• Tidak ada hasil yang ditemukan

19726 23767 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " 19726 23767 1 PB"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika

Volume 2 No.6 Tahun 2017

ISSN :2301-9085

PROFIL KEMAMPUAN SISWA DALAM MENGAJUKAN MASALAH MATEMATIKA KONTEKSTUAL DITINJAU DARI GAYA BELAJAR VARK

Alfian Saat Abdillah

Mahasiswa S-1 Pendidikan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Surabaya E-mail: alpiann17@gmail.com

Mega Teguh Budiarto

Dosen Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Surabaya E-mail:

ABSTRAK

Pengajuan masalah (problem posing) adalah suatu perumusan masalah yaitu siswa diminta untuk merumuskan masalah berdasarkan informasi yang didapat/diberikan berkaitan dengan materi yang telah dipelajari. Pengajuan masalah sendiri juga merupakan bagian dari penyelesaian masalah. Maka dari itu dapat digunakan untuk melatih siswa dalam menyelesaikan masalah.

Penelitian ini merupakan penelitian deskripstif kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Krian dengan subjek masing-masing satu siswa bergaya belajar visual, aural, read/write dan kinesthetic serta memiliki kemampuan matematika tinggi. Karena setiap siswa yang memiliki gaya belajar berbeda kemungkinan berbeda pula dalam mengajukan masalah.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan deskripsi siswa dalam mengajukan masalah matematika kontekstual sebagai berikut.

Subjek visual memahami informasi dengan membaca berkali-kali dan menandai poin-poin yang penting, subjek visual mampu menyebutkan informasi yang diperolehnya dengan jelas; kemudian subjek visual membuat permasalahan dengan mempertimbangkan dasar, tema serta dapat atau tidaknya permasalahan diselesaikan; permasalahan subjek visual memiliki kompleksitas yang sedang; permasalahan yang dibuat subjek visual sesuai dengan apa yang dipertimbangkannya sebelum membuat permasalahan.

Subjek aural dalam memahami informasi dengan membaca berkali-kali dengan suara sedikit keras serta dapat menyebutkan informasi yang di dapatnya dengan jelas; subjek aural merencanakan pembuatan permasalahan dengan mempertimbangkan tema, dasar serta kesesuain permasalahan yang dibuatnya dengan materi; subjek aural membuat permasalahan dengan memulai dari membuat penyelesaiannya terlebih dulu, permasalahan yang dibuat subjek aural belum sesuai dengan permasalahan kontekstual; permasalahan subjek

aural tidak dapat diselesaikan karena tidak memiliki daerah hasil

Subjek read/write memahami informasi dengan membaca berkali-kali dan menulisnya di catatan kecil serta dapat menyebutkan informasi yang diperolehnya dengan jelas dan lengkap; subjek read/write mengungkapkan rencana pembuatan permasalahannya secara singkat saja; permasalahan subjek read/write memiliki kompleksitas sedang karena aspek yang terdapat permasalahan sudah banyak yang sesuai; subjek read/write membuat permasalahan tidak sesuai dengan alur yang direncanakannya, namun permasalahan yang dibuat subjek read/write

sudah sesuai dengan yang diinginkan.

Subjek kinesthetic memahami informasi dengan membaca dalam hati dan menggerakkan jari sebagai penunjuk, subjek kinesthetic hanya mengungkapkan garis besar informasi yang diperolehnya; dalam membuat permasalahan subjek kinesthetic lebih cenderung menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari; subjek

kinesthetic membuat permasalahan dengan memulai dari jawabannya namun permasalahan yang dibuat subjek

kinesthetic masih belum sesuai dengan kriteria permasalahan yang ditugaskan; subjek kinesthetic menunjukkan permasalahan yang dibuatnya memiliki penyelesaian serta sesuai dengan apa yang direncanaknnya

Kata Kunci : Gaya Belajar, Gaya Belajar VARK, Pengajuan Masalah, Kontekstual

ABSTRACT

(2)

This study is a qualitative deskripstif. This study was conducted in SMA Negeri 1 Krian with the subject each of the student's learning style visual, aural, read / write and Kinesthetic and has high math skills. Because every student has a different learning style different possibilities in filling problem.

The results of this research indicate students’s description in filling contextual math problems as follows. Visual subject to understand information to read many times and mark the points that are important, the subject is able to mention the visual the information obtained clearly; then the visual subject makes the problem by considering the basic, theme and whether or not the problem be solved; problems of visual subjects had moderate complexity; the problems is made subject in accordance with what consideration before making the problems.

Subject aural in understanding the information by read many times his voice a little loud and can mention the information he gets clearly; subject aural planned to makes the problem by considering the theme, basic and suitability problems that made with the material; subject aural makes the problem with the start of makes the completion first, the problem which is made the subject of aural not in accordance with contextual problem; the problem of aural subject the problem can not be resolved because it has not local results.

Subjects read / write understand information by read many times and wrote in a small note to mention the information he gets clearly and complete; subject read / write revealed the plan of making the problem briefly; subject the problem read / write has moderate complexity because aspects of the problem are already many one to suite; subject read / write makes the problem is not in accordance with the planned path, but the problems are made the subject of a read / write is in accordance with the desired.

