• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. satu bulan sepanjang bulan Juli 2006 dan awal Agustus Dengan. demikian, penulis membahas masalah ini karena beberapa alasan:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. satu bulan sepanjang bulan Juli 2006 dan awal Agustus Dengan. demikian, penulis membahas masalah ini karena beberapa alasan:"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Serangan Israel terhadap objek-objek sipil di Lebanon berlangsung satu bulan sepanjang bulan Juli 2006 dan awal Agustus 2006. Dengan demikian, penulis membahas masalah ini karena beberapa alasan:

Pertama, pada 2006 pemerintah zionis Israel melakukan serangan ke Lebanon tanpa alasan yang kuat atau yang dapat dibenarkan menurut aturan hukum Internasional dan hukum humaniter (misalnya ada alasan dan bukti bahwa keamanan Israel terancam). Dalam serangan yang dilancarkan oleh Israel terhadap Lebanon, menimbulkan korban terhadap warga sipil di Lebanon dan kehancuran bangunan serta infrastruktur yang terdapat di Lebanon seperti Bandara Internasional Beirut (Rafiq A1-Hariri), Rumah Sakit di Zafed, Jembatan yang menghubungkan Beirut dan Damascus, pembangkit tenaga listrik, tempat pengungsian di kota Qana yang telah menewaskan tidak kurang dari 54 orang penduduk sipil, 37 diantaranya adalah anak-anak. Sekitar 800 orang tewas, belum termasuk yang luka-luka, kehilangan tempat tinggal, dan yang mengungsi. Tindakan ini melanggar aturan hukum humaniter seperti yang terdapat dalam Protokol Tambahan Konvensi Jenewa tahun 1977 pasal 48 protokol I yang berbunyi “pihak-pihak yang terlibat dalam konflik setiap saat harus dapat membedakan antara penduduk sipil dan kombatan, antara objek sipil dan

(2)

objek militer dan karena itu pula pihak-pihak yang terlibat dalam konflik harus mengarahkan operasinya semata-mata hanya untuk menyerang objek- objek militer”.

Kedua, serangan Israel tidak didukung oleh masyarakat Internasional. Masalah yang melibatkan beberapa negara baik yang dapat menimbulkan konflik atau tidak tentunya mendapat perhatian masyarakat Internasional. Oleh karena itu, otoritas maupun dukungan yang tidak diberikan tentunya bermakna bahwa tindakan negara itu bertentangan dengan norma-norma maupun kesepakatan masyarakat secara Internasional.

Ketiga, serangan yang dilancarkan banyak menggunakan alat-alat perang seperti bom, terutama senjata pemusnah masal (Weapon Mass Destruction) yang mengakibatkan banyak korban di Lebanon.

Hukum Humaniter terdiri atas peraturan-peraturan perlindungan korban perang dan peraturan-peraturan tetang alat dan cara berperang.

Sedangkan ketentuan-ketentuan Hak Asasi Manusia dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dan kebebasan sipil, politik, ekonomi, sosial maupun budaya. bagi setiap orang.1

Terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) disertai pelanggaran terhadap aturan yang terdapat dalam hukum humaniter, telah menjadi isu sentral dunia dewasa ini, seharusnya menjadi tolak ukur bagi negara dalam berinteraksi. dengan negara lain. Atas dasar alasan-alasan        

1 Arlina Permanasari dkk l999, Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta, ICRC, , h1m.333. 

(3)

itulah penulis tertarik untuk membahas topik ini dengan judul Pelanggaran Hukum Humaniter pada serangan Israel ke Lebanon tahun 2006.

“Perang antara Israel dengan Lebanon tejadi bermula ketika pasukan Hizbullah melakukan serangan udara (dengan nama Operasi True Promise) ka wilayah kota Shlomi perbatasan Israel Utara dan menembakkan roket: kearah Angkatan Pertahanan Israel IDF (Israeli Defence Force). IDF yang sedang melakukan patroli di perbatasan menjadi korban yang mengakibatkan delapan tentara IDF tewas serta ditangkapnya dua tentara lainnya (Ehud Goldwasser dan Elgad Regev). Tentara Hizbullah juga menembakkan roket dan mortir secara beruntun ke wilayah utara Israel lainnya (Kota Shlomi) sebagai suatu pengalihan perhatian pada waktu yang sama.”2

Israel membalas menyerang Lebanon dengan menggunakan alasan penawanan dua tentara Israel oleh Hizbullah dalam suatu serangan lintas perbatasan. Menurut pejabat Israel, diduga kedua tentara itu dibawa ke Iran. Hizbullah berercana menggunakan tawanan ini untuk melakukan pertukaran tawanan dalam membebaskan warga Lebanon dan Palestina yang ditahan oleh Israel. Serangan besar Israel ini diluar dugaan Hizbullah, yang sebelumnya memperkirakan Israel hanya akan membalasnya dengan operasi komando untuk balas menculik anggota Hizbullah, seperti yang        

2"Lebanon Tolak Draf Resolusi", dalam http://www.suara merdeka.com/harian/0608/07.nas02.htm, diakses tanggal 7 Juli. 2009, 15:15. 

(4)

sebelumnya pernah dilakukan. Tampaknya, Israel telah lama mempersiapkan serangan ini atas dukungan dari AS, sebagai penjajakan untuk serangan berikutnya ke Iran. Hizbullah membalas kembali dengan meluncurkan roket-roket ke kawasan utara Israel.

“Perdana Menteri Israel Ehud Olmert mengatakan serangan akan dihentikan jika Hizbullah membebaskan dua tentara Israel.

Israel menuduh Hizbullah telah meluncurkan 130 roket dalam waktu 48 jam yang menyebabkan belasan warga tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Pada 28 Juni 2006, milisi Hizbullah mengklaim telah menculik Kopral Gilad Shalit yang berusia 19 tahun untuk mendesak pamerintah lsrael melepaskan seribu orang tahanan.”3

“Milisi Hizbullah meminta Israel segera menghentikan agresi militernya di wilayah Palestina. Israel yang sejak awal menolak berkompromi, melancarkan serangan ke sejumlah kamp milik Fatah dan Hamas. Termasuk beberapa lokasi yang dicurigai pontensial untuk melarikan kopral Gilad Shalit dari tempat penyergapannya di selatan Gaza. Militer Israel memasuki wilayah Lebanon setelah Kabinet Israel memerintahkan angkatan perangnya memperluas wilayah operasi hingga ke Tepi Barat dan Jalur Gaza untuk menghentikun serangan Hamas dan menyelamatkan tentara yang ditawan oleh pasukan Hizbullah.”4

       

3  "Perang Lebanon 2006", dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Perang Lebanon 2006, diakses 26 Juni 2009. 19:00  

4 Ibid. 

(5)

“Dalam tujuh malam berturut-turut sejak penculikan tentaranya, Jalur Gaza digempur serangan udara. Israel berusaha akan meningkatkan aksi militer untuk membebaskan anggotanya.

Selain dari darat, militer Israel juga menggempur Beirut dari udara.

Sebuah kawasan pinggiran kota yang banyak dihuni. kelompok Hizbullah hancur. Jembatan di wilayah Akkar, beberapa tempat di Lembah Bekaa, serta ruas jalan di dekat perbatasan Suriah juga tidak luput dari serangan peluru kendali Israel.5 Akibatnya, distribusi makanan dan obat-obatan bagi warga sipil sulit disalurkan. Menurut Perdana Menteri Lebanon Fouad Siniora, dalam serangan itu sepertiga dari jumlah korban tewas berusia di bawah 12 tahun. Satu juta warga Lebanon atau seperempat populasinya kini kehilangan tempat tinggal.”6

“Selain itu, Israel juga menyerang Lebanon pada tanggal 5-6 Agustus 2006. Israel antara lain menggempur kota Tirus, Nakoura dan Nabatiyeh di Lebanon Selatan. Israel juga menyerang markas Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina (PFLP) di Lembah Bekaa. Serangan Israel itu telah menewaskan sedikitnya lima penduduk sipil dan 12 lainnya luka-luka di desa A1-Ansar dekat Nabatiyeh. Menurut laporan AFP, kelimanya tewas ketika rudal        

5 "Israel Bombardir Lebanon", dalam http://student.stttelkom.ac.id/web/break newa.php?mod=view&id=383, diakses tanggal 12 November 2009 20:10  

6 "900 Tewas dalam Serangan Israel ke Lebanon", dalam http://swaramuslim.net/berita/more.pnp?id=A5288-0-12_-0-_M, diakses tanggal 27 Agustus 2009.12:10. 

(6)

Israel jatuh di sebuah rumah. Selain itu, tiga orang tewas di Nakoura, Lebanon selatan. Mereka juga tewas akibat tembakan rudal Israel.”7

“Dari paparan di atas tampak bahwa Israel jelas telah melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan dalam berbagai tindakan atau aksi militemya terhadap Lebanon. Dalam memperjuangkan kepentingan nasionalnya, Israel telah menggunakan cara-cara yang tidak berperikemanusiaan, seperti secara sengaja menghancuran secara besar-besaran instalasi listrik dan air di samping infrastruktur, transfortasi yang vital untuk bantuan makanan dan kemanusiaan.8 Tindakan ini melanggar HAM dan mengabaikan aturan hukum humaniter seperti yang terdapat dalam Protokol Tambahan Konvensi Jenewa tahun 1977 Pasal 48. Protokol I yang berbunyi “pihak-pihak yang terlibat dalam konflik setiap saat harus dapat membedakan antara penduduk sipil dan kombatan, antara objek sipil dan objek militer dan karena itu pula pihak-pihak yang terlibat dalam konflik harus mengarahkan operasinya semata-mata hanya untuk menyerang objek-objek militer”.9

“Tindakan Israel juga tidak sesuai dengan doktrin Just War yang bermakna bahwa ada justifikasi atau alasan pembenaran untuk        

7 Ibid. 

8 "Israel Lakukan Kejahatan Perang di Lebanon", dalam htt.p://www.tempointeraktif.com/hg/luarnegeri/2006/08/23/brk,20060823-82461,id.html

diakses 10 Agustus 2009.12:20. 

