• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

digilib.uns.ac.id BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai literatur yang digunakan sebagai dasar dalam penyelesaian permasalahan penelitian ini, yang membentuk sebuah kerangka pemikiran. Dalam bab ini juga akan dibahas mengenai variabel penelitian yang akan diteliti di lapangan.

2.1 Efektivitas

Kata efektivitas atau effectiveness menurut Cambridge English Dictionary yaitu kemampuan untuk sukses dan mendapatkan hasil yang diinginkan. Sedangkan menurut www.businessdictionary.com pengetian efektivitas yaitu tingkat ketercapaian tujuan dan sejauh mana masalah yang ditargetkan dapat terpecahkan. Efektivitas yaitu pengukuran tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya (Handayaningrat, 1985).

Menurut Putra dan Arif (2012) (dalam Paembonan, 2013) efektivitas pelayanan publik bisa dilihat dari tingkat keberhasilan pelayanan yang telah diberikan pada publik sesuai dengan tujuan atau sasaran dari pelayanan publik itu sendiri.

Menurut Dewan Produktivitas Nasional (dalam Husein, 2002) dijelaskan bahwa ada dua dimensi dalam produktivitas, yaitu efektivitas dan efisiensi. Dimensi efektivitas mengarah kepada pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan waktu. Sedangkan dimensi efisiensi yaitu berkaitan dengan upaya membandingkan input denfan realisasi penggunaan atau bagaiamana suatu pekerjaan dilaksanakan.

Selain itu menurut Emerson (dalam Handayaningrat, 1996) efektivitas adalah salah satu dimensi dalam produktivitas yang mengarah kepada pencapaian unjuk kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan waktu. Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Hidayat (1986) efektivitas yaitu suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Semakin besar persentase target yang dicapai makan akan semakin tinggi efektivitasnya.

Efektivitas (hasil guna) yaitu hubungan antara output dengan tujuan maupun sasaran yang harus dicapai (Mahsun, 2006). Pada dasarnya efektivitas berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan. Apabila proses tersebut mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan maka kebijakan operasional dikatakan efektif. Dalam mencapai tujuan dibutuhkan efektivitas sebagai gambaran seberapa jauh tujuan akan tercapai, baik secara kualitas maupun waktu, serta lebih berorientasi pada keluaran (output) yang dihasilkan (Yamit, 1998).

Menurut Sedarmayanti (2009) dimensi yang digunakan sebagai alat ukur dari efektivitas kerja karyawan ada 3 yaitu:

(2)

digilib.uns.ac.id a. Kualitas: suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh persayaratan, spesifikasi, dan

harapan telah tercapai.

b. Kuantitas: suatu ukuran yang menyatakan seberapa banyak tugas telah terpenuhi.

c. Waktu: suatu ukuran waktu yang diberikan sebagai patokan dalam menyelesaikan tugas.

Menurut Rewah dan Reymon (2016) dijelaskan bahwa dalam suatu organisasi, konsep efektivitas sangat penting karena menjadi ukuran suatu keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Selain itu efektivitas juga berhubungan dengan pencapaian tujuan dan kunci kesuksesan suatu organisasi. Efektivitas sistem informasi harus ditunjang dengan kualitas layanan sistem. Efektivitas berkaitan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil yang diharapkan, atau tujuan dari diadakan tindakan tercapai. Efektivitas yang berhubungan dengan rasional teknis, diukur dari unit produk atau layanan atau menurut nilai moneternya (Dunn, 2003).

Tabel 2.1 Sintesa Teori Efektivitas Putra dan

Arif (2012) (dalam Paembonan,

2013)

Emerson (dalam Handayaningrat,

1996)

Hidayat (1986) Husein (2002)

Yamit (1998)

Mahsun (2006)

Rewah dan Reymon

(2016)

Hasil Sintesa

Sesuai tujuan sasaran

Tercapa inya tujuan dan sasaran

Kualitas Target

tercapai Kualitas Kualitas Kualitas Tercapai- nya tujuan

Tujuan Kualitas

Kuantitas Kuantitas Kuantitas Kualitas Kuantitas

Waktu Waktu Waktu Wkatu Waktu

Sumber: Paembonan (2013), Handayaningrat (1958), Hidayat (1986), Husein (2002), Yamit (1998), Mahsun(2006), Rewah dan Reymon (2016) Berdasarkan sintesa teori efektivitas diatas dapat disimpulkan bahwa dalam menilai suatu efektivitas diperlukan keseuaian antara tujuan, sasaran, dan tercapainya suatu target. Dalam mencapai hal tersebut diperlukan alat ukur yakni kualitas, kuantitas, dan waktu. Berikut ini penjelasanya:

a. Kualitas: dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian kualitas atau mutu yaitu tingkat baik buruknya atau taraf derajat sesuatu.

b. Kuantitas: menurut Wungu dan Brotoharsojo (2003) “Quantity” atau kuantitas yaitu segala bentuk ukuran yang terkait dengan jumlah hasil kerja serta dinyatakan dalam suatu ukuran angka yang dapat dipadankan dengan angka.

c. Waktu: yaitu ukuran waktu yang diberikan sebagai patokan maupun tolak ukur dalam menyelesaikan tugas (Sedarmayanti, 2009).

