• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian PAD dan DAU Terhadap BM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penelitian PAD dan DAU Terhadap BM"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Penelitian

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI

UMUM TERHADAP BELANJA MODAL

(Studi Empiris pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara)

Oleh:

RIMBUN C. D. SIDABUTAR, S.E., M.Si (Dosen Program Studi Akuntansi FE UHN)

LEMBAGA PENELTIAN

UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN

MEDAN

(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh PAD dan DAU terhadap Belanja Modal. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dan untuk menguji hipotesis digunakan regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PAD dan DAU memiliki pengaruh secara parsial dan signifikan terhadap Belanja Modal, namun pengaruh DAU jauh lebih besar daripada pengaruh PAD terhadap Belanja Modal. Kemudian PAD dan DAU secara simultan memiliki pengaruh secara simultan dan signifikan terhadap belanja Belanja Modal.

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otonomi daerah berlaku di Indonesia berlaku UU 23/1999 (direvisi menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintahan Daerah memisahkan dengan tegas antara fungsi Pemerintahan daerah (Eksekutif) dengan fungsi Dewan Perwakilan rakyat Daerah (Legislatif). Berdasarkan pembedaan fungsi tersebut, menunjukkan bahwa antara legislatif dan eksekutif terjadi hubungan keagenan (Halim, 2001: Halim & Abdullah, 2006). Pada pemerintahan, peraturan perundang-undangan secara implicit merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislative dan publik.

Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan public. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk provinsi maupun kabupaten dan kota. Proses penyusunan anggaran pasca UU 22/1999 (dan UU 32/2004) melibatkan dua pihak: eksekutif dan legislative,masing-masing melalui sebuah tim atau panitia anggaran. Adapun eksekutif sebagai pelaksana operasionalisasi daerah berkewajiban membuat draft/rancangan APBD, yang hanya bisa diimpelemtasikan kalau sudah disahkan oleh DPRD dalam proses ratifikasi anggaran.

(4)

Anggaran yang akan menjadi pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan anggaran belanja. Eksekutif membuat rancangan APBD sesuai dengan Kebijakan Umum APBD dan Priorotas & Plafon Anggaran yang kemudian diserahkan kepada legislative untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai Peraturan daerah (Perda). Dalam perspektif keagenan, hal ini merupakan bentuk kontrak (incomplete contract), yang menjadi alat bagi legislative untuk mengawasi pelaksanaan anggaran oleh eksekutif.

Lingkup anggaran menjadi relevan dan penting di lingkunagn pemerinta h daerah. Hal ini terkait dengan dampak anggaran terhadap kinerja pemerintah, sehubungan dengan fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Selanjutnya, DPRD akan mengawasi kinerja pemerintah melalui anggaran. Bentuk pengawasan ini sesuai dengan agency theory yang mana pemerintah daerah sebagai agen dan DPRD sebagai principal. Hal ini me nyebabkan penelitian di bidang anggaran pada pemerintah daerah menjadi relevan dan penting.

(5)

mengubah struktur belanja menjadi semakink uat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiscal rendah (Halim, 2001).

Pergeseran kompisisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan pemerintah daerah setempat dalam rangka meningkatkan kepercayaan public. Pergeseran ini ditujukan untuk peningkatan investasi modal dalam bentuk asset tetap, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Semakin tinggi investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan public, karena asset tetap yang dimiliki sebagai akibat belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan public oleh pemerintah daerah.

(6)

Pada dasarnya penelitian ini mereplikasi penelitian yang dilakukan oleh David Hariano dan Priyo Hari Adi (2007) tetapi dengan objek dan alat analisis yang berbeda. Jadi dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi

Umum (DAU) terhadap Belanja Modal (Studi Empiris pada Kabupaten/Kota

di Provinsi Sumatera Utara).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara parsial berpengaruh teerhadap Belanja Modal?

2. Apakah Dana Alokasi Umum (DAU) secara parsial berpengaruh terhadap Belanja Modal?

3. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) secara simultan berpengaruh terhadap Belanja Modal?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk member bukti empiris pada:

1. Pengaruh pendapatan asli daerah (PAD) secara parsial terhadap anggaran belanja modal.

(7)

3. Pengaruh PAD dan DAU secara simultan terhadap belanja modal

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut:

1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran khususnya

pada ilmu akuntansi pemerintahan.

2. Dapat dijadikan sebagai pembenaran ilmiah menyangkut penelitian yang berhubungan dengan pengaruh PAD dan DAU terhadap belanja modal.

3. Bagi peneliti, sebagai masukan secara mendalam mengenai pengaruh PAD dan DAU terhadap belanja modal di instansi pemerintahan serta sebagai referensi bagi rekan-rekan peneliti berikutnya yang ingin mendalami topik yang sama.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Bagi pemerintah, memberikan tambahan informasi dalam memahami pengaruh PAD dan DAU terhadap belanja modal di instansi pemerintah.

(8)

BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Keagenan dalam Penganggaran Sektor Publik

Teori keagenan menyatakan bahwa hubungan keagenan merupakan sebuah persetujuan (kontrak) di antara dua pihak, yaitu principal dan agen, dimana principal memberi wewenang kepada agen untuk mengambil keputusan atas nama principal (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam teori keagenan terdapat perbedaan kepentingan antara agen dan principal, sehingga mungkin saja pihak agen tidak selalu melakukan tindakan terbaik bagi kepentingan principal. Scoot (2000) dalam Bangun (2009) menjelaskan bahwa teori keagenan merupakan cabang dari game theory yang mempelajari suatu model kontraktual yang mendorong agen untuk bertindak bagi principal saat kepentingan agen bisa saja bertentangan dengan kepentingan principal. Prinsipal mendelegasikan tanggung jawab atas pengambilan keputusan kepada agen, dimana wewenang dan tanggung jawab agen maupun principal diatur dalam kontak kerja atas persetujuan bersama.

(9)

principal. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan informasi yang dimiliki oleh keduanya, sehingga menimbulkan adanya asimetri informasi (aymentric information). Mursalim (2005) dalam Bangun(2009) menyatakan bahwa informasi yang lebih banyak dimiliki agen dapat memicu untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan keinginan dan kepentingan untuk memaksimalkanutilitynya. Sedangkan bagi principal akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena hanya memilki sedikit informasi yang ada.

Dalam hubungan keagenan antara eksekutif dan legislative, eksekutif adalah agen dan legislative adalah principal (Halim dan Abdullah, 2006). Seperti dikemukakan sebelumnya antara principal dan agen senantiasa terjadi masalah keagenan. Oleh karena itu, persoalan yang timbul di antara ekskutif dan legislative juga merupakan masalah keagenan. Dalam konteks pembuatan kebijakan oleh legislative, legislatur adalah principal yang mendelegasikan kewenangan kepada agen seperti pemerintah atau panitia di legislative untuk membuat kebijakan baru. Hubungan keagenan disini terjadi setelah agen membuat usulan kebijakan dan berakhir setelah usulan diterima atau ditolak.

(10)

legislative sebagai agen bagi public tidak selalu memiliki kepentingan yang sama dengan public.

Hubungan keagenan dalam penyusunan anggaran daerah di Indonesia, kesepakatan antara eksekutif dan legislative tentang Kebijakan Umum APBD dan Prioritas dan Plafon Anggaran yang akan menjadi pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan anggaran belanja merupakan bentuk kontrak, yang menjadi alat bagi legislative untuk mengawasi pelaksanaan anggaran oleh eksekutif.

2.1.2 Anggaran Sektor Publik

Dalam Mardiasmo, 2010, dinyatakan bahwa anggaran sector public berisi rencana kegiatan yang direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana anggaran sector public merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi meliputi informasi mengenai penpapatan, belanja, dan aktivitas. Anggaran berisi estimasi mengenai apa yang akan dilakukan organisasi di masa yang akan dating. Setiap Anggaran memberikan informasi mengenai apa yang hendak dilakukan dalam beberapa periode yang akan dating.

Secara singkat dapat dinyatakan bahwa anggaran sector public merupakan suatu rencana financial yang menyatakan:

(11)

2. Berapa banyak dan bagaimana caranya memperoleh uang untuk mendanai rencana tersebut.

2.1.2.1 Fungsi Anggaran Sektor Publik

Anggaran sector public mempunyai beberapa fungsi utama, yaitu: (1) alat perencanaan, (2) alat pengendalian, (3) alat kebijakan fiscal, (4) alat politik, (5) alat koordinasi dan komunikasi, (6) alat penilaian kinerja, (7) alat motivasi, dan (8) alat menciptakan ruang public (Mardiasmo,2010)

1. Anggaran sebagai alat perencanaan

Anggaran sebagai alat perencanaan digunakan untuk:

a. Merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan agar sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan,

b. Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi serta merencanakan alternative sumber pembiayaannya, c. Mengalokasikan dana pada berbagai program dan kegiatan yang telah

disusun, dan

d. Menentukan indicator kinerja dan tingkat pencapaian strategi. 2. Anggaran sebagai alat pengendalian

(12)

Sebagai alat pengendalian majerial, anggaran sector public digunakan untuk meyakinkan bahwa pemerintah mempunyai uang yang cukup untuk memenuhi kewajibannya. Selain itu, anggaran digunakan untuk member informasi dan meyakinkan legislative bahwa pemerintah bekerja secara efisien, tanpa ada korupsi dan pemborosan.

3. Anggaran sebagai alat Kebijakan fiscal

Anggaran sebagai alat kebijakan fiscal pemerintah digunakan untuk menstabilkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Melalui anggaran sector public dapat diketahui arah kebijakan fiscal pemerintah, sehingga dapat dilakukan prediksi-prediksi dan estimasi ekonomi. Anggaran dapat digunakan untuk mendorong, memfasilitasi, dan mengkoordinasikan kegiatan ekonomi masyarakat sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi.

4. Anggaran sebagai alat politik

(13)

melaksanakan anggaran yang telah disetujui dapat menjatuhkan kepemimpinannya, atau paling tidak menurunkan kredibilitas pemerintah. 5. Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi

Setiap unit kerja pemerintahan terlibat dalam proses penyusunan anggaran. Anggaran sector public merupakan alat koordinasi antar bagian dalam pemerintahan. Anggaran public yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi. Di samping itu, anggaran public juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja dalam lingkungan eksekutif. Anggaran harus dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi untuk dilaksanakan.

6. Anggaran sebagai alat penilaian kinerja

Anggaran merupakan wujud komitmen dari eksekutif kepada legislative. Kinerja ekseskutif akan dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran. Kinerja manajer public dinilai berdasarkan berapa yang berhasil dicapai dikaitkan dengan anggaran yang telah ditetapkan. Anggaran merupakan alat yang efektif untuk pengendalian dan penilaian kinerja.

7. Anggaran sebagai alat motivasi

(14)

attainable atau demanding but achievable. Maksudnya adalah target anggaran hendaknya jangan terlalu tinggi sehingga tidak dapat dipenuhi, namun jangan juga terlalu rendah sehingga terlalu mudah untuk dicapai. 8. Anggaran sebagai alat untuk menciptakan ruang public

Anggaran public tidak boleh diabaikan oleh cabinet, birokrat, dan DPR/DPRD. Masyarakat, LSM, Perguruan Tinggi, dan berbagai organisasi kemasyarakatan harus terlibat dalam proses penganggaran public. Kelompok masyarakat yang terorganisir akan mencoba mempengaruhi anggaran pemerintah untuk kepentingan mereka. Kelompok lain dari masyrakat yang kurang terorganisir akan mempercayakan aspirasinya melalui proses politik yang ada. Pengangguran, tuna wisma dan kelompok lain yang tak terorganisir akan dengan mudah dan tidak berdaya mengikuti tindakan pemerintah. Jika tidak ada alat untuk menyampaikan suara mereka, maka mereka akan mengambil tindakan dengan jalan lain seperti dengan tindakan massa, melakukan boikot, vandalism, dan sebagainya.

2.1.2.2 Jenis-jenis Anggaran Sektor Publik

Anggaran sector public dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Anggaran Operasional

(15)

anggaran dan tidak dapat menambah asset kekayaan bagi pemerintah. Disebut rutin karena sifat pengeluaran tersebut berulang-ulang ada setiap tahun. Secara umum, pengeluaran yang masuk kategori anggaran opersional antara lain belanja administrasi umum dan blanja operasi dan pemeliharaan.

2. Anggaran Modal/Investasi

Anggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya. Pengeluaran modal yang besar biasanya dilakukan dengan menggunakan pinjaman. Belanja modal/investasi adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan pemerintah, dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk operasional dan pemeliharaannya.

2.1.2.3 Prinsip-prinsip Anggaran Sektor Publik

Prinsip-prinsip anggaran sector public meliputi:

a. Otorisasi oleh Legislatif

Anggaran public harus mendapatkan otorisasi dari legislative terlebih dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut.

b. Komprehensif

(16)

c. Keutuhan anggaran

Semua penerimaan dan belanja harus terhimpun dlam dana umum. d. Nondiscretionary Appropriation

Jumlah yang disetujui oleh dewan legislative harus termanfaatkan secara ekonomis, efisien, dan efektif.

e. Periodik

Anggaran merupakan suatu proses yang periodic, dapat bersifat tahunan maupun multi-tahunan.

f. Akurat

Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukkan cadangan yang tersembunyi yang dapat dijadikan sebagai kantong-kantong pemborosan dan inefisiensi anggaran serta dapat mengakibatkan munculnya underestimatependapatan danoverestimatepengeluaran.

g. Jelas

Anggaran hendaknya sederhana, dapat dipahami masyarakat, dan tidak membingungkan.

h. Diketahui public

Anggaran harus diinformasikan kepada masyarakat luas.

2.1.2.4 Prinsip-prinsip Pokok dalam Siklus Anggaran Sektor Publik

(17)

1. Tahap Persiapan Anggaran

Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dassar taksiran pendapatan yang tersedia. Tderkait dengan masalah tersebut, yang perlu diperhatikan adalah sebelum menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya terlebih dahulu dilakukan penaksiran pendapatan secara lebih akurat. Selain itu, harus disadari adanya masalah yang cukup berbahaya jika anggaran pendapatan diestimasi pada saat bersamaan dengan pembuatan keputusan tentang anggaran pengeluaran.

Di Indonesia, ditingkat daerah berdasarkan Peraturan Pemerinto. 108/2000 pemerintah daerah diisyaratkan untuk membuat dokumen perencanaan daerah yang terdiri atas PROPEDA (RENSTRADA), diupayakan tidak menyimpang dari PROPENAS dan RENSTRA yang dibuat pemerintah pusat.

2. Tahap Ratifikasi Anggaran

Tahap ini merupakan tahhap yang ,elibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup berat. Pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya memiliki managerial skill namun juga harus mempunyai political skill, salesmanship, dacoalition buildingyang memadai. Integritas dan kesiapan mental yang tinggi dari eksekutif sangat penting dalam tahap ini karena dalam tahap ini eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang rasional atas segala pertanyaan-pertanyaan dan banthan-bantahan dari pihak legislative.

(18)

Dalam tahap ini, hal terpenting yang harus diperhatikan oleh manajer public addalah dimilikinya system (informasi) akuntansi dan system pengendalian manajemen. Manajer public dalam hal ini bertanggung jawab untuk menciptakan system akuntansi yang memadai dan handal untuk perencanaan dan pengendalian anggaran yang telah disepakati, dan bahkan dapat diandalkan untuk tahap penyusunan anggaran periode berikutnya. Sistem akuntansi yang baik meliputi pula dibuatnya system pengendalian intern yang memadai.

4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi Anggaran

Tahap ini adalah tahap terakhir dalam siklus anggaran. TAhap persiapan, ratifikasi, dan pelaksanaan anggaran terkait dengan aspek operasional anggaran, sedangkan tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntabilitas. Jika tahhap pelaksanaan telah didukung dengansistem akuntansi dan system pengendalian manajemen yang baik, maka diharapkan tahap pelaporan dan evaluasi tidak akan menemui banyak masalah.

2.1.3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(19)

merupakan instrument dalam rangka mewujudkan pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara.

APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Fungsi otorisasi mengandung arti APBD menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Fungsi perencanaan berarti bahwa APBD menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun bersangkutan, sedangkan fungsi pengawasan terlihat dari digunakannya APBD sebagai standar dalam penilaian penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pemborosan sumber daya, meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian, serta harus memerhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Hal ini merupakan tuntutan dari fungsi alokasi dan fungsi distribusi APBD.

(20)

APBD terdiri dari, (1) Anggaran pendapatan, yang terdiri atas (a) Pendapatan Asli daerah, (b) Dana Perimbangan, dan (c) Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibbah atau dana darurat, (2) Anggaran belanja, dan (3) Pembiayaan.

2.1.4 Prinsip Penyusunan APBD

Dalam Sonny Sumarsono (2010), dinyatakan bahwa prinsip penyusunan APBD sebagai berikut:

1. Partisipasi Masyarakat

Bahwa pengambilan keputusan dalam proses penyusunan dan penetapan APBD harus melibatkan partisipasi masyarakat sehingga masyarakat dapat mengetahui hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan APBD.

2. Transparansi dan Akuntabilitas

Anggaran APBD harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat meliputi tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada jenis/objek belanja serta korelasi besarnya anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan.

3. Disiplin Anggaran

(21)

sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batasan tertinggi pengeluaran belanja;

b. Penganggaran pengelauran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang tidak tersedia atau tidak mencukupi kredit anggaran dalam APBD/Perubahan APBD; c. Semua penerimaan dan pengeluaran dalam satu tahun yang

bersangkutan harus dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening Kas Daerah.

4. Keadilan Anggaran

Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pungutan Daerah lainnya yang dibebankan kepada masyarakat harus mempertimbangkan kemampuan. Pemerintah Daerah dapat melakukan diskriminasi tarif secara tradisional dan dalam mengalokasikan belanja daerah harus mempertimbangkan keadilan dan pemerataan sehingga dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.

5. Efisiensi dan Efektifitas Anggaran

Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan penignkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Oleh karena itu dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan:

(22)

b. Penetapan prioritas kegiatan dan perhitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional.

6. Taat Asas

APBD sebagai kebiajakan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah di dalam penyusunannya harus tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum dan peraturan daerah lainnya.

2.1.5 Pendapatan Asli Daerah

Yang dimaksud dengan Pendapatan Daerah sesuia Undan-Undang No. 33/2004 pasal 1 adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan.

Sesuai dengan Undang-Undang no. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat da Daerah pasal 6 bahwa sumber pendapatan asali daerah adalah sebagai berikut:

a. Pendapatan Asli Daerah yang sah: 1. Hasil Pajak Daerah

2. Hasil Retribusi Daerah

3. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan lainnya yang dipisahkan

4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

(23)

2. Sumbangan lain yang diatur dengan peraturan perundangan 3. Pendpatan lain-lain yang sah

Peningkatan pendapatandaerah dapat dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a. Intensifikasi, melalui upaya:

• Pendapatan dan peremajaan objek dan subjek pajak dan

retribusi daerah.

• Mempelajari kembali pajak daerah yang dipangkas guna

mencari kemungkinan untuk dialihkan menjadi retribusi. • Mengintensifkan retribusi daerah yang ada.

• Memperbaiki sarana dan prasarana pungutan yang belum

memadai.

b. Penggalian sumber-sumber penerimaan baru (ekstensifikasi)

(24)

Peningkatan pelayanan kepada masyarakat ini merupakan unsure yang penting bahwa paradigm yang berkembang dalam masyarakat saat ini adalahbahwa pembayaran pajak dan retribusi sudah merupakan hak daripada kewajiban masyarakat terhadap Negara, untuk itu perlu dikaji kembali pengertian wujud layanan yang bagaimana yang dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat.

2.1.5.1 Pajak Daerah

Berdasarkan Undang-Undang no. 34/2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 18/1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan Pajak Daerah yangselanjutnya disebut Pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pembangunan daerah.

Seperti halnya pajak pada umumnya, pajak daerah mempunyai peranan ganda yaitu:

1. Sebagai sumber pendapatan daerah (budgetary) 2. Sebagai alat pengukur (regulatory)

Jenisa Pajak Daerah menurut Undang-Undang No. 34/2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan PP No. 65/2001 tentang Pajak Daerah: a. Pajak Provinsi, antara lain:

(25)

• Kendaraan bermotor bukan umum • Kendaraan bermotor umum

• Kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar

2. Pajak kendaraan di atas air

3. Bea balik nama kendaraan bermotor, antara lain: Penyerahan pertama

• Kendaraan bermotor bukan umum • Kendaraan bermotor umum

• Kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar

Penyerahan kedua

• Kendaraan bermotor bukan umum • Kendaraan bermotor umum

• Kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar

Penyerahan karena wasiat, antara lain:

• Kendaraan bermotor bukan umum • Kendaraan bermotor umum

• Kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar

4. Bea blik nama kendaraan di atas air, antara lain: • Penyerahan pertama

• Penyerahan kedua

(26)

5. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor

6. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan

b. Pajak Kabupaten/Kota

1. Pajak hotel, maksimum 10% 2. Pajak restoran, maksimum 10% 3. Pajak hiburan, maksimum 35% 4. Pajak reklame, maksimum 25%

5. Pajak penerangan jalan, maksimum 10%

6. Pajak pengambilan bahan galian golongan C, maksimum 20% 7. Pajak parker, maksimum 20%

2.1.5.2 Retribusi Daerah

(27)

Jadi dalam hal retribusi daerah adalah balas jasa langsung. Misalnya retribusi jalan, karena kendaraan tertentu memang melewati jalan dimana retribusi jalan itu dipungut, retribusi pasar dibayar karena ada pemakaian ruangan pasar tertentu oleh si pembayar retribusi. Tarif retribusi bersifat fleksibel sesuai dengan tujuan retribusi dan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah masing-masing untuk melaksanakan atau mengelola jenis pelayanan public di daerahnya.

Berikut ini objek atau jenis retribusi daerah menurut Undang-Undang No.34/2000:

1. Retribusi Jasa Umum

Adapun yang termasuk dalam jasa pelayanan umum antara lain: a. Pelayanan kesehatan

b. Pelayanan kebersihan dan persampahan

c. Penggantian biaya cetak Kartu Tanda Penuduk (KTP) dan Akte Catatan Sipil

d. Pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat e. Pelayanan parker di tepi jalan umum

f. Pelayanan pasar g. Pelayanan air bersih

h. Pengujian kendaraan bermotor

i. Pemeriksaan alat pemadam kebakaran

(28)

2. Retribusi jasa Usaha

Adapun yang termasuk dalam jasa usaha antara lain: a. Pemakaian kekayaan daerah

b. Pasar grosir dan atau pertokoan c. Pelayanan terminal

d. Pelayanan tempat khusus parker e. Pelayanan tempat penitipan anak f. Penginapan/villa

g. Penyedotan kakus h. Rumah potong hewan i. Tempat penyandaran kapal j. Tempat rekreasi dan olah raga k. Penyebrangan di atas air l. Pengelolaan air limbah

m. Penjualan usaha produksi daerah 3. Retribusi Perizinan Tertentu

Perizinan tertentu yang retribusinya dipungut antara lain: a. Izin peruntukan penggunaan tanah

b. Izin mendirikan bangunan c. Izin gangguan

d. Izin trayek

(29)

2.1.5.3 Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lainnya yang Dipisahkan

Penerimaan PAD lainnya yang menduduki peran penting setelah pajak daerah dan retribusi daerah adalah bagian Pemerintah Daerah atas laba BUMD. Tujuan didirikannya BUMD adalah dalam rangka menciptakan lapangan kerja atau mendorong pembangunan ekonomi daerah. Selain itu, BUMD merupakan cara yang lebih efisien dalam melayani masyarakat, dan merupakan salah satu sumber pendapatan daerah. Jenis pendapatan yang termasuk hasil-hasil pengelolaan kakayaan daerah lainnya yang dipisahkan, antara lain laba, dividen, dan penjualan saham milik daerah.

2.1.5.4 Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah

Hasil usaha daerah lain dan sah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tidak termasuk katergori pajak, retribusi dan perusahaan daerah (BUMD). Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, antara lain hasil penjualan asset tetap daerah dan jasa giro.

2.1.6 Dana Alokasi Umum

(30)

DAU bersifat “Block Grant” yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerh untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dasar hukum DAU ada dua yaitu UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan PP No. 55/2005 tentang Dana Perimbangan.

DAU dialokasikan untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota. Besaran DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN. Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota.

2.1.6.1 Tahapan Penghitungan DAU

1. Tahapan Akademis

Konsep awal penyusunan kebijakan atas implementasi formula DAU dilakukan oleh Tim Independen dari berbagai universitas dengan tujuan untuk memperoleh kebijakan penghitungan DAU yang sesuai dengan ketentuan UU dan karakteristik Otonomi Daerah di Indonesia.

2. Tahapan Administratif

(31)

dalamnya kegiatan konsolidasi dan verifikasi data untuk mendapatkan validitas dan kemuktahiran data yang akan digunakan.

3. Tahapan Teknis

Merupakan tahap pembautan simulasi penghitungan DAU yang akan dikonsultasikan Pemerintah kepada DPR RI dan dilakukan berdasarkan formula DAU sebagaimana diamanatkan UU dengan menggunakan data yang tersedia serta memperhatikan hasil rekomendasi pihak akademis.

4. Tahapan Politis

Merupakan tahap akhir, pembahasan penghitungan dan alokasi DAU antara Pemerintah dengan Panja Belanja Daerah Panitia Anggaran DPR RI untuk konsultasi dan mendapatkan persetujuan hasil penghitungan DAU.

2.1.7 Belanja Modal

(32)

pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai masa mamfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.

2.1.7.1 Belanja Modal Tanah

Belanja modal tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembelian/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengukuran, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

2.1.7.2 Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud siap pakai.

2.1.7.3 Belanja Modal Gedung dan Bangunan

(33)

2.1.7.4 Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/ peningkatan pembangunan /pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan, irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan, irigasi dan jaringan dalam kondisi siap pakai.

2.1.7.5 Belanja Modal Aset Tetap Lainnya

Belanja aset tetap lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untukpengadaan/penambahan/penggantian/peningkatanpembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap aset tetap lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan, irigasi dan jaringan. Termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah. 2.1.8 Belanja Modal dalam Anggaran Belanja

(34)

kesehatan, fasilitas social dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan jaminan social dengan mempertimbangkan analisis standar belanja, standar harga, tolak ukur kinerja dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

Aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal meruapakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan public oleh pemerintahan daerah. Untuk menambah asset tetap, pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas public.

Biasanya setiap tahun diadakan pengadaan asset tetap oleh pemerintah daerah sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan public yang memberikan dampak jangka panjang secara financial (Syukri Abdullah, Abdul halim ; 2006).

Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatkan asset tetap pemerintah daerah yaitu peralatan, bangunan, infrastruktur dan asset tetap lainnya. Secara teoritis ada tiga cara untuk memperoleh asset tetap tersebut yakni dengan membangun sendiri, menukarkan dengan asset tetap lain dan membeli.

2.2 Penelitian Terdahulu

Table 2.1

Penelitian Terdahulu

Judul Penelitian Peneliti/Tahun Hasil

(35)

Ekonomi, PAD dan DAU hubungan yang kuat positif dengan Belanja Modal

2.3.1 Hubungan antara Pendaptan Asli Daerah dengan Belanja Modal

(36)

Peningkatan PAD diharapkan akan memberikan efek yang signifikan terhadap pengalokasian belanja modal oleh pemerintah. Peningkatan belanja modal diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan public dan pada gilirannya mampu meningkatkan partisipasi public terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD (Mardiasmo, 2002 dalam Nugroho, 2007). Hal ini juga didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Darwanto dan Yustikasari (2007) yang menunjukkan bahwa PAD berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal. Tetapi berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugroho Suratno Putro (2007) yang menunjukkan bahwa PAD tidak berpengaruh terhadap belanja modal karena PAD lebih banyak digunakan untuk membiayai belanja pegawai dan biaya langsung lainnya daripada membiayai belanja modal.

2.3.2 Hubungan antara Dana Alokasi Umum dengan Belanja Modal

(37)

Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan oleh Darwanto dan Yustikasari (2007) dinyatakan bahwa DAU berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal. Hal ini juga didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugroho Suratno Putro (2009).

2.4 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas maka dapt dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara parsial berpengaruh tehadap Belanja Modal.

2. Dana Alokasi Umum (DAU) secara parsial berpengaruh terhadap Belanja Modal.

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Objek penelitian adalah pendapatan asli daerah (PAD), dana alokasi umum (DAU), dan belanja modal pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Data sekunder berupa data yang diambil dari Laporan Hasil pemeriksaan badan pemeriksa keuangan (BPK) untuk tahun anggaran 2007-2009.

3.2 Metode Penelitian

(39)

informasi untuk menggambarkan serangkaian fakta dalam suatu keadaan yang meliputi frekuensi, tendensi, trend, untuk kemudian disajikan dalam bentuk distribusi, tabel, maupun grafik.

Penelitian ini juga menggunakan metode analisis verifikatif dengan bantuan alat regresi berganda yang dilakukan untuk melihat pengaruh pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum terhadap belanja modal pada kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara.

3.2.1 Operasionalisasi Variabel

3.2.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan asli daerah adalah penerimaan dari sumber-sumber daerah sendiri, yang dipungut berdasarkan peraturan daerah dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang terdiri dari Hasil Pajak Daerah (HPD), Retribusi Daerah (RD), Pendapatan Laba perusahaan Daerah (PLPD) dan Lain-lain Pendapatan yang Sah (LPS), yang dirumuskan dengan:

PAD = HPD+RD+PLPD+LPS 3.2.1.2 Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana alokasi umum merupakan salah satu transfer pemeerintah pusat kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana alokasi umum untuk daerah provinsi maupun kabupaten/kota dapat dinyatakan sebagai berikut:

(40)

Celah Fiskal = Kebutuhan Fiskal–Kapasitas Fiskal 3.2.1.3 Belanja Modal

Belanja modal adalah pengeluaran untuk memperoleh asset tetap yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Indicator variable ini diukur dengan:

Belanja Modal = Belanja Tanah + Belanja Peralatan dan Mesin + Belanja Gedung dan Bangunan + Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan + Belanja Aset Lainnya

3.2.3 Populasi dan Target Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009:115).

Yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara yang tidak hasil pemekaran (2007-2009) yang berjumlah 25 kabupaten/kota sehingga metode analisis data yang digunakan adalah metode sensus.

Tabel 3.1

Daftar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

Daftar Target Populasi Penelitian

No. Kabupaten/Kota

1. Kota Medan 2. Kota Binjai

(41)

5. Kota Sibolga

Teknik pengumpulan data menurut Sekaran (2006: 66) meliputi : wawancara(interview)melalui tatap muka, telepon, bantuan komputer, dan media elektronik; kuisioner (questionnaire) yang diserahkan secara pribadi, melalui e-mail;observasi(observation); dan beragamteknik motivasional.

(42)

berlaku dan merupakan tahun-tahun awal diberlakukannya Permendagri No.13/2006.

Data tersebut merupakan kombinasi dari data runtut waktu (time-series), yaitu data yang secara kronologis disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu dan secara silang tempat (cross-section) yang dikumpulkan pada suatu titik waktu yang disebut denganpooling data(Mudrajad Kuncoro, 2003:125-127). 3.2.4 Uji Asumsi Klasik

Pengujian regresi linier berganda dapat dilakukan setelah model dari penelitian memenuhi syarat-syarat yaitu lolos asumsi klasik : data harus terdistribusi normal, tidak mengandung multikolinieritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas.

Berikut ini dijabarkan uji asumsi klasik: 1. Uji Normalitas

Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah data yang digunakan telah terdistribusi secara normal. Untuk menguji normalitas data digunakan analisis grafik, yaitu dengan menganalisis grafik normal probability plot. Data dikatakan normal jjika data atau titik-titik tersebar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti garis diagonal.

2. Uji Multikolinieritas

(43)

nialitolerance-nya di atas 0,1 dan nilaivariance inflation factor(VIF) tidak lebih besar dari 10.

3. Uji Autokorelasi

Uji ini dilakukan dengan menghitung nilai Durbin Watson (Dw) dengan membandingkan nilai Dw terhadap dU dad D. Setelah menghitung nilai d statistic selanjutnya dengan nilai d dari table dengan tingkat signifikansi 5%.

4. Uji Heteroskedastisitas

Uji ini bertujuan untuk melihat penyebaran data. Uji ini dapat dilakukan dengan melihat gambar plot antara nilai prediksi variable independen (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Model regresi yang baik adalah yang tidak terdapat heteroskedastisitas. Apabila dalam grafik tidak ada pola tertentu yang teratur dan data tersebar secara acak di atas dan di bawah 0 pada sumbu Y, maka diidentifikasikan tidak terdapat heteroskedastisitas.

3.2.5 Model Analisis Penelitian

Model analisis penelitian adalah analisis regresi , baik regresi berganda yaitu untuk melihat pengaruh secara simultan dan regresi sederhana untuk melihat pengaruh secara parsial, tetapi sebelumnya ahrus dilakukan analisis statistic deskriptif, uji normalitas data dan uji asumsi klasik.

(44)

Y=α+β1PAD +β2DAU+e Dimana:

Y = Belanja Modal (BM)

α = Konstanta

β = Intersep

PAD = Pendapatan ali daerah

DAU = Dana alokasi umum

e = error

Model analisis regresi berguna untuk mengestimasi parameter-parameter regresi untuk membantu menjawab hipotesis penelitian. Perhitungan estimasi parameter regresi dan uji-uji statistic yang digunakan dalam penelitian ini didukung dengan program SPSS 17 for windows.

3.2.6 Pengujian Hipotesis

Uji hipotesis, untuk pengaruh secara parsial dengan Uji t dan untuk pengaruh simultan dengan Uji F, yaitu menguji signifikan atau tidak nilai koefisien regresi (estimate) masing-masing variabel eksogen terhadap variabel endogen dengan membandingkan besarnya taraf signifikansi (sig) penelitian dengan taraf signifikansi sebesar 0,05.

Kriterianya sebagai berikut:

(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemerintah kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara yang bukan daerah/kota pemekaran pada periode amatan (2007-2009) dengan target populasi sebanyak 25 kabupaten/kota. Objek penelitian adalah realisasi belanja modal, belanja pemeliharaan, dan nilai asset tetap pada kabupaten/kota provinsi Sumatera Utara yang diperoleh dari laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk tahun anggaran 2007-2009.

4.2 Uji Asumsi Klasik 4.2.1 Uji Normalitas

(46)

Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas

Pada grafiknormal probability plot titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti garis diagonal, maka data telah memenuhi asumsi normal atau mengikuti garis normalitas.

4.2.2 Uji Multikolinieritas

(47)

dan nilai variance inflation factor (VIF) tidak lebih besar dari 10. Hasil uji multikolinieritas dapat dilihat pada table 4.1

Tabel 4.1

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 4.627E10 1.326E10 3.489 .001

Pendapatan

Asli Daerah

.208 .098 .213 2.121 .037 .538 1.858

Dana Alokasi

Umum

.239 .039 .618 6.144 .000 .538 1.858

a. Dependent Variable: Belanja Modal

Dari table 4.2 dapat dilihat nilai tolerancenyasebesar 0,538>0,1 dan nilai variance inflation factor (VIF) sebesar 1,858 < 10, maka dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi tidak ditemukan adanya korelasi antarvariabel independen.

4.2.3 Uji Heteroskedastisitas

(48)

Gambar 4.2

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa distribusi data tidak teratur dan tidak membentuk pola tertentu serta sebarannya di atas dan di bawah angka nol sumbu Y, maka dapat disimpulkan pada model regresi ini tidak terjadi heteroskedastisitas.

4.3 Uji Hipotesis

4.3.1 Uji t (Uji Parsial)

(49)

Hipotesis:

Ho: Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) secara parsial tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal

H1: Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) secara parsial berpengaruh terhadap Belanja Modal

Hasil uji hipotesis (uji t) dapat dilihat pada table 4.2. Tabel 4.2

Hasil Uji Hipotesis secara Parsial (Uji t)

Dari table 4.2 dapat dilihat bahwa beta pada variable PAD 0,213 (positif) dengan sig penelitian sebesar 0,037 dan beta pada variable DAU 0,618 (positif) dengan sig penelitian sebesar 0,000, maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya, baik PAD atau DAU secara parsial memiliki pengaruh signifikan terhadap Belanja Modal, jika PAD atau DAU naik maka Belanja Modal juga akan naik.

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1(Constant) 4.627E10 1.326E10 3.489 .001

Pendapatan Asli Daerah .208 .098 .213 2.121 .037 .538 1.858

Dana Alokasi Umum .239 .039 .618 6.144 .000 .538 1.858

(50)

Hasil penelitian mendukung hasil penelitian Darwanto dan Yulia dan Yustikasari (2007) yang menyatakan bahwa DAU atau PAD secara parsial berpengaruh pada belanja modal. Tetapi berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugroho Suratno Putro (2007) yang menunjukkan bahwa PAD tidak berpengaruh terhadap belanja modal karena PAD lebih banyak digunakan untuk membiayai belanja pegawai dan biaya langsung lainnya daripada membiayai belanja modal.

4.3.2 Uji F (Uji Simultan)

Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variable independen secara bersama-sama (simultan) terhadap variable dependen dengan mengasumsikan variable lain adalah konstan.

Hipotesis:

Ho: Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) secara simultan tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal

H1: Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) secara simultan berpengaruh terhadap Belanja Modal

(51)

Tabel 4.3

Hasil Uji Hipotesis secara Simultan (Uji F)

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 2.042E23 2 1.021E23 55.717 .000a

Residual 1.319E23 72 1.832E21

Total 3.361E23 74

a. Predictors: (Constant), Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah

b. Dependent Variable: Belanja Modal

Dari table 4.3 dapat dilihat bahwa sig penelitian sebesar 0,000 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya, PAD dan DAU secara simultan memiliki pengaruh signifikan terhadap Belanja Modal, jika PAD dan DAU naik secara bersama-sama maka Belanja Modal juga akan naik.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Darwanto dan Yulia Yustikasari (2007) yang menyatakan bahwa PAD dan DAU secara simultan berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.

4.3.3 Koefisien Determinasi (R2)

(52)

dalam persentase. Nilai R2 yang besar menunjukkan bahwa kemampuan variable independen dalam menjelaskan variable dependen sangat baik.

Hasil uji koefisien determinasi dapat dilihat pada table 4.4 Tabel 4.4

Hasil Uji Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .779a .607 .597 4.28067E10 1.820

a. Predictors: (Constant), Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah

b. Dependent Variable: Belanja Modal

Dari table 4.4 dapat dilihat bahwa besar R2 adalah 0,607. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi atau hubungan Belanja Modal dengan PAD dan DAU sebagai variable independennya adalah 60,7%. Hal ini berarti bahwa 60,7% variasi atau perubahan Belanja Modal dapat dijelaskan PAD dan DAU, sedangkan 39,3% sisanya dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain yang tidak diteliti.

(53)

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Simpulan dari hasil pengolahan dan analisis data adalah sebagai berikut:

1. Kenaikan jumlah PAD atau DAU mempunyai pengaruh secara parsial terhadap belanja modal, namun pengaruh kenaikan DAU jauh lebih besar terhadap Belanja Modal daripada pengaruh kenaikan PAD. Hal ini sesuai dengan Holtz Eakin at al (dalam Haryanto dan Hari Adi, 2005) yang menyatakan bahwa terdapat keterkaitan erat antara transfer dana dari pusat dengan belanja modal.

2. PAD dan DAU secara simultan mempunyai pengaruh signifikan terhadap belanja modal. Hal ini sesuai dengan penelitian Daryanto dan Yulia Yustikasari (2007), yang menyatakan PAD dan DAU memiliki pengaruh positing signifikan terhadap belanja modal. Dengan kata lain semakin tinggi PAD dan DAU maka pemerintah daerah akan lebih leluasa membuat pengeluaran melalui alokasi Belanja Modal.

3. PAD dan DAU memiliki pengaruh yang sangat besar,hal ini digambarkan besar R2 yang sebesar 0,607 . Artinya perubahan Belanja Modal dipengaruhi PAD dan DAU sebesar 60,7% sisanya 39,3% dipengaruhi factor-faktor lain yang tidak diteliti.

(54)

1. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya memasukkan factor-faktor selain PAD dan DAU yang dapat mempengaruhi DAU.

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim. 2004.Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.

Abdullah. 2007. Hubungan Belanja Modal dengan Belanja Pemeliharaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Seluruh Indonesia Periode 2003-2004. Tesis. Sekolah Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada. http://lib.feb.ugm.ac.id

Bland, Robert dan Samuel Nunn. 1992. The Impact of Capital Spending on Municipal Operating Budgets. Public Budgeting and Finance (Summer) Vol. 12 Issue 2, 32-47.http://www3.interscience.wiley.com

Daftar Nama Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. http://www.sumutprov.go.id

Darwanto, Yulia Yustikasari. 2007. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal. Simposium Nasional Akuntansi X. Unhas Makassar. Akses Download: 25 Juli 2012. 20.00 WIB.

David Harianto, Priyo Hari Adi. 2007. Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Per kapita. Simposium Nasional Akuntansi IX.Padang. Akses Download: 10 Mei 2012. 19.00 WIB

Deddi Nordiawan, dkk. 2008. Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Salemba Empat, Cetakan Ketiga.

Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. 2007. Modul Akuntansi Pemerintah Daerah: Akuntansi di Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD).

Gujarati, Damodar N. 2003.Basic Econometrics, 4thEdition, New York, McGraw Hill.

Imam Ghozali. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Undip.

Indra Bastian. 2006.Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga. Kamenskey, John M. 1984. Budgeting for State and Local Infrasrtucture:

(56)

Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.http://www.medan.bpk.go.id

Mudrajad Kuncoro. 2003. Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi: Bagaimana Meneliti & Menulis Tesis?, Jakarta : Erlangga.

---. 2007. Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta: STIM YKPN, Edisi Ketiga.

Mursyidi. 2009.Akuntansi Pemerintahan di Indonesia. Bandung: Refika Aditama, Cetakan Pertama.

Nur Indriantoro & Bambang Supomo, 2002. Metodologi Penelitian Bisnis: Untuk Akuntansi & Manajemen, Yogyakarta : BPFE.

Pagano, Michael. 1984. Notes on Capital Budgeting. Public Budgeting and Finance 4(Autum), 31-40.http://www3.interscience.wiley.com

Patten, Denis M dan Jacob R. Wambsganss. 1991.Accounting for Fixed Asset in a Nonprofit Environment: A Recomendation. The Government Accountants Journal Vol. 40, Issue 3, 44-48.http://www.proquest.com

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 13 Tahun2003 tentang Keuangan Negara.

---, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

---, Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

---, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

---, Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

---, Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro. 2008. Cara Menggunakan dan Memakai analisis Jalur (Path Analysis). Bandung: Alfabeta. Cetakan 2.

(57)

Sekaran, Uma. 2006. Research Method For Business: Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Terjemahan Kwan Men Yon, Jakarta: Salemba Empat, Buku 2, Edisi 4.

Singgih Santoso. 2003. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Sri Sularso. 2004. Metode Penelitian Akuntansi : Sebuah Pendekatan Replikasi. Yogyakarta : BPFE UGM.

Sugiyono. 2009.Metode Penelitian Bisnis: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, Cetakan ke-13.

Sujoko Efferin, dkk. 2008. Metode Penelitian Akuntansi: Mengungkap Fenomena dengan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif. Jogyakarta: Graha Ilmu. Syaiful. Pengertian dan Perlakuan Akuntansi Belanja barang dan Belanja Modal

dalam Kaidah Akuntansi Pemerintahan.

http://www.ksap.org/Riset&Artikel/(01/08/10)

Syukriy Abdullah. 2009. Optimalisasi Pengelolaan Aset Daerah. http://www.swamanndiri.wordpress.com(28/06/10)

Gambar

Tabel 3.1
Gambar 4.1
Tabel 4.1
Gambar 4.2Hasil Uji Heteroskedastisitas
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah dengan moderasi Belanja Daerah, sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK),

Hasil analisis dengan menggunakan regresi data panel menunjukkan bahwa penerimaan daerah berupa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai variabel

Sedangkan hasil pengujian regresi linier berganda yang terdiri dari Dana Alokasi Umum, DanaAlokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah dan Produk Domestik Regional Bruto

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif untuk mengetahui pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi

Tujuan penelitian adalah untuk memberikan bukti empiris pada pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana alokasi khusus dan dana alokasi umum yang berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah, sedangkan pendapatan asli daerah dan

Judul Tesis : Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH) Dan Bantuan Keuangan Provinsi

bahwa skripsi dengan judul “Pengaruh Pendapatan Asli daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Terhadap Alokasi.. Belanja Daerah.”