Subject kinesthetic understanding the information by reading the heart and move the finger as a pointer, kinesthetic subject only revealing the outline of the information obtained; in making the subject kinesthetic the problem are more likely to connecting by daily life; subject kinesthetic makes the problem by start of the answer but the problems that is made the subject of kinesthetic still does not meet the criteria that is assigned the problem; Kinesthetic subject shows problems that have made completion and in accordance with what was planned

Keywords: Learning Styles, Learning Styles VARK, The filing of Problems, Contextual

PENDAHULUAN

Matematika merupakan ilmu yang mempelajari tentang angka dan simbol. Selain itu matematika juga merupakan ratu dari segala ilmu (Gauss, tanpa tahun). Hal ini dikarenakan matematika menjadi dasar dari berbagi disiplin ilmu yang ada. Selain itu juga dikarenakan unsur matematika yang berupa angka dan simbol pasti ada pada cabang ilmu pengetahuan yang lain. Oleh sebab itu matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang sangat penting untuk dipelajari. Matematika merupakan salah satu pelajaran yang amat penting untuk dipelajari dalam rangka membentuk sikap serta pola pikir siswa (Suherman dkk, 2003). Selain itu orang yang pandai dalam bidang matematika sangat dibutuhkan pada era globalisasi seperti saat ini. Oleh karena itu matematika merupakan pelajaran wajib yang harus diajarkan sejak dini.

Bagi sebagian siswa matematika merupakan salah satu pelajaran yang dianggap sulit. Salah satu kesulitan dalam belajar matematika adalah kurangnya pemahaman konsep serta kesulitan dalam mneyelesaikan permasalahan matematika (Herawati, 2010). Kesulitan yang dialami siswa dalam belajar matematika berbeda-beda. Itu semua terjadi karena tingkat pemahaman konsep dari tiap siswa juga berbeda-beda. Oleh karena itu pemahaman konsep

perlu ditanamkan kepada siswa untuk melatih mereka dalam menyelesaikan masalah matematika terutama dalam hal pemecahan masalah. National Council of Teacher Matematics (NCTM, 2000) sendiri menetapkan terdapat lima standar kemampuan matematis yang harus dimiliki siswa, yakni (1) kemampuan pemecahan msalah, (2) kemampuan komunikasi, (3) kemampuan koneksi, (4) kemampuan penalaran, dan (5) kemampuan representasi. Russefendi (2006) juga memaparkan bahwa kemampuan memecahkan masalah matematika sangatlah penting bagi siswa, bukan hanya bagi mereka yang kelak akan berkecimpung dalam bidang matematika sepenuhnya namun juga bagi mereka yang menerapkan matematika dalam bidang studi lain serta dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari.

(3)

Siswono, 1999) menjelaskan bahwa salah satu cara untuk melatih kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah dalam bentuk soal adalah dengan meminta siswa tersebut membuat suatu permasalahan atau pertanyaan. Dengan demikian berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk melatih kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah dapat dilakukan dengan pengajuan masalah (problem posing).

Menurut Silver dan Cai (dalam Siswono, 2004: 75) membedakan pengajuan masalah menjadi tiga bentuk aktivitas kognitif yang berbeda, yaitu pengajuan pre-solusi (pre solution psing), pengajuan di dalam solusi (whitin solution posing), dan pengajuan setelah solusi (post solution posing). Dengan pengajuan masalah akan mendorong siswa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan memahami konsep-konsep yang telah mereka dapatkan. Dengan begitu siswa akan lebih memahami mengenai konsep-konsep yang mereka pelajari, karena jika siswa belum memahami konsep-konsep yang telah dipelajari maka siswa tidak akan bisa membuat suatu permasalahan.

Pada penelitian ini digunakan pengajuan masalah tipe post solution posing atau pengajuan setelah solusi. Yaitu siswa diberikan permasalahan terlebih dulu mengenai materi yang bersangkutan kemudian siswa diminta untuk menyelesaikannya, setelah itu siswa diminta untuk membuat permasalahan baru yang serupa dengan permasalahan yang diselesaikannya namun dengan memodifikasi tujuan ataupun kondisi permasalahan. Peneliti memilih untuk menggunakan pengajuan masalah tipe post solution posing karena subjek yang dipilih pada penelitian ini adalah siswa SMA kelas XI sedangkan materi yang digunakan adalah materi kelas X. Peneliti memilih pengajuan masalah tipe post solution posing juga sebagai apersepsi bagi siswa, karena terdapat kemungkinan bahwa siswa lupa dengan konsep materi yang telah dipelajari. Sehingga peneliti berusaha mengingatkan kembali dengan memberikan pengajuan masalah tipe post solution posing. Karena diharapkan dengan menyelesaikan permasalahan awal siswa akan mengingat kembali mengenai konsep materi tersebut sehingga dapat membentuk permasalahan baru.

“Salah satu yang perlu mendapatkan perhatian untuk siswa dan pengajuan masalah adalah proses berpikir” Mestre (dalam Christou, et.al:2005). Maksudnya menggunakan pengajuan masalah

sebagai alat untuk mempelajari proses berpikir, Mestre juga menegaskan bahwa pengajuan masalah dapat digunakan untuk menyelidiki transfer konsep melalui konteks, dan untuk mengidentifikasi pengetahuan siswa, penalaran, dan pengembangan konsep. Dalam mengajukan masalah maka ada informasi yang diterima kemudian diproses, disimpan dan digunakan untuk mengajukan masalah. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa dalam mengajukan masalah siswa akan melakukan kegiatan berpikir. Sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan antara pengajuan masalah dan berpikir.

