DAYA SAING DAERAH
yogyakarta, 23 November 2005 Oleh:
Tim P3EKUIN
2
Outline
Pendahuluan
Daya Saing Nasional
Daya Saing Daerah
Permasalahan Daya Saing Nasional & Daerah
Program Pembangunan (Investasi & Ekspor)
Pola Investasi
Daya Tarik Investasi Daerah
Memasarkan Daerah
3
Pendahuluan
Kecenderungan globalisasi dan regionalisasi membawa sekaligus
tantangan dan peluang baru bagi pembangunan
Persaingan antar pelaku ekonomi semakin tajam
Persaingan terjadi, baik di pasar input maupun pasar output Para pelaku ekonomi dituntut untuk menerapkan dan
mengimplementasikan strategi yang tepat secara efektif dan efisien
Bagi Pemda, persaingan yang semakin tajam membuat beban tugas
semakin berat
Daerah harus menyiapkan diri sedemikian rupa sehingga mampu menjadi
4
Pendahuluan
Daya saing menjadi kata kunci, bak mantra, dan menjadi sebuah obsesi Daya saing dapat dilihat dari aras mikro (industri dan perusahaan) dan
aras makro (negara/daerah)
Daya saing beberapa produk nasional dalam pasar internasional dann
daya saing bangsa akhir-akhir ini semakin menurun
Permasalahan yang terkait dengan daya saing perlu diatasi dengan
sesegera mungkin
Investasi dan ekspor sebagai indikator utama dalam pembangunan yang
5
Pendahuluan
Yang bersaing bukan negara, tetapi perusahaan atau industri. Bila
negara/daerah memiliki daya saing, belum tentu seluruh perusahaan dan industri di negara/daerah tsb memiliki daya saing di pasar domestik maupun internasional
Definisi daya saing negara/daerah lebih problematik daripada daya saing
perusahaan. Bila perusahaan kalah bersaing, maka perusahaan bisa bangkrut dan keluar dari bisnis yang digelutinya. Namun, negara tidak memiliki bottom line atau tidak akan pernah “keluar dari arena persaingan”
6
Daya Saing Nasional
Posisi Indonesia 2004-2005 (turun dr 58 ke 59 dr 60 ngr)
7
Daya Saing Nasional
8
Daya Saing Nasional
9
Daya Saing Daerah
10
Daya Saing Daerah
11
Penghambat Daya Kompetisi (LPEM-FEUI, 2002)
Permasalahan Daya Saing Nasional & Daerah
Masalah pungutan (9,7-11,2% dari total biaya produksi)
Pemogokan (kenaikan frekuensi pemogokan sebesar 1% akan
menurunkan nilai investasi asing yang disetujui di sektor tekstil 0,3%)
Modal kerja (sulitnya aliran kredit)
12
Permasalahan Struktural Industri Indonesia (World Bank, 1993)
Tingginya tingkat konsentrasi dalam perekonomian dan banyaknya
monopoli, baik yang terselubung maupun terang-terangan
Dominasi kelompok bisnis pemburu rente (rent-seeking) belum
memanfaatkan keunggulannya untuk bersaing di pasar global.
Lemahnya hubungan intra industri (misal: minimnya perusahaan yang
bersifat spesialis yang mampu menghubungkan klien bisnisnya yang berjumlah besar secara efisien)
Struktur industri Indonesia terbukti masih dangkal, dengan minimnya
sektor industri menengah.
Masih kakunya BUMN sebagai pemasok input maupun sebagai pendorong
kemajuan teknologi.
Investor asing masih cenderung pada orientasi pasar domestik (inward oriented), dan sasaran usahanya sebagian besar masih pada pasar yang diproteksi.
13
Permasalahan Struktural Industri Indonesia (Kuncoro, 2005)
Tingginya kandungan impor bahan baku, bahan antara, dan komponen
untuk seluruh industri, yang berkisar antara 28-30 persen antara tahun 1993-2002.
Lemahnya penguasaan dan penerapan teknologi karena industri kita
masih banyak yang bertipe "tukang jahit" dan "tukang rakit".
Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM), sebagaimana tercermin
dari tingkat pendidikan tenaga kerja industri.
Belum terintegrasinya UKM di Indonesia dalam satu mata rantai
pertambahan nilai dengan industri skala besar.
Kurang sehatnya iklim persaingan karena banyak subsektor industri yang
beroperasi dalam kondisi mendekati "monopoli", setidaknya oligopoli. Ini terbukti dari 50 persen lebih subsektor industri memiliki indeks konsentrasi dua perusahaan (CR2) di atas 0,5 pada tahun 2002.
14
Penurunan Kinerja Ekspor (RPJM 2004-2009)
Ekonomi biaya tinggi.
Meningkatnya nilai tukar riil efektif rupiah (ekspor turun).
Masih besarnya ketergantungan pasar ekspor pada tiga negara utama,
yaitu Amerika Serikat, Jepang, dan Singapura.
