• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahaya Pelapukan Kayu pada Bangunan Rumah di Pulau Jawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Bahaya Pelapukan Kayu pada Bangunan Rumah di Pulau Jawa"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

Bahaya Pelapukan Kayu

pada Bangunan Rumah

di Pulau Jawa

Bahaya Pelapukan Kayu

pada Bangunan Rumah

di Pulau Jawa

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

Trisna Priadi

(E.061040011)

Komisi Pembimbing:

Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, MS Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan, MSc Dr. Ir. Achmad, MS

(2)
(3)

Populasi: 136,5 juta jiwa (57,5%)

Luas Wilayah: 129.4 38,3 km

2
(4)

Peta Bahaya Pelapukan Kayu

(Schefer 1971, Kumi-Woode 1996, Leicester 2001)

di Indonesia belum ada ...!

Kayu tidak awet

mendominasi kayu konstruksi

Diyakini ancaman

pelapukan tinggi

Di USA 10% produksi kayu tahunan untuk

perbaikan bangunan lapuk oleh jamur

(Lyon 1991).

Di Inggris £3 juta/minggu untuk perbaikan

bangunan lapuk oleh jamur (Schmidt

2007).

Di daerah tropis agen biodeteriorasi lebih

aktif (Bowyer 2003).

Dampak pelapukan kayu pada

(5)

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Menyusun peta bahaya pelapukan kayu

di Pulau Jawa; mengetahui karakteristik

biologi jamur penyebab pelapukan pada

bangunan rumah serta dampaknya

secara teknis dan ekonomis.

Peningkatan efisiensi dan efiktifitas

pemanfaatan kayu di masa datang

Landasan ilmiah dalam perumusan

(6)
(7)

2. Survey Pelapukan Bangunan Rumah

2. Survey Pelapukan Bangunan Rumah

1. Analisis Kelas Bahaya Pelapukan Kayu di

Pulau Jawa

1. Analisis Kelas Bahaya Pelapukan Kayu di

Pulau Jawa

Penentuan indeks pelapukan (Scheffer) berdasarkan data iklim P Jawa

tahun 2002, 2004, 2006 dan 2008.

Keterangan:

T : suhu rata-rata bulanan (oC)

D : jumlah hari dalam satu bulan dengan curah hujan 0.25 mm

Indeks

Pelapuka

n

Kelas Bahaya

Pelapukan

< 35

rendah

35 < 65

sedang

65 - 100

tinggi

> 100

sangat tinggi

di 10 daerah di Pulau Jawa :

Lembang, Malang, Gresik, Subang, Bogor, Serang,Tegal, Yogyakarta,

Semarang, dan Jakarta Utara

Metode: wawancara, observasi, pengukuran volume kayu lapuk dan

(8)

ISOLASI

jamur dari tubuh buah

(Gunawan et al. 2004)

ISOLASI

jamur dari tubuh buah

(Gunawan et al. 2004)

Pemurnian & Pemeliharaan

isolat jamur pada media PDA

Pemurnian & Pemeliharaan

isolat jamur pada media PDA

Penumbuhan tubuh buah

pada

media baglog

Penumbuhan tubuh buah

pada

media baglog

82.5% serbuk sengon atau pinus,

15% dedak,

1.5% gips,

1% kapur

air secukupnya (Herliyana 2007)

82.5% serbuk sengon atau pinus,

15% dedak,

1.5% gips,

1% kapur

air secukupnya (Herliyana 2007)

IDENTIFIKASI

jamur

berdasarkan ciri

morfologis

(Stamets 2000; Emberger 2006; Hutchings 2010)

IDENTIFIKASI

jamur

berdasarkan ciri

morfologis

(Stamets 2000; Emberger 2006; Hutchings 2010)

3. Identifkasi Jenis serta Uji Sifat

Oksidasi dan

Pertumbuhan Jamur Pelapuk Kayu

Bangunan

3. Identifkasi Jenis serta Uji Sifat

Oksidasi dan

(9)

Identifkasi Molekuler Jamur Pelapuk

Kayu

(Afrida

et al.

2008)

Identifkasi Molekuler Jamur Pelapuk

Kayu

(Afrida et al. 2008)

Ekstraksi

DNA

Ekstraksi

DNA

Amplifikasi

PCR

Amplifikasi

PCR

Electrophoresis

Agarose Gel

Agarose Gel

Electrophoresis

Purifikasi

produk

PCR

Purifikasi

produk

PCR

DNA

sequencing

DNA

sequencing

Uji Oksidasi Jamur Pelapuk Kayu

(Nishida

et al.

1988)

Uji Oksidasi Jamur Pelapuk Kayu

(Nishida et al. 1988)

(10)

Uji Sifat Pertumbuhan Jamur

Pelapuk Kayu dalam Variasi Suhu

dan pH

Uji Sifat Pertumbuhan Jamur

Pelapuk Kayu dalam Variasi Suhu

dan pH

Suhu:

20

o

C, 25

o

C , 30

o

C, 35

o

C, 40

o

C,

45

o

C & 50

o

C.

