BIMBINGAN DAN KONSELING KEMASYARAKATAN TERHADAP STEREOTIP NARAPIDANA NARKOBA DI RUTAN KELAS I MEDAENG
SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S. Sos)
Oleh : Agus Rizal B03213002
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
ABSTRAK
Agus Rizal (B03213002), Bimbingan dan Konseling Kemasyarakatan Terhadap Stereotip Narapidana Narkoba Di Rutan Kelas I Medaeng Surabaya.
Fokus penelitian adalah (1) Bagaimana proses bimbingan dan konseling kemasyarakatan terhadap stereotip narapidana narkoba di Rutan kelas I Medaeng Surabaya? (2) Bagaimana hasil akhir bimbingan dan konseling kemasyarakatan terhadap stereotip narapidana narkoba di Rutan kelas I Medaeng Surabaya?
Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah dimana peneliti sebagai instrumen kunci dan teknik pengumpulan data dilakukan menggunakan observasi dan wawancara dan serta teknik keabsahan data ini dilakukan secara triangulasi tersebut, dan jenis penelitian yaitu Deskriptif, suatu jenis penelitian yang mempunyai tujuan menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, atau berbagai variable yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian tersebut.
Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa proses bimbingan dan konseling kemasyarakatan terhadap stereotip narapidana narkoba dilakukan melalui memberikan motivasi maupun nasehat dari segi pemberian motivasi video maupun lisan serta menggunakan teknik behavioral yang bisa menyadarkan perilaku narapidana narkoba. Serta konseli juga memulai dari menulis keinginan, melihat perilaku, mengevaluasi perilaku, dan menulis rencana tindakan. Dalam penelitian ini, proses bimbingan dan konseling Kemasyarakatan kepada narapidana narkoba yang awalnya tidak mau menceritakan permasalahan yang dialami, sekarang konseli bisa menceritakan permasalahan yang dialami dan bisa meperbaiki diri dengan baik dari aspek perilaku maupun aspek religius yang diterima oleh narapidana narkoba untuk bisa berubah dan kembali kepada masyarakat dengan baik.
PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vi
ABSTRAK ... vii
7. Teknik pemeriksaan/ Keabsahan Data ... 26
G.Sistematika Pembahasan ... 27
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A.Kajian Teoritik ... 29
1. Bimbingan dan Konseling Kemasyarakatan ... 29
a. Pengertian Bimbingan ... 29
b. Pengertian Konseling ... 30
c. Pengertian Bimbingan dan Konseling Kemasyarakatan 32 d. Tujuan Bimbingan dan Konseling kemasyarakatan .... 36
e. Fungsi Bimbingan dan Konseling kemasyarakatan .... 38
f. Unsur- Unsur BKM ... 39
2. Stereotip Narapidana Narkoba ... 47
3. BKM Terhadap Stereotip Narapidana Narkoba ... 54
B.Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 55
BAB III : PENYAJIAN DATA A.Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 57
1. Deskriptif Proses Bimbingan dan Konseling ... 65
2. Deskripsi Konselor ... 69
4) Latar Belakang Pendidikan Konseli ... 75
5) Latar Belakang Lingkungan Sosial Konseli ... 75
6) Identifikasi masalah ... 76
b. Konseli Kedua ... 76
1) Identitas Konseli ... 76
2) Kehidupan Sehari-Hari Konseli ... 77
3) Latar Belakang Keluarga Konseli ... 78
4) Latar Belakang Pendidikan Konseli ... 79
5) Latar Belakang Lingkungan Sosial Konseli ... 80
6) Identifikasi masalah ... 81
4. Teknik dan Prosedur Proses Bimbingan dan Konseling 81
a. Identifikasi Masalah ... 82
b. Diagnosis ... 89
c. Prognosis ... 92
d. Terapi (Treatment) ... 94
e. Evaluasi (Follow Up) ... 100
5. Deskripsi Hasil Pelaksanaan Proses konseling ... 102
BAB IV : ANALISIS DATA A.Analisis Proses Pelaksaan Proses ... 105
B.Analisis Hasil Pelaksaan Proses ... 110
BAB V : PENUTUP
A.Kesimpulan ... 116 B.Saran ... 118
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Di masa kini sering kita jumpai banyak hal yang terkadang terjadi di
luar nalar kita atau hal yang tidak pernah kita bayangkan, di mana hal-hal
tersebut terjadi di sekitar kita oleh orang lain. Manusia memiliki banyak
kompleksitas permasalahan di setiap harinya dari yang masalah ringan
hingga berat yang tidak pernah di bayangkan sebelumnya, hingga pada
suatu ketika permasalahan yang berat itu datang dengan jumlah yang
banyak sehingga tidak jarang mereka terbawa oleh
permasalahan-permasalahan itu yang kemudian membawanya pada sebuah perilaku yang
salah. Perilaku yang salah disini merupakan hasil dari kondisi abnormal
psikologis sebagai dampak konflik-konflik dalam jiwa.
Problematika yang di hadapi sering kali membuat mental dan pola
pikirannya tidak mampu menahan beban hidup yang dihadapi. Selain itu di
lihat dari segi spiritual yang lemah membuat orang putus asa dan
melakukan hal atau berpikir secara tidak normal hingga pada titik di mana
secara mental dan kejiwaannya ikut terganggu hingga mengakibatkan
seseorang mengalami gangguan jiwa.
Adapun masalah ekonomi dan konflik kehidupan yang
perkerpanjangan yang seringkali terjadi pemicu tingginya angka gangguan
jiwa (penyakit jiwa) di Tanah Air. Semakin tinggi konflik dan kondisi
2
tingginya angka penderita gangguan jiwa dirumah sakit. Lagi-lagi yang
diperhatikan pemerintah adalah persoalan kesejahteraan, baik segi sosial,
ekonomi maupun kultural.
Ketepurukan yang terjadi di Indonesia ini justru malah meningkatkan
banyak hal di antaranya meningkatkan tindak kriminal di lingkungan
masyarakat perkotaan hingga perdesaan hal ini tidak dapat di pungkiri,
karena telah banyak tentang tindak kriminal yang dapat di ketahui oleh
masyarakat melalui berita di televisi maupun berita di koran dan tabroid.
Hal ini menuntut peningkatan kewaspadaan bagi masyarakat bangsa ini.
Pada permasalahan kriminalitas, bahwasanya fenomena kriminalitas
yang berlangsung di tanah air pada tahun-tahun sebelumnya sampai tahun
pertengahan 2016 semakin cenderung naik. Dan kebanyakan tindakan
kriminal dari kasus penganiayaan, psikotropika, korupsi, penculikan dan
lain sebagainya. Tinggi angka kriminalitas tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti faktor pendidikan, hukum yang kurang tegas,
peredaran minuman keras dan dan sistem kapitalisme.1
Pelanggaran hukum yang di lakukan oleh pelanggar hukum
sesungguhnya mempunyai beberapa ciri, bukan ciri tunggal penjahat.
Penjahat dalam hal ini bukan kategori hukum, tetapi kategori sosial yaitu:
orang yang pola tingkah lakunya cenderung melanggar hukum pidana.