Silver dan Cai (1996) melakukan klasifikasi kompleksitas soal yang dibuat siswa ke dalam dua jenis, yaitu kompleksitas yang berhubungan dengan struktur bahasa (sintaksis) dan kompleksitas yang berhubungan dengan matematikanya (semantik). Kompleksitas soal juga dapat dianalisis dari tingkat kesulitan soal. Menurut pernyataan dari beberapa ahli peneliti dapat menyimpulkan bahwa kompleksitas suatu soal dapat dilihat dari struktur bahasa (sintaks), struktur matematika (semantik) dan tingkat kesulitan soal tersebut.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan pengajuan masalah siswa adalah tingkat kreatifitas serta kemampuan siswa. Untuk memiliki kreatifitas dibutuhkan latihan-latihan sehingga dalam pengajuan masalah kontekstual juga memerlukan latihan. Untuk melatih kemampuan pengajuan masalah kontekstual siswa dibutuhkan materi dalam pelajaran matematika yang dikondisikan sesuai dengan karakteristik permasalahan kontekstual. Adapun salah satu materi yang sesuai dengan permasalahan kontekstual ialah program linear. Hal ini karena ada banyak sekali permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan program linear.

Peneliti memilih materi program linear karena penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Krian. Dimana letak sekolahan tersebut berada di sekitar lingkungan industri yang kebanyakan dalam menjalankan industri pasti menggunakan konsep program linear untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Selain itu juga untuk mempermudah siswa, karena jika siswa diberikan masalah yang berada di dekat mereka akan mempermudah siswa untuk membayangkan serta menyerap permasalahan tersebut.

(4)

cara yang berbeda-beda untuk menyerap dengan baik apa yang telah dipelajarinya. Cara yang dimiliki siswa dalam menyerap apa yang telah dipelajarinya adalah gaya belajar (learning style). Gaya belajar atau learning style siswa adalah cara siswa bereaksi dan menggunakan perangsang-perangsang yang diterimanya dalam proses belajar (Nasution, 2008:93). Gaya belajar sendiri memiliki peranan yang sangat besar dalam membantu siswa untuk menyerap informasi apa sajakah yang telah dipelajarinya. Karena jika gaya belajar siswa tidak sesuai akan menyebabkan kemampuan otak untuk menyerap informasi yang telah dipelajarinya juga lambat.

De Porter dan Hernacki (2013:110) gaya belajar merupakan kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, mengatur serta mengolah informasi. Dari pendapat De Porter dan Hernacki dapat dikatakan bahwa gaya belajar merupakan kombinasi seseorang dalam melakukan kegiatan berpikir (menyerap, mengatur, dan mengolah informasi). Sedangkan menurut Gunawan (2012:139) bahwa “gaya belajar merupakan cara yang lebih disukai seseorang dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi”. Dari kedua pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan antara gaya belajar dengan kegiatan berpikir.

Gunawan (2012:139) mengemukakan bahwa “siswa yang belajar dengan menggunakan gaya belajar mereka yang dominan maka saat mengerjakan tes, akan mendapat nilai yang lebih tinggi dibandingkan bila mereka belajar dengan cara yang tidak sesuai dengan gaya belajar mereka”. Berdasarkan pendapat tersebut maka guru harus menyesuaikan pembelajaran dengan karakteristik cara belajar yang dimiliki siswa supaya tujuan pembelajaran dapat tercapai. Hal ini karena dalam memproses, mendalami dan mempelajari materi setiap siswa memiliki cara yang berbeda-beda, begitu pula dalam mengajukan masalah. Gaya belajar merupakan cara yang dipilih siswa untuk mempermudah dalam mengolah informasi yang diberikan. Oleh karena itu ada kemungkinan siswa dengan gaya belajar berbeda-beda juga akan mengajukan masalah yang berbeda-beda pula. Dari hal tersebut dapat dikatakan pengajuan masalah dan gaya belajar memiliki keterkaitan yang sama yaitu sama-sama memiliki keterkaitan dengan berpikir.

Setiap tahunnya penelitian tentang gaya belajar

learning style semakin bertambah. Fleming (2001) membedakan gaya belajar manusia menjadi empat macam berdasarkan indra manusia, yaitu visual (V)

yaitu gaya belajar yang mengandalkan penglihatan. Kemudian gaya belajar aural (A) yaitu gaya belajar yang mengandalkan pendengaran. Gaya belajar VARK. Adapun Fleming mendeskripsikan ciri-ciri keempat gaya belajar tersebut sebagai berikut.

Tabel 1 Kecenderungan Belajar Siswa Berdasarkan Gaya Belajar VARK

Suka menggarisbawahi kata penting dalam buku Suka memberi highlight berwarna warni pada catatan yang penting.

Mengilustrasikan catatan yang penuh tulisan ke dalam bentuk gambar, grafik, ataupun

mindmapping.

Kurang bisa mencatat secara lengkap ketika guru sedang menjelaskan.

Aural

Mudah belajar atau menerima informasi dengan mendengarkan penjelasan yang disampaikan oleh orang lain atau guru.

