• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bimbingan dan konseling kemasyarakatan terhadap stereotip narapidana narkoba di Rutan kelas I Medaeng Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bimbingan dan konseling kemasyarakatan terhadap stereotip narapidana narkoba di Rutan kelas I Medaeng Surabaya."

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

BIMBINGAN DAN KONSELING KEMASYARAKATAN TERHADAP STEREOTIP NARAPIDANA NARKOBA DI RUTAN KELAS I MEDAENG

SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

(S. Sos)

Oleh : Agus Rizal B03213002

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Agus Rizal (B03213002), Bimbingan dan Konseling Kemasyarakatan Terhadap Stereotip Narapidana Narkoba Di Rutan Kelas I Medaeng Surabaya.

Fokus penelitian adalah (1) Bagaimana proses bimbingan dan konseling kemasyarakatan terhadap stereotip narapidana narkoba di Rutan kelas I Medaeng Surabaya? (2) Bagaimana hasil akhir bimbingan dan konseling kemasyarakatan terhadap stereotip narapidana narkoba di Rutan kelas I Medaeng Surabaya?

Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah dimana peneliti sebagai instrumen kunci dan teknik pengumpulan data dilakukan menggunakan observasi dan wawancara dan serta teknik keabsahan data ini dilakukan secara triangulasi tersebut, dan jenis penelitian yaitu Deskriptif, suatu jenis penelitian yang mempunyai tujuan menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, atau berbagai variable yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian tersebut.

Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa proses bimbingan dan konseling kemasyarakatan terhadap stereotip narapidana narkoba dilakukan melalui memberikan motivasi maupun nasehat dari segi pemberian motivasi video maupun lisan serta menggunakan teknik behavioral yang bisa menyadarkan perilaku narapidana narkoba. Serta konseli juga memulai dari menulis keinginan, melihat perilaku, mengevaluasi perilaku, dan menulis rencana tindakan. Dalam penelitian ini, proses bimbingan dan konseling Kemasyarakatan kepada narapidana narkoba yang awalnya tidak mau menceritakan permasalahan yang dialami, sekarang konseli bisa menceritakan permasalahan yang dialami dan bisa meperbaiki diri dengan baik dari aspek perilaku maupun aspek religius yang diterima oleh narapidana narkoba untuk bisa berubah dan kembali kepada masyarakat dengan baik.

(7)

PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

7. Teknik pemeriksaan/ Keabsahan Data ... 26

G.Sistematika Pembahasan ... 27

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A.Kajian Teoritik ... 29

1. Bimbingan dan Konseling Kemasyarakatan ... 29

a. Pengertian Bimbingan ... 29

b. Pengertian Konseling ... 30

c. Pengertian Bimbingan dan Konseling Kemasyarakatan 32 d. Tujuan Bimbingan dan Konseling kemasyarakatan .... 36

e. Fungsi Bimbingan dan Konseling kemasyarakatan .... 38

f. Unsur- Unsur BKM ... 39

(8)

2. Stereotip Narapidana Narkoba ... 47

3. BKM Terhadap Stereotip Narapidana Narkoba ... 54

B.Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 55

BAB III : PENYAJIAN DATA A.Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 57

1. Deskriptif Proses Bimbingan dan Konseling ... 65

2. Deskripsi Konselor ... 69

4) Latar Belakang Pendidikan Konseli ... 75

5) Latar Belakang Lingkungan Sosial Konseli ... 75

6) Identifikasi masalah ... 76

b. Konseli Kedua ... 76

1) Identitas Konseli ... 76

2) Kehidupan Sehari-Hari Konseli ... 77

3) Latar Belakang Keluarga Konseli ... 78

4) Latar Belakang Pendidikan Konseli ... 79

5) Latar Belakang Lingkungan Sosial Konseli ... 80

6) Identifikasi masalah ... 81

4. Teknik dan Prosedur Proses Bimbingan dan Konseling 81

a. Identifikasi Masalah ... 82

b. Diagnosis ... 89

c. Prognosis ... 92

d. Terapi (Treatment) ... 94

e. Evaluasi (Follow Up) ... 100

5. Deskripsi Hasil Pelaksanaan Proses konseling ... 102

BAB IV : ANALISIS DATA A.Analisis Proses Pelaksaan Proses ... 105

B.Analisis Hasil Pelaksaan Proses ... 110

(9)

BAB V : PENUTUP

A.Kesimpulan ... 116 B.Saran ... 118

(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Di masa kini sering kita jumpai banyak hal yang terkadang terjadi di

luar nalar kita atau hal yang tidak pernah kita bayangkan, di mana hal-hal

tersebut terjadi di sekitar kita oleh orang lain. Manusia memiliki banyak

kompleksitas permasalahan di setiap harinya dari yang masalah ringan

hingga berat yang tidak pernah di bayangkan sebelumnya, hingga pada

suatu ketika permasalahan yang berat itu datang dengan jumlah yang

banyak sehingga tidak jarang mereka terbawa oleh

permasalahan-permasalahan itu yang kemudian membawanya pada sebuah perilaku yang

salah. Perilaku yang salah disini merupakan hasil dari kondisi abnormal

psikologis sebagai dampak konflik-konflik dalam jiwa.

Problematika yang di hadapi sering kali membuat mental dan pola

pikirannya tidak mampu menahan beban hidup yang dihadapi. Selain itu di

lihat dari segi spiritual yang lemah membuat orang putus asa dan

melakukan hal atau berpikir secara tidak normal hingga pada titik di mana

secara mental dan kejiwaannya ikut terganggu hingga mengakibatkan

seseorang mengalami gangguan jiwa.

Adapun masalah ekonomi dan konflik kehidupan yang

perkerpanjangan yang seringkali terjadi pemicu tingginya angka gangguan

jiwa (penyakit jiwa) di Tanah Air. Semakin tinggi konflik dan kondisi

(11)

2

tingginya angka penderita gangguan jiwa dirumah sakit. Lagi-lagi yang

diperhatikan pemerintah adalah persoalan kesejahteraan, baik segi sosial,

ekonomi maupun kultural.

Ketepurukan yang terjadi di Indonesia ini justru malah meningkatkan

banyak hal di antaranya meningkatkan tindak kriminal di lingkungan

masyarakat perkotaan hingga perdesaan hal ini tidak dapat di pungkiri,

karena telah banyak tentang tindak kriminal yang dapat di ketahui oleh

masyarakat melalui berita di televisi maupun berita di koran dan tabroid.

Hal ini menuntut peningkatan kewaspadaan bagi masyarakat bangsa ini.

Pada permasalahan kriminalitas, bahwasanya fenomena kriminalitas

yang berlangsung di tanah air pada tahun-tahun sebelumnya sampai tahun

pertengahan 2016 semakin cenderung naik. Dan kebanyakan tindakan

kriminal dari kasus penganiayaan, psikotropika, korupsi, penculikan dan

lain sebagainya. Tinggi angka kriminalitas tersebut dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti faktor pendidikan, hukum yang kurang tegas,

peredaran minuman keras dan dan sistem kapitalisme.1

Pelanggaran hukum yang di lakukan oleh pelanggar hukum

sesungguhnya mempunyai beberapa ciri, bukan ciri tunggal penjahat.

Penjahat dalam hal ini bukan kategori hukum, tetapi kategori sosial yaitu:

orang yang pola tingkah lakunya cenderung melanggar hukum pidana.