(3)

digilib.uns.ac.id 2.2 Air Bersih

Menurut Menteri Negara Perumahan Rakyat (Ditjen Cipta Karya Dep. PU) (dalam Hakim, 2010) salah satu elemen dalam permukiman yaitu network, yang terdiri dari jaringan air bersih, jaringan listrik, transportasi, komunikasi, drainase, dan air kotor. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Kebutuhan pokok air minum sehari-hari adalah air untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang digunakan untuk keperluan minum, masak, mandi, cuci, peturasan, dan ibadah. Dalam penelitian Yuliani dan Madwi (2015) sebelumnya air bersih dan air minum dibedakan pengertiannya, namun peraturan terkini tidak membedakan peraturan tersebut. Permukiman dengan prasarana air bersih yang dikelola dengan baik akan menjadi pilihan masyarakat untuk tinggal di dalamnya serta menjadi prasarat dalam merencanakan permukiman perkotaan atau pedesaan di masa depan (Budihardjo, 2009). Berikut ini tabel standar kebutuhan air bersih menurut Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum:

Tabel 2.2 Standar Kebutuhan Air Bersih

Kategori Kota Jumlah Penduduk (jiwa) Standar (liter/orang/hari)

Kota Metropolitan >1.000.000 120

Kota Besar 500.000 - <1.000.000 100

Kota Sedang 100.000 - < 500.000 90

Kota Kecil 20.000 - <100.000 60

Kota Kecamatan 3.000 - <20.000 45

Sumber: Hartono (2005)

2.2.1 Sistem Penyediaan Air Bersih

Sistem penyediaan air bersih menurut Peraturan Pemerintah No 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum yaitu merupakan satu kesatuan sarana dan prasarana penyediaan Air bersih/minum. Jenis penyediaan air minum dibagi dua yaitu jaringan perpipaan dan jaringan non perpipaan.

Dalam jurnal yang berjudul Water Supply System and Evaluation Methods Hickey (2008) dijelaskan bahwa sumber air untuk konsumsi air bersih penduduk berasal dari dua sumber, yaitu:

1. Air dari sumur atau individu untuk memasok kebutuhan air bagi tempat tinggal individu, persawahan, dan sarana publik lingkup kecil seperti sekolah, dan usaha kecil.

2. Sistem air perkotaan atau komunitas yang menyediakan air minum untuk berbagai properti komersial dan kebutuhan domestik termasuk apartemen, kondominium, duplex housing, dan hunian keluarga tunggal.

(4)

digilib.uns.ac.id Berdasarakan penjabaran diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber air untuk konsumsi penduduk berasal dari sumur (nonperpipaan) dan sistem air perkotaan (perpipaan).

Menurut Indriastuti dan Widjonarko (2013) dalam sistem penyediaan air bersih dipengaruhi oleh pemilik rumah dalam memilih sumber air baik dari segi kualitas dan kuantitas sumber air bersih, serta upaya pengolahan yang dikaitkan dengan kualitas air bersih yang dikonsumsi.

2.2.2 Sistem Penyediaan Air Bersih Perpipaan

2.2.2.1 Komponen Sistem Penyediaan Air Bersih Perpipaan

Dalam buku yang berjudul Unit Air Baku dalam Sistem Penyediaan Air Minum oleh Joko (2010) bahwa sistem penyediaan air minum harus dapat menyediakan jumlah air yang cukup untuk kebutuhan suatu kota. Dalam buku yang sama dijelaskan sistem perpipaan yaitu sistem penyediaan air minum yang sistem pendistribusianya melalui perpipaan dan unit pelayanannya menggunakan sambungan rumah/sambungan halaman dan hidran umum.

Merupakan sistem yang sangat ideal apabila dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi air minum masyarakat pada lokasi program. Menurut Pranoto (2007) jumlah ketersediaan air bersih PDAM berdasarkan pada jumlah pelanggan. Semakin banyak permintaan suatu wilayah maka semakin banyak suplai air bersih yang diberikan oleh PDAM.

Sistem penyediaan air menurut Joko (2010) terdiri dari:

1. Unit Air Baku 2. Unit Produksi 3. Unit Distribusi 4. Unit Pelayanan

Air baku untuk air bersih dapat diambil secara terus menerus dengan fluktuasi debit relatif tetap, baik saat musim hujan maupun saat musim kemarau (Joko, 2010). Selain itu masih menurut Joko (2010) air sungai yang dimanfaatkan sebagai air baku sebaiknya pengolahan airnya menggunakan tahap prasedimentasi. Kekeruhan air baku ideal yaitu dibawah 10 NTU (Joko, 2010).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum, sistem penyediaan air bersih jaringan perpipaan terdiri dari :

1. Unit air baku yaitu sarana pemgambilan dan penyedia air baku. Sedangkan pengertian dari air baku yaitu air yang berasal dari sumber mata air permukaan, air hujan, air tanah, air hujan, dan air laut yang telah memenuhi baku mutu air minum. Unit air baku terdiri dari: bangunan penampung air, bangunan pengambil/penyadapan, alat pengukuran, sistem pemompaan, dan bangunan sarana pembawa dan perlengkapannya. Pengambilan air baku wajib memperhatikan keperluan konservasi dan pencegahan kerusakan

(5)

digilib.uns.ac.id lingkungan hidup dan harus memenuhi baku mutu air dengan klasifikasi dan kriteria mutu air baku untuk penyeidaan air minum sesuai dengan undang-undang. Menurut Apriyana (2010) dalam air baku terdapat kapasitas air baku dimana air baku yang baik minimal > 130 % dari kebutuhan air bersih. Selain itu menurut SNI Nomor 6774 Tahun 2008 instalasi pengolahan air harus dilengkapi sarana pengolahan lumpur sisa hasil pengolahan air baku untuk mencegah pencemaran apabila sisa pengolahan air baku langsung dialirkan ke badan air. Dalam proses pengolahan air bersih, warna air baku menjadi parameter penting untuk proses pengontrolan dan pengendalian (Qing, Stephen, dan Stanley, 1997).

2. Unit produksi yaitu yaitu infrastuktur yang dapat digunakan untuk proses pengolahan air baku menjadi air minum melalui proses tertentu. Unit produksi terdiri dari: bangunan pengolahan dan perlengakapannya, perangkat operasional, alat pengukuran dan perlatan pemantauan, dan bangunan penampung air minum. Unit produksi harus dilengkapi dengan sarana pengolahan lumpur sisa hasil pengolahan air baku menjadi air minum.

Berdasarkan Kepmendagri Nomor 47 Tahun 1999, produktivitas pemanfaatan instalasi produksi dapat diketahui dengan rumus (kapasitas produksi/kapasitas terpasang) x 100%. Menurut Hartono (2005) produktivitas pemanfaatan instalasi produksi ideal yakni 70-90%.

