PEMANFAATAN SLURI GAS BIO DENGAN INPUT FESES KERBAU DAN ECENG GONDOK (Eichornia crassipes)
DENGAN BERBAGAI DOSIS MOD (Microorganisme Decomposer) TERHADAP PRODUKTIVITAS
BUNGA KUPU-KUPU (Bauhinia Purpurea )
SKRIPSI
Oleh:
BUNTORA SITUMORANG 130306056
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
PEMANFAATAN SLURI GAS BIO DENGAN INPUT FESES KERBAU DAN ECENG GONDOK (Eichornia crassipes)
DENGAN BERBAGAI DOSIS MOD (Microorganisme Decomposer) TERHADA PPRODUKTIVITAS BUNGA KUPU-KUPU (Bauhinia Purpurea L.)
SKRIPSI
Oleh:
BUNTORA SITUMORANG 130306056
Skripsi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
ABSTRAK
Buntora Situmorang, 2018:Pemanfaatan Sluri Gas Bio dengan Input Feses Kerbau dan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) Dengan Berbagai Dosis MOD (Microorganisme Decomposer) Terhadap Produktivitas Bauhinia Purpurea.
Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan NURZAINAH GINTING .
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan berbagai dosis MOD (MicroorganismeDecomposer) terhadap produktivitas Bauhinia Purpurea. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Parlondut Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Sumatera Utara dari bulan April sampai dengan Oktober 2017. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan petak terbagi (split plot design) dengan 4 ulangan. Faktor I dosis pemberian MOD (M), M1= 1 liter/150 Kg dan M2= 2 liter/150 Kg. Faktor II dosis pupuk sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) (ton/ha/thn), P0= 0 (sebagai kontrol), P1= 20, P2= 40. Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, produksi berat segar, bahan kering dan jumlah daun
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan berbagai dosis MOD (Microorganisme Decomposer) memberikan pengaruh nyata terhadap parameter penelitian tinggi tanaman, diameter batang, produksi berat segar, bahan kering dan jumlah daun. Sebagai kesimpulan bahwa semakin meningkat dosis MOD dan dosis pemupukan pada Bauhinia Purpurea maka hasilnya semakin baik.
Kata Kunci: Sluri, Feses kerbau, Eceng gondok, Produktivitas, Bauhinia Purpurea
ABSTRACT
Buntora Situmorang, 2018: Utilization of Bio Slurry with Input of Buffalo Faeces and Water Hyacinth(Eichorniacrassipes) With Various Doses of MOD (Microorganism Decomposer) on Productivity of Bauhinia Purpurea. Guided by TRI HESTI WAHYUNI and NURZAINAH GINTING.
The aim of this research was to investigate the effect of bio gas slurry with the input of buffal’s feces and water hyacinth faeces (Eichornia crassipes) with various doses of MOD (Microorganism Decomposer) on Bauhinia Purpurea productivity. This research was conducted in Parlondut Village, Pangururan District, Samosir legency of North Sumatera from April to October 2017. The design used in this research was split plot design with 4 replications. Factor I dose of MOD (M), M1 = 1 liter / 150 Kg and M2 = 2 liters / 150 Kg. Factor II dose of bio-slurry fertilizer with input of buffalo’s feces and water hyacinth (Eichorniacrassipes) (ton / ha / yr), P0 = 0 (as control), P1 = 20, P2 = 40.
Parameter were plant height, diameter stems, fresh weight production, dry matter and number of leaves.
The results showed that The provision of bio gas slurry with buffalo’s faeces and water hyacinth (Eichornia crassipes) with various doses of MOD (Microorganism Decomposer) has a significant effect on plant height, stem diameter, fresh weight production, dry matter and number of leaves. The conclusion of this research that increasing the dose of MOD and fertilization dose on Bauhinia Purpurea gave a better result.