Mampu mengungkapkan pendapatnya dengan baik

Suka berada dalam diskusi

Suka melakukan debat dengan orang lain Biasanya akan membaca dengan suara keras

Read/Write

Mudah belajar dengan membaca catatan maupun buku teks

Suka menulis ulang apa yang ada di buku Mencatat apa yang disampaikan guru secara rapi dan terperinci

Biasanya membaca dengan tenang

Kinesthetic

Suka melakukan banyak gerakan ketika belajar, seperti menggerakkan tangan, menggelengkan kepala, ataupun memainkan sesuatu

Biasanya suka berjalan mondar – mandir ketika menghapalkan sesuatu

Banyak jeda ketika belajar

Lebih suka dengan praktek dan pekerjaan nyata

Peneliti memilih gaya belajar VARK karena gaya belajar ini juga merupakan gaya belajar yang umum dimiliki siswa. Gunawan (2012) menjelaskan bahwa secara umum ada tujuh pendekatan gaya belajar mengandalkan kemampuan pendengaran, gaya

(5)

belajar kinesthetic yaitu gaya belajar yang mengandalkan kemampuan fisik. Sedangkan menurut Neil Fleming gaya belajar visual dapat dikembangkan lagi yaitu gaya belajar read/write

dimana gaya belajar ini mengandalkan kemampuan baca tulisnya.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Metode yang digunakan pada penelitian ini yakni metode angket, tes dan wawancaara. Subjek penelitian terdiri dari empat orang siswa, yakni satu siswa bergaya belajar visual, satu siswa bergaya belajar aural, satu siswa bergaya belajar read/write, dan satu siswa bergaya belajar kinesthetic. Untuk memilih subjek penelitian berdasarkan angket gaya belajar serta tes kemampuan matematika.

Peneliti mengelompokkan gaya belajar visual, aural read/write, dan kinesthetic yang dimiliki siswa berdasarkan angket gaya belajar yang telah diisi siswa. Peneliti juga memilih subjek berdasarkan tes kemampuan matematika serta melihat dari nilai rapor dari masing-masing siswa.

Instrumen pada penelitian ini adalah angket gaya belajar VARK, tes kemampuan matematika, tes pengajuan masalah matematika, dan pedoman wawancara yang digunakan untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai langkah yang dilakukan siswa dalam mengajukan masalah. Angket gaya belajar VARK sendiri terdapat 16 butir pertanyaan yang diadaptasi dari angket gaya belajar yang dikembangkan Neil Fleming. Untuk tes kemampuan matematika terdapat 5 butir pertanyaan, sedangkan tes pengajuan masalah matematika terdapat 2 butir soal dengan materi program linear.

Pada penelitian ini dilakukan 3 tahap analisis. Tahap pertama yakni melakukan analisis angket gaya belajar dan tes kemampuan matematika untuk memilih subjek. Kemudian tahap kedua analisis tes pengajuan masalah matematika dan tahap terakhir adalah analisis wawancara yang dilakukan dengan masing-masing subjek.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Krian dengan kelas XI IPA 3 sebagai populasi. Dari kelas XI IPA 3. Dari kelas XI IPA 3 dikelompokkan ke dalam 4 gaya belajar, yaitu visual, aural,read/write, dan

kinesthetic. Dari keemapat gaya belajar tersebut peneliti memilih 4 siswa dari masing-masing kelompok gaya belajar serta kemampuan matematika yang dimiliki siswa. Berikut subjek dalam penelitian ini

Tabel 1 Subjek Penelitian Terpilih

No Nama Siswa Gaya Belajar Nilai Matematika 1 SLF Visual 89 2 AAA Aural 90 3 MR Read/Write 90 4 ZF Kinesthetic 90

Analisis Data

Berikut analisis dari hasil penelitian profil kemampuan siswa dalam mengajukan masalah matematika kontekstual ditinjau dari gaya belajar yang dimiliki siswa.

1. Subjek visual

Subjek visualdalam memahami informasi yang diberikan berupa masalah/soal dengan membaca secara tenang. Berdasarkan analisis tersebut terlihat bahwa subjek visual lebih membaca informasi berupa permasalahan dengan membaca secara berkali-kali serta menandai poin-poin yang dianggapnya penting. Dalam menyebutkan informasinya subjek visual hanya menyebutkan poin-poin pentingnya saja yang mewakili semuanya.

Pada tahap merencanakan pembuatan masalah yaitu pada saat menyusun rencana membuat permasalahan. Subjek visual mengungkapkan bahwa dalam merencanakan pembuatan masalah menentukan tema dari permasalahan yang dibuatnya terlebih dahulu. subjek visual juga menentukan dasar dari permasalahan yang akan dibuatnya. Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa subjek visual

menggunakan semua informasi yang didapatnya untuk membuat permasalahan baru. Subjek visual juga mempertimbangkan kesesuaian permasalahan yang akan dibuatnya dengan materi serta konteks.

Kemudian pada tahap selanjutnya, yaitu pada tahap membuat permasalahan, Subjek visual

(6)

Dari permasalahan yang dibuat subjek visual dapat dilihat bahwa permasalahan tersebut mengandung bahasa relasional dan kondisional.

Pada tahap terkahir yaitu tahap memeriksa permasalahan, strategi penyelesaian dan jawabannya, Terlihat bahwa permasalahan yang dibuat subjek visual dapat diselesaikan. Dari permasalahan yang dibuat subjek visual dapat dilihat juga bahwa sudah sesuai dengan materi. Permasalahan yang dibuat subjek visual juga sudah sesuai dengan konteks.