9 Arlina Permanasari dkk,2009, Hukum Humaniter Intemasional, Jakarta, ICRC, hlm.8. 

(7)

melaksanakan serangan, bahwa perang dilakukan berdasarkan alasan-alasan yang logis dan dapat dibenarkan, bahwa perang berlangsung secara adil dan seimbang, bahwa perang dilakukan terbatas untuk mencapai tujuan tertentu dan bukan untuk menghancurkan atau memusnahkan pihak lawan (suatu negara, suatu bangsa, etnis dan suku-bangsa, kelompok/oposisi, dll.).”10

“Pada dasamya hukum humaniter bertujuan melindungi masyarakat dan membatasi akibat yang tidak perlu atau yang berlebihan, yang ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa konflik dan perang seperti pembatasan penggunaan senjata dalam perang dan adanya perlindungan terhadap orang-orang yang terlibat maupun tidak terlibat dalam peperangan seperti penduduk sipil, kombatan, wanita dan anak-anak. Pada dasamya Hukum humaniter merupakan sejumlah prinsip dasar dan aturan mengenai pembatasan penggunaan kekerasan dalam situasi konflik bersenjata.”11

Dengan demikian, dari sudut pandang ini, bahwa Israel telah melakukan bentuk-bentuk pelanggaran yang terdapat di dalam hukum humaniter sehingga mengakibatkan kehancuran terhadap wilayah dan kesengsaraan terhadap warga Lebanon.

       

10 "Serangan Israel ke Lebanon: Pelanggaran Hukum Humaniter Dan Hak Asasi Manusia", dalam http://conformeast.mul.tiply.com/-joumal (pelanggaran hukum humaniter), diakses 21 Juli 2009. 23:15. 

11 "pokok_pokok_HAM_Intl", dalam http://www.elsam.or.id/pdf/kursusham/Pokok-pokok HAM Intl, diakses 17 Juli 2008. 20:26  

(8)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada paparan latar belakang masalah di atas, maka penulis membuat rumusan masalah yaitu:

1. Apakah bentuk-bentuk pelanggaran Hukum Humaniter yang dilakukan Israel dalam serangannya ke Lebanon tahun 2006?

2. Bagaimana resolusi yang dilakukan PBB terhadap konflik Israel- Lebanon tahun 2006?

C. Tinjauan Pustaka

Istilah Hukum Humaniter atau lengkapnya disebut international humanitarian law applicable in armed conflict berawal dari istilah hukum perang (laws of war), yang kemudian berkembang menjadi hukum sengketa bersenjata (laws of armed conflict), yang akhirnya pada saat ini dikenal.

dengan istilah hukum humaniter.12

Menurut Jean-Jacques Rouseau, dijelaskan prinsip-prinsip perkembangan perang antar negara, diartikan sebagai perang bukanlah suatu hubungan antar negara, dimana secara individual, karena individu yang menjadi musuh hanya karena kebetulan, tidak sebagai manusia atau sebagai warga negara, tetapi sebagai prajurit. Karena tujuan perang adalah menghancurkan negara musuh, adalah sah secara hukum apabila membunuh prajurit yang menjadi pertahanan terakhir musuh sejauh mereka membawa senjata, tetapi segera setelah mereka meletakkannya dan        

12 Arlina Permanasari dkk, op.cit., hlm.117. 

(9)

menyerah, mereka bukan lagi musuh, menadi orang biasa, dan tidak lagi sah secara hukum untuk mengambil kehidupan mereka.13

Selain itu, Rouseau dan Marents menyusun prinsip - prinsip kemanusiaan dengan memformulasikan prinsip - prinsip pembedaan, prinsip pencegahan penderitaan yang tidak perlu dan prinsip kepentingan kemanusiaan dan keperluan militer. Bahwa satu-satunya objek yang paling sah untuk dicapai oleh suatu negara selama masa perang adalah melemahkan angkatan bersenjata dari pihak lawan.14 Menurut prinsip ini objek tersebut akan dilampaui dengan penggunaan yang secara tidak perlu memperburuk penderitaan orang-orang yang tidak berdaya, atau membawa kematian tak terhindarkan bagi mereka.

Protokol Tambahan 1977 merinci dan manegaskan kembali prinsip- prinsip ini, khususnya mengenai prinsip pembedaan, yang berisi pihak- pihak yang teribat dalam konflik setiap saat harus dapat membedakan antara penduduk sipil dan kombitan dan antara objek sipil dan objek militer dan kerena itu pula pihak-pihak yang terlibat dalam konflik harus mengarahkan operasinya semata-mata hanya untuk menyerang objek militer.15

Menurut Mochtar Kusumaatmadja hukum humaniter adalah” bagian dari hukum yang mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan korban        

13 Delegasi ICRC Jakarta, 2009 "Hukum Humaniter Intemasional, ,Jakarta, ICRC, Indonesia, , hlm.7. 

14 Prinsip Hukum Humaniter", -http://andinur.blogspot.com/2007/09/prinsip-dasar-hukum- humaniter.html, diakses tanggal 12 November 2009.21:15  

15 Ibid. 

(10)

perang, berlainan dengan hukum perang yang mengatur perang itu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara melakukan perang itu sendiri.”16

Haryomataram membagi hukum humaniter menjadi dua aturan- aturan pokok, yaitu:17

1. Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang boleh dipakai untuk berperang (Hukum Den Haag/The Hague Laws), cara berperang yang tercantum dalam Pasal 23 (b) Hague Regulations (HR) yang melarang membunuh atau melukai orang dari pihak musuh secara curang atau berkhianat (treacherously). Larangan membunuh atau melukai musuh yang telah berstatus hors de combat atau yang telah menyerah, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 23(c) serta ketentuan dalam Pasal 25 HR mengenai larangan pemboman terhadap kota, pedesaan, daerah-daerah atau daerah yang tidak dipertahankan.

Konvensi Den Haag tahun 1899 menghasilkan tiga Deklarasi yaitu:

Pertama, melarang penggunaan peluru-peluru. Kedua, peluncurun proyektil - proyektil dan bahan-bahan peledak dari balon selama jangka waktu lima tahun yang berakhir tahun 1905. Ketiga, penggunaan proyektil-proyektil yang menyebabkan gas-gas cekik dan beracun dilarang.

       

16 "Hukum Humaniter Dan Hak Asasi Manusia”, dalam http: ///www. elsam. or.

id/pdf/kursusham/Hukum diakses tanggal 23 Agustus 2009.12:40  

17 Haryomataram, 1994 Sekelumit Tentang Hukum Humaniter, Surakarta Sebelas Maret University, Press, hlm.1. 

(11)

2. Hukum yang mengatur mengenai perlindungan terhadap kombatan dan penduduk sipil dari akibat perang (Hukum Jenewa/The Geneva Laws).18

Berkaitan dengan kedudukan dan perlakuan orang-orang yang dilindungi dalam konflik, mereka berhak akan:19

a. Penghormatan atas diri pribadi,

b. Hak kekeluargaan, keyakinan, praktek keagamaan, c. Adat-istiadat dan kebiasaan.

Selanjutnya, dalam Pasal 27-34 Konvensi Jenewa ditentukan tindakan-tindakan yang dilarang yaitu:20

a. Memaksa baik jasmani maupun rohani, untuk memperoleh keterangan,

b. Menimbulkan penderitaan jasmani, c. Menjatuhkan hukuman kolektif,

d. Mengadakan intimidasi, terorisme, perampokan, e. Tindakan pembalasan terhadap penduduk sipil,

f. Menangkap penduduk sipil untuk ditahan sebagai sandera.

Pasal 3 Konvensi Jenewa tahun 1929 yang disebut sebagai konvensi Mini,21 pada ayat (1) memerintahkan para pihak yang bersengketa untuk memperlakukan semua orang yang tidak aktif atau        

18 Mochtar Kusumaatmadja dkk, op.cit., hlm.23. 

19 Ibid, hlm. 96 

20"Sekilas tentang Konvensi Jenewa", dalam http://kelana-tambora.

blogspot.com/2007/03/sekilas-tentangkonvensi-jenewa.html, diakses tanggal 17-November 2009. 22 :30. 

21 Frits Kalshoven 1987, Constrain on the Waging of War,Jakarta , ICRC, h1m.59. 

(12)

tidak lagi ikut serta dalam tindakan permusuhan, secara manusiawi tanpa perbedaan yang merugikan dalam segala keadaan.22 Pasal 3 melarang:

1. Kekerasan terhadap jiwa orang, terutama pembunuhan dalam semua jenisnya,

2. Penyanderaan,

3. Merendahkan martabat pribadi, khususnya perlakuan yang bersifat menghina dan merendahkan martabat,

4. Penghukuman dan pelaksanaan putusan tanpa putusan yang diumumkan terlebih dahulu oleh pengadilan yang dilakukan secara lazim yang memberikan jaminan hukum yang diakui karena sangat dibutuhkan oleh semua bangsa yang beradab.