Suhu:

20

o

C, 25

o

C , 30

o

C, 35

o

C, 40

o

C,

45

o

C & 50

o

C.

pH *:

4.26, 5.02, 5.40,

6.08, 7.09

pH *:

4.26, 5.02, 5.40,

6.08, 7.09

S. commune G. applanatum

Pengukuran

Diameter

Miselia

(tiap hari)

Pengukuran

Diameter

Miselia

(tiap hari)

Kecepatan

Pertumbuha

n

Kecepatan

Pertumbuha

n

*) Pengaturan pH media dengan citric acid phosphate bufer, pada suhu 35 oC

Eyela Multi Thermo Incubator

(11)

4. Analisis Dampak Degradasi Kayu oleh

Jamur Pelapuk

4. Analisis Dampak Degradasi Kayu oleh

Jamur Pelapuk

Uji Biodeteriorasi Kayu oleh Jamur

Uji Biodeteriorasi Kayu oleh Jamur

S. commune

S. commune

dan

dan

G. applanatum

G. applanatum

Uji

Penurunan

Berat Kayu

Uji Berat

jenis Kayu

Uji

Modulus

Lentur &

Modulus

Patah Kayu

Analisis

Kadar

Selulosa &

Lignin

Kayu

Pengamata

n Struktur

Anatomi

Kayu

Uji Lapang Pelapukan Kayu Tidak

Menyentuh Tanah

Uji Lapang Pelapukan Kayu Tidak

Menyentuh Tanah

Daerah: Lembang, Malang, Bogor,

Serang, Tegal, Semarang, &

Jakarta

Analisis Data

Uji korelasi indeks pelapukan dan nilai faktor-faktor iklim dengan nilai mekanis kayu menggunakan

program SPSS 17.0 Susunan kayu dalam uji lapang

(12)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

(13)

% [ # # # # # # # # # # # # # # # # # # 9°10' 9°10' 8°20' 8°20' 7°30' 7°30' 6°40' 6°40' 5°50' 5°50' 5°00' 5°00' 104°50' 104°50' 105°40' 105°40' 106°30' 106°30' 107°20' 107°20' 108°10' 108°10' 109°00' 109°00' 109°50' 109°50' 110°40' 110°40' 111°30' 111°30' 112°20' 112°20' 113°10' 113°10' 114°00' 114°00' 114°50' 114°50'

Kepulauan Seribu

Bandung Pulau Sumatera Provinsi BANTEN DKI JAKARTA Provinsi JAWA BARAT Bogor Sukabumi Cirebon Tasikmalaya Tegal Semarang Surakarta Provinsi JAWA TENGAH DI YOGYAKARTA Provinsi JAWA TIMUR Malang Surabaya

Gresik Pulau Madura

Pulau Bali

Kepuluan Karimun Jawa

N E W

S

40 0 40 80 120 160 Kilometers

Keterangan :

Bahaya Pelapukan Sangat Tinggi

Bahaya Pelapukan Sedang Bahaya Pelapukan Tinggi

Skala 1: 250.000, Bakosurtanal

Pulau Nusa Kambangan

Banyumas Kudus Salatiga Magelang Serang # Pekalongan Jember

LAUT J AWA

# Subang # Indramayu # Sumedang # Kuningan

SAMUDERA INDONESIA

# Garut # # Jepara # Rembang # Blora # Kebumen # Sragen # Tuban # Bojonegoro # Madiun # Blitar # Kediri # Trenggalek # Ponorogo # Probolinggo # Pasuruan # # Lumajang # Banyuwangi # Bondowoso # Situbondo

Peta Kelas Bahaya Pelapukan Kayu di Pulau Jawa

Kelas Bahaya Pelapukan Kayu di

Pulau Jawa

IP KB % [ # # # # # # # # # # # # # # # # # # 9°10' 9°10' 8°20' 8°20' 7°30' 7°30' 6°40' 6°40' 5°50' 5°50' 5°00' 5°00' 104°50' 104°50' 105°40' 105°40' 106°30' 106°30' 107°20' 107°20' 108°10' 108°10' 109°00' 109°00' 109°50' 109°50' 110°40' 110°40' 111°30' 111°30' 112°20' 112°20' 113°10' 113°10' 114°00' 114°00' 114°50' 114°50'

Kepulauan Seribu

Bandung

Pulau Sumatera

Provinsi

BANTEN

DKI JAKARTA

Provinsi

JAWA BARAT

Bogor Sukabumi Cirebon Tasikmalaya Tegal Semarang Surakarta

Provinsi

JAWA TENGAH

DI YOGYAKARTA

Provinsi

JAWA TIMUR

Malang Surabaya

Gresik

Pulau Madura

Pulau

Bali

Kepuluan Karimun Jawa

N

E

W

S

40 0 40 80 120 160 Kilometers

Keterangan :

