• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEPRIBADIAN TOKOH DARA DALAM NOVEL BRIZZLE: CINTA SANG HAFIZAH KARYA ARIO MUHAMMAD (PSIKOLOGI SASTRA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KEPRIBADIAN TOKOH DARA DALAM NOVEL BRIZZLE: CINTA SANG HAFIZAH KARYA ARIO MUHAMMAD (PSIKOLOGI SASTRA)"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan untuk Melanjutkan Penelitian Gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh:

Wahdaniyah Wilyah 105331106917

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2021

(2)
(3)
(4)
(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra ialah ekspresi batin seseorang melalui bahasa yang menjadi jembatan menuju realitas kehidupan, wawasan sastrawan terhadap realitas kehidupan, imajinasi murni sastrawan yang tidak berhubungan dengan realitas hidup atau keinginan intuisi sastrawan, dan bisa pula campuran keduanya.

Karya sastra sebagai potret kehidupan masyarakat bisa dipahami, dinikmati serta dimanfaatkan oleh masyarakat. Suatu karya sastra tercipta sebagai hasil dari pengalaman batin sastrawan berupa peristiwa atau masalah yang menarik, sehingga muncul ide dan imajinasi yang dituangkan dalam bentuk tulisan (Wicaksono, 2017: 2-3).

Damono, 1984: 5 (dalam Wicaksono, 2017: 3) mengungkapkan bahwa karya sastra menampilkan citra kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah realitas sosial. Sangidu, 2004: 26 (dalam Wicaksono, 2017: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah bagian dari masyarakat, fakta tersebut mengilhami sastrawan untuk melibatkan diri dalam kehidupan masyarakat di mana ia berada dan berusaha memecahkan permasalahan yang ada di masyarakat serta memperjuangkan posisi struktur sosialnya.

Pengungkapan bahasa yang indah dan isinya yang bermanfaat merupakan karya sastra yang baik. Karya sastra yang diciptakan oleh sastrawan

1

(6)

tentu memilki tujuan tertentu. Karya sastra bukan hanya untuk hiburan, tetapi merupakan alat untuk menyampaikan nasihat, pendidikan serta sebagainya.

Seorang penulis menyampaikan ide-idenya, pandangan hidup mengenai kehidupan di sekitarnya kepada pembaca dengan cara yang menarik dan menyenangkan melalui karya sastra (Sudjiman, 1998: 57 (dalam Wicaksono, 2017: 5)).

Objek sastra ialah manusia serta seluruh kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Sastra dibagi menjadi dua yakni puisi serta prosa. Pradopo, 1995 (dalam Pamungkas, 2020: 19) menuturkan bahwa puisi ialah rekaman serta interpretasi dari berbagai pengalaman penting manusia, disusun dalam bentuk yang paling berkesan. Menurut Emzir, dkk (2018: 42) karya sastra prosa sering juga disebut dengan fiksi atau cerita rekaan.

Prosa fiksi ialah kisah atau cerita yang dikembangkan oleh pemeran dalam cerita, tahapan serta rangkaian cerita yang menyimpang dari imajinasi penulis untuk membangun suatu cerita. Menurut Nurgiyantoro (2018: 1) prosa dikenal dalam dunia sastra sebagai salah satu genre sastra di samping genre lainnya.

Untuk mempertegas eksistensi genre prosa, seringkali prosa digabung dengan genre lain, contohnya dengan puisi, meskipun kontradiksi itu sendiri hanya bersifat teoretis. Salah satu bentuk karya sastra prosa adalah novel.

Waluyo, 2009: 2 (dalam Wicaksono, 2018: 68) Novel ialah bagian dari genre prosa fiksi. Terkait dengan pengertian novel sebagai karya sastra berbentuk prosa fiksi. Novel termasuk fiksi (fiction) karena novel ialah hasil khayalan atau keinginan yang didambakan seorang pengarang. Jassin (dalam

(7)

Wicaksono, 2018: 69) membatasi novel sebagai cerita yang bermain di dunia manusia serta benda di sekitarnya, tidak mendalam, menggambarkan banyak momen dalam kehidupan seseorang.

Sebuah novel unsur yang paling menarik adalah konflik. konflik ialah yang paling menarik. Bahkan bisa dikatakan yang membangun jalan cerita ialah konflik. Biasanya, Novel yang menarik mengandung konflik yang mendadak dan mengejutkan. Dalam sebuah novel pada umumnya terdapat tokoh utama dan tokoh tambahan yang membangun suatu jalan cerita. Nugiyantoro, 2009:176 (dalam Wicaksono, 2018: 185) mengungkapkan bahwa tokoh utama ialah tokoh yang paling sering nampak dalam alur cerita, tokoh yang paling banyak dikenai kejadian dalam novel sebagai pelaku atau yang mengalami peristiwa. Pada setiap novel atau karya sastra seorang tokoh utama memilki kepribadian yang berbeda-beda.

Pendekatan yang digunakan dalam pengamatan ini ialah pendekatan psikologi sastra. Menurut Atkinson, 1996: 7 (dalam Minderop, 2016: 3) Psikologi berasal dari kata Yunani psyche, yang berarti jiwa, serta logos yang berarti ilmu. Jadi psikologi berarti jiwa atau ilmu yang menyelidiki serta mempelajari tingkah laku manusia. Psikologi sastra ialah studi mengenai karya sastra yang diyakini mencerminkan proses serta aktivitas psikologis (Minderop, 2016: 54). Dalam mengkaji suatu karya psikologis harus dipahami sejauh mana keterlibatan psikologis sastrawan serta kemampuan sastrawan menghadirkan tokoh fiksi yang terlibat dengan masalah psikologis. Literatur yang berkaitan dengan psikologi penting untuk penelitian, karena menurut Wellek dan Warren,

(8)

1993: 108 (dalam Setyorini, 2017: 13) psikologi membantu mengumpulkan kepekaan pengamat terhadap realitas, mempertajam pengamatan, kemampuan serta memberikan kesempatan untuk mempelajari pola yang sebelumnya tidak tersentuh. Psikologi dalam sastra mengandung fenomena-fenomena yang terjadi melalui perilaku para tokohnya sebagai gejala kejiwaan.

Berlandaskan ilmu teori kepribadian menurut Sigmund Freud, dikenal dengan istilah khusus yaitu psikoanalisis dalam pengamatan psikologi sastra yang Frued temukan sekitar tahun 1890-an. Kemudian psikoanalisis sekitar tahun 1900-an menjadi disiplin ilmu. Teori psikoanalisis berkaitan dengan peran serta perkembangan psikologi manusia. Studi ini ialah bagian dari psikologi yang selama ini memberikan sumbangsih besar bagi psikologi manusia. Dalam teori psikoanalisis, struktur kepribadian terdiri atas tiga aspek atau sistem, yakni Id, Ego, serta Superego. Aspek id adalah unsur kepribadian yang ada sejak lahir. Cara kerja id berkaitan dengan prinsip kesenangan, yaitu selalu menghindari hal-hal yang tidak nyaman untuk mencari kepuasan. Aspek ego ialah unsur kepribadian berada di alam sadar dan alam bawah sadar yang menghubungkan antara id dan superego. Ego bertindak sebagai cabang eksekutif dari kepribadian atau sebagai pengambil keputusan antara id dan superego. Aspek superego ialah unsur moral kepribadian yang berterkaitan dengan baik serta buruk benar dan salah dalam standar atau norma masyarakat.

Superego berperan untuk menghalangi implus id.

(9)

Berdasarkan latar belakang tersebut, pengamat ingin meneliti kepribadian tokoh Dara dalam novel Brizzel: Cinta Sang Hafizah karya Ario Muhammad (Psikologi Sastra).

B. Rumusan Masalah

Berlandaskan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam pengamatan ini ialah bagaimana kepribadian tokoh Dara dalam novel Brizzle:

Cinta Sang Hafizah karya Ario Muhammad ditinjau dari pendekatan psikologi sastra?

C. Tujuan Pengamatan

Berlandaskan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pengamatan ini ialah untuk mengetahui kepribadian tokoh Dara dalam novel Brizzle: Cinta Sang Hafizah karya Ario Muhammad ditinjau dari pendekatan psikologi sastra.

D. Manfaat Pengamatan

Penelitian ini bisa diharapkan memeberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoretis

Pengamatan ini diharapkan bisa menambah pengetahuan mengenai kajian analisis sastra di Indonesia, khususnya bidang observasi pada novel dengan menggunakan observasi psikologi sastra, serta diharapkan bisa memberikan informasi yang lebih mendalam mengenai kepribadian tokoh Dara dalam novel Brizzle : Cinta Sang Hafizah karya Ario Muhammad ditinjau dari pendekatan psikologi sastra.

(10)

2. Manfaat Praktis

Hasil pengamatan ini diharapkan bisa:

a. Menyampaikan pemikiran atau bahan informasi kepada pembaca, khususnya kepada pengamat mengenai kepribadian tokoh Dara dalam novel Brizzle: Cinta Sang Hafizah karya Ario Muhammad ditinjau dari pendekatan psikologi sastra.

b. Sebagai masukan dalam upaya kajian psikologi sastra dan kajian lainnya sebagai bahan referensi bagi pengamat selanjutnya yang sesuai dengan judul pengamatan ini.