Pasal ini juga mengharuskan pihak-pihak peserta memperlakukan korban konflik bersenjata dalam negeri sesuai dengan prinsip-prinsip yang tercantum dalam ayat (11), dan Pasal 3 ini. bagi Mahkamah Internasional merupakan asas umum Hukum Internasional.

Pasal ini melarang penjatuhan dan pelaksanaan hukuman tanpa proses hukum.23

Perlu ditekankan bahwa di dalam Hukum Humaniter Internasional ada suatu prinsip atau asas yang membedakan atau membagi penduduk dari suatu negara yang terlibat konflik bersenjata ke dalam dua golongan, yakni kombatan (combatan) dan penduduk sipil        

22 Arlina Permatasari dkk, op.cit., h1m.174.  

23 F.Sugeng istanto dkk, ibid, hlm.115. 

(13)

(civilan) . Kombatan adalah golongan penduduk yang secara aktif turut serta dalam permusuhan (hostilities), sedangkan penduduk sipil adalah golongan penduduk yang tidak turut serta dalam permusuhan.24 Sedangkan menurut F. Sugeng Istanto, penduduk sipil ialah mereka yang tidak tergolong kombatan. Penduduk sipil tidak berhak ikut serta dalam permusuhan. Penduduk sipi1 juga tidak boleh dijadikan sasaran serara langsung perbuatan perang.25 Menurut Konvensi IV Jenewa tahun 1949 ada perlindungan umum (general protection), diatur dalam bagian II. Sedangkan dalam Protokol Tambahan II diatur dalam Bagian IV tentang penduduk sipil. Bagian ini mengatur tentang perlindungan umum, bantuan terhadap penduduk sipil, serta perlakuan orang-orang yang berada dalam salah satu kekuasaan pihak yang bersengketa, termasuk di dalamnya perlindungan terhadap pengungsi, orang yang tidak memiliki kewarganegaraan, anak-anak, wanita dan wartawan.

Selain itu terdapat perlindungan khusus bagi penduduk sipil yaitu mereka yang umumnya tergabung dalam suatu organisasi sosial yang melaksanakan tugas-tugas yang bersifat sosial, membantu penduduk sipil lainnya pada waktu terjadinya sengketa bersenjata. Mereka terhimpun dalam Perhimpunan Palang Merah Nasional dan anggota

       

24 Haryomataram, 1999 "Hukum Humaniter", dalam Arlina Permanasari dkk, Pengantar Hukum Humaniter" Jakarta, Rajawali Press, h1m.73.  

25 F. Sugeng Istanto,1994, Hukum Internasional,Yogyakarta Universitas Atma Jaya, hlm.110. 

(14)

Perhimpunan Penolong Sukarela lainnya, termasuk anggota Pertahanan Sipil.26

Pada tahun 1980 terdapat konvensi yang berisi tentang larangan atau pembatasan penggunaan senjata konvensional tertentu yang dianggap dapat mengakibatkan luka yang berlebihan atau dapat memberikan efek tidak pandang bulu (Konvensi Senjata Konvensional/Certain (Conventional Weapons/CCW), yang meliputi:27 1. Protokol (I) tentanq fragmen (kepingan logam) yang tidak dapat

terdeteksi.

2. Protokol (II) tentang larangan dan pembatasan penggunaan ranjau darat, booby trap dan alat-alat lain.

3. Protokol (III) tentang larangan dan pembatasan penggunaan senjata- senjata pembakar.

Selain menggunakan teori hukum humaniter, penulis juga menggunakan Doktrin Just War (Perang yang Sah).28 Doktrin Just War adalah upaya untuk membedakan antara cara-cara yang dapat dibenarkan dengan yang tidak dapat dibenarkan dalam penggunaan angkatan bersenjata yang terorganisasi. Teori doktrin tentang perang yang sah berupaya untuk memahami bagaimana penggunaan senjata dapat dikendalikan, dilakukan        

26 Arlina Permanasari dkk, op.cit., h1m.170-177.  

27 Delegasi ICRC Jakarta, op. cit., hlm. 10‐11. 

28 "Doktrin tentang Perang yang Sah", dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Doktrin tentang Perang yang Sah, diakses tanggal 12 November 2009. 21:00  

(15)

dengan cara yang lebih manusiawi, dan pada akhimya ditujukan pada upaya untuk menciptakan perdamaian dan keadilan yang abadi. Tradisi perang yang sah membahas moralitas penggunaan kekuatan dalam dua bagian, yaitu: pertama, kapan suatu pihak dapat dibenarkan dalam menggunakan angkatan bersenjatanya (keprihatinan tentang Jus ad bellum) dan kedua, cara-cara apa yang harus dilakukan dalam menggunakan angkatan bersenjata itu (keprihatinan tentang Jus in bello).29

Serangan Israel ke Lebanon dengan melakukan pengeboman lewat udara ternyata diarahkan terhadap basis-basis Hizbullah serta infrastruktur penting lainnya di Lebanon, seperti Bandara Internasional Beirut (Rafiq Al- Hariri), Rumah Sakit di Zafed, penyerangan terhadap tingkat pengungsian di kota Qana, jembatan yang menghubungkan Beirut dan Damascus, pembangkit tenaga listrik, tangki-tangki minyak hingga pemukiman (termasuk kediaman pemimpin Hizbullah).30 Israel juga mengebom stasiun televisi milik Hizbullah (Al-Manar) di Distrik Harey Hreik, daerah pinggiran kota Beirut serta kota-kota besar di Lebanon lainnya seperti wilayah utara Lebanon, (Irus, Tripoli, serta perkampungan nelayan Abdeh), wilayah timur (Baakbek), wi1ayah barat (Zahleh), serta pemblokadean terhadap wilayah darat dan udara Lebanon. Banyak bangunan, rumah, dan sarana pelayanan publik hancur di Lebanon, penduduk meninggal dan luka- luka, ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal. Serangan pesawat        

29 "Doktrin tentang Perang yang Sah", dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Doktrin tentang Perang yang sah, diakses tanggal 10 September 2009. 19:56  

30 “Perang Lebanon 2006",op.cit., 

(16)

tempur Israel ke kota Qana (29 Juli 2006) telah menewaskan tidak kurang dari 54 orang penduduk sipil, 37 diantaranya adalah anak-anak. Sekitar 800 orang tewas, belum termasuk yang luka-luka, kehilangan tempat tinggal, dan yang mengungsi. 31

Tindakan Israel ini dibalas kelompok Hizbullah dengan menembakkan roket buatan Iran ke kota-kota utara Israel, akibatnya dalam perang ini kedua pihak menderita korban jiwa mencapai 198 orang (pihak Lebanon) dan 25 orang (pihak Israel). Pada tanggal 26 Juli 2006 Israel menyerang dan menghancurkan pos PBB, yang menurut Israel sebagai salah target penyerangan.32

Serangan Israel ini tidak membawa keuntungan bagi Israel sendiri tetapi malah mengalami kekalahan, bahkan tujuan yang sebenamya untuk membebaskan kedua tentaranya tidak bisa tercapai. serangan Israel banyak yang tidak tepat sasaran, sehingga banyak jatuh korban jiwa. Persoalan ini yang kemudian mendapat kecaman masyarakat internasional.

Selain menyangkut pelanggaran terhadap aturan di dalam Hukum Humaniter, serangan Israel ke Lebanon itu memiliki tujuan otolitis yaitu untuk melemahkan kekuatan Hizbullah yang cenderung anti barat, khususnya Israel yang dianggap sebagai negara Zionis, yang terlebih sebagai musuh negara-negara Islam. Selain itu, dengan di lumpuhkannya Hizbullan, Israel diduga juga akan berusaha untuk melemahkan kekuatan        

31 Seragan Israel ke Lebanon: "Pelanggaran Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia", dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Perang Lebanon 2006, diakses tanggal 12 Juni 2009.20:15  

32 Ibid. 

(17)

Iran dan Hamas yang juga merupakan negara dan kelompok yang anti Israel di Timur Tengah. Iran, terutama paska lemahnya kekuatan Irak setelah Sadam Husein terguling telah menjadi kekuatan terdepan dalam menentang hegemoni AS di Timur Tengah. Melalui isu nuklir, AS berusaha memojokan Iran agar Negara tersebut menjadi lemah. Tetapi dengan berjalannya waktu, setelah terbukti Iran tidak menggunakan nuklir untuk kepentingan militer, kirli AS berusaha menggunakan isu perdamaian Palestina-Israel untuk mengucilkan pemerintahan negara itu. Iran dan sekutu-sekutunya (Suriah, Hamas, Hizbullah, Gerakan perlawanan Syi'ah Irak) yang dipersepsikan telah riiengganggu perluasan dominasi AS di Timur Tengah.

D. Tujuan Penelitian

Agar dapat menyesuaikan dengan permasalahan yang diajukan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan mengkaji bentuk-bentuk pelanggaran Hukum Humaniter yang dilakukan Israel dalam serangannya ke Lebanon tahun 2006?

2. Untuk mengetahui resolusi yang dilakukan PBB terhadap konflik Israel-Lebanon tahun 2006?

(18)

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya Hukum Internasional dalam bidang Humaniter.