Dalam hai ini, ada beberapa tipologi pelanggaran hukum yaitu: pelanggar

1

Muhammad Randy, Setiap 1.36 Menit Terjadi Tindak Kriminal di Indonesia dalam situs

(12)

3

hukum yang lalai, pelanggar hukum situasional, pelanggar hukum yang

yang sakit dan pelanggar hukum berulang atau residivis.2

Pelanggaran hukum situasional dimaksudkan di sini adalah

orang-orang yang secara keadaan khusus dalam melakukan pelanggaran hukum,

dan kemungkinan penggulangan pelanggarannya kecil. Sedangkan

pelanggaran hukum lalai merupakan orang yang melakukan pelanggaran

hukum yang tidak sengaja atau karena lalai, sebagaimana orang yang

keadaan sakit (jiwa) tidak menyadari apa yang di lakukan ketika di

lakukan tindakan pelanggaran hukum pidana. Sementara residivis

merupakan orang yang sekalipun mendapatkan hukuman pidana masih

saja mengulangi perbuatan itu.3

Khususnya narapidana pada kasus narkoba di lembaga permasyarakat

mulai padat. Berdasarkan hasil survei Badan Narkotika Nasional tahun

2016 diperoleh data bahwa rata-rata usia pertama kali menyalahgunakan

narkotika pada usia yang sangat muda yaitu 12-15 tahun. Dan angka

penyalahgunaan narkotika di kalangan mahasiswa yang pernah pakai

sebesar 85 persen yang kebanyakan dari provinsi. Kejadian

penyalahgunaan narkotika di kota relative tinggi dibandingkan di

kabupaten. Hal ini mengidikasikan bahwa peredaran narkotika jauh lebih

marak di kota-kota besar di bandingkan di kabupaten dalam setahun

terakhir.4

2

Safrodin, Problematika Pelaksaan dan Penyuluhan Islam pada Narapidana, (Semarang: IAIN Walisongo, 2010) Hal. 2

3 Ibid 4

(13)

4

Solusi hukum yang di ambil pada pemerintah dalam menangani para

pelanggar hukum tersebut adalah dengan menjebloskan mereka ke dalam

lembaga pemasyarakatan sebagai sanksi bagi mereka agar jera sekaligus

sebagai tempat pembinaan bagi mereka agar bisa kembali pada hidup yang

baik dan normal.5 Adapun hukuman narapidana khususnya terpidana penyalagunaan zat adiktif seperti narkotika dan lain-lain bahwasanya

sanksi terberat yaitu hukuman mati. Oleh sebab itu, salah satunnya untuk

merubah sikap mental dari narapidana tersebut dengan cara proses

bimbingan dan membentuk mentalitas narapidana supaya lebih baik dan

secara sadar tidak mengulangi perbuatan tindak pidana lagi.

Akan tetapi, diskriminasi yang ditunjukkan oleh masyarakat terhadap

mantan narapidana yang benar berubah mental dan diri dari perbuatan

yang buruk itu menjadi fenomena yang tidak seharusnya terjadi di tengah

masyarakat. Konstruksi negatif masyarakat terhadap mantan narapidana

menjadi latar belakang utama fenomena ini muncul. Dengan adanya

fenomena tersebut menimbulkan masalah-masalah lain yang dapat

merugikan kedua pihak. Seakan mantan narapidana tersebut tidak

diberikan kesempatan lagi oleh masyarakat untuk berubah jadi lebih baik.

Padahal mantan narapidana sangat membutuhkan penerimaan dari

masyarakat. Tanpa penerimaan, narapidana justru bisa kembali melakukan

hal-hal negatif. Namun, dengan penerimaan dari keluarga dan masyarakat,

mantan narapidana bisa diperdayakan. Ketika masyarakat mengakuinya

5

(14)

5

mereka bermanfaat dan banyak yang bisa dilakukan. Ketika masyarakat

tidak terima dan dianggap sampah, mantan narapidana bisa saja kembali

lagi melakukan kejahatan maupun pelanggaran lagi.6

Dalam analisis di lapangan narapidana di rutan kelas I Medaeng

Surabaya, kebanyakan narapidana yang mempunyai perkara diantaranya

narkoba. Mulai dari anak maupun dewasa yang paling terbanyak di rutan

yaitu narapidana narkoba dan beberapa narapidana yang mempunyai

perkara atau kasus seperti pencopet, pembunuhan, serta yang mempunyai

perkara korupsi. Akan tetapi, ada beberapa orang yang keluar dari rutan

yang diterima dalam berhubungan kepada masyarakat dan ada juga

beberapa yang tidak diterima atau memutuskan tali persaudaraan dalam

hubungan masyarakat tersebut. Berarti bahwa ada beberapa narapidana

narkoba yang mempunyai prasangka-prasangka negatif yang bisa

memutuskan tali persaudaraan ataupun berinteraksi kepada masyarakat

menjadi hancur dikarnakan kurangnya masyarakat yang menerima bahwa

narapidana khususnya narkoba termasuk bagian dari masyarakatnya di

sekitar tempat tinggalnya.

Aktifitas di rutan kebanyakan tidur, makan dan minum. Adapun juga

aktifitas lain seperti senam, beberapa yang beribadah di masjid, temapt

khusus agama lain (Kristen, prostestan, hindu maupun budha) dan juga

kadang diberikan perintah dari petugas untuk membersihkan tempat blok

mapun rutan. Akan tetapi, para narapidana melakukan sesuatu itu

6

(15)

6

dikarnakan adanya suruhan dari petugas tanpa memikirkan yang mana

memberikan stimulus kepada narapidan agar bisa merenungkan perbuatan

itu dan bisa melakukan hal-hal yang baik pada saat keluar dari rutan

tersebut.

Sikap dari narapidana khususnya narkoba tersebut yang mana adanya

kurangnya pemberian dorongan untuk pemberian penguatan mental dalam

menghadapi masyarakat, yang mana ditakutkan terjadinya adanya

prasangka-prasangka yang memicu masyarakat kurang kepercayaan bahwa

yang dibebaskan dari rutan tersebut (mantan narapidana) bisa melakukan

lagi perbuatan yang buruk lagi dan yang akan datang. Adapun kepribadian

narapidana tersebut sebagai gangguan mental yang mana termasuk dalam

kategori gangguan kepribadian yang antisocial. Kepribadian antisocial bisa

diartikan sebagai.

Oleh sebab itu, tujuan bimbingan dan konseling adalah perkembangan

optimal, yaitu perkembangan yang sesuai dengan potensi dan sistem nilai

tentang kehidupan yang baik dan benar. Perkembangan optimal bukanlah

semata-mata pencapaian tingkat kemampuan intelektual yang tinggi, yang

ditandai dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan, melainkan

suatu kondisi dinamik, dimana individu:

1. Mampu mengenal dan memahami diri;

2. Berani menerima kenyataan diri secara objektif;

3. Mengarahkan diri sesuai dengan kemampuan, kesempatan, dan

(16)

7

4. Melakukan pilihan dan mengambil keputusan atas tanggung jawab

sendiri.7

Di katakan sebagai kondisi dinamik, karena kemampuan yang

disebutkan di atas akan berkembang terus dan hal ini terjadi karena

individu berada di lingkungan yang terus berubah dan berkembang.

Maka, penulis tertarik untuk melakukan penelitian di lembaga

permasyarakatan tersebut dengan mengambil judul Bimbingan dan

Konseling Kemasyarakatan terhadap Stereotip Narapidana narkoba di

Rutan Kelas I Medaeng Surabaya.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang penulis angkat dalam penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana proses bimbingan dan konseling kemasyarakatan terhadap

stereotip narapidana narkoba di rutan kelas I Medaeng Surabaya?

2. Bagaimana hasil akhir bimbingan dan konseling kemasyarakatan

terhadap stereotip narapidana narkoba di rutan kelas I Medaeng

Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain

1. Mendeskripsikan proses bimbingan dan konseling kemasyarakatan

terhadap stereotip narapidana narkoba di rutan kelas I Medaeng

Surabaya

7

(17)

8

2. Mengetahui hasil akhir bimbingan dan konseling kemasyarakatan

terhadap stereotip narapidana narkoba di rutan kelas I Medaeng

Surabaya

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik

secara teoritis maupun secara praktis. Kedua manfaat tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1. Dari segi teoretis

Dari segi teoretis, penelitian ini dapat menghasilkan informasi

pengetahuan yang lebih komprehensif mengenai bimbingan dan

konseling kemasyarakatan terhadap stereotip narapidana khususnya

terpidana narkoba di rutan kelas I Medaeng Surabaya serta rumusan

model pengembangannya. Informasi ini penting untuk di peroreh

agar kalangan intelektual, agamawan, penegak hukum maupun

pemerintah memilki pandangan yang utuh tentang bimbingan dan

konseling kemasyarakatan terhadap stereotip narapidana narkoba di

rutan kelas I Medaeng Surabaya

2. Dari segi praktis

Sedangkan dari segi praktis, penelitian ini memliki dua makna

yang sangat penting. Pertama, penelitian ini bisa memperkaya studi mengenai upaya merehabilitasi para narapidana di lembaga

(18)

9

tetapi juga secara moral-spiritual melalui model-model bimbingan

dan penyuluhan yang efektif, efisien, dan tepat sasaran.

