• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMALISASI PERANAN MASYARAKAT DALAM PE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "OPTIMALISASI PERANAN MASYARAKAT DALAM PE"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMALISASI PERANAN MASYARAKAT DALAM

PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG MENUJU

PEMBANGUNAN SWASEMBADA DAGING SAPI 2014

DI PROPINSI ACEH

* Sitti Zubaidah, S.Pt, S.Ag, MM. Dosen Peternakan Fakultas Pertanian Umuslim

RINGKASAN

Pembangunan merupakan salah satu wujud dari kemauan dan kemampuan suatu Negara untuk dapat lebih berkembang kearah yang lebih baik. Pembangunan nasional pada hakikatnya bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Dalam rangka memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri perlu suatu upaya pencapaian swasembada daging sapi. Untuk mencapai swasembada daging sapi diperlukan program swasembada daging sapi dengan melibatkan partisipasi penuh dari masyarakat peternak setempat. Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 merupakan tekad bersama dan menjadi salah satu dari program utama Kementerian Pertanian yang terkait dengan upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak berbasis sumberdaya domestik khususnya ternak sapi potong. Dengan berswasembada daging sapi tersebut akan diperoleh keuntungan dan nilai tambah yaitu : (1) meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan peternak; (2) penyerapan tambahan tenaga kerja baru; (3) penghematan devisa negara; (4) optimalisasi pemanfaatan potensi ternak lokal; dan (5) semakin meningkatnya peyediaan daging sapi yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) bagi masyarakat sehingga ketentraman lebih terjamin. Keberhasilan program swasembada daging sapi 2014 akan sangat tergantung kepada optimalisasi partisipasi masyarakat peternak sapi potong, sehingga bagaimanapun baiknya program yang disusun tidak akan berhasil tanpa partisipasi masyarakat peternak dan para pelaku peternak sapi potong lainnya.

Kata Kunci : Masyarakat, Usaha Ternak Sapi Potong, dan Swasembada Daging Sapi 2014

Latar Belakang

(2)

penciptaan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat bahkan perolehan devisa.

Pertanian juga dipandang sebagai suatu sektor yang memiliki kemampuan khusus dalam memadukan pertumbuhan pemerataan (growth with equity). Semakin besar perhatian terhadap melebarnya perbedaan pendapatan memberikan stimulan yang lebih besar untuk memanfaatkan kekuatan pertanian bagi pembangunan lebih baik lagi. Setelah swasembada beras tercapai pada tahun 2008, tantangan berikutnya bagi masyarakat indonesia adalah bagaimana agar Indonesia dapat semakin mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan hewani.

Subsektor peternakan akan menjadi strategis di masa yang akan datang. Jika dilihat lebih dalam, produk-produk primer peternakan seperti telur dan daging memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk pertanian kacang kedela. Protein telur sekitar 13% dan daging ayam mencapai 18,5%. Sementara protein kacang kedelai hanya 11%. UNICEF pun mengakui bahwa perbaikan gizi berlandaskan pemenuhan kebutuhan protein memiliki andil sekitar 50% dalam pertumbuhan ekonomi negara - negara Eropa Barat seabad terakhir. Terlebih produk primer peternakan seperti susu memiliki kandungan gizi utama yang sangat pendting bagi kesehatan yang tidak dapat digantikan oleh produk-produk pangan lainnya. (Daryanto, 2009)

Selain dinilai strategis dari segi perannya, subsektor peternakan di Indonesia khususnya Propinsi Aceh juga memiliki potensi besar sekaligus prospek yang cerah untuk dikembangkan. Hal ini didasarkan program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 (PSDS-2014) merupakan tekad bersama dan menjadi salah satu program utama Kementerian Pertanian yang terkait dengan upaya mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak berbasis sumberdaya domestik khususnya ternak sapi potong.

(3)

B. Swasembada Daging Sapi 2014 di Propinsi Aceh

Pedoman umum PSDS 2014 merupakan acuan penting bagi para pegelola kegiatan baik ditingkat Pusat maupun Propinsi dan Kabupaten/ Kota sehingga diperoleh persamaan persepsi dalam melaksanakan berbagai kebijakan dan langkah-langkah operasionalnya. Di Propinsi Aceh ada beberapa lokasi kabupaten yang mendapatkan bantuan sapi potong dari APBN dan APBA sabagai salah satu program swasembada daging pada tahun 2015 harus terpenuhi 15,7 ton daging di seluruh Indonesia, seperti Kabupaten Pidie (Desa Beuni Reuleng, Desa Lam Ujong dan Desa Lhok Keutapang), Kabupaten Bireuen (Desa Pinto Rimba dan Desa Ranto Panyang ) dan Kabupaten Aceh lainnya.