2. Bagi Pembangunan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada PBB melalui pemerintah Indonesia, dalam melaksanakan konvensi atau perjanjian yang berkaitan dengan Hukum Internasional, khususnya Hukum Humaniter Internasional.

(19)

BAB II

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN DESKRIPSI SENGKETA ISRAEL-LEBANON PADA SERANGAN ISRAEL KE

LEBANON TAHUN 2006

A. Sengketa Israel-Lebanon 1. Sejarah awal Israel

Dalam Memoar Theodor Hertzel, pemimpin Zionis pertama sebagai figur pioneer (pelopor) Zionisme yang telah merancang dasar- dasar berdirinya negara Israel di awal abad ini, secara spesifik menyebutkan Lebanon Selatan dan Pegunungan Cheik (Lebanon Timur) yang memiliki sumber air yang melimpah akan menunjang kehidupan ekonomi dan sosial Israel. 33 Di dalam Buku “The Land of Israel” karya David Ben Gurion dan David Ben Jevi, 34 dijelaskan tentang kepentingan Yahudi di kawasan Lebanon dan harapan mereka terhadap negara Israel Raya yang juga meliputi Lebanon. Pada tahun 1919, Memorandum yang dibuat oleh gerakan Zionis kepada Majelis Tertinggi Konferensi Perdamaian di Eropa tertanggal 3 Februari 1919 mendefinisikan garis- garis demarkasi negara Yahudi yang meliputi kawasan-kawasan Lebanon secara jelas. Salah satu bagian penting dari memorandum itu memastikan        

33 “Sejarah Israel-Lebanon Selatan”, dalam http//www.mail- achieve.com/hidayahnet@yahoogroups.com/msg11289.html, diakses tanggal 12 November 2009.22:30

 

34 Ibid. 

19

(20)

bahwa Pegunungan Cheik, yang merupakan pusatnya sumber air, menjadi bagian negara Yahudi.35

Sementara itu Konferensi di Saint Remo April 1920, memberikan mandat kepada Perancis dan Inggris untuk menjajah kawasan Timur Tengah. Perancis memegang mandat atas Syiria (yang dulu secara politis juga melingkupi Lebanon), sedangkan Inggris menguasai Palestina dan Iraq, tanpa kejelasan masalah perbatasan. Konferensi di Iraq, tanpa kejelasan masalah perbatasan. Konferensi di Iraq ini di kemudian hari menjadi landasan kuat yang memuluskan berdirinya negara Yahudi yang bernama Israel. Pada tahun 1921 Perancis memisahkan Lebanon dari Syiria dan sampai sekarang menjadi dua negara yang terpisah. Perancis juga memperluas kekuasaan pemerintahan propinsi gunung di Lebanon ke kawasan Lebanon Selatan, Lebanon Utara dan Beqa.36 Dibawah ini akan ditunjukkan peta negara Timur Tengah yang menunjukkan wilayah Lebanon, Israel.37

       

35 Ibid. 

36 Ibid. 

37 http://images.google.co.id/imglanding?q=gambar%20peta%20lebanon,israel  

(21)

Berikut peta yang menunjukan batas-batas negara Timur Tengah

Berdasarkan peta Timur Tengah di atas, dapat dilihat wilayah Israel yang kecil dibanding negara-negara Timur Tengah lainnya. Atas dasar itu, Israel akan berusaha memperluas wilayahnya kearah utara yaitu wilayah Lebanon.

Berdasarkan gambar di atas, ditunjukkan wilayah Israel terletak di bagian selatan Lebanon. Wilayah Shaba yang dikuasai oleh Israel dan upaya untuk menguasai Pegunungan Cheik di wilayah Timur Lebanon.

Tindakan ini dilakukan karena Israel telah mengambil wilayah dataran

(22)

tinggi Golan di wilayah Syria. Dengan demikian, Israel akan terus mencoba untuk memperluas wilayahnya ke arah utara Lebanon.

Berikut adalah peta Lebanonon:38

Tahun 1948, Negara Israel berdiri. Lebanon menjadi negara yang paling menderita sesudah Palestina. Perjanjian, gencatan senjata, maupun resolusi internasional tidak sedikit juga berpengaruh pada tindakan Israel terhadap Lebanon. Kemudian pada tahun 1968 Pemerintah Lebanon membolehkan terbentuknya milisi-milisi rakyat Palestina bersenjata untuk melancarkan perlawanan terhadap Israel. Tindakan Israel terhadap warga sipil Palestina di Lebanon, maupun rakyat Lebanon tidak bisa tertahankan lagi. Sejak diduduki Israel, warga di 456 kota kecil dan desa-desa di kawasan Lebanon selatan berbondong-bondong pindah baik ke tempat lain di Lebanon maupun menguasai ke luar negeri. Sampai tahun 1970,        

38 http://images.google.co.id/imglanding?q=gambarpeta lebanon,israel&imgurl 

(23)

prosentase penduduk yang meninggalkan kawasan itu berkisar antara 40- 45%.39

Pemerintah Lebanon secara resmi menyatakan menghentikan pertikaian di perbatasan selatan. Lebanon berharap dengan begitu Israel tidak bisa tidak menarik mundur semua pasukannya yang masuk negeri itu. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Pasukan Israel masuk semakin jauh ke dalam kawasan Lebanon. Perang ini adalah sebuah perang antara Israel dan Lebanon yang terjadi pada tanggal 6 Juni 1982, ketika Angkatan Bersenjata Israel menyerang Lebanon Selatan. Pemerintahan Israel melancarkan invasi sebagai respon dari usaha pembunuhan Duta Besar Israel kepada Inggris, Shlomo Argov oleh Organisasi Abu Nidal.40

Pada tahun 1982, Hizbullah didirikan di lembah Bekha, Lebanon Selatan oleh sekelompok ulama Syifah yang menjadi anggota dewan tertinggi Syifah Lebanon. Tokoh-tokohnya adalah Syaikh Abbas Musawi, Syaikh Subhi Thufaili, Syaikh Ibrahim Amimi, Syaikh Hasan Nasrallah dan Husain Fadhallah. Tahun 1985 diberlakukan zona keamanan yang disetujui oleh Sekjen PBB yang dijabat oleh Perez de Cuellar. 41 Zona        

39 “Perang Lebanon 2006”, dalam http://wapedia.mobi/id/Perang Lebanon 2006?t=2, diakses tanggal 09 Agustus 2009.3:15

7 “Perang Lebanon 1982”, dalam http:/wapedia.mobi/id/Perang Lebanon 1982, diakses tanggal 12 Agustus 2009.2:00  

 

41 “Serangan Israel ke Lebanon Pukulan bagi Proses Perdamaian”, dalam http://chaidarabdullah.wordpress.com/2008/06/16/serangan-israel-ke-lebanon-pukulan-baru-bagi- proses-perdamaian/, diakses tanggal 12 November 2008.21:37

  

(24)

keamanan ini membuat pendudukan Israel diresmikan oleh dunia. Pasukan Israel pada tanggal 18 April 1996 melakukan operasi militer besar terhadap Lebanon Selatan, yang dimaksudkan untuk mengusir gerilyawan Hizbullah. Dalam serangan tersebut, pasukan Israel memborbardir Shelter yang berisi ratusan keluarga Lebanon yang sedang berlindung.

Kebanyakan dari pengungsi tersebut adalah wanita dan anak-anak.42

Dari paparan sejarah awal sengketa Israel-Lebanon diatas, tampak jelas bahwa sebelum berdirinya negara Israel, negara ini tidak memiliki wilayah yang defenitif di Timur Tengah. Keinginan kuat paska adanya gerakan Zionisme untuk seluruh masyarakat Yahudi sleuruh dunia, menjadikan warganya untuk mendirikan negara. Gerakan ini sudah dipersiapkan secara matang sehingga pengklaiman Israel atas wilayah Lebanon Selatan dan pegunungan Cheik sebagai wilayah yang menjadi bagian wilayah negara Israel, karena wilayah ini memiliki sumber air yang penting.

Pertentangan antara Israel dan Lebanon timbul karena bagi Lebanon wilayah selatan adalah wilayahnya yang sah dan tidak bisa diambil oleh Israel. Usaha diplomsi yang diusahakan Pemerintah Lebanon tidak ditanggapi positif oleh Israel, tetapi Israel justru memperluas wilayahnya ke arah Lebanon. Karena usaha diplomasi ini gagal, maka pemerintah Lebanon melakukan upaya dengan menempuh jalur konflik

       

42 “Wajah Lain Beirut”, dalam http://swaramuslim.net/berita/more.php?id=A5334 12 0 M, diakses tanggal 12 November 2008.23:31  

(25)

melalui perlawanan oleh milisi-milisi di Palestina, hingga kemudian muncul perlawanan dari Hizbullah sampai sekarang. Semua perlawanan ini justru dianggap sebagai tantangan bagi Israel untuk terus menjadikan wilayah ini sebagai wilayahnya. Ketidakpedulian Israel iniyang menjadikan keinginannya untuk terus menguasai wilayah Lebanon Selatan dan Pegunungan Cheik dan menimbulkan konflik berkepanjangan hingga sekarang.