Bahaya Pelapukan Sangat Tinggi

Bahaya Pelapukan Sedang

Bahaya Pelapukan Tinggi

Skala 1: 250.000, Bakosurtanal

Pulau Nusa Kambangan

Banyumas Kudus Salatiga Magelang Serang # Pekalongan Jember

LAUT J AWA

# Subang # Indramayu # Sumedang # Kuningan

SAMUDERA INDONESIA

# Garut # # Jepara # Rembang # Blora # Kebumen # Sragen # Tuban # Bojonegoro # Madiun # Blitar # Kediri # Trenggalek # Ponorogo # Probolinggo # Pasuruan # # Lumajang # Banyuwangi # Bondowoso # Situbondo

Peta Kelas Bahaya Pelapukan Kayu di Pulau Jawa

% [ # # # # # # # # # # # # # # # # # #

9°10 ' 9°10 '

8°20 ' 8°20 '

7°30 ' 7°30 '

6°40 ' 6°40 '

5°50 ' 5°50 '

5°00 ' 5°00 '

104 °50 ' 104 °50 '

105 °40 ' 105 °40 '

106 °30 ' 106 °30 '

107 °20 ' 107 °20 '

108 °10 ' 108 °10 '

109 °00 ' 109 °00 '

109 °50 ' 109 °50 '

110 °40 ' 110 °40 '

111 °30 ' 111 °30 '

112 °20 ' 112 °20 '

113 °10 ' 113 °10 '

114 °00 ' 114 °00 '

114 °50 ' 114 °50 '

Kepulauan Seribu

Bandung

Pulau Sumatera

Provinsi

BANTEN

DKI JAKARTA

Provinsi

JAWA BARAT

Bogor Sukabumi Cirebon Tasikmalaya Tegal Semarang Surakarta

Provinsi

JAWA TENGAH

DI YOGYAKARTA

Provinsi

JAWA TIMUR

Malang Surabaya

Gresik

Pulau Madura

Pulau

Bali

Kepuluan Karimun Jawa

N

E

W

S

40 0 40 80 120 160 Kilometers

Keterangan :

Bahaya Pelapukan Sangat Tinggi

Bahaya Pelapukan Sedang Bahaya Pelapukan Tinggi

Skala 1: 250.000, Bakosurtanal

Pulau Nusa Kambangan

Banyumas Kudus Salatiga Magelang Serang # Pekalongan Jember

LAUT J AWA

# Su bang # Indramayu # Sumedang # Kuningan

SAMUDERA INDONESIA

# Garut # # Jepara # Rembang # Blora # Kebumen # Sragen # Tuban # Bojonegoro # Madiun # Blitar # Kediri # Trenggalek # Ponorogo # Probolinggo # Pasuruan # # Lumajang # Banyuwangi # Bondowoso # Situbondo

Peta Kelas Bahaya Pelapukan Kayu di Pulau Jawa

% [ # # # # # # # # # # # # # # # # # #

9°10 ' 9°10 '

8°20 ' 8°20 '

7°30 ' 7°30 '

6°40 ' 6°40 '

5°50 ' 5°50 '

5°00 ' 5°00 '

104 °50 ' 104 °50 '

105 °40 ' 105 °40 '

106 °30 ' 106 °30 '

107 °20 ' 107 °20 '

108 °10 ' 108 °10 '

109 °00 ' 109 °00 '

109 °50 ' 109 °50 '

110 °40 ' 110 °40 '

111 °30 ' 111 °30 '

112 °20 ' 112 °20 '

113 °10 ' 113 °10 '

114 °00 ' 114 °00 '

114 °50 ' 114 °50 '

Kepulauan Seribu

Bandung

Pulau Sumatera

Provinsi

BANTEN

DKI JAKARTA

Provinsi

JAWA BARAT

Bogor Sukabumi Cirebon Tasikmalaya Tegal Semarang Surakarta

Provinsi

JAWA TENGAH

DI YOGYAKARTA

Provinsi

JAWA TIMUR

Malang Surabaya

Gresik

Pulau Madura

Pulau

Bali

Kepuluan Karimun Jawa

N

E

W

S

40 0 40 80 120 160 Kilometers

Keterangan :

Bahaya Pelapukan Sangat Tinggi

Bahaya Pelapukan Sedang Bahaya Pelapukan Tinggi

Skala 1: 250.000, Bakosurtanal

Pulau Nusa Kambangan

Banyumas Kudus Salatiga Magelang Serang # Pekalongan Jember

LAUT J AWA

# Su bang # Indramayu # Sumedang # Kuningan

SAMUDERA INDONESIA

# Garut # # Jepara # Rembang # Blora # Kebumen # Sragen # Tuban # Bojonegoro # Madiun # Blitar # Kediri # Trenggalek # Ponorogo # Probolinggo # Pasuruan # # Lumajang # Banyuwangi # Bondowoso # Situbondo

