• Tidak ada hasil yang ditemukan

M01225

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " M01225"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Nilai Indeks Glikemik dan Kadar Gizi Mi Gandum (Triticum aestivum L.) Utuh var. Dewata

(Glycemic Score and Nutrient’s Value of Whole Wheat (Triticum aestivum L.) Noodle var. Dewata)

Febrine Pentadini* , Silvia Andini**, Sri Hartini** *Mahasiswa Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika

**Dosen Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga

Jln. Diponegoro no. 52-60 Salatiga 50711 [email protected]

Abstrak

(2)

PENDAHULUAN

Tepung gandum utuh kini mulai dikenal dan diminari oleh sebagian besar masyarakat Indonesia karena dinilai lebih kaya nutrisinya daripada tepung terigu. Tepung gandum utuh berbeda dari tepung terigu karena tepung gandum utuh diperoleh dari hasil penepungan semua bagian gandum, yaitu bran, germ, dan endosperm

(Nursantiyah, 2009; Muoma, 2013). Di Indonesia sendiri terdapat beberapa varietas gandum yang berhasil ditanam dan dibudidayakan, salah satunya adalah gandum varietas DWR-162 atau Dewata (Simanjuntak, 2002). Gandum ini ditanam di Getasan Kabupaten Semarang. Semakin berkembangnya budidaya tanaman gandum maka membuka potensi pengembangan produk pangan berbasis tepung gandum utuh lokal tersebut.

Mi adalah pangan olahan basah yang digemari oleh masyarakat Indonesia, terbukti dengan adanya peningkatan konsumsi produk makanan berbahan dasar terigu sebesar 0,2% setiap tahunnya sejak tahun 1990 hingga 2004 (Survei Sosial Ekonomi Pertanian, 2004). Mi mentah harus memiliki kadar gizi yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-2987-1992.

Gandum utuh memiliki indeks glikemik 55-69 (Brand-Miller, 2003 ; Foster-Powell, 1999). Pangan bernilai glikemik rendah sangat disarankan untuk penderita diabetes, karena karbohidrat di dalamnya tidak langsung dikonversi menjadi gula darah (Praptini, 2011). Oleh karena itu olahan pangan dari tepung gandum utuh dapat menjadi alternatif pangan bagi penderita diabetes.

Indeks glikemik sangat dipengaruhi oleh kadar amilosa dan daya cerna pati pada makanan. Makanan yang kandungan amilosanya tinggi berhubungan dengan kadar gula darah yang rendah (Frei dkk., 2003). Kandungan amilosa pada tepung dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk biji, bentuk kristal, tingkat polimerisasi dan komponen tepung. Hal tersebut juga sangat berpengaruh pada daya cerna pati (Noda dkk., 2008). Daya cerna pati merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan pati untuk dapat dicerna dan diserap dalam tubuh. Daya cerna pati sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kadar amilosa, amilopektin, protein, lemak, serat, proses pengolahan dan lain-lain (Ratnaningsih, 2010).

(3)

enzim amilase (Shin dkk., 2004). Pati resisten dikategorikan sebagai bagian dari serat pangan. Menurut Sajilata (2006) pati resisten memiliki efek fisiologis yang bermanfaat bagi kesehatan seperti pencegahan kanker kolon, memiliki efek hipoglikemik, berperan sebagai prebiotik, memiliki efek hipokolesterolemik, menghambat akumulasi lemak. Dengan demikian, pati resisten dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pangan fungsional. Kandungan pati resisten dalam makanan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : sangat rendah(<1%), rendah (1-2,5%), sedang (2,5-5%), tinggi (5-15%) dan sangat tinggi (>15%) (Goni dkk., 1996).

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1.Menentukan kandungan amilosa, daya cerna pati, serat kasar, dan pati resisten, pada mi gandum utuh.

2.Menentukan indeks glikemik mi gandum utuh.

3.Menentukan kadar gizi, meliputi kadar air, abu, lemak, protein terlarut, serta karbohidrat mi gandum utuh yang disukai.

METODA PENELITIAN Bahan dan piranti

Bahan utama yang digunakan adalah tepung gandum utuh varietas Dewata yang diperoleh dari Fakultas Pertanian, Universitas Kristen Satya Wacana. Tepung dibuat dari hasil penggilingan biji gandum utuh menggunakan mesin penggiling dengan mesh

0,4 mm. Bahan kimia yang digunakan adalah HCl, NaH2PO4.2H2O, Na2HPO4.12H2O, CuSO4.5H2O, K2SO4 KI, NaKTartart, petroleum eter, H2SO4 98%, anthrone, I2, KI, glukosa standar, amilosa standar, maltosa standar (grade pro analyse, E-Merck, Jerman), NaOH, etanol, KOH (teknis, E-Merck, Jerman), DNSA (asam dinitrosalisilat) (BDH, UK), enzim α-amilase dan enzim protease dari buah crude (Fakultas Teknologi Pertanian, UGM, Indonesia), enzim amiloglukosidase (SIGMA A-9913, Jerman), dan akuades (Kotterman 1033, Jerman).