2. Perang Israel dan Lebanon tahun 2006

Konflik Israel dan Lebanon tahun 2006 adalah serangkaian tindakan militer dan bentrokan terus-menerus di Israel utara dan Lebanon yang melibatkan angkatan bersenjata Hizbullah dan Angkatan Pertahanan Israel (Israeli Defence Force atau IDF). Konflik ini berawal pada tanggal 12 Juli 2006, ketika Hizbullah menyerang kota Shlomi di Israel utara dengan rudal Katyusha, kemudian pasukan Hizbullah menyusup ke wilayah Israel.

Dalam serangan tersebut, tiga pasukan Israel dibunuh, dua luka- luka, dan dua diculik. Peristiwa ini kemudian berlanjut dengan serangan Hizbullah ke wilayah Israel yang menghasilkan delapan orang tentara Israel tewas dan melukai lebih dari 20 orang.43 Israel kemudian membalas dengan Operasi “Just Reward” (Balasan yang Adil), yang kemudian namanya diubah menjadi Operasi “Change of Direction” (Perubahan        

43 “Agresi Israel ke Lebanon”, dalam

http://www.esamarinda.com/forum/lofiversion/index.php?t1657.html, diakses tanggal 11 November 2008.23:53  

(26)

Arah). Serangan balasan ini meliputi tembakan roket yang ditujukan ke arah Lebanon dan pengeboman oleh Angkatan Udara Israel (IAF). 44

Operasi “Just Reward” merupakan sebuah serangan balasan adil yang dilakukan oleh Israel terhadap Lebanon seharusnya sama seperti yang dilakukan oleh Lebanon, bukan membalas serangan yang lebih besar seperti adanya operasi “Change of Direction”, yang merupakan suatu serangan perubahan arah dari serangan yang dilakukan oleh Israel terhadap Lebanon, dengan alasan ingin membalas serangan yang dilakukan oleh Lebanon. Serangan “Change of Direction” ini lebih besar dan membabi buta dari seragnan sebelumnya. Serangan seperti ini sangat merugikan bagi Lebanon, karena alat yang digunakan Israel dapat menghancurkan wilayah Lebanon dan menimbulkan banyak korban jiwa. Alat-alat yang digunakan oleh Israel meliputi bom yang memiliki daya ledak tinggi, mortir-mortir, roket penghancur, zat kimia dan beracun serta alat-alat militer berbahaya lainnya. Serangan ini mengakibatkan kehancurkan di wilayah Lebanon karena sasarannya mengenai penduduk sipil, kombatan, anak-anak dan wanita. Selain itu, juga mengakibatkan kehancuran terhadap infrastruktur dan bangunan-bangunan yang terdapat di Lebanon.

Pada tanggal 13 Juli 2006, Israel mengebom udara internasional di Lebanon, Bandara Internasional Rafik Hariri dan juga sebuah stasiun televisi. Keinginan Israel menumpas kelompok Hizbullah ditunjukkan dengan mengerahkan semua pasukannya ke wilayah perbatasan Lebanon.

       

44 “Perang Lebanon 2006”, op.cit., 

(27)

Pasukan Israel bersiap melancarkan serangan darat di basis-basis kekuatan Hizbullah. Selain itu, Beirut kembali menjadi sasaran serangan udara Israel dan bom pesawat tempur Israel dijatuhkan ke wilayah pemukiman Danieh dan Quzai. Sasaran serangannya adalah bangunan milik kelompok Hizbullah dan Hamas. Serangan ini menewaskan tiga orang yang mengundang reaksi keras pemimpin Hizbullah, Syekh Sayyed Hassan Nasrallah yang kemudian menanggapinya dengan berniat akan menyerang Ibu Kota Tel-Aviv.45 Namun Hassan Nasrallah juga menawarkan gencatan senjata jika Israel menghentikan serangannya ke Lebanon.

Serangan Israel terhadap Lebanon sampai hari ke-24, gempuran Israel di Lebanon diperkirakan telah menewaskan lebih dari 900 orang. Di lain pihak, upaya Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merumuskan resolusi untuk menghentikan agresi Israel berjalan lambat.

Resolusi yang didukung oleh Amerika Serikat (AS) dan Prancis ini telah mempersiapkan dua rancangan, yakni menciptakan gencatan senjata permanen dan solusi jangka panjang konflik di Timur Tengah. Namun kedua negara ini berbeda pendapat dalam masalah gencatan senjata, serta perlunya Israel membela diri dari serangan kelompok Hizbullah.46

Menanggapi konflik yang terus mamanas, PM Lebanon Fouad Siniora menyerukan diadakannya gencatan senjata di bawah pengwasan        

45 “Rakyat Sipil Menjadi Korban Kekejaman Serangan Israel”, dalam http://ip.sg.or.id/2006/07/14/rakyat-sipil-menjadi-korban-kekejaman-serangan-israel/, diakses tanggal 12 November 2008.3:15  

46 “Hezbollah nyatakan Perang terhadap Israel”, dalam http//: www.kompas.com- Hezbollah.nyatakan.perang.terhadap.israel.htm, diakses tanggal 15 Februari 2008.4:15 

(28)

Pbb, tetapi kedua belah pihka tidak mematuhi dan terus melancarkan serangan.47 Pesawat-pesawat tempur Israel menyerang kawasan Beirut tngah. Sebagai balasan, roket-roket Hizbullah menghujani Israel. Sebuah kapal perang Israel dirusak oleh serangan yang dilancarakan Hizbullah.

Tanggal 18 Juli 2006, Sekjen PBB Kofi Annan menyerukan dibentuknya sebuah pasukan internasional di Lebanon untuk mengakhiri krisis.48 Upaya-upaya untuk meredam konflik tidak membuahkan hasil hingga puncaknya ketika Dewan Keamanan PBB gagal mencapai kesepakatan untuk mengutuk tindakan Israel, karena AS memveto setiap upaya-upaya yang mengkritik Israel atas serangannya terhadap Lebanon.

Upaya-upaya gencatan senjata terus dilakukan yang berujung pada Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1701 untuk mengakhiri konflik ini. Tanggal 13 Agustus 2006, Kabinet Israel mengesahkan gencatan senjata dengan 24 suara mendukung, tidak ada yang menentang dan 1 suara abstain.49

Dari paparan di atas, perang yang berlangsung antara Israel dan Lebanon dapat ditegaskan bahwa tindakan penculikan dua tentara Israel oleh Hizbullah sebagai awal dari terjadinya serangan Israel ke Lebanan

       

47 “PM Lebanon Desak Gencatan Senjata”, dalam

http:/ /www.myimneus.com/internasional/index.php?q=news&id=1355, diakses tanggal 12 November 2008.4:15  

48 Ibid. 

49 “Israel Sahkan Gencatan Senjata”, dalam

http: / /www.Detiknet.com/read/2006/08/14/080645/655414/Israel-sahkan-genjatan-senjata, diakses tanggal 12 November 2008.4:20  

(29)

adalah suatu bentuk tindakan dari Israel yang tidak terpuji, karena tindakan ini tidak perlu dibalas dengan agresi militer tetapi melalui jalur diplomasi yang dapat menguntungkan kedua belah pihak. Serangan yang dilancarkan Israel sebagai bentuk balasan terhadap penculikan itu dengan dalih membebaskan kedua tentara yang ditangkap justru berjalan tidak sesuai dengan tujuan serangan itu, melainkan berakibat lebih luas yaitu menimbulkan korban sipil baik jiwa maupun material. Serangan Israel yang menghancurkan bandara Internasional dan stasiun televisi ini sangat tidak bisa diterima oleh semua pihak karena target serangan ini salah dan merugikan masyarakat umum, khususnya jalur transportasi di Lebanon.

Selain itu, kehancuran stasiun televisi menunjukkan Israel juga ingin menghancurkan obyek-obyek vital yang sangat berpengaruh bagi rakyat dan pemerintah Lebanon. Selain itu, yang terpenting dalam serangan ini adalah banyaknya korban jiwa, baik sipil maupun kombatan yang merupakan tindakan melanggar Hukum Humaniter Internasional dan hak- hak asasi manusia.

B. Hukum Humaniter Internasional

1. Sekilas Perkembangan Hukum Humaniter

Pada abad pertengahan, Hukum Humaniter dipengaruhi oleh ajaran-ajaran dari agama Kristen, Islam dan prinsip-prinsip kesatriaan.

Ajaran agama Kristen misalnya memberikan sumbangan terhadap konsep

“perang yang adil” (Just War). Ajaran Islam tentang perang bisa dilihat

(30)

dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 190-191, surat Al-Anfal ayat 39, surat At-Taubah ayat 5, dan surat al-Haj ayat 39, yang memandang perang sebagai sarana pembelaan diri dan menghapuskan kemungkaran. Adapun prinsip-prinsip kesatriaan yang berkembang pada abad pertengahan ini misalnya, mengajarkan tentang pentingnya pengumuman perang dan penggunaan senjata-senjata tertentu.50

Hukum Humaniter mencapai tahap perkembangan yang sangat maju ketika memasuki abad ke-19, yaitu ketika perang yang dilakukan oleh tentara nasional menggunakan senjata-senjata baru dan lebih merusak dan membiarkan sejumlah prajurit yang terluka, tergeletak tanpa bantuan apapun di daerah pertempuran. Bukanlah suatu peristiwa yang kebetulan bahwa perkembangan ini terjadi pada waktu ketika negara-negara menjadi semakin berkepentingan dalam prinsip umum penghormatan manusia.