(11)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA SERTA KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

1. Pengamatan yang Relevan

Pengamatan yang dianggap relevan dengan pengamatan yang dilakukan oleh penulis yakni sebagai berikut:

Pengamatan Desi Ratnasari (2020) mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Kepribadian Tokoh Utama Novel Merindu Baginda Nabi Karya Habiburrahman El Shirazi: Kajian Psikologi Sastra”. Pengamatan tersebut menganalisis kepribadian tokoh utama bernama Rifa dalam novel Merindu Baginda Nabi karya Habiburrahman El Shirazy. Hasil dari pengamatan tersebut menunjukkan bahwa kepribadian yang menonjol dari tokoh utama yang bernama Rifa ada empat berlandaskan struktur kepribadian yang dikemukakan oleh Hippocrates serta Galenus, keempat kepribadian tersebut yakni kepribadian kholeris, melankholis, phlegmatis, serta sanguinis. Persamaan pengamatan relevan dengan peneltian yang dilakukan penulis yakni sama-sama menganalisis kepribadian tokoh utama dalam novel serta menggunakan pendekatan yang sama yakni pendekatan psikologi sastra. Perbedaan pengamatan relevan dengan pengamatan yang dilakukan oleh penulis ialah dari segi objek yang diteliti yakni meneliti novel yang berbeda. Kemudian pada pengamatan relevan menggunakan teori kepribadian Hippocrates serta Galenus

7

(12)

sesertagkan dalam pengamatan yang dilakukan penulis menggunakan teori kepribadian Sigmund Freud

Indria Nursavitri (2019) mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, Fakultas Keguruan serta Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Bahasa serta Sastra Indonesia dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Di Tanah Lada Karya Ziggy Zesyazeoviennazabriezkie (Pendekatan Psikologi Sastra)”. Pengamatan tersebut lebih memfokuskan pada deskripsi kepribadian tokoh utama bernama Salva yang biasa dipanggil Ava yang merupakan seorang anak berusia lima tahun dalam novel Di Tanah Lada Karya Ziggy Zesyazeoviennazabriezkie.

Novel ini menceritakan mengenai Ava yang merupakan anak yang cerdas serta suka membaca kamus bahasa Indonesia, Ava memilki watak yang kritis sehingga banyak orang yang menyayanginya, kecuali ayahnya. Dalam novel ini, sang tokoh utama Ava diceritakan mengalami penindasan serta kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya sendiri. Persamaan pengamatan relevan dengan peneltian yang dilakukan penulis yakni sama-sama menganalisis kepribadian tokoh utama dalam novel serta menggunakan pendekatan yang sama yakni pendekatan psikologi sastra. Perbedaan antara pengamatan yang relevan dengan pengamatan yang dilakukan oleh penulis ialah dari segi objek yang diteliti yakni menginvestigasi novel yang berbeda. Kemudian pada pengamatan relevan menggunakan teori kepribadian Hippocrates serta Galenus sesertagkan dalam pengamatan yang dilakukan penulis menggunakan teori kepribadian Sigmund Freud.

(13)

St. Alfiah Suci Pratiwi (2018) mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar Fakultas Keguruan serta Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Bahasa serta Sastra Indonesia dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Kepribadian Tokoh Delisa Dalam Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye (Psikologi Sastra)”. Pengamatan tersebut menganalisis kepribadian Delisa sebagai tokoh utama dalam novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye. Hasil dari pengamatan tersebut menunjukkan ada tiga aspek yang nampak pada kepribadian tokoh utama yang bernama Delisa yakni aspek Id, Ego, serta Superego. Aspek id muncul ketika Delisa ingin menghafal bacaan salat dengan sempurna. Aspek ego yang dapat dilihat dari tokoh Delisa ialah sikapnya yang ingin menghafal bacaan salat untuk mendapatkan hadiah berupa kalung berliontin dengan huruf “D”. Aspek superego yang terlihat dari karakter Delisa yakni meski gagal mendapatkan kalung serta sepeda roda dua dari umi dan abi, Delisa tetap bertekad untuk melanjutkan hafalan bacaan salatnya di tengah kondisinya yang belum stabil. Persamaan pengamatan relevan dengan peneltian yang dilakukan penulis yakni sama-sama menganalisis kepribadian tokoh utama dalam novel, menggunakan pendekatan yang sama yakni pendekatan psikologi sastra serta menggunakan teori kepribadian yang sama yakni teori Sigmund Freud. Perbedaan pengamatan relevan dengan pengamatan yang dilakukan oleh penulis ialah dari segi objek yang diteliti yakni meneliti novel yang berbeda.

2. Konsep Sastra

(14)

Rahmanto, 1988:10 (dalam Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 1) mengungkapkan bahwa kata “sastra” sering digunakan dalam konteks yang berbeda. Hal ini mengandung pengertian bahwa sastra merupakan istilah yang memilki arti luas serta mencakup kegiatan yang berbeda karena sastra bukanlah istilah yang bisa digunakan untuk menyebut fenomena sederhana. Aristoteles (dalam Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 1) menuturkan bahwa sastra ialah karya memperkaya wawasan seseorang mengenai kehidupan serta menanamkan pengetahuan yang memberikan kenikmatan unik.

Teeuw, 1988: 21-24 (dalam Achmad, 2019: 11) mengungkapkan bahwa sastra berasal dari kata “sastra” serta mendapat awalan “su”. Akar kata sas- berarti memberi petunjuk atau instruksi, mengarahkan, serta mengajarkan.

Akhiran -tra biasanya menyatakan instrumen atau sarana. Dengan demikian, sastra berarti pengajaran, buku tuntunan, buku instansi atau buku pengajaran.

Awalan “su” berarti baik atau indah. Olehnya itu, sastra ialah alat pengajaran yang indah atau baik.

Sastra, bagi Sudjiman, 1990: 71 (dalam Al-Ma’ruf serta Farida, 2017:

1) ialah karya lisan atau tertulis yang memilki beberapa ciri menonjol seperti nilai seni, estetika, serta orisinalitas pengungkapan dan isinya. Sumardjo, 1982:

22 (dalam Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 1) memaparkan bahwa sastra ialah gambaran yang memberikan pengalaman subjektif. Khususnya dalam novel, penggambarannya berupa rangkaian peristiwa. Sejalan dengan itu, Rampan, 1984: 13 (dalam Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 1) mengatakan bahwa sastra berasal dari kata dasar “sastra” yang mendapat awalan “su” yang bermakna

(15)

indah atau baik. Dari pendekatan ini bisa disimpulkan bahwa sastra ialah karangan yang baik atau indah atau tulisan yang dapat berperan untuk memberikan arahan atau ajaran dan petunjuk.

Menurut Wellek serta Warren, 1995:11-14 (dalam Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 2), sastra ialah suatu desain seni, desain kreatif individu yang mengandung nilai estetika. Sebagai salah satu bentuk seni budaya, sastra merupakan perwujudan kehidupan sebagai hasil pengamatan sastrawan terhadap kehidupan sekitarnya yang memilki dunianya sendiri. Hal itu sesuai dengan pendapat Esten, 1991: 8 (dalam Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 2) bahwa suatu karya sastra berasal dari realitas kehidupan di masyarakat (evidensi objektif). Realitas ilmiah ditangkap oleh indera sastrawan yang menghasilkan nilai-nilai yang lebih tinggi serta luhur. Dengan kata lain, sastra ialah cerminan dari kehidupan sosial yang diungkapkan oleh sastrawan yang bisa ditangkap dengan perasaan yang tajam serta pemikiran yang mendalam.

Sastra mengandung ungkapan pikiran yang spontan dari perasaan terdalam pengarangnya. Ungkapan tersebut mengandung gagasan, pandangan, segala aktivitas spiritual manusia serta perasaan, yang diekspresikan dalam bentuk keindahan. Sedangkan sastra, jika dilihat dari potensinya, tersusun atas refleksi pengalaman, yang memilki bentuk representasi kehidupan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, sastra ialah sumber pemahaman mengenai manusia dan kehidupannya (Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 3).

(16)

Hugh (dalam Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 3) mengungkapkan bahwa karya sastra yang memiliki bobot literer harus mencakup dua kriteria utama, yakni (1) relevansi nilai-nilai eksistensi manusia yang dibentuk oleh seni, melalui imajinasi serta karangan yang keseluruhannya memilki kesatuan yang utuh, serasi serta koheren dalam mencapai tujuan tertentu (integrity, harmony serta unity) serta (2) daya ekspresif, keluasan, serta pesona yang ditawarkan oleh bentuk (texture) serta susunan unsur kebahasaan serta struktur verbalnya (asertaya consonantia serta klaritass).

Berlandaskan batasan-batasan yang disampaikan pada uraian sebelumnya, bisa disimpulkan bahwa paling tidak ada dua unsur pokok dalam karya sastra, yakni: a) Isi, yakni sesuatu yang berupa gagasan/pikiran, pengalaman, semangat, perasaan, serta tanggapan sastrawan terhadap lingkungan kehidupan sosial yang ingin disampaikan sastrawan kepada pembaca; b) Bentuk, yakni media ekspresi berupa seni sastra, yang biasanya mengandung bahasa dan unsur-unsur yang mengandung totalitas makna didalamnya.

Karya sastra adalah jendela jiwa. Karya sastra tidak hanya mengandung memberikan hiburan beserta kesenangan bagi pembacanya melainkan di dalamnya juga terkandung hikmah atau pelajaran berharga mengenai kehidupan yang agung. Karya sastra yang memiliki bobot literer dapat berperan dalam penjernihan, pendalaman, serta perluasan wawasan serta pengahayatan manusia mengenai esensi kehidupan.