Kedua, rehabilitasi moral, mental dan spiritual terhadap narapidana merupakan satu aspek penting dalam upaya membentuk

mereka kembali menjadi manusia yang normal, baik sehat rohani

maupun jasmani dengan pola pembedayaan kesadaran

moral-spiritual dari dalam diri mereka sendiri. Karena, watak dasar

manusia pada hakekatnya adalah baik (teorihumanis dan

konvergensi).8 Hanya karena tekanan-tekanan dari luar dirinya dan

lingkungannya mereka kemudian menjadi yang “sakit” baik secara

sosial maupun psikologis.9

Dengan demikian, penelitian ini sangat bermanfaat bagi

pemerintah sebagai pengambil kebijakan untuk mendesain kebijakan

yang tepat berkait dengan model-model perlakuan (treatment) maupun bimbingan dan konseling kemasyarakat kepada narapidana

narkoba dengan keragaman kasus dan latar belakang

sosio-kulturalnya sehingga tujuan bimbingan konseling benar-benar

tercapai secara efektif dan efisien.

E. Definisi Konsep

Pada dasarnya, konsep merupakan unsur pokok dari sebuah

penelitian, dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi singkat dari

8

Safrodin, Problematika Pelaksaan dan Penyuluhan Islam pada Narapidana, (Semarang: IAIN Walisongo, 2010) Hal. 2

9

(19)

10

sejumlah fakta atau data yang ada. Oleh karena itu, agar tidak terjadi

kesalahpahaman, penulis memberikan batasan istilah atau definisi yang

digunakan dalam penelitian ini. Dengan demikian, istilah atau definisi

yang dimaksud memiliki pengertian terbatas. Adapun pengertian definisi

konsep adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat sesuatu yang

didefinisikan dan dapat diamati.

Dalam pembahasan ini peneliti membatasi dari sejumlah konsep

yang diajukan dalam penelitian dengan judul “Bimbingan Konseling

Kemasyarakatan Terhadap Stereotip Narapidana Narkoba di Rutan Kelas I

Medaeng Surabaya”.

Adapun definisi konsep dari penelitian ini adalah :

1. Bimbingan dan Konseling Kemasyaratan

Sebelum memahami pengertian bimbingan dan konseling

kemasyaratan, peneliti akan menjelaskan pengertian bimbingan dan

konseling terlebih dahulu. Menurut Anas Salahudin menjelaskan

bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberi bantuan yang

dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa

orang individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan

pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih,

menentukan, dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya

dan tuntutan lingkungan berdasarkan norma-norma yang berlaku.10

10

(20)

11

Sedangkan pengertian konseling menurut Moh. Surya bahwa

konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada klien

supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri

untuk dimanfaatkan dalam memperbaiki tingkah laku masa yang

akan datang dengan mengenali diri sendiri, orang lain, pendapat

orang lain trehadap dirinya, tujuan yang dikehendaki dan

kepercayaanya.11

Sedangkan pengambilan kemasyakatan ini diartikan sebagai

suatu organisasi manusia yang menjalin pergaulan hidup bersama

untuk dapat saling memenuhi kebutuhan bersama secara harmonis.12 Dari penjelasan pengertian bimbingan dan konseling yang

mana berkaitan dengan hubungan masyarakat disimpulkan bahwa

Bimbingan Konseling Kemasyarakatan adalah proses pemberian

bantuan yang diberikan untuk mewujudkan tatanan yang sejahtera

masyarakat sendiri yang meliputi rasa keselamatan, kesusilaan,

keamanan, ketertiban, dan ketenteraman baik lahir maupun batin, hal

ini akan dapat terwujud melalui berbagai kerja sama dan tanggung

jawab antara pemerintah dan masyarakat.

2. Stereotip Narapidana

Stereotip adalah penilaian terhadap seseorang hanya

berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut

11

Moh. Surya, Dasar-Dasar Konseling Pendidikan, (Bnadung: PT. Kota Kembang, !988). Hal. 38

12

(21)

12

dapat di kategorikan. Stereotip merupakan jalan pintas pemikiran

yang dilakukan secara intuitif oleh manusia untuk menyederhanakan

hal-hal yang kompleks dan membantu dalam pengambilan keputusan

secara cepat. Namun, stereotip dapat berupa prasangka positif dan

juga negatif, dan kadang-kadang dijadikan alasan untuk melakukan

tindakan diskriminatif. Sebagian beranganggapan dalam melakukan

tindakan kriminalitas bahwa segala bentuk stereotip kepada

narapidana bersifat negatif, dikarnakan tidak bisa dipercaya maupun

tanggung jawab setelah narapidana keluar dari penjara.

Stereotip jarang sekali akurat, biasanya hanya memiliki sedikit

dasar yang benar, atau bahkan sepenuhnya di karang-karang.

Berbagai disiplin ilmu memiliki pendapat yang berbeda mengenai

asal mula stereotip: psikolog menekankan pada pengalaman dengan

suatu kelompok, pola komunikasi tentang kelompok tersebut, dan

konflik antarkelompok. Walaupun jarang sekali stereotip itu

sepenuhnya akurat, namun beberapa penelitian statistik

menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus stereotip sesuai dengan

fakta terukur.13

Sedangkan Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana

hilang kemerdekaan di lembaga permasyarakatan. Meskipun

terpidana kehilangan kemerdekaannya, ada hak-hak narapidana yang

tetap di lindungi dalam sistem pemasyarakatan Indonesia.

13

(22)

13

Narapidana juga seorang manusia anggota masyarakat yang dip

roses dalam lingkungan tempat tertentu dengan tujuan, metode dan

sisitem kemasyarakatan, sehingga pada suatu saat napi itu akan

kembali menjadi masyarakat yang baik dan taat kepada hukum.14

Sedangkan pengertian terpidana itu sendiri adalah seseorang

yang di pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap. Berdasarkan Pasal 14 ayat (1)

undang- undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan, bahwasanya narapidana yang mana berhak :

1) Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau

kepercayaannya.

2) Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani.

3) Mendapatkan pendidikan dan pengajaran.

4) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak.

5) Menyampaikan keluhan.

6) Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang.

7) Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan.

8) Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya.

9) Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi).

10) Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga.

11) Mendapatkan pembebasan bersyarat. 12) Mendapatkan cuti menjelang bebas.

13) Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.15

14

Bambang Purnomo, Pelaksana Pidana Penjara dan Sistem Pemasyarakatan, (Yogyakarta: Liberty, 1980). Hal. 180

15

(23)

14

Narapidana yang mendapat hukuman mempunyai efek-efek

tersebut:

1) Tidak ada partisipasi sosial. Masyarakat narapidana dianggap sebagai masyarakat yang dikucilkan, masyarakat asing penuh stigma-stigma atau noda-noda sosial, yang wajib disingkirkan.

2) Para narapidana didera oleh tekanan-tekanan batin yang

semakin memberat dengan bertambhanya waktu

pemenjaraan. Kemudian muncul kecenderungan-

kecenderungan autistik (menutup diri secara total) dan usaha melarikan diri dari realitas yang traumatic sifatnya, terutama sekali peristiwa ini banyak terdapat pada penghuni baru.

3) Para narapidana mengembangkan reaksi-reaksi yang

stereotip, yaitu: cepat curiga, lekas marah, cepat benci, dan mendendam.