Dalam hai ini, ada beberapa tipologi pelanggaran hukum yaitu: pelanggar
1
Muhammad Randy, Setiap 1.36 Menit Terjadi Tindak Kriminal di Indonesia dalam situs
3
hukum yang lalai, pelanggar hukum situasional, pelanggar hukum yang
yang sakit dan pelanggar hukum berulang atau residivis.2
Pelanggaran hukum situasional dimaksudkan di sini adalah
orang-orang yang secara keadaan khusus dalam melakukan pelanggaran hukum,
dan kemungkinan penggulangan pelanggarannya kecil. Sedangkan
pelanggaran hukum lalai merupakan orang yang melakukan pelanggaran
hukum yang tidak sengaja atau karena lalai, sebagaimana orang yang
keadaan sakit (jiwa) tidak menyadari apa yang di lakukan ketika di
lakukan tindakan pelanggaran hukum pidana. Sementara residivis
merupakan orang yang sekalipun mendapatkan hukuman pidana masih
saja mengulangi perbuatan itu.3
Khususnya narapidana pada kasus narkoba di lembaga permasyarakat
mulai padat. Berdasarkan hasil survei Badan Narkotika Nasional tahun
2016 diperoleh data bahwa rata-rata usia pertama kali menyalahgunakan
narkotika pada usia yang sangat muda yaitu 12-15 tahun. Dan angka
penyalahgunaan narkotika di kalangan mahasiswa yang pernah pakai
sebesar 85 persen yang kebanyakan dari provinsi. Kejadian
penyalahgunaan narkotika di kota relative tinggi dibandingkan di
kabupaten. Hal ini mengidikasikan bahwa peredaran narkotika jauh lebih
marak di kota-kota besar di bandingkan di kabupaten dalam setahun
terakhir.4
2
Safrodin, Problematika Pelaksaan dan Penyuluhan Islam pada Narapidana, (Semarang: IAIN Walisongo, 2010) Hal. 2
3 Ibid 4
4
Solusi hukum yang di ambil pada pemerintah dalam menangani para
pelanggar hukum tersebut adalah dengan menjebloskan mereka ke dalam
lembaga pemasyarakatan sebagai sanksi bagi mereka agar jera sekaligus
sebagai tempat pembinaan bagi mereka agar bisa kembali pada hidup yang
baik dan normal.5 Adapun hukuman narapidana khususnya terpidana penyalagunaan zat adiktif seperti narkotika dan lain-lain bahwasanya
sanksi terberat yaitu hukuman mati. Oleh sebab itu, salah satunnya untuk
merubah sikap mental dari narapidana tersebut dengan cara proses
bimbingan dan membentuk mentalitas narapidana supaya lebih baik dan
secara sadar tidak mengulangi perbuatan tindak pidana lagi.
Akan tetapi, diskriminasi yang ditunjukkan oleh masyarakat terhadap
mantan narapidana yang benar berubah mental dan diri dari perbuatan
yang buruk itu menjadi fenomena yang tidak seharusnya terjadi di tengah
masyarakat. Konstruksi negatif masyarakat terhadap mantan narapidana
menjadi latar belakang utama fenomena ini muncul. Dengan adanya
fenomena tersebut menimbulkan masalah-masalah lain yang dapat
merugikan kedua pihak. Seakan mantan narapidana tersebut tidak
diberikan kesempatan lagi oleh masyarakat untuk berubah jadi lebih baik.
Padahal mantan narapidana sangat membutuhkan penerimaan dari
masyarakat. Tanpa penerimaan, narapidana justru bisa kembali melakukan
hal-hal negatif. Namun, dengan penerimaan dari keluarga dan masyarakat,
mantan narapidana bisa diperdayakan. Ketika masyarakat mengakuinya
5
5
mereka bermanfaat dan banyak yang bisa dilakukan. Ketika masyarakat
tidak terima dan dianggap sampah, mantan narapidana bisa saja kembali
lagi melakukan kejahatan maupun pelanggaran lagi.6
Dalam analisis di lapangan narapidana di rutan kelas I Medaeng
Surabaya, kebanyakan narapidana yang mempunyai perkara diantaranya
narkoba. Mulai dari anak maupun dewasa yang paling terbanyak di rutan
yaitu narapidana narkoba dan beberapa narapidana yang mempunyai
perkara atau kasus seperti pencopet, pembunuhan, serta yang mempunyai
perkara korupsi. Akan tetapi, ada beberapa orang yang keluar dari rutan
yang diterima dalam berhubungan kepada masyarakat dan ada juga
beberapa yang tidak diterima atau memutuskan tali persaudaraan dalam
hubungan masyarakat tersebut. Berarti bahwa ada beberapa narapidana
narkoba yang mempunyai prasangka-prasangka negatif yang bisa
memutuskan tali persaudaraan ataupun berinteraksi kepada masyarakat
menjadi hancur dikarnakan kurangnya masyarakat yang menerima bahwa
narapidana khususnya narkoba termasuk bagian dari masyarakatnya di
sekitar tempat tinggalnya.
Aktifitas di rutan kebanyakan tidur, makan dan minum. Adapun juga
aktifitas lain seperti senam, beberapa yang beribadah di masjid, temapt
khusus agama lain (Kristen, prostestan, hindu maupun budha) dan juga
kadang diberikan perintah dari petugas untuk membersihkan tempat blok
mapun rutan. Akan tetapi, para narapidana melakukan sesuatu itu
6
6
dikarnakan adanya suruhan dari petugas tanpa memikirkan yang mana
memberikan stimulus kepada narapidan agar bisa merenungkan perbuatan
itu dan bisa melakukan hal-hal yang baik pada saat keluar dari rutan
tersebut.
Sikap dari narapidana khususnya narkoba tersebut yang mana adanya
kurangnya pemberian dorongan untuk pemberian penguatan mental dalam
menghadapi masyarakat, yang mana ditakutkan terjadinya adanya
prasangka-prasangka yang memicu masyarakat kurang kepercayaan bahwa
yang dibebaskan dari rutan tersebut (mantan narapidana) bisa melakukan
lagi perbuatan yang buruk lagi dan yang akan datang. Adapun kepribadian
narapidana tersebut sebagai gangguan mental yang mana termasuk dalam
kategori gangguan kepribadian yang antisocial. Kepribadian antisocial bisa
diartikan sebagai.
Oleh sebab itu, tujuan bimbingan dan konseling adalah perkembangan
optimal, yaitu perkembangan yang sesuai dengan potensi dan sistem nilai
tentang kehidupan yang baik dan benar. Perkembangan optimal bukanlah
semata-mata pencapaian tingkat kemampuan intelektual yang tinggi, yang
ditandai dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan, melainkan
suatu kondisi dinamik, dimana individu:
1. Mampu mengenal dan memahami diri;
2. Berani menerima kenyataan diri secara objektif;
3. Mengarahkan diri sesuai dengan kemampuan, kesempatan, dan
7
4. Melakukan pilihan dan mengambil keputusan atas tanggung jawab
sendiri.7
Di katakan sebagai kondisi dinamik, karena kemampuan yang
disebutkan di atas akan berkembang terus dan hal ini terjadi karena
individu berada di lingkungan yang terus berubah dan berkembang.
Maka, penulis tertarik untuk melakukan penelitian di lembaga
permasyarakatan tersebut dengan mengambil judul Bimbingan dan
Konseling Kemasyarakatan terhadap Stereotip Narapidana narkoba di
Rutan Kelas I Medaeng Surabaya.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang penulis angkat dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana proses bimbingan dan konseling kemasyarakatan terhadap
stereotip narapidana narkoba di rutan kelas I Medaeng Surabaya?