3. Unit Distribusi yaitu sarana pengaliran air minum dari penampungan air menuju unit pelayanan. Pengaliran pada unit distribusi dilakukan dengan sistem pemompaan dan/atau secara gravitasi. Unit distribusi terdiri atas: jaringan distribusi dan perlengkapannya, bangunan penampungan, dan alat pengukur dan pemantauan.

4. Unit pelayanan yaitu merupakan titik pengambilan air. Unit pelayanan terdiri atas sambungan langsung, hidran umum, dan hidran kebakaran. Menurut Ashgara (2007) cakupan pelayanan air bersih yang harus dipenuhi oleh penduduk perkotaan yakni 80%.

Menurut Neorbambang dan Morimura (1985) (dalam Susanti, 2010) sistem penyediaan air bersih terbagi dalam tiga sistem, yaitu:

1. Sistem produksi atau pengolahan air yaitu instalasi pengolahan air baku menjadi air bersih sehingga siap disuplai ke konsumen.

2. Sistem transmisi merupakan sistem yang dimulai dari pengumpulan sampai bangunan pengolahan air bersih, atau dimulai dari sumber air yang sudah memenuhi syarat atau bangunan pengolahan air hingga reservoir (tempat penampungan air). Menurut SNI Nomor 7509 Tahun 2011 pada sistem transmisi kehilangan tekanan idea dalam pipa transmisi kurang dari 30%.

(6)

digilib.uns.ac.id 3. Sistem distribusi yaitu sistem penyaluran air bersih dari reservoir sampai ke pelanggan

atau daerah pelayanan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 yaitu

“tercapainya peningkatan efisiensi dan cakupan pelayanan air dengan menekan tingkat kehilangan air direncanakan hingga pada angka 20% dengan melibatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha”.

Dalam tesis yang disusun oleh Hartono (2005) disebutkan bahwa sistem penyediaan air bersih terdapat tiga komponen, yaitu:

1. Sistem Pengolahan Air Baku (intake)

Disebut juga dengan bangunan pengolahan air (BPA) yang merupakan instalasi pengolahan, dari air baku menjadi air yang siap untuk diberikan ke pihak konsumen.

Menurut Hartono (2008) air baku dalam penyedian air sebagai suatu siklus hidrologi yang terdiri dari mata air, air tanah, air hujan, dan air permukaan. Penggunaan air tanah harus dibatasi untuk menghindari ambles. Sekarang ini air permukaan lebih baik daripada ketiga sumber air lainnya karena kuantitasnya yang memiliki banyak sumber daya, namun dari segi kualitas dapat menjadi yang paling buruk dari sumber air lainnya.

Selain itu juga terdapat kuantitas air baku yang merupakan ketersediaan air saat dibutuhkan.

2. Sistem Jaringan Transmisi

Yaitu suatu sistem transportasi air baku menuju ke sistem pengolahan atau sistem transportasi air bersih dari sistem pengolahan air baku ke tempat penampungan atau reservoir. Cara pengangkutannya dapat dilakukan dengan cara gravitasi maupun pemompaan. Cara pengalirannya dapat dilakukan dengan cara gravitasi maupun pemompaan. Dalam unit transmisi difokuskan pada pengaliran air baku saja. Menurut Peavy, Donald, dan George (1985) sistem transmisi air bersih dapat dilakukan dengan beberapa cara tergantung pada kondisi geografi yang menghubungkan sumber air dengan reservoir induk. Sistem perpipaannya juga tergantung topografi dari wilayahnya, dapat dilakukan dengan gravitasi, pemompaan, maupun kombinasi dari keduanya.

3. Sistem Distribusi, merupakan sistem penyaluran air bersih dari reservoir menuju ke daerah-daerah pelayanan. Merupakan sistem yang sangat penting dalam penyediaan air bersih. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam sistem distribusi:

a. Dapat memenuhi kebutuhan masyarakat setiap saat dan jumlahnya cukup b. Air harus sampai pada masyarakat dengan kualitas yang baik

c. Sistem dirancang sedemikian rupa agar kebocoran pada sistem distribusi dapat dihindari

d. Tekanan air dapat menjangkau daerah pelayanan

(7)

digilib.uns.ac.id

Dalam sistem distribusi juga terdapat hirarki pipa-pipa yang digunakan, antara lain:

 Pipa Induk, merupakan jaringan terluar yang menghubungkan blok-blok pelayanan dalam kota. Tidak digunakan untuk melayani kapling rumah.

 Pipa Cabang, merupakan pipa untuk menyadap air secara langsung dari pipa induk untuk dialirkan dalam suatu blok pelayanan.

 Pipa Service, yaitu pipa yang melayani sambungan langsung dengan rumah.

Selain itu juga terdapat pola layout dalam sistem distribusi, yakni memiliki dua bentuk dasar, yaitu:

 Sistem Cabang, merupakan pipa utama yang disambungkan dengan pipa sekunder kemudian digabungkan lagi dengan pipa cabang lain hingga ke konsumen.

 Sistem Lingkaran (loop), merupakan pipa induk dan pipa sekunder yang saling berhubungan dan membentuk lingkaran sehingga terjadi sirkulasi ke seluruh jaringan distribusi.

Menurut Apriyana (2010) pada daerah yang berbukit-bukit dan sumber air yang berada di ketinggian lebih rendah dari pelayanan diperlukan sistem pemompaan agar air dapat mengalir.

Menurut Al-Layla (1980) terdapat tiga layout dalam jaringan pipa distribusi, yaitu:

 Sistem Cabang, sistem ini memiliki analogi seperti cabang pada pohon dengan pipa utama, pipa sekunder terhubung dengan gedung.

 Sistem Grid, semua pipa tersambung dan tidak terputus pada ujungnya, sehingga air lebih dapat menjangkau seluruh tempat.

 Sistem Melingkar, loop dapat menambah tekanan pada daerah pelayanan, pada daerah yang strategis seperti kota sehingga tekanannya dapat bertambah.