2. Subjek aural

Dalam memahami informasi berupa masalah/soal, dalam memahami informasi yang berupa masalah subjek aural membacanya secara berkali-kali dengan suara yang sedikit lebih keras. Selain itu dalam mengungkapkan informasi subjek

aural dapat mengungkapkan informasi yang ada dengan benar tanpa melihat permasalahan awal. Subjek aural juga mempu menyebutkan bahwa informasi permasalahan yang didapatnya berkaitan dengan program linear.

Kemudian pada tahap selanjutnya yaitu pada tahap merencanakan pembuatan masalah, Dalam membuat permasalahan subjek aural menyebutkan bahwa dasarnya hanya coba-coba. Kemudian dalam membuat permasalahan subjek aural mengatakan bahwa idenya harus sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Subjek aural juga mengatakan bahwa dalam membuat permasalahan harus jelas. Selain itu aspek lain dalam membuat permasalahan yang diperhatikan subjek aural adalah dapat tidaknya permasalahan tersebut diselesaikan.

Selanjutnya pada tahap ketiga yaitu tahap membuat permasalahan, Dalam membuat permasalahan subjek aural memisalkan terlebih dahulu variabel yang akan digunakannya. Kemudian pada langkah selanjutnya subjek aural menentukan informasi lain yang memiliki hubungan dengan variabel yang digunakannya. Dalam menentukan variabel serta informasi yang berhubungan tersebut subjek aural membuatnya dengan menggunakan tabel untuk memudahkan. Dalam menentukan nilai-nilainya subjek aural hanya mengira-ngira saja. Permasalahan yang dibuat subjek aural termasuk permasalahan yang memiliki tingkat kesulitan sedang. Struktur bahasa yang terdapat dalam permasalahan yang dibuat subjek

aural adalah struktur bahasa relasional dan kondisional. Permasalahan yang dibuat subjek aural

sudah sesuai dengan program linear. Namun permasalahan yang dibuat subjek aural tidak sesuai dengan konteks. Dalam membuat permasalahan subjek aural memulai dengan membuat penyelesaiannya terlebih dahulu.

Pada tahap terakhir yaitu memeriksa permasalahan, strategi penyelesaian dan jawaban, Menurutnya permasalahan yang dibuatnya tidak dapat diselesaikan karena titik potong dari persamaan yang dibuatnya tidak sesuai dengan kriteria yaitu lebih besar dari nol. Dalam membuat permasalahan subjek

aural menentukan angkanya hanya dengan mengira-ngira saja. Meskipun menurutnya langkah yang dilakukan dalam membuat permasalahan sudah benar dan sudah memenuhi kriteria dari penugasan.

3. Subjek read/write

Subjek read/write dalam memahami informasi berupa masalah/soal yakni dengan cara membaca dengan tenang serta menuliskan informasi penting apa saja yang di dapatnya di buku catatan kecil yang digunakannya untuk menghitung. Subjek read/write

mampu menyebutkan informasi apa saja yang terdapat di permasalahan awal dengan baik dan lengkap. Subjek read/write juga menyebutkan manfaat dari belajar permasalahan awal yang merupakan sumber informasinya.

Pada tahap selanjutnya yakni merencanakan pembuatan masalah, Menurut subjek read/write dia membuat permasalahan dengan mengembangan dari permasalahan awal. Dalam membuat permasalahan subjek read/write memiliki dasar bahwa harus seuai dengan kehidupan sehari-hari. Dalam membuat permasalahan subjek read/write juga memiliki kriteria tersendiri, apakah permasalahannya meminimumkan atau memaksimumkan. Menurut subjek read/write jika permasalahan yang dibuatnya meminimumkan maka biayanya harus minimum begitu juga sebaliknya. Selain itu kriteria lain dari subjek read/write dalam membuat permasalahan ialah harus dapat diselesaikan.

Pada tahap membuat permasalahan, subjek

(7)

memiliki hubungan dengan yang diangkatnya menjadi variabel. Kemudian permasalahan subjek read/write

termasuk permasalahan dengan tingkat kesulitan sedang. Subjek read/write juga menggunakan struktur bahasa relasional dan kondisional dalam membuat permasalahan. Permasalahan subjek read/write juga sudah sesuai dengan materi. Selain itu permasalahan tersebut juga sudah sesuai dengan konteks.

Kemudian pada tahap akhir yakni tahap memeriksa permasalahan, strategi penyelesaian dan jawaban, subjek read/write mengatakan bahwa langkah yang dilakukannya tidak sesuai, justru kebalikan dengan langkah yang telah direncanakannya. Namun menurut subjek read/write

permasalahan yang dibuatnya sudah sesuai karena dapat diselesaikan. Dapat dilihat juga bahwa permasalahan yang dibuat subjek read/write dapat diselesaikan. Penyelesaian dari permasalahan yang dibuat subjek read/write juga memiliki kesamaan dengan permasalahan awal.

4. Subjek kinesthetic

Pada saat memahami informasi, memilih cara membaca dalan hati serta memikirkannya. Saat membaca subjek kinesthetic juga menggunakan jarinya untuk penunjuk sampai mana bacaannya. Dalam menyebutkan informasi dalam permasalahan awal subjek kinesthetic menyebutkan dengan baik namun tidak secara lengkap. Subjek kinesthetic juga mengetahui bahwa permasalahan awal berkaitan dengan program linear.