(4)

Metode

Pembuatan Mi Gandum Utuh

Pembuatan mi pada penelitian ini menggunakan tepung gandum utuh yang disubstitusikan pada tepung terigu sebesar 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%. Sebagai kontrol adalah mi tanpa substitusi tepung gandum utuh (0%).

Tabel 1. Formulasi Mi

Bahan Formulasi mi dengan penambahan tepung gandum utuh

0% 10% 20% 30% 40% 50%

Tepung terigu (g) 500 450 400 350 300 250

Tepung gandum utuh (g) 0 50 100 150 200 250

Telur (butir) 1 1 1 1 1 1

Garam (g) 3 3 3 3 3 3

Soda kue (g) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

Kadar serat kasar (Sudarmadji, 1985)

Sampel dihaluskan, ditimbang 2 g bahan kering dan bebas lemaknya. Kemudian ditambahkan 200 mL larutan H2SO4 2,5% lalu ditutup dengan pendingin balik dan didihkan selama 30 menit. Suspensi disaring dan residu dicuci dengan akuades mendidih. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke erlenmeyer dan sisanya dicuci dengan 200 mL larutan NaOH 2,5% sampai semua residu dimasukkan ke dalam erlenmeyer, tutup dengan pendingin balik dan dididihkan selama 30 menit. Setelah itu, disaring dengan kertas saring kering yang diketahui beratnya sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10%. Residu dicuci dengan akuades mendidih dan 15 mL alkohol 95%. Kemudian kertas saring dikeringkan pada 110oC sampai berat konstan. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Kadar Amilosa (Apriyantono dkk.,1989 dalam Gustiar 2009)

Sebagai kurva standar digunakan 40 mg amilosa standar yang ditimbang secara teliti, dan ditambahkan 1 mL etanol 95% dan 9 mL NaOH 1 M ke dalam tabung reaksi. Larutan dipanaskan pada suhu 95oC selama 10 menit. Setelah didinginkan, larutan gel pati dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 100 mL dan ditambah akuades sampai tanda tera. Larutan amilosa standar ini sebagai larutan stok. Larutan dipipet 1, 2, 3, 4, dan 5 mL dan dipindahkan masing-masing ke dalam labu takar 100 mL. Ke dalam

(5)

masing-masing labu takar tersebut kemudian ditambahkan 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mL larutan asetat 1 M. Ditambahkan 2 mL larutan iod ke dalam labu, ditera dengan akuades dan dihomogenkan. Larutan dibiarkan 20 menit dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 625 nm.

Sebanyak 100 mg sampel pati ditambahkan 1 mL etanol 95% dan 9 mL NaOH 1 M ke dalam tabung reaksi. Tabung reaksi dipanaskan pada suhu 95oC sampai terbentuk gel. Setelah didinginkan, larutan gel pati dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL secara kuantitatif dan ditambahkan akuades sampai tanda tera dan dihomogenkan. Dipipet 5 mL larutan pati kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL. Ke dalam labu, ditambah 1 mL larutan asam asetat 1 M dan 2 mL larutan iod, lalu ditera dengan air destilata. Larutan dibiarkan selama 20 menit dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 625 nm.

keterangan : 30% = jumlah amilosa dalam 100 % pati

Daya Cerna Pati (Muchtadi dkk.,1992)

Sebanyak 1 g sampel ditambahkan dengan 100 mL akuades. Wadah ditutup dengan

aluminium foil dan dipanaskan hingga mencapai suhu 90oC sambil diaduk. Sampel segera diangkat dan didinginkan. Dari larutan tersebut dipipet 2 mL ke dalam tabung reaksi bertutup dan ditambahkan 3 mL akuades dan 5 mL buffer fosfat 0.1 M pH 7. Masing-masing sampel dibuat dua kali, salah satunya sebagai blanko. Tabung ditutup dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 15 menit. Larutan diangkat dan ditambahkan 5 mL larutan enzim α-amilase (1 mg/mL dalam buffer fosfat pH 7) untuk sampel dan 5 mL buffer fosfat 0.1 M pH 7 untuk blanko sampel. Inkubasi dilanjutkan selama 30 menit. Sebanyak 1 mL campuran hasil inkubasi dipindahkan ke dalam tabung reaksi bertutup berisi 2 mL larutan DNSA. Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 12 menit, lalu segera didinginkan dengan air mengalir. Ke dalam larutan ditambahkan 10 mL akuades dan dihomogenkan. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm. Kurva standar diperoleh dari perlakuan DNSA terhadap 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mL larutan maltosa standar 0.5 mg/mL yang ditepatkan menjadi 1 mL dengan air destilata.