Program Swasembada Daging ini telah digagas oleh Pemerintah Pusat sejak tahun 2006, namun belum memuahkan hasil. Sehingga Pemerintah tetap berupaya pada tahun 2014 ini Program Swasembada Daging harus berhasil. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi kebutuhan daging bagi masyarakat sangat tinggi setiap tahunnya. Secara geografis Propinsi Aceh sangat cocok karena didukung dengan lahan yang luas serta kegigihan masyarakat cukup tinggi dalam memelihara ternak. Disamping itu untuk mempertahankan bibit Sapi Aceh yang merupakan salah satu rumpun sapi lokal Indonesia yang mempunyai sebaran asli geografis di Propinsi Aceh, dan telah dibudidayakan secara turun-temurun. Sapi Aceh juga merupakan kekayaan sumber daya genetik ternak Indonesia yang perlu dilindungi dan dilestarikan (sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No:2907/Kpts/OT.140/6/2011).

(4)

Tabel 1. Tingkat Produksi Produk Primer Ternak di Propinsi Aceh , 2009 - 2013 (Ton)

No Produksi Ternak Tahun Pertumbuhan(%)

2009 2010 2011 2012 2013*)

1 Telur Itik 7.942 8.345 9.258 10.692 11.027 19,10

2 Telur Ayam Ras 1.868 1.962 2.419 3.640 3.874 6,44 3 Telur Ayam Buras 3.993 4.195 4.195 4.053 4.254 4.95

4 Susu 34 37 33 43 52 22.21

5 Daging Kuda - - -

-6 Daging Sapi 7.614 7.914 8.303 6.569 7.478 13.83

7 Daging Kerbau 2.303 2.520 2.835 2.679 2.771 3.42

8 Daging Itik 918 964 814 1.006 1.042 3.59

9 Daging Domba 163 180 308 335 346 3.48

10 Daging Babi 4 4 8 14 15 2.22

11 Daging Ayam RasPetelur 432 453 1.321 1.361 1.431 5.18 12 Daging Ayam Ras

Pedaging 4.746 4.982 6.439 8.567 8.434 -1.55

13 Daging Ayam Buras 3.847 4.042 4.821 4.785 4.963 3.71 14 Daging Kambing 1.333 1.413 1.644 1.653 1.707 3.26 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Peternakan dan Kesehatan Hewan 2013

Berdasarkan Permentan No. 19 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum tentang Swasembada Daging Ternak Tahun 2014 yakni dalam rangka memenuhi kebutuhan daging ternak dalam negeri dengan harapan memiliki keuntungan dan nilai tambah yaitu (1) meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan peternak; (2) penyerapan tambahan tenaga kerja baru; (3) penghematan devisa negara; (4) optimalisasi pemanfaatan potensi ternak lokal;dan (5) semakin meningkatnya penyediaan daging ternak yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) bagi masyarakat sehingga ketentraman lebih terjamin.

(5)

mengevaluasi dampak program, dan 5) program tidak secara jelas memberikan danpak pada pertumbuhan populasi ternak secara nasional.

Menurut penelitian Hanani (2008) menyatakan bahwa pengembangan Sapi Aceh mempunyai kekuatan yang cukup signifikan dan tidak banyak mendapatkan ancaman ekternal sehingga posisi ini mendukung strategi agresif artinya harus dikembangkan bukan sebagai usaha sambilan, tetapi benar-benar usaha komersial dan dapat dijadikan usaha unggulan agribisnis daerah untuk memenuhi kebutuhan daging di pasar dan juga mengurangi kemiskinan di masyarakat peternak.