2. Bagaimana hasil akhir bimbingan dan konseling kemasyarakatan
terhadap stereotip narapidana narkoba di rutan kelas I Medaeng
Surabaya?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain
1. Mendeskripsikan proses bimbingan dan konseling kemasyarakatan
terhadap stereotip narapidana narkoba di rutan kelas I Medaeng
Surabaya
7
8
2. Mengetahui hasil akhir bimbingan dan konseling kemasyarakatan
terhadap stereotip narapidana narkoba di rutan kelas I Medaeng
Surabaya
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik
secara teoritis maupun secara praktis. Kedua manfaat tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Dari segi teoretis
Dari segi teoretis, penelitian ini dapat menghasilkan informasi
pengetahuan yang lebih komprehensif mengenai bimbingan dan
konseling kemasyarakatan terhadap stereotip narapidana khususnya
terpidana narkoba di rutan kelas I Medaeng Surabaya serta rumusan
model pengembangannya. Informasi ini penting untuk di peroreh
agar kalangan intelektual, agamawan, penegak hukum maupun
pemerintah memilki pandangan yang utuh tentang bimbingan dan
konseling kemasyarakatan terhadap stereotip narapidana narkoba di
rutan kelas I Medaeng Surabaya
2. Dari segi praktis
Sedangkan dari segi praktis, penelitian ini memliki dua makna
yang sangat penting. Pertama, penelitian ini bisa memperkaya studi mengenai upaya merehabilitasi para narapidana di lembaga
9
tetapi juga secara moral-spiritual melalui model-model bimbingan
dan penyuluhan yang efektif, efisien, dan tepat sasaran.
Kedua, rehabilitasi moral, mental dan spiritual terhadap narapidana merupakan satu aspek penting dalam upaya membentuk
mereka kembali menjadi manusia yang normal, baik sehat rohani
maupun jasmani dengan pola pembedayaan kesadaran
moral-spiritual dari dalam diri mereka sendiri. Karena, watak dasar
manusia pada hakekatnya adalah baik (teorihumanis dan
konvergensi).8 Hanya karena tekanan-tekanan dari luar dirinya dan
lingkungannya mereka kemudian menjadi yang “sakit” baik secara
sosial maupun psikologis.9
Dengan demikian, penelitian ini sangat bermanfaat bagi
pemerintah sebagai pengambil kebijakan untuk mendesain kebijakan
yang tepat berkait dengan model-model perlakuan (treatment) maupun bimbingan dan konseling kemasyarakat kepada narapidana
narkoba dengan keragaman kasus dan latar belakang
sosio-kulturalnya sehingga tujuan bimbingan konseling benar-benar
tercapai secara efektif dan efisien.
E. Definisi Konsep
Pada dasarnya, konsep merupakan unsur pokok dari sebuah
penelitian, dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi singkat dari
8
Safrodin, Problematika Pelaksaan dan Penyuluhan Islam pada Narapidana, (Semarang: IAIN Walisongo, 2010) Hal. 2
9
10
sejumlah fakta atau data yang ada. Oleh karena itu, agar tidak terjadi
kesalahpahaman, penulis memberikan batasan istilah atau definisi yang
digunakan dalam penelitian ini. Dengan demikian, istilah atau definisi
yang dimaksud memiliki pengertian terbatas. Adapun pengertian definisi
konsep adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat sesuatu yang
didefinisikan dan dapat diamati.
Dalam pembahasan ini peneliti membatasi dari sejumlah konsep
yang diajukan dalam penelitian dengan judul “Bimbingan Konseling
Kemasyarakatan Terhadap Stereotip Narapidana Narkoba di Rutan Kelas I
Medaeng Surabaya”.
Adapun definisi konsep dari penelitian ini adalah :
1. Bimbingan dan Konseling Kemasyaratan
Sebelum memahami pengertian bimbingan dan konseling
kemasyaratan, peneliti akan menjelaskan pengertian bimbingan dan
konseling terlebih dahulu. Menurut Anas Salahudin menjelaskan
bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberi bantuan yang
dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa
orang individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan
pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih,
menentukan, dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya
dan tuntutan lingkungan berdasarkan norma-norma yang berlaku.10
10
11
Sedangkan pengertian konseling menurut Moh. Surya bahwa
konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada klien
supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri
untuk dimanfaatkan dalam memperbaiki tingkah laku masa yang
akan datang dengan mengenali diri sendiri, orang lain, pendapat
orang lain trehadap dirinya, tujuan yang dikehendaki dan
kepercayaanya.11
Sedangkan pengambilan kemasyakatan ini diartikan sebagai
suatu organisasi manusia yang menjalin pergaulan hidup bersama
untuk dapat saling memenuhi kebutuhan bersama secara harmonis.12 Dari penjelasan pengertian bimbingan dan konseling yang
mana berkaitan dengan hubungan masyarakat disimpulkan bahwa
Bimbingan Konseling Kemasyarakatan adalah proses pemberian
bantuan yang diberikan untuk mewujudkan tatanan yang sejahtera
masyarakat sendiri yang meliputi rasa keselamatan, kesusilaan,
keamanan, ketertiban, dan ketenteraman baik lahir maupun batin, hal
ini akan dapat terwujud melalui berbagai kerja sama dan tanggung
jawab antara pemerintah dan masyarakat.
2. Stereotip Narapidana
Stereotip adalah penilaian terhadap seseorang hanya
berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut
11
Moh. Surya, Dasar-Dasar Konseling Pendidikan, (Bnadung: PT. Kota Kembang, !988). Hal. 38
12
12
dapat di kategorikan. Stereotip merupakan jalan pintas pemikiran
yang dilakukan secara intuitif oleh manusia untuk menyederhanakan
hal-hal yang kompleks dan membantu dalam pengambilan keputusan
secara cepat. Namun, stereotip dapat berupa prasangka positif dan
juga negatif, dan kadang-kadang dijadikan alasan untuk melakukan
tindakan diskriminatif. Sebagian beranganggapan dalam melakukan
tindakan kriminalitas bahwa segala bentuk stereotip kepada
narapidana bersifat negatif, dikarnakan tidak bisa dipercaya maupun
tanggung jawab setelah narapidana keluar dari penjara.
Stereotip jarang sekali akurat, biasanya hanya memiliki sedikit
dasar yang benar, atau bahkan sepenuhnya di karang-karang.
Berbagai disiplin ilmu memiliki pendapat yang berbeda mengenai
asal mula stereotip: psikolog menekankan pada pengalaman dengan
suatu kelompok, pola komunikasi tentang kelompok tersebut, dan
konflik antarkelompok. Walaupun jarang sekali stereotip itu
sepenuhnya akurat, namun beberapa penelitian statistik
menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus stereotip sesuai dengan
fakta terukur.13
Sedangkan Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana
hilang kemerdekaan di lembaga permasyarakatan. Meskipun
terpidana kehilangan kemerdekaannya, ada hak-hak narapidana yang
tetap di lindungi dalam sistem pemasyarakatan Indonesia.
13
13
Narapidana juga seorang manusia anggota masyarakat yang dip
roses dalam lingkungan tempat tertentu dengan tujuan, metode dan
sisitem kemasyarakatan, sehingga pada suatu saat napi itu akan
kembali menjadi masyarakat yang baik dan taat kepada hukum.14
Sedangkan pengertian terpidana itu sendiri adalah seseorang
yang di pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. Berdasarkan Pasal 14 ayat (1)
undang- undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan, bahwasanya narapidana yang mana berhak :
1) Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau
kepercayaannya.
2) Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani.
3) Mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
4) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak.
5) Menyampaikan keluhan.
6) Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang.
7) Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan.
8) Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya.
9) Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi).
10) Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga.
11) Mendapatkan pembebasan bersyarat. 12) Mendapatkan cuti menjelang bebas.
13) Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.15
14
Bambang Purnomo, Pelaksana Pidana Penjara dan Sistem Pemasyarakatan, (Yogyakarta: Liberty, 1980). Hal. 180
15
14
Narapidana yang mendapat hukuman mempunyai efek-efek
tersebut:
1) Tidak ada partisipasi sosial. Masyarakat narapidana dianggap sebagai masyarakat yang dikucilkan, masyarakat asing penuh stigma-stigma atau noda-noda sosial, yang wajib disingkirkan.
