• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALATUKURDANPENGUKURAN

N/A
N/A
Alfian Online

Academic year: 2022

Membagikan "ALATUKURDANPENGUKURAN"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/336284702

ALAT UKUR DAN PENGUKURAN

Book · October 2019

CITATIONS

0

READS

257,284

3 authors, including:

Nurlina Nurlina

Universitas Muhammadiyah Makassar 27PUBLICATIONS   4CITATIONS   

SEE PROFILE

Riskawati Riska

Universitas Muhammadiyah Makassar 13PUBLICATIONS   11CITATIONS   

SEE PROFILE

(2)
(3)
(4)
(5)

BAHAN AJAR

ALAT UKUR DAN PENGUKURAN

OLEH:

RISKAWATI NURLINA RAHMAN KARIM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2017

(6)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... i

DAFTAR GAMBAR ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Diskripsi Mata Kuliah ... 1

B. Petunjuk Penggunaan Bahan Ajar... 1

C. Kompetensi Dasar ... 2

BAB II PENGUKURAN ... 3

A. Arti Pengukuran ... 4

B. Pengukuran Langsung dan Tidak Langsung ... 5

C. Ketepatan dan Ketelitian Pengukuran ... 5

D. Cara Menuliskan Hasil Pengukuran... 7

E. Aturan-Aturan Penulisan Angka Penting... 8

F. Angka Penting pada Bilangan Sepuluh Berpangkat ... 8

G. Aturan-aturan Mengoperasikan Angka Penting... 9

BAB III KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN ... 14

A. Jenis dan Sumber Ketidakpastian... 14

B. Analisis Ketidakpastian Pengukuran ... 15

C. Ketidakpastian Pada Hasil Percobaan ... 24

BAB IV ALAT-ALAT PENGUKURAN DASAR... 34

A. Jangka Sorong ... 34

B. Micrometer Sekrup... 44

C. Spherometer ... 51

D. Neraca ... 54

E. Basic Meter ... 65

F. Thermometer ... 69

G. Stopwatch... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 78

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1Ketelitian dalam Pengukuran ... 6

Gambar 2. 2Membandingkan dua besaran... 7

Gambar 3. 1Penunjukanskaladenganjarumpenunjukcukuptebal ... 16

Gambar 3. 2Penunjukanskaladenganjarumpenunjukcukuptipis ... 17

Gambar 4. 1Jangka Sorong Manual ... 34

Gambar 4. 2Jangka Sorong Analog ... 35

Gambar 4. 3Jangka Sorong Digital ... 35

Gambar 4. 4Jangka Sorong Alur Dalam ... 35

fGambar 4. 5Jangka Sorong Ketinggian ... 36

Gambar 4. 6Jangka Sorong Pipa ... 36

Gambar 4. 7Jangka Sorong Jarak Pusat ... 36

Gambar 4. 8Jangka Sorong Gigi Gear ... 37

Gambar 4. 9Jangka Sorong Cakram ... 37

Gambar 4. 10Bentuk dan Bagian-bagian Jangka Sorong... 38

Gambar 4. 11 Jangka Sorong Terkalibrasi ... 40

Gambar 4. 12Mengukur Diameter Luar Suatu Benda ... 40

Gambar 4. 13Mengukur Diameter Dalam Suatu Benda ... 41

Gambar 4. 14Mengukur Kedalaman Suatu Benda... 41

Gambar 4. 15Menentukan Tingkat Ketelitian Jangka Sorong ... 42

Gambar 4. 16Hasil Pengukuran Jangka Sorong... 43

Gambar 4. 17 Mikrometer Sekrup Manual ... 45

Gambar 4. 18Mikrometer Sekrup Digital ... 45

Gambar 4. 19Mikrometer Luar ... 45

Gambar 4. 20Mikrometer Dalam ... 45

Gambar 4. 21Mikrometer Kedalaman... 46

Gambar 4. 22Bentuk dan Bagian-bagian Mikrometer Sekrup... 46

Gambar 4. 23Kalibrasi Mikrometer Sekrup... 48

Gambar 4. 24Prosedur Pengukuran Mikrometer Sekrup ... 49

Gambar 4. 25Cara Menentukan Tingkat Ketelitian Mikrometer Sekrup... 49

Gambar 4. 26Cara Pembacaan Hasil Pengukuran Mikrometer Sekrup ... 50

(8)

Gambar 4. 27Spherometer ... 51

Gambar 4. 28Neraca Ohauss 2610... 55

Gambar 4. 29Neraca Ohauss 311... 57

Gambar 4. 30Hasil Pengukuran Neraca Ohauss 311 ... 59

Gambar 4. 31Neraca Ohauss 310... 60

Gambar 4. 32Pemutar Skala 2 Desimal ... 60

Gambar 4. 33Piring Neraca... 60

Gambar 4. 34Penyangga Neraca ... 61

Gambar 4. 35Pointer ... 61

Gambar 4. 36Sekrup untuk Penyeimbang... 61

Gambar 4. 37Skala ... 61

Gambar 4. 38Neraca Pegas ... 64

Gambar 4. 39Bagian-bagian Basic Meter ... 66

Gambar 4. 40Skema Rangkaian Amperemeter ... 67

Gambar 4. 41Skema Rangkaian Amperemeter ... 68

Gambar 4. 42 Rangkaian Amperemeter dan Voltmeter... 68

Gambar 4. 43 Contoh Termometer ... 69

Gambar 4. 44Termometer Bimetal ... 69

Gambar 4. 45Termometer Hambatan... 70

Gambar 4. 46Termometer Hambatan Platina... 70

Gambar 4. 47Termokopel ... 70

Gambar 4. 48Termometer Air Raksa ... 71

Gambar 4. 49Stopwatch Analog ... 72

Gambar 4. 50Stopwatch Digital ... 73

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Diskripsi Mata Kuliah

Mata Kuliah alat ukur dan pengukuran merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh setiap mahasiswa disiplin ilmu sains sebelum melaksanakan kegiatan eksperimen di laboratorium. Pada buku ajar ini, akan dibahas mengenai arti dari pengukuran, cara menggunakan alat-alat ukur, cara menuliskan hasil pengukuran, cara mengolah hasil pengukuran, teori ketidakpastian dan beberapa alat-alat pengukuran dasar seperti (1) pengukuran panjang dengan alat ukur jangka sorong, mikrometer skrup, spherometer; (3) pengukuran massa dan berat dengan alat ukur neraca ohauss 2610, neraca ohauss 311, neraca ohauss 310 dan neraca pegas; (4) pengukuran waktu dengan alat ukur stop watch; (5) pengukuran panas dengan alat ukur termometer; (6) pengukuran listrik dengan alat ukur voltmeter dan amperemeter.

Dengan menyelesaikan buku ajar ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami konsep-konsep dasar pengukuran serta mengaplikasikannya pada kegiatan-kegiatan praktikum selanjutnya.

B. Petunjuk Penggunaan Bahan Ajar

1. Petunjuk Bagi mahasiswa diharapkan dapat berperan aktif dan berinteraksi dengan sumber belajar yang dapat digunakan, karena itu harus memperhatikan hal-hal berikut:Perlengkapan yang harus dipersiapkan Guna menunjang keselamatan dan kelancaran tugas/ pekerjaan yang harus dilakukan, maka persiapkanlah seluruh perelengkapan yang diperlukan.

Beberapa perlengkapan yang harus dipersiapkan adalah: 1) Peralatan tulis 2) Perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja 3) Piranti alat ukur.

2. Peran Dosen yang akan mengajarkan buku ajar ini hendaknya mempersiapkan diri sebaik-baiknya yaitu mencakup aspek strategi pembelajaran, penguasaan materi, pemilihan metode, alat bantu media pembelajaran, dan perangkat evaluasi. Dosen harus mempersiapkan rancangan strategi pembelajaran yang mampu mewujudkan mahasiswa

(10)

terlibat aktif dalam proses pencapaian/penguasaan kompetensi yang telah diprogramkan.

C. Kompetensi Dasar

1. Memahami konsep pengukuran mulai dari cara mengukur, membaca dan menuliskan hasil pengukuran mengolah hasil pengukuran dan dapat menggunakan teori ketidakpastian dalam pengukuran

2. Menjelaskan fungsi dan prinsip kerja alat ukur panjang seperti: jangka sorong, mikrometer skrup, spherometer, serta memiliki keterampilan melakukan pengukuran sesuai prosedur, membaca hasil ukur, menuliskan hasil pengukuran sesuai aturan yang berlaku, dan dapat melakukan kalibrasi alat ukur.

3. Menjelaskan fungsi dan prinsip kerja alat ukur massa dan berat seperti:

neraca ohauss 2610, neraca ohauss 311, neraca ohauss 310 dan neraca pegas, serta memiliki keterampilan melakukan pengukuran sesuai prosedur, membaca hasil ukur, menuliskan hasil pengukuran sesuai aturan yang berlaku, dan dapat melakukan kalibrasi alat ukur.

4. Menjelaskan fungsi dan prinsip kerja alat ukur listrik seperti: voltmeter dan amperemeter serta memiliki keterampilan melakukan pengukuran sesuai prosedur, membaca hasil ukur, menuliskan hasil pengukuran sesuai aturan yang berlaku, dan dapat melakukan kalibrasi alat ukur

5. Menjelaskan fungsi dan prinsip kerja alat ukur panas seperti: termometer dan kalorimeter, serta memiliki keterampilan melakukan pengukuran sesuai prosedur, membaca hasil ukur, menuliskan hasil pengukuran sesuai aturan yang berlaku, dan dapat melakukan kalibrasi alat ukur

6. Menjelaskan fungsi dan prinsip kerja alat ukur waktu seperti: stop watch serta memiliki keterampilan melakukan pengukuran sesuai prosedur, membaca hasil ukur, menuliskan hasil pengukuran sesuai aturan yang berlaku, dan dapat melakukan kalibrasi alat ukur.