Keyword:Slurry, Buffalo faeces, Water Hyacinth, Productivity, Bauhinia Purpurea
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “Pemanfaatan Sluri Gas Bio dengan Input Feses Kerbau dan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) Dengan Berbagai Dosis MOD (MicroorganismeDecomposer) Terhadap Produktivitas Bunga Kupu-kupu (Bauhinia purpurea )”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir.Nurzainah Ginting, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan proposal ini.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan proposal ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR TABEL ... v
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian... 3
TINJAUAN PUSTAKA Sluri Gas Bio ... 5
Feses Kerbau ... 8
Eceng Gondok ... 10
Bauhinia Purpurea ... 13
MOD-71 ... 15
Fermentasi ... 16
Hijauan Pakan Ternak ... 16
Kebutuhan Unsur Hara Bagi Tanaman ... 17
Pemupukan ... 19
Kualitas Pupuk Organik ... 21
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22
Bahan dan Alat ... 22
Bahan... 22
Alat ... 22
Metode Penelitian... 23
Rancangan Percobaan ... 23
Pelaksanaan Penelitian ... 24
Pembuatan Sluri Gas Bio ... 24
Persiapan Lahan ... 25
Pengambilan Sluri Gas Bio ... 25
Pemupukan ... 26
Penanaman ... 26
Pemeliharaan Tanaman ... 26
Triming ... 24
Peanen (Pemotongan atau Defoliasi) ... 27
Pengambilan Data ... 27
Parameter Penelitian... 27
Tinggi Tanaman ... 27
Diameter Batang... 27
Produksi Berat Segar ... 28
Produksi Bahan Kering ... 28
Jumlah Daun ... 28
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Kimia Sluri ... 29
Tinggi Tanaman Bauhinia Purpurea ... 29
Diameter Batang ... 31
Berat Segar ... 33
Berat Kering ... 35
Jumlah Daun ... 37
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40
Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Skema Pengabilan Sluri Gas Bio ... 25
DAFTAR TABEL
Hal
Komponen Biogas ... 6
Kandungan Unsur Hara Kotoran dari Beberapa Jenis Ternak ... 10
Komposisi Nutrisi dari Bauhinia Purpurea ... 13
Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik ... 21
Hasil Analisis dari Sluri Gas Bio ... 29
Tinggi Tanaman ... 29
Diameter Batang... 31
Berat Segar ... 34
Berat Kering ... 36
Jumlah Daun ... 38
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan akan hijauan makan ternak merupakan salah satu yang diperlukan dan besar manfaatnya bagi kehidupan dan kelangsungan populasi ternak. Salah satu kendala utama dalam peningkatan produktivitas peternakan di negara berkembang adalah kuantitas dan kualitas pakan yang berfluktuasi khususnya dalam musim kemarau.
Bauhinia purpurea adalah tanaman kehutanan yang pertumbuhannya sangat cepat. Di daerah tropis dan temperate tumbuhan Bauhinia purpurea sering kali dijumpai Spesies ini lebih banyak ditemukan di Asia Tenggara dan Cina Selatan (Khairwal et al. 2009)
Limbah kerbau merupakan bahan organik yang mudah terurai sehingga apabila tidak dikelola dengan benar dapat menimbulkan pencemaran lingkungan baik secara biologi, kimia maupun fisik. Pengelolaan limbah ternak yang tidak tepat dapat menyebabkan pencemaran pada air, tanah dan udara, berdampak pada penurunan kualitas lingkungan, kualitas hidup peternak dan ternaknya serta dapat memicu konflik sosial. Pengelolaan limbah yang dilakukan dengan baik selain dapat mencegah terjadinya pencemaran lingkungan juga memberikan nilai ekonomis terhadap usaha ternak. Salah satu pemanfaatan limbah kotoran ternak kerbau adalah sebagai sumber energi biogas dan kompos.
Eceng gondok (Eichhornia crassipes) merupakan tanaman gulma di wilayah perairan yang hidup terapung pada air yang dalam atau mengembangkan perakaran di dalam lumpur pada air yang dangkal. Eceng gondok berkembang biak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif.
Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dua kali dalam waktu 7-10 hari. Hasil penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Sumatera Utara di Danau Toba (2003) melaporkan bahwa satu batang eceng gondok dalam waktu 52 hari mampu berkembang seluas 1 m2, atau dalam waktu 1 tahun mampu menutup area seluas 7 m2
Sluri gas bio yang merupakan hasil samping dari teknologi gas bio dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik tanah layaknya pupuk kandang. Sluri bermanfaat untuk pemupukan tanaman sayuran, buah-buahan dan pohon/tanaman keras. Sluri gas bio memiliki keunggulan bila dibandingkan pupuk kandang atau kompos yaitu sluri memiliki unsur hara yang dapat segera dimanfaatkan oleh tanaman (Ginting dan Mustamu, 2012).
. Dalam waktu 6 bulan pertumbuhan eceng gondok pada areal 1 ha dapat mencapai bobot basah sebesar 125 ton.
Menurut Lazcano et al., (2008) kotoran ternak merupakan sumberdaya alam yang bernilai yang dapat digunakan sebagai pupuk, karena mengandung unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Bahan dari sisa proses gas bio yang berupa cairan kental (sluri) dapat dijadikan sebagai pupuk organik.