Kecenderungan umum ini memberikan momentum yang menentukan dengan pendirian Palang Merah Internasional dan ditandatanganinya Konvensi Jenewa 1864 untuk Perbaikan Keadaan yang Luka di Medan Perang, dimana dalam konvensi ini mengharuskan para pihak yang perjanjian untuk merawat orang-orang yang terluka, baik dari pihak musuh dengan perlakuan yang sama. Konvensi Jenewa untuk Perbaikan Anggota Angkatan Perang yang Luka dan Sakit di Medan Pertempuran Darat,

       

50 “Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia”. op.cit., 

(31)

mempunyai sejarah yang tertua. Konvensi 1864 ini merupakan hasil yang dirintis oleh Henry Dunant.51

Pada waktu itu Henry Dunant, menulis buku tentang pengalaman- pengalamannya di medan pertempuran antara Austria dengan tentara gabungan Perancis-Sardinia, yang berjudul “Un Souvenir de Solferino”

tahun 1861. Isi buku ini menggambarkan penderitaan prajurit yang luka dan sakit di medan pertempuran Solferino. Buku ini sangat menggugah penduduk kota Jenewa, sehingga warga kota yang tergabung dalam

“Societe d’Utilite Publique” dibawah pimpinan Gustave Moynier membentuk sebuah panitia yang terdiri dari 5 (lima) orang pada tanggal 17 Februari menjadi sebuah badan yang dinamakan “Comite international et permanent de secours aux militaries blesses”.52 Panitia yagn terdiri dari lima warga kota Jenewa ini mengambil inisiatif untuk mengadakan sebuah konferensi internasional tidak resmi untuk membahas kekurangan- kekurangan perawatan kesehatan tentara di medan pertempuran di darat.

Konferensi yang dihadiri oleh 16 negara berhasil membentuk sebuah badan yang dinamakan Palang Merah dalam bulan Oktober 1963.53 Karena merupakan suatu konferensi yang tidak resmi, konferensi tidak dapat mengambil keputusan-keputusan yang mengikat negara-negara        

51 “Apakah Hukum Humaniter Internasional?”, dalam

http://209.85.175.104/search?q=cache:cTI0iqdxelwJ:hukum.uns.ac.id/downloadmateri.php%3Fid

%3D134+definisi+teori+Just+War&hl=id&ct=clnk&cd=4&gl=id, diakses tanggal 21 September 2008.2:20  

52 Ibid. 

53 Ibid. 

(32)

peserta. Namun demikian, konferensi menyarankan dalam suatu draf yang dilampirkan pada resolusi-resolusi bahwa anggota Dinas Kesehatan dan yang luka-luka dalam pertempuran dilindungi dengan jalan menetralisir mereka. Pada tahun 1864, Dewan Federal Swiss Melaksanakan saran- saran ini dengan mengadakan suatu konferensi internasional yang dihadiri oleh wakil-wakil berkuasa penuh dari negara-negara yang mengikuti konferensi sebelumnya. Konferensi ini menghasilkan apa yang kemudian dikenal dengan Konvensi Jenewa 1864.54 Konvensi ini didalamnya mengandung asas-asas bagi perlakuan korban perang yang hingga kini masih berlaku.

Konvensi 1864, yaitu Konvensi untuk Perbaikan Keadaan yang Luka di Medan Perang Darat, dipandang sebagai konvensi-konvensi yang mengawali Konvensi Jenewa berikutnya yang berkaitan dengan perlindungan korban perang. Konvensi ini merupakan langkah pertama dalam mengkondisikan ketentuan perang di darat. Berdasarkan konvensi ini, maka unit-unit dan personil kesehatan bersifat netral, tidak boleh diserang dan tidak boleh dihalangi dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Begitu pula penduduk setempat yang membantu pekerjaan kemanusiaan bagi yang luka dan mati, baik kawan maupun lawan, tidak boleh dihukum.

Konvensi memperkenalkan tanda Palang Merah di atas dasar putih sebagai tanda pengenal bagi bangunan dan personil kesehatan. Tanda Palang Merah ini merupakan lambang dari “International Committee of the Red        

54 “Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia”, op.cit., 

(33)

Cross”, yang sebelumnya bernama “International Committee for the Aid the Wounded”, yang didirikan oleh beberapa orang warga Jenewa dan Henry Dunant pada tahun 1863.55

Peristiwa penting lainnya adalah rancangan Kode Leiber (Instructions for Government of Armies of the United States, 1863), di Amerika Serikat, yang mencantumkan instrumen-instrumen panjang dan serba lengkap dari semua hukum dan kebiasaan perang, dan juga menggarisbawahi asas-asas kemanusiaan tertentu yang tidak begitu jelas sebelumnya. Kode Lieber ini memuat aturan-aturan rinci pada semua tahapan perang darat, tindakan perang yang benar, perlakuan terhadap penduduk sipil, perlakuan terhadap kelompok-kelompok orang tertentu, seperti tawanan perang dan orang yang luka-luka.56 Dengan demikian, tidak seperti pada masa-masa sebelumnya yang terjadi melalui proses hukum kebiasaan, maka pada masa kini perkembangan-perkembangan yang sangat penting bagi Hukum Humaniter dikembangkan melalui traktat-traktat yang ditandatangani oleh mayoritas negara-negara setelah tahun 1850.

Uraian berikut akan memaparkan dan menelusuri perkembangan Hukum Humaniter internasional dan memberi gambaran tentang ruang lingkup dan pengertian Hukum Humaniter internasioanal bagi tentara maupun masyarakat sipil, terutama yang terperangkap dalam pertikaian bersenjata. Kerangka hukum ini dapat diartikan sebagai prinsip dan        

55 Ibid. 

56 Ibid. 

(34)

peraturan yang memberi batasan terhadap penggunaan kekerasan pada saat pertikaian bersenjata.

Perkembangan hukum internasional yang berhubungan dengan perlindungan bagi korban perang dan dengan hukum tentang perang sangat dipengaruhi oleh perkembangan hukum perlindungan hak asasi manusia setelah Perang Dunia II. Penetapan instrumen internasional yang penting dalam bidang hak asasi manusia, seperti Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (1950) dan Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (1966),57 memberikan sumbangan untuk memperkuat pandangan bahwa semua orang berhak menikmati hak asasi manusia, baik dalam keadaan damai maupun perang. Selama keadaan perang atau keadaan darurat berlangsung, pemenuhan hak asasi tertentu mungkin dibatasi berdasarkan kondisi-kondisi tertentu. Pasal 4 Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik mengijinkan negara melakukan upaya-upaya yang bersifat sementara serta mengabaikan beberapa kewajiban negara berdasarkan konvensi ketika terjadi keadaan darurat yang mengancam keselamatan bangsa, tetapi hanya sejauh yang sangat dibutuhkan oleh keadaan yang bersifat darurat.58

Pasal 15 Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia berisi aturan yang sama. Secara berkala, Sub-Komisi pencegahan diskriminasi dan perlindungan bagi kaum minoritas melakukan pembahasan tentang negara dalam keadaan darurat dan penghormatan hak asasi manusia dalam situasi        

57 Ibid. 

58 Arlina Permanasari dkk, op.cit hlm. 12. 

(35)

demikian.59 Pasal 3 dari empat Konvensi Jenewa tentang Hukum Humaniter 1949, menyatakan bahwa pada masa pertikaian bersenjata seseorang yang dilindungi konvensi “dalam kondisi apapun diperlakukan secara manusiawi, tanpa pembedaan yagn merugikan berdasarkan ras, warna kulit, agama atau kepercayaan, jenis kelamin, keturunan atau kekayaan, atau kriteria sejenis lainnya”. 60

Dengan demikian, kebutuhan tentang hak asasi manusia didalam kehidupan harus tetap terjaga walaupun dalam keadaan perang maupun dalam keadaan damai, karena adanya perlindungan dan pengakuan mengenai hak asasi manusia telah mendapat pengakuan sepenuhnya.

Adanya peraturan-peraturan hukum dan hak asasi manusia didalam kehidupan sangat penting, karena memiliki aturan-aturan yang sah dan dapat dibenarkan sesuai dengan hukum yang berlaku.

2. Definisi, Doktrin dan Prinsip-prinsip Hukum Humaniter a. Definisi dan Tujuan Hukum Humaniter

Hukum yang mengatur konflik bersenjata lazim disebut sebagai hukum perang, kemudian setelah Perang Dunia II diubah menjadi Hukum Humaniter. Penggantian istilah tersebut dalam rangka memanusiakan manusia dalam perang. Perang biasanya ditandai oleh

       

59 Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia”, op.cit., 

60 “Hukum Humaniter Internasional dan HAM”, dalam

http://209.85.175.104/search?q=cache:1iNMqgnuC5gJ:komnasham.go.id/portal/files/Lembar Fakta 13 Hukum Humaniter Internasioanal %26 HAM.pdf+hukum+humaniter+- +HAM&hl=id&ct=clnk&cd=4&gl=id, diakses tanggal 23 Oktober 2008.23:01  

(36)

konflik disuatu wilayah dengan intensitas penggunaan kekuatan bersenjata cukup tinggi dan terorganisasi.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Humaniter Internasional adalah bagian dari hukum yang mengatur ketentuan- ketentuan perlindungan korban perang. Berlainan dengan hukum perang yang mengatur perang itu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara-cara perang itu sendiri.61 Menurut panitia tetap Hukum Humaniter, Depatemen Hukum dan perundang-undangan dirumuskan hukum Humaniter sebagai berikut: Hukum Humaniter sebagai segala ketentuan internasional yang tertulis maupun tidak tertulis yang mencakup hukum perang dan hak-hak asasi manusia, yang bertujuan untuk menjamin penghormatan terhadap harkat dan martabat seseorang.62

Tujuan hukum humaniter yang dirumuskan oleh perserikatan bangsa-bangsa adalah sebagai berikut :63

1) Untuk melindungi orang yang tidak terlibat atau tidak lagi terlibat dalam suatu permusuhan (hostilities), seperti orang-orang yang terluka, yang terdampar dari kapal, tawanan perang, dan penduduk sipil.