(11)

BAB II PENGUKURAN

Berbicara tentang pengukuran, ada sebuah kutipan yang diungkapkan dari seorang ilmuwan Fisika Lord Kelvin (1883) yang ada kaitannya dengan masalah pengukuran,yaitu:

When you can measure what you are speaking about and express itin numbers, you know something about it, but when you can not measure it, when you can not express it in numbers, yourknowledge is of a meager and unsatisfactory kind ....

Ungkapan di atas mengandung makna “Bila kita dapat mengukur apa yang sedang kita bicarakan dan menyatakannya dengan angka-angka berarti kita mengetahui apa yang sedang kita bicarakan itu. , sebaliknya bila kita tidak dapat mengukur apa yang sedang kita bicarakan, berarti kita tidak mengetahui dengan baik apa yang kita bicarakan tersebut”

Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berhadapan dengan benda hidup dan benda mati. Suatu saat kita kadang-kadang harusmengkomunikasikan sesuatu obyek, baik obyek hidup (bergerak) maupunobyek mati (diam) kepada orang lain.

Seandainya informasi tentangobyek yang kita komunikasikan itu kurang lengkap maka orang yangmenerima informasi sangat dimungkinkan untuk bertanya lebih jauh lagi.Misalnya kita mengkomunikasikan besar dan beratnya sebuah truk,cepatnya lari sebuah mobil, jauhnya perjalanan, panasnya suatu benda dan sebagainya. Orang yang menerima informasi tentu akan bertanya lebihjauh lagi tentang seberapa beratnya truktersebut, berapa kecepatan mobil tersebut, seberapa jauh perjalanan yang ditempuh, seberapa tinggipanas benda tersebut, dan sebagainya.

Pertanyaan di atas sangatmemungkinkan timbul apabila obyek yang dikomunikasikan tidakdilengkapi dengan obyek pelengkap. Obyek pelengkap ini biasanyadinyatakan dalam bentuk ukuran dan satuan sehingga obyek yangdiinformasikan mempunyai arti lebih luas. Misalnya, truk tersebutberatnya 5ton, kecepatan mobil80 km/jam, jalanyang sudah ditempuh sekitar 5 km, panas badannya sekitar 370C, dan sebagainya. Dengan demikian peranan obyek pelengkap sebagai penambah keterangan dari obyek yang diinformasikan memang sangat penting.

(12)

A. Arti Pengukuran

Pengukuran adalah bagian dari keterampilan Proses Sains yang merupakan pengumpulan informasi baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Dengan melakukan pengukuran, dapat diperoleh besarnya atau nilai suatu besaran atau bukti kualitatif.

Contoh:

Bila seseorang mengukur panjang sebuah balok dengan menggunakan meteran, maka yang diperoleh adalah besarnya panjang balok itu. Bila dua buah balok didekatkan maka hasil yang diperoleh mungkin balok yang satu lebih panjang dari balok yang lain, atau mungkin balok yang satu sama panjangnya dengan balok yang lain. Kegiatan pertama menghasilkan informasi kuantitatif, sedangkan kegiatan kedua menghasilkan data kualitatif. Demikian pula halnya bila seseorang menimbang dengan menggunakan neraca dapat pula memperoleh informasi kuantitatif maupun informasi kualitatif.

Dalam pembelajaran sains Fisika, seorang pendidik tidak hanya menyampaikan kumpulan fakta-fakta saja tetapi seharusnya mengajarkan sains sebagai proses (menggunakan pendekatan proses). Oleh karena itu, melakukan percobaan atau eksperimen dalam Sains Fisika sangat penting. Melakukan percobaan dalam laboratorium, berarti sengaja membangkitkan gejala-gejala alam kemudian melakukan pengukuran. Sebelum melakukan percobaan, maka setiap orang hendaknya memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan pengukuran. Tanpa memahami pengukuran, besar kemungkinan dalam melakukan percobaan akan banyak terjadi kesalahan.

Pada contoh yang telah dikemukakan di atas, panjang meteran disamakan dengan panjang balok. Artinya, panjang balok berapa kali panjang dari meteran yang digunakan. Demikian pula balok yang satu dibandingkan dengan balok yang lain. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa melakukan pengukuran adalah membandingkan antara suatu besaran dengan besaran lain yang sejenis yang dijadikan acuan. Jadi yang dibandingkan adalah besaran panjang balok dengan besaran panjang meteran; kedua besaran ini sejenis yaitu besaran panjang dengan besaran panjang.

(13)

B. Pengukuran Langsung dan Tidak Langsung

Ditinjau dari cara pengukurannya, besaran-besaran fisika ada yang diukur secara langsung dan ada (lebih banyak) yang diukur secara tidak langsung.

 Pengukuran langsung adalah pengukuran suatu besaran yang tidak bergantung pada pengukuran besaran-besaran lain.

Contoh:

- Mengukur panjang tongkat dengan mistar, - Mengukur waktu dengan stopwatch/ stopclock.

Jadi pengukuran suatu besaran secara langsung adalah membandingkan besaran tersebut secara langsung dengan besaran acuan.

 Pengukuran tidak langsung adalah pengukuran besaran fisika dengan cara tidak langsung membandingkannya dengan besaran acuan, akan tetapi dengan besaran-besaran lain.

Contoh:

- Mengukur suhu dengan cara mengukur perubahan volume air raksa, - Mengukur berat benda dengan cara mengukur pertambahan panjang

pegas,

- Mengukur kecepatan, kalor, dll.

Semuanya merupakan pengukuran tidak langsung.

C. Ketepatan dan Ketelitian Pengukuran 1. Ketepatan (Accuracy)

Jika suatu besaran diukur beberapa kali (pengukuran berganda) dan menghasilkan harga-harga yang menyebar di sekitar harga yang sebenarnya maka pengukuran dikatakan “tepat”.Pada pengukuran ini, harga rata-ratanya mendekati harga yang sebenarnya. Sebagai contoh yang sederhana seseorang menembak satu sasaran seratus kali dengan pistol dan cara menembak yang identik, ternyata dari seratus kali tembakan tersebut sembilan puluh lima kali diantaranya mengenai sasaran. Dari contoh ini dapat dikatakan bahwa orang tersebut memiliki ketepatan yang tinggi dalam menembak.

Demikian pula halnya dengan proses pengukuran. Apabila seseorang melakukan pengukuran terhadap suatu obyek dengan cara berulang-ulang dan

(14)

X X X X

(a)

X

(b) X

X X

X X X X

(c)

diperoleh hasil yang hampir sama dari masing-masing pengukuran bila dibandingkan harga rata-rata pengukuran yang berulang-ulang tersebut, maka dikatakan proses pengukuran itu mempunyai ketepatan yang tinggi.

2. Ketelitian (Precision)

Kata teliti dalam suatu pengukuran memiliki dua makna, pertama teliti yang dikaitkan dengan apakah hasil suatu pengukuran persis atau mendekati sama dengan ukuran yang sudah ditentukan. Misalnya, pada tangkai bor biasanya dicantumkan ukuran diameter bor tersebut. Lalu kita ingin mengecek ukuran tersebut dengan menggunakan mikrometer. Setelah diukur ternyata diperoleh hasil yang sama persis dengan ukuran yang ada pada tangkai bor tersebut. Keadaan seperti ini dinamakan dengan istilah teliti.

Kedua, teliti yang dikaitkan dengan proses pengukuran itu sendiri.

Misalnya, seseorang mencoba mengecek ukuran diameter bor yang besarnya tertera pada tangkai bor tersebut. Alat yang yang digunakan adalah mistar baja.

Setelah diletakkannya pada ujung tangkai bor tersebut kemudian dibaca skalanya, ternyata hasil pembacaan menunjukan bahwa diameter bor tersebut lebih besar tiga skala dari pada mistar baja. Lalu orang yang mengukur tadi berkesimpulan bahwa ukuran yang tercantum pada tangkai bor tersebut adalah salah.

Jika hasil-hasil pengukuran terpusat di suatu daerah tertentu maka pengukuran disebut teliti (harga tiap pengukuran tidak jauh berbeda).

Gambar 2. 1Ketelitian dalam Pengukuran Keterangan:

Gbr (a) : Pengukuran teliti, mengumpul pada daerah tertentu, teliti tapi tidak tepat

(15)

Gbr (b) : Pengukuran tepat, menyebar sekitar harga sebenarnya tapi berada di luar daerah sebenarnya, tepat tapi tidak teliti,

Gbr (c): Pengukuran tepat dan teliti sebab menyebar disekitar harga sebenarnya dan tiap pengukuran mengumpul pada daerah harga sebenarnya.

D. Cara Menuliskan Hasil Pengukuran

Gambar 1 berikut menunjukkan pengukuran panjang suatu benda dengan menggunakan mistar biasa dengan NST 1 mm atau 0,1 cm.

Hasil pengukuran yang ditunjukkan alat ukur adalah 62,5 mm atau 6,25 cm.

Pada contoh di atas, angka terakhir merupakan angka taksiran. Oleh karena itu, tidak masuk akal jika di belakang angka terakhir masih ditambah angka lagi dikarenakan mata kita cuma mampu membagi dua jarak antara dua goresan dalam kasus mistar biasa. Ketiga angka yang dapat ditulis dari hasil pengukuran tersebut disebut angka penting. Dua dari angka pasti, karena ada bagian skala menunjuk angka itu.