2) Para narapidana didera oleh tekanan-tekanan batin yang
semakin memberat dengan bertambhanya waktu
pemenjaraan. Kemudian muncul kecenderungan-
kecenderungan autistik (menutup diri secara total) dan usaha melarikan diri dari realitas yang traumatic sifatnya, terutama sekali peristiwa ini banyak terdapat pada penghuni baru.
3) Para narapidana mengembangkan reaksi-reaksi yang
stereotip, yaitu: cepat curiga, lekas marah, cepat benci, dan mendendam.
4) Mendapatkan stempel tidak bisa dipercaya dan tidak bisa diberi tanggung jawab dalam pekerjaan maupun sulitnya mencari pekerjaan. Masyarakat narapidana dianggap sebagai warga masyarakat yang tuna susila, dan kurang mampu memberikan partisipasi sosial.
3. Narkoba (Zat adiktif)
Narkotika adalah zat atau obat yang mengandung candu yang
dapat menimbulkan rasa mengantuk serta menghilangkan rasa sakit.
Semula obat ditujukan untuk kepentingan pengobatan dan sangat
berbahaya jika disalahgunakan karena apabila disalahgunakan akan
membahayakan bagi yang memakainya dan dapat menjadi pecandu
narkotika atau sering juga disebut ketergantungan pada narkotika.
Pemakaian narkotika yang berlebihan dari yang dianjurkan oleh
seorang dokter akan membawa pengaruh terhadap si pemakai atau
pecandu, sebagai reaksi dari pemakaian narkotika, yang berupa
15
berpengaruh terhadap perilaku yang dapat berupa penenang,
menimbulkan halusinasi atau khayalan.
Akibat dari penyalahgunaan itu semua, maka akan timbul
korban penyalahgunaan narkotika, untuk itu perlu dilakukan
usaha-usaha penanggulangannya, baik secara preventif, represif dan
rehabilitasi. Selain itu juga diperlukan kerjasama antara orang tua,
penegak hukum, pemerintah dan masyarakat.
Tindak Pidana Penyalahgunaan narkotika tampaknya semakin
merajalela, terutama di kota-kota besar yang merupakan tempat
terjangkitnya wabah narkotika yang seolah-olah tidak dapat
dibendunglagi. Penyalahgunaan narkotika ini bukan lagi sebagai
mode (gengsi) tetapi motivasinya sudah dijadikan semacam tempat
pelarian.
Akhir-akhir ini penyalahgunaan narkotika tidak saja menjadi
kendala di kota-kota besar tetapi mulai meramba ke desa-desa.
Selama ini yang melakukan penyalahgunaan narkotika berasal dari
keluarga yang dianggap mampu. Penyalahgunaan narkotika bukan
lagi sebagai lambang kejantanan, keberanian, modern dan lain-lain
tetapi motivasinya telah dikaitkan dengan pandangan yang lebih jauh
dan ketergantungan serta dijadikan pelarian karena frustasi dan
kecewa.16
16
16
Seperti yang diketahui, narkoba mempunyai dampak terhadap
sistem syaraf manusia yang menimbulkan berbagai macam bentuk
perasaan. Sebagian dari narkoba itu dapat meningkatkan gairah,
semangat, dan keberanian, sebagian lagi menimbulkan rasa tenang
dan nikmat sehingga bisa melupakan kesulitan yang diderita.
Narkoba juga menimbulkan efek addicted atau ketergantungan. Makin sering seseorang itu mengkonsumsi atau memakai narkoba,
maka makin besar ketergantungannya sehingga susah untuk
melepaskan diri. Karena itu, yang berbahaya bukanlah narkoba itu
sendiri, melainkan penyalahgunaan narkoba untuk tujuan-tujuan lain
diluar tujuan kedokteran.
Penyalahgunaan obat yang benar dalam pengawasan dokter
adalah dengan menelannya atau menyuntikkannya pada otot
(intramuscular). Sedangkan pada penyalahgunaan obat, bahan-bahan itu juga dihirup, dirokok, atau untuk mencapai efek yang lebih cepat,
disuntikkan di bawah kulit (subcutaneous) atau kedalam urat nadi
(intravenous).17
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif,18 yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
17
Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya, Hal. 9 18
17
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian
kualitatif berusaha memahami persoalan secara keseluruhan (holistik) dan dapat mengungkapkan rahasia dan makna tertentu. Penelitian
kualitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang
mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam
kehidupan manusia, atau pola-pola yang di analisis gejala-gejala sosial
budaya dengan menggunakan kebudayaan dari narapidana yang
bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang
berlaku.19
Jenis dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif, jenis
penelitian deskriptif adalah penelitian yang mempunyai tujuan
menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, atau berbagai variable
yang timbul dari narapidana yang menjadi objek penelitian tersebut.
2. Sasaran dan Lokasi Penelitian
Sasaran dalam penelitian ini adalah Para narapidana yang terlibat
kasus narkoba yang berada di lembaga pesmayarakatan (Rutan).
Sedangkan lokasi penelitian yang dipilih peneliti adalah rutan kelas I
Medaeng Surabaya.
3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder. Data primer adalah data yang di peroleh dari
dan tes. Lihat Nasution, Metode Penulisan Naturalistik Kualitatif (Bandung: Tarsito, 1988), Hal. 18
19
18
sumber utama atau sumber data primer. Sumber data primer adalah
subjek penelitian yang dijadikan sebagai sumber informasi penelitian
dengan menggunakan alat pengukuran atau pengambilan data secara
langsung.20 Adapun Data primer juga suatu data yang langsung diambil dari sumber pertama di lapangan. yang mana dalam hal ini
diperoleh dari deskripsi tentang latar belakang dan masalah klien,
perilaku klien, faktor-faktor yang menyebabkan masalah tersebut
dialami klien, pelaksanaan proses , serta hasil akhir pelaksanaan.
Sumber data Primer yaitu sumber data yang langsung diperoleh
penulis di lapangan yaitu informsi dari Klien yang mana diantaranya
sebagai data primer, yaitu :
a. Narapidana narkoba
b. Proses bimbingan dan konseling kepada narapidana
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber
lain yang ada kaitannya dengan objek penelitian. Data sekunder juga
sumber data yang diambil dari sumber kedua atau berbagai sumber
guna melengkapi data primer,. diperoleh dari gambaran lokasi
penelitian, keadaan lingkungan klien, riwayat pendidikan klien, dan
perilaku keseharian klien. Sumber data sekunder merupakan sumber
data yang tidak berhubungan secara langsung dengan objek penelitian,
akan tetapi memiliki informasi yang berkaitan dengan objek penelitian
di antaranya;
20
19
a. Suasana di rutan kelas I Medaeng surabaya
b. Petugas di rutan kelas I Medaeng Surabaya
c. Respon atau follow up dari proses bimbingan konseling dari
narapidana di rutan kelas I Medaeng Surabaya
d. Serta respon dari masyarakat sekitar rutan kelas I Medaeng
Surabaya
Dari penelitian inilah, sumber data ini bahwasanya menggunakan
penelitian lapangan (field research), yaitu dengan memanfaatkan secara maksimal data-data lapangan dari subjek penelitian di rutan kelas I
Medaeng Surabaya.21
4. Tahap - Tahap Penelitian
Adapun tahapan-tahapan yang harus dilakukan menurut buku
metode penelitian praktis adalah:
a. Perencanaan, meliputi penentuan tujuan yang dicapai oleh suatu
penelitian dan merencanakan strategis untuk memperoleh dan
menganalisis data bagi peneliti. Hal ini dimulai dengan
memberikan perhatian khusus terhadap konsep dan masalah yang
akan mengarahkan penelitian yang bersangkutan dan menelaah
kembali terhadap literatur, termasuk penelitian yang pernah
diadakan sebelumnya, yang berhubungan dengan judul dan
masalah penelitian yang bersangkutan.