       

61 Mochtar Kusumaatmadja, “Hukum Humaniter Internasional” dalam Arlina Permanasari dkk, op.cit, hlm. 9. 

62 Ibid, hlm. 10. 

63 “Perang, Hukum Humaniter dan Perkembangan Internasional”, dalam http://www.propatria.or.id/download/positions%20 paper/perang-hukum-humaniter- ep.pdf.diakses-tanggal 16 November 2008.22:09  

(37)

2) Untuk membatasi akibat buruk penggunaan senjata dan kekerasan dalam peperangan dalam rangka mencapai tujuan terjadinya konflik tersebut.

Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk melindungi martabat manusia dan membatasi penderitaan yang terjadi di masa perang. Instrumen Hukum Humaniter Internasional utama adalah Konvensi-konvensi Jenewa 12 Agustus 1949, yaitu bagi perlindungan korban perang. Instrumen ini telah diterima secara universal.

Selengkapnya instrumen ini berisi :64

1) Konvensi Jenewa tentang perbaikan kondisi yang terluka dan sakit dalam konflik bersenjata di lapangan.

2) Konvensi Jenewa tentang perbaikan kondisi yang terluka, sakit dan korban konflik bersenjata di laut.

3) Konvensi Jenewa yang berhubungan dengan perawatan tawanan perang.

4) Konvensi Jenewa yang berkaitan dengan perlindungan warga sipil saat terjadinya perang.

Konvensi-konvensi ini mengandung kelemahan dalam beberapa aspek seperti perilaku pertempuran dan perlindungan orang sipil akibat pertempuran. Kelemahan-kelemahan ini dikoreksi dengan diadopsinya dua Protokol pada 1977 yaitu Protokol Tambahan I, untuk Konvensi-konvensi Jenewa 12 Agustus 1949, yaitu tentang        

64 Arlina Permanasari dkk, op.cit, hlm.32. 

(38)

Perlindungan Korban Konflik Bersenjata Internasional dan Protokol Tambahan II, untuk Konvensi-konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 tentang perlindungan korban konflik bersenjata non-internasional.

Hingga tahun 2007 ada 167 negara yang telah meratifikasi Protokol Tambahan I, yang berisi tentang perlindungan terhadap korban sengketa bersenjata Internasional. Sedangkan untuk protokol Tambahan II, yang berisi perlindungan terhadap korban sengketa bersenjata non-internasional ada 163 negara. Selain itu, terdapat 194 negara telah meratifikasi Konvensi Jenewa.65

Pada prinsipnya masyarakat internasional memang mengakui bahwa peperangan antar negara (international armed conflict) dan bahkan secara internal/domestik dalam suatu negara (non- international armed conflict) dalam banyak kasus yang pernah terjadi memang sulit atau tidak dapat dihindari. Kemudian, dalam situasi perang atau konflik bersenjata tersebut akan jatuh korban, bukan hanya dari pihak-pihak yang bermusuhan tetapi orang-orang yang tidak terlibat secara langsung dengan situasi tersebut juga ikut menjadi korban. Oleh karena itu semua orang harus tetap dilindungi HAM- nya, baik dalam keadaan damai maupun perang. Inilah urgensi dari Protokol tambahan 1977 yang terdiri dari 2 klausula-klausula tersebut.

       

65 “Internasional Humanitarian Law and The Protection of War Victims”, dalam http://www.icrc.org/Web/Eng/siteeng0.nsf/html/57JM93, diakses tanggal 20 Oktober 2008.19:00  

(39)

b. Doktrin-Doktrin Perang dan Hukum Humaniter.

Berikut ini tinjauan doktrin-doktrin masa lampau yang berlaku hingga kini dalam hukum humaniter internasional, antara lain doktrin mengenai dua kategori perang yaitu Just War dan Unjust War. Just War bermakna bahwa ada justifikasi atau alasan pembenaran untuk melaksanakan serangan, bahwa perang dilakukan berdasarkan alasan- alasan yang logis dan dapat dibenarkan, bahwa perang berlangsung secara adil dan seimbang, bahwa perang dilakukan terbatas untuk mencapai tujuan tertentu dan bukan untuk menghancurkan atau memusnahkan pihak lawan (suatu negara, suatu bangsa, etnis dan suku-bangsa, kelompok/operasi/pemberontak).66

Bedasarkan doktrin Just War ini, sepanjang perang tidak terhindarkan dalam rangka memperjuangkan sesuatu atau mempertahankan sesuatu, dibolehkan melakukan tindakan untuk menghancurkan/mengaklukkan lawan, tetapi bukan untuk menghancurkan. Boleh memperjuangkan sesuatu, mencakup hal-hal kepentingan nasional atau mencegah berlanjutnya agresi, tetapi bukan dengan cara-cara teror yang menimbulkan kesengsaraan bagi penduduk sipil. Contoh Just War antara lain : Membeala hak-hak publik atau hak-hak rakyat, menggulingkan pemerintah yang dzalim, guna menghapus perbudakan seperti civil war di AS (1861-1865), guna memberantas peredaran narkoba. Untuk mempertahankan        

66 Haryomataram, op.cit., hlm.2-3. 

(40)

sesuatu, contohnya mempertahankan keutuhan wilayah, mempertahankan sumber-sumber daya alam, dan sebaginya.67

Just War doctrine meliputi lima kriteria yaitu : a) Just Cause (sebab atau alasan yang wajar), b) Right Authority (berdasar kewenangan yang tepat atau sesuai), c) Right Intention (tujuan atau niat dengan iktikad baik), d) Proportionality (berlangsung secara wajar, proporsional, seperlunya saja), dan e) Last Resort (tidak ada jalan lain atau sebagai upaya terakhir, hanya ditempuh sebagai keputusan terakhir atau pamungkas, karena cara lain sudah buntu).68

Selain yang diatur berdasar doktrin, perkembangan di jaman modern diadakan pula aturan-aturan berdasarkan konvensi-perjanjian internasional dan ketetapan dari badan perlengkapan organisasi internasional. Sehingga ketentuan-ketentuan Hukum Perang atau Hukum Humaniter ini dibagi ke dalam tiga cabang, yaitu: 69

1) Hukum The Hague (Law of the Hague), Merupakan hukum yang lebih terkait dengan peraturan mengenai cara dan sarana bertempur dan memusatkan perhatiannya pada tindakan operasi militer. Oleh karena itu, maka jenis Hukum The Hague sangat penting bagi

       

67 “Doktrin tentang Perang yang Sah”. op.cit., 

68 Ibid. 

69 Prasetyo Hadi Purwandoko, Hukum Humaniter; Internasional (International humanitarian

Law), dalam

http://209.85.175.104/search?q=cache:cTI0iqdxelwJ:hukum.uns.ac.id/downloadmateri.php%3Fid

%3D134+definisi+teori+Just+War&hI=id&ct=clnk&cd=4&gl=id, diakses tanggal 24 Oktober 2008.10:04 

(41)

komandan militer di darat, laut, dan udara. Hukum ini dilandasai oleh hasil Konferensi Perdamaian yang diselenggarakan di The Hague (Den Haag, Belanda) pada tahun 1899 dan 1907, yang utamanya menyangkut sarana dan metode perang yang diperkenankan. Hukum The Hague ini mencakup Konvensi- konvensi berikut:

a) Konvensi I tentang penyelesaian damai persengketaan internasional,

b) Konvensi II tentang hukum dan kebiasaan di darat,

c) Konvensi III tentang adaptasi asas-asas konvensi Jenewa tanggal 22 Agustus 1864 tentang hukum perang di laut. Ketiga Konvensi ini terdapat dalam Konvensi The Hague tahun 1899.

2) Sedangkaan konvensi The Hague tahun 1907 meliputi :

a) Konvensi I tentang penyelesaian damai persengketaan internasional,

b) Konvensi II tentang pembatasan kekerasan bersenjata dalam menuntut pembayaran hutang yang berasal dari perjanjian perdata,

c) Konvensi II tentang cara memulai perang,

d) Konvensi IV tentang hukum dan kebiaan perang di darat dilengkapi dengan peraturan Den Hague,

e) Konvensi V tentang hak dan kewajiban negara dan warga negara netral dalam perang di darat,

(42)

f) Konvensi VI tentang status kapal dagang musuh pada saat permulaan peperangan,

g) Konvensi VII tentang kapal dagang menjadi kapal perang, h) Konvensi VIII tentang penempatan ranjau otomatis,

i) Konvensi IX tentang pemboman oleh angkatan laut di waktu perang,

j) Konvensi X tentang adaptasi asas-asas Konvensi Jenewa tentang perang di laut,

k) Konvensi XI tentang pembatasan tertentu terhadap penggunaan hak penangkapan dalam perang di laut,

l) Konvensi XII tentang Mahkamah barang-barang sitaan,

m) Konvensi XIII tentang hak dan kewajiban negara netral dalam perang di laut.