Dari hasil pengukuran di atas dapat dilihat bahwa makin kecil NST alat makin banyak angka penting yang dapat dituliskan dari hasil pengukuran.

Bilangan yang menyatakan nilai hasil pengukuran tidak eksak atau tidak pasti.

Jadi hasil pengukuran selalu dihinggapi ketidakpastian. Penulisan hasil pengukuran mempunyai arti jika ditulis dengan jumlah angka penting yang tepat.

Apabila antara skala 62 dan 63 terdapat lagi 10 skala-skala kecil, maka NST alat menjadi 0,1 mm. Maka hasil pengukuran yang diperoleh mungkin 62,4 mm atau 62,5 mm. Berarti angka 4 atau 5 bukan lagi merupakan angka taksiran melainkan angka pasti, sehingga angka pentingnya bertambah. Kalau hasil pengukuran

5 6 7

Gambar 2. 2Membandingkan dua besaran

(16)

menunjukkan 62,4 mm maka dengan NST 0,1 mm, hasil tersebut harus ditulis 62,40 mm. Jadi 62,4 mm tidak sama artinya dengan 62,40 mm.

E. Aturan-Aturan Penulisan Angka Penting

1. Semua angka yang bukan nol merupakan angka penting, Contoh: 265,4 m mengandung 4 angka penting.

25,7 s mengandung 3 angka penting.

2. Angka nol yang terletak diantara angka bukan nol termasuk angka penting.

Contoh: 25,04 A mengandung 4 angka penting.

10,3 cm mengandung 3 angka penting.

3. Angka nol di sebelah kanan angka bukan nol termasuk angka penting, kecuali kalau ada penjelasan lain, misalnya berupa garis di bawah angka terakhir yang masih dianggap penting.

Contoh: 22,30 m mengandung 4 angka penting.

22,300 m mengandung 4 angka penting.

1250 mA mengandung 3 angka penting.

4. Angka nol yang terletak di sebelah kiri angka bukan nol, baik di sebelah kanan maupun di sebelah kiri koma desimal tidak termasuk angka penting.

Contoh: 0,47 cm mengandung 2 angka penting.

0,025 g mengandung 2 angka penting.

F. Angka Penting pada Bilangan Sepuluh Berpangkat

Dalam Sains Fisika sering dijumpai besaran-besaran yang nilainya sangat kecil atau sangat besar, misalnya muatan elektron = -0, 000 000 000 000 000 000 160 C. Bila besaran seperti ini ditulis biasa akan memerlukan waktu dan tempat yang banyak. Oleh karena itu, terdapat kebiasaan dalam bidang sains fisika menulis nilai besaran seperti ini dalam bentuk:

Di mana besarnya a antara -10 dan -1 atau antara +1 sampai +10. Dan n bilangan bulat positif atau negatif. Penulisan dalam bentuk seperti di atas dikenal sebagai notasi ilmiah.Jadi muatan elektron sebaiknya ditulis -1,60 x 10-19C.

Contoh:

Kecepatan cahaya 299 792 500 m/s, 10

(17)

2,5 kg (hasil pengukuran) akan dijadikan mg.

2,5 kg = 2.500.000 mg

= 2,5 x 106mg.

0,15 mm akan dijadikan km.

0,15mm = 0,000 000 15 km

= 1,5 x 10-7km

Dari contoh-contoh di atas yang menyatakan bahwa perubahan satuan tidak boleh merubah jumlah angka penting. Jadi, bilangan a menunjukkan angka penting.

G. Aturan-aturan Mengoperasikan Angka Penting

Apabila luas suatu bidang akan ditentukan, maka panjang dan lebar bidang tersebut harus diukur, misalnya panjangnya = 8,50 cm dan lebarnya = 4,25 cm.

Jika dihitung dengan cara biasa maka luas bidang tersebut = 36,125 cm2. Ini memperlihatkan bahwa hasilnya mengandung 5 angka penting. Hasil hitungan ini menjadi lebih teliti daripada sumbernya, yaitu pengukuran panjang dan lebarnya hanya mengandung 3 angka penting. Jadi aneh apabila hasilnya lebih teliti daripada sumbernya. Karena hasil pengukuran terdiri dari 3 angka penting, maka luas bidang yang diharapkan dari pengukuran ini tidak mungkin lebih dari 3 angka penting. Paling teliti sama dengan ketelitian pengukuran. Oleh karena itu, hasilnya tidak ditulis dengan 36,125 cm2, melainkan 36,1 cm2(3 angka penting).

1. Pembulatan

Dalam mengoperasikan angka penting, pembulatan harus selalu dilakukan.

Oleh karena itu, aturan pembulatan harus diikuti sebagai berikut:

a. Jika yang akan dibulatkan lebih besar dari lima, maka pembulatannya ke atas.

Contoh: 25,56 untuk 3 angka penting, pembulatannya menjadi 25,6 b. Jika yang akan dibulatkan kurang dari 5, maka pembulatannya ke bawah.

Contoh: 25,54 menjadi 25,5 0,273 menjadi 0,27

c. Jika yang dibulatkan memiliki angka terakhir 5, maka pembulatannya dilakukan sedemikian rupa sehingga angka penting terakhir selalu genap.

(18)

Contoh: 25,55 menjadi 25,6 dan 25,45 menjadi 25,4 0,273 menjadi 0,27 dan 0,265 menjadi 0,26 2. Penjumlahan dan Pengurangan

Pada waktu menjumlahkan bilangan-bilangan tidak eksak (angka penting) maka hasil terakhir hanya boleh mengandung satu angka ragu-ragu dengan memperhatikan aturan berikut:

a. Angka ragu-ragu ditambah atau dikurang dengan angka ragu-ragu menghasilkan angka ragu-ragu.

b. Angka pasti ditambah atau dikurang dengan angka ragu-ragu menghasilkan angka ragu-ragu.

c. Angka pasti ditambah atau dikurangi dengan angka pasti menghasilkan angka pasti.

Contoh:

215,3 angka 3 angka ragu-ragu 25,45+ angka 5 angka ragu-ragu 240,75

angka ragu-ragu Jadi hasilnya: 240,8

angka ragu-ragu 127,74 angka 4 angka ragu-ragu 12,5 - angka 5 angka ragu-ragu 115,24 ≈ 115,2

3. Mengali dan Membagi

Pada waktu mengalikan dan membagi bilangan tidak eksak dengan bilangan eksak, hasilnya mengandung angka penting sebanyak angka penting yang paling sedikit di antara yang diperkalikan atau dibagi itu.

Contoh:

2,50 x 2,5 = 6,25 ≈ 6,2 (2 angka penting ) 2,50 x 2,50 = 6,25 (3 angka penting ) 6,25

5,0 = 1,25 ≈ 1,2 (2 angka penting )

(19)

6,25

2,50 = 2,5 ≈ 2,50 (3 angka penting )

4. Memangkatkan

Bila suatu bilangan non eksak dipangkatkan, hasilnya memiliki angka penting sebanyak angka penting bilangan yang dipangkatkan

Contoh:

(3,25) = 10,5625 ≈ 10,6

Hasilnya 3 angka penting karena 3,25 terdiri dari 3 angka penting.

3252= 105625≈ 106000

Hasilnya 3 angka penting karena 325 terdiri dari 3 angka penting.

0,5 = 0,125 ≈ 0,1

Hasilnya 1 angka penting karena 0,5 terdiri dari 1 angka penting.

5. Menarik Akar

Akar pangkat dua atau lebih dari suatu bilangan tidak eksak, hasilnya memiliki angka penting sebanyak angka penting dari bilangan yang ditarik akarnya.

Contoh:

√125 = 5, karena 125 memiliki 3 angka penting maka hasilnya harus memiliki 3 angka penting, yaitu 5,00.

√144,0 = 12 ≈ 12,00, karena 144,0 memiliki 4 angka penting.

Latihan 1

1. Beri contoh pengukuran yang akurat dan presisi, dan pengukuran yang presisi tapi tidak akurat.

2. Jelaskan pengertian angka pasti dan angka ragu-ragu (beri contoh dengan gambar).

3. Di bawah ini ada 4 skala pengukuran. Isi tabel yang ada di bawahnya!

a.

5 10 cm

(20)

b.

c.

d.

4. Hasil pengukuran besaran-besaran A, B, C dan D adalah sebagai berikut:

a. 1750,5 g b. 0,0650 A c. 525,0 cm d. 0,0125 m

Isi tabel di bawah ini:

Besaran Jumlah angka

penting a x 10n Nst alat ukur A

B C D

5. Hasil pengukuran panjang dua balok kecil adalah 20,55 mm dan 15,75 cm.

Gambar masing-masing skala pengukurannya.

6. Bulatkan angka berikut sampai 3 angka penting.

a. 1652 b. 0,2759 c. 17875 d. 0,12452 7. Hitunglah:

a. 25 x 25

Pengukuran Nst Alat Hasil Pengukuran (X)

Jumlah angka penting A

B C D

10 20 30 mA

5 6 mg

50 100 mg

(21)

b. 6,25

c. 15,75 + 0,2 + 2,0

(22)

Hasil Pengukuran X0Hasil Pengukuran X XXX XX X

Hasil Pengukuran X0

X X X XX

BAB III

KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN

A. Jenis dan Sumber Ketidakpastian a. Ketidakpastian Bersistem

Ketidakpastian (kesalahan) bersistem akan menyebabkan hasil yang diperoleh menyimpang dari hasil sebenarnyaKetidakpastian ini dapat diminimalisir.