21
20
Dalam tahap perencanaan ini, peneliti merencanakan hal-hal
mengenai bagaimana proses penelitian ini kedepannya mulai dari:
menyusun rancangan penelitian, tujuan yang jelas dan strategi
dalam memperoleh data yang diinginkan. Dalam menyusun
rancangan penelitian, peneliti mendapati klien yang mempunyai
masalah dengan perilakunya yang sering melalaikan shalat subuh.
Oleh karena itu, peneliti akan melakukan sebuah penelitian,
dimana individu tersebut menjadi objek dari penelitan. Dengan
tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan
masalah itu terjadi, beserta membantunya terlepas dari
permasalahan yang dialami oleh individu tersebut seperti
narapidana yang mempunyai kasus narkoba Dalam hal ini,
peneliti sekaligus menjadi konselor dan individu tersebut menjadi
klien atau konseli. Mengenai strategi dalam memperoleh data dari
klien, peneliti menggunakan tiga teknik untuk memperoleh data
tersebut, yaitu: Observasi, wawancara, dan dokumentasi.
b. Pengkajian secara teliti terhadap rencana penelitian, tahap ini
merupakan pengembangan dari tahap perencanaan, disini
disajikan latar belakang penelitian, permasalahan, tujuan
penelitian, serta metode atau prosedur analisis dan pengumpulan
data.
Dalam tahap ini, peneliti harus mengetahui betul
21
yang melatar belakangi stereotip narapidana narkoba dan
mempunyai tujuan yang jelas dari penelitian ini. Yaitu:
menegtahui permasalahan yang ada pada narapidana narkoba
Terapi yang akan digunakan oleh peneliti dalam membantu klien
tersebut yaitu bimbingan konseling kemasyarakatan dengan terapi
analisis transaksional. Setelah itu, peneliti turun langsung
kelapangan untuk mengumpulkan data yang diperlukan, guna
untuk memperlancar dalam proses konseling. Berikut adalah
proses konseling yang akan dilakukan dalam penelitian ini.:
1) Identifikasi: peneliti melakukan wawancara dan observasi
terhadap klien dan informan lainnya seperti kedua orang
tuanya, teman-teman akrabnya. Yang nantinya diperoleh data
tentang diri klien, serta keadaan klien.
2) Diagnosis: peneliti menetapkan masalah-masalah yang
dialami klien berdasarkan data yang diperoleh dari langkah
identifikasi. Kemudian peneliti menentukan masalah yang
sedang dialami oleh klien dan sekaligus yang
melatarbelakangi adanya suatu masalah yang dihadapi oleh
klien. Dimana masalah yang sedang dialami oleh klien adalah
stereotip narapidana narkoba
3) Prognosis: pada langkah ini peneliti merumuskan jenis
bantuan yang tepat untuk klien. Dengan melihat data yang
22
bantuan yang akan peneliti berikan adalah proses bimbingan
konseling kemasyarakatan dengan teknik konseling yang
ditentukan dari peneliti ataupun konselor itu sendiri.
4) Treatment: proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh
peneliti atau Konselor terhadap klien.
5) Follow up: peneliti melihat sejauh mana perubahan yang
terjadi pada klien setelah melaksanakan proses konseling.
Dari perubahan sikap, hingga kebiasaan yang sering
dimunculkan. Hal ini peneliti lakukan dengan observasi dan
wawancara langsung dengan diri klien dan juga informan,
yang dilaksanakan setelah selesainya proses konseling. Tak
lupa dengan melihat sikap sebelum dan sesudah klien diberi
treatment tersebut.
c. Analisis dan laporan, hal ini merupakan tugas terpenting dalam
suatu proses penelitian. Dalam tahap ini, peneliti menganalisis
hasil proses konseling yang dilakukan oleh konselor terhadap
klien, dengan melihat dampak yang ditampakkan oleh klien.
Dengan itu, peneliti akan melihat tingkat keberhasilan dan tidak
keberhasilan dari proses konseling yang diberikan oleh konselor
terhadap klien. Setelah itu, peneliti menyusun laporan penelitian
dari awal sampai akhir proses penelitian.22
22
23
5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan permasalahan
penelitian di atas, maka akan dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Observasi
Di artikan sebagai pengamatan dan pecatatan secara
sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.
Dalam penelitian ini, observasi dilakukan untuk mengamati
Klien meliputi: aktifitas kegiatan serta kondisi fisik dan mental
Klien, proses bimbingan konseling yang dilakukan kepada
narapidana.
b. Wawancara
Merupakan salah satu metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan jalan mengadakan komunikasi dengan
sumber data dengan dialog tanya jawab secara lisan baik
langsung maupun tidak langsung.23
Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan untuk
mendapatkan informasi mmendalam pada diri klien yang
meliputi: Identitas sendiri klien, kondisi keluarga, lingkungan
dan ekonomi klien, serta permasalahan yang dialami klien.
Adapun juga wawancara didapatkan dari informan yang
mana meliputi: kebiasaan klien, aktifitas klien, dan juga letak
23
24
geografis dan struktur kepengurusan di lembaga seperti
wawancara tentang kondisi dan letak geografis di rutan.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau
karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk
tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, (life histories), ceritera, Dokumen yang berbentuk gambar misalnya, foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain.24
Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang
dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain. Dalam
penelitian ini, dokumentasi dilakukan untuk mendapat
gambaran tentang lokasi penelitian yang meliputi: Luas
wilayah penelitian, jumlah penduduk, batas wilayah, kondisi
geografis desa poreh, serta data lain yang menjadi data
pendukung dalam laporan penelitian.
Untuk itu, peneliti akan menguraiankan suatu tabel yang mana
untuk menjelaskan proses teknik pengumpul data di lapangan sebagai
berikut:
Adapun tabel yang bawah yang mana menunjuk proses
pengumpulan data dari segi pengambilan data dari klien maupun letak
wilayah penelitian diantaranya:
24
25
Tabel 1.1 Jenis data, Sumber Data, Teknik Pengumpulan data
Keterangan:
TTPD : Teknik-teknik pengumpulan data
D : Dokumentasi
O : Observasi
W : Wawancara
6. Teknik Analisa Data
Mengingat penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat
ekploratif, maka penelitian ini menggunakan metode analisis
kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan metode kualitatif adalah
No Jenis Data Sumber Data TPD
26
cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa
yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan
perilakunya yang nyata diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh.
Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang
merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian
ini dengan cara analisa proses bimbingan konseling kemasyarakatan
kepada narapidana maupun proses kegiatan narapidana di rutan .25
7. Teknik Pemeriksaan / Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan tingkat ketepatan antara data yang
terjadi pada objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh
peneliti. Data yang valid adalah data yang tidak terdapat perbedaan
antara data yang dilaporkan peneliti dengan kenyataan yang terjadi
pada objek di lapangan. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa kebenaran
realitas data menurut penelitian kualitatif tidak bersifat tunggal, tetapi
bersifat jamak dan tergantung pada konstruksi manusia.26
Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan valid terhadap
data yang telah terkumpul, maka penulis menggunakan teknik
triangulation, yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu. Dan macam trianggulasi di
antaranya:
25
Soerjono Soekanto, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986), Hal. 10. 26
27
a. Trianggulasi data (data triangulation) atau trianggulasi sumber, adalah penelitian dengan menggunakan berbagai
sumber data yang berbeda untuk mengumpulkan data yang
sejenis. Seperti sumber data dari proses bimbingan konseling
kepada narapidana narkoba serta kumpulan-kumpulan sumber-
sumber data yang sebanding dengan bimbingan konseling
kemasyarakatan terhadap stereotip narapidana narkoba di rutan
kelas I Medaeng Surabaya.
b. Trianggulasi penelitian (investigator triangulation), yang dimaksud dengan cara trianggulasi ini adalah hasil penelitian
baik data ataupun simpulan mengenai bagian tertentu atau
keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari beberapa peneliti.