(14)

9°10' 9°10' 8°20' 8°20' 7°30' 7°30' 6°40' 6°40' 5°50' 5°50' 5°00' 5°00' 104°50' 104°50' 105°40' 105°40' 106°30' 106°30' 107°20' 107°20' 108°10' 108°10' 109°00' 109°00' 109°50' 109°50' 110°40' 110°40' 111°30' 111°30' 112°20' 112°20' 113°10' 113°10' 114°00' 114°00' 114°50' 114°50'

Kepulauan Seribu

Bandung Pulau Sumatera Provinsi BANTEN DKI JAKARTA Provinsi JAWA BARAT Bogor Sukabumi Cirebon Tasikmalaya Tegal Semarang Surakarta Provinsi JAWA TENGAH DI YOGYAKARTA Provinsi JAWA TIMUR Malang Surabaya

Gresik Pulau Madura

Pulau Bali

Kepuluan Karimun Jawa

N E W

S

40 0 40 80 120 160 Kilometers

Keterangan :

10-13 hari hujan

4-7 hari hujan

8-9 hari hujan Sumber Data :

- Peta Rupabumi Indonesia skala 1: 250.000, Bakosurtanal - Hasil analisis dan survei lapangan

PETA JUMLAH HARI HUJAN PER BULAN DI PULAU JAWA

Pulau Nusa Kambangan

Banyumas Kudus Salatiga Magelang Serang # Pekalongan Jember

LAUT J AWA

# Subang # Indramayu # Sumedang # Kuningan SAMUDERA INDONESIA # Garut # # Jepara # Rembang # Blora # Kebumen # Sragen # Tuban # Bojonegoro # Madiun # Blitar # Kediri # Trenggalek # Ponorogo # Probolinggo # Pasuruan # # Lumajang # Banyuwangi # Bondowoso # Situbondo

(15)

9°10' 9°10' 8°20' 8°20' 7°30' 7°30' 6°40' 6°40' 5°50' 5°50' 5°00' 5°00' 104°50' 104°50' 105°40' 105°40' 106°30' 106°30' 107°20' 107°20' 108°10' 108°10' 109°00' 109°00' 109°50' 109°50' 110°40' 110°40' 111°30' 111°30' 112°20' 112°20' 113°10' 113°10' 114°00' 114°00' 114°50' 114°50'

Kepulauan Seribu

Bandung Pulau Sumatera Provinsi BANTEN DKI JAKARTA Provinsi JAWA BARAT Bogor Sukabumi Cirebon Tasikmalaya Tegal Semarang Surakarta Provinsi JAWA TENGAH DI YOGYAKARTA Provinsi JAWA TIMUR Malang Surabaya

Gresik Pulau Madura

Pulau Bali

Kepuluan Karimun Jawa

N E W

S

40 0 40 80 120 160 Kilometers

Keterangan :

27-29 oC

20-24 oC

25-26 oC Sumber Data :

- Peta Rupabumi Indonesia skala 1: 250.000, Bakosurtanal - Hasil analisis dan survei lapangan

PETA SUHU DI PULAU JAWA

Pulau Nusa Kambangan Banyumas Kudus Salatiga Magelang Serang # Pekalongan Jember

LAUT J AWA

# Subang # Indramayu # Sumedang # Kuningan SAMUDERA INDONESIA # Garut # # Jepara # Rembang # Blora # Kebumen # Sragen # Tuban # Bojonegoro # Madiun # Blitar # Kediri # Trenggalek # Ponorogo # Probolinggo # Pasuruan # # Lumajang # Banyuwangi # Bondowoso # Situbondo

(16)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

R

u

m

a

h

T

e

rs

e

ra

n

g

J

a

m

u

r

P

e

la

p

u

k

(

%

)

2. Intensitas Serangan Jamur Pelapuk pada

Bangunan Rumah

di Pulau Jawa

2. Intensitas Serangan Jamur Pelapuk pada

Bangunan Rumah

di Pulau Jawa

(17)

< 10 10 - 20 21 - 30 > 30 0

5,000 10,000 15,000 20,000 25,000

Kelas Umur Rumah (tahun)

V

o

lu

m

e

K

e

ru

s

a

k

a

n

K

a

y

u

(c

m

3

/r

u

m

a

h

)

(18)

Talang; 783;

4.15%

Lisplang;

7,032;

37.27%

Plafon; 2,852;

15.11%

Rangka

Atap; 5,942;

31.49%

Tiang &

Dind-ing; 782;

4.15%

Pintu &

Jendela;

1,291;

6.84%

Lain-lain; 187;

0.99%

Volume (cm3) dan persen kerusakan komponen

(19)