Keragaman ekspor yang masih rendah. Meningkatnya hambatan non tarif.
Belum optimalnya pemberian insentif dan fasilitasi, terutama kepada
eksportir kecil dan menengah.
Keterbatasan dan menurunnya kualitas infrastruktur. Lemahnya sistem jaringan dan distribusi nasional
15
Penurunan Daya Saing Pariwisata (RPJM 2004-2009)
Kurang kondusifnya kondisi keamanan dan ketertiban dalam negeri
akhir-akhir ini terutama dengan maraknya berbagai aksi terorisme seperti pemboman yang memberikan citra buruk bangsa Indonesia.
Maraknya hambatan dari bermunculannya berbagai regulasi baik di pusat
maupun daerah sebagai dampak masa transisi pelaksanaan otonomi daerah.
Masih lemahnya pengelolaan sebagian besar daerah tujuan wisata dan
aset-aset warisan budaya
Belum efektifnya kelembagaan pengelolaan pemasaran dan promosi
pariwisata terutama ke masyarakat internasional.
16
Penurunan Investasi (RPJM 2004-2009)
Prosedur perijinan investasi yang panjang dan mahal (CoDB, World Bank,
2004: 12 prosedur, 151 hari (sekitar 5 bulan) dan biaya 131 persen dari
per capita income (sekitar US$ 1.163))
Rendahnya kepastian hukum (berlarutnya perumusan RUU Penanaman
Modal dan lemahnya penegakan hukum yang terkait dengan kinerja pengadilan niaga)
Lemahnya insentif investasi (termasuk insentif perpajakan)
Kualitas SDM rendah dan terbatasnya infrastruktur (keterbatasan dari
daya saing produksi (supply side) dan kapasitas dari sistem dan jaringan infrastruktur)
Tidak adanya kebijakan yang jelas untuk mendorong pengalihan teknologi
dari PMA (transnational corporations)
17
Program Pembangunan
Reformasi perpajakan dan kepabeanan
Perbaikan iklim investasi (peningkatan iklim dan realisasi investasi, dan
promosi dan kerjasama investasi)
Pengembangan kapasitas dan efisiensi pelayanan infrastruktur
Peningkatan daya saing ekspor dan efisiensi sietem perdagangan
(pengembangan standardisasi nasional, peingkatan dan pengembangan ekspor, kerjasama perdagangan internasional, persaingan usaha,
perlindungan konsumen dan pengamanan perdagangan, dan efisiensi perdagangan dalam negeri)
Peningkatan daya saing pariwisata (pengembangan pemasaran, destinasi,
kemitraan)
18
Pola Investasi
19
Asing
20
Daya Tarik Investasi Daerah
Studi KPPOD (2000, 2001, dan 2003)
Kelembagaan (31%)
Sosial Politik Budaya (28%) Ekonomi Daerah (17%)
Tenaga Kerja dan Produktivitas (13%) Infrastruktur Fisik (13%)
21
Daya Tarik Investasi Daerah
Faktor Kelembagaan (Regulation & Government Services)
- Variabel Kepastian Hukum (39%) * Penegakan Hukum (17%) * Konsistensi Peraturan (11%) * Pungli di Luar Birokrasi (6%)
* Hubungan Eksekutif-Legislatif (5%) - Variabel Keuangan Daerah (14%)
* Anggaran Pembangunan (4%) * Rasio Retribusi-Pajak (10%) - Variabel Aparatur (22%)
* Penggunaan Wewenang (15%) * Pelayanan Birokrasi (7%)
- Variabel Perda/Indikator Perda (25%) *Perda (25%)
22
Daya Tarik Investasi Daerah
Faktor Sosial Politik (Socio-Political Factors)
- Variabel Sosial Politik (27%) * Stabilitas Politik (11%) * Konflik Masyarakat (7%) * Unjuk Rasa (4%)
* Partisipasi Masyarakat (5%) - Variabel Keamanan (60%)
* Gangguan Masyarakat (12%) * Gangguan Usaha (20%)
* Kecepatan Aparat (28%) - Variabel Budaya (13%)
* Keterbukaan (3%)
* Non Diskriminatif (2%) * Adat Istiadat (3%)
* Etos Kerja (3%)
23
Daya Tarik Investasi Daerah
Faktor Ekonomi Daerah (Regional Economic Dynamism)
- Variabel Potensi Ekonomi (71%) * PDRB per Kapita (29%) * Pertumbuhan (28%)
* Indeks Pembangunan Manusia (14%) - Variabel Struktur Ekonomi (29%)
* Nilai Tambah Tersier (7%) * Nilai Tambah Sekunder (9%) * Nilai Tambah Primer (13%)
24
Daya Tarik Investasi Daerah
Faktor Tenaga Kerja & Produktivitas (Labor & Productivity)
- Variabel Biaya Tenaga Kerja (24%) * Upah Aktual (13%)