(6)

Kadar Pati Resisten (AOAC 1995 yang dikombinasikan dengan AOAC 1985 dalam Gustiar, 2009)

Sampel ditimbang 0,5 g dan dilarutkan dalam 25 mL buffer fosfat 0,08 M (pH 6,0) lalu ditutup aluminium foil. Larutan ditambah 0,2 mL enzim α-amilase dan diinkubasi

pada suhu 95oC selama 30 menit dengan diaduk lembut. Setelah didinginkan sampai suhu ruang, pH larutan diatur hingga 4,5 dengan HCl 0,275 M dan ditambahkan 30 μL enzim amiloglukosidase (10 mg/mL buffer fosfat pH 6.0) lalu diinkubasi dengan penangas air bergoyang pada suhu 60oC selama 30 menit. Setelah didinginkan sampai suhu ruang, pH campuran diatur menjadi 7,5 dengan menambahkan larutan NaOH 0,325 M, lalu ditambah 50 μL enzim protease (40 mg protease/50 mL buffer fosfat pH 6,0) dan campuran diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 60oC selama 30 menit. Larutan disentrifuse 3000 rpm selama 10 menit dan diambil bagian peletnya. Pelet dicuci dua kali dengan etanol 80% dan akuades dan ditambah 1 mL akuades. Larutan dipanaskan pada suhu 100oC selama 20 menit sambil dikocok halus. Larutan ditambah 1 mL KOH 4 M kemudian diaduk selama 30 menit pada suhu ruang. Larutan ditambah 1 mL buffer asetat 0,4 M pH 4,75 lalu ditambah HCl 2 M sampai pH 4,75. Setelah itu, ditambahkan 60 μL amiloglukosidase (10 mg/mL buffer asetat 0,4 M pH 4,75) dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang suhu 60oC selama 30 menit lalu disentrifuse 3500 rpm selama 30 menit. Kemudian supernatan diambil dan ditepatkan menjadi 10 mL (larutan stok).

Kadar gula diukur dengan metode anthrone. 1 mL larutan stok dipipetkan ke labu ukur 100 mL dan ditepatkan dengan akuades. Larutan stok sampel yang telah diencerkan sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, lalu

ditambahkan dengan 5 mL pereaksi Anthrone 0,1%. Sebagai standar adalah larutan

glukosa murni 0,2 mg/mL sebanyak 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mL yang

masing-masing kemudian ditepatkan menjadi 1 mL dengan akuades. Tabung ditutup dan

diinkubasi pada suhu 100oC selama 12 menit. Larutan segera didinginkan dan diukur

(7)

Uji Organoleptik (Soekarto, 1985)

Pengujian organoleptik yang dilakukan meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur mi gandum utuh dengan skala hedonis sebagai berikut 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak suka, 4= suka, 5= sangat suka. Penilaian dilakukan kepada 30 orang panelis.

Kadar Air Metode Gravimetri (AOAC 1995)

Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sebanyak 1 g sampel mi gandum utuh yang disukai ditimbang dengan tepat dalam cawan yang telah diketahui bobot kosong tersebut, lalu dikeringkan dalam oven pengering suhu 105oC selama 6 jam. Cawan dengan isinya kemudian didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Pengeringan dilakukan kembali hingga diperoleh berat konstan.

Kadar Abu Metode Gravimetri (AOAC 1995)

Cawan porselen dipanaskan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 1 g sampel dimasukkan dalam cawan porselen dan ditimbang, lalu diabukan dalam tanur bersuhu 550oC sampai berwarna putih. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995)

(8)

Kadar Protein Terlarut Metode Biuret (AOAC, 1995)

Reagen biuret diibuat dengan melarutkan 0,15 g CuSO4.5H2O dan 0,6 NaKTartart dalam labu ukur 50 mL. Larutan ditambah 30 mL NaOH 10% dan digenapkan dengan akuades dalam labu ukur 100 mL.

Kurva standart dibuat dari larutan protein standar bovine serum albumine (BSA) dengan konsentrasi 10 mg/mL. Larutan standar tersebut disiapkan satu seri dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 mg/mL dalam 1 mL. Larutan diaduk dan dihomogenisasi selama 30 menit pada suhu ruang. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 550 nm.

Sebanyak 5 g sampel dilarutkan dalam 15 mL akuades dan dipusingkan selama 15 menit. 5 mL supernatan diambil dan ditambah 1 mL NaOH 1 M dan dipanaskan dengan penangas air suhu 90oC. Larutan didinginkan hingga mencapai suhu ruang dan diambil 1 mL lalu ditambah 4 mL reagen biuret dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.