(17)

3. Peran serta Manfaat Sastra

Menurut Horatius, filsuf Yunani, sastra memilki peran dulce et utile (menghibur serta berguna). Dengan kata lain, Edgar Allan Poe (dalam Al- Ma’ruf serta Farida, 2017: 5) mengungkapkan bahwa peran sastra ialah didactic heresy: sesuatu yang menghibur dan mengajar. Selain memberikan kenikmatan bagi pembaca, sastra juga bermanfaat atau bagi kehidupan batin seseorang.

Dengan kata lain, sastra bermanfaat untuk menghibur sekaligus memperkaya rohani atau menambah khazanah batin seseorang. Aminuddin, 2000: 50 (dalam Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 4) menambahkan bahwa hal itu bisa dimaklumi karena sastra merupakan cara memberikan tanggapan pribadi terhadap persoalan kehidupan.

Berlandaskan peran sastra di atas, ada berbagai manfaat yang bisa ditawarkan oleh kreativitas sastra. Karno, 1996: 34 (dalam Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 4) menjabarkan berbagai manfaat yang diperoleh dari karya sastra ini ialah sebagai berikut.

(1) Sastra sebagai Ilmu

Artinya sastra merupakan salah satu bidang studi konvensional yang diajarkan di sekolah formal pada mata pelajaran bahasa Indonesia.

(2) Sastra sebagai Seni

Sastra memilki motto dulce et utile (menghibur serta bermanfaat).

Selain memberikan kesenangan kepada pembaca, sastra juga bermanfaat bagi

(18)

kehidupan manusia. Artinya, sastra bermanfaat sebagai hiburan sekaligus memperkaya rohani kita.

(3) Sastra sebagai Kebudayaan

Sastra sebagai kebudyaan meliputi seluruh kehidupan manusia baik secara jasmani maupun rohani. Sastra lahir sejalan dengan bahasa yang berperan sebagai alat komunikasi antara manusia serta antarbangsa, pemersatu bangsa dan sarana pergaulan. Hal ini bisa dilihat serta dikenali oleh para sastrawan di seluruh pelosok dunia melalui karya mereka. Kita bisa mengetahui Lelaki Tua serta Laut karya Ernest Hemingway setelah kita membacanya.

Secara kejiwaan sastra bisa dipahami sebagai suatu cara kegiatan untuk memajukan sikap mental seseorang, mentalitas masyarakat, serta mentalitas bangsa. Hal ini bisa dibuktikan dengan membaca karya-karya Sutardji Calsum Bahri, Sertaarto, Abdulhadi W.M., Taufik Ismail, Ahmad Tohari, , Putu Wijaya, Mochtar Lubis, Iwan Simatupang, Djenar Mahesa Ayu, Kuntowijoyo, Ayu Utami, dan sastrawan-sastrawan lainnya, kekayaan batin kita akan semakin kaya.

Berlandaskan batasan-batasan yang dipaparkan pada uraian sebelumnya, bisa disimpulkan bahwa sastra tidak hanya berfungsi untuk menghibur namun kita juga mempelajari pengalaman unik mengenai model kehidupan yang berbeda melalui sastra. Sastra bukan sekadar dokumen sejarah, atau laporan mengenai kisah hidup, persepsi moral, filsafat, serta agama. Sastra ialah perpanjangan dari penjelasan kehidupan itu sendiri. Dengan demikian, tujuan utama pembaca ialah untuk menambah pengalaman rohaninya.

(19)

4. Novel

Novel berasal dari bahasa Italia, novella, yang berarti ‘suatu cerita, secercah berita’. Penulis novel disebut novelis. Novel ialah prosa naratif fiksi.

Bentuknya Panjang serta kompleks yang secara gambalang menggambarkan pengalaman manusia. Pengalaman digambarkan dalam rangkaian peristiwa yang saling berhubungan melibatkan sejumlah orang (karakter) di dalam setting (latar) yang spesifik. Novel ialah suatu karya fiksi prosa yang ditulis serta berbentuk narasi. Biasanya ditulis dalam bentuk cerita (Warsiman, 2017: 129).

Sumardjo serta Saini, 1997:29 (dalam Firwan, 2017: 53) mengungkapkan dalam arti luas novel ialah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas, ukuran yang luas disini bisa berarti cerita dengan plot (alur) yang kompleks, tema yang kompleks, tokoh yang banyak, suasana yang beragam serta latar cerita yang berbeda, namun “ukuran luas’’ disini juga tidak mutlak demkian, mungkin hanya salah satu unsur fiksinya saja yang luas, misalnya temanya, tokoh, latar dan lain sebagainya.

Novel ialah salah satu genre sastra selain puisi, cerpen (cerita pendek) serta drama. Novel ialah cerita atau karangan fiksi atau biasa dikenal dengan teks naratif (narrative text) atau wacana naratif (narrative discourse). Fiksi berarti cerita-cerita fantasi yaitu cerita-cerita naratif yang di dalamnya tidak mengisyaratkan kebenaran sejarah (Abrams, 1981:61), atau tidak benar-benar terjadi di dunia nyata. Tokoh, tempat, peristiwa dan lain sebagainya merupakan imajinasi pengarang (Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 74).

(20)

Sastrawan menawarkan berbagai permasalahan manusia serta kehidupannya, hidup serta kehidupan setelah mengalami masalah tersebut secara serius melalui novel. Apresiasi ini kembali diekspresikan melalui instrumen fiktif imajinatif, tetapi biasanya bermakna dan mengandung kebenaran yang mendramatisasi hubungan antarmanusia (Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 74).

Novel menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan orang lain serta lingkungannya, serta interaksinya dengan diri sendiri dan Tuhan. Novel ialah hasil kontempelasi, dialog serta reaksi sastrawan terhadap kehidupan serta lingkungannya, setelah mengalami apresiasi dan refleksi yang intens. Singkatnya, novel ialah sebuah karya imajinatif yang menghadirkan model kehidupan yang diidealkan sastrawan dilandasi dengan kesadaran serta tanggung jawab kreatif sebagai karya seni yang estetis (Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 74-75).

Karya sastra pada umumnya ialah karya seni yang merupakan ungkapan sastrawan mengenai hasil refleksi hidupnya. Dengan demikian, meskipun dalam perkembangan sastra belakangan ini terdapat karya sastra yang menggunakan media lain selain kata-kata seperti gambar atau tanda lain, istilah sastra konvensional tetap digunakan dalam tulisan ini. Robert Frost mengungkapkan bahwa esensi sastra ialah a performance in words 'pertunjukan dalam kata' , sedangkan peran sastra yaitu dulce et utile, 'menyenangkan serta bermanfaat'. Dunia cerita yang diciptakan oleh penulis yang dikonstruksi, diabsrtaksikan dan sekaligus melalui kata-kata atau bahasa menjadikan novel

(21)

sebagai karya sastra sering disebut ‘dunia dalam kata-kata’. Selain itu, novel ialah cerita yang mengandung gagasan mengenai esensi kehidupan sekaligus hiburan. Ketika kita membaca sebuah novel, kita menikmati ceritanya dan kita mendapatkan kepuasan batin yang sulit ditemukan pada teks-teks non-sastra artinya kita merasa puas setelah menikmati karya sastra (Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 75).

Novel menurut Wellek serta Warren, 1993:282 (Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 75-76) ialah cerita yang dari waktu ke waktu menggambarkan gambaran kehidupan dan perilaku manusia. Konsisten dengan pandangan di atas, Damono, 1978:2 (Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 76) mengungkapkan bahwa novel ialah jenis sastra fiksi, tetapi jalan ceritanya bisa menjadi pengalaman hidup yang nyata serta dapat mendidik pengalaman batin pembaca.

Berlandaskan pengertian di atas, bisa disimpulkan bahwa novel ialah hasil pengalaman sastrawan dalam menghadapi kehidupannya ataupun dapat melalui imajinasi sastrawan. Novel ialah ekspresi kesadaran sastrawan terkait kepekaan, pikiran, perasaan, serta keinginannya terhadap kenyataan yang dihadapi sastrawan dan pengalaman hidupnya. Dengan demikian, novel seringkali mengungkapkan berbagai kebenaran hidup yang direfleksikan melalui kata-kata yang indah sehingga mampu menggugah hati para pembacanya.

5. Ciri-Ciri Novel

Ciri-ciri novel menurut Warsiman, 2018:113 ialah sebagai berikut:

(22)

a) Novel ialah karya sastra berbentuk naratif. Dikatakan berbentuk narasi karena mengandung karakter atau tokoh, intrik, latar, dan lain sebagainya yang membentuk peristiwa. Dalam novel, ada banyak peristiwa atau konflik yang membuat cerita menjadi panjang. Selain narasi, biasanya dalam novel juga terdapat jenis esai deskriftif atau karangan deskripsi. Tipe ini biasanya digunakan oleh penulis untuk merefleksikan suasana pemandangan, suasana hati tokoh, dan sebagainya. Karangan deskripsi juga menambah panjangnya suatu cerita dalam novel.

b) Novel ialah karya sastra berupa prosa;

c) Novel ialah karya sastra yang bersifat realistik, yang berarti menceritakan kehidupan tokoh yang nyata, tanpa disertai peristiwa yang gaib dan ajaib.