Di Indonesia terdapat beberapa jenis ternak yang oleh rakyat dipelihara untuk bermacam-macam tujuan. Misalnya untuk keperluaan tenaga dan daging. Berikut ini adalah beberapa jenis dan bangsa ternak potong di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 19/ Permentan/ OT. 140/2/ 2010, yaitu :

a. Sapi Bali

Kualitatif Kuantatif

Betina:

- Warna bulu merah

- Lutut ke bawah berwarna putih - Pantat warna putih berbentuk

setengah bulan

- Tanduk pendek dan kecil

- Bentuk kepala panjang dan sempit

- Leher ramping

Jantan

- Warna bulu hitam

- Lutut ke bawah berwarna putih - Pantat putih berbentuk setangah

bulan

- Ujung ekor hitam

- Tanduk tumbuh baik warna hitam - Bentuk kepala lebar

- Leher kompak dan kuat

Betina umur 18 – 24 bulan

Tinggi Gumba :

Kelas I minimal 105 cm Kelas II minimal 97 cm

Panjang Badan :

Kelas I minimal 104 cm Kelas II minimal 93 cm Kelas III minimal 89 cm

Jantan umur 24 – 36 bulan Kelas I minimal 119 cm Kelas II minimal 111 cm Kelas III minimal 108 cm

Panjang Badan

Kelas I minimal 121 cm Kelas II minimal 110 cm Kelas III minimal 106 cm

b. Sapi Peranakan Ongole

Kualitatif Kuantatif

- Warna bulu putih keabu-abuan - Kipas ekor dan bulu sekitar mata

berwarna putih

- Badan besar, gelambir longgar bergantung

Betina umur 18 – 24 bulan

Tinggi Gumba :

Kelas I minimal 116 cm Kelas II minimal 113 cm

(6)

- Leher pendek

- Tanduk Pendek Kelas II minimal 117 cmKelas III minimal 115 cm

Jantan umur 24 – 36 bulan Kelas I minimal 127 cm Kelas II minimal 125 cm Kelas III minimal 124 cm

Panjang Badan

Kelas I minimal 139 cm Kelas II minimal 133 cm Kelas III minimal 130 cm

c. Sapi Sumba Ongole (SO)

Kualitatif Kuantatif

- Warna Keputihan

- Kepala, leher, gumba, lutut, warna gelap terutama pada yang jantan - Kulit sekeliling mata, bulu

mata,moncong, kuku kaki dan bulu cambuk ekor warna hitam

- Tanduk pendek, kuat, mula-mula mengarah keluar, lalu ke belakang - Badan besar, gelambir longgar dan

tergantung

- Punuk besar persis diatas skapula - Leher pendek

Betina umur 18 – 24 bulan

Tinggi Gumba :

Kelas III minimal 112 cm

Jantan umur 24 – 36 bulan

Tinggi Gumba:

Kelas III minimal 118 cm

d. Sapi Madura

Kualitatif Kuantatif

- Warna merah bata atau merah coklat campur putih dengan batas tidak jelas pada bagian pantat - Tanduk kecil pendek mengarah ke

sebelah luar

- Tubuh kecil, kaki pendek

- Gumba pada betina tidak jelas, pada jantan berkembang baik

Betina umur 18 – 24 bulan

Tinggi Gumba :

Kelas I minimal 108 cm Kelas II minimal 105 cm Kelas III minimal 102 cm

Jantan umur 24 – 36 bulan

Tinggi Gumba:

(7)

e. Sapi Aceh

Kualitatif Kuantatif

- Warna bulu coklat muda, coklat merah (merah bata), coklat hitam, hitam dan putih, abu-abu, kulit hitam memutih kearah sentral tubuh

- Betina berpunuk kecil - Jantan punuk terlihat jelas

Betina umur 18 – 24 bulan

Tinggi Gumba :

Kelas III minimal 100 cm

Jantan umur 24 – 36 bulan

Tinggi Gumba:

Kelas III minimal 105 cm

f. Sapi Brahman

Kualitatif Kuantatif

- Warna pada yang jantan putih abu-abu, pada betina putih/ abu-abu atau merah

- Badan besar, kepala relatif besar

Betina umur 18 – 24 bulan

Tinggi Gumba :

Kelas III minimal 112 cm

Jantan umur 24 – 36 bulan

Tinggi Gumba:

Kelas III minimal 125 cm

C. Peranan Masyarakat dalam Pengembangan Ternak Sapi Potong

Belajar dari pengalaman membangun sektor pertanian dalam arti luas (termasuk peternakan), baik di negara maju dan berkembang, kita memperoleh pelajaran bahwa faktor - faktor kritikal yang menentukan pembangunan pertanian adalah jumlah dan kualitas (a) modal manusia (terkait dengan pendidikan dan pelatihan), (b) modal sosial (terkait dengan organisasi/ kelompok petani/ peternak dan koperasi), (c) infrastruktur fisik (terkait dengan jalan, fasilitas komunikasi, pasokan energi dan air), (d) infrastruktur kelembagaan (terkait dengan penelitian dan penyuluhan, sistem keuangan perdesaan, peraturan dan kelembagaan termasuk hak-hak kepemilikan, dan (e) modal fisik swasta (terkait dengan ketersediaan lahan, infrastruktur peternakan, dan investasi). Oleh karena itu, pembangunan peternakan harus dilakukan dengan cara yang holistik, komprehensif, tidak sektoral dan tidak parsial. (Daryanto, 2009)

(8)

dapat dilaksanakan oleh masyarakat secara berkelanjutan. Hal sesuai dengan Wuradji (1999) menyatakan bahwa pengembangan masyarakat adalah proses penyadaran masyarakat yang dilakukan secara transpormatif, partisipatif, dan berkesinambungan melalui peningkatan kemampuan dalam menganani berbagai persoalan dasar yang mereka hadapi untuk meningkatkan kondisi hidup sesuai dengan cita-cita yang diharapkan.

Konsep pemberdayaan mencerminkan paradigma baru pembangunan, yang memiliki karakteristik dengan berfokus pada rakyat (people-centered), partisipatif (participatory), memberdayakan (empowering), dan berkesinambungan (sustainable) (Chambers, 1996). Menurut Kartasasmita (1996) bahwa pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan harus diarahkan langsung pada akar persoalannya, yaitu meningkatkan kemampuan rakyat. Jadi pemberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.

Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan obyek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subyek dari upaya pembangunannya sendiri. Implementasi konsep pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan telah banyak diterapkan di berbagai negara. Salah satu contohnya adalah hasil penelitian yang dilakukan Babajanian di Armenia (2005), yang menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat melalui organisasi sosial lokal memegang peranan penting dalam keberhasilan proyek-proyek pembangunan di negara tersebut.

Pembangunan perekonomian masyarakat memegang peranan yang penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal tersebut terlihat melalui banyaknya program pembangunan ekonomi yang dirancang oleh pemerintah baik ditingkat desa, kabupaten dan propinsi dibidang program budidaya ternak besar, sedang dan kecil. Hampir seluruh instansi, terutama pemerintah daerah mengakomodir pembangunan dalam program kerjanya.

(9)

pangan berprotein tinggi, yang umumnya memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan pangan lainnya.

Daging sapi sebagian besar dihasilkan oleh usaha peternakan rakyat di desa. Dari tahun daging sapi meningkat dari tahun ke tahun, demikian pula impor terus bertambah dengan laju yang makin tinggi. Kondisi demikian menuntut para pemangku kepentingan (stakeholder) menetapkan suatu strategi pengembangan peternakan sapi potong nasional untuk mengurangi, dan secara bertahap mampu berswasembada dalam penyediaan kebutuhan daging nasional. Masyarakat harus mengelola ternak sapi dengan baik. Jangan peternak sapi hanya dilakukan dari kalangan orang kaya saja, tapi masyarakat miskin pun harus menjadi ujung tombak berternak sapi

D. Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Sapi Potong

Salah satu faktor yang menghambat kinerja pembangunan peternakan di tanah air adalah kurang tersedianya modal dan kredit untuk bagi para peternak. Padahal ke depan permintaan akan produk-produk peternakan primer dan olahan yang bernilai tinggi naik dengan pesat. Menurut Hernando de Soto seorang pemikir rakyat dari Peru yang pernah dinobatkan sebagai salah satu inovator Amerika Latin pada majalan ekonomi bergensi The Economist tahun 1999 mengungkapkan bahwa peminjaman kredit yang berpihak pada pengusaha kecil dengan mempermudah akses modal kerja akan memajukan perekonomian suatu negara.