Sumber-sumber ketidakpastian bersistem ini antara lain:

1. Kesalahan kalibrasi alat, dapat diketahui dengan membandingkannya dengan alat yang lain.

2. Kesalahan titik nol (KTN).

3. Kerusakan komponen alat, misalnya pegas yang telah lama dipakai sehingga menjadi tidak elastis lagi.

4. Gesekan.

5. Kesalahan paralaks.

6. Kesalahan karena keadaan saat bekerja, kondisi alat pada saat dikalibrasi berbeda dengan kondisi pada saat alat bekerja.

b. Ketidakpastian Rambang (Acak)

Kesalahan ini bersumber dari gejala yang tidak mungkin dikendalikan atau di atasi. Ia berupa perubahan yang berlangsung sangat cepat sehingga pengontrolan dan pengaturan di luar kemampuan. Ketidakpastian ini menyebabkan pengukuran jatuh agak ke kiri dan ke kanan dari nilai yang sebenarnya.

Sumber-sumber ketidakpastian acak ini antara lain:

1. Ketidakpastian menaksir bagian skala.

Sumber pertama ketidakpastian pada pengukuran adalah keterbatasan skala alat ukur. Harga yang lebih kecil dari nilai skala terkecil alat ukur

(23)

(NST) tidak dapat lagi dibaca, sehingga dilakukan taksiran. Artinya, suatu ketidakpastian telah menyusup pada hasil pengukuran.

Ada 3 faktor penentu dalam hal penaksiran, yaitu :

(a) Jarak fisis (Physical Distance) antara dua goresan yang berdekatan.

(b) Halus atau kasarnya jarum penunjuk.

(c) Daya pisah (Resolving Power) mata manusia.

2. Keadaan yang berfluktuasi, artinya keadaan yang berubah cepat terhadap waktu. Misalnya, kuat arus listrik, tegangan jala-jala PLN, dan sumber tegangan lain yang selalu berubah-ubah secara tidak teratur

3. Gerak acak (gerak Brown) molekul-molekul udara. Gerak ini menyebabkan penunjukkan jarum dari alat ukur yang sangat halus menjadi terganggu.

4. Landasan yang bergetar.

5. Bising (Noise), yaitu gangguan pada alat elektronika yang berupa fluktuasi yang cepat pada tegangan karena komponen alat yang meningkat temperatur kerjanya.

6. Radiasi latar belakang seperti radiasi kosmos dari angkasa luar.

B. Analisis Ketidakpastian Pengukuran 1. Ketidakpastian Pengukuran Tunggal

Pengukuran tunggal adalah adalah pengukuran yang dilakukan satu kali saja. Keterbatasan skala alat ukur dan keterbatasan kemampuan mengamati serta banyak sumber kesalahan lain, mengakibatkan:

“Hasil Pengukuran Selalu Dihinggapi Ketidakpastian”

Nilai x sampai goresan terakhir dapat diketahui dengan pasti, namun bacaan selebihnya adalah terkaan atau dugaan belaka sehingga patut diragukan.

Inilah ketidakpastian yang dimaksud dan diberi lambang ∆x. Untuk pengukuran tunggal diambil kebijaksan:

∆x = NST Alat

Di mana ∆x adalah ketidakpastian pengukuran tunggal. Hasil pengukuran dilaporkan dengan cara yang sudah dibakukan seperti berikut.

X = (x± ∆x ) [X]

di mana:

X = simbol besaran yang diukur

(24)

(x± ∆x ) = hasil pengukuran beserta ketidakpastiannya [X] = satuan besaran x (dalam satuan SI)

Contoh 1: Misalkan arus dalam rangkaian diukur dengan skala miliamperemeter dari jarum penunjuk tampak pada gambar 2 berikut.

Nilai arus yang terbaca lebih dari 3,5 mA tetapi kurang dari 3,7 mA.

Maka yang dilaporkan adalah:

I = (3,60± 0,05) mA

Penulisan yang dilaporkan ini menunjukkan bahwa nilai sebenarnya kuat arus itu tidak diketahui. Kita hanya menduga bahwa arus itu sekitar 3,55 dan 3,65 mA. Berapa tepatnya? dengan satu kali pengukuran saja kita tidak tahu. Arus itu mungkin 3,58 mA, mungkin 3,63 mA, bahkan mungkin 3,565 mA. Tidak seorang pun yang tahu nilai sebenarnya.

Dengan cara menulis demikian pengamat hanya ingin menyatakan arus itu dipercaya tidak kurang dari 3,55 mA ataupun lebih dari 3,65 mA.

Pernyataan demikian memang tidak tegas, namun apa yang diharapkan dari pengukuran satu kali saja?

Dapat disimpulkan:

Hal lain yang tersirat dalam penulisan di atas ialah tentang mutu skala alat ukur yang digunakan. Untuk contoh di atas, miliammeter yang digunakan hanya mampu mengukur paling kecil sampai 0,1 mA saja. Jadi NST-nya 0,1 mA.

Pengukuran tunggal dapat diragukan, karenanya harus dilaporkan dengan ketidakpastian yang cukup besar yaitu: NST

2 3 4 mA

Gambar 3. 1Penunjukanskaladenganjarumpenunjukcukuptebal

(25)

2 3 4 mA

Gambar 3. 2Penunjukanskaladenganjarumpenunjukcukuptipis

Semakin kecil ketidakpastian mutlak, akan semakin tepat hasil pengukuran Contoh 2 :Arus listrik diukur dengan ammeter yang ujung jarum penunjuknya cukup halus dan goresan skalanya cukup tajam (tipis) seperti pada gambar 3 berikut.

Nilai arus listrik yang ditunjukkan adalah;

I = (3,63 ± 0,03) mA atau I = (3,64± 0,02) mA

Dengan demikian, arus yang terukur diduga bernilai sekitar 3,64 mA.

Ketidakpastian yang ditunjukkan alat ditaksirlebih kecil dari NST, oleh karena jarak pisah antara dua goresan yang berdekatan tampak jelas dengan ujung jarum penunjuk yang cukup halus. Ini memberikan alasan untuk menaksir ketidakpastiannya kurang dari NST misalnya NST (0,03 mA) atau NST (0,02 mA).

Jadi laporannya mungkin arus bernilai 3,60 mA dan 3,66 mA atau antara 3,62 mA dan 3,66 mA. Perhatikan bahwa kedua pernyataan ini berarti kuat arus listrik yang terukur adalah sekitar 3,63 mA atau 3,64 mA.

2. Ketidakpastian Mutlak dan Ketepatan Pengukuran

∆ disebut ketidakpastian mutlak pada nilai { }dan memberi gambaran tentang mutu alat ukur yang digunakan.

Dari kedua contoh yang telah diberikan diatas, dapat disimpulkan bahwa meteran (alat ukur) kedua lebih baik dari alat ukur pertama.

Dengan menggunakan alat ukur yang lebih bermutu, maka diharapkan pula hasil yang diperoleh lebih tepat, oleh karena itu ketidakpastian mutlak menyatakan ketepatan hasil pengukuran.

Semakin baik mutu alat ukur, semakin kecil∆ yang diperoleh

(26)

Jadi kuat arus listrik I = 3,64 mA adalah lebih tepat daripada I = 3,6 mA.

Artinya I = 3,64 mA lebih mendekati kuat arus yang sebenarnya (I0) yang tidak diketahui.

3. Ketidakpastian Relatif dan Ketelitian Pengukuran

Perbandingan antara ketidakpastian mutlak dengan hasil pengukuran disebut ketidakpastian relatif pada nilai {x}, sering dinyatakan dalam % (tentunya harus dikalikan dengan 100% ). Pada contoh 1 di atas, ketidakpastian relatifnya adalah:

∆ =0,05

3,60 100 % = 14 %

Sedangkan pada contoh kedua ketidakpastian relatifnya adalah :

∆ = 0,02

3,64 100 % = 0,5 %

Ketidakpastian relatif menyatakan tingkat ketelitian hasil pengukuran.

Pada contoh di atas, kuat arus listrik kedua telah berhasil diukur dengan tingkat ketelitian sekitar tiga kali lebih baik daripada pengukuran kuat arus listrik pertama. Perhatikan bahwa ketidakpastian relatif akan menjadi kecil jika yang diukur nilainya besar. Sebagai contoh, ammeter yang sama (∆ = 0,05 A) digunakan untuk mengukur kuat arus sebesar 0,5 A dan kuat arus kedua 10,0 A.

∆ = 0,05

5,00 100 % = 1 % Dibandingkan dengan:

∆ = 0,05

10,00 100 % = 0,5 %

Dikatakan bahwa kuat arus kedua telah berhasil diketahui dengan ketelitian yang lebih baik daripada arus pertama oleh karena ketidakpastian

Makin kecil ketidakpastian relatif, makin tinggi ketelitian yang dicapai pada pengukuran

(27)

Makna dari ketidakpastian mutlak dari ketidakpastian relatif ialah bahwa dalam usaha untuk mengetahui nilai sebenarnya (X0) suatu besaran fisis dengan melakukan pengukuran, terbentur pada keterbatasan alat ukur maupun orang yang melakukan pengukuran hingga hasilnya selalu meragukan. Dalam teori pengukuran (Measurement Theory), tidak ada harapan mengetahui X0lewat pengukuran, kecuali jika pengukuran diulang sampai berhingga kali.

Jadi yang dapat diusahakan adalah mendekati X0. Sebaik-baiknya, yakni dengan melakukan pengukuran berulang sebanyak-banyaknya.