Penambahan bioaktivator MOD-71 untuk pengkomposan digunakan untuk memperkaya feses kerbau dan eceng gondok karena dalam bioaktivator tersebut banyak sekali mengandung bakteri dan fungi seperti Azotobacter,Bacillus, Nitrosomonas, Nitrobacter, Pseudomonas, Cylophaga, Sporocytophaga Micrococcus, Actinomycetes, Streptomyces sedangkan dari jenis fungi adalah Trichoderma, Aspergillus, Gliocladium, dan Penicilium.
Berdasarkan uraian diatas , peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pemanfaatan sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan berbagai dosis MOD (Microorganisme Decomposer) terhadap produktivitas Bauhinia purpurea
Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh pemanfaatan sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan berbagai dosis MOD (Microorganisme Decomposer) terhadap produktivitas (tinggi tanaman, diameter batang, berat segar dan bahan kering) dari leguminosa Bauhinia purpurea
Hipotesis Penelitian
Pemanfaatan pupuk sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok akan meningkatkan produktivitas leguminosa sehingga akan memenuhi kebutuhan pakan ternak yang memiliki nutrisi lengkap.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan manfaat bagi kalangan akademis, peneliti, praktisi peternak, dan masyarakat tentang pemanfaatan sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan berbagai dosis MOD (Microorganisme Decomposer) terhadap produktivitas Bauhinia purpurea
TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Cair
Pupuk organik cair dapat diklasifikasikan atas pupuk kandang cair, biogas, pupuk cair dari limbah organik, pupuk cair dari limbah kotoran ternak. Pupuk organik cair dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, membantu meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kualitas tanaman seperti protein kasar ( Novizan, 2001).
Pupuk organik cair memberikan beberapa keuntungan, misalnya dapat disiramkan atau disemprotkan ke daerah akar dan keseluruh bagian tanaman.
Sehingga proses penyiraman atau penyemprotan dapat menjaga kelembaban tanah. Penggunaan pupuk organik cair dalam pemupukan jelas lebih merata, dimana tidak akan terjadi penumpukan konsentrasi pupuk pada satu tempat. Hal ini disebabkan karena pupuk organik cair 100 persen akan larut, sehingga secara cepat dapat mengatasi defisiensi hara dan tidak bermasalah dalam pencucian hara dan juga mampu menyediakan hara bagi tanaman secara cepat (Musnamar, 2005).
Pupuk organik bisa memacu dan meningkatkan populasi mikroba dalam tanah, jauh lebih besar dari pada hanya memberikan pupuk kimia. Pupuk organik juga mampu membenahi struktur dan kesuburan tanah. Pupuk organik mampu mencegah terjadinya erosi tanah. Sebab kandungan nitrogen dan kandungan unsur hara yang dilepaskan oleh bahan organik pelan-pelan akan mengalami proses mineralisasi. Jika diberikan secara berkesinambungan, dapat membantu membangun kesuburan tanah. Pupuk organik mengandung unsur hara nitrogen (N), phosphor (P), dan kalium (K) yang rendah, tetapi mengandung hara mikro yang berlimpah serta diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Penambahan
bioaktivator untuk pengayaan unsur hara dalam tanah. Pupuk organik bisa berasal dari kotoran-kotoran ternak seperti sapi, kerbau, kambing, ayam, itik dan limbah- limbah pertanian seperti dedaunan, jerami, batang jagung, sekam padi. Jadi, biaya pembuatan relatif murah, bahkan tersedia di pedesaan dalam jumlah cukup. Pada dasarnya, pembuatan pupuk organik cair juga dimaksudkan untuk pengayaan unsur hara dalam pupuk tersebut (Sarief, 1986).
Pupuk organik memiliki kelebihan dibanding dengan pupuk anorganik, diantaranya adalah a) Berfungsi sebagai granulator sehingga dapat memperbaiki struktur tanah, b) Daya serap tanah terhadap air dapat meningkat dengan pemberian pupuk organik karena dapat mengikat air lebih banyak dan lebih lama, c) Pupuk organik dapt menigkatkan kondisi kehidupan di dalam tanah, d) Unsur hara di dalam pupuk organik merupakan sumber makanan bagi tanaman, e) Pupuk organik merupakan sumber unsur hara N, P, dan K (Sutedjo, 2002).