Menurut Kepmendagri Nomor 47 Tahun 1999 dalam tesis Hartono (2005) juga digambarkan kinerja aspek operasional dalam penyediaan air bersih yaitu:

Tabel 2.3 Kinerja Aspek Operasional

No Formula Rasio

1 Cakupan Pelayanan

100%

≤15% - >60%

2 Kualitas Air Distribusi Memenuhi syarat air minum

3 Kontinuitas Air Semua pelanggan

mendapatkan aliran air 24 jam 4 Produktifitas Pemanfaatan isntalasi produksi

100%

≤ 70% - > 90%

(8)

digilib.uns.ac.id

No Formula Rasio

5 Tingkat Kehilangan Air

3

ℎ 3 100%

≤ 20% - > 40 %

Sumber: Kepmendagri Nomor 47 Tahun 1999 (dalam Hartono, 2005)

Sistem penyediaan air bersih juga dijelaskan dalam jurnal yang ditulis oleh Dasir, et al. (2014) yakni meliputi tiga komponen yaitu:

1. Unit Air Baku,

Merupakan bangunan untuk mengambil air baku dari sumber air baku dan dialirkan ke unit produksi melalui pipa transmisi. Bangunan penyadap air baku sedapat mungkin dilakukan secara gravitasi. Ada beberapa cara sistem pengambilan air, yaitu: free intake, broncaptering, bendung, dan pompa. Dalam tesis Asghara (2007) dijelaskan bahwa kapasitas air baku ideal yakni minimal 130% dari kebutuhan rata-rata air bersih. Masih dalam sumber yang sama standar air baku yaitu debitnya tetap sepanjang tahun serta telah diuji di laboratorium dan tidak mengalami pencemaran.

2. Unit Produksi,

yaitu usaha-usaha yang dilakukan untuk mengubah sifat suatu zat yang ada pada air agar layak untuk di distribusikan.

3. Unit Distribusi,

Pada jaringan perpipaan unit distribusi terdiri dari reservoar distribusi dan jaringan pipa distribusi. Reservoir terdiri dari reservoir penyeimbang dan reservoir pelayanan menurut SNI 7509 Tahun 2011. Reservoir penyeimbang terletak di dekat instalasi pengolahan air dan kondisi baik, sedangkan reservoir pelayanan berada di dekat lokasi pusat daerah pelayanan . Jika elevasi muka tanah wilayah pelayanan bervariasi maka dapat dibagi menjadi beberapa zona wilayah pelayanan dimana masing-masing zona dilengkapi 1 reservoir.

Dalam buku Rencana Program Invesatasi Jangka Menengah Bidang PU/Cipta Karya Tahun 2007, komponen penyediaan air terdiri dari:

1. Unit Air Baku, permasalahan yang dikaji dalam unit air baku yaitu: Kapasitas air baku, kualitas, dan kontinuitas air baku, Unit air baku dan bangunan pelengkapnya, kapasitas pengambilan, tahun pembangunan.

2. Unit Transmisi, terdiri dari: kapasitas unit transmisi, dimensi pipa, jenis pipa, cara pengaliran, jumlah bangunan pelepas tekan dan tahun pemasangan.

3. Unit Produksi, permasalahan yang dikaji dalam unit produksi yaitu: jenis tipe unit produksi, kapasitas unit produksi, tahun pembangunan unit produksi.

(9)

digilib.uns.ac.id 4. Distribusi, dalam sistem penyediaan air unit distribusi terdiri dari: kualitas Air,

kontinuitas air, cara pengaliran, jumlah kapasitas, jenis, dan tahun pemasangan pompa, dimensi, panjang, dan jenis pipa yang digunakan, serta tahun pemasangan jaringan pipa, peta jaringan distribusi, jenis reservoir, tekanan air pada titik kritis, tekanan maksimum, jumlah truk tangki dan tahun pengadaan, kapasitas distribusi sistem. Kualitas air yang baik yaitu tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasam dan tidak berbau (Apriyana, 2010).

Agustina (2007) yaitu dua hal penting yang harus diperhatikan pada sistem distribusi air yaitu tersedianya jumlah air yang cukup dan tekanan yang memenuhi (kontinuitas pelayanan), serta menjaga keamanan kualitas air yang berasal dari instalasi pengolahan.

5. Pelayanan, dalam sistem penyediaan air bersih unit pelayanan terdiri dari: kapasitas/debit terjual, jenis sambungan (SR, sambungan nondomestik, dan hidran umum), sambungan pelanggan (jenis pelanggan dan masing-masing jumlah jenis pelanggan). Menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2018) disebutkan bahwa Pemerintah melalui Kementerian PUPR telah mencanangkan Gerakan 100-0-100, yaitu merupakan program menuju pemenuhan target 100% aman terhadap akses air minum, pengurangan kawasan kumuh menjadi 0%, dan pemenuhan 100% akses sanitasi yang layak pada tahun 2019.

Berdasarkan Pemberitahuan Nomor 690/1534/PAM tahun 2009 tentang Penyesuaian Tarif dan Golongan Pelanggan Air Minum PDAM Kota Surakarta, kategori pelanggan rumah tangga PDAM terbagi menjadi 4, yaitu R1, R2, R3, dan R4. Pembagian kategori berdasarkan syarat-syarat tertentu, diantaranya:

a. Rumah Tangga 1 (R1) yaitu rumah tangga dengan tipe <21 m2 b. Rumah Tangga 2 (R2) yaitu rumah tangga dengan tipe > 21 m2

c. Rumah Tangga 3 (R3) yaitu rumah tangga dengan kegiatan usaha kecil dan/atau rumah tangga yang berada pada lokasi pengembangan pelayanan, seperti:

- Wartel

- Warung rokok

- Warung makan (tidak permanen) - Toko kecil (tanpa identitas nama) - Usaha kost / asrama < 3 kamar - Penjahit (tidak memiliki karyawan) - Salon (tidak memiliki karyawan) - Loundry (pengepul)

(10)

digilib.uns.ac.id d. Rumah Tangga 4 (R4) yaitu rumah tangga dengan kegiatan usaha yang berada di jalan

kota, jalan propinsi, jalan nasional, atau rumah tangga yang terletak pada lokasi perumahan dengan tipe > 54 dan atau rumah tangga yang berada pada lokasi pengembangan pelayanan, seperti:

- Wartel < KBU - Warung rokok

- Warung makan (tidak permanen) - Toko kecil (tanpa identitas nama) - Usaha kost / asrama < 3 kamar - Penjahit (tidak memiliki karyawan) - Salon (tidak memiliki karyawan) - Loundry (pengepul)

(11)

digilib.uns.ac.id

23 Hikey

(2008) Joko (2010) Peraturan Pemerintah No

122 Tahun 2015 Susanti (2010) Hartono (2005) Dasir, et al.

(2014)

Rencana Program Invesatasi Jangka Menengah Bidang PU/Cipta Karya

Tahun 2007

Sintesa Justifikasi

Unit Air Baku

Unit Air Baku Sistem

Pengolahan Air Baku

Unit Air Baku

Unit Air Baku

Sistem Pengolahan

Air Baku

Air baku menjadi sumber air yang diolah sebelum dapat dikonsumsi oleh penduduk Pengambilan air

baku (intake)

Unit Produksi

Unit Produksi

Sistem

Produksi Unit Produksi Unit Produksi Sistem

Produksi

Sistem produksi memiliki peran penting dalam sistem penyediaan air yaitu sebagai pengolahan air sebelum air di distribusikan ke masyarakat Bangunan

Pengolahan dan Perlengkapannya

Konsumsi Air Bersih

Unit Distribusi

Unit Distribu-

si

Sarana

Pengaliran Sistem Distribusi

Sistem Jaringan

Distribusi Unit Distribusi Distribusi Sarana Pengaliran Air Bersih

Sistem Distribusi

Distribusi menjadi

penghubung antara konsumen dengan produsen air bersih yaitu PDAM

Penam- pungan

Air

Unit Pelayanan

Unit

Pelayanan Cakupan

Pelayanan Pelayanan Unit

Pelayanan

Pelayanan merupakan salah satu komponen penting dalam sistem penyediaan air, yang berhubungan langsung dengan konsumen

Sambungan rumah

Sistem

Transmisi Sistem

Transmisi Pengalir- an air

baku

Unit Transm

isi

Pengaliran

air baku Sitem

Transmisi Transmisi berpengaruh penting untuk menyalurkan air baku ke bagian produksi Produktifitas

pemanfaatan isntalasi produksi

Merupakan bagian dari sistem produksi

Tingkat kehilangan

air Kehilangan air bersih karena

faktor tertentu pada distribusi air

Sumber:Peneliti, 2018 Tabel 2.4 Sintesa Teori Sistem Penyediaan Air Bersih Perpipaan

(12)

digilib.uns.ac.id 2.2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Penyediaan Air Bersih

Sistem distribusi merupakan sistem yang berhubungan langsung dengan konsumen dan terkoneksi menggunakan jaringan perpipaan berupa sambungan rumah. Dalam jurnal yang dikemukakan oleh Susanti (2010) dijelaskan bahwa sistem jaringan air bersih dalam hal ini yaitu pendistribusiannya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kondisi geografi dan topografi kota. Selain itu dalam sistem penyediaan air dipengaruhi oleh pembaiayaan, kehilangan air, dan kelembagaan. Sedangkan menurut Joko (2010) sistem distribusi dipengaruhi oleh kondisi topografi dan lokasi instalasi pengolahan. Menurut Pramono (2002) (dalam Susanti, 2010) disebutkan bahwa sistem penyediaan air bersih dipengaruhi oleh:

1. Kondisi geografis,

Kondisi geografis menjadi tantangan dalam penyediaan air bersih (Cheerli, 2014).

Menurut Hilmanto (2010) unsur geografis terdiri dari letak lintang dan bujur, jarak antar daerah, dan luas daerah. Jadi kondisi geografis yaitu suatu keadaan muka bumi yang terdiri dari relief, sumber-sumber mineral/ sumber daya alam, luas wilayah, tanah, jenis flora fauna, air, posisi, dan iklim.

2. Keadaan topografi

Menurut Asghara (2007) kondisi topografi akan sangat menentukan perkembangan fisik suatu daerah. Topografi akan menentukan pola pembangunan saluran drainase, tingkat erosi, arah aliran dan jaringan utilitas umum. Kondisi topografi dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya ketinggian dan kemiringan lereng. Ketinggian dan kemiringan lereng akan berpengaruh terhadap distribusi air bersih. Menurut Ujiarto (2001) kelas topografi dapat dibagi dalam beberapa klasifikasi yaitu datar, landai, bergelombang, curam, dan sangat curam. Berikut ini klasifikasi topografi menurut Ujiarto (2001):

Tabel 2.5 Klasifikasi Topografi Kemiringan Lereng Keterangan

< 8 Datar

8-15 Landai

15-25 Bergelombang

25-40 Curam

>40 Sangat Curam

Sumber: Ujiarto (2001) 3. Pencemaran sumber air

Pencemaran air dalam Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air didefinisikan sebagai berikut: “pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahlum hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusian sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan

(13)

digilib.uns.ac.id air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya”. Menurut Warlina (2004) sumber pencemaran air dibagi menjadi dua, yaitu sumber kontaminan langsung dan tidak langsung.

Sumber langsung dapat meliputi limbah hasil industri, TPA Sampah, rumah tangga, dan sebagainya. Sedangkan sumber tak langsung yaitu kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah, maupun atmosfer berupa hujan.

4. Produktivitas

Menurut Sugiarto (2008) produktivitas pemanfaatan instalasi produksi dapat diketahui berdasarkan jumlah kapasitas produksi dan kapasitas terpasang. Kapasitas produksi yaitu kapasitas yang dihasilkan dalam menghasilkan produksi air. Sedangkan kapasitas terpasang yaitu kapasitas desain (design capacity).