Secara umum novel ialah tanggapan sastrawan terhadap lingkungan sosial budaya disekitarnya;

d) Novel ialah karya sastra yang berperan sebagai tempat pengungkapan pikiran penulis dalam menanggapi keadaan disekitarnya. Dalam impresionisme, penulis menempatkan dirinya dalam kehidupan yang diceritakan. Refleksi pembaca setelah membaca novel sampai pada pemikiran baru tentang makna hidup.

6. Unsur-Unsur yang Membangun Novel a) Unsur intrinsik

Unsur intrinsik ialah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.

Unsur-unsur inilah yang menyebabkan suatu teks ada sebagai teks sastra, unsur- unsur yang hampir dapat ditemukan ketika orang membaca karya sastra. Unsur

(23)

intrinsik novel ialah unsur-unsur yang (secara langsung) ikut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat suatu novel berwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika membaca suatu novel (Nurgiyantoro, 2018: 30). Unsur intrinsik novel yakni tema, latar, amanat, alur, tokoh serta penokohan, sudut pansertag serta gaya bahasa.

1) Tema

Stanton serta Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2018: 114) mengemukakan bahwa tema ialah makna yang dikandung oleh suatu cerita. Namun, ada banyak makna yang dikandung serta ditawarkan oleh cerita fiksi itu, maka masalahnya ialah: makna khusus yang bisa dinyatakan sebagai tema itu. Tema ialah gagasan dasar umum yang menopang suatu karya sastra serta yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantik serta yang menyangkut persamaan atau perbedaan-perbedaan. Tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik serta situasi tertentu.

Tema menurut Hartoko serta Rahmanto, 1986: 142 (dalam Nurgiyantoro, 2018: 115) ialah gagasan dasar umum yang menopang suatu karya sastra serta yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis serta yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan. Di pihak lain, Baldic, 2001: 258 (dalam Nurgiyantoro, 2018: 115) mengemukakan bahwa tema ialah gagasan abstrak utama yang terdapat dalam suatu karya sastra atau

(24)

yang secara berulang-ulang dimunculkan baik secara eksplisit maupun (yang banyak ditemukan) implisit melalui pengulangan motif. Walau berbeda rumusan, kedua definisi tersebut secara makna tidak berbeda serta bahkan bisa saling melengkapi.

Berlandaskan batasan-batasan yang telah disampaikan dalam uraian sebelumnya, bisa disimpulkan bahwa tema ialah pandangan hidup yang tertentu atau perasaan menganai kehidupan yang membentuk gagasan utama dari suatu perangkat. Jadi, tema ialah ide atau gagasan dasar umum yang menopang suatu karya sastra sebagai struktur semantis serta bersifat abstrak yang secara berulag- ulang dimunculkan melalui motif-motif serta biasanya dilakukan secara implisit.

2) Latar

Moody, 1972: 48 (dalam Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 93) mendefinisikan latar sebagai tempat, sejarah, sosial, pengalaman politik atau latar cerita yang berlangsung. Menurut Parkamin serta Bari, 1973: 62 (dalam Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 93) latar ialah penempatan waktu serta tempat termasuk lingkungan. Artinya bahwa lingungan mencakup adat istiadat, kebiasaan, latar alam atau keadaan yang terjadi di sekitar kita. Latar dapat berarti lingkungan sekitar. Lingkungan bisa dipandang berperan sebagai metonimia atau metafora, dan ekspresi karakter. Latar juga dapat berarti ungkapan kehendak manusia. Jika diibaratkan dengan cerita modern seperti saat

(25)

ini maka kota-kota besar seperti latar tokoh-tokohnya (Wellek serta Warren, 1992: 291 (dalam Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 93-94)).

Latar menjadi satu kesatuan dalam cerita para tokoh dalam karya sastra.

Perbuatan tokoh selalu berkaitan dengan latar tertentu, yang bagi Chatman, 1978: 141- 145 (dalam Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 94) terdiri dari latar internal serta latar eksternal. Latar internal antara lain berbentuk perasaan bahagia, sedih, gembira, marah serta lain-lain. Latar eksternal mencakup cuaca, alam, tempat-tempat tertentu serta sebagainya. Unsur latar sebagai unsur cerita memilki peranan, sedangkan latar berperan utama memberikan suasana (mood) dalam suatu cerita.

Abrams, 1981: 175 (dalam Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 94) memberikan gambaran latar dalam karya sastra dalam tiga bagian yakni latar tempat, waktu serta sosial. Latar tempat terkait dengan masalah geografis;

pengaturan waktu terkait dengan waktu; serta latar belakang sosial erat kaitannya dengan kehidupan sosial atau sosial budaya. Dengan demikian secara sederhana bisa dikatakan, bahwa latar cerita bisa berbentuk latar tempat, latar waktu serta latar lingkungan. Latar lingkungan terutama latar belakang sosial budaya dalam lingkup kehidupan tokoh. Nah, setting atau latar berperan dalam suasana pada suatu cerita.

Berlandaskan pengertian di atas penulis bisa menyimpulkan bahwa latar ialah salah satu unsur pembangun terpenting dalam suatu karya sastra karena latar tidak bisa terlepas dari tokoh. Latar ialah penempatan mengenai waktu

(26)

serta tempat termasuk lingkungannya. Latar atau setting pada suatu karya sastra dibagi menjadi tiga bagian yakni latar tempat, latar waktu serta latar social atau latar suasana.

3) Amanat

Menurut Siswanto, 2008: 161 (dalam Rizky, 2019: 18) amanat ialah suatu gagasan yang menjadi dasar karya sastra yang ialah pesan yang ingin disampaikan oleh sastrawan atau pembaca. Pesan yang ingin disampaikan sastrawan kepada pembaca serta biasanya dilakukan secara tersirat. Amanat biasanya berbentuk pesan moral yang ingin disampaikan sastrawan kepada pembaca melalui karya sastra.

Rokhmansyah, 2014: 33 (dalam Ailia, dkk, 2018: 13-14) menuturkan bahwa amanat novel ialah pesan dari sastrawan untuk pembaca, yang disampaikan melalui novel. Rokhmansyah pula menambahkan bahwa pembaca harus teliti dalam mencari amanat. Hal ini dikarenakan amanat bisa jadi diungkapkan sastrawan secara tersirat.

Amanat menurut Esten, 2013: 20 (dalam Ailia, dkk, 2018: 14) didefisikan sebagai pemecahan dari suatu tema. Esten pula menambahkan, di dalam amanat, cita-cita serta pandangan hidup sastrawan terlihat. Amanat bersifat implisit serta eksplisit. Amanat implisit berarti amanat yang tersirat pada novel. Amanat yang bersifat eksplisit berarti amanat tersurat pada novel.

Amanat ialah pesan atau ajaran moral yang bisa dipelajari dari karya sastra, misalnya pada novel, drama, teater, puisi dan lain sebagainya. Penafsiran

(27)

terhadap karya sastra tentunya diperlukan untuk dapat menyeleksi atau mengambil pesan atau ajaran moral dalam sebuah karya sastra. Untuk dapat memaknai karya sastra, pembaca memerlukan kumpulan pengetahuan, wawasan, serta pengalaman batin yang dapat mereka alami dengan membaca banyak buku, di samping “membaca” realitas kehidupan di lingkungannya (Al- Ma’ruf serta Farida, 2017: 71).

Berlandaskan dari pendapat ahli di atas, penulis bisa mengambil simpulan bahwa amanat ialah suatu gagasan, pandangan hidup sastrawan atau pesan moral yang ingin disampaikan sastrawan kepada pembaca. Sastrawan mengungkapkan amanat pada suatu novel bisa dalam bentuk amanat yang bersifat implisit yakni amanat tersirat pada novel ataupun amanat yang bersifat eksplisit berarti amanat tersurat pada novel.

4) Alur

Alur ialah rangkaian peristiwa yang terus menerus terjalin dalam suatu hubungan sebab akibat untuk membangun suatu alur cerita yang terpadu serta utuh. Peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh-tokoh dalam cerita bisa diatur menurut urutan terjadinya. Namun, tidak semua peristiwa dalam kehidupan karakter ditampilkan secara berurutan, sepenuhnya sejak karakter tersebut lahir.

Peristiwa yang dipilih dengan memperhatikan pentingnya membangun cerita (Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 86).

Alur (plot) ialah salah satu unsur utama pendukung pengorganisasian cerita secara kronologis. Alur mengetengahkan peristiwa-peristiwa yang tidak

(28)

hanya sebagai unsur dalam rangkaian yang sementara, tetapi pula sebagai pola yang rumit mengenai sebab serta akibatnya (Warsiman, 2016: 117). Alur ialah rangkaian peristiwa yang terpilih yang menggiring pembaca untuk melihat peristiwa yang terjadi berikutnya. Dengan demikian, jalinan peristiwa harus memperlihatkan sebab akibat. Plot mengandung penyebab/ motivasi, serta akibat serta saling berhubungan antara keduanya (Al-Ma’ruf serta Farida, 2017:

86).

Nurgiyantoro, 1998: 142 (Al-Ma’ruf serta Farida, 2017: 86-87) menuturkan bahwa struktur alur suatu novel secara umum terbagi menjadi tiga fase, yakni tahap awal, tengah, serta akhir . Fase awal ini biasa disebut fase perkenalan. Tahap perkenalan biasanya mengandung informasi penting mengenai hal-hal yang akan diceritakan pada tahap-tahap selanjutnya. Pada tahap ini menyampaikan informasi yang diperlukan untuk memahami cerita berikutnya. Peran tahap awal suatu cerita ialah memberikan informasi serta penjelasan yang dperlukan terutama yang berkaitan dengan set-up dan penokohan.

