NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER
DALAM NOVEL MUALAF
KARYA JOHN MICHAELSON
SKRIPSI
Oleh :
MOH. APRIANTO ALFI N. NIM. D01211059
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL
MUALAF KARYA JOHN MICHAELSON
SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Oleh :
MOH. APRIANTO ALFI N NIM. D01211059
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
ABSTRAK
Moh. Aprianto Alfi N. “Nilai-nilai Pendidikan Karakter Dalam Novel
Mualaf”. Prodi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, Dr. H. AH. Zakki Fuad, M.Ag
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif, yang bertujuan untuk (1) mendeskripsikan konsep dalam novel Mualaf Karya John Michaelson, (2) mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam novel Mualaf Karya John Michaelson, (3) Mendeskripsikan relevansi pendidikan karakter yang ada dalam novel Mualaf Karya John Michaelson. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik baca, catat dan pustaka. Analisis data dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu reduksi data, sajian data, dan verifikasi disertai simpulan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa (1) Konsep pendidikan karakter dalam novel Mualaf adalah nilai pendidikan karakter religius. Yang di perankan oleh john. Ia adalah seorang Muslim yang giat belajar untuk memperdalam ilmu agamanya yang masih terbilang kurang karena ia baru berpindah keyakinan dari non muslim menjadi muslim. Ia percaya agama Islam dari isi yang ada dalam Al-Qur’an dan segala hal yang ada di dalam Kitab Suci Al-Qur’an masuk akal dan logis. (2) Nilai-Nilai Pendidikan dalam novel Mualaf meliputi: Nilai pendidikan karakter religius, Nilai pendidikan karakter jujur, Nilai pendidikan karakter toleransi, Nilai pendidikan karakter kerja keras, Nilai pendidikan karakter mandiri, Nilai pendidikan karakter demokratis, Nilai pendidikan karakter rasa ingin tahu, Nilai pendidikan karakter menghargai prestasi, Nilai pendidikan karakter bersahabat/komunikatif, Nilai pendidikan karakter cinta damai, Nilai pendidikan karakter gemar membaca, Nilai pendidikan karakter peduli sosial, dan Nilai pendidikan karakter tanggung jawab. (3) Relevansinya nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dengan pendidikan religius terlihat bahwa pendidikan karakter mempunyai orientasi yang sama yaitu pembentukan karakter. Maka dapat disimpulkan bahwa ada relevansi dengan kehidupan sehari-hari.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Kegunaan Penelitian ... 6
E. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 7
F. Definisi Operasional ... 9
G. Metode Penelitian ... 13
H. Sistematika Penulisan ... 19
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Novel ... 21
1. Pengertian Novel ... 21
2. Ciri-ciri Novel ... 22
B. Nilai-nilai Pendidikan Karakter ... 30
1. Nilai ... 30
2. Pendidikan Karakter ... 35
3. Dasar Pendidikan Karakter ... 49
4. Tujuan Pendidikan Karakter ... 51
5. Metode Pendidikan Karakter... 54
6. Fungsi Pendidikan Karakter ... 57
7. Hakikat Pendidikan Karakter ... 58
8. Nilai-nilai Pendidikan Karakter ... 62
BAB III GAMBARAN NOVEL MUALAF A.Gambaran Umum Novel Mualaf ... 70
1. Sinopsis Novel Mualaf ... 72
2. Biografi Penulisan ... 74
3. Analisis Tema, Tokoh atau Penokohan dan Latar dalam Novel Mualaf Karya John Michaelson ... 76
BAB IV ANALISIS REPRESENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL MUALAF KARYA JOHN MICHAELSON 1. Nilai Pendidikan Karakter Religius ... 93
2. Nilai Pendidikan Karakter Jujur ... 98
3. Nilai Pendidikan Karakter Toleransi ... 100
4. Nilai Pendidikan Karakter Kerja Keras... 102
5. Nilai Pendidikan Karakter Mandiri ... 104
6. Nilai Pendidikan Karakter Demokratis ... 105
7. Nilai Pendidikan Karakter Rasa Ingin Tahu ... 106
8. Nilai Pendidikan Karakter Menghargai Prestasi ... 108
11. Nilai Pendidikan Karakter Gemar Membaca ... 114 12. Nilai Pendidikan Karakter Peduli Sosial ... 115 13. Nilai Pendidikan Karakter Tanggungjawab ... 118
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ... 121 B. Saran ... 122
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan
sikap dan bentuk tingkah lakunya dalam masyarakat dimana dia hidup. Dengan
pendidikan manusia akan mendapat berbagai macam pengetahuan untuk bekal
kehidupannya karena pendidikan merupakan kebutuhan mutlak yang harus di
penuhi sepanjang hayat.1
Pendidikan merupakan pilar terpenting dalam kemajuan suatu bangsa,
bahkan menjadi peran paling utama dalam kemajuan kehidupan manusia.
Keadaan suatu bangsa tentunya sangat di pengaruhi bagaimana kondisi mannusia
yang berada dalam bangsa tersebut. Maju atau tidaknya suatu bangsa dipengaruhi
oleh kondisi orang-orangnya, karena pada dasarnya yang berperan dalam
menjalankan suatu bangsa adalah orang-orang yang menempati bangsa itu sendiri.
Hal ini sangatlah tergantung dari pendidikan yang di peroleh dari orang-orang itu
sendiri.
Pendidikan nasional berfungsi membangunkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaka kepada Tuhan Yang Maha
1 Fuad Ihsan,
2
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Mencermati pendidikan
nasional, yakni mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan
peradaban bangsa seharusnya memberikan pencerahan yang memadai bahwa
pendidikan harus berdampak pada watak manusia atau bangsa indonesia. Fungsi
ini amat berat untuk dipikul oleh pendidikan nasional, terutama apabila dikaitkan
dengan siapa yang bertanggungjawab untuk keberlangsungan fungsi ini.2
Karakter dimakanai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap
individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga,
masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu
yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat
dari keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia
yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya, adat istiadat, dan estetika. Karakter adalah perilaku yang tampak dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap maupun dalam bertindak. Warsono
dkk. (2010) mengutip Jack Corley dan Thomas Pjilip (2000) menyatakan:
2Dharma Kesuma, dkk.,
Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di sekolah (Bandung: PT.
3
³.DUDNWer merupakan sikap dan kebiasaan seseorang yang memungkinkan dan
PHPSHUPXGDKWLQGDNDQPRUDO´3
Pendidikan karakter sekarang ini diperlukan bukan hanya di sekolah saja,
tapi di rumah dan di lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta pendidikan
karakter bukan lagi usia dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa. Mutlak perlu
untuk kelangsungan hidup bangsa ini. Bagi indonesa ini pendidikan karakter juga
berarti melakukan usaha sungguh-sungguh, sistematik dan berkelanjutan untuk
membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang
indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun
dan menguatkan karakter rakyat indonesia.4
Menurut Depdiknas dalam buku Pengembangan Model Pendidikan
Kecakapan Hidup, Menyatakan bahwa pendidikan karakter memiliki kedekatan
yang erat dengan kecakapan hidup manusia. Dalam pendidikan karakter yang di
dalamnya terdapat nilai-nilai luhur agama, kebangsaan dan budaya menjadikan
manusia mampu menempatkan dirinya sebagai sosok personal sekaligus sosial.
Hal inilah yang menjadikan siswa memiliki kecakapan personal dan kecakapan
sosial. Kecakapan personal mencakup kecakapan memahami diri dan kecakapan
dalam berpikir. Kecakapan mengenal diri merupakan penghayatan diri sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa, sebagai anggota masyarakat dan arga negara,
3Muchlas Samani dan Hariyanto,
Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012), Hal. 41-42
4Timothy Wibowo,
Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk 275 juta penduduk Indonesia 2012,
4
serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang di miliki
sekaligus sebagai modal dalam meningkatkan dirinya sebagai individu yang
bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya.5
Pendidikan karakter memiliki makna lebih tinggi dari pendidikan
moral, karena pendidikan karakter tidak hanya berkaitan dengan masalah
benar dan salah, tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan tentang hal-hal
yang baik dalam kehidupan, sehingga siswa memiliki kesadaran, kepekaan,
dan pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk
menerapkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespon
situasi secara bermoral, yang diwujudkan dalam tindakan nyata melalui
perilaku baik, jujur, ikhlas, bertanggung jawab, hormat terhadap orang lain
dan nilai-nilai karakter mulia lainnya.6
Implementasi pendidikan karakter tidak cukup hanya dilaksanakan di
sekolah dan perguruan tinggi saja. Bahkan dalam langkah selanjutnya
pendidikan karakter perlu dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat,
diseluruh instansi pemerintah, organisasi masyarakat, partai politik, lembaga
swadaya masyarakat, perusahaan dan kelompok masyarakat lainnya. Dalam
pelaksanaannya pendidikan karakter tidak dihafal seperti materi ujian, akan
5Asmaun Sahlan dan Angga Teguh Prastyo,
Desain Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter.
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hal.25.
6Mulyasa,
5
tetapi pendidikan karakter memerlukan peneladanan dan pembiasaan untuk
selalu berbuat baik.
Sehubungan dengan upaya yang dilakukan demi terwujudnya semua itu
perlu di cari jalan terbaik untuk membangun dan mengembangkan karakter
manusia dan bangsa Indonesia agar memiliki karakter yang baik, unggul dan
mulia. Upaya yang tepat untuk itu adalah melalui pendidikan, karena pendidikan
mempunyai peranan penting dalam menanamkan, mentransformasikan, dan
menumbuhkembangkan karakter positif siswa, serta merubah watak yang tidak
baik menjadi baik. Seperti yang dikatakan oleh para ahli, bahwa pendidikan
merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (Kekuatan
batin, karakter), pikiran, dan tubuh anak. Jadi sangatlah jelas, bahwa pendidikan
merupakan ahana utama untuk menumbuhkembangkan karakter siswa yang baik.7 Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan yang memberikan
pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan siswa
dalam mengamalkan ajaran agamanya. Maka dari itu keseluruhan dari ajaran
agama, moral dan norma yang berdimensi positif dapat digunakan sebagai akar
dari pendidikan karakter.8
Berangkat dari tema, tokoh dan penokohan, serta latar yang terdapat
dalam novelMualaf yang mengandung banyak pelajaran disamping kelebihan dan
kekurangannya, maka penulis merasa sangatlah tepat menjadikan novel ini
7Heri Gunawan,
Pendidikan...., hal v.
6
sebagai sumber penelitian dan penulis tertarik membuat penelitian tentang
³1,/$,-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL MUALAF .$5<$-2+10,&+$(/621´
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan penelitian
dapat di rumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep pendidikan karakter yang terkandung dalam novel
Mualaf?
2. Bagaimana nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam novel
Mualaf?
3. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan karakter yang teerkandung dalam
novel Mualaf dengan kehidupan sehari-hari?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui konsep pendidikan karakter yang terkandung dalam novel mualaf
2. Mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam novel
mualaf.
3. Mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam
novel mualaf dengan kehidupan sehari-hari.
7
a. Sebagai sumbangan pemikiran bagi para praktisi yang terkecimpung di
dalam dunia pendidikan.
b. Untuk menambah hasanah ilmu pengetahuan bagi ilmu pendidikan.
c. Memunculkan ide-ide yang baru dalam pendidikan, karena novel telah
banyak mempengaruhi kehidupan kita, dengan demikian novel bisa kita
gunakan sebagai media pembelajaran.
2. Praktis
a. Bagi penulis dapat memperoleh pengetahuan yang mendalam tentang
pendidikan karakter.
b. Untuk meningkatkan kesadaran pada instansi pendidikan dan masyarakat
skan pentingnya pendidikan karakter.
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Sedangkan, beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan
objek formal, yang mengkaji tentang pendidikan karakter dalam sebuah karya
sastra, khususnya novel adalah sebagai berikut:
Skripsi berjudul ³1LODL-nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Sepatu
Dahlan Karya Khrisna Pabichara dan Relevansinya dengan Pendidikan Akhlak
GL 0DGUDVDK ,EWLGDL\DK´, skripsi ini ditulis oleh Isnaini Mutmainah, mahasiswa
8
Yogyakarta tahun 2013.9 Penelitian ini mencoba mendeskripsikan tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara
yaitu, religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, rasa ingin
tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif,
gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Adapun
relevansi nilai-nilai pendidikan karakter dengan pendidikan akhlak di Madrasah
Ibtidiyah, terlihat bahwa pendidikan karakter mempunyai orientasi yang sama
yaitu pembentukan karakter.
Skripsi berjudul ³3HQGLGLNDQ .DUDNWHU 'DODP 1RYHO 1DN 0DDINDQ ,EX
Tak Mampu Menyekolahkanmu Karya Wiwid Prasetyo dan relevansi Terhadap
3HQGLGLNDQ $JDPD ,VODP´ Skripsi karya Yuliana, Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam, tahun 2011. Skripsi ini membahas
tentang nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam novel dan
relevansinya terhadap pendidikan agama islam. Dalam skripsi tersebut
menggunakan pendekatan filosofis-pedagogis dan semiotik. Adapun persamaan
skripsi tersebut dengan skripsi penulis adalah terletak pada objek penelitian yaitu
sama-sama mengkaji tentang nilai-nilai pendidikan karakter. Sedangkan
perbedaannya, yaitu penulis mengkaji novel Mualaf karya John Michaelson.
Skripsi berjudul ³$QDOLVLV 1LODL-nilai Pendidikan Karakter Pada Novel
/DVNDU 3HODQJL .DU\D $QGUHD +LUDWD´, skripsi ini ditulis oleh Sabarani,
9,VQDLQL 0XWPDLQDK ³1LODL-nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Sepatu Dahlan Karya
.KULVQD 3DELFKDUD GDQ 5HOHYDQVLQ\D GHQJDQ 3HQGLGLNDQ $NKODN GL 0DGUDVDK ,EWLGDL\DK´Skripsi,
9
mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang tahun
2013.10 Penelitian ini mencoba mendeskripsikan tentang nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yaitu: religius,
jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Secara umum beberapa penelitian di atas memiliki kemiripan dengan
penelitian yang disajikan oleh peneliti, yaitu terletak pada objek penelitian yang
sama-sama mengkaji novel sebagai objek material dan nilai pendidikan karakter
sebagai objek formal. Penelitian yang penulis teliti ini belum ada pada
penelitian-penelitian sebelumnya. Oleh karena itu penulis mengambil novel Mualaf sebagai
bahan penelitian. Pada penelitian yang penulis kemukakan disini yaitu ingin
mengambil dan mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung
dalam novel Mualaf.
F. Definisi Operasional 1. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter terdiri dari dua kata, yaitu pendidikan dan
karakter. Pendidikan merupakan suatu proses mempengaruhi, memberi
bantuan atau tuntutan oleh orang yang bertanggung jawab kepada peserta
10Sabarani, ³$QDOLVLV1LODL-nilai Pendidikan Karakter Pada Novel Laskar Pelangi Karya Andrea
+LUDWD´ Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Maritim Raja Ali Haji
10
didik sehingga mampu membentuk kepribadian peserta didik yang resepsi,
selektif, dan continousn yang mampu memberikan inivasi, perubahan, dan
perkembangan.11
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan pemerintah melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang berlangsung disekolah dan
luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat
memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat dimasa
yang akan datang.12
Dalam UU No. 20 tahun 2003 disebutkan bahwa pengertian
pendidikan adalah upaya sadar dan terencana dalam proses pembinaan dan
pembelajaran bagi individu agar tumbuh berkembang menjadi manusia yang
mandiri, bertanggung jawab, kreatif, berilmu, sehat dan berakhlak/berkarakter
mulia.13
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana oleh pendidik dalam rangka mendewasakan dan membentuk
kepribadian peserta didik menjadi lebih baik dan beradab dan juga proses
pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang.
Sedangkan karakter menurut Pusat Bahasa Departement Pendidikan
Nasional berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
11Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati,
Ilmu pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007)), Hal.71 12Hj. Binti Maunah,
Landasan pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009), Hal. 5 13Suyadi,
11
membedakan seseorang dengan yang lain, atau bermakna bawaan hati, jiwa,
kepribadian, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, watak.14
Sesuai dengan pendapat tersebut, Dirjen Pendidikan Agama Islam,
Kementrian Agama Republik Indonesia mengemukakan bahwa karakter dapat
diartikan sebagai totalitas ciri-ciri pribadi yang melekat dan dapat
diidentifikasi pada perilaku individu yang bersifat unik, dalam arti secara
khusus ciri-ciri ini membedakan antara satu individu dengan yang lainnya.15 Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang unik, baik yang
terpatri dalam diri dan tercerminkan dalam perilaku yang kemudian menjadi
pembeda antara satu individu dengan yang lainnya.
Mengacu pada berbagai definisi tentang pendidikan dan karakter di atas,
secara sederhana pendidikan karakter dapat diartikan sebagai suatuupaya
penanaman kecerdasan dalam berfikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan
pengamalan dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang
menjadi jati dirinya, diwujudkan dalam bentuk interaksi dengan Tuhannya,
diri sendiri, sesama, lingkungan maupun bangsa sehingga menjadi manusia
yang sempurna.
Sedangkan nilai pendidikan karakter yang penulis maksud dalam
penelitian ini adalah pendidikan karakter berdasarkan delapan belas nilai
karakter versi Kemendiknas meliputi; religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja
14 Heri Gunawan,
Pendidikan, ..., Hal.2. 15E. Mulyasa,
12
keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan,
cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai,
gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
2. Novel
Dalam Kamus Istilah Sastra, Abdul Rozak Zaidan, Anita K. Rustapa,
GDQ +DQL¶DK PHQXOLVNDQ QRYHO DGDODK MHQLV SURVD \DQJ PHQJDQGXQJ XQVur tokoh, alur, latar rekaan yang menggelarkan kehidupan manusia atas dasar
sudut pandang pengarang, dan mengandung nilai hidup, diolah dengan teknik
kisahan dan ragaan yang menajdi dasar konvensi penulisan.16
Dalam The American Collage Dictionary, novel dituliskan sebagai
cerita prosa yang fiktif dengan panjangnya tertentu, yang melukiskan para
tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur
atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.17
Dari dua pengertian novel di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
novel adalah sebuah karya prosa fiksi yang panjang, ditulis secara naratif, dan
biasanya dalam bentuk cerita.
3. Novel Mualaf Karya John Michaelson
Novel Mualaf ini adalah novel pertama karya John Michaelson yang
ditujukan untuk istrinya dan diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta pada Juli 2014, merupakan cetakan pertama dengan ketebalan 352
16 Antilan Purba,
Sastra Indonesia Kontemporer, op. cit., h. 63. 17
13
halaman. Terinspirasi dari kisah nyata perjalanan hidupnya mulai dari masa
kecil di Inggris, lalu merantau ke tanah Jawa untuk mengajar bahasa asing di
salah satu tempat bimbingan belajar di Jakarta. Karya fiksinya dinilai dapat
menumbuhkan semangat untuk meningkatkan iman seseorang.John
Michaelson merupakan tokoh nyata dalam novel. Ia lahir dan tumbuh dewasa
di Inggris dan pada akhirnya memeluk agama Islam di Indonesia.
G. Metode Penelitian
Dalam suatu penelitian tentunya memerlukan metode penelitian. Secara
umum metode penelitian di artikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu.18 Dalam metode penelitian akan di gambarkan tentang jenis penelitian, pendekatan penelitian, sumber data, metode
pengumpulan data dan metode analisis data.
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pengertian pendekatan adalah cara-cara dalam menghampiri obyek.19 Pendekatan merupakan bagian pokok dan pondasi utama dalam melakukan
sebuah pennelitian, karena hal ini berkaitan dengan metode yang akan di
18Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. (Bandung:
Alfabeta, 2011), Hal. 3
19 Nyoman Kutha,
14
gunakan oleh penulis serta penelusuran sumber-sumber skunder yang akan di
gunakan oleh penulis dalam penelitian.
Ada dua macam pendekatan yang di gunakan penulis dalam penelitian
diantaranya:
a. Pendekatan Filosofis-Pedagogis
Pendekatan filosofis terdiri atas model historis, tokoh, komparasi,
lapangan, dan impretasi.20 Penelitian ini menggunakan pendekatan filosofis model interpretatif, yakni menangkap suatu arti dengan cara
menyelami pemikiran penulis, John Michaelson tentang pendidikan
karakter melalui tulisannya, novel Mualaf. Penulis menafsirkan atau
membuat penafsiran yang bertumpu pada alasan objektif untuk mencapai
kebenaran otentik melalui inti, hakikat, atau hikmah pedagogis yang
terkandung dalam novel Mualaf.
b. Pendekatan semiotic
Simotik merupakan salah satu pendekatan untuk membaca karya
sastra.21 Karya sastra merupakan sarana komunikasi antara pengarang dan pembacanya, sehingga di sebut dengan gejala semiotik.22 Simotetik memepelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang
20Anton Baker dan Ahmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius,
1992), Hal. 63
21Simiotik berasal dari kata
Semion, yang berasal dari bahasa yunani yang artinya adalah tanda.
Simotik merupakan pemulaan bahasa secara ilmiah, sebagai tanda sistem dengan dimensi struktur dan satu makna. Dimensi struktural menghubungkan tanda-tanda dan komponen-komponennya menjadi satu.
22Sangidu,
Penelitian Sastra: Pendekatan, Teori, Teknik, dan Kiat. (Yogyakarta: Unit Penerbitan
15
memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Karya sastra
memerlukan bahasa, dimana bahasa dalam sastra merupakan penanda
(signifier). Karya sastra sebagai tanda merupakan makna semiotiknya,
yaitu makna yang bertautan dengan dunia nyata.23
Jenis penelitian yang di gunakan penulis dalam penelitian ini adalah
penelitian kepustakaann (library research) yaitu penelitian yang
mengumpulkan data dari berbagai literatur yang diteliti tidak terbatas pada
buku-buku, tetapi juga bahan-bahan dokumentasi.24
2. Tahap-tahap Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan peneliti terdiri dari beberapa tahap
sebagai berikut:
a. Pengumpulan data. Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data berupa
kutipan-kutipan yang menggambarkan pendidikan karakter dalam novel
Mualaf Karya John Michaelson.
b. Penyeleksian data. Data-data yang telah dikumpulkan, kemudian diseleksi
serta dipilah-pilah mana saja yang akan dianalisis. Pada tahap ini peneliti
menyeleksi data tentang pendidikan karakter yang terdapat dalam novel
dan memilah-milahnya ke dalam delapan belas nilai karakter versi
Kemendiknas.
23Sangidu,
Penelitian Sastra: Pendekatan, Teori, Teknik, dan Kiat. (Yogyakarta: Unit Penerbitan
Sastra Asing Barat, 2004), Hal 18
24Sutriso Hadi,
16
c. Menganalisis data yang telah diseleksi. Analisis data dilakukan melalui tiga
tahapan, yaitu reduksi data, sajian data dan verifikasi serta simpulan
d. Membuat laporan penelitian Laporan penelitian merupakan tahap akhir dari
serangkaian proses, yaitu tahap penyampaian data-data yang telah
dianalisis, dirumuskan, dan ditarik kesimpulan. Kemudian dilakukan
konsultasi dengan pembimbing. Tulisan yang sudah baik disusun menjadi
laporan penelitian, disajikan dan diperbanyak.
3. Sumber dan Jenis Data a. Sumber Data
Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah dari
berbagai sumber yang relevan dengan pembahasan skripsi. Adapun
sumber data terdiri dari dua macam, yaitu:
a. Data Primer, merupakan sumber utama dari penelitian ini, yaitu novel
yang berjudul Mualaf Karya John Michaelson yang di terbitkan oleh
PT Gramedia Pustaka Utama.
b. Data skunder yaitu berbagai literatur yang relevan dengan objek
penelitian, baik berupa transkip, buku, artikel di surat kabar, majalah,
tabloid, website, multiply, dan blog di internet.
b. Data
17
dalam karya-karya sastra yang akan diteliti.25 Data dalam penelitian ini berupa teks-teks yang mengandung nilai pendidikan karakter dalam novel
Mualaf Karya John Michaelson
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
baca, catat dan pustaka. Untuk memperoleh data yang terdapat dalam Mualaf
Karya John Michaelson sebagai sumber data primer, peneliti terlebih dahulu
membaca novel secara keseluruhan dengan cermat dan teliti. Dengan
membaca penulis dapat mengidentifikasi unsur intrinsik yang terdapat dalam
novel secara lengkap dan jelas meliputi tema, tokoh dan penokohan, serta
latar.
Teknik catat adalah peneliti sebagai instrumen kunci dalam penelitian
melakukan pencatatan data. Setelah novel dibaca dan memperoleh data-data
yang terkait dengan pendidikan karakter, maka data-data tersebut kemudian
dicatat dengan memasukkan kutipan-kutipan ke dalam bagian-bagian
pendidikan karakter di Pondok Madani yang terdapat dalam novel Mualaf
berdasarkan delapan belas nilai karakter versi Kemendiknas.
Sedangkan teknik pustaka adalah teknik pengumpulan data yang
menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Dalam hal ini
25
Sangidu, Penelitian Sastra: Pendekatan, Teori, Metode, Teknik dan Kiat, (Yogyakarta: Unit
18
dengan membaca literatur kepustakaan yang relevan dengan judul penelitian
dan masalah yang akan diteliti.
5. Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
hermeneutik dan content analysis (analisis isi). Hermeneutik merupakan ilmu
atau teknik untuk memahami karya sastra dan ungkapan bahasa dalam arti
yang lebih luas menurut artiannya. Cara kerja dari Hermeneutik itu sendiri
adalah dengan memahami keseluruhan yang berdasarkan pada unsur-unsur
pembentuk dan pemahaman terhadap unsur-unsur pembentuk yang
berdasarkan pada keseluruhannya.26
Content analysis (analisis isi) adalah teknik yang digunakan untuk
menarik kesimpulan melalui usaha untuk menemukan karakteristik amanat,
yang penggarapannya dilakukan dengan cara objektifitas dan sistematis.27 Analisis ini digunakan untuk mengungkap kandungan nilai-nilai tertentu
dalam karya sastra dengan memperhatikan konteks yang ada. Dalam sebuah
karya sastra, analisis isi mempunyai fungsi untuk mengungkap makna
simbolik yang tersamar.28
Berikut ini langkah-langkah yang penulis gunakan dalam
spengambilan data sebagai berikut:
26A teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Pustaka Jaya1984), Hal.160 27Lexi Molcong,
Metodologi penelitian kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1991), Hal. 163. 28Suwandi Endarswara,
Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2003), Hal.
19
a. Penulis menentukan teks yang dijadikan objek penelitian dalam novel
Mualaf.
b. Penulis mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan penelitian.
c. Penulis melakukan display seluruh data dari teks novel dan data
dokumentasi (berupa buku-buku, artikel, surat kabar, tabloid, majalah,
website, multiply, dan blog di internet yang berhubungan dengan objek
penelitian).
d. Penulis melakukan coding, yaitu memilih data yang sesuai dan di
butuhkan dalam penelitian ini. Adapun yang tidak sesuai di abaikan.
e. Penulis melakukan analisis dan impretasi data yang sesuai dengan
rancangan penelitian.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran isi
skripsi yang penulis kerjakan, secara keseluruhan skripsi ini di bagi menjadi tiga
bagian, yaitu bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari
halaman judul, halaman surat, persetujuan skripsi, halaman pengesahan, halaman
motto, halaman persembahan, halaman kata pengantar, halaman abstrak, halaman
daftar isi, dan daftar lampiran.
Bab I : Pada bab ini akan membahas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode
20
Bab II : Kajian teori tentang novel dan nilai-nilai pendidikan karakter, bab ini akan membahas lebih luas tentang gambaran umum novel yang meliputi
pengertian novel, tujuan novel, unsur-unsur yang terkandung dalam novel seperti
tema, alur, penokohan, dan latar. Selanjutnya bab ini akan membahas nilai-nilai
pendidikan karakter yang mencakup pengertian pendidikan karakter, nilai-nilai
pendidikan karakter, landasan dan tujuan nilai-nilai pendidikan karakter, dan jenis
nilai-nilai pendidikan karakter.
Bab III : Gambaran umum tentang novel Mualaf, bab ini akan membahas
tentang yaitu tema, tokoh atau penokohan, latar tentang novel Mualaf.
Bab IV : Dalam bab ini akan dibahas lebih lanjut tentang nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam novel Mualaf.
21
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Novel
1. Pengertian Novel
Novel berasal dari bahasa novella, yang dalam bahasa jerman disebut
novelle dan novel dalam bahasa inggris, dan inilah yang kemudian masuk ke
Indonesia. Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil, yang
kemudian diartikan sebagai cerita pendek yang berbentuk prosa.29
Novel adalah karangan yang panjang dan berbentuk prosa dan
mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di
sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Novel
adalah bentuk karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya,
social, moral dan pendidikan.
Novel adalah media penuangan pikiran, perasaan, dan gagasan penulis
dalam merespon kehidupan di sekitarnya. Ketika di dalam kehidupan sekitar
muncul permasalahan baru, nurani penulis novel akan terpanggil untuk segera
menciptakan sebuah cerita.30 Sebagai bentuk karya sastra tengah (bukan
cerpen atau roman) novel sangat ideal untuk mengangkat peristiwa-peristiwa
penting dalam kehidupan manusia dalam suatu kondisi kritis yang
29Burhan Nurgiyantoro,
Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2010), h. 9.
30Nursito,
22
menentukan. Berbagai ketegangan muncul dengan bermacam persoalan yang
menuntut pemecahan.
2. Ciri-ciri Novel
Sebagai salah satu karya sastra, novel memiliki ciri khas tersendiri bila
dibandingkan dengan karya sastra lain. Dari segi jumlah kata ataupun kalimat,
novel lebih mengandung banyak kata dan kalimat sehingga dalam proses
pemaknaan relative jauh lebih mudah dari pada memaknai sebuah puisi yang
cenderung mengandung beragam bahasa kias. Dari segi panjang cerita novel
lebih panjang dari pada cerpen sehingga novel dapat mengemukakan sesuatu
secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan
berbagai permasalahan yang komplek. Berikut adalah ciri-ciri novel:
a. Jumlah kata, novel jumlah katanya mencapai 35.000 buah
b. Jumlah halaman, novel mencapai maksimal 100 halaman kuarto.
c. Jumlah waktu, waktu rata-rata yang digunakan untuk membaca
novelpaling diperlukan sekitar 2 jam (120 menit).
d. Novel bergantung pada perilaku dan mungkin lebih dari satu pelaku.
e. Novel menyajikan lebih dari satu impresi.
f. Novel menyajikan lebih dari satu efek.
g. Novel menyajikan lebih dari satu emosi.
h. Novel memiliki skala yang lebih luas
i. Seleksi pada novel lebih ketat
23
k. Dalam novel unsur-unsur kepadatan dan intensitas tidak begitu
diutamakan.
3. Unsur-unsur Novel
Novel merupakan sebuah totalitas, suatu kemenyeluruhan yang
artistic. Sebagai sebuah totalitas, novel memiliki bagian-bagian, unsur-unsur
yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Unsur-unsur pembangun sebuah
novel yang secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu unsur extrinsic dan
unsur intrinsik.
Unsur extrinsic adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra
itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem
organisme karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Unsur
extrinsic terdiri dari keadaan subyektivitas individu pengarang yang memiliki
sikap, keyakinan, dan pandangan hidup, biografi, keadaan lingkungan
pengarang seperti ekonomi, politik dan social yang kesemuanya itu
mempengaruhi karya yang ditulisnaya.
Unsur intrinsic adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai
karya sastra, unsur-unsur yang secara factual akan dijumpai jika seseorang
24
secara langsung turut serta membangun cerita. Unsur yang dimaksud adalah
tema, plot, penokohan, latar, dan sudut pandang.31
a. Tema
Tema merupakan gagasan dasar yang menopang sebuah karya
sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan
yang menyangkut persaman-persamaan atau perbedaan-perbedaan.32
Tema dalam sebuah cerita bersifat mengikat karena tema tersebut yang
akan menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik dan situasi
tertentu. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita maka ia pun
bersifat menjiwai seluruh bagian cerita.
Tema, dengan demikian, dapat dipandang sebagai dasar cerita,
gagasan dasar umum sebuah karya novel. Gagasan yang telah ditentukan
oleh pengarang yang digunakan untuk mengembangkan cerita. Dengan
kata lain cerita akan mengikuti gagasan dasar umum yang ditetapkan
sebelumnya sehingga berbagai peristiwa, konflik dan pemilihan berbagai
unsur intrinsic yang lain seperti penokohan, perplotan, perlataran dan
penyudut pandangan diusahakan mencerminkan gagasan dasar umum
tersebut.
b. Plot
25
Alur atau plot merupakan urutan peristiwa yang
sambung-menyambung dalam sebuah cerita berdasarkan sebab-akibat. Dengan
peristiwa yang sambung menyambung tersebut terjadilah sebuag cerita.
Diantara awal dan akhir cerita itu terdapat alur. Jadi alur memperlihatkan
bagaimana cerita berjalan. Kita misalkan cerita dimulai dengan peristiwa
A dan diakhiri dengan Z. maka A,B,C,D, dan Z merupakan alur cerita.
Berdasarkan waktunya plot dibagi menjadi dua, yaitu:
i. Plot lurus atau progresif, plot dikatakan progresif jika
peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama
diikuti peristiwa-peristiwa kemudian.
ii. Plot flash-back. Urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi
yang berplot regresif tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari
tahap awal melainkan mungkin dari tahap tengah atau tahap akhir.
c. Penokohan
Dalam pembicaraan sebuah fiksi, sering dipergunakan
istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter
dan karakteristik secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang
hampir sama. Istilah-isltilah tersebut sebenarnya tidak menyarankan pada
pengertian yang persis sama walaupun memang ada diantaranya yang
26
Istilah tokoh merujuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya
VHEDJDLMDZDEDQGDULSHUWDQ\DDQ³VLDSDNDKWRNRKXWDPDQRYHl Mualaf"´
DWDX³$GDEHUDSDMXPODKSHODNXGDODPQRYHOMualaf"´GDQVHEDJDLQ\D
Tokoh cerita, menurut Abrams adalah orang-orang yang
ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca
ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti
yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan.33
Penokohan dan karakterisasi sering juga disamakan dengan
perwatakan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan
perwatakan tertentu dalam sebuah cerita. Penokohan adalah pelukisan
gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah
cerita. Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya dari
pada tokoh dan perwatakan sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa
tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan bagaimana penempatan dan
pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga saggup memberikan gambaran
yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menyarankan pada
teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.
d. Latar
Membaca sebuah novel, pada hakikatnya seseorang berhadapan
dengan sebuah dunia, dunia yang dilengkapi dengan tokoh penghuni
27
beserta dengan permasalahannya. Namun, hal tersebut tidak akan lengkap
apabila dalam cerita tidak ada ruang lingkup, tempat dan waktu sebagai
tempat pengalaman kehidupannya. Dengan begitu dalam sebuah cerita
selain memerlukan tokoh dan plot juga memerlukan latar.
Latar atau setting merupakan tempat, hubungan waktu, dan
lingkungan social tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Saat membaca sebuah novel, pasti akan ditemukan sebuah lokasi tertentu
seperti nama kota, desa, jalan, hotel dan lain-lain tempat terjadinya
peristiwa. Di samping itu, pembaca juga akan berurusan dengan hubungan
waktu seperti tahun, tanggal, pagi, siang, pukul, saat bulan purnama, atau
kejadian yang merujuk pada waktu tertentu.
Unsur latar dapat dibedakan kedalam tiga unsur pokok, yaitu
tempat, waktu, dan social. Ketiga unsur itu walaupun masing-masing
menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara
sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu
dengan yang lainnya.
a) Latar tempat
Latar tempat merupakan lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan
dapat berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu atau
lokasi tertentu tanpa nama yang jelas. Latar dalam sebuah novel
28
tempat ke yempat yang lain sejalan dengan perkembangan plot dan
tokoh.
b) Latar waktu
/DWDU ZDNWX EHUKXEXQJDQ GHQJDQ PDVDODK ³NDSDQ´ WHUMDGLQ\D
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Waktu
dalam karya naratif dapat bermaksa ganda yaitu merujuk pada pada
waktu penceritaan, waktu penulisan cerita dan di pihak lain menunjuk
pada urutan waktu yang terjadi dalam cerita.
Latar waktu juga harus dikaitkan dengan latar tempat juga latar
social sebab pada kenyataannya memang saling berkaitan. Keadaan
suatu yang diceritakan mau tidak mau harus mengacu pada waktu
tertentu karena tempat itu akan berubah sejalan dengan perubahan
waktu
c) Latar social
Latar social merupakan hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan social masyarakat di suatu tempat yang diceritkan
dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan social masyarakat mencakup
berbagai masalah dalam lingkup yang cukup komplek. Ia dapat berupa
29
cara berfikir dan bersikap. Di samping itu, latar social juga
berhubungan dengan status social tokoh yang bersangkutan.34
e. Sudut pandang
Sudut pandang (point of view) merupakan cara atau pandangan
yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh,
tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam
sebuah karya fiksi kepada pembaca. Sudut pandang dibagi menjadi 3
yaitu:
1) Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh dan kata ganti orang
pertama, mengisahkan apa yang terjadi dengan dirinya dan
mengungkapkan perasaannya sendiri dengan kata-katanya sendiri.
2) Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh bawahan, ia lebih
banyak mengamati dari luar dari pada terlihat di dalam cerita
pengarang biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga. Pencerita
dalam sudut pandang orang ketiga berada diluar cerita sehingga
pencerita tidak memihak salah satu tokoh dan kejadian yang
diceritakan. Dengan menggunakan kata ganti nama ia, dia, dan
mereka, pengarang dapat menceritakan suatu kejadian jauh ke masa
lampau dan ke masa sekarang.35
34Ibid, h.234
35Nyoman Kutha Ratna,
30
3) Pengarang menggunakan sudut pandang impersonal, ia sama sekali
berdiri di luar cerita, ia serba melihat, serba mendengar, serba tahu. Ia
melihat sampai ke dalam pikiran tokoh dan mampu mengisahkan
rahasia batin yang paling dalam dari tokoh.
B. Nilai-nilai Pendidikan Karakter
1. Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas
dan berguna bagi manusia. Nilai dalam pandangan Brubacher tak terbatas
ruang lingkupnya. Nilai tersebut sangat erat dengan pengertian-pengertian dan
aktivitas manusia yang komplek, sehingga sulit ditentukan batasannya. Dalam
Ensiklopedi Britannica disebutkan, bahwa nilai itu merupakan suatu
penetapan atau suatu kualitas suatu obyek yang menyangkut suatu jenis
epresiasi.36
Dalam sebuah laporan yang ditulis oleh A Club of Rome, nilai
diuraikan dalam dua gagasan yang saling bersebrangan. Di satu sisi, nilai
dibicarakan sebagai nilai ekonomi yang disandarkan pada nilai produk,
kesejahteraan, dan harga, dengan penghargaan yang demikian tinggi dalam
hal material. Sementara di lain hal, nilai digunakan untuk mewakili gagasan
36Muhaimin, Abd Mujib,
31
atau hal yang abstrak dan tidak terukur dengan jelas. Nilai abstrak tersebut
antara lain keadilan, kejujuran, kebebasan, kedamaian dan persamaan.37
Dalam pandangan Young, nilai diartikan sebagai asumsi-asumsi yang
abstrak dan sering tidak disadari tentang hal-hal yang benar dan hal-hal yang
penting, sedangkan Green memandang nilai sebagai kesadaran yang secara
relative berlangsung dengan disertai emosi terhadap obyek, ide dan
perseorangan. Lain halnya dengan Woods, yang menyatakan bahwa nilai
merupakan petunjuk-petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang
mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.38
Nilai adalah seperangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini
sebagai suatu identitas yang memberikan corak khusus kepada pola
pemikiran, perasaan, keterikatan maupun perilaku.39
Untuk keperluan suatu analisis ahli filsafat nilai membagi nilai ke
dalam beberapa kelompok. Pembagian nilai pada dasarnya dilakukan
berdasarkan pertimbangan dua criteria, yaitu nilai dalam bidang kehidupan
manusia dan karakteristik jenis nilai secara hierarkis. Nilai-nilai tersebut
adalah:
a. Nilai teoritik
37 38
Ibid, h. 110.
39Abu Ahmadi, Noor salami,
Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara,
32
Nilai ini melibatkan pertimbangan logis dan rasional dalam
memikirkan dan membuktikan kebenaran sesuatu. Nilai teoritik memiliki
kadar benar-salah menurut pertimbangan akal pikiran. Kadar kebenaran
teoritik muncul dalam beragam bentuk sesuai dengan wilayah kajiannya.
Kebenaran teoritik filsafat lebih mencerminkan hasil pemikiran radikal
dan komprehensif atas gejala yang lahir dalam kehidupan, sedangkan
kebenaran ilmu pengetahuan menampilkan kebenaran obyektif yang
dicapai dari hasil pengujian dan pengamatan yang mengikuti norma
ilahiah. Karena itu, komunitas manusia yang tertarik pada nilai ini adalah
para filosof dan ilmuan.
b. Nilai ekonomis
Nilai ini terkait dengan pertimbangan yang berkadar untung-rugi.
Objek yang ditimbangnya adalah harga dari suatu barang atau jasa,
karena itu nilai ini lebih mengutamakan kegunaan sesuatu bagi kehidupan
manusia. Secara praktis nilai ekonomi dapat ditemukan dalam
pertimbangan nilai produksi, pemasaran konsumsi barang, perincian kredit
keuangan, dan pertimbangan kemakmuran hidup secara umum. Kelompok
manusia yang memiliki minat kuat terhadap nilai ini adalah para
pengusaha, ekonomi atau setidaknya orang yang memiliki jiwa
materialistik.
33
Nilai estetik menempatkan nilai tertingginya pada bentuk dan
keharmonisan. Apabila nilai ini ditilik dari sisi subyek yang memilikinya,
maka akan muncul kesan indah dan tidak indah. Nilai estetik berbeda
dengan nilai teoritik. Nilai estetik lebih mencerminkan identitas
pengalaman. Dalam arti kata, nilai estetik lebih mengandalkan pada hasil
penilaian pribadi seseorang yang bersifat subyektif, sedangkan nilai
teortitik melibatkan timbangan obyektif yang diambil dari kesimpulan
atas sejumlah fakta kehidupan. Dalam kaitannya dengan nilai ekonomi,
nilai estetik lebih melekat pada kualitas barang atau tindakan yang diberi
bobot secara ekonomis. Ketika barang atau tindakan memiliki sifat indah
maka dengan sendirinya ia akan memiliki nilai ekonomis tinggi. Nilai
estetik banyak dimiliki oleh para seniman, seperti musisi, pelukis, atau
perancang model.
d. Nilai social
Nilai tertinggi yang terdapat dalam nilai adalah kasih sayang antar
manusia. Sikap tidak berpraduga jelek terhadap orang lain, sosiabilitas
keramahan, dan perasaan simpati dan empati merupakan prilaku yang
menjadi kunci keberhasilan dalam meraih nilai sosial. Dalam psikologi
sosial, nilai sosial yang paling ideal dapat dicapai dalam konteks
hubungan interpersonal, yakni ketika seseorang dengan yang lainnya
saling memahami. Nilai sosial banyak dijadikan pegangan hidup bagi
34
e. Nilai politik
Nilai tertinggi dalam nilai ini adalah kekuasaan. Karena itu, kadar
nilainya akan bergerak dari intensitas pengaruh yang rendah sampai pada
pengaruh yang tinggi (otoriter). Kekuatan merupakan faktor penting yang
berpengaruh terhadap pemilikan nilai politik pada diri seseorang.
Sebaliknya, kelemahan adalah bukti dari seseorang yang kurang tertarik
pada nilai ini. Ketika persaingan dan perjuangan menjadi isu yang kerap
terjadi dalam kehidupan manusia, para filosof melihat bahwa kekuatan
menjadi dorongan utama dan berlaku universal pada diri manusia. Namun
jika dilihat dari kadar pemiliknya nilai politik memang menjadi tujuan
utama orang tertentu, seperti para politisi atau pengusaha.
f. Nilai agama
Secara hakiki sebenarnya nilai ini merupakan nilai yang memiliki
dasar yang paling kuat dibandingkan dengan nilai-nilai sebelumnya.
Nilai ini bersumber dari kebenaran tertinggi yang datangnya dari Tuhan.
Cakupan nilainya pun lebih luas. Struktur mental manusia dan kebenaran
mistik transendental merupakan dua sisi unggul yang dimiliki nilai
agama. Karena itu, nilai tertinggi yang harus dicapai adalah kesatuan
(unity). Kesatuan berarti adanya keselarasan semua unsur kehidupan,
antara kehendak manusia dengan perintah tuhan, antara ucapan dan
35
manusia yang memiliki orientasi kuat terhadap nilai ini adalah para nabi,
imam, atau orang-orang yang shaleh.
Nilai-nilai dalam islam mengandung dua kategori arti dilihat dari
segi normative yaitu pertimbangan tentang baik dan buruk, benar dan
salah, haq dan batil, diridhoi dan dikutuk oleh Allah SWT. Sedang bila
dilihat dari segi operatif nilai tersebut mengandung lima pengertian
katagorial yang menjadi prinsip strandarisasi perilaku manusia,40 yaitu:
1) Wajib atau fardhu yaitu bila dikerjakan orang akan mendapatkan
pahala dan bila ditinggalkan orang akan mendapat siksa Allah SWT.
2) Sunnat yaitu bila dikerjakan orang akan mendapat pahala dan bila
ditinggalkan orang tidak akan disiksa.
3) Mubah yaitu bila dikerjakan orang tidak akan disiksa, demikian pula
sebaliknya tidak pula disiksa.
4) Makruh yaitu bila dikerjakan orang tidak disiksa, hanya tidak disukai
oleh Allah, dan bila ditinggalkan orang akan mendapatkan pahala.
5) Haram yaitu bila dikerjakan orang mendapat siksa dan bila
ditinggalkan orang akan memperoleh pahala.
2. Pendidikan Karakter
a. Definisi Pendidikan
3HQGLGLNDQEHUDVDOGDULNDWD³GLGLN´ODOXNDWDLQLPHQGDSDWDZDODQ
pen- dan akhiran ±an, dan berarti perbuatan, hal, cara mendidik,
40Arifin,
36
pengetahuan tentang mendidik, dan berarti pula pemeliharaan,
latihan-latihan yang meliputi badan, batin dan sebagainya.41 Pendidikan menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan.42
Secara etimologi, Istilah Pendidikan berasal dari bahasa Yunani
Paedagogy, yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan
sekolah diantar pelayan. Sedangkan pelayan yang mengantar yang
menjemput dinamakan Paedagogos. Dalam bahasa Romawi, Pendidikan
diistilahakan dengan educate yang berarti mengeluarkan sesuatu yang
berada di dalam. Dalam bahasa Inggris, pendidikan diistilahkan to educate
yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual.43 Pendidikan
juga dapat dirujuk dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) yaitu
pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.44
Menurut Dewantara yang mengatakan bahwa pendidikan adalah
menuntun segala kekuatan kodrat yang pada anak-anak, agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat mendapat keselamatan
41Ramayulis,
Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 1.
42Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 232. 43Wiji Suwarno,
Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2006), hal. 19 44Damsar,
37
dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Sementara undang-undang RI
Nomor 20 Tahun 2003 mendefinisikan pendidikan sebagai usaha dasar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan,
masyarakat, bangsa dan negara.45
Ki Hajar Dewantara, mengatakan pendidikan adalah tuntunan
didalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan
adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar
mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.46
Sedangkan menurut ahli sosiologi, pendidikan adalah suatu yang terjadi di
masyarakat yang disebabkan tiga hal tentang umat manusia. Pertama,
mempelajari semua yang meliputi cara hidup bermasyarakat atau
kelompok orang. Tidak ada yang di wariskan secara biologis. Kedua,
manusia sangat peka terhadap pengalaman. Maksudnya, ia mampu
mengembangkan rentangan kepercayaan tentang dunia sekitarnya,
keterampilan dan memanipulasinya. Ketiga, bayi yang baru lahir dan
dalam waktu yang cukup lama selalu tergantung pada orang lain. Dalam
45Made pidarta,
Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia.(Jakarta: Rineka cipta, 2009), hal. 10-11
46Suwarno,
38
arti luas, pendidikan adalah cara seseorang memperoleh kemampuan fisik,
moral, dan sosial yang di tuntut dari padanya oleh kelompok yang ia di
lahirkan dan harus berfungsi.47
Adapun pendidikan dapat dirumuskan dari sudut normatif, yaitu
pendidikan menurut hakikatnya memang sebagai suatu peristiwa yang
memiliki norma, artinya bahwa dalam peristiwa pendidikan, pendidik
(pengajar/guru) dan anak didik (siswa) berpegang pada ukuran, norma
hidup, pandangan terhadap individu dan masyarakat, nilai-nilai moral,
kesusilaan yang semuanya merupakan sumber norma di dalam
pendidikan.48 Pendidikan yang dimaksudkan aspek individual yang
diharapkan dapat terkonteks dalam manfaat tujuan pendidikan.
Pendidikan menurut Al-Ghazali yaitu proses memanusiakan
manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya melalui berbagai
ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara
bertahap, di mana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua
dan masyarakat menuju pendekatan diri kepada Allah sehingga menjadi
manusia sempurna.49
Sedangkan Ahmad D. Marimba mendefinisikan pendidikan
sebagai suatu bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh guru terhadap
47D.F Swift,
Sosiologi Pendidikan Prespektif Pendahuluan yang Analitis (Jakarta: PT.
Bharatara Niaga Media, 1989), hal.6
48Sadirman A.M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Raja Wali Press, 2012),
hal.13
49Abidin Ibnu Rusn,
Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
39
perkembangan jasmani dan rohani murid menuju terbentuknya
kepribadian yang utama. Dari pengertian ini terdapat beberapa unsur
dalam pendidikan yaitu; usaha, guru, murid, dasar dan tujuan.50
Dari beberapa pengertian pendidikan di atas dapat disimpulkan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar oleh pendidik dalam rangka
membentuk kepribadian peserta didik menjadi lebih baik dan berakhlak
mulia.
b. Definisi Karakter
Secara etimologi istilah karakter berasal dari bahasa latin
character, yang artinya watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti,
kepribadian, dan akhlak. Dalam bahasa inggris di terjemahkan menjadi
character. Character berarti tabiat, budi pekerti, watak. Secara etimologi
(istilah), karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya yang
bergantung pada faktor kehidupannya sendiri, karakter adalah sifat
kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau
sekelompok orang.51
Secara harfiah atau istilah karakter artinya kualitas mental atau
moral, kekuasaan, nama, reportasi. Samsuri menyatakan bahwa
WHUPLQRORJL³NDUDNWHU´VHGLNLWQ\DPHPXDWGXDKDOvalues (nilai-nilai) dan
kepribadian. Suatu karakter merupakan cerminan dari nilai apa yang
50
Ibid., h. 54. 51Agus Zaenul Fitri,
Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah (Yogyakarta:
40
melekat dalam sebuah entitas. Sebagai aspek kepribadian secara utuh dari
seseorang: mentalitas, sikap dan perilaku.52
Di samping karakter dapat dimaknai secara etimologis, karakter
juga dapat dimaknai secara terminologis. Secara terminologis Scerenko
mendefiniskan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan
membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari
seseorang, suatu kelompok atau bangsa. The Free Dictionary dalam situs
onlinnya yang dapat diunduh secara bebas mendefinisikan karakter
sebagai suatu kombinasi kualitas atau ciri-ciri yang membedakan
seseorang atau kelompok atau suatu benda dengan yang lain. Sementara
itu Robert Marine mengambil pendekatan yang berbeda terhadap makna
karakter, menurut dia karakter adalah gabungan yang samar-samar antara
sikap, perilaku bawaan, dan kemampuan, yang membangun pribadi
sesorang.53
Sejalan dengan pendapat tersebut, Dirjen Pendidikan Agama
Islam, Kementrian Agama Republik Indonesia mengemukakan bahwa
karakter dapat diartikan sebagai totalitas ciri-ciri pribadi yang melekat dan
dapat diidentifikasi pada perilaku individu yang bersifat unik, dalam arti
secara khusus ciri-ciri ini membedakan antara satu individu dengan yang
52Barnawi dan M. Arifin, Strategi dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter
(Yogyakarta : Penerbit Ar-Ruzz Media, 2012), hal. 20
53Muchlas Samani dan Hariyanto,
Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT
41
lainnya. Karena ciri-ciri karakter tersebut dapat diidentifikasi pada
perilaku individu yang bersifat unik, maka karakter sangat dekat dengan
kepribadian individu. Meskipun karakter setiap individu ini bersifat unik,
karakteristik umum yang menjadi stereotip dari sekelompok masyarakat
dan bangsa dapat diidentifikasi sebagai karakter suatu komunitas tertentu
bahkan dapat pula dipandang sebagai karakter suatu bangsa.54
Selain itu, karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku
yang khas pada tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam
lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang
berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusannya. Karakter
dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan
dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan,
dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya, adat istiadat, dan estetika. Karakter adalah perilaku yang tampak
dalam kehidupan seharai-hari baik dalam bersikap maupun bertindak.55
Berbagai pengertian karakter dalam berbagai perspektif di atas
mengindikasikan bahwa karakter berkaitan erat dengan kepribadian
(personality), atau dalam Islam disebut akhlak. Dengan demikian,
54E. Mulyasa,
Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 4.
55
42
kepribadian merupakan ciri, karakteristik, atau sifat. Sedangkan karakter
atau akhlak merupakan ciri khas seseorang yang bersumber dari
bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa
kecil dan bawaan sejak lahir. Seseorang bisa disebut orang yang
berkarakter atau berakhlak jika perilakunya sesuai dengan etika atau
kaidah moral.56
Pendapat Tadzkiroatun Musfiroh sebagaimana yang dikutip oleh
Aunillah menyatakan karakter mengacu pada serangkaian sikap
(attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan
(skills). Makna karakter itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Yunani
yang berarti to mark atau menandai dan memfokuskan pada aplikasi nilai
kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang
tidak jujur, kejam, rakus, dan berperilaku jelek dikatakan sebagai orang
berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang berperilaku sesuai dengan
kaidah moral57 dinamakan berkarakter mulia.
56
Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, op. cit., h. 6.
57Perkataan moral berasal dari bahasa latin
mores NDWD MDPD¶ GDULmos yang berarti adat
kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia moral diterjemahkan dengan arti susila. Lebih lanjut yang dimaksud dengan moral ialah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang kaidah manusia mana yang baik dan wajar. Lihat Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam,
43
Thomas Lickhon, mendefinisikan orang yang berkarakter
merupakan sebagai sifat alami seseorang dalam merespons situasi secara
moral, yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku
yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain dan karakter
mulia lainnya.58 Seorang filsof Yunani bernama Aristoteles
mendefinisikan karakter yang baik sebagai kehidupan dengan melakukan
tindakan-tindakan yang benar sehubungan dengan diri seseorang dengan
orang lain.59 Darmayati Zuhdi memaknai karakter adalah sebagai
seperangkat sifat-sifat yang selalu di kagumi sebagai tandakebaikan,
kebijakan dan kematangan moral seseorang.60
Seseorang dapat dikatakan berkarakter jika telah berasil menyerap
nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai
kekuatan moral dalam hidupnya. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku
manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam
Akhmad Sudrajat, Konsep Pendidikan Karakter, http://akhmadsudrajat.wordpress.com
/2010/09/15/konsep-pendidikan-karakter/ diakses pada tanggal 10 Desember 2014, pukul 16.39 WIB.
58Mansur Muslich,
Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional
(Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal. 36
59Thomas Lickhona,
Education For Character Mendidik Untuk Membentuk Karakter Bagaimana Sekolah Dapat Memberikan Pendidikan Tentang Sikap Hormat dan Tanggung Jawab
(Jakarta:PT.Bumi Aksara, 2012), hal.81
60Sutarjo Adisusilo J.R.
44
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.61
Seseorang dianggap memiliki karakter mulia apabila mempunyai
pengetahuan yang mendalam tentang potensi dirinya serta mampu
mewujudkan potensi itu dalam sikap dan tingkahlakunya. Adapun ciri
yang dapat dicermati pada seseorang yang mampu memanfaatkan potensi
dirinya adalah terpupuknya sikap-sikap terpuji, seperti penuh reflektif,
percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif-inovatif, mandiri,
berhati-hati, rela berkorban, berani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji,
adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia,
bekerja keras, tekun, ulet, gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif,
disiplin, antisipatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat,
efisien, menghargai waktu, penuh pengabdian, dedikatif, mampu
mengendalikan diri, produktif, ramah, cinta keindahan, sportif, tabah,
terbuka, dan tertib.62
Seseorang yang memiliki karakter positif juga terlihat dari adanya
kesadaran untuk berbuat yang terbaik dan unggul, serta mampu bertindak
sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Dengan demikian karakter atau
karakteristik adalah realisasi perkembangan positif dalam hal intelektual,
emosional, sosial, etika, dan perilaku.
61Zubaedi,
Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi Dan Aplikasinya Dalam Lembaga Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2012), hal.15
45
Bila peserta didik bertindak sesuai dengan potensi dan
kesadarannya tersebut maka disebut sebagai pribadi yang berkarakter baik
atau unggul indikatornya adalah mereka selalu berusaha melakukan
hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan, negara, serta dunia internasional pada umumnya,
dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya disertai dengan
kesadaran, emosi dan motivasi.63
Diantara karakter baik yang hendak dibangun dalam kepribadian
peserta didik adalah bisa bertanggung jawab, jujur, dapat dipercaya,
menepati janji, ramah, peduli kepada orang lain, percaya diri, pekerja
keras, bersemangat, tekun, tak mudah putus asa, bisa berpikir rasional dan
kritis, kreatif dan inovatif, dinamis, bersahaja, rendah hati, tidak sombong,
sabar, cinta ilmu dan kebenaran, rela berkorban, berhati-hati, bisa
mengendalikan diri, tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang buruk,
mempunyai inisiatif, setia, menghargai waktu, dan bisa bersikap adil.64
Jadi, karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral,
akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus
yang menjadi pendorong dan penggerak , serta yang membedakan dengan
individu lain. Dengan demikian dapat di kemukakan juga bahwa karakter
pendidikan adalah kualitas mental atau kekuatan moral, akhlak atau budi
63Nurla Isna Aunillah,
Panduan..., 21, 64Akhmad Muhaimin Azzet,
Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, (Jogjakarta: Ar-Ruzz
46
pekerti pendidik dan yang menjadi pendorong dan penggerak dalam
melakukan sesuatu.
c. Definisi Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah sebu