5. Kehilangan air

Kehilangan Air PDAM atau Air Tak Berekening (Non Revenue Water) yaitu air hasil produksi PDAM yang tidak mendatangkan income sehingga merugikan pihak PDAM menurut IWA (2001) (dalam Syahputra, 2011). Semakin besar kehilangan air maka kemampuan suplai air bersih PDAM akan menurun, karena PDAM akan merugi dari tahun ke tahun. Kehilangan air ada dua macam, yaitu kehilangan fisik (real lost) dan kehilangan komersial (apparent losses). Kehilangan fisik lebih mahal penangannnya daripada jenis kehilangan komersial. Kehilangan air komersial terdiri dari: konsumsi tak resm dan kesalahan penanganan data, dan kesalahan pembacaan meter. Besarnya angka kehilangan air umumnya berkisar antara 20% hingga 50% (Wardhana, et al., 2014).

6. Tarif dasar air bersih

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1998 Tentang Pedoman Penetapan Tarif Air Minum Pada Perusahaan Daerah Air Minum, penentuan tarif air PDAM didasarkan pada: pemulihan biaya, keterjangkauan, efisiensi pemakaian, kesederhanaan, dan transparansi. Tarif yang ditetapkan PDAM atas kebutuhan dasar harus terjangkau oleh pelanggan rumah tangga. Perhitungan tarif berdasarkan volume air yang terjual dengan beberapa tingkat biaya yaitu: biaya rendah, dasar, dan penuh. Penetapan tarif air menurut kelompok pelanggan dan blok konsumsi, dengan mempertimbangkan pemulihan biaya dan kemampuan masyarakat.

Menurut Linsey (1995) ( dalam Mawey, Isri, & Lingkan, 2015) ada beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan air bersih di perkotaan:

1. Iklim, pada musim kemarau maka kebutuhan air untuk kebutuhan sehari hari seperti mencuci, mandi, menyiram tanaman akan semakin meningkat

2. Ciri-ciri penduduk: taraf hidup dan kondisi sosial ekonomi memiliki korelasi dengan kebutuhan air bersih, penduduk dengan kondisi sosial ekonomi yang baik dan taraf hidup

(14)

digilib.uns.ac.id yang tinggi akan membutuhkan air bersih yang lebih banyak dari penduduk dengan sosial ekonomi yang kurang mencukupi dan memiliki taraf hidup rendah. Meningkatnya kualitas kehidupan penduduk menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas hidup yang diikuti dengan meningkatnya kebutuhan air bersih.

3. Ukuran kota: diindikasikan dengan jumlah sarpras yang dimiliki oleh kota yaitu permukiman, perdagangan, industri, dan lain sebagainya. Semakin banyak sarpras kota maka kebutuhan pemakaian air juga akan semakin besar.

2.3 Sintesa Teori Sistem Penyediaan Air Bersih

Setelah dijelaskan teori dari sistem Penyediaan air bersih maka di dilakukan sintesa teori sistem Penyediaan air bersih. Berikut ini adalah tabel sintesa teori sistem penyediaan air bersih:

Tabel 2.6 Sintesa Teori Sistem Penyediaan Air Bersih Perpipaan Sintesa Teori Sistem

Penyediaan Air Bersih Sintesa Justifikasi 1. Sistem Pengolahan

Air Baku 2. Sistem Produksi 3. Sistem Transmisi 4. Sistem Distribusi 5. Unit Pelayanan

1. Unit Air Baku 2. Unit Produksi 3. Unit Transmisi 4. Unit Distribusi 5. Unit Pelayanan

Produktivitas menjadi sub variabel dari sistem produksi, kehilangan air menjadi sub variabel sistem distribusi karena berkaitan dengan distribusi air, dan konsumsi air menjadi sub variabel dari distribusi air.

Sumber: Peneliti, 2018 2.4 Sintesa Variabel

Berikut ini merupakan sintesa perumusan variabel dan sub variabel dari sistem penyediaan air bersih di kawasan permukiman:

Tabel 2.7 Perumusan Variabel dan Sub Variabel Penelitian

Variabel Sub Variabel

Unit Air Baku Pengambilan Air Baku

Unit Transmisi Pengaliran Air Baku

Unit Produksi Bangunan pengolahan dan perlengakapannya

Produktifitas instalasi produksi

Unit Distribusi Pengaliran Air Bersih

Reservoir

Konsumsi Air Bersih Tingkat Kehilangan air

Unit Pelayanan Sambungan Rumah

Sumber: Peneliti, 2018

(15)

digilib.uns.ac.id

27 Gambar 2.1 Sintesa Teori Sistem Penyediaan Air Bersih

Perpipaan PDAM Sumber: Peneliti, 2018

(16)

digilib.uns.ac.id Sistem penyediaan air bersih perpipaan terdiri dari unit air baku, transmisi, produksi, distribusi, dan pelayanan. Sistem penyediaan air bersih perpipaan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat berupa konsumsi air/ penggunaan air bersih yang masuk dalam variabel unit distribusi. Dalam unit air baku terdapat sub variabel pengambilan air baku. Unit transmisi terdiri dari pengaliran air baku. Unit produksi terdiri dari bangunan pengolahan air serta produktivitas instalasi produksi. Unit Distribusi memiliki komponen terbanyak, yaitu konsumsi air, kehilangan air, pengaliran air bersih, dan reservoir air bersih.

Pada unit pelayanan terdapat satu sub variabel yaitu sambungan rumah.

2.5 Definisi Operasional Variabel 1. Unit Air Baku

Menurut Peraturan Pemerintah No 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum air baku yaitu air yang berasal dari sumber mata air permukaan, air hujan, air tanah, air hujan, dan air laut yang telah memenuhi baku mutu air minum. Jadi air baku yang dimaksud yaitu sumber air yang digunakan sebagai bahan baku air yang akan diolah sebelum didistribusikan ke masyarakat. Dalam variabel air baku terdiri dari pengambilan air baku, dalam variabel ini akan diukur mengenai pengambilan air baku dilihat dari kualitas air baku, kuantitas air baku, serta kontinuitas (waktu) air baku sebelum diolah.