Hal ini bisa diambil hasil proses bimbingan konseling kepada
narapidana narkoba.
Dalam penelitian kualitatif, kriteria utama yang menunjukkan
keabsahan sebuah hasil penilitian adalah, valid, reliabel dan obyektif.
G. Sistematika Pembahasan
Bab satu merupakan pendahuluan yang berisi tentang gambaran
umum yang memuat pola dasar penulisan skripsi ini yaitu latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi
konsep, dan metode penelitian yang meliputi: pendekatan dan jenis
28
teknik pengumpulan data, teknik analisis data serta teknik keabsahan data,
dan sistematika pembahasan.
Bab dua membahas tentang kajian teoretik yang meliputi pengertian,
Tujuan, Fungsi, teknik konseling, serta Teori-Teori bimbingan dan
konseling kemasyarakatan yang terkait masalah penelitian dalam stereotip
narapidana narkoba di rutan kelas I medeang Surabaya, serta Penelitian
Terdahulu yang Relevan (menyajikan hasil penelitian terdahulu yang
relevan dengan penelitian yang hendak dilakukan).
Bab tiga membahas tentang gambaran umum Rutan Kelas I Medaeng
Surabaya, seperti kondisi dan letak geografisnya, sejarah dan
perkembangannya, visi misi, Jargon, struktur Pengurus, kondisi kepala
rutan dan petugas atau staf di rutan serta narapidana maupun proses dan
hasil penelitian dari bimbingan dan konseling kemasyarakatan terhadap
stereotip narapidana narkoba di rutan kelas I medeang Surabaya,.
Bab empat mambahas tentang analisa yang menjelaskan yaitu Temuan
Penelitian serta bagaimana data yang ada itu digali dan ditemukan
beberapa hal yang mendukung penelitian dan Konfirmasi Temuan dengan
Teori, dimana temuan penelitian tadi dikaji dengan teori yang ada.
Bab lima membahas tentang kesimpulan dan saran dari hasil
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Teoritik
1. Bimbingan dan Konseling Kemasyarakatan a. Pengertian Bimbingan
Secara etimologis, kata bimbingan merupakan terjemahan dari
kata “Guidence” berasal dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti “menunjukan, membimbing, menuntun, ataupun
membantu".1
Sedangkan secara terminologi menurut W.S. Winkel
menyatakan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan
kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya
individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup
mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan
tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat.2
Menurut Deni Febrini menjelaskan bimbingan adalah suatu
proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan
dan sistematis, yang dilakukan oleh konselor, dimaksudkan agar
individu dapat memahami dirinya, lingkungannya serta dapat
mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk
1
Hallen A, Bimbingan dan Konseling dalam Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002). Hal. 3. 2
30
dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk
kesejahteraan dirinya serta kesejahteraan masyarakat.3
Sedangkan menurut Bimo Walgito bahwasanya bimbingan
adalah suatu bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada
individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau
mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar
individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai
kesejahteraan hidupnya.4
Dari beberapa pengertian bimbingan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan
kepada individu atau sekumpulan individu agar tercapai
kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, dan
pengarahan diri dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat
perkembangan optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan
sebagai untuk mensejahteraan dirinya serta kesejahteraan
masyarakat.
b. Pengertian Konseling
Istilah konseling berasal dari bahasa Inggris, “to counsel” yang secara etimologis berarti “to give advice” atau memberi saran dan
nasihat.5
3
Deni Febrini, Bimbingan Konseling (Yogyakarta: Teras, 2011). Hal. 9. 4
Bimo Walgito, Bimbingan & Konseling (Studi dan Karir) (Yogyakarta: ANDI, 2005). Hal. 5-6.
5 Jamal Ma’mur Asmani, Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah
31
Sedangkan secara terminologi, menurut Burks dan Stefflre
menyatakan bahwa konseling adalah hubungan profesional antara
konselor terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya bersifat
individu ke individu, walaupun terkadang melibatkan lebih dari
satu orang. Konseling didesain untuk menolong klien memahami
dan menjelaskan pandangan mereka terhadap kehidupan, dan untuk
membantu mencapai tujuan penentuan diri (self-determination) mereka melalui pilihan yang telah diinformasikan dengan baik serta
bermakna bagi mereka, dan melalui pemecahan masalah emosional
atau karakter interpersonal.6
Menurut Sugiyo bahwasanya konseling merupakan proses
yang dinamis di mana klien setelah memperoleh bantuan dapat
mengembangkan dirinya, mengembangkan bakat dan
potensi-potensi yang lain serta dapat mengentaskan masalah yang
dihadapinya.7
Dari beberapa pengertian konseling di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa konseling adalah suatu proses pemberian
bantuan dari seorang konselor kepada seorang konseli (klien)
dengan tujuan agar individu (klien) tersebut dapat memecahkan
permasalahan yang sedang dihadapinya di dirinya serta
lingkungannya.
6
John McLeod, Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus (Jakarta: Kencana, 2006). Hal. 5-7.
7
32
c. Pengertian Bimbingan dan Konseling Kemasyaratan
Setelah menguraikan beberapa definisi bimbingan dan
konseling menurut para ahli, maka penulis menggabungkan kedua
kata tersebut yaitu antara bimbingan dan konseling ditinjau dari
segi ilmu sosial ataupun berkaitan tentang kemasyarakatan yang
mana diartikan sebagai suatu keseluruhan hubungan manusia yang
bersifat kompleks dan luas disebut dengan bimbingan dan
konseling Kemasyarakatan.
Bimbingan dan konseling kemasyarakatan diartikan sebagai
upaya proses pemberian bantuan yang diberikan untuk
mewujudkan tatanan kehidupan yang sejahtera, baik individu,
keluarga, dan masyarakat yang meliputi rasa keselamatan,
kesusilaan, keamanan, ketertiban dan ketentraman baik lahir
maupun batin, hal ini akan terwujud melalui berbagai kerjasama
dan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.8
Bimbingan dan Konseling kemasyarakatan Meliputi
Pengembangan: (1) Pemahaman tentang keragaman suku dan
budaya, (2) Sikap-sikap sosial (empati dan lain-lain), (3)
Kemampuan berhubungan sosial secara positif.
Permasalahan individu ditinjau dari tugas-tugas dan
aspek-aspek perkembangan yang meliputi: perkembangan fisik,
perkembangan bahasa, perkembangan intelektual, perkembangan
8
33
sosial, perkembangan emosi, perkembangan moral dan etika,
perkembangan kepribadian, dan perkembangan agama.9
Masalah sosial yang sering muncul di masyarakat antara lain:
(1) Kurang menyenangi kritikan orang lain, (2) Kurang memahami
etika pergaulan dan pekerjaan, (3) Merasa malu untuk berteman
dengan lawan jenis, (4) Kurang mampu menyesuaikan diri, (5)
Penyakit-penyakit sosial seperti: perampokan, pencurian, tawuran,
geng motor, pengguna narkotika, dan lain-lain
Bimbingan dan konseling kemasyarakatan dikatakan sebagai
upaya mewujudkan kehidupan individu, keluarga dan masyarakat
dengan mempertimbangkan dimensi- dimensi kemanusiaan yang
meliputi dimensi individualitas, dimensi sosialitas, dimensi
moralitas dan dimensi religiusitas.10
1) Dimensi Individualitas
Secara perorangan manusia memiliki perbedaan baik
secara fisik maupun psikis, berbeda secara fisik misalnya:
Badannya jangkung, rambutnya pirang, hudungnya mancung.