Kadar Karbohidrat Total Metode Anthrone (Apriyantono,1989 yang dimodifikasi dalam Gustiar, 2009)

Hidrolisis karbohidrat dengan asam

Sebanyak 3 g sampel dimaserasi dengan 30 mL etanol 80% pada suhu ruang selama 15 menit. Kemudian disaring dan dikeringkan dalam oven vakum pada suhu 50oC selama 6 jam. Sebanyak 0,5 g sampel halus ditimbang dan ditambah 25 mL akuades dan 5 mL HCl 25%. Wadah ditutup, lalu dipanaskan pada suhu 100oC selama 2,5 jam untuk menghidrolisis terigu. Setelah didinginkan, larutan hasil hidrolisis dinetralkan dengan NaOH 25% dan diencerkan sampai 100 mL. Setelah itu, dihomogenisasi dan disaring untuk kemudian disebut larutan stok

Penentuan total karbohidrat dengan metode Anthrone

(9)

dengan akuades. Tabung ditutup dan diinkubasi pada suhu 100oC selama 12 menit. Larutan segera didinginkan dengan air mengalir, lalu dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 630 nm.

Uji Indeks Glikemik (El, 1999 yang dimodifikasi dalam Gustiar, 2009)

Makananyang akan ditentukan nilai indeks glikemiknya dianalisis proksimat untuk mengetahui jumlah makanan yang harus dikonsumsi oleh panelis, yaitu setara dengan 50 g kandungan karbohidrat. Setiap porsi sampel yang akan ditentukan nilai indeks glikemiknya diberikan kepada panelis yang telah menjalani puasa penuh (kecuali air) selama 10 jam. Panelis yang digunakan adalah individu sehat, tidak menderita diabetes, dan memiliki IMT (indeks masa tubuh) normal (18-25). Panelis yang digunakan berjumlah 10 orang (3 pria dan 7 wanita). Selama dua jam pasca pemberian asupan mi gandum utuh yang disukai, sampel darah sebanyak 20 μL (finger-prick cappilary blood samples method) diambil setiap 30 menit selama 2 jam untuk diukur kadar glukosanya. Pada waktu berlainan, hal yang sama dilakukan dengan memberikan 50 g glukosa standar (sebagai pangan acuan) kepada panelis. Kadar gula darah (pada setiap waktu pengambilan sampel) diplotkan pada dua sumbu waktu (X) dan kadar gula (Y). Indeks glikemik ditentukan dengan membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan yang diukur IG-nya dengan pangan acuan.

Analisa Data

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN Amilosa dan Daya Cerna Pati

Pati merupakan bentuk homopolimer dari glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri atas dua polimer yang berbeda, yaitu senyawa yang lurus (amilosa) dan senyawa bercabang (amilopektin) (Muchtadi dkk.,2006). Amilosa adalah homopolimer lurus α -D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan α-(1,4) bersifat larut dalam air panas. Kandungan amilosa dalam bahan pangan berpati digolongkan menjadi empat kelompok yaitu kadar amilosa sangat rendah dengan kadar < 10%, kadar amilosa rendah 10-20%, dan kadar amilosa sedang 20-24%, dan kadar amilosa tinggi > 25% (Aliawati 2003).

Daya cerna pati adalah tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk dapatdihidrolisis oleh

enzim pemecah pati menjadi unit-unit yang lebih kecil. Dalam metode ini sampel

dihidrolisis oleh enzim α-amilase menjadi unit-unit sederhana seperti maltosa. Kandungan maltosa sampel ditentukan berdasarkan kurva standar maltosa. Daya cerna pati dihitung

sebagai persentase relatif terhadap pati murni (Gustiar, 2009).

Kadar amilosa dan daya cerna pati pada mi sangat mempengaruhi nilai indeks glikemiknya. Terjadi peningkatan kadar amilosa dan daya cerna pati pada mi semakin menurun. Kadar amilosa dan daya cerna pati pada mi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kadar Amilosa dan Daya Cerna Pati (%±SD) Mi Gandum Utuh

PARAMETER MI GANDUM UTUH (%) W

0 10 20 30 40 50

AMILOSA 30,85 ± 1,87a 31,98 ± 1,47a 31,74 ± 2,61a 32,99 ± 1,28a 34,57 ± 2,86ab 39,18 ± 2,85c 3,14 DAYA CERNA 14,84 ± 1,49bc 12,94 ± 0,70b 11,45 ± 2,02ab 11,91 ± 0,96ab 10,03 ± 0,61a 8,93 ± 0,49a 1,97

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kadar amilosa pada setiap subtitusi tepung gandum utuh. Pada mi gandum utuh 40% terdapat sedikit perbedaan dari konsentraasi 0-30%. Sedangkan pada konsentrasi 50% ada beda nyata dimana terjadi kenaikan sebesar 4,61% dari konsentrasi 40%. Kadar amilosa pada tepung gandum utuh dan tepung terigu adalah 31,08% (bk) dan 27,70% (bk), yang menunjukkan bahwa kadar amilosa tepung gandum utuh lebih besar. Amilosa dipengaruhi dengan tingkat gelatinisasi dan proses pengolahan, dimana pada pangan olahan kering kadar amilosa lebih tinggi daripada pangan olahan basah. Mi diolah secara basah sehingga proses gelatinisasinya berjalan lebih cepat dan mempengaruhi

Comment [03]: Kadar amiosa (satuan)

(11)

jumlah pati yang larut. Hal ini menyebabkan struktur gel pati terutama amilosa akan melemah karena diabsorbsi oleh air. Ikatan yang lemah memudahkan air masuk ke dalam granula sehingga amilosa larut dalam air (Suardi, 2002).