Kerusakan

Kerusakan

Masalah Desain dan konstruksi

Masalah Desain dan konstruksi

Genting

bergeser

Talang bocor

Sambungan

komponen

Pemasanga

n genting

Drainase

atap

Ujung

komponen

Pelapukan dipicu oleh pembasahan kayu oleh hujan

(20)

Lapuk Putih; 46.93%

Lapuk Coklat; 36.10%

Lapuk Lunak; 16.97%

Persentase jenis pelapukan

pada banguan rumah di

Pulau Jawa

(21)

0 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000 20,000

K

e

ru

g

ia

n

P

e

r

R

u

m

a

h

(r

u

p

ia

h

/t

a

h

u

n

)

Rata-rata kerugian akibat pelapukan Rp 12.500,-/tahun/ rumah

(22)

Kerugian di Pulau Jawa = Rp 411.3 milyar/tahun

Kerugian di UK = Rp 208 milyar/tahun (Schmidt 2007).

0 1 2 3 4 5 6 7 8

K

e

ru

g

ia

n

P

e

r

D

a

e

ra

h

(m

ily

a

r

ru

p

ia

h

/t

a

h

u

n

)

(23)

3. Jenis dan Karakteristik Biologi Jamur Pelapuk

Kayu

Bangunan Rumah

3. Jenis dan Karakteristik Biologi Jamur Pelapuk

Kayu

Bangunan Rumah

(24)

Hifa septat dan clamp connection merupakan ciri penting Basidiomycetes (Watanabe 2002)

Hifa septat dan clamp connection merupakan ciri penting Basidiomycetes (Watanabe 2002)

C=clamp connection; S=sekat hifa; .

(25)

(a)

(b)

(26)

(a)

(b)

Tubuh buah jamur DE pada rangka

plafon (a) dan pori-pori pada

(27)

(a)

(b)

(c)

Tubuh buah jamur SC pada kayu sengon

(a), lamela pada bagian bawah tubuh

(28)

(a)

(b)

(c)

Tubuh buah jamur PB pada kusen pintu (a), penampang irisan melintang tubuh buah (b), dan pori-pori pada permukaan bagian

(29)

Ciri morfologis tubuh buah jamur DE, SC dan PB

Ciri morfologis tubuh buah jamur DE, SC dan PB

Jamu

r

Ciri Tubuh Buah

DE

Tidak bertangkai, keras, abu-abu-coklat-hitam-putih,

konteks cokelat; himenofor tabung 2 lapis, pori

bulat/bersudut

73.98

m, 55 pori/ mm

2

SC

Tidak bertangkai, seperti kipas, putih kelabu, berbulu

(atas), lamela seperti insang, daging tipis-lunak-keras,

spora putih-bulat lonjong

PB

Tidak bertangkai, keras, coklat-hitam-putih, himenofor

tabung 3 lapis, pori bulat/bersudut

91.93

m, 49

pori/mm

2

Berdasarkana ciri morfologis spesimen jamur yang diuji dan data pembanding Emberger (2006):

• DE & PB = Ganoderma applanatum • SC = Schizophyllum commune

Berdasarkana ciri morfologis spesimen jamur yang diuji dan data pembanding Emberger (2006):

• DE & PB = Ganoderma applanatum

(30)

Hasil identifkasi molekuler jamur uji:

Perbandingan ITS sequence ketiga jamur dengan DDBJ database

Jamur SC :

99% identitas Schizophyllum commune (nomor akses Genbank: EF155505.1)

(Zhang et al 2000)

S. commune : family Schizophyllaceae, ordo Agaricales, class

Basidiomycetes, phylum Basidiomycota (UniProt Consortium 2010).  Jamur DE & PB :

93% identitas Ganoderma lipsiense (nomor akses Genbank:EF060006.1) (Zhang et al 2000).

G. lipsiense = G. applanatum: family Ganodermataceae, ordo Polyporales, class Basidiomycetes, phylum Basidiomycota (the BayScience Foundation 2009).

Jamur DE & PB :

93% identitas Ganoderma lipsiense (nomor akses Genbank:EF060006.1) (Zhang et al 2000).

G. lipsiense = G. applanatum: family Ganodermataceae, ordo Polyporales,

(31)

 Jamur Schizophyllum commune adalah jamur pelapuk putih (Ghosh et al. 2005; Hirai et al 2008; Tsujiyama & Minami 2005).

 Jamur Schizophyllum commune adalah jamur pelapuk putih (Ghosh et al. 2005; Hirai et al 2008; Tsujiyama & Minami 2005).