Sluri Biogas
Sluri gas bio adalah sisa hasil pengolahan kotoran ternak pada gas bio yang telah hilang gasnya. Bahan dari sisa proses pembuatan gas bio bentuknya berupa cairan kental (sluri) yang telah mengalami fermentasi anaerob sehingga dapat dijadikan pupuk organik dan secara langsung digunakan untuk memupuk tanaman. Sluri sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman (Hessami et al.,1996).
Biogas merupakan gas campuran metana (CH4), karbondioksida (CO2) dan gas lainnya yang didapat dari hasil penguraian bahan organik (seperti kotoran hewan, kotoran manusia, dan tumbuhan) oleh bakteri metanogen. Untuk
menghasilkan biogas, bahan organik yang dibutuhkan, ditampung dalam biodigester. Proses penguraian bahan organik terjadi secara anaerob (tanpa oksigen). Biogas terbentuk pada hari ke 4-5 sesudah biodigester terisi penuh dan mencapai puncak pada hari ke 20-25. Biogas yang dihasilkan sebagian besar terdiri dari 50-70% metana (CH4), 30-40% karbondioksida (CO2) dan gas lainnya dalam jumlah kecil (Fitria, 2009).
Pemanfaatan limbah peternakan antara lain dengan mengolah limbah menjadi gas bio. Gas bio merupakan gas campuran metana (CH4), karbondioksida (CO2) dan gas lainnya yang didapat dari hasil penguraian bahan organik (seperti kotoran hewan, kotoran manusia, dan tumbuhan) oleh bakteri metanogenik. Untuk menghasilkan gas bio, bahan organik yang dibutuhkan ditampung dalam biodigester. Ginting (2017) menyatakan bahwa kombinasi limbah organik seperti kotoran ternak dan ampas kopi menghasilkan gas yang lebih baik. Selain itu sluri yang dihasilkan mempunyai kualitas sesuai standar SNI dengan pH antara 6 dan 7 yang sesuai dengan standar pH tanah.
Biogas dapat dijadikan sebagai bahan bakar karena mengandung gas metana (CH4) dalam presentase yang cukup tinggi.
Tabel 1.Komponen biogas
Jenis Gas Jumlah (%)
Metana (CH4) Nitrogen (N2)
Karbondioksida (CO2) Hidrogen (H2)
Oksigen (O2)
Hidrogen Sulfida (H2S)
50-70 0 - 0,3 25 - 45 1 - 5 0,1 – 0,5 0 - 3 Sumber : Juangga, 2007
Kualitas sluri sisa proses pembuatan gas bio lebih baik daripada kotoran ternak yang langsung dari kandang. Hal ini disebabkan proses fermentasi di dalam biodigester terjadi perombakan anaerobik bahan organik menjadi gas bio dan asam organik yang mempunyai berat molekul rendah sepeti asam asetat, asam butirat dan asam laktat. Peningkatan asam organik akan meningkatkan konsentrasi unsur N, P dan K. Dengan keadaan seperti ini, sluri gas bio sudah menjadi pupuk organik cair (Ayub, 2004).
Keunggulan limbah cair biogas adalah tidak merusak tanah dan tanaman walaupun sering digunakan, dapat menetralkan tanah yang asam, menambahkan humus sebanyak 10–12% sehingga tanah lebih bernutrisi dan mampu menyimpan air, selain itu limbah biogas dapat mendukung aktivitas perkembangan cacing dan mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman (Arief, 2014).
Hasil analisis limbah cair biogas yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada (2013), limbah cair biogas mengandung unsur hara makro dalam jumlah yang banyak seperti N (0,03 – 1,5%), P (0,02 – 0,04), K (0,07 – 0,6), Ca (1.402 – 2.900 ppm), Mg (1.200 – 1.544 ppm), dan S (0,5%). Serta unsur hara mikro yang hanya diperlukan dalam jumlah sedikit seperti Fe (< 0,01 ppm), mangan (132,5 – 714,3 ppm), Cu (4,5 – 36,2 ppm), seng (1.200 – 1.544 ppm), Mo (29,7 ppm) dan B (56,3 ppm).
Sluri dapat ditingkatkan nilai ekonomisnya dengan diolah menjadi pupuk organik cair. Sluri yang berasal dari gas bio sangat baik untuk dijadikan pupuk karena mengandung berbagai macam unsur yang dibutuhkan oleh tumbuhan seperti P, Mg, Ca, K, Cu dan Zn. Kandungan unsur hara dalam limbah (slurry) hasil pembuatan gas bio terbilang lengkap tetapi jumlahnya sedikit sehingga perlu
ditingkatkan kualitasnya dengan penambahan bahan lain yang mengandung unsur hara makro dan penambahan mikroorganisme yang menguntungkan seperti mikroba penambat nitrogen. Sluri mengalami penurunan COD sebesar 90% dari kondisi bahan awal dan perbandingan BOD/COD sluri sebesar 0,37. Nilai ini lebih kecil dari perbandingan BOD/COD limbah cair sebesar 0,5. Sluri juga mengandung lebih sedikit bakteri pathogen sehingga aman untuk digunakan sebagai pupuk (Widodo et al, 2007).