Sedangkan berbeda secara psiskis meliputi: berpikiran lambat,
sensitif, dan lain- lain. Meski banyak terjadi perbedaan juga
banyak terjadi persamaan, misalnya mempunyai hoby, minat
yang sama. Dengan melihat perbedaan perbedaan yang ada
9
Ika Nur Halimah & Faiz Hisyam, BKI Belajar 2014: Tujuan Bimbingan Konseling Sosial
(http://m-belajar.blogspot.co.id/2014/04/tujuan-bimbingan-konseling-sosial.html?m=1, diakses 11 Februari 2017)
10
34
maka dalam hal ini bimbingan dan konseling sosial sangat
berperan dalam menyikapi perbedaan tersebut agar tidak
bertentangan satu sama lain guna mewujudkan tujuan yang
sama antar individu sehingga kehidupan individu satu dengan
yang lain menjadi tentram dan saling memberikan toleransi
atas perbedaan yang dimiliki. Perkembangan dimensi
individualitas akan membawa seseorang untuk menjadi
individu yang mampu berdiri tegak dengan kepribadiannya
sendiri dengan “Aku” yang teguh, positif, produktif dan
dinamis.11
2) Dimensi Sosialitas
Setiap individu tidak akan bisa lepas dengan individu
lainnya, dalam arti manusia tidak akan bisa hidup sendiri,
hampir dalam kegiatan keseharian manusia tidak akan bisa
lepas dari peran manusia lainnya, mulai dari tidur hinga tidur
lagi. ketergantungan ini bisa dikatakan sekaligus sebagai
bentuk kebersamaan dalam suatu keluarga. Pengembangan
dimensi individualitas hendaklah dimbangi dengan dimensi
sosialitas pada setiap individu, karena dengan dimensi
kesosialan akan memungkinkan seseorang mampu
berinteraksi, berkomunikasi, bergaul, bekerja sama dan hidup
besama orang lain secara harmonis. Hidup bersama tersebut
11
35
masing- masing tumbuh dan berkembang, saling memberikan
toleransi, saling mengisi serta menemukan makna yang
sesungguhnya. Dengan mengembangkan dimensi sosialitas ini
maka individu tersebut akan mampu berinteraksi dan
berkomunikasi dalam rangka mewujudkan tata kehidupan
bersama baik dalam kehidupan keluarga maupun
bermasyarakat.12
3) Dimensi Moralitas
kehidupan manusia baik secara individu maupun bersama-
sama tidak serta merta hanya hidup dan bernafas, melainkan
mengikuti aturan aturan, norma- norma tertentu misalkan
norma agama, budaya, adat, politik, dan lain sebagainya.
Dalam hidup bermasyarakat misalnya aturan- aturan tersebut
semakin diperlukan dalam rangka untuk mewujudkan
kehidupan yang bermakna yang lebih sejahtera. Dimensi
kesusilaan atau dimensi moralitas akan memberikan warna
moral terhadap perkembangan dimensi individuaitas dan
sosialitas. Aturan atau etika diperlukan untuk mengatur
bagaimana kebersamaan antsr individu seharusnya
dilaksanakan. Dari ketiga dimensi itu, manusia dapat hidup
layak dan dapat mengembangkan ilmu - ilmu eksakta dan
teknologi akan tetapi ini baru berada dikehidupan duniawi dan
12
36
akan menjadi lebih menjadi manusia yang seutuhnya dan
sempurna apabila dilengkapi dengan dimensi ke- 4 yaitu
dimensi religiusitas atau dimensi keagmaan.13
4) Dimensi Religiusitas
pada dimensi keagamaan ini manusia berpikir bahwa apa
yang dilakukan saat ini adalah untuk kehidupan jangka panjang
yaitu akhirat, oleh karena itu segala ucapan, tindakan selalu
dikaitkan dengan yang maha pencipta, disanalah bermuaranya
jika keempat dimensi ini dapat dikembangkan secara optimal
maka akan lahirlah manusia- manusia yang ideal atau sering
disebut dengan manusia seutuhnya.14
d. Tujuan Bimbingan dan Konseling kemasyarakatan
Tujuan bimbingan dan konseling kemasyarakatan pada
dasarnya sama dengan bimbingan dan konseling pada umum dibagi
menjadi 2, yaitu:
1) Tujuan Umum
a) Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan
karir serta kehidupan di masa yang akan datang.
b) Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang
dimilikinya seoptimal mungkin.
c) Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan,
lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya.
13
Ibid. Hal. 12- 13 14
37
d) Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam
studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan,
masyarakat, maupun lingkungan kerja.15
2) Tujuan Khusus
a) Memiliki kemampuan melakukan pilihan secara sehat.
b) Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri
dan orang lain.
c) Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam
bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajiban.
d) Memiliki kemampuan berinteraksi sosial, yang
diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, atau
silaturahim dengan sesama manusia.
e) Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik
(masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri)
maupun dengan orang lain.
f) Memliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara
efektif untuk diri sendiri maupun orang lain.16
Kondisi masyarakat yang diharapkan adalah masyarakat yang
dapat diorganisir dengan baik, hal ini dapat dicirikan antara lain:
a) Adanya stabilitas dalam segala bidang
15
Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012). Hal. 13
16
38
b) Terciptanya interaksi personal yang intim yang ditandai
dengan pola hubungan individu yang harmonis yang ada
dalam masyarakat tersebut
c) Terciptanya relasi sosial yang berkesinambungan atau
kontinuitas
d) Adanya consensus yang bertaraf tinggi diantara
anggota-anggota masyarakat17
e. Fungsi Bimbingan dan Konseling Kemasyarakatan
Adapun fungsi- fungsi yang terkait dalam bimbingan dan
konseling kemasyarakatan pada dasarnya sama dengan bimbingan
dan konseling pada umumnya diantaranya:
1. Fungsi preventif, yaitu membantu individu mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.
2. Fungsi kuratif, yaitu membantu individu mencegah masalah yang dihadapinya dan atau dialaminya.
3. Fungsi preservatif, yaitu membantu individu menjaga agar situasi dan kondisi yang semula tidak baik itu menjadi baik.
4. Fungsi developmental, yaitu membantu individu memelihara atau mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar
tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak
memungkinkannya sebab munculnya maslaah baginya.18
17
Faizah Noer Laela, Bimbingan Konseling Sosial,(Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014). Hal.23
18
39
f. Unsur-Unsur Bimbingan dan Konseling Kemasyarakatan
1) Konselor
Konselor adalah orang yang memberikan pertolongan
ataupun pelayanan kepada orang lain dalam menyelesaikan
masalah pribadi.19 Adapun syarat menjadi konselor antara lain:
a) Kemampuan professional
b) Sifat kepribadian yang baik
c) Kemampuan bermasyarakat dengan baik
d) Takwa kepada Tuhan
e) Rasa tanggung jawab yang baik.20
Dari beberapa syarat diatas, pada hakikatnya seorang
konselor haruslah mempunyai kemampuan melakukan
bimbingan dan konseling, serta bisa mempertanggung
jawabkan pekerjaannya sebagai konselor.
2) Klien
Klien adalah setiap individu yang diberikan bantuan
professional oleh seorang konselor atas permintaan dirinya
sendiri atau orang lain. Menurut Rogers mengartikan bahwa
klien sebagai individu yang datang kepada konselor dalam
keadaan cemas dan tidak kongruensi.21
Setidaknya ada beberapa sikap dan sifat yang mesti
dimiliki klien untuk memudahkan dalam proses konseling:
19
Sri Astutik, Pengatar Bimbingan dan Konseling,(Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,2014). Hal. 84
20
Ibid. Hal. 45
21 Naroma Lumongga Lubis, “Memahami Dsar-Dasar Konseling Dalam Teori dan
40
a) Terbuka
Klien yang terbuka akan sangat membantu jalannya
proses konseling
b) Bersikap jujur
Klien harus mengemukakan semua permasalahannya
dengan jujur tanpa ada yang ditutupi.
c) Sikap percaya
Klien harus percaya bahwa konselor adalah orang yang
tidak akan membocorkan rahasia kliennya.
d) Bertanggung jawab
Tanggung jawab klien untuk mengatasi
permasalahannya sendiri sangat penting bagi kesuksesan
proses konseling.