DE

SC

PB

Sifat Oksidasi Jamur Pelapuk Kayu Bangunan

(32)

20 25 30 35 40 45 .000

.500 1.000 1.500 2.000 2.500

f(x) = 0 x⁵ − 0 x⁴ + 0.02 x³ − 0.79 x² + 12.9 x − 80.36 R² = 1

f(x) = − 0 x⁵ + 0 x⁴ − 0.05 x³ + 1.5 x² − 22.53 x + 133.29 R² = 1

S. commune Suhu (oC)

P

e

rt

u

m

b

u

h

a

n

D

ia

m

e

te

r

(c

m

/h

a

ri

)

Sifat Pertumbuhan Jamur Pelapuk

S. commune

dan

G. applanatum

(33)

4.000 4.500 5.000 5.500 6.000 6.500 7.000 .000

.500 1.000 1.500 2.000 2.500

f(x) = 0.11 x³ − 2.15 x² + 12.5 x − 21.27 R² = 1

f(x) = 0.2 x³ − 3.51 x² + 20.02 x − 35.9 R² = 1

S. commune pH

P

e

rt

u

m

b

u

h

a

n

D

ia

m

e

te

r

(c

m

/h

a

ri

)

(34)

(a)

(b)

(c)

4. Mekanisme Invasi Jamur Pelapuk dan Dampak

Kerusakannya

pada Kayu

4. Mekanisme Invasi Jamur Pelapuk dan Dampak

Kerusakannya

pada Kayu

(35)

(a)

(b)

(c)

(36)
(37)

SC-12

Degradasi bagian torus dari noktah halaman pada dinding sel kayu

pinus setelah 12 minggu pengumpanan terhadap jamur pelapuk

(38)

(a

)

(b

)

100 mµ

100 mµ

(39)

(a

)

(b

)

100 mµ

100 mµ

(40)

Perubahan Sifat Kimia Kayu oleh Jamur Pelapuk

(41)

(a)

(b)

Kadar selulosa dan lignin serbuk kayu setelah uji

(42)

(x)

(y)

(a)

(b)

(c)

Perubahan Sifat Fisis

dan Mekanis Kayu oleh

Jamur Pelapuk

Penurunan berat kering kayu kamper (a), pinus (b), dan

sengon (c) oleh jamur pelapuk

G. applanatum (x) dan

(43)

(a)

(a)

(b)

(b)

(c)

(c)

MOE dan MOR kayu kamper (a), pinus (b) dan sengon (c) setelah

(44)

0 20 40 60 80 100 120 140 160 00

20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 120,000

f(x) = − 0.78 x² − 24.97 x + 50892.92 R² = 0.97

f(x) = − 0.84 x² + 1.41 x + 105996.55 R² = 0.93

Kamper Indeks Pelapukan

M

O

E

(

K

g

/c

m

2

)

Hubungan modulus lentur (MOE) kayu dalam uji lapang

pelapukan dengan indeks pelapukan daerah

(45)

0 20 40 60 80 100 120 140 160 00

200 400 600 800 1,000 1,200 1,400 1,600

f(x) = − 0.01 x² − 0.94 x + 670.26 R² = 0.89

f(x) = − 0 x² − 1.56 x + 1425.88 R² = 0.98

Kamper

Indeks Pelapukan

M

O

R

(

K

g

/c

m

2

)

Hubungan modulus patah (MOR) kayu dalam uji lapang

pelapukan dengan indeks pelapukan daerah

(46)

Prakondisi

pelapukan

kayu

Prakondisi

pelapukan

kayu

Kayu basah

Kayu basah

PERKECAMBAH

AN

spora→hifa

PERKECAMBAH

AN

spora→hifa KOLONISASI hifamiseliu m KOLONISASI hifamiseliu m

INVASI hifa & DEGRADASI

kayu

terutama melalui:

Sel jari-jari

Sel pembuluh & saluran interseluler

Noktah pada dinsing sel

INVASI hifa & DEGRADASI

kayu

terutama melalui:

Sel jari-jari

Sel pembuluh & saluran interseluler

Noktah pada dinsing sel

REPRODUKSI

Tubuh Buah→Spora

REPRODUKSI

Tubuh Buah→Spora INFEKSI primer bakteri/ kapang/

jamur pewarna

INFEKSI primer bakteri/ kapang/

jamur pewarna

INFEKSI (primer/ sekunder) jamur pelapuk INFEKSI (primer/ sekunder) jamur pelapuk

Mekanisme Serangan Jamur Pelapuk pada

Kayu Bangunan

(47)

Bahaya

Pelapuk an

Kayu

Iklim

Keragam an

Jamur

Pelapuk

Teknik & Manajeme

n Banguna

n Posisi &

Kondisi Kayu

pada Banguna

n

Keawet

an Kayu

(48)

Berdasarkan peta kelas bahaya pelapukan kayu,

kota/kabupaten di Pulau Jawa pada umumnya tergolong

kelas sangat tinggi (47%) dan tinggi (40%).