4. Ketidakpastian pada Pengukuran yang Diulang (Pengukuran Berganda)

Dengan mengadakan pengulangan, pengetahuan kita tentang nilai sebenarnya (X0) menjadi semakin baik. Pengulangan seharusnya diadakan sesering mungkin, makin sering makin baik, namun perlu dibedakan antara pengulangan beberapa kali saja (2 atau 3 kali) dan pengulangan yang cukup sering (sekitar 10 kali) atau lebih.

a. Pengulangan yang Beberapa Kali Saja

Jika pengukuran 3 kali dengan hasil x1, x2 dan x3 atau dua kali lipat saja misalnya pada awal percobaan dan pada akhir percobaan, maka {X}

dan Δx dapat ditentukan sebagai berikut:

Nilai rata-rata pengukuran dilaporkan sebagai {X} sedangkan deviasi mutlak terbesar atau deviasi mutlak rata-rata dilaporkan sebagai Δx jadi:

̅ = + +

3

= | − ̅|

= | − ̅|

= | − ̅|

Deviasi adalah selisih antara tiap hasil pengukuran dari nilai rata-ratanya

{X} = ̅, rata-rata pengukuran Δx = δ maksimum atau Δx = δ rata-rata

(28)

Δx adalah yang terbesar di antara δ1, δ2dan δ3atau ∆x adalah

Disarankan supaya diambil sebagai Δx oleh ketiga nilai x1, x2 dan x3 akan tercakup dalam interval: (x + Δx) dan (x – Δx).

Contoh:

Misalkan x1 = 12,1 x2 = 11,7 x3 = 12,2

Berapa (x ± Δx) yang harus dilaporkan:

Jawab:

{ } = =12,1 + 11,7 + 12,1

3 = 12,0

= |12,1 − 12| = 0,1

= |11,7 − 12| = 0,3

= |12,2 − 12| = 0,2

∆ = = 0,3

Jadi x ± Δx = (12,0 ± 0,3)

Perhatikan bahwa ketiga nilai x yaitu x1, x2dan x3tercakup dalam interval (12,0 + 0,3) = 12,3 sampai (12,0 - 0,3) = 11,7

Jika Δx = δrata-rata, maka:

=0,1 + 0,3 + 0,3

3 = 0,2

Jadi Jadi x ± Δx = (12,0 ± 0,2)

Ternyata bahwa dengan cara kedua tidak semua nilai x dari pengukuran tercakup dalam interval.

( ̅ + Δx ) dan ( ̅ – Δx)

Jika kita ingin bersikap hati-hati dan adil terhadap semua hasil pengukuran yang diperoleh, maka cara pertama yang paling tepat meskipun cara kedua tidak dapat dikatakan salah.

(29)

Pengukuran yang diulang cukup sering, menghasilkan sampel, misalkan pengukuran diulang n kali menghasilkan sampel; x1, x2, x3,…, xn. Nilai manakah yang dilaporkan sebagai hasil pengukuran {x} dan bagaimana menyatakan ketidakpastianya (Δx). Dalam statistik dinyatakan bahwa nilai terbaik mendekati nilai sebenarnya (x0) adalah nilai rata-rata sampel.

̅ =∑

̅ = + + + ⋯ +

Nilai ̅ inilah yang diperoleh sebagai {x}. Oleh karna ̅ bukan x0, padanya terdapat penyimpangan. Ketidakpastian pada ̅ adalah deviasi standar nilai rata-rata yaitu:

Jadi :

=

( ) /

Δx dapat dihitung dengan menggunakan kalkulator yang dapat menghitung deviasi standar.

S = pada kalkulator

Jika kalkulator yang digunakan tidak dapat menghitung deviasi standar, maka Δx dapat dihitung dengan menggunakan hubungan:

∆ = − 1

√ = 1 ∑ 2 − (∑ )

− 1 Atau

∆ = − 1

√ = ∑( ̅)

( − 1)

Karena tujuan pengulangan tidak lain adalah agar nilai benar x0 dapat diketahui dengan lebih baik, maka Δx ini seyogyanya lebih kecil dari NST alat yang digunakan.

Contoh:

(30)

14,5 15,0 15,5

14,96 15,04

Tebal sebuah kubus alumunium diukur dengan menggunakan jangka sorong menghasilkan sampel sebagai berikut:

t= 15,0 - 14,8 – 15,0 – 14,9 – 15,1 – 15,1 – 15,0 – 14,8 – 15,2 – 15,1 (dalam satuan mm)

Laporan dalam bentuk (t + Δt) menurut hasil pengukuran di atas.

Jawab:

Untuk mempercepat dan mempermudah perhitungan, digunakan kalkulator yang mampu menghitung deviasi standar.

=∑

= + + + ⋯ +

10 = 150,0

10 = 15,00 mm

∆ =( ) = 0,1333

(10) =0,13333

3,1622 = 0,04216 Jadi (t ± Δt) = (15,00 ± 0,04) mm

Δt juga dapat dihiyung dengan cara sebagai berikut:

∆ =1 ∑ − (∑ )

− 1

= 1 10(2250,16) − (150,0)

10 − 1 = 0,04216 (t ± Δt) = (15,00 ± 0,04) mm

Perhatikan bahwa ketidakpastian mutlak yang diperoleh (Δt = 0,04 ) jauh lebih kecil dari jika dibandingkan dengan ketidakpastian mutlak apabila pengukuran hanya dilakukan satu kali saja Δt = 1 x nst (Δt = 0,1).

Lihat gambar berikut:

(31)

Hal ini menunjukan bahwa dengan melakukan pengulangan ketidakpastian mutlak dapat ditekan sehingga diperoleh interval yang lebih sempit yaitu antara 14,96 sampai 15,04. Jadi dapat diketahui dengan lebih baik dibandingkan dengan interval (14,5 sampai 15,5).

Yang menjadi persoalan sekarang adalah bagaimana cara menentukan jumlah angka berarti yang harus digunakan dalam melaporkan hasil suatu pengukuran. Jumlah ini harus tepat sesuai dengan ketepatan yang tercapai dalam pengukurannya agar orang lain yang membaca laporan atau tidak mendapat kesan yang keliru tentang ketelitian pengukuran itu.

Jumlah angka berarti ditentukan oleh ketidakpastian relatifnya.

Dalam hal ini orang sering menggunakan suatu aturan praktis sebagai berikut.

Atau dengan persamaan:

Angka Berarti (AB) = 1 − log∆x x Contoh 1:Ketidakpastian relatif pada x1adalah :

∆ = 0,5

18 100 % = 2,8 % ; Berhak atas 3 angka berarti.

Contoh 2 :Ketidakpastian relatif pada x2adalah :

∆ = 0,04

18 100 % = 0,2 % ; Berhak atas 4 angka berarti.

Latihan 2

1. a)

14 15 16 cm

∆x

x sekitar 10 %, menggunakan 2 angka berarti.

∆x

x sekitar 1 %, menggunakan 3 angka berarti.

∆x

x sekitar 0,1 %, menggunakan 4 angka berarti.

(32)

b)

 Tulis hasil pengukuran dari gambar a dan b!

 Mana yang lebih tepat dan mana pula yang lebih teliti!

2. A. (2560 ± 0,9) C. (0,475 ± 0,036)

B. (2785 ± 15) D. (456,5 ± 4,5)

Perbaiki tulisannya kemudian tulis dalam bentuk a x 10n!

3. Hasil maksimum suatu pengukuran =27,6 cm dan hasil minimumnya = 27,2 cm. Hitung berapa besar ketidakpastiam mutlaknya!

Tulis dalam bentuk = ̅ ± ∆ !

4. Hasil dari suatu pengukuran adalah 25,00 ± 0,2%

Ubah hasil pengukuran tersebut menjadi = ̅ ± ∆ ! 5. Jika xi= (24,1), (23,7), (24,2)

Berapa = ̅ ± ∆ ?

6. Data suatu pengukuran berganda adalah sebagai berikut:

xi= (12,01), (12,00), (12,02), (12,00), (11,99), (11,98), (11,97), (12,00), (12,01), (12,02)

Berapa = ̅ ± ∆ ?

7. Nilai π = 3,14159. Tulis nilai π tersebut dengan ketelitian 0,1%, 1% dengan 10%.

C. Ketidakpastian Pada Hasil Percobaan 1. Pendahuluan

Di atas telah dijelaskan tentang bagaimana cara menentukan dan menuliskan hasil pengukuran langsung baik untuk pengukuran tunggal maupun untuk pengukuran berulang. Namun demikian, ada seseatu hasil pengukuran yang diperoleh dengan melalui suatu perhitungan. Misalnya suatu zat cair, hendak diukur massa jenisnya, maka yang dilakukan adalah mengukur volumenya dengan menggunakan gelas ukur kemudian ditimbang dengan menggunakan neraca. Andaikan diperoleh hasil pengukuran sebagai berikut.

Massa zat cair (m) = 20,10 gram

10 20 cm

(33)

Volume zat cair (V) = 21,0 ml

Maka massa jenis (ρ) zat cair tersebut adalah:

= =20,10

21,0 = 0,957

Hasil ini tentunya akan dilaporkan dalam bentuk [ρ ± ∆ρ] tetapi untuk menentukan ∆ρ, tidak dapat dilakukan dengan menggunakan ½ x NST, karena ρtidak diukur dengan alat ukur secara langsung, tetapi ρ diperoleh melalui hasil perhitungan. Penentuan ∆ρ ini (hasil perhitungan) dilakukan berdasarkan ketidakpastian dari besaran-besaran yang diukur. Perhitungan ketidakpastian seperti ini disebut rambat ralat.