4) Mendapatkan stempel tidak bisa dipercaya dan tidak bisa diberi tanggung jawab dalam pekerjaan maupun sulitnya mencari pekerjaan. Masyarakat narapidana dianggap sebagai warga masyarakat yang tuna susila, dan kurang mampu memberikan partisipasi sosial.

3. Narkoba (Zat adiktif)

Narkotika adalah zat atau obat yang mengandung candu yang

dapat menimbulkan rasa mengantuk serta menghilangkan rasa sakit.

Semula obat ditujukan untuk kepentingan pengobatan dan sangat

berbahaya jika disalahgunakan karena apabila disalahgunakan akan

membahayakan bagi yang memakainya dan dapat menjadi pecandu

narkotika atau sering juga disebut ketergantungan pada narkotika.

Pemakaian narkotika yang berlebihan dari yang dianjurkan oleh

seorang dokter akan membawa pengaruh terhadap si pemakai atau

pecandu, sebagai reaksi dari pemakaian narkotika, yang berupa

(24)

15

berpengaruh terhadap perilaku yang dapat berupa penenang,

menimbulkan halusinasi atau khayalan.

Akibat dari penyalahgunaan itu semua, maka akan timbul

korban penyalahgunaan narkotika, untuk itu perlu dilakukan

usaha-usaha penanggulangannya, baik secara preventif, represif dan

rehabilitasi. Selain itu juga diperlukan kerjasama antara orang tua,

penegak hukum, pemerintah dan masyarakat.

Tindak Pidana Penyalahgunaan narkotika tampaknya semakin

merajalela, terutama di kota-kota besar yang merupakan tempat

terjangkitnya wabah narkotika yang seolah-olah tidak dapat

dibendunglagi. Penyalahgunaan narkotika ini bukan lagi sebagai

mode (gengsi) tetapi motivasinya sudah dijadikan semacam tempat

pelarian.

Akhir-akhir ini penyalahgunaan narkotika tidak saja menjadi

kendala di kota-kota besar tetapi mulai meramba ke desa-desa.

Selama ini yang melakukan penyalahgunaan narkotika berasal dari

keluarga yang dianggap mampu. Penyalahgunaan narkotika bukan

lagi sebagai lambang kejantanan, keberanian, modern dan lain-lain

tetapi motivasinya telah dikaitkan dengan pandangan yang lebih jauh

dan ketergantungan serta dijadikan pelarian karena frustasi dan

kecewa.16

16

(25)

16

Seperti yang diketahui, narkoba mempunyai dampak terhadap

sistem syaraf manusia yang menimbulkan berbagai macam bentuk

perasaan. Sebagian dari narkoba itu dapat meningkatkan gairah,

semangat, dan keberanian, sebagian lagi menimbulkan rasa tenang

dan nikmat sehingga bisa melupakan kesulitan yang diderita.

Narkoba juga menimbulkan efek addicted atau ketergantungan. Makin sering seseorang itu mengkonsumsi atau memakai narkoba,

maka makin besar ketergantungannya sehingga susah untuk

melepaskan diri. Karena itu, yang berbahaya bukanlah narkoba itu

sendiri, melainkan penyalahgunaan narkoba untuk tujuan-tujuan lain

diluar tujuan kedokteran.

Penyalahgunaan obat yang benar dalam pengawasan dokter

adalah dengan menelannya atau menyuntikkannya pada otot

(intramuscular). Sedangkan pada penyalahgunaan obat, bahan-bahan itu juga dihirup, dirokok, atau untuk mencapai efek yang lebih cepat,

disuntikkan di bawah kulit (subcutaneous) atau kedalam urat nadi

(intravenous).17

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif,18 yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

17

Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya, Hal. 9 18

(26)

17

atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian

kualitatif berusaha memahami persoalan secara keseluruhan (holistik) dan dapat mengungkapkan rahasia dan makna tertentu. Penelitian

kualitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang

mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam

kehidupan manusia, atau pola-pola yang di analisis gejala-gejala sosial

budaya dengan menggunakan kebudayaan dari narapidana yang

bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang

berlaku.19

Jenis dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif, jenis

penelitian deskriptif adalah penelitian yang mempunyai tujuan

menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, atau berbagai variable

yang timbul dari narapidana yang menjadi objek penelitian tersebut.

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian

Sasaran dalam penelitian ini adalah Para narapidana yang terlibat

kasus narkoba yang berada di lembaga pesmayarakatan (Rutan).

Sedangkan lokasi penelitian yang dipilih peneliti adalah rutan kelas I

Medaeng Surabaya.

3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer

dan data sekunder. Data primer adalah data yang di peroleh dari

dan tes. Lihat Nasution, Metode Penulisan Naturalistik Kualitatif (Bandung: Tarsito, 1988), Hal. 18

19

(27)

18

sumber utama atau sumber data primer. Sumber data primer adalah

subjek penelitian yang dijadikan sebagai sumber informasi penelitian

dengan menggunakan alat pengukuran atau pengambilan data secara

langsung.20 Adapun Data primer juga suatu data yang langsung diambil dari sumber pertama di lapangan. yang mana dalam hal ini

diperoleh dari deskripsi tentang latar belakang dan masalah klien,

perilaku klien, faktor-faktor yang menyebabkan masalah tersebut

dialami klien, pelaksanaan proses , serta hasil akhir pelaksanaan.

Sumber data Primer yaitu sumber data yang langsung diperoleh

penulis di lapangan yaitu informsi dari Klien yang mana diantaranya

sebagai data primer, yaitu :

a. Narapidana narkoba

b. Proses bimbingan dan konseling kepada narapidana

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber

lain yang ada kaitannya dengan objek penelitian. Data sekunder juga

sumber data yang diambil dari sumber kedua atau berbagai sumber

guna melengkapi data primer,. diperoleh dari gambaran lokasi

penelitian, keadaan lingkungan klien, riwayat pendidikan klien, dan

perilaku keseharian klien. Sumber data sekunder merupakan sumber

data yang tidak berhubungan secara langsung dengan objek penelitian,

akan tetapi memiliki informasi yang berkaitan dengan objek penelitian

di antaranya;

20

(28)

19

a. Suasana di rutan kelas I Medaeng surabaya

b. Petugas di rutan kelas I Medaeng Surabaya

c. Respon atau follow up dari proses bimbingan konseling dari

narapidana di rutan kelas I Medaeng Surabaya

d. Serta respon dari masyarakat sekitar rutan kelas I Medaeng

Surabaya

Dari penelitian inilah, sumber data ini bahwasanya menggunakan

penelitian lapangan (field research), yaitu dengan memanfaatkan secara maksimal data-data lapangan dari subjek penelitian di rutan kelas I

Medaeng Surabaya.21

4. Tahap - Tahap Penelitian

Adapun tahapan-tahapan yang harus dilakukan menurut buku

metode penelitian praktis adalah:

a. Perencanaan, meliputi penentuan tujuan yang dicapai oleh suatu

penelitian dan merencanakan strategis untuk memperoleh dan

menganalisis data bagi peneliti. Hal ini dimulai dengan

memberikan perhatian khusus terhadap konsep dan masalah yang

akan mengarahkan penelitian yang bersangkutan dan menelaah

kembali terhadap literatur, termasuk penelitian yang pernah

diadakan sebelumnya, yang berhubungan dengan judul dan

masalah penelitian yang bersangkutan.

21

(29)

20

Dalam tahap perencanaan ini, peneliti merencanakan hal-hal

mengenai bagaimana proses penelitian ini kedepannya mulai dari:

menyusun rancangan penelitian, tujuan yang jelas dan strategi

dalam memperoleh data yang diinginkan. Dalam menyusun

rancangan penelitian, peneliti mendapati klien yang mempunyai

masalah dengan perilakunya yang sering melalaikan shalat subuh.