2. Unit Transmisi

Unit transmisi yaitu suatu sistem transportasi air baku menuju ke sistem pengolahan atau sistem transportasi air bersih dari sistem pengolahan air baku ke tempat penampungan atau reservoir (Hartono, 2005). Jadi sistem transmisi yaitu sistem yang menghubungkan air baku hingga ke penampungan air baku atau reservoir air baku yang selanjutnya diolah dalam unit produksi. Dalam unit transmisi terdapat pengaliran air baku sesuai dengan fungsi dari unit transmisi. Pengaliran air baku akan dilihat mengenai kualitasnya.

3. Unit Produksi

Menurut Neorbambang dan Morimura (1985) (dalam Susanti, 2010) unit produksi yaitu instalasi pengolahan air baku menjadi air bersih sehingga siap disuplai ke konsumen. Dalam unit produksi terdapat berbagai macam proses mulai dari dialirkannya air baku melalui unit transmisi hingga air ditampung di reservoir sebelum akhirnya didistribusikan. Unit produksi mengolah air baku menjadi air yang siap untuk didistribusikan ke masyarakat. Bangunan pengolah air baku dan produktivitas instalasi produksi berperan penting dalam aspek produksi. Pada bangunan pengolahan air baku akan dilihat mengenai kualitas bangunan ataupun kondisi fisik bangunan pengolahan, serta kuantitas berupa kelengkapan bangunan

(17)

digilib.uns.ac.id pengolahan air. Pada produktivitas instalasi produksi akan dilihat mengenai kuantitas serta waktu produksinya.

4. Unit Distribusi

Yaitu sarana pengaliran air minum dari penampungan air menuju unit pelayanan. Unit disribusi merupakan unit yang langsung berkaitan dengan pelanggan. Distribusi menyalurkan air ke rumah-rumah penduduk. Distribusi dapat dilihat dari pengaliran air bersih yang sudah siap untuk di distribusikan, adanya reservoir, tingkat kehilangan air, dan konsumsi air/

penggunaan air bersih. Pada pengaliran air bersih akan dilihat mengenai kualitas perpipaannya, pada sub variabel reservoir akan dinilai kualitas dan kuantitasnya berupa daya tampung dan jumlahnya. Sedangkan pada sub variabel konsumsi air akan dilihat mengenai kualitas air, kuantitas, dan kontinuitas (waktu) air bersih yang sudah didistribusikan. Pada sub variabel kehilangan air akan dilihat mengenai kuantitasnya.

5. Unit Pelayanan

Yaitu titik pengambilan air bersih. Pelayanan dalam hal ini yaitu sambungan rumah ditinjau dari kuantitasnya, seberapa besar rumah tangga yang terlayani atau belum terlayani air bersih. Sedangkan kualitas akan dilihat dari kepuasan pelanggan terhadap kualitas air bersih. Pada indikator waktu akan dilihat dari kepuasan pelanggan terhadap kontinuitas air bersih.

(18)

digilib.uns.ac.id 2.6 Permukiman

2.6.1 Definisi Permukiman

Menurut Wirapratama, Zakiria, dan Purwantiasning (2014) permukiman berasal dari kata mukim yang dapat diartikan sebagai penduduk tetap, tempat tinggal/kediaman, daerah serta dapat pula diartikan sebagai kawasan. Sehingga permukiman yaitu daerah yang terdiri dari kumpulan tempat tinggal yang didiami oleh masyarakat yang bermukim disuatu tempat.

Menurut UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman disebutkan bahwa permukiman bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Sedangkan pengertian kawasan permukiman yaitu bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Menurut Bintarto (1979) (dalam Saraswati, Sawitri, &

Arwan, 2016) permukiman sebagai suatu tempat tinggal atau daerah, dimana penduduk berkelompok dan hidup bersama. Mereka membangun rumah-rumah, jalan, dan lain-lain guna kepentingan mereka. Menurut pengertian ini arti dari permukiman lebih kearah wujud fisik, sebagai aktivitas manusia dan penduduk dalam memenuhi kebutuhan terutama tempat tinggal.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Setyohadi (2007) permukiman mempunyai keanekaragaman bentuk dan pola sesuai kondisi sosial, sistem sosial yang berlaku, dan kebutuhan. Dalam module ke 9 dengan judul Human Researce Develompment In India oleh (ExamPappu.com, 2013) dijelaskan secara singkat bahwa permukiman yaitu suatu bentuk habitat manusia dari rumah tunggal hingga ke tingkat kota yang lebih luas. Selain itu permukiman juga dapat diartikan sebagai suatu proses mengelompoknya penduduk pada suatu wilayah untuk membangun tempat tinggal sebagai penunjang kegiatan ekonomi. Permukiman dapat dibedakan menjadi dua yaitu permukiman desa dan kota. Perbedaan mendasar antara permukiman desa dan kota yaitu adalah fungsinya, permukiman pedesaan didominasi oleh aktivitas primer yaitu pertanian, sedangkan permukimaan perkotaan didominasi oleh aktivitas sekunder dan tersier. Biasanya pedesaan memiliki kepadatan rendah dibandingkan dengan perkotaan.

2.6.2 Pola Persebaran Permukiman

Definisi pola persebaran permukiman dijelaskan dalam jurnal yang disusun oleh Saraswati, Sawitri, dan Arwan (2016) yaitu susunan sifat persebaran permukiman dan sifat hubungan antara faktor-faktor yang menentukan terjadinya persebaran permukiman. Selain itu menurut Petter Hagget (dalam Saraswati, Sawitri, & Arwan, 2016) disebutkan terdapat 3 pola

(19)

digilib.uns.ac.id yaitu seragam (uniform), acak (random), mengelompok (clustered). Analisis untuk menentukan pola persebaran permukiman dapat dilakukan dengan menggunakan analisis tetangga terdekat. Keterkaitannya dengan penyediaan air bersih menurut Pelambi, Sonny, dan Michael (2016) pola permukiman mengelompok cenderung lebih menguntungkan, karena memudahkan penyediaan infrastruktur dan fasilitas penunjang lainnya. Dalam penelitian ini infrastruktur yang dimaksud adalah air bersih.