2. Rambat Ralat Pengukuran Tunggal

Misalkan suatu fungsi y = f (a, b, c, …), y adalah hasil perhitungan dari besaran terukur a, b, dan c, (pengukuran tunggal). Jika a berubah sebesar da, b berubah sebesar db, dan c berubah sebesar dc maka:

= ∆ + ∆ + ∆

Analog dengan persamaan (5) di atas, dapat dituliskan menjadi:

∆ = ∆ + ∆ + ∆

∆a, ∆b, ∆c, … diperoleh dari ½ x NST alat ukur atau sesuai aturan yang telah dijelaskan sebelumnya.

3. Operasi Rambat Ralat Pada Pengukuran Tunggal (1) Rambat Ralat Penjumlahan dan Pengurangan

Misalkan hasil perhitungan pengukuran y = a± b, di mana a dan b hasil pengukuran langsung, maka:

∆ = ∆ + ∆

Di mana

= 1 dan = 1 Jadi,

∆ = ∆ + ∆

(34)

Kesalahan mutlak dari bentuk jumlah atau selisih sama dengan jumlah kesalahan mutlak dari masing-masing sukunya.

(2) Rambat Ralat Perkalian dan Pembagian

Misalkan hasil perhitungan y = a . b, atau y = a.b-1, di mana a dan b hasil pengukuran tunggal, maka :

= = .

Ketidakpastian mutlak dari y dapat ditentukan dengan:

∆ = ∆ + ∆

Di mana,

= = dan = . = .

Jadi:

∆ = 1

∆ + − ∆ = 1

∆ +

Jika dibagi dengan = = . , maka diperoleh :

∆ = ∆ + ∆

= ∆ +∆

Ketidakpastian relatif dari bentuk perkalian atau pembagian adalah jumlah ketidakpastian relatif dari masing-masing faktonya.

Contoh:Dari hasil percobaan diperoleh data sebagai berikut:

Massa zat cair (m) = 25,10 g ; Volume zat cair (V) = 10,0 ml Dengan NST neraca = 0,1 g

NST gelas ukur = 1 ml

Maka massa jenis (ρ) zat cair tersebut adalah:

= = 25,10 g

10,0 ml = 2,510 g

ml (hasil perhitungan)

Selanjutnya, akan dicari ketidakpastian mutlak pengukuran massa

(35)

∆ = ∆ + ∆

Di mana : = dan =

∆ = 1

∆ + ∆

Dengan menggunakan∆ = (untuk pengukuran tunggal), maka:

∆ = 0,1 = 0,05 dan ∆ = 1 = 0,5 Sehingga:

∆ = 1

10,0 (0,05) + 25,10

100,00 (0,5)

∆ = 0,1305 (perhitungan)

∆ = 0,1

Jadi, besarnya massa jenis zat cair yang dilaporkan adalah:

= |2,5 ± 0,1| g/ml 4. Rambat Ralat pada Pengukuran Berulang

Misalkan suatu fungsi y = f (a, b, c, ...) adalah hasil perhitungan langsung dari besaran terukur a, b, dan c, maka jika a, b, c, … diukur berulang kali (pengukuran berganda), maka besarnya∆ dirumuskan sebagai :

∆ = ∆ + ∆ + ∆ + …

Di mana , , , … merupakan harga mutlak.

∆ , ∆ , ∆ , … dapat ditentukan :

a) Untuk pengukuran sebanyak 3 kali, dapat diambil harga maksimum deviasi dari rata-ratanya.

b) Untuk pengukuran n > 3, dapat diambil dengan menggunakan standar deviasi yang dirumuskan sebagai berikut:

∆ = 1 Σ − (Σx )

− 1

(36)

Atau

∆ = Σ( − ) ( − 1) Di mana:

∆ = ketidakpastian mutlak (standar deviasi) besaran x

= nilai data ke-i

= banyaknya titik data

(1) Rambatan Ralat Penjumlahan dan Pengurangan

Misalkan hasil perhitungan y = a ± b, di mana a dan b hasil pengukuran langsung, maka ketidakpastian besaran y diyuliskan sebagai:

∆ = ∆ + ∆

Di mana, = 1 dan = 1

Jadi:

∆ = ∆ + ∆ (2) Rambat Ralat Perkalian dan Pembagian.

Misalkan hasil perhitungan y = a/b, atau y = a . b-1, di mana a dan b hasil pengukuran tunggal, maka:

= = .

= = dan = . = .

Maka berdasarkan aturan differensial:

∆ = 1

∆ + −

Jika dibagi dengan = =a.b-1, maka diperoeh :

=

+

Contoh:

(37)

Misalkan suatu percobaan untk menentukan kecepatan troley pada suatu jarak tertentu. Dari tiga orang anak diperoleh data sebagai berikut:

Dengan: NST alat ukur panjang = 0,1 cm NST alat ukur waktu = 1 s

Kecepatan Troley tersebut adalah : Rumus kecepatan : = ̅ Maka :

̅ = + +

3 = (120,50 + 120,35 + 120,00) 3

= 120,283333 cm (perhitungan)

= 120,28 cm (5 angka penting)

̅ = + +

3 = (21,5 + 22,0 + 22,5) 3

= 22,0 s (3 angka penting ) Jadi,

= x t̅ =

120,28 cm

20,0 s = 5,467272727 cm/s

= 5,47 cm/s (3 angka penting)

Selanjutnya, akan dicari ∆v, yaitu dengan menggunakan teori ralat, yaitu:

Tentukan terlebih dahulu ∆x dan ∆t dengan metode deviasi.

(1) Untuk pengukuran jarak, x:

= | − ̅| = |120,50 − 120,28| = 0,22 cm

= | − ̅| = |120,35 − 120,28| = 0,07 cm No. Jarak Tempuh

(cm)

Waktu Tempuh (s)

1. 120,50 21,5

2. 120,35 22,0

3. 120,00 22,5

(38)

= | − ̅| = |120,00 − 120,28| = 0,28 cm Jadi ∆x yang dipilih adalah ∆x = δmaks= 0,28 cm = 0,3 cm (2) Untuk pengukuran waktu, t:

= | − ̅| = |21,5 − 22,0| = 0,5 s

= | − ̅| = |22,0 − 22,0| = 0

= | − ̅| = |22,5 − 22,0| = 0,5 s Jadi ∆t yang dipilih adalah ∆t = δmaks= 0,5 s

∆ = ∆x + ̅̅ ∆t (coba buktikan sendiri !!!)

∆ = 1

22,0 (0,3) +

120,28 484,00 (0,5)

∆ = 0,125 cm/s (perhitungan)

∆ = 0,1 cm/s

Jadi, kecepatan yang dilaporkan adalah : v = |5,5 ±0,1| cm/s

Dengan menggunakan persamaan = + akan diperoleh hasil yang sama.

Selanjutnya untuk pengukuran lebih dari 3 kali, penentuan ∆x dilakukan dengan menggunakan persamaan standar deviasi dengan bantuan kalkulator, dan perambatan ralatnya serupa dengan contoh terakhir di atas.

5. Rambat Ralat Pengukuran Campuran

Jika dalam percobaan terdapat pengukuran tunggal dan berganda maka rambat ralatnya dilakukan sebagai berikut:

a) Tentukan ketidakpastian mutlak dari data pengukuran tunggal kemudian kalikan 0,68 (68 %).

b) Hitung ketidakpastian pengukuran berganda dengan menggunakan rumus

(39)

c) Hitung rambat ralatnya dengan menggunakan rumus rambat ralat pengukuran berulang.

Contoh:

Sebuah bola dijatuhkan pada ketinggian 40,0 cm. Waktu yang diperlukan sampai ke tanah diukur enam kali, menghasilkan data sbb:

ti= 2,0 ; 2,3 ; 2,0 ; 1,9 ; 2,0 ;

1,8

Tentukan kecepatan rata-rata dan ketidakpastiannya!

Jawab:

 s = 40,0 cm nst = 1 cm

∆s = 0,1 nst x 0,68

= 0,1 x 1 x 0,68 = 0,07 cm

 ̅ = ( , , , , , , )

= 12,0 s

6 = 2,00 s

∆t = Σ( − ̅) n(n − 1) =

0,14

30 = 0,07 s

 Kecepatan Rata-Rata v = s

t = 40,0

2,00 = 20,0 (3 angka penting)

=

+

= 0,07 40,0 +

0,07 2,00

20,0 = 0,00000306 + 0,001225 = 0,001228 = 0,035

20,0 = 0,035

∆v = 0,035 x 20,0 = 0,7

(40)

= (20,0 ± 0,7) / Cara lain mencari ∆v:

v = s t

∆v = ∂v

∂s ∆s +

∂v t ∆t Di mana,

∂v

∂s = 1 T =

1 2

∂v

∂s = 1 4 dan

∂v

∂t = s. t = s t =

40,0 4 = 10

∂v

∂t = 100 Maka:

∆v = 1

4 x0,07 + 100x0,07

∆v = 0,001225 + 0,49 = 0,7 Jadi v = (20,0 ± 0,7)cm/s

Latihan 3

1. Jabarkan ketidakpastian dari x jika a dan b adalah besaran-besaran yang diukur:

a) =

b) = c) = d) =

2. Hasil pengukuran tegangan dari kuat arus dari suatu rangkaian listrik adalah:

(41)

V = (1,00 ± 0,05) volt ; I = (5,00 ± 0,05) mA Hitung besar hambatan dalam rangkaian tersebut. = 3. Dari percobaan bandul matematis diperoleh data:

Panjang tali (l) = 100,00 cm

Waktu ayun (T) = 2,1 s; 2,0 s; 1,9 s ; 2,2 s; 1,8 s; 2,0 s Hitung g =g ± ∆g

4. Salah satu sudut segitiga siku-siku diukur dengan busur derajat yang nst-nya 1o menghasilkan sudut sebesar α = 60,0o. Tentukan x dan ketidakpastiannya jika:

a) x = sin α b) x = sin α

5. Dari percobaan menentukan jarak fokus lensa cembung diperoleh data sebagai berikut:

s (jarak benda) = 6,00 cm s’ (jarak bayangan) = 12,00 cm

Hitunglah jarak fokus lensa tersebut beserta ketidakpastiannya.