Pada tahap kedua yakni merencanakan pembuatan masalah, Dalam menyusun rencana pembuatan masalah subjek kinesthetic lebih sering menghubungkan permasalahan yang dibuatnya dengan kehidupan sehari-hari sebagai kriterianya. Ide dan dasar subjek kinesthetic dalam membuat permasalahan adalah berdasarkan kehidupan sehari-hari. Adapun kriteria dari subjek kinesthetic dalam membuat permasalahan adalah kejelasannya. Yang dimaksud kejelasan disini adalah data-data yang tercantum dalam permasalahan yang dibuat harus jelas. Selain itu kriteria lain yang dipertimbangkan subjek kinesthteic

dalam membuat permasalahan adalah dapat atau tidaknya permasalahn tersebut diselesaikan.

Pada tahap membuat permasalahan, Pada langkah awal subjek kinesthetic menentukan apa yang akan dimisalkannya menjadi variabel terlebih dulu.

Kemudian menentukan bahan-bahan serta harga dari variabel yang dimisalkannya. Kemudian dari permasalahn yang dibuat subjek kinesthetic memiliki tingkat kesulitan sedang. Dalam membuat permasalahan subjek kinesthetic juga menggunakan struktur bahasa relasional dan kondisional. Permasalahan yang dibuat subjek kinesthetic juga sudah sesuai dengan materi program linear. Namun masalah yang dibuat subjek kinesthetic belum sesuai dengan konteks.

Pada tahap terakhir yakni memeriksa permasalahan, strategi penyelesaian dan jawabannya, permasalahan yang dibuat subjek

kinesthetic dapat diselesaikan. Selain itu menurut subjek kinesthteic dalam membuat permasalahan sudah sesuai dengan yang direncanakannya. Subjek

kinesthetic dapat menyimpulkan bahwa variabel yang dimisalkannya sudah sesuai karena menurut subjek tidak mengahsilkan angka desimal. Ketika wawancara subjek kinesthetic sering menggerakkan benda yang dipegangnya, salah satunya bolpoint. Selain itu subjek

kinesthetic juga sering menggerakkan bagian tubuhnya seperti tangan dan kepalanya.

Pembahasan

Berdasarkan analisis data, maka dapat dibahas hal-hal berikut ini.

1. Persamaan dari subjek visual, aural, read/write, dan

kinesthetic dalam mengumpulkan informasi adalah sama-sama mampu menyebutkan informasi dari permasalahan pertama dengan baik. Meskipun hanya subjek read/write yang mampu menyebutkan secara detail dari setiap informasi, dan subjek kinesthetic

hanya menyebutkan poin-poinnya saja. Perbedaan keempat subjek tersebut teletak dari cara mereka memahami dan mengumpulkan informasi. Subjek

visual lebih suka menandai dengan menggarisbawahi poin penting dan membaca dengan tenang. Subjek

aural lebih suka memahami informasi dengan membaca berkali-kali dengan suara keras. Subjek

read/write lebih suka membaca dengan tenang berkali-kali sambil menuliskan informasi yang diangganya penting ke kertas kecil sebagai tempatnya menghitung. Sedangkan subjek kinesthetic lebih mudah memahami informasi dengan melakukan gerakan-gerakan fisik.

2. Persamaan subjek visual, aural, read/write, dan

(8)

diperoleh di permasalahan pertama sangat membantunya dalam membuat permasalahan. Sedangkan perbedaanya terletak pada penjelasan dalam rencana pembuatan masalah. Subjek visual

dapat menjelaskan rencananya dalam membuat permasalahan dengan beberapa kalimat pancingan. Subjek aural dapat menjelaskan rencananya dalam membuat permasalahan dengan jels tanpa memerlukan kalimat pancingan. Subjek read/write menjelaskan rencananya dalam membuat permasalahan secara singkat saja. Sedangkan subjek kinesthetic dalam merencanakan pembuatan permasalahan selalu dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

3. Persamaan subjek visual, aural, read/write, dan

kinesthetic dalam membuat permasalahan terletak pada penjelasan langkahnya. Keempat subjek dapat menjelaskan bagaimana langkahnya dalam membuat permasalahan. Perbedaannya terletak pada kesesuain langkah dalam membuat permasalahan dengan yang telah direncanakan. Meskipun hanya subjek

read/write yang mengatakan bahwa langkahnya dalam membuat permasalahan tidak sesuai justru kebalikan dari yang telah direncanakannya

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan maka diperoleh simpulan sebagai berikut.

1. Subjek visual

Subjek visual lebih membaca informasi berupa permasalahan dengan membaca secara berkali-kali serta menandai poin-poin yang dianggapnya penting. Dengan membaca secara tenang. Dalam menyebutkan informasinya subjek visual hanya menyebutkan poin-poin pentingnya saja yang mewakili semuanya.

Subjek visual mengungkapkan bahwa dalam merencanakan pembuatan masalah harus menentukan tema dari permasalahan yang dibuatnya terlebih dahulu. Subjek visual juga menentukan dasar dari permasalahan yang akan dibuatnya. Subjek visual

menggunakan semua informasi yang didapatnya untuk membuat permasalahan baru. Subjek visual juga mempertimbangkan kesesuaian permasalahan yang akan dibuatnya dengan materi serta konteks.