Menurut Willet dkk. (2002), karbohidrat yang diserap secara lambat akan menghasilkan puncak kadar glukosa darah yang rendah dan berpotensi dalam mengendalikan daya cerna pati yang dipengaruhi oleh komposisi amilosa. Dalam pengukuran daya cerna pati digunakan enzim α-amilase. Enzim ini dapat memecah sampel melalui proses hidrolisis, menjadi unit sederhana seperti maltosa (Gustiar, 2009). Maltosa adalah gula yang diserap di dalam usus halus, sehingga dalam menentukan besar daya cerna pati, diukur melalui keberadaan maltosa. Daya cerna pati pada mi gandum utuh adalah 8,93-14,84% (bk), dimana terdapat perbedaan yang nyata pada setiap konsentrasi mi gandum utuh, kecuali konsentrasi 40% dan 50%. Semakin besar jumlah tepung gandum utuh yang ditambahkan, maka semakin rendah daya cerna pati, karena nilai daya cerna tepung gandum lebih rendah 1,12% dibandingkan dengan tepung terigu. Hal ini seiring dengan kadar amilosa pada pangan olahan yang juga meningkat dengan adanya penambahan tepung gandum utuh. Kandungan pati dan komposisi amilosa dan amilopektin berpengaruh terhadap daya cerna pati (Indrasari,2008).

Peningkatan Kadar Serat Kasar dan Pati Resisten

Pati resisten adalah bagian serat pangan sehingga keduanya berhubungan. Serat yang diukur adalah serat kasar, tidak hanya serat pangan saja. Kadar serat kasar dan pati resisten dalam mi gandum utuh cenderung mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya subtitusi tepung gandum utuh dalam pembuatan mi. Masing-masing kadar serat kasar dan pati resisten dalam mi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kadar Serat Kasar dan Pati Resisten (%±SD) Mi Gandum Utuh

PARAMETER MI GANDUM UTUH (%) W

0 10 20 30 40 50

SERAT KASAR 11,37 ± 0,98a 12,57 ± 1,30a 12,89 ± 0,92a 14,66 ± 1,61b 16,38 ± 0,95c 17,71 ± 0,91c 1,57

PATI RESISTEN 1,99 ± 0,15a 2,08 ± 0,23a 2,27 ± 0,12a 3,18 ± 0,08b 4,73 ± 0,15c 5,01 ± 0,35d 0,32

Comment [05]: Tambah satu garis lurus dibawah prosentase.

Comment [06]: Satuan??

(12)

Mi gandum utuh mengalami peningkatan kadar serat kasar dan pati resisten mulai dari penambahan tepung gandum utuh 30%. Hal ini dikarenakan tepung gandum utuh sendiri kadar seratnya lebih tinggi 2,75% dibanding tepung terigu. Serat adalah karbohidrat yang resisten terhadap hidrolisis oleh enzim pencernaan manusia, di dalam serat

terdapat selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, gum, β-glukan, fruktan, dan pati resisten. Secara umum gandum mengandung lebih banyak serat tak larut seperti lignin, selulosa, dan

hemiselulosa (Tala, 2009).

Kisaran angka pati resisten pada mi gandum utuh (Tabel 3) menurut Goni dkk (1996)

berada pada tingkatan sedang yaitu 2,5-5%. Kadar amilosa yang lebih tinggi dari amilopektin menjadi salah satu faktor penentu hasil pati resisten (Sajilata, 2006). Hal ini sesuai dengan kadar amilosa sampel yang tinggi dan cenderung meningkat.

Kadar Gizi Mi Gandum Utuh

Untuk menentukan kadar gizi, dilakukan uji organoleptik terlebih dahulu untuk menentukan mi yang akan diuji nilai indeks glikemiknya dan dibandingkan dengan mi terigu (kontrol). Produk mi gandum utuh dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil organoleptik pada mi gandum utuh dapat dilihat pada Tabel 4.

Gambar 1. Mi gandum utuh berbagai konsentrasi

Tabel 4. Hasil Organoleptik Mi Gandum Utuh

Parameter Mi gandum utuh W

0 10 20 30 40 50

Warna 4,33 ± 0,2919b

3,83 ± 0,2869ab

3,67 ± 0,3111ab

3,17 ± 0,2658a

2,83 ± 0,3248a

2,50 ± 0,4139a

0,8241

Comment [08]: dkk.

Comment [09]: Bukan Subyek!!

Comment [010]: Gambar lengkapi dengan rasio perlakuan!!