Pengembangan peternakan sapi potong dilakukan bersama oleh pemerintah, masyarakat (peternak skala kecil), dan swasta. Pemerintah menetapkan aturan main, memfasilitasi serta mengawasi aliran dan ketersediaan produk, baik jumlah maupun mutunya agar memenuhi persyaratan halal, aman, bergizi, dan sehat. Swasta dan masyarakat berperan dalam mewujudkan kecukupan produk peternak-peternak melalui kegiatan produksi, impor, pengolahan, pemasaran, dan distribusi produk sapi potong (Bamualimet al. 2008).

(10)

Tawaf dan Kuswaryan (2006) menyatakan bahwa kebijakan pemerintah dalam pembangunan peternakan masih bersifat top down. Kebijakan seperti ini pada akhirnya menyulitkan berbagai pihak tertama stakeholder. Pertanyaannya bagaimana membuat kebijakan publik yang didasarkan hasil riset dengan melibatkan

stakeholder dan pembuat kebijakan melalui forum dialog, kemudia hasilnya diagendakan sehingga dapat digunakan dalam merumuskan kebijakan nasional, regional dan internasional.

Tanpa dukungan kebijakan yang kuat, terencana dan komprehensif, maka peternak akan sulit memperoleh kemudahan akses pada sumber-sumber pembiayaan untuk meningkatkan produktivitas usaha.

DAFTAR PUSTAKA

Amar, A.L. 2008. Strategi penyedian pakan hijauan untuk pengembngan sapi potong di Sulawesi Selatan. Dalam A.L. Amar, M.H. Husain, K. Kasim, Marsetyo, Y. Duma, Y. Rusyantono, Rusdin, Damry, dan B. Sundu (Ed). Pengembangan Sapi Potong untuk Mendukung Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi 2008 - 2010.

Bamualim, A.M., B. Trisnamurti, dan C. Thalib.2008. Arah penelitian pengembangan sapi potong di Indonesia. Dalam A.L. Amar .L. Amar, M.H. Husain, K. Kasim, Marsetyo, Y. Duma, Y. Rusyantono, Rusdin, Damry, dan B. Sundu (Ed). Pengembangan Sapi Potong untuk Mendukung Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi 2008 -2010.

Chambers, Robert. 1996.Participatory Rural Appraisal. Penerbit : Kanisius

Daryanto. A. 2009. Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. Penerbit. IPB Press. Kampus IPB Taman Kencana Bogor.

Peraturan Menteri PertanianNo. 19/ Permentan/ OT. 140/2/ 2010, tentang Pedoman Umum Program Swasembada Daging Sapi

Rasyaf M. 1994.Manajemen Peternakan Ayam Kampung. Yogyakarta: Kanisius.

Tawaf, R. dan S. Kuswaryan .2006. Kendala kecukupan daging 2010. Dalam B. Sukamto, E. Rianto, dan A.M. Legowo (Ed). Pemberdayaan Mayarakat Peternakan di Bidang Agribisnis untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar Nasional 2006, Semarang. Universitas Diponegoro.

Gambar

Tabel 1. Tingkat Produksi Produk Primer Ternak di Propinsi Aceh , 2009 - 2013

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana rancangan formula optimum dengan konsentrasi SSG sebagai bahan penghancur dan konsentrasi PVP K-30 sebagai bahan pengikat yang secara teoritis memiliki

antar generasi adalah konflik yang mayoritas muncul ketika berhadapan dengan pekerja dari generasi yang berbeda, salah satu yang sangat sering terjadi antara

MARKET BRIEF BAN (TIRE) ITPC BUSAN35 TABEL 3.2 STANDAR BAN BERDASARKAN ROLLING RESISTANCE COEFFICIENTDAN WET GRIP Selain menggunkan standar ban yang berdasarkan

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat kita simpulkan bahwa Mind Mapping merupakan suatu model pembelajaran yang membebaskan tiap siswa untuk mencatat apa

Komunikasi menyampaikan informasi dan pengetahuan dari orang yang satu kepada orang lain sehingga dapat terjadi

limbah padat hasil dari proses pembakaran di dalam furnace pada PLTU yang. kemudian terbawa keluar oleh sisa-sisa

Zeolit merupakan adsorbent yang unik, karena memiliki ukuran pori yang sangat kecil dan seragam jika dibandingkan dengan adsorbent yang lain seperti karbon aktif dan silika

Kekuatan tarik terendah diperoleh dari proses pengelasan TIG dengan kuat arus 130 Ampere dan kekuatan tariknya semakin naik seiring dengan semakin naiknya kuat