Oleh karena itu, peneliti akan melakukan sebuah penelitian,

dimana individu tersebut menjadi objek dari penelitan. Dengan

tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan

masalah itu terjadi, beserta membantunya terlepas dari

permasalahan yang dialami oleh individu tersebut seperti

narapidana yang mempunyai kasus narkoba Dalam hal ini,

peneliti sekaligus menjadi konselor dan individu tersebut menjadi

klien atau konseli. Mengenai strategi dalam memperoleh data dari

klien, peneliti menggunakan tiga teknik untuk memperoleh data

tersebut, yaitu: Observasi, wawancara, dan dokumentasi.

b. Pengkajian secara teliti terhadap rencana penelitian, tahap ini

merupakan pengembangan dari tahap perencanaan, disini

disajikan latar belakang penelitian, permasalahan, tujuan

penelitian, serta metode atau prosedur analisis dan pengumpulan

data.

Dalam tahap ini, peneliti harus mengetahui betul

(30)

21

yang melatar belakangi stereotip narapidana narkoba dan

mempunyai tujuan yang jelas dari penelitian ini. Yaitu:

menegtahui permasalahan yang ada pada narapidana narkoba

Terapi yang akan digunakan oleh peneliti dalam membantu klien

tersebut yaitu bimbingan konseling kemasyarakatan dengan terapi

analisis transaksional. Setelah itu, peneliti turun langsung

kelapangan untuk mengumpulkan data yang diperlukan, guna

untuk memperlancar dalam proses konseling. Berikut adalah

proses konseling yang akan dilakukan dalam penelitian ini.:

1) Identifikasi: peneliti melakukan wawancara dan observasi

terhadap klien dan informan lainnya seperti kedua orang

tuanya, teman-teman akrabnya. Yang nantinya diperoleh data

tentang diri klien, serta keadaan klien.

2) Diagnosis: peneliti menetapkan masalah-masalah yang

dialami klien berdasarkan data yang diperoleh dari langkah

identifikasi. Kemudian peneliti menentukan masalah yang

sedang dialami oleh klien dan sekaligus yang

melatarbelakangi adanya suatu masalah yang dihadapi oleh

klien. Dimana masalah yang sedang dialami oleh klien adalah

stereotip narapidana narkoba

3) Prognosis: pada langkah ini peneliti merumuskan jenis

bantuan yang tepat untuk klien. Dengan melihat data yang

(31)

22

bantuan yang akan peneliti berikan adalah proses bimbingan

konseling kemasyarakatan dengan teknik konseling yang

ditentukan dari peneliti ataupun konselor itu sendiri.

4) Treatment: proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh

peneliti atau Konselor terhadap klien.

5) Follow up: peneliti melihat sejauh mana perubahan yang

terjadi pada klien setelah melaksanakan proses konseling.

Dari perubahan sikap, hingga kebiasaan yang sering

dimunculkan. Hal ini peneliti lakukan dengan observasi dan

wawancara langsung dengan diri klien dan juga informan,

yang dilaksanakan setelah selesainya proses konseling. Tak

lupa dengan melihat sikap sebelum dan sesudah klien diberi

treatment tersebut.

c. Analisis dan laporan, hal ini merupakan tugas terpenting dalam

suatu proses penelitian. Dalam tahap ini, peneliti menganalisis

hasil proses konseling yang dilakukan oleh konselor terhadap

klien, dengan melihat dampak yang ditampakkan oleh klien.

Dengan itu, peneliti akan melihat tingkat keberhasilan dan tidak

keberhasilan dari proses konseling yang diberikan oleh konselor

terhadap klien. Setelah itu, peneliti menyusun laporan penelitian

dari awal sampai akhir proses penelitian.22

22

(32)

23

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan permasalahan

penelitian di atas, maka akan dilakukan langkah-langkah sebagai

berikut:

a. Observasi

Di artikan sebagai pengamatan dan pecatatan secara

sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.

Dalam penelitian ini, observasi dilakukan untuk mengamati

Klien meliputi: aktifitas kegiatan serta kondisi fisik dan mental

Klien, proses bimbingan konseling yang dilakukan kepada

narapidana.

b. Wawancara

Merupakan salah satu metode pengumpulan data yang

dilakukan dengan jalan mengadakan komunikasi dengan

sumber data dengan dialog tanya jawab secara lisan baik

langsung maupun tidak langsung.23

Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan untuk

mendapatkan informasi mmendalam pada diri klien yang

meliputi: Identitas sendiri klien, kondisi keluarga, lingkungan

dan ekonomi klien, serta permasalahan yang dialami klien.

Adapun juga wawancara didapatkan dari informan yang

mana meliputi: kebiasaan klien, aktifitas klien, dan juga letak

23

(33)

24

geografis dan struktur kepengurusan di lembaga seperti

wawancara tentang kondisi dan letak geografis di rutan.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah

berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau

karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk

tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, (life histories), ceritera, Dokumen yang berbentuk gambar misalnya, foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain.24

Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang

dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain. Dalam

penelitian ini, dokumentasi dilakukan untuk mendapat

gambaran tentang lokasi penelitian yang meliputi: Luas

wilayah penelitian, jumlah penduduk, batas wilayah, kondisi

geografis desa poreh, serta data lain yang menjadi data

pendukung dalam laporan penelitian.

Untuk itu, peneliti akan menguraiankan suatu tabel yang mana

untuk menjelaskan proses teknik pengumpul data di lapangan sebagai

berikut:

Adapun tabel yang bawah yang mana menunjuk proses

pengumpulan data dari segi pengambilan data dari klien maupun letak

wilayah penelitian diantaranya:

24

(34)

25

Tabel 1.1 Jenis data, Sumber Data, Teknik Pengumpulan data

Keterangan:

TTPD : Teknik-teknik pengumpulan data

D : Dokumentasi

O : Observasi

W : Wawancara

6. Teknik Analisa Data

Mengingat penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat

ekploratif, maka penelitian ini menggunakan metode analisis

kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan metode kualitatif adalah

No Jenis Data Sumber Data TPD

(35)

26

cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa

yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan

perilakunya yang nyata diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh.

Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang

merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian

ini dengan cara analisa proses bimbingan konseling kemasyarakatan

kepada narapidana maupun proses kegiatan narapidana di rutan .25

7. Teknik Pemeriksaan / Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan tingkat ketepatan antara data yang

terjadi pada objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh

peneliti. Data yang valid adalah data yang tidak terdapat perbedaan

antara data yang dilaporkan peneliti dengan kenyataan yang terjadi

pada objek di lapangan. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa kebenaran

realitas data menurut penelitian kualitatif tidak bersifat tunggal, tetapi

bersifat jamak dan tergantung pada konstruksi manusia.26

Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan valid terhadap

data yang telah terkumpul, maka penulis menggunakan teknik

triangulation, yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau

sebagai pembanding terhadap data itu. Dan macam trianggulasi di

antaranya:

25

Soerjono Soekanto, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986), Hal. 10. 26

(36)

27

a. Trianggulasi data (data triangulation) atau trianggulasi sumber, adalah penelitian dengan menggunakan berbagai

sumber data yang berbeda untuk mengumpulkan data yang

sejenis. Seperti sumber data dari proses bimbingan konseling

kepada narapidana narkoba serta kumpulan-kumpulan sumber-

sumber data yang sebanding dengan bimbingan konseling

kemasyarakatan terhadap stereotip narapidana narkoba di rutan

kelas I Medaeng Surabaya.

b. Trianggulasi penelitian (investigator triangulation), yang dimaksud dengan cara trianggulasi ini adalah hasil penelitian

baik data ataupun simpulan mengenai bagian tertentu atau

keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari beberapa peneliti.

Hal ini bisa diambil hasil proses bimbingan konseling kepada

narapidana narkoba.

Dalam penelitian kualitatif, kriteria utama yang menunjukkan

keabsahan sebuah hasil penilitian adalah, valid, reliabel dan obyektif.

G. Sistematika Pembahasan

Bab satu merupakan pendahuluan yang berisi tentang gambaran

umum yang memuat pola dasar penulisan skripsi ini yaitu latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi

konsep, dan metode penelitian yang meliputi: pendekatan dan jenis

(37)

28

teknik pengumpulan data, teknik analisis data serta teknik keabsahan data,

dan sistematika pembahasan.