Subjek visual memulai membuat permasalahan dengan menentukan terlebih dahulu apa yang akan

dicarinya dalam permasalahan. Subjek visual

menentukan variabel yang akan digunakannya dalam membuat permasalahan. Subjek visual juga mempertimbangkan aspek yang memiliki hubungan dengan variabel yang dibuatnya. Dalam menentukan nilai dari variabel yang digunaknnya subjek visual

hanya mengira-ngira saja. Subjek visual juga mempertimbangkan bahwa dalam membuat permasalahan harus dapat diselesaikan. Permasalahan yang dibuat subjek visual tergolong permasalahan yang memiliki tingkat kesulitan sedang. Dari permasalahan yang dibuat subjek visual dapat dilihat bahwa permasalahan tersebut mengandung bahasa relasional dan kondisional.

Terlihat bahwa permasalahan yang dibuat subjek

visual dapat diselesaikan. Dari permasalahan yang dibuat subjek visual dapat dilihat juga bahwa sudah sesuai dengan materi. Permasalahan yang dibuat subjek visual juga sudah sesuai dengan konteks. Dari segi bahasa, aspek permasalahan, serta kesesuain dengan kehidupan-seharinya sudah mendekati dengan kenyataan.

2. Subjek aural

Dalam memahami informasi yang berupa masalah subjek aural membacanya secara berkali-kali dengan suara yang sedikit lebih keras. Selain itu dalam mengungkapkan informasi subjek aural dapat mengungkapkan informasi yang ada dengan benar tanpa melihat permasalahan awal. Subjek aural juga mempu menyebutkan bahwa informasi permasalahan yang didapatnya berkaitan dengan program linear.

Dalam membuat permasalahan subjek aural

menyebutkan bahwa dasarnya hanya coba-coba. Kemudian dalam membuat permasalahan subjek aural

mengatakan bahwa idenya harus sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Subjek aural juga mengatakan bahwa dalam membuat permasalahan harus jelas. Selain itu aspek lain dalam membuat permasalahan yang diperhatikan subjek aural adalah dapat tidaknya permasalahan tersebut diselesaikan.

Dalam membuat permasalahan subjek aural

(9)

yang dibuat subjek aural termasuk permasalahan yang memiliki tingkat kesulitan sedang. Struktur bahasa yang terdapat dalam permasalahan yang dibuat subjek

aural adalah struktur bahasa relasional dan kondisional. Permasalahan yang dibuat subjek aural

sudah sesuai dengan program linear. Namun permasalahan yang dibuat subjek aural tidak sesuai dengan konteks. Dalam membuat permasalahan subjek aural memulai dengan membuat penyelesaiannya terlebih dahulu.

Permasalahan subjek aural tidak dapat diselesaikan. Menurutnya permasalahan yang dibuatnya tidak dapat diselesaikan karena titik potong dari persamaan yang dibuatnya tidak sesuai dengan kriteria yaitu lebih besar dari nol. Dalam membuat permasalahan subjek aural menentukan angkanya hanya dengan mengira-ngira saja.

3. Subjek read/write

Dalam memahami informasi berupa masalah/soal yakni dengan cara membaca dengan tenang serta menuliskan informasi penting apa saja yang di dapatnya di buku catatan kecil yang digunakannya untuk menhitung. Subjek read/write

mampu menyebutkan informasi apa saja yang terdapat di permasalahan awal dengan baik dan lengkap. Subjek read/write juga menyebutkan manfaat dari belajar permasalahan awal yang merupakan sumber informasinya.

Dalam merencanakan pembuatan masalah subjek read/write menggunakan semua informasi yang didapatnya dari permasalahan pertama. Menurut subjek read/write dia membuat permasalahan dengan mengembangan dari permasalahan awal. Dalam membuat permasalahan subjek read/write memiliki dasar bahwa harus seuai dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu kriteria lain dari subjek read/write

dalam membuat permasalahan ialah harus dapat diselesaikan.

Subjek read/write membuat permasalahan dengan menentukan terlebih dahulu apa yang akan diubahnya menjadi variabel. Kemudian subjek

read/write menentukan faktor lain yang memiliki hubungan dengan yang diangkatnya menjadi variabel. Subjek read/write memisalkan terlebih dulu variabelnya berdasarkan informasi yang di dapatnya. Kemudian permasalahan subjek read/write termasuk permasalahan dengan tingkat kesulitan sedang. Subjek

read/write juga menggunakan struktur bahasa relasional dan kondisional dalam membuat permasalahan. Permasalahan subjek read/write juga sudah sesuai dengan materi. Selain itu permasalahan tersebut juga sudah sesuai dengan konteks.

Pada tahap memeriksa permasalahan, strategi penyelesaian dan jawaban. Dalam menyusun pembuatan permasalahan subjek read/write

mengatakan bahwa langkah yang dilakukannya tidak sesuai, justru kebalikan dengan langkah yang telah direncanakannya. Namun menurut subjek read/write

permasalahan yang dibuatnya sudah sesuai karena dapat diselesaikan. Penyelesaian dari permasalahan yang dibuat subjek read/write juga memiliki kesamaan dengan permasalahan awal.

4. Subjek kinesthetic

Pada tahap memahami informasi, memilih cara membaca dalan hati serta memikirkannya. Saat membaca subjek kinesthetic juga menggunakan jarinya untuk penunjuk sampai mana bacaannya. Dalam menyebutkan informasi dalam permasalahan awal subjek kinesthetic menyebutkan informasi tidak secara lengkap. Subjek kinesthetic juga mengetahui bahwa permasalahan awal berkaitan dengan program linear.