(13)

Aroma 3,10 ± 0,3583a 3,47 ± 0,2898a 3,63 ± 0,2856a 3,50 ± 0,2730a 3,40 ± 0,2703a 3,43 ± 0,3757a 0,6845

Tekstur 3,90 ± 0,3154ab 3,83 ± 0,2955ab 3,90 ± 0,2998ab 3,27 ± 0,3090a 2,97 ± 0,3175a 3,17 ± 0,4053a 0,8312

Rasa 4,03 ± 0,2296ab 3,97 ± 0,2296ab 3,70 ± 0,2432ab 3,50 ± 0,2137a 3,10 ± 0,3303a 2,77 ± 0,3205a 0,8134

1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak suka, 4= suka, 5= sangat suka

Menurut Meilgaard dkk. (1999), warna merupakan salah satu atribut penampilan pada suatu produk yang sering kali menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut secara keseluruhan. Semakin besar penambahan tepung gandum utuh, warna mi yang kuning (kontrol) akan semakin kecoklatan. Dari hasil organoleptik warna yang paling disukai adalah mi dengan konsentrasi 10% dengan skor 3,83 ± 0,2869. Aroma yang disukai adalah penambahan 20%. Berdasarkan analisisnya, dalam parameter aroma tidak berbeda nyata dengan selang kepercayaan 95% skornya adalah 3,63 ± 0,2856, yang menunjukkan bahwa penambahan tepung gandum utuh tidak mempengaruhi aroma pada mi. Setser (1995) menyatakan bahwa tekstur merupakan parameter kritis pada penampakan, flavor, dan penerimaan keseluruhan dari produk makanan. Tekstur pada mi gandum utuh semakin besar penambahan tepung gandum utuh teksturnya akan semakin kenyal, karena adanya gluten pada tepung gandum utuh. Tekstur

yang disukai oleh panelis adalah mi dengan konsentrasi 20% dengan skor 3,83 ± 0,2995.

Rasa pada mi gandum utuh tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%, namun skor tertinggi adalah mi dengan konsentrasi 20% dengan skor 3,97 ± 0,2296. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan tepung gandum utuh tidak mempengaruhi rasa pada mi. Keempat parameter tersebut menunjukkan bahwa mi gandum utuh yang disukai adalah mi dengan penambahan tepung gandum utuh 10% dan 20%. Berdasarkan hal tersebut, untuk pengukuran nilai indeks glikemik dan kadar gizi selanjutnya akan menggunakan sampel mi gandum utuh 20% yang akan dibandingkan dengan mi tanpa subtitusi gandum utuh 0% sebagai kontrol.

(14)

Tabel 5. Kadar Gizi Tepung dan Mi Gandum Utuh

PARAMETER SNI

TEPUNG

SNI

MI GANDUM UTUH TERIGU GANDUM

UTUH

0 % 20 %

AIR (%) < 14,5 14,62 ± 0,61 9,37 ± 0,73 20-35 27,26 ± 0,51 27,69 ± 1,25

ABU (%) < 7 0,85 ± 0,31 2,14 ± 0,11 < 3 1,33 ± 0,19 2,69 ± 0,21

LEMAK (%) 2,06 ± 0,18 1,36 ± 0,26 3,05 ± 1,02 2,78 ± 0,61

PROTEIN

TERLARUT(%) > 7 12,91 ± 1,98 18,01 ± 1,43 > 10 12,45 ± 0,10 14,49 ± 0,36 KARBOHIDRAT

(%) 52,93 ± 1,25 65,93 ± 0,31 56,59 ± 2,70 62,12 ± 3,22

Tepung gandum utuh memiliki kadar gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu. Kecuali lemak yang lebih rendah, kadar air, abu, protein terlarut dan karbohidrat mengalami peningkatan dibanding tepung terigu. Hal ini dikarenakan tepung gandum utuh tidak hanya bagian endosperm saja, namun ada bagian bran dan

germ gandum dimana bagian bran memiliki kandungan serat yang tinggi, vitamin B, lemak, protein dan mineral (Fitriyanto, 2009). Pada hasil Tabel 5, jika dibandingkan

dengan SNI . 3751 : 2009 tentang tepung dan 01-2987-1992 tentang mi, baik tepung dan mi gandum utuh masih memenuhi standar yang ditentukan, sehingga layak untuk dikonsumsi.

Nilai Indeks Glikemik Mi Gandum Utuh

Nilai indeks glikemik pada mi gandum utuh lebih kecil dibandingkan dengan indeks glikemik pada mi tanpa penambahan tepung gandum utuh. Nilai indeks glikemik dapat dihitung melalui area di bawah kurva perubahan kadar glukosa darah. Kurva perubahan kadar glukosa darah setelah mengkonsumsi mi terigu dan mi gandum utuh ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Mi yang akan dianalisis indeks glikemik harus dianalisis proksimat terlebih dahulu untuk mengetahui jumlah mi yang harus dikonsumsi oleh relawan atau panelis dalam uji indeks glikemik, yaitu setara dengan 50 gram kandungan karbohidrat termasuk polisakarida non pati (El 1999). Kadar karbohidrat mi terigu tanpa penambahan gandum utuh diperoleh sebesar 56,59%, sehingga jumlah sampel yang harus ditimbang adalah sebesar 88 g. Mi gandum utuh 20%, diperoleh kadar karbohidrat sebesar 62,12%, maka jumlah sampel yang harus ditimbang adalah sebesar 80 g.