Bab dua membahas tentang kajian teoretik yang meliputi pengertian,

Tujuan, Fungsi, teknik konseling, serta Teori-Teori bimbingan dan

konseling kemasyarakatan yang terkait masalah penelitian dalam stereotip

narapidana narkoba di rutan kelas I medeang Surabaya, serta Penelitian

Terdahulu yang Relevan (menyajikan hasil penelitian terdahulu yang

relevan dengan penelitian yang hendak dilakukan).

Bab tiga membahas tentang gambaran umum Rutan Kelas I Medaeng

Surabaya, seperti kondisi dan letak geografisnya, sejarah dan

perkembangannya, visi misi, Jargon, struktur Pengurus, kondisi kepala

rutan dan petugas atau staf di rutan serta narapidana maupun proses dan

hasil penelitian dari bimbingan dan konseling kemasyarakatan terhadap

stereotip narapidana narkoba di rutan kelas I medeang Surabaya,.

Bab empat mambahas tentang analisa yang menjelaskan yaitu Temuan

Penelitian serta bagaimana data yang ada itu digali dan ditemukan

beberapa hal yang mendukung penelitian dan Konfirmasi Temuan dengan

Teori, dimana temuan penelitian tadi dikaji dengan teori yang ada.

Bab lima membahas tentang kesimpulan dan saran dari hasil

(38)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Teoritik

1. Bimbingan dan Konseling Kemasyarakatan a. Pengertian Bimbingan

Secara etimologis, kata bimbingan merupakan terjemahan dari

kata “Guidence” berasal dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti “menunjukan, membimbing, menuntun, ataupun

membantu".1

Sedangkan secara terminologi menurut W.S. Winkel

menyatakan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan

kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya

individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup

mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan

tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat.2

Menurut Deni Febrini menjelaskan bimbingan adalah suatu

proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan

dan sistematis, yang dilakukan oleh konselor, dimaksudkan agar

individu dapat memahami dirinya, lingkungannya serta dapat

mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk

1

Hallen A, Bimbingan dan Konseling dalam Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002). Hal. 3. 2

(39)

30

dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk

kesejahteraan dirinya serta kesejahteraan masyarakat.3

Sedangkan menurut Bimo Walgito bahwasanya bimbingan

adalah suatu bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada

individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau

mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar

individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai

kesejahteraan hidupnya.4

Dari beberapa pengertian bimbingan di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan

kepada individu atau sekumpulan individu agar tercapai

kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, dan

pengarahan diri dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat

perkembangan optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan

sebagai untuk mensejahteraan dirinya serta kesejahteraan

masyarakat.

b. Pengertian Konseling

Istilah konseling berasal dari bahasa Inggris, “to counsel” yang secara etimologis berarti “to give advice” atau memberi saran dan

nasihat.5

3

Deni Febrini, Bimbingan Konseling (Yogyakarta: Teras, 2011). Hal. 9. 4

Bimo Walgito, Bimbingan & Konseling (Studi dan Karir) (Yogyakarta: ANDI, 2005). Hal. 5-6.

5 Jamal Ma’mur Asmani, Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah

(40)

31

Sedangkan secara terminologi, menurut Burks dan Stefflre

menyatakan bahwa konseling adalah hubungan profesional antara

konselor terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya bersifat

individu ke individu, walaupun terkadang melibatkan lebih dari

satu orang. Konseling didesain untuk menolong klien memahami

dan menjelaskan pandangan mereka terhadap kehidupan, dan untuk

membantu mencapai tujuan penentuan diri (self-determination) mereka melalui pilihan yang telah diinformasikan dengan baik serta

bermakna bagi mereka, dan melalui pemecahan masalah emosional

atau karakter interpersonal.6

Menurut Sugiyo bahwasanya konseling merupakan proses

yang dinamis di mana klien setelah memperoleh bantuan dapat

mengembangkan dirinya, mengembangkan bakat dan

potensi-potensi yang lain serta dapat mengentaskan masalah yang

dihadapinya.7

Dari beberapa pengertian konseling di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa konseling adalah suatu proses pemberian

bantuan dari seorang konselor kepada seorang konseli (klien)

dengan tujuan agar individu (klien) tersebut dapat memecahkan

permasalahan yang sedang dihadapinya di dirinya serta

lingkungannya.

6

John McLeod, Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus (Jakarta: Kencana, 2006). Hal. 5-7.

7

(41)

32

c. Pengertian Bimbingan dan Konseling Kemasyaratan

Setelah menguraikan beberapa definisi bimbingan dan

konseling menurut para ahli, maka penulis menggabungkan kedua

kata tersebut yaitu antara bimbingan dan konseling ditinjau dari

segi ilmu sosial ataupun berkaitan tentang kemasyarakatan yang

mana diartikan sebagai suatu keseluruhan hubungan manusia yang

bersifat kompleks dan luas disebut dengan bimbingan dan

konseling Kemasyarakatan.

Bimbingan dan konseling kemasyarakatan diartikan sebagai

upaya proses pemberian bantuan yang diberikan untuk

mewujudkan tatanan kehidupan yang sejahtera, baik individu,

keluarga, dan masyarakat yang meliputi rasa keselamatan,

kesusilaan, keamanan, ketertiban dan ketentraman baik lahir

maupun batin, hal ini akan terwujud melalui berbagai kerjasama

dan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.8

Bimbingan dan Konseling kemasyarakatan Meliputi

Pengembangan: (1) Pemahaman tentang keragaman suku dan

budaya, (2) Sikap-sikap sosial (empati dan lain-lain), (3)

Kemampuan berhubungan sosial secara positif.

Permasalahan individu ditinjau dari tugas-tugas dan

aspek-aspek perkembangan yang meliputi: perkembangan fisik,

perkembangan bahasa, perkembangan intelektual, perkembangan

8

(42)

33

sosial, perkembangan emosi, perkembangan moral dan etika,

perkembangan kepribadian, dan perkembangan agama.9

Masalah sosial yang sering muncul di masyarakat antara lain:

(1) Kurang menyenangi kritikan orang lain, (2) Kurang memahami

etika pergaulan dan pekerjaan, (3) Merasa malu untuk berteman

dengan lawan jenis, (4) Kurang mampu menyesuaikan diri, (5)

Penyakit-penyakit sosial seperti: perampokan, pencurian, tawuran,

geng motor, pengguna narkotika, dan lain-lain

Bimbingan dan konseling kemasyarakatan dikatakan sebagai

upaya mewujudkan kehidupan individu, keluarga dan masyarakat

dengan mempertimbangkan dimensi- dimensi kemanusiaan yang

meliputi dimensi individualitas, dimensi sosialitas, dimensi

moralitas dan dimensi religiusitas.10

1) Dimensi Individualitas

Secara perorangan manusia memiliki perbedaan baik

secara fisik maupun psikis, berbeda secara fisik misalnya:

Badannya jangkung, rambutnya pirang, hudungnya mancung.