Dalam menyusun rencana pembuatan masalah subjek kinesthetic lebih sering menghubungkan permasalahan yang dibuatnya dengan kehidupan sehari-hari sebagai kriterianya. Ide dan dasar subjek

kinesthetic dalam membuat permasalahan adalah berdasarkan kehidupan sehari-hari. Adapun kriteria dari subjek kinesthetic dalam membuat permasalahan adalah kejelasannya. Yang dimaksud kejelasan disini adalah data-data yang tercantum dalam permasalahan yang dibuat harus jelas. Selain itu kriteria lain yang dipertimbangkan subjek kinesthteic dalam membuat permasalahan adalah dapat atau tidaknya permasalahn tersebut diselesaikan.

(10)

Permasalahan yang dibuat subjek kinesthetic juga sudah sesuai dengan materi program linear. Namun masalah yang dibuat subjek kinesthetic belum sesuai dengan konteks.

Pada tahap memeriksa permasalahan, strategi penyelesaian dan jawabannya, permasalahan yang dibuat subjek kinesthetic dapat diselesaikan. Subjek

kinesthetic dalam membuat permasalahan subjek memulai dengan membuat penyelesainnya terlebih dulu. Selain itu menurut subjek kinesthteic dalam membuat permasalahan sudah sesuai dengan yang direncanakannya. Subjek kinesthetic menyimpulkan bahwa langkahnya sudah sesuai karena variabel yang dimisalkannya sudah sesuai.

Saran

Berdasarkan penelitian yang tekah dilakukan, peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut.

a. Pengisian angket gaya belajar VARK oleh siswa sebaiknya dilaksanakan lebih dari satu kali. Hal ini dikarenakan agar dapat memperoleh siswa yang memiliki gaya belajar visual, aural, read/write dan

kinesthetic.

b. Dalam penelitian selanjutnya, diharapkan peneliti lain dapat menggunakan kalimat yang mudah dipahami pada angket gaya belajar VARK.

c. Pada penelitian yang lain, sebaiknya memilih subjek yang memiliki nilai matematika tidak pada kategori tinggi dan berada diatas standar nilai matematika yang berlaku di sekolah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Christou, Constantinos, et.al 2005. An Empirical Taxonomy of Problem Posing Processes. ZDM, (online), vol 37 (3),

(http://miwalab.cog.human.nagoya-u.ac.jp/database/paper/2006-12-19.pdf, diakses 22 Oktober 2016).

DePorter dan Hernacki. 1992. Quantum Learning (Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan). Bandung: Penerbit Khaifa.

Fleming, N. D. 2006. V.A.R.K. Visual, Aural,/Auditory, Read/Write, Kinesthetic. New Zealand : Bonwell Green Mountain Falls

Fleming, N., Baume, D. 2006. “Learning Styles Again : varking Up The Right Tree!!”. Educational Developments. SEDA Ltd, issue 7.4: pp 4-7

Gunawan, Adi. W. 2012. Genius Learning Strategy.

Jakarta: Gramedia Pustaka.

Herawati, Oktiana Dwi Putra. Pengaruh Pembelajaran Problem Posing Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Xi IPA SMA Negeri 6 Palembang. Tesis Tidak Diterbitkan. Palembang: Pps Unsri.

NCTM. 2013. "Teaching Ratio and Proportion in the

Middle Grades”. (Online),

(http://www.nctm.org/news/content.aspx? id=35822, diakses 22 November 2016).

Ruseffendi, E. T., (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pendidikan Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

Silver, E, & Cai, J. 1996. “An Analysis Of Arithmetic Problem Posing By Middle School Students”. Journal For Research In Mathematics Education. Vol. 27 (5) Pp: 521-539.

Siswono, Tatag Yuli Eko. 1999. Metode Pemberian Tugas Pengajuan Soal (Problem Posing) dalam Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Perbandingan di Mtsn Rungkut Surabaya. Tesis Tidak Diterbitkan. Surabaya: Program Pascasarjana Unesa.

Siswono, Tatag Yuli Eko. 2004. Mendorong Berpikir Kreatif Siswa Melalui Pengajuan Masalah (Problem Posing). Surabaya: Unesa University Press.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Untuk menjamin keamanan pertukaran informasi yang bersifat rahasia atau pribadi, diperlukan suatu metode yang membatasi akses ke informasi ini. Pembatasan

Berdasarkan hasil uji koefisien determinasi, dapat diketahui nilai R 2 sebesar 0.744776 artinya variabel independen (tenaga kerja dan investasi di sektor pertanian)

Selain itu keberadaan prostitusi pada wanita pada dasarnya adalah adanya ketidak berdayaan dari kaum wanita dalam aspek kehidupan apabila dibandingkan dengan kaum laki-laki,

In patients receiving dabigatran who undergo low bleeding risk intervention the last dabigatran dose should be administrated 36 hours before surgery in patients with mildly im-

Hasil analisis spektrum FTIR 2D pada penelitian ini juga sejalan dengan hasil analisis menggunakan GC sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa lemak babi memiliki

Berdasarkan hasil penelitian, dilihat dari kandungan NO3 maka kondisi dasar perairan Rawa Pening cenderung oligotrofik baik pada kawasan perairan terbuka maupun kawasan tutupan

Pola budidaya budidaya ikan di KJA perlu diperhatikan dengan baik agar seluruh faktor yang dapat meningkatkan produksi ikan hasil budidaya KJA dapat maksimal, serta faktor

Penelitian ini merupakan penelitian survey bersifat deskriptif, ditekankan pada kelengkapan dokumentasi asuhan keperawatan pada pasien rawat jalan di poli umum,