(15)

Gambar 2. Kurva perubahan kadar glukosa darah rata-rata relawan setelah konsumsi mi terigu.

Gambar 3. Kurva perubahan kadar glukosa darah rata-rata relawan setelah konsumsi mi gandum utuh.

Dari kurva di atas masing-masing dapat dihitung luas area di bawah kurva dengan menggunakan perhitungan luas trapesium dan selanjutnya dibandingkan dengan standar yaitu glukosa. Nilai indeks glikemik mi gandum utuh lebih rendah daripada nilai mi terigu yaitu 66,23±6,14 dan 69,49±1,37. Hal ini disebabkan lebih tingginya kandungan serat dan

pati resisten, serta lebih rendahnya daya cerna mi gandum utuh dibandingkan dengan mi

terigu. Serat pangan dan RS merupakan komponen yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim

pencernaan sekaligus dapat menghambat metabolisme karbohidrat dalam saluran

pencernaan (Gustiar, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung gandum utuh

dapat menurunkan nilai indeks glikemik suatu pangan.

(16)

1. Kadar amilosa pada mi gandum utuh 30,85-39,18%, dimana semakin besar jumlah penambahan tepung gandum utuh maka semakin besar kadar amilosa. Daya cernanya sebesar 14,84-8,93%, semakin kecil dengan meningkatnya penambahan tepung. Serat kasar mi adalah 11,37-17,71 dan pati resisten 1,99-5,01%, dimana semakin meningkat dengan meningkatnya penambahan tepung gandum utuh.

2. Mi gandum utuh 20% memiliki kadar gizi yang memenuhi SNI 01-2987- 1992. Kadar gizi mi gandum utuh 20% lebih tinggi dibandingkan kadar gizi mi tanpa penambahan tepung gandum utuh, selain kadar lemak yang mengalami penurunan.

3. Indeks glikemik mi gandum utuh 20% adalah 66,23±6,14 lebih rendah dibandingkan dengan mi terigu yaitu 69,49±1,37.

Saran

Penambahan konsentrasi tepung gandum utuh perlu ditingkatkan lagi untuk mencapai nilai indeks glikemik yang lebih rendah, namun produk tetap disukai. Metode pengukuran kadar serat kasar perlu dioptimalkan lebih lanjut. Selain itu perlu dilakukan pengukuran kadar serat pangan untuk memperkuat nilai pati resisten.

UCAPAN TERIMA KASIH

Atas terlaksananya penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Djoko Murdono, M. P selaku sponsor dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aliawati G. 2003. Teknik analisis kadar amilosa dalam beras. Buletin TeknikPertanian. 8

(2) : 82-84.

AOAC, Official Methods of Analysis of the Associaion Analytical Chemist. Inc, Washington D.C., 1995.

AOAC, Official Methods of Analysis of the Associaion Analytical Chemist. Inc, Washington D.C., 1985.

Badan Standarisasi Nasional, SNI 01-2987-1992 tentang Mi Basah. Jakarta, 1992 Behall, K.M. and J. Hallfrisch. 2002. Plasma glucoce and insulin reduction after

consumption of bread varying in amylose content. Eur. J. Clin. Nutr. 56(9):913-920.

(17)

Brand-Miller J, Hayne S, Petocz P, dan Colagiuri S. 2003. Low-glycemic index diets in the management of diabetes: A meta-analysis of randomized controlled trials. Diabetes Care, 26, 2261–2267.

Carreira, M.C., F.M. Lajolo, and E.W. de Menezes. 2004. Glycemic index: effect of food storage under low temperature. Brazilian Archives of Biology and Technology 47(4):569.

Erwidodo, H.P, Saliem, E. Ariningsih, Pengkajian Diversifikasi Konsumsi Pangan Utama di Indonesia, Laporan Hasil Penelitian, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian : Bogor, 2004

Foster-Powell K dan Miller B. 1995. International tables of glicemic index. American Journal of Clinical Nutrition. 62 : 871s-893s.

Frei, M., Siddhuraju, P. and Becker, K. 2003. Studies on the in vitro starch digestibility and the glycemic index of six different indigenous rice cultivars from the Philippines. Food Chemistry 83 : 395-402.

Goni, I., L.G Diz, E. Manas, and F.S Calixto, “Analysis of Resistant Starch : a Method for Foods and Food products,” Journal Food Chem,vol. 56, no.4, pp. 445-449, 1996.