Sedangkan berbeda secara psiskis meliputi: berpikiran lambat,

sensitif, dan lain- lain. Meski banyak terjadi perbedaan juga

banyak terjadi persamaan, misalnya mempunyai hoby, minat

yang sama. Dengan melihat perbedaan perbedaan yang ada

9

Ika Nur Halimah & Faiz Hisyam, BKI Belajar 2014: Tujuan Bimbingan Konseling Sosial

(http://m-belajar.blogspot.co.id/2014/04/tujuan-bimbingan-konseling-sosial.html?m=1, diakses 11 Februari 2017)

10

(43)

34

maka dalam hal ini bimbingan dan konseling sosial sangat

berperan dalam menyikapi perbedaan tersebut agar tidak

bertentangan satu sama lain guna mewujudkan tujuan yang

sama antar individu sehingga kehidupan individu satu dengan

yang lain menjadi tentram dan saling memberikan toleransi

atas perbedaan yang dimiliki. Perkembangan dimensi

individualitas akan membawa seseorang untuk menjadi

individu yang mampu berdiri tegak dengan kepribadiannya

sendiri dengan “Aku” yang teguh, positif, produktif dan

dinamis.11

2) Dimensi Sosialitas

Setiap individu tidak akan bisa lepas dengan individu

lainnya, dalam arti manusia tidak akan bisa hidup sendiri,

hampir dalam kegiatan keseharian manusia tidak akan bisa

lepas dari peran manusia lainnya, mulai dari tidur hinga tidur

lagi. ketergantungan ini bisa dikatakan sekaligus sebagai

bentuk kebersamaan dalam suatu keluarga. Pengembangan

dimensi individualitas hendaklah dimbangi dengan dimensi

sosialitas pada setiap individu, karena dengan dimensi

kesosialan akan memungkinkan seseorang mampu

berinteraksi, berkomunikasi, bergaul, bekerja sama dan hidup

besama orang lain secara harmonis. Hidup bersama tersebut

11

(44)

35

masing- masing tumbuh dan berkembang, saling memberikan

toleransi, saling mengisi serta menemukan makna yang

sesungguhnya. Dengan mengembangkan dimensi sosialitas ini

maka individu tersebut akan mampu berinteraksi dan

berkomunikasi dalam rangka mewujudkan tata kehidupan

bersama baik dalam kehidupan keluarga maupun

bermasyarakat.12

3) Dimensi Moralitas

kehidupan manusia baik secara individu maupun bersama-

sama tidak serta merta hanya hidup dan bernafas, melainkan

mengikuti aturan aturan, norma- norma tertentu misalkan

norma agama, budaya, adat, politik, dan lain sebagainya.

Dalam hidup bermasyarakat misalnya aturan- aturan tersebut

semakin diperlukan dalam rangka untuk mewujudkan

kehidupan yang bermakna yang lebih sejahtera. Dimensi

kesusilaan atau dimensi moralitas akan memberikan warna

moral terhadap perkembangan dimensi individuaitas dan

sosialitas. Aturan atau etika diperlukan untuk mengatur

bagaimana kebersamaan antsr individu seharusnya

dilaksanakan. Dari ketiga dimensi itu, manusia dapat hidup

layak dan dapat mengembangkan ilmu - ilmu eksakta dan

teknologi akan tetapi ini baru berada dikehidupan duniawi dan

12

(45)

36

akan menjadi lebih menjadi manusia yang seutuhnya dan

sempurna apabila dilengkapi dengan dimensi ke- 4 yaitu

dimensi religiusitas atau dimensi keagmaan.13

4) Dimensi Religiusitas

pada dimensi keagamaan ini manusia berpikir bahwa apa

yang dilakukan saat ini adalah untuk kehidupan jangka panjang

yaitu akhirat, oleh karena itu segala ucapan, tindakan selalu

dikaitkan dengan yang maha pencipta, disanalah bermuaranya

jika keempat dimensi ini dapat dikembangkan secara optimal

maka akan lahirlah manusia- manusia yang ideal atau sering

disebut dengan manusia seutuhnya.14

d. Tujuan Bimbingan dan Konseling kemasyarakatan

Tujuan bimbingan dan konseling kemasyarakatan pada

dasarnya sama dengan bimbingan dan konseling pada umum dibagi

menjadi 2, yaitu:

1) Tujuan Umum

a) Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan

karir serta kehidupan di masa yang akan datang.

b) Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang

dimilikinya seoptimal mungkin.

c) Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan,

lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya.

13

Ibid. Hal. 12- 13 14

(46)

37

d) Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam

studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan,

masyarakat, maupun lingkungan kerja.15

2) Tujuan Khusus

a) Memiliki kemampuan melakukan pilihan secara sehat.

b) Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri

dan orang lain.

c) Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam

bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajiban.

d) Memiliki kemampuan berinteraksi sosial, yang

diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, atau

silaturahim dengan sesama manusia.

e) Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik

(masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri)

maupun dengan orang lain.

f) Memliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara

efektif untuk diri sendiri maupun orang lain.16

Kondisi masyarakat yang diharapkan adalah masyarakat yang

dapat diorganisir dengan baik, hal ini dapat dicirikan antara lain:

a) Adanya stabilitas dalam segala bidang

15

Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012). Hal. 13

16

(47)

38

b) Terciptanya interaksi personal yang intim yang ditandai

dengan pola hubungan individu yang harmonis yang ada

dalam masyarakat tersebut

c) Terciptanya relasi sosial yang berkesinambungan atau

kontinuitas

d) Adanya consensus yang bertaraf tinggi diantara

anggota-anggota masyarakat17

e. Fungsi Bimbingan dan Konseling Kemasyarakatan

Adapun fungsi- fungsi yang terkait dalam bimbingan dan

konseling kemasyarakatan pada dasarnya sama dengan bimbingan

dan konseling pada umumnya diantaranya:

1. Fungsi preventif, yaitu membantu individu mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.

2. Fungsi kuratif, yaitu membantu individu mencegah masalah yang dihadapinya dan atau dialaminya.

3. Fungsi preservatif, yaitu membantu individu menjaga agar situasi dan kondisi yang semula tidak baik itu menjadi baik.

4. Fungsi developmental, yaitu membantu individu memelihara atau mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar

tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak

memungkinkannya sebab munculnya maslaah baginya.18

17

Faizah Noer Laela, Bimbingan Konseling Sosial,(Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014). Hal.23

18

(48)

39

f. Unsur-Unsur Bimbingan dan Konseling Kemasyarakatan

1) Konselor

Konselor adalah orang yang memberikan pertolongan

ataupun pelayanan kepada orang lain dalam menyelesaikan

masalah pribadi.19 Adapun syarat menjadi konselor antara lain:

a) Kemampuan professional

b) Sifat kepribadian yang baik

c) Kemampuan bermasyarakat dengan baik

d) Takwa kepada Tuhan

e) Rasa tanggung jawab yang baik.20

Dari beberapa syarat diatas, pada hakikatnya seorang

konselor haruslah mempunyai kemampuan melakukan

bimbingan dan konseling, serta bisa mempertanggung

jawabkan pekerjaannya sebagai konselor.

2) Klien

Klien adalah setiap individu yang diberikan bantuan

professional oleh seorang konselor atas permintaan dirinya

sendiri atau orang lain. Menurut Rogers mengartikan bahwa

klien sebagai individu yang datang kepada konselor dalam

keadaan cemas dan tidak kongruensi.21

Setidaknya ada beberapa sikap dan sifat yang mesti

dimiliki klien untuk memudahkan dalam proses konseling:

19

Sri Astutik, Pengatar Bimbingan dan Konseling,(Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,2014). Hal. 84

20

Ibid. Hal. 45

21 Naroma Lumongga Lubis, “Memahami Dsar-Dasar Konseling Dalam Teori dan

(49)

40

a) Terbuka

Klien yang terbuka akan sangat membantu jalannya

proses konseling

b) Bersikap jujur

Klien harus mengemukakan semua permasalahannya

dengan jujur tanpa ada yang ditutupi.

c) Sikap percaya

Klien harus percaya bahwa konselor adalah orang yang

tidak akan membocorkan rahasia kliennya.

d) Bertanggung jawab

Tanggung jawab klien untuk mengatasi

permasalahannya sendiri sangat penting bagi kesuksesan

proses konseling.