Tahap selanjutnya yaitu tahap tengah. Pada tahap ini termasuk fase konflik yang menunjukkan kontradiksi atau konflik yang mulai muncul pada tahap sebelumnya, yang menjadi semakin tegang. Pada fase ini terjadi komplikasi, penggawatan (complication) serta klimaks (climax). Konflik erat kaitannya dengan unsur kontrol yang terdapat pada kejadian awal. Fase tengah ialah bagian fiksi yang terpanjang dan terpenting. Pada tahap akhir atau tahap penyelesaian, menampilkan adegan tertentu karena klimaks. Tahap ini

(29)

memberikan penjelasan tentang bagaimana cerita berakhir atau fragmen masalah (denouement).

Plot dengan demikian merupakan salah satu elemen utama yang secara kronologis mendukung organisasi cerita. Alur ialah rangkaian peristiwa yang terus menerus terjalin dalam hubungan sebab-akibat menggiring pembaca untuk melihat perisitiwa yang terjadi berikutnya. Struktur alur terbagi atas tiga tahap yakni tahap awal yang lazim disebut tahap perkenalan, tahap tengah yakni tahap perselisihan atau konflik serta tahap akhir yakni tahap solusi atau tahap pemecahan masalah.

5) Tokoh serta Penokohan

Menurut Nurgiyantoro, 2018: 247 tokoh ialah menunjukkan pada orangnya. Abrams (Nurgiyantoro, 2018: 247) menambahkan bahwa karakter naratif ialah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang menafsirkan pembaca sebagai kualitas moral yang diungkapkan dalam ucapan serta yang dilakukan dalam tindakan. Tokoh dalam karya fiksi selalu memilki sikap, ciri, perilaku atau watak tertentu. Walaupun tokoh naratif hanyalah tokoh yang diciptakan oleh seorang penulis, ia harus merupakan tokoh yang hidup sesuai dengan kodrat karena kehidupan manusia terdiri dari darah serta daging, yang memilki pikiran serta perasaan. Kehidupan seorang tokoh cerita ialah kehidupan di dalam dunia fiksi, sehingga ia harus bersikap serta bertindak sesuai dengan tuntutan cerita dengan karakter yang dibawanya.

(30)

Tokoh dalam cerita mendapatkan suatu proses, yakni proses penokohan.

Penokohan istilah lainnya karakterisasi. Karakterisasi atau penokohan atau perwatakan ialah cara seorang penulis menggambarkan tokoh-tokohnya. Jadi, hal tersebut telah menggambarkan serta secara tidak langsung menerangkan mengenai penokohan seorang tokoh, atau perwatakan seorang watak dalam cerita yang dikisahkan sastrawannya (Warsiman, 2016: 118).

E.M. Foster (Warsiman, 2016: 118-119) membagi tokoh dalam fiksi naratif menjadi dua, yakni tokoh (round character) serta karakter pipih (flat character). Demikian pula Wellek serta Warren (1993:288) membedakan penokohan mereka sebagai penokohan memilah penokohan dengan sebutan penokohan tetap dan penokohan dinamis atau berkembang. Karakter bulat (round character) atau karakter dinamis (evolving) dapat berubah, belajar dari pengalaman dan beradaptasi dengan keadaan, sedangkan karakter datar atau statis, sebaliknya, tidak memiliki kemampuan untuk berubah, belajar dari pengalaman. Dari awal hingga akhir, karakter datar tidak mengalami perubahan karakter sama sekali. Dalam dunia sastra, bagaimanapun, ada karakter yang tampaknya tidak berubah tetapi pada dasarnya berubah.

Menurut Nurgiantoro, 2005: 176-178 (dalam Warsiman, 2016: 119), tokoh dibedakan berdasarkan sudut pandang fungsi tokoh menjadi tokoh utama (central character) dan tokoh tambahan (peripheral character), serta berdasarkan fungsi penampilan karakter, dibedakan berdasarkan karakter protagonis dan antagonis. Lebih lanjut Nurgiantoro, 2005: 176-178 (dalam Warsiman, 2016:119) menjabarkan bahwa yang disebut tokoh utama (central character)

(31)

ialah tokoh yang ceritanya diprioritaskan pada suatu novel tertentu (narasi fiksi). Ia adalah tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku peristiwa maupun yang menjadi sasaran peristiwa, serta yang disebut tokoh tambahan (periferal character) dalam keseluruhan cerita semakin tidak penting, dan kehadirannya hanya jika ada hubungan dengan tokoh utama, langsung atau tidak langsung.

Tokoh protagonis ialah karakter dalam karya sastra yang dikagumi atau tokoh populer (pahlawan). Eksistensinya merupakan perwujudan norma, nilai- nilai yang ideal bagi kita (Altenberd dan Lewis, 1966: 56, dalam Warsiman, 2017: 140), dan selalu menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan kita (pembaca) . Bahkan, kita sering berpura-pura menjadi seperti pemeran utama. Semua masalah yang kita hadapi, seolah-olah itu adalah masalah kita, sekaligus menyikapinya. Selain itu, antagonis sering disebut sebagai tokoh oposisi, atau tokoh penyebab konflik. Tokoh antagonis dalam sebuah karya sastra dibenci oleh para penikmatnya dianggap sebagai sumber bencana. Meskipun sering dibenci para penikmatnya namun tokoh antagonis termasuk tokoh yang membuat cerita semakin menarik.

Berlandaskan penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa tokoh ialah orang atau pelaku yang terlibat dalam suatu karya sastra yang memilki ciri, sifat, tingkah laku atau watak tertentu. Meskipun tokoh naratif hanyalah tokoh yang diciptakan sastrawan, tokoh tersebut harus merupakan tokoh yang hidup secara kodrat, karena kehidupan manusia terdiri dari darah dan daging, yang memiliki pikiran dan perasaan. Dilihat dari peran tokohnya, tokoh dibedakan menjadi

(32)

tokoh utama (central character) dan tokoh tambahan (peripheral character), dan berdasarkan peran penampilan tokoh dibedakan menjadi protagonist dan antagonistik. karakter. Tokoh-tokoh dalam cerita mendapatkan suatu proses, yaitu proses penokohan. Penokohan adalah istilah lain dari karakterisasi atau perwatakan. Penokohan atau perwatakan adalah cara seorang pengarang menggambarkan tokoh-tokohnya.

6) Sudut Pandang

Aminudin, 2014: 90-91 (dalam Nursavitri, 2019:16) sudut pandang atau perspektif adalah cara pengarang menampilkan tokoh atau tokoh dalam sebuah cerita yang dideskripsikan. Sudut pandang atau biasa disebut point of view atau sudut pandang cerita, yaitu: a. Narrator omniscient ialah narrator yang berperan sebagai tokoh dalam cerita, karena tokoh dalam cerita sebagai pembicara maha tahu tentang apa yang ada dalam pikiran, perilaku, batin, nasib dan kehidupan beberapa tokoh lainnya. Segala sesuatu yang tidak digambarkan dalam cerita, bahkan jika itu hanya bayangan atau mimpi karakter, adalah sesuatu yang akan terjadi, sudah diketahui oleh narator yang maha tahu. b.

Narrator observer ialah narrator yang berperan sebagai pengamat terhadap penampilan tokoh lain, narator ini hanya mengetahui batas-batas perilaku dan pikiran tokoh. Narator ini selalu menyebut tokoh utama sebagai dirinya sendiri atau bahkan dengan nama lain, hal ini terjadi karena keterbatasan pengetahuan penulis tentang kepribadian tokoh.

7) Gaya Bahasa

Menurut Sudjiman, 1995:15-16 (dalam Al-Ma’ruf serta Farida, 2017:

97) Style, 'gaya bahasa' dalam karya sastra ialah insrumen sastra yang memberikan kontribusi sangat berarti bagi perolehan efek estetika dan penciptaan berarti. Stilistika sering membawa beban makna. Setiap pemilihan

(33)

kata yang digunakan dalam karya sastra memilki keterkaitan emosional, moral, serta ideologis di samping maknanya yang bebas. Ratna, 2007: 231 (dalam Al- Ma’ruf serta Farida, 2017: 97) mengungkapkan bahwa aspek keindahan sastra sebenarnya terkandung dalam penggunaan gaya bahasa. Dengan demikian, gaya bahasa memegang peranan penting dalam menentukan nilai estetika karya sastra.

b) Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik ialah komponen-komponen yang berasal dari luar karya sastra, namun secara tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap struktur atau sistem organisme teks sastra. Unsur ekstrinsik sangat berpengaruh (belum dikatakan: krusial) terhadap keseluruhan struktur cerita. Dengan demikian, unsur ekstrinsik suatu novel harus dianggap penting (Nurgiyantoro, 2018: 30). Komponen-komponen ekstrinsik meliputi subjektivitas individu sastrawan yang memilki keyakinan, sikap, serta pandangan hidup yang semuanya dapat mempengaruhi karya sastra yang diciptakannya. Unsur ekstrinsik suatu karya sastra bergantung pada sastrawan yang menceritakan karya tersebut.

