ada tujuh puluh orang kafir terbunuh dan tujuh

puluh yang dijadikan tawanan. Di antara 70 yang terbunuh ada 24

pemimpin kaum Musyrikin Quraisy yang diseret dan dimasukkan ke dalam

lubang-lubang di Badar. Termasuk diantara 24 orang tersebut adalah Abu

Jahal, Syaibah bin Rabi’ah, Utbah bin Rabi’ah dan anaknya, Al Walid bin

Utbah.

Demikianlah perang badar, pasukan kecil mampu mengalahkan pasukan

yang lebih besar dengan izin Allah. Allah berfirman,

مذ كو نذ مإ ةنئوفإ ةنلويلإقو تذ بولوغو ةرئوفإ ةررويثإكو نإ ذذإإبإ هإلللا هملللاوو عومو نو يرإبإاصل لا

“…Betapa banyak golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan

yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang

sabar.”(Qs. Al Baqarah: 249)

Mereka…

Mereka menang bukan karena kekuatan senjata

Mereka menang bukan karena kekuatan jumlah personilnya

Mereka MENANG karena berperang dalam rangka menegakkan kalimat

Allah dan membela agamaNya…

Allahu Al Musta’an…

Footnote:

[1] Perkataan Al Miqdad radhiyallahu ‘anhu ini merupakan cuplikan dari

firman Allah surat Al Maidah: 24

(13)

Referensi

Dokumen terkait

peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.. (3)

Dalam rangka perumusan strategi kebijakan penggunaan stimulan ramah lingkungan dalam produksi getah pinus maka studi tentang inovasi pemanfaatan stimulan adalah suatu

Berkat usaha mereka yang gigih dan berkualiti serta pelaksanaan kerja yang berperaturan telah dapat membantu pihak sekolah mencapai dan mengekalkan kejayaan yang baik

Untuk menganalisis tingkat signifikansi pengaruh positif kemudahan, manfaat, keamanan, kenyamanan, dan kepercayaan secara simultan terhadap adopsi internet banking pada

Nilai dari retract diambil dari entitas contouring dengan mengambil nilai dari atribut retract_plane ataupun sesuai dengan ketentuan pada ISO 14649-10 mengenai

Adapun Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk meneliti Pengaruh Perbedaan Kecepatan Pembebanan & Perbedaan Kadar Air pada Perilaku Tanah Residual Depok Yang Dipadatkan

Beberapa penyebab pada perdarahan ini antara lain karena kelainan anatomis rahim (seperti adanya polip rahim, mioma uteri), adanya siklus anovulatoir

Penelitian ini akan memberikan prevalensi dan gambaran tentang risiko tingkat ketergantungan penggunaan alkohol, rokok, dan zat adiktif pada pelajar SMU sehingga dapat