3) Masalah

Masalah adalah semua hal yang dapat menghanbat di

dalam mencapai tujuan. Menurut Sri Astutik mengartikan

bahwa masalah adalah kesenjangan antara harapan dan

kenyataan.22

g. Teknik Bimbingan dan Konseling Kemasyarakatan

Teknik Bimbingan dan Konseling kemasyarakatan secara

umum yaitu cara-cara tertentu yang digunakan oleh seseorang

konselor dalam proses konseling untuk membantu klien agar

22

(50)

41

berkembang potensinnya serta mampu mengatasi masalah yang

dihadapi dengan mempertimbangkan kondisi dalam dirinya sendiri,

keluarga maupun kondisi lingkungannnya yakni nilai-nilai sosial,

budaya, hubungan sosial maupun agama.23

Adapun Pendekatan konseling diantaranya dengan cara

individu (face to face) yaitu salah satu teknik pemberian bantuan secara individu dan secara langsung berkomunikasi. Dalam teknik

ini pemberian bantuan dilakukan dengan hubungan yang bersifat

face to face relationship (hubungan 4 mata), yang dilaksanakan dengan wawancara antara konselor dan kasus pada klien. Masalah

yang dipecahkan melalui teknik konseling ini ialah

masalah-masalah yang bersifatnya pribadi.24

Adapun teknik konseling secara khusus dibagi menjadi 3

teknik diantaranya:

1) Directive Konseling

Teknik atau pendekatan langsung yang dipelopori atau

dicetuskan pertama kali oleh Edmond G. Willamson. Dengan

teknik atau pendekatan ini dalam proses konseling

kebanyakan berada ditangan konselor. Jadi dalam hal ini

konselor lebih banyak mengambil inisiatif dalam proses

konseling, sehingga klien tinggal menerima apa yang

23

Toharin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008). Hal. 321-322

24

(51)

42

dikemukakan oleh konselor.25 Mereka yang memakai

pendekatan ”Directive” beranggapan bahwa konselor sekolah itu berfungsi sebagai ”master educator ”, yang membantu

klien mengatasi masalah- masalah dengan sumber- sumber

intelektual yang disadari. Tujuan konseling yang utama

adalah membantu siswa untuk merubah tingkah lakunya yang

emosional dan impulsif dengan tingkah laku rasional, dengan

sengaja, secara teliti dan berhati-hati.26 2) Non-Direktif konseling

Teknik atau pendekatan Non-Directive Counseling sering

pula disebut” Client-Centered Counseling”, yang

memberikan suatu gambaran bahwa dalam proses konseling

yang menjadi pusatnya adalah klien, bukan konselor. Oleh

karena itu dalam proses konseling ini aktifitas banyak

diletakkan dipundak klien itu sendiri, dalam pemecahan

masalah maka klien itu sendiri didorong oleh konselor untuk

mencari pemecahan masalahnya.27Maka, dari situ klien dapat menemukan kesempatan untuk dapat mempelajari dengan

bebas dan aman kesulitan-kesulitannya dan sikap-sikap

emosional yang merongrongnya. Teknik atau pendekatan

Client-Centered Counseling ini dikembangkan pertama kali

25

Dewa Ketut Sukardi ,Bimbingan Dan Penyuluhan Belajar Disekolah, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983) Hal. 166.

26

Opcit Hal. 168 27

(52)

43

oleh Carl Rogers. Selanjutnya Rogers mengemukakan bahwa

apabila seseorang konselor sanggup menciptakan pertalian

yang erat dan menyenangkan dengan penuh pengertian dan

bebas dari segala perasaan takut dan cemas serta menghargai

martabat individu, maka klien akan bersedia membuang

semua cara pertahanan diri dan kemudian mengambil

manfaat sebesar-besarnya dari situasi konseling untuk

perkembangan dirinya.28 Kadang- kadang pendekatan ini diartikan sebagai suatu pandangan hidup, sebagai metoda

konseling, karena untuk membantu klien merealisir potensi-

potensinya, konselor sendiri harus mencapai dulu

kematangan psikologis. Ia harus mampu untuk memahami

dan menerima diri sendiri secara penuh, sungguh-sungguh,

memiliki respek terhadap diri sendiri maupun orang lain dan

terus menerus berusaha mencapai pertumbuhan dan

perkembangan- perkembangan potensi- potensinya sendiri.29

3) Eclectic Konseling

Teknik dan pendekatan Eclectic konseling sering dipergunakan oleh konselor, disebabkan karena dari beberapa

orang konselor dalam pengalaman mengadakan konseling

dibuktikan bahwa kedua teknik atau pendekatan diatas

mempunyai kebaikan-kebaikan dan kelemahannya masing-

28

Juhana Wijaya, Psikologi Bimbingan, (Bandung: PT. Eresco, 1988) hal. 128. 29

(53)

44

masing. Seorang konselor akan berhasil menjalankan

tugasnya tidak hanya berpegang pada salah satu teknik atau

pendekatan, tetapi menggunakan bermacam- macam teknik

atau pendekatan yang disesuaikan dengan sifat masalah klien

dan situasi konseling. Jadi dengan demikian didalam proses

konseling, seorang konselor menggunakan teknik atau

pendekatan yang sedikit banyak merupakan penggabungan

dari unsur-unsur directive dan non-directive. Hal ini bisa dilaksanakan dengan cara bahwa pada awal proses konseling

konselor menggunakan teknik atau pendekatan non-directive

yang memberikan keleluasaan pada klien untuk

mengungkapkan perasaan dan pikirannya, dan kemudian

digunakan teknik atau pendekatan directive oleh konselor untuk menyalurkan arus pemikiran klien yang lebih aktif.30 Adapun teknik konseling kemasyarakatan dalam penanganan

kepada narapidana yang terpidana narkoba, yaitu menggunakan

konseling behavioral yang bertujuan yaitu mengubah perilaku salah

(negatif) dalam penyesuaian dengan cara-cara memperkuat perilaku

yang diharapkan oleh klien sendiri maupun konselor. 31

Adapun Konseling behavioral dalam layanan bimbingan dan

konseling kemayarakatan terhadap steretip narapidana narkoba ini

diantaranya:

30

Opcit. Hal. 172. 31

(54)

45

1) Pra Konseling

Tahap ini merupakan tahap pengenalan dan penjajakan,

dimana konselor memulai pembentukan trust kepada konseli dengan cara pengenalan seperti identitas maupun pengalaman

hidup masing-masing dari konselor maupun konseli. Adapun

ketentuan-ketuntuan yang mendasari melakukan proses

konseling diantaranya:

a) Adanyan kemauan sendiri.

b) Suka rela atas inisiatifnya sendiri.

c) Ikut pastisipasi dalam proses konseling.

2) Tahap permulaan

Tahap ini yaitu tahapan orientasi dan eksplorasi, dimana

konselor masih pengenalan secara mendalam seperti

kehidupan dari pendidikan, agama, keluarga , ekonomi dan

menggali permasalahan yang dialami oleh konseli terutama

permasalahan yang dialami oleh narapidana

3) Tahap konseling

Tahap ini, konselor sudah tahu akar permasalahan yang

dialami oleh konseli khususnya narapidana narkoba yang

masih berperilaku salah. Adapun salah satu teknik konseling

behavioral yang digunakan yaitu:

Gambar

  histories), ceritera, Dokumen yang berbentuk gambar
Tabel 1.1 Jenis data, Sumber Data, Teknik Pengumpulan data
Tabel 3.1
  Tabel 3.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kepala akuntansi I mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang akuntansi I, meliputi penyelenggaraan tata

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya dengan permasalahan yang hampir sama dan memberikan informasi

pemodelan lebih kompleks. 7) Membagi siswa dalam kelompok besar, skor 3 dengan komponen yang tampak: membagi siswa dalam kelompok berdasarkan kemampuan. 8) Membimbing siswa dalam

Untuk memberikan perlindungan konstitusional terhadap rakyat, dalam suatu negara hukum tentu pula wajib memperhatikan korelasi atau sinkronisasi dari berbagai produk

18 Berdasarkan data pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa benih yang disimpan pada suhu kamar tidak mengalami penurunan viabilitas selama penyimpanan 3 bulan, meskipun sempat

(10) Dalam terjadi pencabutan status Calon yang berhak dipilih sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan (9), mengakibatkan terjadinya Calon tunggal, maka pelaksanaan pemilihan Kepala

Hasil penelitian ini adalah : (1) minat siswa kelas X kompetensi keahlian audio video SMK N 3 Yogyakarta dalam mengikuti ekstrakurikuler robotik line follower yaitu

Irianto, Johan Firdaus bahwa kewajiban penggunaan GLC merupakan jaminan atas pelayanan prima di dermaga 114 dan 115 yang dikelola oleh Pemohon Keberatan II, dan diterangkan lebih