7. Psikologi Sastra

Menurut Atkinson, 1996: 7 (dalam Minderop, 2016: 3) Psikologi berasal dari kata Yunani psyche, yang berarti jiwa, serta logos yang berarti ilmu. Jadi dapat diartikan jiwa atau ilmu yang menyelidiki serta mempelajari perilaku manusia. Psikologi sastra ialah studi tentang karya sastra yang diyakini

(34)

mencerminkan proses serta aktivitas psikologis (Minderop, 2016: 54). Dalam penyelidikan suatu karya psikologi, penting untuk memahami sejauh mana psikologi penulis terlibat dan kemampuan penulis menghadirkan tokoh-tokoh fiksi yang berhubungan dengan masalah mental.

Karya sastra yang berkaitan dengan psikologi penting untuk penelitian, karena menurut Wellek serta Warren, 1993: 108 (dalam Setyorini, 2017: 13) bahwa psikologi membantu menghimpun kepekaan pengamat pada realitas, kemampuan, pengamatan, serta memberi kesempatan untuk mempelajari pola sebelumnya yang tidak tersentuh. Sebagai gejala psikologis, psikologi mengandung fenomena sastra yang muncul melalui perilaku para tokohnya.

Menurut Endraswara, 2008: 11 (dalam Rosmalina, dkk, 2020: 332) psikologi sastra ialah ilmu yang mempelajari karya sastra yang diyakini mencerminkan proses serta aktivitas psikologis. Sastra sebagai gejala psikologis mengandung fenomena psikologis yang muncul melalui tingkah laku para tokohnya. Jelas, tujuan psikologi sastra ialah untuk memahami aspek- aspek psikologis sebuah karya sastra. Setujuan dengan itu, Minderop (2018:55) menerangkan psikologi sastra ialah studi yang mengkaji refleksi psikologis tokoh-tokoh yang dihadirkan oleh sastrawan sehingga pembaca merasa terbebani oleh persoalan-persoalan psikologis cerita sehingga ia merasa terlibat dalam cerita tersebut.

John Keble mengatakan bahwa ikatan antara karya sastra serta psikologi bisa diamati melalui, misalnya karya sastra yang ialah ekspresi dari motif

(35)

konflik yang memuaskan atau dapat pula desakan keinginan serta nafsu yang ditampilkan dalam karakter untuk mencari kepuasan imajinatif bersama dengan upaya menyembunyikan serta menekan perasaan. Dengan menggunakan

‘cadar’ atau ‘penutup’ dari lubuk hati yang terdalam (Minderop, 2018: 57).

Sastra ialah jendela jiwa. Sastra mengemukakan manusia dalam berbagai Tindakan (action) untuk mencapai Hasrat (apettius) yang diinginkan.

Sastra ialah dunia jiwa dalam bentuk yang lain. Kita bisa memahami jiwa seseorang melalui sastra serta juga bisa memahami psikologi melalui sastra.

Oleh karena itu, sastra tidak dapat dipisahkan dari konteks psikologis serta sebaliknya, psikologi tidak dapat dipisahkan dari sastra (Ahmadi, 2019: 49).

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa psikologi berhubungan dengan manusia, (kejiwaan) serta sastra juga berhubungan dengan manusia (tokoh fiksional). Dengan demikian, psikologi sastra ialah ilmu yang menelaah dalam diri manusia dalam hal ini jiwa yang direfleksikan melalui perilaku dan dialog para tokoh dalam novel tersebut. Kita bisa memahami jiwa seseorang melalui sastra serta kita pula bisa memahami psikologi melalui sastra.

Oleh karena itu, sastra tidak dapat dipisahkan dari konteks psikologi serta sebaliknya, psikologi pula tidak dapat dipisahkan dari sastra.

8. Kepribadian

Kepribadian menurut Santrock (dalam Minderop, 2013:4) ialah sifat yang meliputi pikiran, perasaan, serta perilaku seseorang yang menunjukkan bagaimana dia beradaptasi dalam kehidupan. Menurut Hilgard, et al (dalam

(36)

Minderop, 2013:4) mengungkapkan bahwa kepribadian mengacu pada pola sifat perilaku dan disposisi penilaian seseorang terhadap lingkungannya.

Kepribadian dibentuk sejak lahir yang diubah oleh budaya serta pengalaman yang memengaruhi seseorang.

Kita menjumpai kata “kepribadian” sepanjang waktu. Biasanya, kita berpikir bahwa kepribadian ialah kita sebagaimana asertaya; kepribadian ialah identitas diri kita. Kata kepribadian diduga berasal dari bahasa Latin “persona”, yang berarti topeng yang dikenakan oleh para aktor. Dalam psikologi, menurut kamus Webster, kepribadian berarti: a) totalitas karakteristik individu, khususnya dalam hubungannya dengan orang lain; b) sekelompok kecenderungan perilaku, emosi yang terpadu, minat-minat, serta yang mencakup kepribadian ganda (Wilcox, 2018: 264).

Kepribadian ialah bidang studi psikologi; pemahaman tentang perilaku, pikiran, perasaan, aktivitas manusia dengan menggunakan rasional yang sistematis, metodologis dan psikologis. Pemahaman menggunakan disiplin ilmu lain yang sistematis, metodologis dan rasional, seperti ekonomi, biologi atau sejarah, bukan teori psikoloi kepribadian. Teori psikologi kepribadian mempelajari individu secara khusus; siapa dia, apa yang dia miliki, serta apa yang dia lakukan. Analisis orang lain sebagai individu (misalnya kelompok, bangsa, hewan atau mesin) berarti memandang mereka sebagai individu, bukan sebaliknya (Alwisol, 2018: 2).

Kepribadian ialah bagian dari jiwa yang membangun eksistensi manusia menjadi satu kesatuan, tidak terbagi menjadi peran-peran. Memahami

(37)

kepribadian berarti memahami saya, diri, self atau memahami orang seutuhnya.

Hal yang paling penting untuk diketahui mengenai pengertian kepribadian.

Pemahaman tersebut sangat mempengaruhi paradigma yang dijadikan sebagai acuan bagi perkembangan teori itu sendiri. Para pakar kepribadian tampaknya percaya pada paradigm yang berbeda, yang secara sistematis mempengaruhi seluruh pola pikir tentang kepribadian manusia. Paradigma dalam beberapa ahli kepribadian dinyatakan secara eksplisit, di lain paradigm disamarkan dan diakui oleh model analisis. Paradigma yang berbeda yang digunakan oleh para ahli kepribadian untuk mengembangkan teorinya akan menghasilkan teori yang berbeda, tidak berhubungan bahkan (Alwisol, 2018: 2).

Aspek-aspek kepribadian menurut Abin Syamsuddin, 2003 (dalam Pratiwi, 2018: 22-23) diantaranya sebagai berikut:

a) Karakter

Karakter ialah hasil dari apakah kita mematuhi perilaku etis atau tidak konsisten dalam memegang pendirian atau pendapat.

b) Temperamen

Temperamen ialah pola pikir reaktif seseorang, atau seberapa cepat lambatnya seseorang merespon rangsangan yang datang dari lingkungannya.

c) Sikap

Sikap ialah reaksi terhadap objek yang sifatnya positif, negatif, atau yang saling bertentangan.

d) Stabilitas Emosi

(38)

Stabilitas emosi ialah ukuran kestabilan respons emosional terhadap rangsangan lingkungannya, misalnya perasaan mudah tidak tesinggung, marah, sedih, atau putus asa.

e) Responsibilitas (Tanggung Jawab)

Responsibilitas (Tanggung Jawab) yakni kesediaan untuk menerima risiko dari tindakan atau tindakan yang diambil. Misalnya bersedia menerima risiko.

f) Sosiabilitas

Sosiabilitas ialah pendapat pribadi yang berhubungan dengan hubungan interpersonal. Contohnya, pribadi yang terbuka atau tertutup serta kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

Berlandaskan batasan-batasan yang telah dipaparkan pada uraian sebelumnya, bisa disimpulkan bahwa kepribadian ialah suatu sifat yang meliputi perasaan, pikiran, serta perilaku seseorang yang menunjukkan cara menyesuaikan diri dalam kehidupan. Memahami kepribadian berarti memahami saya, diri, self atau memahami orang seutuhnya. Aspek-aspek kepribadian terdiri dari; watak, perangai, sikap, kestabilan emosi, tanggung jawab (responsility) dan keramahan.

9. Teori Sigmund Freud

Sigmund Freud ialah seorang ilmuan yang dianggap sebagai pencetus ide psikologi sastra. Dia lahir di Australia pada tahun 1856 serta meninggal

(39)

dunia pada usia 83 tahun di London. Sigmund Frued merupakan seorang keturunan Yahudi (Minderop, 2016: 10). Endraswara, 2008: 196 (dalam Rosmila, 2020: 333-334) menuturkan bahwa dari berbagai tokoh psikologi, seperti Brill, Jung, Freud, serta Adler banyak memberikan ilham dalam memecahkan rahasia perilaku manusia melalui teori-teori psikologi. Namun, akibat tekanan serta tumpukan masalah di alam bawah sadar yang kemudian disublimasikan dalam bentuk penciptaan karya seni hanya Freud diantara para tokoh psikologi yang berbicara secara langsung mengenai proses penciptaan seni.

Istilah khusus dalam pengamatan psikologi sastra yang ditemukan oleh Frued sekitar tahun 1890-an dikenal dengan istilah psikoanalisis. Kemudian psikoanalisis sekitar tahun 1900-an menjadi bidang studi. Teori psikoanalisis berkaitan dengan peran serta perkembangan psikologi manusia. Studi ini ialah bagian dari psikologi yang selama ini memberikan sumbangsih besar bagi psikologi manusia (Minderop, 2016: 11). Teori psikoanalisis dari Sigmund Freud berkontribusi banyak serta menginspirasi para pengamat psikologi sastra.