Pelapukan kayu bangunan rumah merupakan masalah

yang merugikan masyarakat luas:

Terjadi pada 87% bangunan rumah di berbagai kota/kabupaten. Terjadi pada berbagai komponen bangunan rumah terutama

pada lisplang dan rangka atap yang dipicu dengan pembasahan.

Nilai kerugian akibat pelapukan:

 Per rumah = Rp 6.000 – Rp 19.000 /tahun  Per kota/kabupaten = Rp 0,4-7 milyar / tahun.  Di Pulau Jawa Rp 401,2 milyar/ tahun.

KESIMPULAN

(49)

Pelapukan kayu bangunan menambah beban ekologis

karena meningkatkan konsumsi kayu dari hutan

S. commune

dan

G. applanatum

merupakan jamur pelapuk

bangunan rumah yang tergolong pelapuk putih yang tumbuh

optimum pada kondisi hangat (29

o

C dan 37

o

C) dan agak

asam (pH 4,9 dan 4,6). Pertumbuhan keduanya tergolong

agak cepat tapi terhambat pada suhu 50

o

C dan pH 7

G. applanatum

dan

S. Commune

mangakibatkan pelapukan

simultan dan membahayakan fungsi struktur bangunan

KESIMPULAN (cont’d)

(50)

Menginfeksi kayu terutama melalui sel jari-jari, sel

pembuluh dan saluran interseluler.

Masuk ke dalam sel kayu dengan merusak tori pada noktah

dinding sel.

Kerusakan sel-sel kayu menjadikan kayu keropos dan

berongga-rongga.

Selulosa kayu terdegradasi lebih banyak daripada lignin

terutama oleh jamur G. applanatum yang mendegradasi

lebih cepat dibandingkan jamur S. commune.

G. applanatum mengakibatkan lapuk berat pada kayu

sengon (penurunan berat 12,6%), sedangkan S. commune

menimbulkan lapuk sedang (penurunan berat 6,7%).

Penurunan sifat mekanisnya (MOE & MOR) lebih dari 14%.

Jumlah hari hujan bulanan

faktor iklim paling

berpengaruh terhadap pelapukan kayu

KESIMPULAN (cont’d)

(51)

Diperlukan kebijakan pemerintah untuk mendorong penggunaan

kayu yang diawetkan dengan teknik tekanan untuk bangunan

rumah di daerah-daerah bahaya pelapukan tinggi dan sangat tinggi.

Kayu untuk komponen bangunan harus dikeringkan dan dilindungi

dari pembasahan.

Inspeksi berkala dan penanggulangan dini pelapukan diperlukan

untuk mencegah kerugian besar akibat pelapukan

SARAN

(52)

Pemerintah perlu meningkatkan kesadaran

masyarakat tentang pengendalian pelapukan

kayu pada bangunan rumah.

Pemerintah perlu mendorong kegiatan dan usaha

pengawetan dan pengeringan kayu serta

memasyarakatkan bahan pengawet kayu yang

sudah terstandarisasi dan murah.

Pemerintah perlu mendorong perusahaan dan

lembaga penelitian untuk mengembangkan

teknologi pengawetan kayu konstruksi yang

murah, efektif dan ramah lingkungan.

SARAN (cont’d)

(53)

Andi S. 2010. Data Jumlah Rumah Menurut Kualitasnya. Kolaborasi Statistika, Ilmu Sosial & Teknologi Informasi.

http://andi.stk31.com/data-jumlah-rumah-menurut-kualitasnya.html [7 Juni 2010].

Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood Sci-ence. An Introduction. Ed ke-4. Iowa: Blackwell Publishing

Company.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia 2009. Jakarta: BPS Deacon J. 2004. The Microbial World: Armillaria mellea and Other

Wood-decay Fungi. http://helios.bto.ed.ac.uk/bto/microbes/armill.htm [24 September 2004].

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2009. Sifat dan Kegunaan 120 Jenis Kayu Perdagangan Indonesia. Jakarta: Dephut.

www.dephut.go.id/informasi/ propinsi/.../jenis_kayu_dagang.html [16 April 2010].

[FPL] Forest Products Laboratory. 2000. Climate Efect on Durability of Wood. Madison: FPL.

http://www.toolbase.org/Building-Systems/Landscaping/ wood-climate-efect [16 April 2010].

DAFTAR PUSTAKA

(54)

Dapus

[FPL] Forest Products Laboratory. 2007. Relative Durability of Untreated Wood in Above-Ground Applications. TechLine.

www.fpl.fs.fed.us/durability-of-untreated-wood-above-ground.pdf [19 Mei 2010].

Harris SY. 2001. Building Pathology: Deterioration, Diagnostics, and Interven-tion. New York : John Wiley & Sons, Inc.

Hidayat I. 2010. Benarkah Indonesia Memiliki Keragaman Jenis Jamur Yang Tinggi? CM & BRC Project LIPI – JICA. Research Center For Biology -

Cibinong Science Center (CSC). http://www.biologi.lipi.go.id/

bio_indonesia/mTemplate.php?h=3&id_berita=160 [6 April 2010].