Gustiar, Haris. 2009. Sifat Fisiko-Kimia dan Indeks Glikemik Produk Cookies Berbahan Baku Pati Garut (Maranta arundinacea L.) Termodifikasi. Bogor : IPB.

Idris, S. 1994. Metode Pengujian Bahan Pangan Sensoris. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang.

Leach, H. W, Gelatinization of Starch, In : Goldsworth, R (Eds). Abundant of Plant Varieties, New York : World Wide Inc, 1965

Ludwig DS. 2000. Dietary glycemic index and obesity. J Nutr Supl 130: 280S- 283S Muchtadi D, Palupi NS, dan Astawan M. 1992. Metode Kimia, Biokimia, dan Biologi

dalam Evaluasi Nilai Gizi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.IPB, Bogor. Muoma, Ike. 2013. Whole Grain Vs Whole Wheat Vs Whole Meal Vs GranaryRefined

Bread? Which is best? What to choose?. URL www.iketrainer.co.uk/articles/breads.pdf . Diakses pada 15 September 2013. Noda, T., Takigawa, S., Matsuura-Endo, C., Suzuki, T., Hashimoto, N., Kottearachchi,

N.S., Yamauchi, H. and Zaidul, I.S.M. 2008. Factors affecting the digestibility of raw and gelatinized potato starches. Food Chemistry 110 : 465-470

Nursantiyah. 2009. Gambaran Umum Industri Tepung Terigu di Indonesia dan Ketentuan Pajak Pertambahan Nilai Terkait. Jakarta : UI.

Praptini, P.E. 2011. Menu 30 Hari dan Resep untuk Diabetes. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. 2003. Trend Konsumsi Pangan Produk Gandum di Indonesia. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Indonesia , 25, hal. 11-12.

(18)

Rimbawan dan A. Siagian. 2004. Indeks glikemik pangan. Penebar Swadaya. Jakarta Sajilata MG, Rekha SS, Puspha RK., “Resistant starch” –a review., Journal

Comprehensive review in food science and food safety, 2006

Schulz, A.G.M., J. M. M Van Amelsvoort, and A.C Beynen, “Dietary Native Resistant Starch but Not Retrograded Resistant Starch Raises Magnesium and Calcium Absorption in Rats,” Journal Nutrition, vol.123, pp.1724-1731

Shin S, Byun J, Park KW, and Moon TW, “Effect of partical acid and heat moisture treatment of formation of resistant tuber starch,” Journal Ceral Chemistry, vol.81, no.2, pp. 194-198, 2004

Simanjutak, B.H. 2002. Prospek Pengembangan Gandum (Triticum aestivum L) di Indonesia. Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana.

Soto R.A., Acevedo E., Feria J., Villalobos R., Perez L.A., “Resistant starch made from banana starch by autoclaving and debranching,” Journal starch, vol. 56, pp. 495-499, 2004

Steel, R.G.D and Torrie, J.H, Principles and Procedure of Statistics : A Biometrical Approach 2nd ed. McGraw-Hill, New York, 1980.

Gambar

Tabel 2. Kadar Amilosa dan Daya Cerna Pati (%±SD) Mi Gandum Utuh
Gambar 1. Mi gandum utuh berbagai konsentrasi
Gambar 3. Kurva perubahan kadar glukosa darah rata-rata relawan setelah konsumsi mi utuh

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari peningkatan kadar pati resisten, kadar amilosa, dan gula pereduksi, serta penurunan daya cerna pati dan total pati pada pati

Tujuan utama penelitian ini adalah menentukan pengaruh tepung gandum utuh varietas DWR-162 terhadap daya cerna pati biskuit.. Nilai tersebut memenuhi syarat mutu

Dengan demikian gandum utuh varietas DWR-162 memiliki potensi menjadi alternatif bahan pangan dengan nilai indeks glikemiks rendah, karena mampu meningkatkan pati

Tujuan utama penelitian ini adalah menentukan pengaruh tepung gandum utuh varietas DWR-162 terhadap daya cerna pati biskuit.. Nilai tersebut memenuhi syarat mutu

Tujuan utama penelitian ini adalah menentukan pengaruh tepung gandum utuh varietas DWR-162 terhadap daya cerna pati biskuit.. Nilai tersebut memenuhi syarat mutu

Nasi instan dari beras amilosa sedang dan rendah memiliki tekstur pulen, aroma dan rasa seperti nasi biasa, daya cerna pati tinggi (66,45–64,97 persen), indeks glikemik tinggi

Biskuit dengan 10% tepung gandum utuh memiliki kadar amilosa paling tinggi, yaitu 33,38 g per 100 g berat kering dengan daya cerna paling rendah, yaitu 6,67 g per 100 g

1138 OPTIMASI PROSES PEMBUATAN TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI TERHADAP KADAR PATI RESISTEN, NILAI INDEKS GLIKEMIK, DAN TOTAL KALORI SNACK BAR Ihlana Nairfana1* dan Qori'atul Fadilah2