(42)

BAB IV

ALAT-ALAT PENGUKURAN DASAR

A. Jangka Sorong

1. Pengertian Jangka Sorong

Jangka Sorong atau dalam bahasa asing disebut vernier caliper adalah alat yang digunakan untuk mengukur besaran panjangyang terdiri atas rahang tetap yang memiliki skala utama dan rahang geser yang memiliki skala nonius. Alat ini memiliki tingkat ketelitian sampai dengan 0,01 mm dan dapat mengukur panjang benda sampai 20 cm.

2. Kegunaan Jangka Sorong

Jangka sorong memiliki beberapa kegunaan sebagai berikut:

a) Untuk mengukur ketebalan suatu benda yang berukuran kecil atau tipis, seperti seng, plat aluminium dan sebagainya.

b) Untuk mengukur diameter luar suatu benda yang berbentuk bulat atau lingkaran, seperti kelereng, uang koin dan sebagainya.

c) Untuk mengukur diameter dalam suatu benda yang berbentuk lingkaran berongga, seperti cincin, gelang dan sebagainya.

d) Untuk mengukur kedalaman suatu benda yang berbentuk tabung, seperti botol, gelas dan sebaginya.

3. Jenis-jenis Jangka Sorong

- Jangka Sorong Berdasarkan Skalanya 1) Jangka Sorong Manual (Vernier Caliper)

Gambar 4. 1Jangka Sorong Manual (http://www.fisikabc.com/2017/04/jangka-sorong)

Jangka sorong ini memiliki 2 skala, yaitu skala utama yang terdapat pada rahang tetap dan skala nonius atau vernieryang terdapat pada

(43)

2) Jangka Sorong Analog (Dial Caliper)

Gambar 4. 2Jangka Sorong Analog (http://www.fisikabc.com/2017/04/jangka-sorong)

Jangka sorong ini umumnya sama dengan jangka sorong manual, hanya saja untuk skala nonius atau vernierberbentuk Analog atau jarum jam sehingga lebih mudah dalam membaca skala nonius. Tingkat ketelitian jangka sorong ini adalah 0,05 mm.

3) Jangka Sorong Digital (Digital Caliper)

Gambar 4. 3Jangka Sorong Digital

(http://www.fisikabc.com/2017/04/jangka-sorong)

Sama halnya dengan jangka sorong analog, jangka sorong digital ini memiliki bentuk yang sama dengan jangka sorong manual, hanya saja untuk skla noniusnya berbentuk layar digital dimana hasil pengukuran langsung terbaca pada layar tersebut sehingga penggunaanya jauh lebih mudah dari 2 jenis jangka sorong di atas. Tingkat ketelitian jangka sorong ini mencapai 0,01 mm.

- Jangka Sorong Berdasarkan Fungsinya

1) Jangka Sorong Alur Dalam (Inside Grove caliper)

Gambar 4. 4Jangka Sorong Alur Dalam (http://www.fisikabc.com/2017/04/jangka-sorong)

(44)

Jangka sorong ini memiliki bentuk rahang yang lebih panjang dari rahang jangka sorong manual. Fungsi dari jangka sorong ini adalah untuk mengukur diameter dalam suatu tabung yang bentuknya berlekuk-lekuk, seperti toples dan botol.

2) Jangka Sorong Ketinggian (Height Vernier Caliper)

Gambar 4. 5Jangka Sorong Ketinggian (http://www.fisikabc.com/2017/04/jangka-sorong)

Jangka Sorong ini digunakan untuk mengukur ketinggian suatu benda secara lebih akurat dan detail

3) Jangka Sorong Pipa (Tube Thickness Calipper)

Gambar 4. 6Jangka Sorong Pipa

(http://www.fisikabc.com/2017/04/jangka-sorong)

Jangka sorong ini biasanya digunakan untuk mengukur ketebalan pipa atau tabung yang berdiameter kecil.

4) Jangka Sorong Jarak Pusat (Centerline Caliper)

Gambar 4. 7Jangka Sorong Jarak Pusat (http://www.fisikabc.com/2017/04/jangka-sorong)

(45)

Jangka Sorong ini digunakan untuk mengukur jarak antara satu lubang dengan lubang lainnya atau jarak antara lubang dengan tepi suatu permukaan benda

5) Jangka Sorong Gigi Gear (Gear Tooth Vernier Calipers)

Gambar 4. 8Jangka Sorong Gigi Gear (http://www.fisikabc.com/2017/04/jangka-sorong)

Digunakan untuk mengukur ketebalan gigi-gigi pada gear yang umumnya ditemukan pada alat-alat kendaraan atau pada spare part mesin.

6) Jangka Sorong Cakram (Disc brake vernier calipers)

Gambar 4. 9Jangka Sorong Cakram (http://www.fisikabc.com/2017/04/jangka-sorong)

Digunakan untuk mengukur ketebalan suatu lempengan cakram logam.

4. Bentuk dan Bagian-bagian Jangka Sorong

Secara umum, jangka sorong terdiri atas 2 bagian yaitu rahang tetap dan rahang geser. Jangka sorong juga terdiri atas 2 bagian yaitu skala utama yang terdapat pada rahang tetap dan skala nonius (vernier) yang terdapat pada

(46)

rahang geser. Bentuk jangka sorong serta bagian-bagiannya ditunjukkan pada gambar berikut ini

Gambar 4. 10Bentuk dan Bagian-bagian Jangka Sorong (http://www.fisikabc.com/2017/04/jangka-sorong) Fungsi bagian-bagian jangka sorong

(1) Rahang Dalam

Rahang dalam terdiri atas 2 rahang, yaitu rahang geser dan rahang tetap.

Rahang dalam berfungsi untuk mengukur diameter luar atau ketebalan suatu benda.

(2) Rahang Luar

Rahang luar terdiri atas 2 rahang, yaitu rahang geser dan rahang tetap.

Rahang luar berfungsi untuk mengukur diameter dalam suatu benda (3) Depth probe atau pengukur kedalaman

Bagian ini berfungsi untuk mengukur kedalaman suatu benda (4) Skala utama (dalam cm)

Skala utama dalam bentuk satuan cm memiliki fungsi untuk menyatakan hasil pengukuran utama dalam bentuk centimeter(cm).

(5) Skala utama (dalam inchi)

Skala utama dalam bentuk satuan cm memiliki fungsi untuk menyatakan hasil pengukuran utama dalam bentuk inchi.

(6) Skala nonius (dalam mm)

Skala nonius dalam bentuk satuan mm memiliki fungsi sebagai skala pengukuran fraksi dalam bentuk milimeter (mm).

(7) Skala nonius (dalam inchi)

Skala nonius dalam bentuk satuan inchi memiliki fungsi sebagai skala pengukuran fraksi dalam bentuk inchi.

(47)

(8) Pengunci

Mempunyai fungsi untuk menahan bagian-bagian yang bergerak saat berlangsungnya proses pengukuran misal rahang dan Depth probe.

5. Prinsip Kerja Jangka Sorong

Jangka sorong terdiri dari dua skala yaitu skala utama dengan skala terkecil dalam milimeter (1mm = 0,1 cm) dan skala nonius. Sepuluh skala utama memiliki panjang 1 cm, jadi jarak 2 skala utama yang saling berdekatan adalah 0,1 cm. Sedangkan sepuluh skala nonius memiliki panjang 0,9 cm, jadi jarak 2 skala nonius yang saling berdekatan adalah 0,09 cm. Jadi beda satu skala utama dengan satu skala nonius adalah 0,1 cm – 0,09 cm = 0,01 cm atau 0,1 mm. Sehingga skala terkecil dari jangka sorong adalah 0,1 mm atau 0,01 cm.

Ketelitian dari jangka sorong adalah setengah dari skala terkecil. Jadi x = ½ x 0,01 cm = 0,005 cm. Dengan ketelitian jangka sorong adalah : ketelitian 0,005 cm, maka jangka sorong dapat dipergunakan untuk mengukur diameter sebuah kelereng atau cincin dengan lebih teliti (akurat). Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa jangka sorong dapat dipergunakan untuk mengukur diameter luar sebuah kelereng, diameter dalam sebuah tabung atau cincin maupun untuk mengukur kedalaman sebuah tabung.

Prinsip utama menggunakan jangka sorong adalah apabila kunci yang terdapat pada jangka sorong dilonggarkan, maka papan skala nonius dapat digerakkan sesuai keperluan. Dalam kegiatan pengukuran objek yang hendak diukur panjangnya atau diameternya maka objek akan dijepit diantara 2 penjepit (rahang) yang ada pada jangka sorong. Panjang objek dapat ditentukan secara langsung dengan membaca skala utama sampai sepersepuluh cm (0,1cm) kemudian menambahkan dengan hasil pembacaan pada skala nonius sampai seperseribu cm (0,001cm).

6. Kalibrasi Jangka Sorong

Sebelum melakukan proses pengukuran dengan menggunakan suatu alat ukur, sebaiknya alat ukur tersebut dikalibrasi terlebih dahulu. Lalu apa pengertian kalibrasi dan tujuan atau fungsinya?