Huang Z, Maher K, Amartey S. 2004. Analysing the Chemical Changes in Wood Brought about by Decay Fungi. http://www.fprc.co.uk/PDF/ICWSE % 202004-Paper%201.pdf [16 November 2005].

Kumi-Woode, BG. 1996. Natural Decay Resistance of Some Ghanian Timbers and Wood Decay Hazard Potential for Ghana [thesis].

Canada:Lakehead University.

Leicester RH, Wang CH. 2003. An engineering model for the decay of timber in ground contact. 34th Annual Conference of the International Research Group on Wood Preservation.

DAFTAR PUSTAKA (cont’d)

(55)

Dapus

Lyon WF. 1991. Wood Rot. Ohio State University Extension Fact Sheet. http:// ohioline.osu.edu/hyg-fact/3000/3300.html [16 Januari 2010]. Muslich M, Sumarni G. 2008. Standarisasi Mutu Kayu Berdasarkan

Ketahanan-nya terhadap Penggerek di Laut. Di dalam: Prosiding PPI Standardisasi 2008. Puslitbang BSN.

lib.bsn.go.id/index.php?/mjlh_artikel/majalah/ unduh/116 [16 April 2010].

Nicholas DD, Crawford D. 2003. Concepts in the Development of New

Accele-rated Test Methods for Wood Decay. American Chemical Society. www. fpl.fs.fed.us/documnts/pdf2003/nicho03a.pdf [24 Mei 2007].

[Puskim] Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman. 2009. RISHA (Ru-mah Instan Sederhana Sehat). Bandung: Puslitbang Permukiman. http:// puskim.pu.go.id/produk-litbang/teknologi-terapan/risha-rumah-instan-sederhana-sehat [24 April 2010].

Rapp AO, Augusta U, Peek RD. 2001. Facts and ideas of testing wood above ground. COST E22. Reinbek. Hamburg.

Ridout B. 2004. Timber Decay in Buildings: The Conservation Approach to Treatment. London: Spon Press.

Schefer TC. 1971. A climate index for estimating potential for decay in wood structure above ground. Forest Products Journal 21(10): 25-31.

DAFTAR PUSTAKA (cont’d)

(56)

Dapus

Schmidt O. 2007. Indoor wood-decay basidiomycetes: damage,

causal fungi, physiology, identifcation and characterization,

prevention and control.

Mycol Progress

6:261-279.

Singh J. 2004.

Timber Decay

. Cathedral Communications.

http://www.building

conservation.com/articles/envmon/envmon.htm [26 Juli 20076].

Vitanen H, Vinha J, Salminen K, Ojanen T, Peuhkuri R, Paajanen L,

Lähdesmäki K. 2010.

Moisture and bio-deterioration risk of

building materials and structures.

Journal of Building Physics

33:201-224. SAGE Publication.

http://jen.sagepub.com/cgi/content/abstract/33/3/201 [23 Maret

2010].

Watt SD. 1999.

Building Pathology, Principles and Practice

. Oxford:

Blackwell Science Ltd.

Zhang Z, Schwartz S, Wagner L, Miller W. 2000. A greedy algorithm

for aligning DNA sequences.

J Comput Biol

7(1-2):203-214.

DAFTAR PUSTAKA (cont’d)

(57)

Terima kasih

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melaporkan hasil dari studi korelasi: (1) konsep diri akademik dan keterampilan menulis; (2) penguasaan grammar and

Jarak dua titik pusat lingkran 26 cm,sedangkan panjang garis singgung persekutuan luarnya 24 cm, jika panjang jari – jari lingkaran yang satu adalah 15 cm, maka panjang jari –

LIONMESH PRIMA, Tbk, terjadi perubahan yaitu penurunan modal kerja dari tahun 2002 s/d 2003, yang disebabkan adanya kenaikan hutang lancar kepada bank dan pihak lainnya,

Peraturan Walikota Padang Nomor 48 Tahun 2012 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (Berita Daerah Kota

MENGELOLA PROSES BELAJAR MENGAJAR SMKN 1 PAGER WOJO...1 MEDIA DALAM PROSES PEMBELAJARAN SMK QOMARUL HIDAYAH 2...5 KURIKULUM DALAM PEMBELAJARAN SMK NEGERI 1 PAGERWOJO

Magister Pendidikan Islam ini adalah lulusan Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar yang sedang menyelesaikan program doktor pada bidang dan

yang tepat tentang sikap apresiatifnya terhadap melodi musik tersebut. Melodi musik rock dinilai memiliki pola melodi yang kurang bervariasi, yang artinya dalam

Metode penelitian meneakup pengukuran karakteristik bahan bakar permukaan, yang terdiri dari potensi, kadar air, susunan (secara vertikal dan Ilorisontal),