Analisis psikologi sastra perlu dimotivasi serta dikembangkan secara lebih serius karena dalam karya sastra terkandung banyak aspek kejiwaan.

Endraswara, 2008: 197-198 (dalam Romila, 2020: 334) menuturkan bahwa psikoanalisis ialah salah satu bidang ilmu sosial yang memiliki peranan penting dalam perkembangan teori-teori sastra modern, hal ini dikatakan dalam pengantar terjemahan buku Max Milner, Freud serta Interpretasi Sastra.

Gagasan dibalik psikoanalisis ialah bahwa orang hampir dikendalikan oleh

(40)

pikiran mereka. Sastra sebagai ungkapan pikiran manusia. Maka, memahami sastra dari perspektif psikoanalisis akan mencoba memahami dunia batin.

Suryabrata, 2006: 124-125 (dalam Rosmila, 2020: 334) mengungkapkan bahwa menurut teori psikoanalisis Sigmund Freud, kepribadian dibagi menjadi tiga sistem atau aspek. Ketiga aspek kepribadian tersebut yaitu id, ego, serta superego yang bekerja sama untuk menciptakan perilaku manusia.

Berlandaskan dari uraian di atas, bisa disimpulkan bahwa psikoanalisis ialah Istilah khusus dalam pengamatan psikologi sastra yang ditemukan oleh Frued sekitar tahun 1890-an dikenal dengan istilah psikoanalisis. Kemudian psikoanalisis sekitar tahun 1900-an menjadi bidang studi. Teori psikoanalisis berkaitan dengan peran serta perkembangan psikologi manusia. Studi ini ialah bagian dari psikologi yang selama ini memberikan sumbangsih besar bagi psikologi manusia. Teori psikoanalisis dari Sigmund Freud berkontribusi banyak serta menginspirasi para pengamat psikologi sastra. teori psikoanalisis Sigmund Freud, kepribadian dibagi menjadi tiga sistem atau aspek. Ketiga aspek kepribadian tersebut yaitu id, ego, serta superego yang bekerja sama untuk menciptakan perilaku manusia.

10. Struktur Kepribadian Sigmund Freud

Menurut Freud (dalam Minderop 2016: 20) perilaku ialah hasil dari konflik serta rekonsiliasi dari tiga sistem atau aspek kepribadian. Faktor yang berpengaruh pada kepribadian ialah faktor sejarah dari masa lalu serta faktor modern atau masa kini, analoginya faktor bawaan serta faktor lingkungan dalam

(41)

pembentukan kepribadian individu. Struktur kepribadian Freud terdiri dari tiga elemen aspek yang penting, yaitu id, ego serta superego.

Menurut Freud (dalam Minderop 2016: 21) id sebagai raja atau ratu, ego sebagai perdana mentri, serta superego sebagai imam besar. Id bertindak seperti penguasa mutlak, harus dihormati, sewenang-wenang, manja, menyukai unsur kesenangan serta mementingkan diri sendiri, segala keinginannya harus segera dilakukan. Ego sebagai perdana mentri yang diumpamakan mengemban amanah harus menyelesaikan seluruh pekerjaan yang berhubungan dengan kenyataan yang menjawab keinginan masyarakat. Superego, umpanya seperti seorang imam atau ulama yang selalu menghormati dan mengamalkan nilai baik dan buruk, mengingatkan si id yang rakus serta tamak akan pentingnya perilaku yang bijaksana dan berilmu.

a) Id

Menurut Minderop (2016: 21), id ialah energi psikis serta naluri yang mendorong manusia untuk menyediakan kebutuhan dasar seperti kebutuhan:

makan, seks menolak rasa sakit atau ketidaknyamanan. Menurut Freud, id berada di dalam bawah sadar, tidak ada kontak dengan kenyataan. Cara kerja id berkaitan dengan prinsip kesenangan, yaitu selalu menghindari hal-hal yang tidak nyaman untuk mencari kepuasan

Menurut Yusuf LN serta Nurihsan, 2012: 42 (dalam Rosmila, 2020:

334) id menempuh dua cara (proses), untuk mengurangi stress atau menghilangkan kondisi yang tidak menyenangkan serta untuk memperoleh

(42)

kesenangan, cara tersebut ialah melalui refleks serta primer . Refleks ialah reaksi mekanis/otomatis yang merupakan sifat bawaan manusia, seperti: bersin serta berkedip. Melalui refleks, ketegangan (ketidaknyamanan) bisa segera dikurangi. Proses primer ialah reaksi psikologis yang lebih kompleks. Proses primer berusaha mengurangi ketidaknyamanan dengan cara membentuk fantasi (berkhayal) mengenai objek atau kegiatan yang akan meredakan keetidaknyamanan yang terjadi dalam diri manusia. Misalnya: ketika kita lapar kita membayangkan makanan.

b) Ego

Ego ialah aspek psikologis kepribadian yang terletak di antara alam sadar serta alam bawah sadar. Ego menganut prinsip realitas atau prinsip realistis (reality principle) dan menjadi pertimbangan superego yang berbentuk tindakan atau usaha yang dilakukan seseorang untuk memenuhi tuntutan id.

Akibat hasil kontak dari dunia luar ego terbentuk dalam struktur kepribadian individu, ego bertindak sebagai cabang eksekutif dari kepribadian atau sebagai pengambil keputusan. Sehubungan dengan upaya memuaskan kebutuhan atau mengurangi stress seseorang proses yang dimiliki serta dilakukan ego ialah proses sekunder (Rosmila, 2020: 334).

Ego berada di antara dua kekuatan yang berlawanan, dijaga serta dipatuhi prinsip realitas dengan berusaha memenuhi kesenangan individu yang dibatasi oleh kenyataan. Contohnya, seorang criminal atau seseorang yang hanya ingin mencapai kepuasannya sendiri, akan terkekang serta terhalang oleh

(43)

kenyataan hidup yang dihadapinya. Sama halnya, dengan kehadiran individu yang memilki dorongan seksual dan agresi yang tinggi tentunya keinginan tersebut tidak akan terpuaskan tanpa adanya pengawasan. Oleh karena itu, ego membantu manusia untuk merenungkan apakah ia bisa memuaskan dirinya tanpa menimbulkan masalah atau penderitaan bagi dirinya sendiri (Minderop, 2016:22).

Ego terletak di antara alam sadar serta alam bawah sadar. Tugas ego memberi jalan kepada peran spiritual, seperti: pemecahan masalah, pengambilan keputusan serta penalaran. Untuk alasan ini, ego ialah pemimpin utama dalam kepribadian; seperti seorang pemimpin industri yang mampu mengambil keputusan rasional demi kemajuan bisnis. Id serta ego tidak memilki moralitas karena keduanya tidak mengetahui nilai baik serta buruk (Minderop, 2016:22).

c) Superego

Superego sama dengan hati nurani yang mengetahui nilai baik serta buruk. Seperti id, superego tidak mempertimbangkan realitas karena tidak berjuang dengan yang realistis, kecuali jika dorongan seksual serta agresi yang tinggi id bisa dipuaskan dalam pertimbangan moral. Misalnya, ego seseorang secara teratur menginginkan seks agar tidak mengganggu karirnya dengan kehadiran anak, tetapi id orang tersebut ingin seks yang memuaskan karena seks itu menyenangkan. Kemudian superego muncul dan menjadi penengah dengan

(44)

anggapan bahwa ia merasa bersalah dengan melakukan hubungan seks (Minderop, 2016:22).

Superego ialah unsur moral kepribadian yang berterkaitan dengan baik serta buruk benar dan salah dalam standar atau norma masyarakat. Individu telah menerima latihan atau informasi tentang perilaku yang baik dan buruk melalui pengalaman hidup khususnya pada usia anak-anak. Individu menginternalisasikan norma-norma sosial yang berbeda atau prinsip-prinsip moral tertentu, kemudian menuntut agar individu yang bersangkutan hidup sesuai dengan norma-norma terebut. Superego berkembang sekitar usia 3 sampai 5 tahun. Pada usia 3 sampai 5 tahun, anak belajar menerima penghargaan serta menghindari hukuman dengan mengarahkan perilakunya yang sesuai dengan syarat atau keinginan orang tuanya (Rosmila, 2020: 335).

Suryabrata, 2006: 127-128 (Rosmila, 2020: 335) menuturkan bahwa Superego dalam kaitannya dengan tiga aspek kepribadian, superego memiliki peran untuk: a) menghalangi implus id, khususnya secara seksual serta agresif, karena dalam manifestasinya tampaknya sangat dihargai oleh masyarakat; b) mendorong ego untuk mengejar moralistik daripada yang realistis; c) berjuang untuk kesempurnaan. Superego cederung melawan baik ego serta id untuk menciptakan dunia sesuai dengan konsepsi yang ideal.

Berlandaskan batasan-batasan yang dipaparkan pada uraian sebelumnya, bisa disimpulkan bahwa struktur kepribadian Freud terdiri dari tiga elemen sistem yang penting, yakni id, ego, serta superego. Jadi, ibaratnya id

(45)

sebagai raja atau ratu, ego sebagai perdana mentri, serta superego sebagai imam besar. Id bertindak seperti penguasa mutlak, harus dihormati, sewenang- wenang, manja, menyukai unsur kesenangan serta mementingkan diri sendiri, segala keinginannya harus segera dilakukan. Ego sebagai perdana mentri yang diumpamakan mengemban amanah harus menyelesaikan seluruh pekerjaan yang berhubungan dengan kenyataan yang menjawab keinginan masyarakat.