(48)

40

Kalibrasi adalah proses verifikasi bahwa akurasi suatu alat ukur sesuai dengan rancangannya

Berdasarkan pengertian kalibrasi tersebut, tujuan atau fungsi kalibrasi adalah untuk memastikan akurasi atau ketelitian dari alat ukur tersebut sehingga instrumen yang digunakan dapat menghasilkan pengukuran yang akurat.

Berikut ini adalah langkah-langkah kalibrasi jangka sorong

1) Putar sekrup pengunci berlawanan arah dengan jarum jam untuk mengendurkan rahang geser.

2) Dorong rahang geser hingga menyentuh rahang tetap 3) Apabila rahang geser

berada pada posisi yang tepat di angka nol, yaitu angka nol pada skala utama dan angka nol pada skala nonius saling berhimpit pada satu garis lurus, maka

jangka sorong sudah terkalibrasi dan siap untuk digunakan, seperti

ditunjukkan pada gambar di samping.Hal-hal yanng menyebabkan kegagalan kalibrasi dan pengukuran menggunakan jangka sorong adalah:

1) Kesalahan umum (orang yang melakukan penggukuran), 2) Kesalahan sistematis (kerusakan alat, lingkungan), 3) Kesalahan acak (tidak diketahui penyebabnya).

Faktor terjadinya kerusakan alat adalah ketidakstabilan suhu ruang penyimpanan, sehingga memungkinkan jangka sorong untuk memuai atau menyusut, terbentur dan atau tergores.

7. Prosedur Pengukuran Jangka Sorong a) Mengukur Diameter Luar Suatu Benda

- Putar sekrup pengunci berlawanan arah jarum jam,

Gambar 4. 11 Jangka Sorong Terkalibrasi (http://www.fisikabc.com/2017/04/jangka-

sorong)

(49)

kemudian geser rahang geser jangka sorong ke kanan sehingga benda yang akan diukur dapat masuk diantara kedua rahang (antara rahang geser dan rahang tetap)

- Letakkan benda yang akan diukur di antara kedua rahang

- Geser sekali lagi rahang geser ke kiri sedemikian rupa sehingga benda yang akan diukur terjepit oleh kedua rahang

- Putar sekrup pengunci searah jarum jam untuk mengunci rahang geser agar tidak bergerak.

- Baca dan catat hasil pengukuran

b) Mengukur Diameter Dalam Suatu Benda - Putar sekrup pengunci berlawanan arah

jarum jam, kemudian geser rahang geser jangka sorong sedikit ke kanan

- Letakkan benda seperti cincin atau tabung yang akan diukur diamater dalamnya sedemikian rupa sehingga kedua rahang (atas) jangka sorong masuk ke dalam cincin/

tabung tersebut.

- Geser rahang geser ke kanan, sehingga kedua rahang (atas) jangka sorong

menyentuh kedua dinding dalam cincin atau tabung yang diukur - Putar sekrup pengunci searah jarum jam untuk mengunci rahang

geser agar tidak bergerak.

- Baca dan catat hasil pengukuran c) Mengukur Kedalaman Suatu Benda

- Letakkan benda seperti tabung yang akan diukur dalam posisi berdiri tegak.

- Posisikan jangka dalam posisi vertikal, kemudian letakkan ujung jangka sorong ke permukaan tabung yang akan diukur kedalamannya

- Geser rahang geser ke bawah sehingga ujung

Gambar 4. 13Mengukur Diameter Dalam Suatu

Benda

(http://www.fisikabc.com/2 017/04/jangka-sorong)

Gambar 4. 14Mengukur Kedalaman Suatu Benda (http://www.fisikabc.co

m/2017/04/jangka-

(50)

dept probe (pengukur kedalaman) menyentuh dasar tabung

- Putar sekrup pengunci searah jarum jam untuk mengunci rahang geser

- Baca dan catat hasil pengukuran

8. Cara Menentukan Tingkat Ketelitian Jangka Sorong

Nilai ketelitian suatu alat ukur sangatlah penting karena menentukan seberapa besar akurasi hasil pengukuran dengan menggunakan alat ukur tersebut. Semakin kecil nilai atau tingkat ketelitiannya, maka semakin besar akurasinya dan sebaliknya.

Untuk menentukan nilai ketelitian jangka sorong, pertama kita harus mengetahui nilai skala terkecil dari jangka sorong itu sendiri. Untuk mengetahui nilai skala terkecil jangka sorong perhatikan gambar berikut ini:

Gambar 4. 15Menentukan Tingkat Ketelitian Jangka Sorong (http://www.fisikabc.com/2017/04/jangka-sorong)

Pada gambar skala jangka sorong di atas, skala terkecilnya adalah:

Jumlah 50 skala nonius = Jumlah 49 skala utama

Jadi 1 skala nonius = 1/50 × 49 skala utama

= 0,98 skala utama Maka skala terkecil jangka sorong = 1− 0,98 = 0,02 mm

Atau secara lebih sederhana, rumus skala terkecil jangka sorong adalah:

Skala terkecil jangka sorong = 1 skala utama

(51)

Jumlah skala nonius Dari rumus di atas maka skala terkecil jangka sorong adalah 1/50 = 0,02 mm.Jika nilai skala terkecil jangka sorong sudah diketahui, maka nilai ketelitian jangka sorong dapat dicari dengan persamaan:

Ketelitian atau ketidakpastian = ½ × skala terkecil

Berdasarkan rumus tersebut maka tingkat ketelitian jangka sorong seperti pada contoh di atas adalah ½ x 0,02 mm = 0,01 mm.

9. Cara Pembacaan Hasil Pengukuran Jangka Sorong

Untuk membaca skala hasil pengukuran jangka sorong perhatikan

contoh gambar sebagai berikut:

Gambar 4. 16Hasil Pengukuran Jangka Sorong

Rumus Hasil pengukuran menggunakan jangka sorong adalah sebagai berikut:

Hasil pengukuran = Skala Utama + (Skala Nonius × Skala Terkecil)

Skala Utama

Pada skala utama, lihat skala yang tepat berhimpit dengan angka nol skala nonius, jika tidak ada, gunakan skala utama yang berada tepat disebelah kiri angka nol skala nonius.

Skala Nonius

Pada skala nonius lihat skala nonius yang tepat berhimpit dengan skala utama.

Skala Terkecil

(52)

Untuk menentukan skala terkecil, lihat jumlah skala nonius.

Pada contoh pengukuran menggunakan jangka sorong diatas, nilai diameter benda tersebut adalah:

Pada gambar di atas, penunjukan nol skala nonius berada antara 20 mm dan 21 mm atau 20 mm lebih. Sedangkan skala nonius yang tepat berimpit dengan salah satu skala utama adalah skala ke-16 (angka 8), maka hasil pengukurannya adalah:

20 mm + (16 x 0,005) mm = 20,80 mm

Jika pembacaan alat dilakukan secara langsung, maka hasilnya 20,80 mm

Karena nol nonius menunjuk 20 mm sedang nonius yang berimpit adalah angka 8. Seandainya nonius yang berimpit menunjuk angka 8,5 maka pembacaannya adalah 20,85 mm.

B. Micrometer Sekrup

1. Pengertian Mikrometer Sekrup

Mikrometer Sekrup atau dalam bahasa asing disebut micrometer screw gauge adalah alat yang digunakan untuk mengukur besaran panjang yang terdiri atas poros tetap yang berperan sebagai skala utama dan poros putar yang berperan sebagaiskala nonius. Tingkat ketelitian mikrometer sekrup ini mencapi 0,01 mm dan mampu mengukur ketebalan atau diameter benda yang sangat kecil dengan presisi dengan batas maksimal panjang benda 25 mm.

2. Kegunaan Mikrometer Sekrup

Kegunaan mikrometer sekrup ada empat, yaitu:

a) Untuk mengukur ketebalan suatu benda yang sangat tipis seperti lempeng baja, aluminium bahkan kertas

b) Untuk mengukur diameter luar suatu benda yang sangat kecil seperti diameter bantalan peluru, kabel, kawat dan sebagainya.

c) Untuk mengukur garis tengah lubang pada suatu benda yang cukup kecil.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu langkah awal pada proses penilaian pasien adalah mengetahui bukan hanya obat-obatan apa saja yang telah dikonsumsi pasien melainkan juga apa yang telah dipahami

4.21.1.1.1 Melalui Diskusi kelompok, peserta didik dapat menentukan konsep persamaan lingkaran yang berpusat di P (a,b) dan jari – jari r dengan tanggung jawab. 4.21.1.1.2

Model baut-solder listrik standar kapasitas panasnya ditentukan dalam satuan Watt, untuk pekerjaan di bengkel elektronik antara 25 s.d 200 Watt, sedangkan untuk pekerjaan agak

 jika sampai sampai di di atas atas atau di atau di bawah, l bawah, lihat ihat ma ma ma ma kecil kecil sama ada sama ada nak nak sambung naik sambung naik atau ma atau

Judul Tesis : HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DAN INTAKE ZAT GIZI DENGAN TINGGI BADAN ANAK BARU MASUK SEKOLAH (TBABS) PADA DAERAH ENDEMIS GAKY DI KECAMATAN PARBULUAN

Kloning mungkin masyarakat awam mengartikannya adalah suatu cara atau sistem untuk menciptakan atau membuat suatu benda menjadi sama dengan yang aslinya dengan

Penelitian dilakukan menggunakan cara ilmiah dan langkah-langkah yang sistematis. Penelitian berawal dari suatu masalah tentang pertambangan pasir besi di Desa

sedikitpun fungsionalitas dari sistem. Artinya, dalam proses refactoring dilakukan modifikasi program untuk memperbaiki struktur, mengurangi kompleksitas, atau untuk