* UMP (11%)
- Variabel Ketersediaan Tenaga Kerja (35%) * SLTP Berpengalaman (8%)
* Usia Produktif (8%) * Pencari Kerja (19%)
- Variabel Produktivitas Tenaga Kerja (41%) * Produktivitas (41%)
25
Daya Tarik Investasi Daerah
Faktor Infrastruktur Fisik (Physical Infrastructure)
- Variabel Ketersediaan Infrastruktur (54%) * Pelabuhan Udara (5%)
* Pelabuhan Laut (11%) * Jalan (14%)
* Telepon (13%) * Listrik (14%)
- Variabel Kualitas Inrastruktur Fisik (46%) * Kualitas Pelabuhan Udara (6%) * Kualitas Pelabuhan Laut (7%) * Kualitas Jalan (7%)
* Kualitas Telepon (11%) * Kualitas Listrik (15%)
26
Daya Tarik Investasi Daerah
Studi KPPOD (200 Kab/Kota, 2003)
10 Teratas Kabupaten
- Purwakarta - Barito Utara - Jeneponto - Tasikmalaya - Banggai
10 Teratas Kota
- Batam - Cirebon - Kediri - Cilegon
- Sawah Lunto - Sukabumi - Bengkulu
27
Memasarkan Daerah
Mengembangkan positioning yang kuat dan menarik (image marketing) Merancang insentif yang menarik bagi investor baru maupun yang sudah
ada (attraction marketing)
Manawarkan produk dan jasa secara efisien dan bisa diakses dengan
mudah (infrastructure marketing)
Mempromosikan daya tarik dan manfaat daerah melalui orang
(memasarkan orang/people marketing)
28
Memasarkan Daerah
Slogan (Misal: Thailand dg “Amazing Thailand”, Malaysia dg “Truly Asia”,
Hongkong dg “City of Life”, Jakarta dg “Enjoy Jakarta” )
Pengambilan posisi citra (Misal: Hongkong dg “Asia’s World City”,
Singapura dg “Tourism Capital”, Yogya dg “Yogya Never Ending Asia”)
Simbol secara visual (video, iklan, foto, dll)
29
Memasarkan Daerah
Aksesibilitas: kemudahan mendatangi, mencakup jalan, kereta api, bandara,
pelabuhan, transportasi umum, dan telekomunikasi
Kualitas infrastruktur: seberapa jauh sumber daya modal, fisik, dan prasarana
yang mendukung aktifitas ekonomi telah tersedia
30
Memasarkan Daerah
Atraksi: SDA dan buatan manusia Atraksi: tempat dan peristiwa
Contoh:
Attraction Marketing
KLASIFIKASI ATRAKSI TEMPAT PERISTIWA
SUMBER DAYA ALAM Sungai, Gua, Pantai Festifal Daerah
31
Memasarkan Daerah
Orang-orang terkenal (Misal: Mongolia dg “The Land of Genghis Khan”,
Gujarat dg “The Birthplace of Mahatma Gandhi”, dll)
Pemimpin daerah (Misal: Sri Sultan HB memposisikan sebagai Raja
Jawa di milenium baru, sekaligus Gubernur DIY)
Orang-orang kompeten dan wirausaha (Misal: daerah Kansai (Osaka) di
Jepang, Taiwan dan Hongkong terkenal akan profil wirausahanya)
Sikap masyarakat (seberapa jauh keterbukaan masyarakat lokal
terhadap unsur-unsur (orang, investasi, industri, produk) dari luar
32
Penutup: Daya Saing & Kemandirian Daerah
Kebijakan, strategi, dan program yang operasional haruslah terarah dan terkoordinasi antar semua pihak/komponen
Prioritas terhadap peningkatan fundamental ekonomi dan standar pelayanan minimum daerah
Penerapan strategi pembangunan ekonomi daerah yang berkelanjutan
Peningkatan daya tarik investasi melalui pemberian insentif investasi
Peningkatan daya saing daerah melalui pengembangan komoditas potensial dan pemberantasan ekonomi biaya tinggi
Pensinergian pembangunan antara pusat-daerah dan penyeimbangan pembangunan antar daerah
Peningkatan kesadaran dan pemahaman asas manfaat oleh Pemda
33
Penciptaan dan peningkatan nilai tambah dalam perekonomian Efisiensi manajemen dan penggunaan modal daerah
Mempertahankan kualitas lingkungan
Perbaikan kinerja institusi (good corporate governance)
Peningkatan kapasitas institusi (institutional capacity building) Keterikatan dengan ekonomi global
Perbaikan manajemen pengelolaan aset daerah Strategi pengurangan kemiskinan
Penurunan kesenjangan modal antar daerah Pengembangan jaringan kerjasama antar daerah Fokus terhadap clustering industry
Strategi Pembangunan Ekonomi Daerah yg Berkelanjutan
34