Superego, umpanya seperti seorang imam atau ulama yang selalu menghormati dan mengamalkan nilai baik dan buruk, mengingatkan si id yang rakus serta tamak akan pentingnya perilaku yang bijaksana dan berilmu.

(46)

B. Kerangka Pikir

Bagan ini menggambarkan beberapa hal yang digunakan pengamat sebagai dasar untuk berpikir lebih lanjut. Landasan berpikir yang dimaksud tersebut akan memandu pengamat untuk menentukan data dan informasi dalam pengamatan ini untuk memecahkan masalah yang telah diuraiakan.

Bagan Kerangka Pikir Karya Sastra

Prosa Puisi Drama

Novel

(Brizzle: Cinta Sang Hafizah)

Psikologi Sastra

Psikologi Sastra Teori Sigmund Freud

Analisis

Temuan

(47)

BAB III

METODE PENGAMATAN

A. Jenis Penelitian

Jenis pengamatan yang digunakan dalam pengamatan ini ialah deskriptif kualitatif (Psikologi Sastra) yakni analisis kepribadian tokoh Dara dalam novel Brizzle: Cinta Sang Hafizah. Menurut Denzin serta Lincoln (dalam Albi Anggito serta Johan Setiawan, 2018: 71) mengungkapkan bahwa pengamatan kualitatif ialah pengamatan yang menggunakan lingkungan alam dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi serta dilakukan dengan melibatkan berbagai metode yang ada.

Suatu desain pengamatan ialah rencana sistematis sebagai kerangka kerja yang dibuat untuk mencari jawaban atas pertanyaan pengamatan.

Desain pengamatan mengacu pada strategi umum yang dipilih untuk mengintegrasikan berbagai komponen pengamatan dengan koheren serta logis untuk memastikan efektifitas pemecahan masalah pengamatan (Nurdin serta Sri 2019: 27).

Desain pengamatan kualitatif bersifat umum serta berubah-ubah atau berkembang sesuai dengan situasi dilapangan. Dengan demikian desain harus bersifat fleksibel serta terbuka. Sesertagkan datanya bersifat deskriptif, yakni data berbentuk gejala-gejala yang dikategorikan atau berbentuk bentuk lainnya seperti foto, dokumen, catatan lapangan pada saat pengamatan dilakukan (Rukin, 2019:7). Pengamatan ini akan

44

(48)

mendeskripsikan kepribadian tokoh Dara dalam novel Brizzle: Cinta Sang Hafizah karya Ario Muhammad (Psikologi Sastra).

B. Definisi Istilah

Definisi istilah ialah gabungan kata yang secara tepat mengungkapkan makna suatu konsep, keadaan, proses dan sifat yang khas dalam bidang tertentu (Fitrah serta Luthfiyah, 2017: 1). Definisi istilah ialah batasan yang didasarkan pada sifat-sfat yang bisa diamati. Pengamat bebas menentukan, merumuskan, mendefinisikan istilah-istilah sesuai dengan tujuan pengamatan yang diteliti agar tidak menimbulkan kerancuan atau kesimpang siuran pemahaman dalam pengamatan ini, istilah-istilah yang bersangkutan harus dijelaskan terlebih dahulu, antara lain:

1. Psikologi sastra ialah ilmu yang menelaah diri manusia dalam hal ini jiwa yang direfleksikan melalui perilaku dan dialog para tokoh dalam karya sastra.

2. Novel ialah ekspresi kesadaran sastrawan terkait kepekaan, pikiran, perasaan, serta keinginannya terhadap kenyataan yang dihadapi sastrawan dan pengalaman hidupnya. Dengan demikian, novel seringkali mengungkapkan berbagai kebenaran hidup yang direfleksikan melalui kata- kata yang indah sehingga mampu menggugah hati para pembacanya.

3. Kepribadian ialah suatu sifat yang meliputi perasaan, pikiran, ekspresi serta perilaku seseorang yang menunjukkan cara menyesuaikan diri dalam kehidupan.

(49)

Adapun teori Sigmund Freud dalam pengamatan ini terdiri atas tiga bagian yakni, id, ego, serta superego:

1. Id

Id ialah elemen kepribadian yang berada di dalam alam bawah sadar yang terbawah sejak lahir. Id berkaitan dengan prinsip kesenangan, yaitu selalu menghindari hal-hal yang tidak nyaman untuk mencari kepuasan..

2. Ego

Ego ialah aspek psikologis kepribadian yang terletak di antara alam sadar serta alam bawah sadar. Ego berada di antara dua kepribadian yang saling berlawanan yang menjadi cabang eksekutif atau pengambil keputusan antara id dan superego.

3. Superego

Superego ialah unsur moral kepribadian yang berterkaitan dengan baik serta buruk benar dan salah dalam standar atau norma masyarakat.

C. Data serta Sumber Data

Data dalam pengamatan ini berbentuk kata-kata, istilah, kalimat yang terdapat dalam novel Brizzle: Cinta Sang Hafizah karya Ario Muhammad.

Sumber data dalam pengamatan ini ialah kata atau kalimat yang menggambarkan kepribadian Dara dalam novel Brizzle: Cinta Sang Hafizah karya Ario Muhammad yang jumlah halamnnya 372 halaman.

(50)

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam pengamatan ini ialah metode analisis (Psikologi Sastra) untuk mengungkapkan kepribadian dari tokoh Dara dalam novel Brizzle: Cinta Sang Hafizah karya Ario Muhammad. Untuk mencapai sasaran pengamatan seperti yang diinginkan, teknik pengumpulan data yang dilakukan pengamat dalam pengamatan ini yakni:

1. Membaca keseluruhan novel dengan teliti yang dijadikan sebagai bahan pengamatan.

2. Mengkaji bagian cerita yang berhubungan dengan kepribadian tokoh utama.

3. Mengklasifikasikan teks novel Brizzle: Cinta Sang Hafizah karya Ario Muhammad yang berhubungan dengan kondisi kepribadian tokoh utama. (Endraswara, 2013: 162).

E. Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono, 2008: 244 (dalam Anggita serta Johan, 2018: 236- 237) analisis data ialah proses mencari serta menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, serta dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting serta yang akan dipelajari, serta membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

(51)

Adapun cara yang dilakukan untuk menganalisis data menurut Miles serta Huberman (Astuti, 2019: 102-103) ialah (Data Collection) mengambil data yang dibutuhkan sesuai dengan parameter struktur dengan cara pengumpulan data, pengamat akan mencurahkan seluruh kemampuan, khususnya penguasaan teori atau konsep struktur. Selanjutnya, melakukan (Data Reduction) seleksi data yakni menyeleksi data dengan cara memfokuskan diri pada data yang dibutuhkan sesuai dengan kriteria atau parameter yang telah ditentukan. Setelah mendapatkan data yang akurat, pengamat (Data Conclusion) menarik kesimpulan sesuai konsep serta menganalisis serta

disesuaikan dengan data yang di temukan dalam novel Brizzle: Cinta Sang Hafizah tersebut. Tahapan berikutnya memverifikasi hasil analisis data agar dapat diteliti kebenarannya. Tahapan terakhir, (Data Disply) pemaparan data yakni hasil analisis yang bisa memberikan hasil yang baik serta bisa dipertanggungjawabkan.

(52)

BAB IV

HASIL SERTA PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan pada bab ini menyajikan analisis data yang menitikberatkan pada kajian kepribadian tokoh Dara dalam novel Brizzle: Cinta Sang Hafizah karya Ario Muhammad dengan menganalisis serta menguraikan kutipan-kutiapan yang mengandung konflik batin kepribadian id, ego, serta superego.

Berikut ini tabel hasil analisis data kutipan-kutipan yang mengandung konflik batin kepribadian id, ego, serta superego.

No. Data Pengamatan Halaman

Struktur Kepribadian

Id Ego Superego

1.

Dara mulai berlari dengan tarikan kopernya yang memberat. Dua menit berlalu, Dara sudah berbelok menuju St.

Paul Street sambil berharap keempat lelaki itu menghilang dari pandangannya. Namun malang tak bisa ditolak, mereka

12

49

Referensi

Dokumen terkait

ASPEK KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL CINTA DI UJUNG SAJADAH KARYA ASMA NADIA: TINJAUAN PSIKOLOGI

Skripsi ini berjudul “Aspek Kepribadian Tokoh Ayyas dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy: Tinjauan Psikologi” ini ditulis untuk memenuhi sebagian

1) Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh, tokoh

Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Unsur struktural yang terdapat dalam novel Sang Pangeran Pati yaitu tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut

Adapun pendekatan yang digunakan yaitu psikologi sastra, yaitu mendeskripsikan motivasi hidup tokoh utama dengan menggunakan sudut pandang psikologi sastra yang

Dalam sudut pandang ini narator adalah seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama atau kata gantinya: ia, dia,

e. Sudut pandang yang digunakan dalam Kanvas karya Bintang Purwanda, yakni sudut pandang persona ketiga mahatahu. Pengarang menampilkan para tokoh dengan menggunakan

Tokoh “aku” sebagai tokoh utama dalam novel Hidup Ini Brengsek dan Aku Dipaksa Menikmatinya digunakan pengarang untuk menggambarkan insting dan hawa nafsu seseorang dari sudut pandang