3) Masalah
Masalah adalah semua hal yang dapat menghanbat di
dalam mencapai tujuan. Menurut Sri Astutik mengartikan
bahwa masalah adalah kesenjangan antara harapan dan
kenyataan.22
g. Teknik Bimbingan dan Konseling Kemasyarakatan
Teknik Bimbingan dan Konseling kemasyarakatan secara
umum yaitu cara-cara tertentu yang digunakan oleh seseorang
konselor dalam proses konseling untuk membantu klien agar
22
41
berkembang potensinnya serta mampu mengatasi masalah yang
dihadapi dengan mempertimbangkan kondisi dalam dirinya sendiri,
keluarga maupun kondisi lingkungannnya yakni nilai-nilai sosial,
budaya, hubungan sosial maupun agama.23
Adapun Pendekatan konseling diantaranya dengan cara
individu (face to face) yaitu salah satu teknik pemberian bantuan secara individu dan secara langsung berkomunikasi. Dalam teknik
ini pemberian bantuan dilakukan dengan hubungan yang bersifat
face to face relationship (hubungan 4 mata), yang dilaksanakan dengan wawancara antara konselor dan kasus pada klien. Masalah
yang dipecahkan melalui teknik konseling ini ialah
masalah-masalah yang bersifatnya pribadi.24
Adapun teknik konseling secara khusus dibagi menjadi 3
teknik diantaranya:
1) Directive Konseling
Teknik atau pendekatan langsung yang dipelopori atau
dicetuskan pertama kali oleh Edmond G. Willamson. Dengan
teknik atau pendekatan ini dalam proses konseling
kebanyakan berada ditangan konselor. Jadi dalam hal ini
konselor lebih banyak mengambil inisiatif dalam proses
konseling, sehingga klien tinggal menerima apa yang
23
Toharin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008). Hal. 321-322
24
42
dikemukakan oleh konselor.25 Mereka yang memakai
pendekatan ”Directive” beranggapan bahwa konselor sekolah itu berfungsi sebagai ”master educator ”, yang membantu
klien mengatasi masalah- masalah dengan sumber- sumber
intelektual yang disadari. Tujuan konseling yang utama
adalah membantu siswa untuk merubah tingkah lakunya yang
emosional dan impulsif dengan tingkah laku rasional, dengan
sengaja, secara teliti dan berhati-hati.26 2) Non-Direktif konseling
Teknik atau pendekatan Non-Directive Counseling sering
pula disebut” Client-Centered Counseling”, yang
memberikan suatu gambaran bahwa dalam proses konseling
yang menjadi pusatnya adalah klien, bukan konselor. Oleh
karena itu dalam proses konseling ini aktifitas banyak
diletakkan dipundak klien itu sendiri, dalam pemecahan
masalah maka klien itu sendiri didorong oleh konselor untuk
mencari pemecahan masalahnya.27Maka, dari situ klien dapat menemukan kesempatan untuk dapat mempelajari dengan
bebas dan aman kesulitan-kesulitannya dan sikap-sikap
emosional yang merongrongnya. Teknik atau pendekatan
Client-Centered Counseling ini dikembangkan pertama kali
25
Dewa Ketut Sukardi ,Bimbingan Dan Penyuluhan Belajar Disekolah, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983) Hal. 166.
26
Opcit Hal. 168 27
43
oleh Carl Rogers. Selanjutnya Rogers mengemukakan bahwa
apabila seseorang konselor sanggup menciptakan pertalian
yang erat dan menyenangkan dengan penuh pengertian dan
bebas dari segala perasaan takut dan cemas serta menghargai
martabat individu, maka klien akan bersedia membuang
semua cara pertahanan diri dan kemudian mengambil
manfaat sebesar-besarnya dari situasi konseling untuk
perkembangan dirinya.28 Kadang- kadang pendekatan ini diartikan sebagai suatu pandangan hidup, sebagai metoda
konseling, karena untuk membantu klien merealisir potensi-
potensinya, konselor sendiri harus mencapai dulu
kematangan psikologis. Ia harus mampu untuk memahami
dan menerima diri sendiri secara penuh, sungguh-sungguh,
memiliki respek terhadap diri sendiri maupun orang lain dan
terus menerus berusaha mencapai pertumbuhan dan
perkembangan- perkembangan potensi- potensinya sendiri.29
3) Eclectic Konseling
Teknik dan pendekatan Eclectic konseling sering dipergunakan oleh konselor, disebabkan karena dari beberapa
orang konselor dalam pengalaman mengadakan konseling
dibuktikan bahwa kedua teknik atau pendekatan diatas
mempunyai kebaikan-kebaikan dan kelemahannya masing-
28
Juhana Wijaya, Psikologi Bimbingan, (Bandung: PT. Eresco, 1988) hal. 128. 29
44
masing. Seorang konselor akan berhasil menjalankan
tugasnya tidak hanya berpegang pada salah satu teknik atau
pendekatan, tetapi menggunakan bermacam- macam teknik
atau pendekatan yang disesuaikan dengan sifat masalah klien
dan situasi konseling. Jadi dengan demikian didalam proses
konseling, seorang konselor menggunakan teknik atau
pendekatan yang sedikit banyak merupakan penggabungan
dari unsur-unsur directive dan non-directive. Hal ini bisa dilaksanakan dengan cara bahwa pada awal proses konseling
konselor menggunakan teknik atau pendekatan non-directive
yang memberikan keleluasaan pada klien untuk
mengungkapkan perasaan dan pikirannya, dan kemudian
digunakan teknik atau pendekatan directive oleh konselor untuk menyalurkan arus pemikiran klien yang lebih aktif.30 Adapun teknik konseling kemasyarakatan dalam penanganan
kepada narapidana yang terpidana narkoba, yaitu menggunakan
konseling behavioral yang bertujuan yaitu mengubah perilaku salah
(negatif) dalam penyesuaian dengan cara-cara memperkuat perilaku
yang diharapkan oleh klien sendiri maupun konselor. 31
Adapun Konseling behavioral dalam layanan bimbingan dan
konseling kemayarakatan terhadap steretip narapidana narkoba ini
diantaranya:
30
Opcit. Hal. 172. 31
45
1) Pra Konseling
Tahap ini merupakan tahap pengenalan dan penjajakan,
dimana konselor memulai pembentukan trust kepada konseli dengan cara pengenalan seperti identitas maupun pengalaman
hidup masing-masing dari konselor maupun konseli. Adapun
ketentuan-ketuntuan yang mendasari melakukan proses
konseling diantaranya:
a) Adanyan kemauan sendiri.
b) Suka rela atas inisiatifnya sendiri.
c) Ikut pastisipasi dalam proses konseling.
2) Tahap permulaan
Tahap ini yaitu tahapan orientasi dan eksplorasi, dimana
konselor masih pengenalan secara mendalam seperti
kehidupan dari pendidikan, agama, keluarga , ekonomi dan
menggali permasalahan yang dialami oleh konseli terutama
permasalahan yang dialami oleh narapidana
3) Tahap konseling
Tahap ini, konselor sudah tahu akar permasalahan yang
dialami oleh konseli khususnya narapidana narkoba yang
masih berperilaku salah. Adapun salah satu teknik konseling
behavioral yang digunakan yaitu: