PROGRAM HIPOTETIK BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL
MELALUI TEKNIK ROLE PLAYING UNTUK
MENGEMBANGKAN PERILAKU PROSOSIAL PESERTA
DIDIK
(Studi Deskriptif terhadap Peserta Didik Kelas Atas SD Laboratorium Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Oleh
ANANDHA PUTRI RAHIMSYAH 0901596
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM HIPOTETIK BIMBINGAN PRIBADI
SOSIAL MELALUI TEKNIK ROLE PLAYING UNTUK
MENGEMBANGKAN PERILAKU PROSOSIAL
PESERTA DIDIK
Oleh
Anandha Putri Rahimsyah
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Anandha Putri Rahimsyah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Desember 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang
ANANDHA PUTRI RAHIMSYAH 0901596
PROGRAM HIPOTETIK BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL MELALUI TEKNIK ROLE PLAYING UNTUK MENGEMBANGKAN PERILAKU
PROSOSIAL PESERTA DIDIK
(Studi Deskriptif terhadap Peserta Didik Kelas Atas SD Laboratorium Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:
Pembimbing I
Dr. Hj. Nani M. Sugandhi, M.Pd. NIP. 19570830 198101 2 001
Pembimbing II
Dr. Yusi Riksa Yustiana, M.Pd. NIP. 19661115 199102 2 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
Anandha Putri Rahimsyah. (2013). Program Hipotetik Bimbingan Pribadi Sosial melalui Teknik Role Playing untuk Mengembangkan Perilaku Prososial Peserta Didik (Studi Deskriptif terhadap Peserta Didik Kelas Atas SD Laboratorium Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2013/2014).
Perilaku prososial merupakan tugas perkembangan yang penting bagi anak. Pentingnya penguasan keterampilan sosial yang difokuskan pada perilaku prososial peserta didik sekolah dasar dapat mendukung perkembangan sosialnya, sehingga peserta didik bermanfaat bagi orang lain dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.Tujuan penelitian adalah diperolehnya gambaran umum perilaku prososial yang dimiliki peserta didik kelas atas sekolah dasar dan dihasilkannya program hipotetik bimbingan pribadi sosial melalui teknik role playing untuk mengembangkan perilaku prososial peserta didik. Penelitian dilakukan di SD Laboratorium UPI Bandung. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode studi deskriptif. Hasil penelitian: (1) gambaran umum perilaku prososial peserta didik kelas atas SD Laboratorium Percontohan UPI Bandung berada pada kategori sedang artinya peserta didik sudah cukup mampu menunjukkan perilaku prososial seperti empati, murah hati, kerja sama dan kasih sayang. Gambaran umum perilaku prososial peserta didik berdasarkan indikator berada pada kategori sedang, artinya peserta didik sudah cukup mampu menunjukkan kepedulian pada orang yang kesusahan, menunjukkan kesenangan kepada seseorang yang mendapatkan kebahagiaan, berbagi sesuatu dengan orang lain, memberi sesuatu kepada orang lain, bergiliran tanpa “rewel”, memenuhi permintaan tanpa “rewel”, membantu orang lain mengerjakan tugas, dan membantu (peduli) pada orang lain yang membutuhkan; (2) implikasi gambaran umum perilaku prososial peserta didik bagi bimbingan dan konseling disusun dalam bentuk program hipotetik bimbingan pribadi sosial melalui teknik role playing untuk mengembangkan perilaku prososial peserta didik kelas atas SD Laboratorium UPI Bandung. Rekomendasi penelitian: (1) bagi konselor, dapat mempergunakan program sebagai panduan dalam mengembangkan perilaku prososial peserta didik melalui teknik role playing; (2) bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, diharapkan dapat memfasilitasi pengembangan keterampilan mahasiswa dalam melakukan intervensi pada anak di Sekolah Dasar khususnya untuk mengembangkan perilaku prososial; (3) bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian dapat digunakan sebagai gambaran untuk melakukan penelitian yang sama dengan metode yang berbeda.
ABSTRACT
Anandha Putri Rahimsyah. (2013). Social and Personal Guidance Hypothetic
Program Using Role Playing Techniques To Develop Prosocial Behavior Students (Descripitive Study of Students Upper Class in SD Laboratorium Percontohan UPI Bandung Academic Year 2013/2014).
Research based on the importance of mastery the social skills focused on conduct prososial students to support development of social so students able to adapt to environmental and beneficial for another. The purpose of the research was getting an overview of the prosocial behavior owned by the students of upper class grade school and it generates a personal social assistance hypothetic program to develop the prosocial behavior students using role playing techniques. Research using quantitative approach with a descriptive method. The results showed: (1) an overview of the prosocial behavior learners upper class SD Laboratorium Percontohan UPI Bandung in the category medium it means the students quite capable of show the prosocial behavior such as empathy, generosity, cooperation and caregiving; and (2) an overview of the implications of the prosocial behevior students for guidance and counseling are arranged in the form of private social assistance programs to develop the prosocial behavior students using role playing technique upper class SD Laboratorium Percontohan UPI Bandung. Research recommendation: (1) the study suggest counselor can use social and personal guidance hypothetic program using role playing techniques to develop prosocial behavior students upper class in SD Laboratorium Percontohan UPI Bandung academic year 2013/2014; (2) for the guidance and counseling program can fasilitate the university student skill for doing intervention to students in elementary school, in particular for develop prosocial behavior: (3) the study also recommends next researchers are this result research can use a describe for doing the same research with the different method.
ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined.
UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ... 1
DAFTAR TABEL ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR GRAFIK ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR BAGAN ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined.
A. Latar Belakang Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined.
C. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
D. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
E. Struktur Organisasi Skripsi ... Error! Bookmark not defined.
BAB II PERILAKU PROSOSIAL, TEKNIK ROLE PLAYING, DAN BIMBINGAN
PRIBADI SOSIAL... Error! Bookmark not defined.
A. Perilaku Prososial ... Error! Bookmark not defined.
B. Teknik Role Playing ... Error! Bookmark not defined.
C. Bimbingan dan Konseling di Sekolah DasarError! Bookmark not defined.
D. Program Hipotetik Bimbingan Pribadi Sosial melalui Teknik Role Playing untuk
Mengembangkan Perilaku Prososial... Error! Bookmark not defined.
E. Penelitian Terdahulu ... Error! Bookmark not defined.
F. Kerangka Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
C. Definisi Operasional Variabel ... Error! Bookmark not defined.
D. Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
E. Teknik Analisis Data ... Error! Bookmark not defined.
F. Prosedur Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
G. Pengembangan Program Hipotetik Bimbingan Pribadi Sosial melalui Teknik Role
Playing untuk Mengembangkan Perilaku Prososial Peserta DidikError! Bookmark
not defined.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANError! Bookmark not defined.
A. Deskripsi Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
B. Pembahasan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI . Error! Bookmark not defined.
A. Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined.
B. Rekomendasi ... Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Penelitian
Perkembangan individu berlangsung sejak lahir sampai akhir hayat dan
ditampilkan melalui fase-fase perkembangannya. Fase perkembangan individu
terdiri dari masa usia pra sekolah, masa usia sekolah dasar, masa usia sekolah
menengah dan masa usia mahasiswa (Yusuf, 2011: 23). Fase anak dikatakan pula
sebagai masa usia sekolah dasar. Masa usia sekolah dasar terdiri dari dua fase,
yaitu masa kelas rendah sekolah dasar, kira-kira usia enam atau tujuh tahun
sampai usia sembilan atau 10 tahun. Masa kelas tinggi sekolah dasar, kira-kira
usia sembilan atau 10 tahun sampai usia 12 atau 13 tahun (Yusuf, 2011: 24-25).
Menurut Yusuf (2011: 180), masa perkembangan sosial anak sekolah dasar
ditandai dengan perluasan hubungan, di samping dengan keluarga anak juga
membentuk ikatan baru dengan teman sebaya (peer group) atau teman sekelas,
sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas. Anak mulai
memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap yang
kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan
orang lain) terjadi pada masa usia sekolah dasar (Yusuf, 2011: 180).
Menurut Hurlock (1978: 250) proses sosialisasi anak mencakup tiga proses
yaitu anak belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial, anak memainkan
peran sosial yang dapat diterima dan anak mengembangkan sikap sosial. Menurut
Ambron (Yusuf, 2011: 123) sosialisasi merupakan proses belajar yang
membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat
menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif. Perkembangan
merupakan perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam
diri individu dari mulai lahir sampai mati (Yusuf, 2011: 15). Setiap individu yang
normal akan mengalami fase perkembangan dari bayi hingga masa tua yang setiap
fasenya memiliki tugas perkembangan yang khas.
Tugas perkembangan pada masa anak sekolah menurut Havighurst
1. Belajar kecakapan fisik yang diperlukan untuk permainan anak-anak 2. Membangun sikap menyeluruh terhadap diri sendiri sebagai organisme
yang bertumbuh
3. Belajar bergaul dengan teman sebaya
4. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya
5. Mengembangkan kecakapan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung
6. Mengembangkan konsep yang diperlukan untuk sehari-hari 7. Mencapai kemandirian pribadi
8. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial
Tugas-tugas perkembangan anak masa usia sekolah, yaitu anak belajar
bergaul dengan teman-teman sebayanya dan mengembangkan sikap yang positif
terhadap kelompok sosial. Anak belajar bergaul dengan teman sebaya yaitu anak
belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru serta
teman-teman sebayanya. Mengembangkan sikap positif terhadap kelompok sosial,
hakikatnya adalah mengembangkan sikap sosial yang demokratis dan menghargai
hak orang lain. Misalnya, anak belajar mengembangkan sikap tolong-menolong,
sikap tenggang rasa, mau bekerja sama dengan orang lain, toleransi terhadap
orang lain dan menghargai hak orang lain (Yusuf, 2011: 69-71). Kelompok teman
sebaya menurut Havighurst (Hurlock, 1978: 264) didefinisikan sebagai suatu
kumpulan orang yang kurang lebih berusia sama yang berpikir dan bertindak
bersama-sama. Penguasaan tugas-tugas perkembangan tidak lagi sepenuhnya
menjadi tanggung jawab orang tua seperti masa sebelumnya. Penguasaan
tugas-tugas perkembangan menjadi tanggung jawab guru-guru dan sebagian kecil
menjadi tanggung jawab teman-teman sebayanya (Suherman, 2000: 44).
Peserta didik sekolah dasar yang termasuk ke dalam akhir masa
kanak-kanak memiliki Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang harus dicapai yaitu
keterampilan hidup dan karir. Peserta didik memiliki kompetensi dasar dapat
bekerja sama dalam kelompok, tolong menolong, dan menjaga diri sendiri dalam
lingkungan keluarga dan teman sebaya. Standar Kompetensi Lulusan mengenai
keterampilan hidup dan karir merupakan standar yang termasuk ke dalam tugas
perkembangan sosial peserta didik sekolah dasar untuk mencapai perkembangan
hidup yang di dalamnya termasuk keterampilan dalam berhubungan dengan orang
lain agar dapat diterima di lingkungan sosialnya.
Berdasarkan tugas perkembangan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh
anak usia sekolah, untuk mencapai kematangan sosial dan hubungan sosial, anak
harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Menurut
Lafontana & Cillessen (Carlie, 2006: 18) masa kanak tengah dan
kanak-kanak akhir yang meliputi anak-anak usia enam sampai 11 tahun adalah ketika
anak mulai memikirkan teman-teman yang akan diterima dan tidak diterima untuk
masuk ke dalam kelompok teman sebaya yang dekat. Anak-anak harus belajar
untuk bertindak dengan tepat dan salah satunya adalah yang bermanfaat bagi diri
dan orang lain. Interaksi positif adalah suatu keharusan, ketika anak berpartisipasi
dalam pengaturan kelompok, sehingga dengan keterampilan sosial memungkinkan
anak berinteraksi dengan orang lain dan diterima secara sosial (Damon, Lerner &
Eisenberg, 2006). Keterampilan sosial memudahkan anak merealisasikan diri
dalam hubungan dengan teman dan orang dewasa (Khairian, 2011: 14).
Keterampilan sosial yang merupakan tugas perkembangan yang penting
bagi anak adalah perilaku prososial. Santrock (Carlie, 2006: 18) menyebutkan
perilaku prososial digambarkan sebagai tindakan yang tidak mementingkan diri
sendiri, membantu orang lain dan menunjukkan empati. Perilaku prososial
mencakup tindakan membantu teman sekelas, termasuk orang lain untuk
bergabung dalam kelompok, mendukung teman sekelas yang dikucilkan dan
menunjukan rasa hormat terhadap orang lain, sehingga perilaku prososial
merupakan tanda-tanda penyesuaian yang positif. Eisenberg & Mussen (Carlie,
2006) menegaskan perilaku membantu orang lain sebagai prasyarat dari tanggung
jawab sosial atau perilaku prososial yaitu termasuk menyadari orang lain,
menafsirkan kebutuhan orang lain dan menyadari orang lain membutuhkan
bantuan.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di SD Laboratorium Percontohan
UPI pada peserta didik kelas V yang dilakukan pada bulan Desember 2012
dengan menggunakan angket prososial yang dibuat oleh Dewinuraida dengan
memiliki keterandalan yang kuat, menunjukkan perilaku prososial peserta didik
berada pada kategori tinggi sekitar 20,34%, kategori sedang sekitar 16,95% dan
kategori rendah sekitar 62,71%. Dapat disimpulkan masih banyak peserta didik
kelas V SD Laboratorium Percontohan UPI yang memiliki perilaku prososial
dalam kategori rendah, sehingga peserta didik memerlukan bantuan untuk
mengembangkan perilaku prososial.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di kelas V SD Negeri Sukagalih
7 Bandung ditemukan fenomena anak-anak yang suka berkelahi karena saling
mengejek, ada juga beberapa anak yang tidak mau meminjamkan alat tulis kepada
temannya atau berbagi buku bersama ketika belajar di kelas. Fenomena yang
ditemukan menunjukkan peserta didik di sekolah dasar memiliki perilaku
prososial yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan perkembangan sosialnya.
Menurut Santrock (Carlie, 2006) kebalikan dari perilaku prososial adalah
perilaku antisosial seperti berbohong, menipu dan mencuri. Sementara menurut
Eliason & Jenkins et.al (Saripah, 2006: 2) mengemukakan kebalikan dari perilaku
prososial dapat berupa perilaku agresif ataupun perilaku pasif. Bentuk-bentuk
tingkah laku prososial berlawanan dengan tingkah laku agresi, antisosial,
merusak, mementingkan diri sendiri, kejahatan dan lain-lain. Menurut Darwis
(2006: 45) sikap bermusuhan tampak dalam perilaku agresif, menyerang,
mengganggu, bersaing dan mengancam lingkungan. Perilaku pasif adalah
perbuatan yang ditandai dengan menarik diri dari hubungan positif dengan orang
lain. Mementingkan diri sendiri adalah sikap egosentris dalam memenuhi interest
atau keinginannya, perilaku antisosial adalah perbuatan yang merusak dan
merugikan bagi dirinya dan orang lain (Santrock, 2007: 140).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Utami (2010) disimpulkan: (1)
bentuk perilaku agresif pada anak-anak terbagi atas: (a) perilaku agresif yang
bersifat fisik, meliputi: merebut barang teman, merusak barang-barang, memukul,
menendang. (b) perilaku agresif yang bersifat verbal, meliputi: marah-marah dan
berteriak-teriak, mengadu domba, mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor (2)
faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku agresif meliputi: kondisi sosial
mendapatkan ejekan dari teman, pola pendidikan orang tua, adanya model, dan
pengaruh tontonan TV.
Penelitian Zakyah (2010) diketahui perilaku agresif anak diartikan sebagai
respons anak dalam menghadapi situasi atau perilaku orang lain yang tidak
menyenangkan atau mengecewakan sehingga mendorong anak bertindak
menyakiti, melukai, dan merugikan orang lain yang ditampilkan anak dalam
bentuk tindakan fisik, verbal, atau non verbal. Karakteristik permasalahan anak
berperilaku agresif memberikan petunjuk mengenai buruknya keterampilan sosial
anak.
Sementara penelitian yang dilakukan oleh Anthonysamy dan Gembeck
(2007: 980) menyatakan adanya korelasi antara status teman sebaya dengan
perilaku anak. Anak-anak yang ditolak dalam kelompok adalah anak yang agresif
baik secara fisik dan verbal, anak yang menarik diri dari lingkungannya dan anak
yang kurang prososial. Hartup, et.al (Saripah, 2006) mengatakan anak yang tidak
belajar mengembangkan perilaku prososial minimal pada umur enam tahun, maka
anak akan mempunyai kecenderungan yang kuat untuk “beresiko” selama
hidupnya.
Berdasarkan pentingnya pengembangan perilaku prososial yang merupakan
tugas perkembangan sosial yang dimiliki anak dan beberapa hasil penelitian yang
telah dilakukan, maka perlu adanya bantuan bagi anak-anak dalam
mengembangkan perilaku prososialnya. Pada setting pendidikan, bimbingan dan
konseling merupakan upaya membantu pencapaian tugas perkembangan,
pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah individu. Fokus
bimbingan di sekolah dasar menekankan pada pemahaman diri, pemecahan
masalah dan kemampuan berhubungan secara efektif dengan orang lain. Perilaku
prososial berkaitan dengan kemampuan peserta didik dalam menjalin hubungan
dengan orang lain yang memberikan manfaat positif dan berpengaruh bagi
penerimaan dirinya dalam lingkungannya dapat menjadi fokus layanan bimbingan
di sekolah dasar yang dikembangkan dalam sebuah program bimbingan. Program
bimbingan di sekolah dasar meyakini bahwa masa usia sekolah dasar merupakan
adanya pengembangan program bimbingan dalam membantu mengembangkan
perilaku prososial peserta didik.
Program bimbingan perkembangan yang komprehensif meliputi empat jenis
bidang layanan, yaitu bidang bimbingan pribadi, sosial, bidang bimbingan dan
konseling akademik dan bidang bimbingan dan konseling karir (Suherman, 2007 :
18). Perilaku prososial merupakan aspek positif dari perkembangan moral yang
melibatkan kemampuan pribadi dan sosial peserta didik, maka layanan yang dapat
diberikan adalah bimbingan pribadi dan sosial. Pada aspek perkembangan pribadi
sosial, layanan bimbingan membantu peserta didik agar memiliki pemahaman diri,
mengembangkan sikap positif, membuat pilihan kegiatan yang sehat, mampu
menghargai orang lain, memiliki rasa tanggung jawab, mengembangkan
keterampilan hubungan antar pribadi, dapat menyelesaikan masalah dan dapat
membuat keputusan secara baik.
Role playing merupakan salah satu teknik bimbingan yang dapat digunakan
untuk mengembangkan perilaku prososial peserta didik di sekolah. Dalam
pandangan behavioristik, seluruh perilaku merupakan hasil belajar, sehingga
implikasinya bimbingan dan konseling membantu peserta didik menciptakan
kondisi baru bagi proses belajar dan pemberian pengalaman belajar yang belum
dipelajari (Nurihsan dan Syamsu, 2008: 137). Role playing merupakan sarana
untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik memperoleh keterampilan
baru berbasis pengalaman belajar yang memungkinkan dirinya ikut aktif terlibat
mempraktikan pada suatu situasi dan menerima umpan balik tentang apa yang
telah dilakukan (Dobson, 2010: 386).
Upaya memfasilitasi perkembangan sosial peserta didik sekolah dasar, perlu
program bimbingan khusus dalam bidang pribadi sosial melalui teknik role
playing untuk mengembangkan perilaku prososial. Peneliti menganggap perlu
diadakan penelitian yang difokuskan pada penyusunan rancangan program
hipotetik bimbingan pribadi sosial melalui teknik role playing.untuk
mengembangkan perilaku prososial peserta didik kelas atas SD Laboratorium
B.Identifikasi dan Perumusan Masalah
“Peserta didik sekolah dasar sedang dan akan memasuki kehidupan sosial, dalam keluarga, di sekolah dan di masyarakat, sehingga agar dapat membina hubungan sosial dalam keluarga, di sekolah dan di masyarakat sekitar, anak-anak harus memiliki kebutuhan tentang perlunya sahabat, perlunya asuhan dan pengawasan dari orangtua, perlunya bimbingan dan tuntunan dari guru, dan kesiapan untuk berinteraksi dengan lingkungannya” (Sukmadinata, 2007: 101).
Untuk menghadapi berbagai macam kondisi dan agar diterima
dilingkungannya, anak-anak harus memiliki kesiapan dalam membina hubungan
sosial, kerjasama, saling menghargai, saling menerima, saling membantu, dan
lain-lain. “Apabila kebutuhan penerimaan sosial tidak terpenuhi, anak-anak tidak
akan bahagia. Apabila kebutuhan penerimaan sosial terpenuhi, anak-anak akan
puas dan bahagia” (Hurlock, 1978: 251).
Perilaku prososial adalah tanda-tanda penyesuaian yang positif (Papalia, et al. 2008: 487). Staub (Desmita, 2011: 237) mengemukakan bahwa “perilaku prososial adalah tindakan sukarela dengan mengambil tanggung jawab menyejahterakan orang lain. Tindakan sukarela mengambil tanggung jawab penting, karena secara langsung mempengaruhi individu dan kelompok sosial secara keseluruhan, dalam situasi interaksi akan menghilangkan kecurigaan, menghasilkan perdamaian, dan meningkatkan toleransi hidup terhadap sesama”.
Eisenberg et al (Williamson, et.al. 2013: 549) menegaskan “kapasitas anak untuk memperoleh perilaku prososial baru memiliki implikasi untuknya atau kompetensinya di berbagai domain, termasuk hubungan sebaya, prestasi akademik, dan fungsi psikologis”.
Pengembangan perilaku prososial merupakan upaya pencapaian tugas
perkembangan sosial anak usia sekolah. Melalui perilaku prososial peserta didik
akan mampu diterima dalam kelompok sosialnya, sehingga pengembangan
perilaku prososial di sekolah dasar dipandang perlu sebab akan menjadi dasar
untuk pengembangan perilaku prososial dalam tahap berikutnya. Apabila pada
usia sekolah dasar perilaku prososial belum terbentuk, maka akan menghambat
berkembangnya perilaku prososial pada masa remaja dan seterusnya, sehingga
orang dewasa yang berada di sekitarnya baik orangtua maupun guru di sekolah
harus peduli terhadap terbentuknya perilaku prososial anak (Dewinuraida, 2010:
79).
Kurangnya perilaku prososial pada anak mungkin hasil dari lingkungan
Keterampilan perilaku prososial membantu anak-anak berteman dan menjaga
hubungan yang sehat (Pfeiffer, 2009). Anak-anak yang mampu bergaul dengan
orang lain kemungkinan besar telah belajar berbagai keterampilan prososial dan
memiliki tingkat kecerdasan sosial tinggi. Anak yang tidak memiliki keterampilan
prososial akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan persahabatan dan
menunjukkan kemarahan kronis. Meiyani (Saripah. 2006: 7) menambahkan
kesulitan atau kegagalan yang dialami anak dalam bidang sosial ternyata tidak
hanya berdampak terhadap aspek akademis melainkan juga menyangkut aspek
perkembangan pribadi, sosial, kematangan berpikir, dan sistem nilai. Dipertegas
Hoffmann (Lindenberg et al, 2006: 4) kegagalan dalam berperilaku prososial
maka kegagalan dalam aspek sosialisasi atau aspek pembentukkan kepribadian
atau bahkan kegagalan dalam keduanya.
Perilaku prososial menuntut kemampuan pribadi dan sosial peserta didik
dalam menampilkan dan menunjukkan tingkah lakunya. Perilaku prososial
melibatkan kemampuan individu membuat keputusan untuk melakukan sesuatu
yang positif bagi orang lain. Bantuan yang dapat diberikan untuk mengembangkan
perilaku prososial peserta didik di sekolah adalah melalui layanan bimbingan dan
konseling. Program bimbingan yang dianggap sesuai dengan perilaku prososial
yang akan dikembangkan adalah bidang pribadi dan sosial. Pada bidang
bimbingan pribadi sosial, memuat layanan bimbingan yang berkenaan dengan
pemahaman diri, mengembangkan sikap positif, membuat pilihan kegiatan secara
sehat, menghargai orang lain, mengembangkan rasa tanggung jawab,
mengambangkan keterampilan hubungan antar pribadi, keterampilan
menyelesaikan masalah dan membuat keputusan secara baik.
Salah satu teknik bimbingan yang dapat digunakan dalam mengembangkan
perilaku prososial peserta didik adalah role playing. Role playing dapat membantu
peserta didik melihat perilaku mereka sebagai orang lain dan memperoleh umpan
balik tentang perilakunya serta dapat juga memberikan latihan untuk membuat
keputusan dan mengeksplorasi konsekuensi. Role playing berguna untuk
mengembangkan sebuah rasa empati dan mulai untuk memodifikasi pandangan
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, diperoleh
pertanyaan umum sebagai arah perumusan masalah dalam penelitian, yaitu
bagaimana rancangan program hipotetik bimbingan pribadi sosial melalui teknik
role playing untuk mengembangkan perilaku prososial peserta didik kelas atas SD
Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2013/2014. Secara rinci
pertanyaan penelitian dijabarkan sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran umum perilaku prososial peserta didik kelas atas SD
Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2013/2014 ?
2. Bagaimana gambaran aspek perilaku prososial peserta didik kelas atas SD
Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2013/2014 ?
3. Bagaimana gambaran perilaku prososial peserta didik kelas atas SD
Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2013/2014 berdasarkan
indikator ?
4. Seperti apakah rancangan program hipotetik bimbingan pribadi sosial melalui
teknik role playing yang sesuai untuk mengembangkan perilaku prososial
peserta didik kelas atas SD Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun
ajaran 2013/2014 ?
C.Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian adalah tersusunnya rancangan program hipotetik
bimbingan pribadi sosial melalui teknik role playing untuk mengembangkan
perilaku prososial peserta didik kelas atas SD Laboratorium Percontohan UPI
Bandung tahun ajaran 2013/2014 yang dinilai layak oleh pakar dan praktisi
bimbingan dan konseling. Secara spesifik tujuan penelitian yaitu :
1. Menemukan gambaran umum perilaku prososial peserta didik kelas atas SD
Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2013/2014.
2. Menemukan gambaran aspek perilaku prososial peserta didik kelas atas SD
Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2013/2014.
3. Menemukan gambaran perilaku prososial peserta didik kelas atas SD
Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2013/2014 berdasarkan
4. Merumuskan program hipotetik bimbingan pribadi sosial melalui teknik role
playing untuk mengembangkan perilaku prososial peserta didik kelas atas SD
Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2013/2014.
D.Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling
Menjadi pedoman bagi guru bimbingan dan konseling dalam membantu
peserta didik mengembangkan perilaku prososial.
2. Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Menambah khasanah penelitian Bimbingan dan Konseling bagi anak di
Sekolah Dasar.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Memperdalam penelitian perilaku prososial pada anak dan dikembangkan
lebih lanjut.
E.Struktur Organisasi Skripsi
Struktur organisasi skripsi disusun untuk memberikan gambaran
menyeluruh dan memudahkan penyusunan skripsi. Struktur organisasi skripsi
berisi rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam
skripsi. Adapun struktur organisasi dalam skripsi sebagai berikut.
Bab I Pendahuluan meliputi latar belakang penelitian, identifikasi dan
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi
skripsi.
Bab II Kajian pustaka. Kajian pustaka mencakup perilaku prososial, teknik
role playing, konsep dasar bimbingan dan konseling di sekolah dasar, bimbingan
pribadi sosial, dan program hipotetik bimbingan pribadi sosial melalui teknik role
playing untuk mengembangkan perilaku prososial peserta didik.
Bab III Metode penelitian meliputi pendekatan dan metode penelitian,
penelitian, pengembangan instrumen penelitian, teknik analisis data, dan prosedur
penelitian.
Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan meliputi pengolahan atau analisis
data berdasarkan hasil temuan dan pembahasan atau analisis temuan.
Bab V Kesimpulan dan rekomendasi berdasarkan temuan dari hasil
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif
dengan metode penelitian studi deskriptif. Pendekatan kuantitatif bertujuan untuk
memperoleh data yang sifatnya gambaran mengenai perilaku prososial peserta
didik. Pendekatan kuantitatif digunakan meneliti populasi atau sampel tertentu
untuk mendapatkan angka-angka secara numerikal yang digunakan untuk
mengetahui gambaran perilaku prososial pada peserta didik kelas atas SD
Laboratorium Percontohan UPI Bandung.
Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan, menganalisis, dan
mengambil suatu generalisasi mengenai perilaku prososial peserta didik sekolah
dasar. Berdasarkan hasil temuan tersebut dijadikan dasar untuk mengembangkan
program hipotetik bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan perilaku
prososial peserta didik melalui teknik role playing.
B.Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian
Penelitian mengambil lokasi di SD Laboratorium Percontohan UPI
Bandung. Alasan pemilihan lokasi penelitian karena adanya fenomena tentang
perilaku prososial peserta didik yang masih memerlukan pengembangan. Selain
itu, di SD Laboratorium Percontohan UPI Bandung belum tersedia layanan
bimbingan dan konseling yang secara khusus difokuskan untuk mengembangkan
perilaku prososial peserta didik.
Populasi penelitian adalah seluruh peserta didik kelas atas yaitu kelas V dan
VI SD Laboratorium Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2013/2014. Jumlah
peserta didik kelas atas SD Laboratorium Percontohan UPI Bandung adalah 120
orang, dengan demikian seluruh peserta didik kelas atas yaitu kelas V dan VI SD
Laboratorium Percontohan UPI Bandung diambil untuk menjadi sampel
Pemilihan sampel penelitian didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan
berikut :
1. Peserta didik kelas atas Sekolah Dasar termasuk dalam masa usia sekolah dasar
yang harus memiliki kemampuan untuk dapat diterima oleh teman sebaya dan
merupakan masa kelas tinggi yang mulai tidak bergantung dengan orang tua.
2. Peserta didik kelas atas Sekolah Dasar mengalami perluasan hubungan sosial
dan sedang mempersiapkan diri untuk dapat menghadapi lingkungan sosial
yang lebih kompleks selanjutnya.
3. Belum pernah terdapat penelitian yang menggambarkan perilaku prososial
peserta didik di SD Laboratorium Percontohan UPI Bandung.
C.Definisi Operasional Variabel
1. Program Hipotetik Bimbingan Pribadi Sosial
Program hipotetik bimbingan pribadi sosial dalam penelitian yaitu suatu
rancangan kegiatan layanan bimbingan pribadi sosial yang disusun secara
sistematis dan terkoordinasi untuk mengembangkan perilaku prososial peserta
didik sekolah dasar kelas atas.
Struktur program hipotetik bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan
perilaku prososial peserta didik sesuai dengan struktur pengembangan program
bimbingan dan konseling berbasis tugas perkembangan meliputi: (a) rasional, (b)
visi dan misi, (c) deskripsi kebutuhan, (d) tujuan program, (e) sasaran program, (f)
komponen program, (g) rencana operasional, (h) pengembangan tema dan
implementasi program, (i) pengembangan satuan layanan (SKLBK), dan (j)
evaluasi dan tindak lanjut.
2. Teknik Role Playing
Teknik role playing dalam penelitian adalah cara dalam pelayanan
bimbingan pribadi sosial dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk memainkan peran sosial untuk melatih peserta didik mengembangkan
perilaku kerja sama, kasih sayang, murah hati dan empati sebagai bentuk perilaku
Dalam penelitian peserta didik belajar untuk mengenal peran, mengamati
perilaku yang diperankan, mendiskusikan permainan peran, dan mengulang
kembali permainan peran sehingga peserta didik memperoleh keterampilan baru
yang dipelajari yaitu perilaku prososial, mengeksplorasi wawasan tentang sikap,
nilai dan persepsinya dalam berperilaku prososial dan mengembangkan
keterampilan berperilaku prososial. Peserta didik berlatih membuat keputusan
untuk berperilaku yang dapat diterima secara sosial.
Pelaksanaan role playing mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a. Tahap Pertama : Memperkenalkan Masalah atau Tema. Tahapan konselor
mengemukakan masalah atau tema.
b. Tahap Kedua: Memilih Pemeran. Pada tahap memilih pemeran, konselor dan
peserta didik melukiskan berbagai karakter yang akan diperankan.
Penggambaran karakter didasarkan atas tuntutan cerita menurut persepsi
konselor dan peserta didik.
c. Tahap Ketiga: Memilih Pengamat (Penilai). Keberadaan pengamat sangat
penting bagi setiap cerita yang diperankan.
d. Tahap Keempat: Menyiapkan Tahap-Tahap Peran. Tahapan para pemeran
menyusun garis-garis besar adegan yang akan mereka mainkan. Tidak perlu
dialog-dialog khusus dipersiapkan, sebab dalam bermain peran, peserta didik
dituntut untuk bertindak dan berbicara secara spontan.
e. Tahap Kelima: Pemeranan. Tahapan para peserta didik mulai bereaksi secara
spontan, sesuai dengan peran masing-masing. Peserta didik berusaha
memainkan setiap peran seperti benar-benar dialaminya.
f. Tahap Keenam: Diskusi dan Evaluasi. Manakala pemeran dan pengamat
terlibat dalam pemeranan, baik secara intelektual maupun secara emosional,
tidak terlalu sulit untuk memulai diskusi. Konselor harus secara jeli
mengungkap segi manakah yang akan ditekankan dalam diskusi. Tidak perlu
menekankan diskusi pada kualitas pemeranan, konselor harus mengarahkan
diskusi yang dilakukan para peserta didik untuk mencapai tujuan bimbingan
g. Tahap Ketujuh: Memerankan Kembali. Pemeranan ulang dapat dilakukan
berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi mengenai alternatif-alternatif
pemeranan. Mungkin ada perubahan peran watak yang dituntut, demikian
halnya dengan para pelakunya. Perubahan ini memungkinkan adanya
perkembangan baru dalam upaya pemecahan masalah. Setiap perubahan peran
akan mempengaruhi peran-peran yang lainnya.
h. Tahap Kedelapan: Diskusi dan Tahap Dua. Diskusi dan evaluasi dilakukan
sama seperti pada teman, hanya dimaksudkan untuk menganalisis hasil
pemeranan ulang dan pemecahan masalah mungkin sudah lebih jelas
i. Tahap Kesembilan: Membagi Pengalaman dan Pengambilan Keputusan.
Tujuan pokok role playing adalah membantu para peserta didik untuk
memperoleh pengalaman-pengalaman berharga dalam kehidupan melalui
aktivitas interaksional dengan teman-temannya.
3. Perilaku Prososial Peserta Didik Sekolah Dasar
Perilaku prososial adalah perilaku positif peserta didik kelas atas SD
Laboratorium Percontohan UPI Bandung yang memberikan keuntungan dan
bermanfaat bagi temannya yang di dalamnya mencakup empati, murah hati, kerja
sama dan kasih sayang. Secara rinci dijabarkan sebagai berikut :
a. Empati, yaitu kemampuan anak menunjukkan kepedulian kepada seseorang
yang mengalami kesusahan dan kemampuan menunjukkan kesenangan
kepada seseorang yang mendapatkan kebahagiaan.
b. Murah hati, yaitu kemampuan anak untuk berbagi sesuatu dengan orang lain
dan memberikan sesuatu yang dimilikinya kepada orang lain.
c. Kerja sama, yaitu kemampuan anak untuk bergiliran tanpa rewel dan
memenuhi permintaan tanpa rewel.
d. Kasih sayang, yaitu kemampuan anak untuk menolong orang lain
mengerjakan tugas dan menolong (peduli) pada orang lain yang
D.Instrumen Penelitian
Instrumen atau alat pengumpulan data penelitian menggunakan data primer
yang diambil dari alat ukur berupa angket atau kuesioner yang digunakan sebagai
alat pengumpul data sekaligus alat ukur untuk mencapai tujuan penelitian.
Kisi-kisi instrumen untuk mengungkap tingkat perilaku prososial peserta didik
dikembangkan dari definisi operasional variabel penelitian. Item-item pernyataan
instrumen pengungkap perilaku prososial dikembangkan dari komponen atau
variabel perilaku prososial yang telah ada, lalu dijabarkan melalui sub komponen
yang akhirnya berbentuk indikator-indikator.
1. Jenis Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah angket tertutup (angket
berstruktur) yang merupakan alat pengumpul data sekaligus alat ukur untuk
mencapai tujuan penelitian. Responden hanya perlu menjawab pernyataan dengan
cara memilih alternatif respon yang telah disediakan.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan angket kepada
seluruh peserta didik kelas atas SD Laboratorium Percontohan UPI yang menjadi
sampel dalam penelitian. Angket yang digunakan menggunakan format rating
scale (skala bertingkat) dengan lima alternatif jawaban yaitu: Sangat Sesuai (SS),
Sesuai (S), Kurang Sesuai (KS), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai
(STS) dengan skor berkisar antara 1 sampai dengan 5.
2. Pengembangan Kisi-Kisi Instrumen
Kisi-kisi instrumen dikembangkan menjadi empat aspek perilaku prososial
yaitu (1) empati; (2) murah hati; (3) kerja sama, dan (4) kasih sayang.
Penyebaran instrumen yang berupa kuesioner menggunakan teknik built-in
artinya kuesioner disebarkan dengan cara bersama terhadap sampel penelitian
untuk uji coba sekaligus dengan pengumpulan data dan penelitian. Kisi-kisi
Tabel 3.1
Kisi-Kisi Instrumen Perilaku Prososial Peserta Didik Sekolah Dasar (Sebelum Ditimbang)
Aspek Indikator Pernyataan ∑
(+) (-)
1. Empati
a. Menunjukkan kepedulian pada orang yang kesusahan
1,2,3,4,5,6,7 ,8
9,10,11,12 12
b. Menunjukkan kesenangan kepada seseorang yang mendapatkan kebahagiaan
13,14,15,16, 17,18
19 7
2. Murah Hati
a. Berbagi sesuatu dengan orang lain 20,21,22,23, 24
a. Bergiliran tanpa “rewel” 33,34,35 36,37,38,39 7 b. Memenuhi permintaan tanpa
“rewel” 40,41,42,43 44,45,46 7
Uji kelayakan instrumen perilaku prososial dilakukan melalui penimbangan
(judgement) oleh ahli untuk mengetahui tingkat kelayakan instrumen dari segi
bahasa, konstruk dan isi. Penimbangan instrumen dilakukan oleh tiga orang dosen
ahli dari jurusan psikologi pendidikan dan bimbingan, yaitu Prof. Dr. Juntika
Nurikhsan, M.Pd., Dr. Ipah Saripah, M.Pd., dan Eka Sakti Yudha, M.Pd.
Penilaian oleh tiga dosen ahli dilakukan dengan memberikan penilaian pada setiap
item dengan kualifikasi Memadai (M) dan Tidak Memadai (TM). Item yang diberi
nilai M menyatakan item tersebut dapat digunakan dan item yang diberi nilai TM
dapat memiliki dua kemungkinan yaitu item tidak dapat digunakan atau
diperlukan revisi pada item. Hasil penimbangan dari tiga dosen ahli, ditampilkan
Tabel 3.2
Hasil Penimbangan Instrumen Perilaku Prososial
Hasil
Dibuang 4,5,8,9,11,12,17,18,29,42,56 11
Total 60
Kisi-kisi instrumen setelah uji kelayakan instrumen dapat dilihat pada Tabel
3.3 berikut:
Tabel 3.3
Kisi-Kisi Instrumen Perilaku Prososial Peserta Didik Sekolah Dasar (Setelah Ditimbang)
Aspek Indikator Pernyataan ∑
(+) (-)
1. Empati
a. Menunjukkan kepedulian pada orang yang kesusahan
1,2,3,4,5 6 6
b. Menunjukkan kesenangan kepada seseorang yang mendapatkan kebahagiaan
a. Bergiliran tanpa “rewel” 24,25,26 27,28,29,30 7 b. Memenuhi permintaan tanpa
2. Uji Keterbacaan
Uji keterbacaan item dilakukan dengan memberikan angket kepada tiga
orang peserta didik kelas V SD Negeri Isola Bandung. Uji keterbacaan bertujuan
untuk mengukur sejauh mana keterbacaan instrumen oleh responden. Berdasarkan
uji keterbacaan, semua item pernyataan dapat dipahami dengan baik, sehingga
angket dapat diberikan kepada responden yang menjadi sampel penelitian yaitu
peserta didik kelas atas SD Laboratorium Percontohan UPI tahun ajaran
2013/2014.
3. Uji Validitas dan Reliabilitas a. Uji Validitas
Uji validitas adalah untuk mengukur tingkat kevalidan atau kesahihan suatu
instrumen (Arikunto, 2010: 211). Instrumen dikatakan valid apabila tepat
mengukur apa yang hendak diukur (Riduwan, 2012: 97). Uji validitas dilakukan
untuk mengetahui kevalidan instrumen perilaku prososial dalam mengukur tingkat
perilaku prososial peserta didik. Uji validitas instrumen dilakukan terhadap
populasi sebanyak 120 orang peserta didik kelas atas SD Laboratorium
Percontohan UPI Bandung.
Pengolahan data dalam penelitian menggunakan bantuan SPSS 17 for
windows. Validitas dilakukan dengan prosedur pengujian Spearman’s rho atau
rank difference correlation, dengan rumus sebagai berikut:
Rhoxy =1 -
Keterangan:
Rhoxy : Koefisien korelasi tata jenjang
D : Difference (beda antara jarak jenjang setiap subjek)
N : Banyaknya subjek
Hasil uji validitas instrumen perilaku prososial yang terdiri dari 49 item
Tabel 3.4
Hasil Uji Validitas Instrumen Perilaku Prososial Peserta Didik
Kesimpulan Item Jumlah
Jumlah Awal 49
Item Valid 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,18,19,20,21,22,2 3,24,25,26,27,28,29,30,31,32,33,34,35,36,37,38,39,40,4
1,42,43,44,45,46,47,48
48
Tidak Valid
(Dibuang) 17
1
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas berkenaan dengan tingkat keajegan atau ketetapan pengukuran.
Suatu instrumen memiliki tingkat reliabilitas yang memadai, bila instrumen
tersebut digunakan mengukur aspek yang diukur beberapa kali hasilnya sama atau
relatif sama (Sukmadinata, 2012: 229-230). Instrumen yang memiliki reliabilitas
tinggi memiliki konsistensi dari waktu ke waktu, data yang diperoleh akan tetap
sama meskipun beberapa kali diambil dalam waktu yang berbeda.
Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS 17
for windows dengan metode Alpha, dengan rumus sebagai berikut:
[ ] [ ]
Keterangan:
= Nilai reliabilitas
= Jumlah varians skor tiap-tiap item = Varians total
k = Jumlah item
Klasifikasi koefisien reliabilitas yang digunakan sebagai tolak ukur adalah
sebagai berikut:
0,00-0,199 : derajat keterandalan sangat rendah
0,20-0,399 : derajat keterandalan rendah
0,40-0,599 : derajat keterandalan sedang
0,80-1,00 : derajat keterandalan sangat tinggi
(Arikunto, 2006: 276)
Hasil pengolahan uji reliabilitas instrumen perilaku prososial dapat dilihat
pada Tabel 3.5, sebagai berikut:
Tabel 3.5
Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Perilaku Prososial Peserta Didik
Cronbach's Alpha
N of Items .930 48
Pengujian reliabilitas instrumen perilaku prososial memperoleh hasil sebesar
0,930, artinya tingkat korelasi atau derajat keterandalannya sangat tinggi.
Instrumen perilaku prososial yang digunakan sudah baik dan dapat dipercaya
untuk dijadikan alat pengumpul data.
Kisi-kisi instrumen setelah uji coba sebagai berikut :
Tabel 3.6
Kisi-Kisi Instrumen Perilaku Prososial Peserta Didik (Setelah Uji Coba)
Aspek Indikator Pernyataan ∑
(+) (-)
1. Empati
a. Menunjukkan kepedulian pada orang yang kesusahan
1,2,3,4,5 6 6
b. Menunjukkan kesenangan kepada seseorang yang mendapatkan kebahagiaan
a. Bergiliran tanpa “rewel” 24,25,26 27,28,29,30 7 b. Memenuhi permintaan tanpa
E.Teknik Analisis Data 1. Verifikasi Data
Verifikasi data dilakukan untuk pemeriksaan terhadap data yang sudah
diperoleh, verifikasi data bertujuan untuk menyeleksi data yang layak untuk
diolah dan data yang tidak layak untuk diolah. Tahapan verifikasi data yang
dilakukan, sebagai berikut:
a. Mengecek jumlah instrumen yang akan disebar, jumlah instrumen yang
terkumpul harus sesuai dengan instrumen yang disebar kepada sampel
penelitian.
b. Tabulasi atau merekap data yang diperoleh dari hasil responden dengan
memberikan penyekoran data sesuai dengan tahapan penyekoran yang telah
ditentukan.
2. Penyekoran Data Hasil Penelitian
Instrumen perilaku prososial peserta didik menggunakan skala Likert yang
menyediakan lima alternatif jawaban, yaitu: Sangat Sesuai, Sesuai, Kurang
Sesuai, Tidak Sesuai, dan Sangat Tidak Sesuai. Masing-masing pilihan jawaban
memiliki skor tertentu, sebagai berikut:
Tabel 3.7
Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban
Pernyataan Skor Alternatif Respon
SS S KS TS STS
Positif (+) 5 4 3 2 1
Pada alat ukur, setiap item diasumsikan memiliki nilai 1 - 5 dengan bobot
tertentu. Bobotnya sebagai berikut :
a. Untuk pilihan jawaban sangat tidak sesuai (STS) memiliki skor 1 pada
pernyataan positif dan skor 5 pada pernyataan negatif.
b. Untuk pilihan jawaban tidak sesuai (TS) memiliki skor 2 pada pernyataan
positif atau 4 pada pernyataan negatif.
c. Untuk pilihan jawaban ragu-ragu (KS) memiliki skor 3 untuk pernyataan
positif dan negatif
d. Untuk pilihan jawaban sesuai (S) memiliki skor 4 pada pernyataan positif atau
skor 2 pada pernyataan negatif.
e. Untuk pilihan jawaban sangat sesuai (SS) memiliki skor 5 pada pernyataan
positif atau skor 1 pada pernyataan negatif.
3. Pengolahan Data
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data adalah untuk
mengukur bagaimana gambaran umum perilaku prososial peserta didik di SD
Laboratorium Percontohan UPI Bandung yang selanjutnya akan dikembangkan
menjadi program hipotetik bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan
perilaku prososial peserta didik.
Perilaku prososial peserta didik dibagi menjadi tiga kategori, yaitu tinggi,
sedang dan rendah. Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Menghitung jumlah skor setiap peserta didik
b. Menghitung rata-rata skor setiap peserta didik
c. Menghitung simpangan baku dari keseluruhan skor peserta didik
d. Mengubah skor mentah menjadi skor baku (Z)
Rumus sebagai berikut :
(Furqon, 2009: 67)
Keterangan:
Setelah diperoleh jumlah skor baku (Z), data dikelompokkan ke dalam tiga
kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi dengan berpedoman pada tabel 3.8
berikut
Tabel 3.8
Pengkategorian Perilaku Prososial Peserta Didik Rentang Skor Kategori
Z < -1 Rendah
-1 ≤ Z < 1 Sedang
Z > 1 Tinggi
Interpretasi dari setiap kategori perilaku prososial adalah sebagai berikut :
Tabel 3.9
Interpretasi Skor Kategori Perilaku Prososial Peserta Didik Kategori Perilaku
Prososial
Rentang Interpretasi
Tinggi Z > 1 Peserta didik pada kategori tinggi sudah mampu menampilkan dan melakukan tindakan prososial dalam kehidupan sehari-harinya, yang meliputi: perilaku empati yaitu menunjukkan kepedulian kepada teman yang mengalami kesusahan dan menunjukkan kesenangan kepada seseorang yang mendapatkan kebahagiaan; murah hati yaitu berbagi sesuatu dengan teman dan memberikan sesuatu yang dimilikinya kepada teman; kerja sama, yaitu mampu bergiliran tanpa rewel dan memenuhi permintaan tanpa rewel; dan kasih sayang yaitu menolong teman mengerjakan tugas dan menolong (peduli) pada teman yang membutuhkan.
murah hati yaitu berbagi sesuatu dengan teman dan memberikan sesuatu yang dimilikinya kepada teman; kerja sama, yaitu mampu bergiliran tanpa rewel dan memenuhi permintaan tanpa rewel; dan kasih sayang yaitu menolong teman mengerjakan tugas dan menolong (peduli) pada teman yang membutuhkan.
Rendah Z < -1 Peserta didik pada kategori rendah belum mampu menampilkan dan melakukan tindakan prososial dalam kehidupan sehari-harinya, yang meliputi: perilaku empati yaitu menunjukkan kepedulian kepada teman yang mengalami kesusahan dan menunjukkan kesenangan kepada seseorang yang mendapatkan kebahagiaan; murah hati yaitu berbagi sesuatu dengan teman dan memberikan sesuatu yang dimilikinya kepada teman; kerja sama, yaitu mampu bergiliran tanpa rewel dan memenuhi permintaan tanpa rewel; dan kasih sayang yaitu menolong teman mengerjakan tugas dan menolong (peduli) pada teman yang membutuhkan.
F. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan,
pelaksanaan dan pelaporan, sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan merupakan tahap awal, meliputi langkah-langkah :
a. membuat proposal penelitian dan mempresentasikannya pada mata kuliah
metode riset bimbingan dan konseling;
b. menyerahkan proposal penelitian yang telah disahkan oleh pembina metode
riset bimbingan dan konseling kepada Ketua Dewan Skripsi, calon dosen
pembimbing serta Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
untuk mendapatkan persetujuan dan pengesahan;
c. mengajukan permohonan Surat Keputusan (SK) pengangkatan dosen
d. mengajukan permohonan izin penelitian dari Universitas untuk disampaikan
kepada Badan Dinas Kesatuan Bangsa, Perlindungan, dan Pemberdayaan
Masyarakat, Dinas Pendidikan, Jurusan Psikologi Pendidikan dan
Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, serta SD Laboratorium Percontohan
UPI.
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan penelitian meliputi :
a. melakukan studi pendahuluan ke SD Laboratorium (Percontohan) UPI;
b. mengumpulkan data awal penelitian;
c. membuat instrumen penelitian yang ditimbang terlebih dahulu tiga orang
pakar yakni pakar bimbingan pribadi sosial, pakar perkembangan dan pakar
statistika;
d. mengumpulkan data melalui penyebaran instrumen penelitian;
e. mengolah dan menganalisis data; dan
f. membuat program bimbingan dan konseling yang kemudian ditimbang oleh
dua pakar bimbingan dan konseling dan praktisi di sekolah.
3. Tahap Akhir
Pada tahap akhir, penelitian disempurnakan melalui langkah:
a. hasil penelitian disusun menjadi laporan akhir penelitian;
b. penelitian diujikan pada saat ujian sarjana; dan
c. hasil ujian sarjana dijadikan masukan bagi penyempurnaan penelitian.
G.Pengembangan Program Hipotetik Bimbingan Pribadi Sosial melalui Teknik Role Playing untuk Mengembangkan Perilaku Prososial Peserta Didik
Proses pengembangan program bimbingan pribadi sosial dalam penelitian
1. PenyusunanProgram
Pengembangan program hipotetik bimbingan pribadi sosial dimulai dengan
melakukan need assesment berdasarkananalisis data mengenai gambaran perilaku
prososial peserta didik.
2. Validasi Program
Validasi program dilakukan kepada pakar bimbingan dan konseling serta
guru bimbingan dan konseling SD Laboratorium Percomtohan UPI. Hasil validasi
program merupakan pedoman untuk melakukan perbaikan dan revisi program
hipotetik bimbingan pribadi sosial melalui teknik role playing untuk
mengembangkan perilaku prososial peserta didik.
3. Program Hipotetik
Program hipotetik bimbingan pribadi sosial disusun untuk mengembangkan
perilaku prososial peserta didik melalui teknik role playing sebagai program baru
dalam keseluruhan program bimbingan dan konseling di SD Laboratorium
Percontohan UPI, secara khusus program hipotetik pribadi sosial bertujuan untuk
membantu peserta didik agar memiliki keterampilan dalam mengembangkan
perilaku prososialnya yang bermanfaat dalam menjalin hubungan dengan orang
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan,
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Gambaran umum perilaku prososial yang dimiliki peserta didik kelas atas
SD Laboratorium Percontohan UPI Bandung berada pada kualifikasi sedang,
artinya peserta didik sudah cukup mampu menunjukkan perilaku prososial seperti
empati, murah hati, kerja sama dan kasih sayang. Gambaran umum perilaku
prososial peserta didik berdasarkan indikator berada pada kategori sedang, artinya
peserta didik sudah cukup mampu menunjukkan kepedulian pada orang yang
kesusahan, menunjukkan kesenangan kepada seseorang yang mendapatkan
kebahagiaan, berbagi sesuatu dengan orang lain, memberi sesuatu kepada orang
lain, bergiliran tanpa “rewel”, memenuhi permintaan tanpa “rewel”, membantu
orang lain mengerjakan tugas, dan membantu (peduli) pada orang lain yang
membutuhkan.
Berdasarkan hasil gambaran umum perilaku prososial yang dimiliki peserta
didik kelas atas SD Laboratorium Percontohan UPI Bandung, disusun program
hipotetik bimbingan pribadi sosial melalui teknik role playing untuk
mengembangkan perilaku prososial peserta didik. Struktur program terdiri dari:
rasional, visi dan misi, deskripsi kebutuhan, tujuan program, sasaran program,
komponen program, rencana operasional, pengembangan tema dan implementasi
program, pengembangan satuan layanan (SKLBK), dan evaluasi dan tindak lanjut.
B.Rekomendasi 1. Bagi Guru BK
Guru BK sebagai pendidik dan pembimbing di sekolah dapat
mempergunakan program sebagai panduan dalam mengembangkan perilaku
prososial peserta didik melalui teknik role playing yang telah dirancang peneliti,
tahun ajaran 2013/2014 maupun peserta didik SD Laboratorium UPI Bandung
yang tahun ajaran 2014/2015.
2. Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan dapat memfasilitasi
pengembangan keterampilan mahasiswa dalam melakukan intervensi pada anak di
Sekolah Dasar khususnya untuk mengembangkan perilaku prososial.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai gambaran untuk melakukan
DAFTAR PUSTAKA
ABKIN. (2007) Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas dan Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Anthonysamy dan Gembeck. (2007). Peer Status And Behaviors of Maltreated Children and Their Classmates in The Early Years of School. Journal Child Abuse & Neglect. 31, 971-991.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Beaty, J.J. (1994). Observing Development of The Young Child. 3rd Edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Blatner, A. (2009). Role Playing in Education. [Online]. Tersedia: http://www.blatner.com/adam/pdntbk/rlplayedu.htm (11 November 2012)
Bruce, et. al. (2009). Model of Teaching (Model-Model Pengajaran). Edisi Kedelapan. dialihbahasakan oleh Achmad Fawaid dan Ateilla Mirza. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Carlie, K. (2006). The Effects of Empathy on Prosocial Behavior
Among Middle School Children. [Online]. Tersedia: http://digitalcommons.brockport.edu/edc_theses (2 Januari 2013)
Damon, Lerner & Eisenberg, (2006). Handbook of Psychology Child. USA: John Wiley & Sons, Inc.
Darwis, A. (2006). Perilaku Menyimpang Murid SD. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.
Desmita, (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Dobson, K. S. (2010). Handbook of Cognitive Behavioral Therapies. London: The Guilford Press.
Eisenberg, N. (1982). The Development of Prosocial Behavior. New York: Academic Press Inc.
Eisenberg dan Paul H. M. (1989). The Roots of Prosocial Behavior in Children. Newyork: Cambridge University Press.
Eisenberg, et.al. (2001) Brazillian Adolescent’ Prosocial Moral Judgement and Behavior: Relation to Sympathy, Perspective Taking, Gender-Role Orientation, and Demographic Characteristics. Child Development,
72, (2), 518-534.
Eka, N. (2008). Bimbingan Bagi Siswa Terisolir di Kelas melalui Teknik Bermain Peran (Role Playing). Skripsi. Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.
Ellis, R. (2012). Program Bimbingan melalui Teknik Role Playing untuk Meningkatkan Self Efficacy Karir Peserta Didik. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.
Findlay, et. al. (2006). Links Between Empathy, Social Behavior, and Social Understanding In Early Childhood. Early Childhood Research Quarterly.
21, 347-359.
Forrester. (2000). Role-Playing and Dramatic Improvisation as an Assessment Tool. The Arts in Psychotherapy, 27, (4), 235-243.
Furqon. (2009). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Gangel O. K. (2009). Definisi Bermain Peran. (online). Tersedia di http://www.lead.sabda.org. (11 November 2012)
Hastings, et. al, (2007). The Socialization of Prosocial Development. New York: The Guilford Press.
Hurlock, E. B. (1978). Developmental Child. New York. McGraw Hill. Inc.
Khairian, H. (2011). Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa Sekolah Dasar Melalui Diskusi Kelompok. Skripsi. Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.
Luckner, et. al. (2011). Teacher–Student Interactions in Fifth Grade Classrooms: Relations with Children's Peer Behavior. Journal of Applied Developmental Psychology. 32, 257-266.
Marion, M. (1991). Guidance of Young Children. 3rd Edition. New York: Macmillan Publishing Co.
Marsudi, dkk. (2010). Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Mulyasa, E. (2005). Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mussen, et.al. (1989). Perkembangan dan Kepribadian Anak. dialihbahasakn oleh F. X Budiyanto, Gianto Widianto, Arum Gayatri. Jakarta: Arcan.
Nelson, R.C. (1972). Guidance and Counseling in the Elementary School. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Nurihsan, J dan Akur, S. (2005). Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar Kurikulum 2004. Jakarta: Grasindo Anggota IKAPI.
Nurihsan, J dan Syamsu, Y. (2008). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Papalia, et. al. (2008). Human Development (Psikologi Perkembangan) Edisi kesembilan dialihbahasakan oleh A.K. Anwar. Jakarta: Kencana.
Pfeiffer, K. (2009). What Are Prosocial Skills ?. [Online]. Tersedia: http://suite101.com/article/what-are-prosocial-skills-a133626 (2 Januari 2013)
Riduwan. (2012). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.
Santrock, J. W. (2007). Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Saripah, I. (2006). Program Bimbingan untuk Mengembangkan Perilaku Prososial Anak (Dikembangkan berdasarkan studi terhadap Bimbingan para Pengasuh dan Kemampuan Perilaku Prososial Anak di TPA Babakan Sukaratu, PTPN VIII Malabar, Pengalengan, Kabupaten Bandung. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Setiawati & Ima. (2007). Bimbingan dan Konseling. Bandung: UPI Press
Suherman, U. (2000). Karakteristik Siswa dan Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar Jurnal Bimbingan dan Konseling, 4, (7), 44-62
Suherman, U. (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Madani Production
Sukardi, D dan Nila. (2008). Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Sukmadinata, N. S. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosda Karya.
Sukmadinata, N. S. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktek. Bandung: Maestro.
Utami, S. (2010). Studi Kasus Perilaku Agresif Siswa Kelas IV SD Negeri Dagen II Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar tahun pelajaran 2009/2010.
Skripsi. [Online]. Tersedia:
http://digilib.uns.ac.id/pengguna.php?mn=showview&id=12898 (20 Oktober 2012)
Wahyudi, Y. (2009). Sekolah dan Perilaku Antisosial. (Online). Tersedia: http://old.nabble.com/Sekolah-dan-Perilaku-Antisosial-p25964766.html [15 April 2013]
Williamson, et. al. (2013). Learning How To Help Others: Two-Year-Olds’ Social Learning of A Prosocial Act. Journal of Experimental Child. 114. 543-550.
Worzbyt,et.al ,(2003). Elementary School Counseling. New York: Brunner-Routledge
Yuliati, R. (2008). Studi Tentang Perilaku Prososial Siswa Sekolah Dasar Negeri Se-Kecamatan Mojoagung Kabupaten Jombang. Skripsi. [Online]. Tersedia: e- contents/downloadpdf.php/pub/studi-tentang-perilaku-prososial-siswa-sekolah- dasar-negeri-se-kecamatan-mojoagung-kabupaten-jombang-ratna-yuliati-36710- 02370KI08
ABSTRAK%20.doc (20 Oktober 2012)
Yusuf, S. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.