2.6.2.1 Analisis Tetangga Terdekat

Analisis tetangga terdekat digunakan untuk menentukan pola sebaran kegaiatan, dapat berupa pola random, mengelompok, ataupun pola seragam, yang ditunjukkan dengan besaran nilai T (Muta’ali, 2015). Beberapa hal yang dilakukan untuk menghitung analisis tetangga terdekat yaitu:

- Menentukan batas wilayah pengamatan

- Mengubah pola sebaran objek dalam peta menjadi pola sebaran titik - Memberi nomor urut pada titik untuk mempermudah analisis

- Mengukur jarak terdekat pada garis lurus antara satu titik dengan titik yang lain yang merupakan tetangga terdekatnya

- Menghitung parameter tetangga terdekat

Rumus untuk menghitung analisis tetangga terdekat yaitu: T = Ju / Jh

Keterangan:

T =Indeks penyebaran tetangga terdekat

Ju = jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan titik yang lain yang merupakan tetangga terdekatnya

Jh= jarak rata-rata yang diperoleh andai semua titik mempunyai pola random = 1/2√p

P = kepadatan titik tiap km2 yaitu jumlah titik (N) dibagi luas wilayah dalam km2 (A), sehingga menjadi (N/A)

Selain menggunakan analisis diatas dapat juga menggunakan Nearest Neighbour Anaylis pada program GIS seperti Arcgis sehingga dapat dihitung secara otomatis.

Selanjutnya menurut Hagget (dalam Muta’ali, 2015) nilai T diintrepetasikan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Pola Persebaran Permukiman Sumber: (Muta'ali, 2015)

(20)

digilib.uns.ac.id 2.6.3 Kepadatan Permukiman dan Kepadatan Penduduk

Kepadatan permukiman menurut Pranoto (2007) yaitu perbandingan jumlah rumah tangga dengan luasan di suatu wilayah permukiman, dimana penduduknya mengelompok membentuk suatu pola tertentu yang sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi, yaitu:

pertumbuhan penduduk, kondisi alam, sarana dan prasarana, serta sosial ekonomi penduduk.

Berdasarkan Permen PU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota diketahui bahwa permukiman kepadatan tinggi memiliki kepadatan bangunan 100 - 1000 rumah/hektar, permukiman kepadatan sedang memiliki kepadatan bangunan 40-100 rumah/hektar, dan permukiman kepadatan rendah yaitu wilayah yang memiliki kepadatan bangunan 10-40 rumah/hektar.

Kepadatan penduduk menurut Pranoto (2007) yaitu rasio yang menyatakan perbandingan antara banyaknya penduduk terhadap luas wilayah atau banyaknya penduduk perkilometer persegi pada tahun tertentu. Kepadatan penduduk dapat dibagi 2 yaitu kepadatan penduduk umum/ bruto dan kepadatan penduduk netto, berikut penjelasanya:

a. Kepadatan penduduk brutto

Yaitu banyaknya penduduk rata-rata per km2. Pada kepadatan penduduk brutto, luas seluruh wilayah ikut dihitung untuk menentukan kepadatan penduduk.

b. Kepadatan penduduk netto

Yaitu banyaknya penduduk rata-rata per km2 ditinjau dari tingkat perkembangan area. Misal kepadatan penduduk permukiman, kepadatan penduduk ini dihitung berdasarkan luas dari permukiman.

Berikut ini merupakan klasifikasi kepadatan penduduk berdasarkan SNI Nomor 1733 Tahun 2004 tentang tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan:

Tabel 2.8 Klasifikasi Kepadatan Penduduk Klasifikasi

Kawasan Kepadatan

Rendah Sedang Tinggi Sangat Padat

Kepadatan

Penduduk < 150 jiwa/ha 151-200 jiwa/ha 201-400 jiwa/ha >400 jiwa/ha

Sumber: SNI Nomor 1733 Tahun 2004

(21)

digilib.uns.ac.id 2.7 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan hasil sintesa variabel diatas maka berikut ini merupakan kerangka pikir untuk mengetahui efektivitas sistem penyediaan air bersih PDAM di kawasan permukiman sekitar

kampus UNS Surakarta:

Air Bersih

Sistem Penyediaan Air Bersih

Sistem Penyediaan Air Bersih Non Perpipaan

Sistem Penyediaan Air Bersih Perpipaan

Prasarana

Sintesa Teori Sistem Penyediaan Air Bersih

Perpipaan

Variabel Sistem Penyediaan Air Bersih Kawasan Permukiman Teori Efektivitas

Permukiman

Membutuhkan

diantaranya

(22)

digilib.uns.ac.id

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Sumber: Peneliti, 2018

Efektivitas Sistem Penyediaan Air Bersih Kawasan Permukiman Sekitar Kampus UNS

Referensi

Dokumen terkait

Differences of Anxiety Levels between Students of Natural Sciences and Social Studies Major Based on School Environmental Factors in Senior High Schools with Rintisan Sekolah

The product of this study is a handbook of English Morphology subject designed specifically for Engling Language Education (ELE) department students.. For

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti membuat penelitian dengan judul ³ Pelatihan Lari Jingkat Melewati 10 Rintangan Jarak 1 Meter Setinggi 25 cm Berbeban 500 gram

Teman an kan kantor tor say saya, a, ora orang ng tua tua sal salah ah seor seorang ang sis siswa wa SMA SMA yan yang g lul lulus us uji ujian an nas

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada TUHAN YESUS KRISTUS karena berkat dan bantuanya skripsi ini dapat penulis kerjakan dan selesaikan dengan judul Analisis

Karena bagian tersempit dari liang telinga terletak di tengah, pemakaian lidi kapas dapat mendorong serumen ke ismus yang sempit dan menempel pada membran timpani, sehingga

Selama melaksanakan PKL praktikan diberikan beberapa tugas, yaitu memasukkan transaksi yang sudah dijurnal ke dalam Sistem Informasi Akuntansi Bulog (SIAB),

Oleh karena itu, penerapan pendekatan saintifik melalui model discovery learning dengan permainan dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, dan bersifat menyenangkan