3) Hukum Jenewa (Law of Geneva)

Merupakan hukum yang berkaitan dengan perlindungan korban perang. Mereka yang dilindungi adalah militer maupun sipil, di darat maupun di air. Hukum Jenewa melindungi semua orang yang hers de combat, yakni yang luka-luka, sakit, korban karam atau tenggelam, dan tawanan perang. Hukum Jenewa ini mencakup Konvensi Jenewa 1929, Konvensi Jenewa 1949, dan juga Protokol Jenewa 1977.

(43)

4) Hukum New York (New York Rules)

Merupakan aturan-aturan baru yang berkaitan dengan hukum humaniter atau yang mengatur ketentuan yang berlaku dalam peperangan atau pertempuran. Ketentuan ini dihasilkan melalui mekanisme Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Organization) yang bermarkas besar di New York. Lazimnya hukum yang digolongkan sebagai “New York Rules” adalah yang dibuat setelah tahun 1980. Ada yang berupa Konvensi, Protokol, maupun berupa resolusi antara lain: Resolusi Majelis Umum dan Resolusi Dewan Keamanan PBB. Contoh-contohnya adalah:

Convention on the prohibition of the development, production, stock-pilling and the use of chemical weapons and on their destructions (1993), Protocol on Binding Laser Weapons (1995), Protocol on the Explosive Remnants of War (2003), dan New York Rules juga mencakup yang sebelum tahun 1970-an yaitu Konvensi PBB tentang Genosida (Genocide Convention) tahun 1948 yang merupakan pengembangan dari Resolusi PBB No 96 (11 Desember 1946), serta Resolusi Majelis Umum PBB No 2444 Tahun 1968 (Respect for Human Right in Armed Conflict).

3. Prinsip-Prinsip Hukum Humaniter

Perkembangan perang menurut Jean-Jacques Roussau, memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut : Perang bukanlah suatu hubungan antara

(44)

orang dengan orang tetapi hubungan antar negara, dimana secara individual, individu-individu yang dianggap menjadi musuh hanya karena kebetulan, dipandang tidak sebagai manusia, atau sebagai warga negara, tetapi sebagai prajurit. Karena tujuan perang adalah menghancurkan negara musuh, adalah sah secara hukum apabila membunuh prajurit yang menjadi pertahanan terakhir, sejauh musuh mereka membawa senjata, tetapi segera setelah mereka meletakkannya dan menyerah, mereka bukan lagi sebagai musuh, tetapi mereka kembali menjadi orang biasa, dan tidak lagi sah secara hukum untuk mengambil kehidupan mereka.70

Pada tahun 1889, Fyodor Martens meletakkan prinsip-prinsip Hukum Humaniter yaitu: Penduduk sipil dan kombatan tetap berada dibawah perlindungan dan kewenangan dari prinsip-prinsip hukum internasional yang dibentuk dari kebiasaan yang ada dan dari prinsip- prinsip kemanusiaan serta dari suara hati nurani publik.71

Selain itu, Rousseau dan Martens,72 menyusun prinsip-prinsip kemanusiaan yang menjelaskan prinsip pembedaan, prinsip-prinsip pencegahan penderitaan yang tidak perlu dan prinsip-prinsip kepentingan kemanusiaan dan keperluan militer seperti mempertimbangkan bahwa satu-satunya obyek yang paling penting untuk dicapai oleh suatu negara selama masa perang adalah melemahkan angkatan bersenjata dari pihak lawan.

       

70 Delegasi ICRC Jakarta, “Hukum Humaniter Internasional, op.cit., hlm.7. 

71 Ibid. 

72 Ibid. 

(45)

4. Kategori Pelanggaran HAM dan Hukum Humaniter (Grave Breaches) Beberapa kategori tindakan kejahatan atau pelanggaran berat (Grave Breaches) dalam hukum humaniter yang bisa kita simpulkan dari isi Konvensi Jenewa 1949 adalah sebagai berikut:73

a. Willful killing.

Willful Killing merupakan tindakan pembunuhan dengan sengaja.

b. Torture or in human treatment, including biological experiment.

Merupakan penyiksaan atau perlakuan yang tidak manusiawi yang memang tidak dijumpai secara eksplisit dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Akan tetapi menurut konvensi-konvensi yang ada, tindakan yang menentang penyiksaan telah diratifikasi. Tindakan ini mencakup perilaku yang cukup luas, tidak hanya berkenaan dengan penderitaan jasmani belaka, yakni: “Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari orang itu atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh orang itu atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa orang itu atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada bentuk dikriminasi apapun, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan atas hasutan, dengan persetujuan, atau sepengetahuan pejabat publik”.

       

73 Fadillah Agus, 1997 “Hukum humaniter”, Jakarta,Pusat studi Hukum humaniter Fakultas Hukum Trisakti, hlm. 17 – 18.  

(46)

c. Willfully causing suffering or serious injury to body health.

Dengan sengaja mengakibatkan penderitaan atau luka yang serius pada kesehatan atau tubuh seseorang. Ketentuan ini dapat memakai pasal 351 dari KUHP yang berkenaan dengan penganiyaan.

d. Extensive destruction or appropriation of property.

Perusakan atau penghancuran atau perampasan harta benda seseorang.

Pasal 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan salah satu contoh ketentuan domestik yang dapat digunakan sehubungan dengan perilaku ini.

e. Compelling a prisoner of war or protected person to serve in the armed force of hostile power.

Memaksa seorang tawanan perang atau orang yang dilindungi (oleh hukum) untuk bekerja bagi angkatan bersenjata pihak musuh.

f. Willyfully depriving a prisoner of war of protected person of the right to a fair and regular trial.

Dengan sengaja menghalang-halangi tawanan perang untuk mempergunakan haknya untuk memperoleh peradilan yang bebas dan tidak memihak.

Serangan Israel ke Lebanon yang terjadi pada bulan Juli sampai awal Agustus 2006 adalah serangan yang dilancarkan Israel dengan alasan penawaran dua tentara Israel yang diculik kelompok Hizbullah. Penculikan ini dilakukan ketika Hizbullah melancarkan serangan udara yang diberi nama Operasi “True Promise”. Alasan penculikan ini adalah sebagai

(47)

tawanan yang akan ditukar dengan warga Palestina dan Lebanon yang ditahan Israel. Atas dasar inilah Israel kemudian melancarkan serangan balasan yang targetnya bukan saja markas-markas Hizbullah dan Hamas yang dianggap sebagai tempat kedua tentaranya disembunyikan tetapi juga wilayah-wilayah sipil.

Serangan yang tidak beraturan ini tidak hanya menghancurkan pemukiman warga, tetapi juga mengahncurkan fasilitas umum seperti Rumah Sakit, Jembatan, stasiun Televisi, serta fasilitas umum lainnya.

Israel menembakkan roket-roket yang berhulu ledak besar. Akibat dari serangan Israel ini banyak jatuh korban jiwa masyarakat sipil baik orang dewasa maupun anak-anak. Di samping itu, upaya-upaya gencatan senjata terus diupayakan tetapi menemui jalan buntu karena kedua belah pihak terus saling menyerang. Jika dilihat dari serangan Israel ini dapat dikatakan serangan ini bernuansa politis, karena wilayah-wilayah yang diserang Israel adalah wilayah selatan Lebanon yang berbatasan langsung dengan Israel di mana jika dikaitkan dengan senjata konflik kedua negara merupakan wilayah yang diperebutkan yaitu pegunungan Cheik di selatan Lebanon.

Israel menemukan a;asan kuat untuk menyerang Lebanon dan berusaha menguasai wilayah itun karena sebelum serangan tahun 2006, Israel tidak memiliki alasan kuat untuk menyerang Lebanon khususnya Hizbullah yang menjadi kelompok yang anti Israel di Timur Tengah.

Selain itu, dapat dikatakan serangan Israel ini untuk meningkatkan

Referensi

Dokumen terkait

 Tumor parotis juga dapat diobati dengan obat tradisional atau disembuhkan dengan meminum rebusan daun sirsak. anker merupakan penyakit yang mematikan dan pengobatan nya

Pengujian rangkaian sekunder transformator arus dan tegangan dilakukan untuk memeriksa kesesuaian rangkaian sekunder transformator arus dan tegangan untuk meter dan relai

Berikut adalah kendala usaha budidaya ikan dalam keramba jaring apung di Desa Untemungkur yang dialami oleh pembudidaya saat ini. Benih dalam

Pada penelitian ini pula ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) dengan zinc pyrithione 1% sebanding dalam menghambat pertumbuhan Pityrosporum ovale secara in vitro, yang berarti

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi perubahan situs metilasi antara ortet normal dan ES kotiledon abnormal.. Hasil analisis RP-HPLC menunjukkan bahwa

Suatu Survey dilakukan utk menentukan apakah ada hubungan antara Keaktifan Kepala Keluarga (aktif atau tidak) dengan lokasi tempat tinggalnya (Kota atau Desa ). Berdasarkan data

Perumusan Masalah Pengembangan Penelitian Perencanaan Produksi yang lebih baik Hubungan Tingkat Error dengan Total Cost...

Penelitian mengenai pola penggunaan ruang bertengger kelelawar di Gua Putih Hutan Pendidikan Gunung Walat perlu dilakukan untuk menjadikan HPGW sebagai salah satu