Feses Kerbau
Di Propinsi Sumatera Utara, Kawasan Dataran Tinggi Bukit Barisan masyarakatnya memelihara ternak kerbau sudah menjadi bagian dari sosial budaya, ekonomi dan tidak terpisahkan dari sistem pertanian, dimana satu sama lain saling bersinergi. Hal ini, berkaitan dengan kondisi alamnya, menurut Diwyianto dan Eko (2006) bahwa kerbau mempunyai keistimewaan tersendiri dibandingkan sapi, karena ternak ini mampu hidup di kawasan yang relatif “sulit”
terutama bila pakan yang tersedia berkualitas sangat rendah. Dalam kondisi kualitas pakan yang tersedia relatif kurang baik, setidaknya pertumbuhan kerbau dapat menyamai atau justru lebih baik dibandingkan sapi dan masih dapat berkembang biak dengan baik.
Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dan sebagainya.Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan lain-lain.Semakin berkembangnya usaha
peternakan, limbah yang dihasilkan semakin meningkat. Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Kotoran sapi yang terdiri dari feces dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg feses
(Sihombing, 2000).
Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran.
Suatu studi mengenai pencemaran air oleh limbah peternakan melaporkan bahwa total sapi dengan berat badannya 5.000 kg selama satu hari, produksi manurenya dapat mencemari 9.084 x 10 7 m3
Lingga dan Marsono (2008) menyatakan bahwa kandungan kadar hara kotoran beberapa jenis ternak digolongkan dalam pupuk panas dan pupuk dingin.
Pupuk panas merupakan pupuk yang penguraiannya berjalan secara cepat sehingga terbentuk panas. sedangkan pupuk dingin merupakan pupuk yang penguraiannya berjalan sangat lambat sehingga tidak terbentuk panas. Jenis dan
air. Selain melalui air, limbah peternakan sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai media untuk berkembang biaknya lalat. Kandungan air manure antara 27-86 % merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva lalat, sementara kandungan air manure 65-85 % merupakan media yang optimal untuk bertelur lalat.
kandungan hara yang terdapat pada beberapa kotoran ternak padat dan cair dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Kandungan unsur hara kotoran dari beberapa jenis ternak Nama
Ternak
Bentuk Kotoran
Nitrogen (%)
Fosfor (%)
Kalium (%)
Air (%)
Keterangan Kuda Padat 0,55 0,30 0,40 75 Pupuk panas
Cair 1,40 0,02 1,60 90
Kerbau Padat 0,60 0,30 0,34 85 Pupuk dingin
Cair 1,00 0,15 1,50 52
Sapi Padat 0,40 0,20 0,10 85 Pupuk dingin
Cair 1,00 0,50 1,50 92
Kambing Padat 0,60 0,30 0,17 60 Pupuk panas
Cair 1,50 0,13 1,80 85
Domba Padat 0,75 0,50 0,45 60 Pupuk panas
Cair 1,35 0,05 2,10 85
Babi Padat 0,95 0,35 0,40 80 Pupuk dingin
Cair 0,40 0,10 0,45 87
Ayam Padat dan Cair
1,00 0,80 0,40 55 Pupuk dingin
Kelinci Padat dan Cair
2,72 1,10 0,50 55,3 Pupuk dingin
Sumber: Lingga (2008)
Eceng Gondok
Eceng gondok adalah tumbuhan yang laju pertumbuhannya sangat cepat, tumbuhan air ini dianggap sebagai gulma air karena menyebabkan banyak kerugian yaitu berkurangnya produktivitas badan air seperti mengambil ruang, dan unsur hara yang juga diperlukan ikan. Eceng gondok merupakan bahan organik yang potensial, karena berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu bahwa produksi eceng gondok di Bangladesh dapat mencapai lebih dari 300 ton per hektar per tahun (Sitadewi, 2007).
Salah satu sumber pupuk organik yang dapat digunakan yakni eceng gondok. Tanaman eceng gondok selama ini hanya dianggap sebagai gulma air yang keberadaannya dapat mengganggu aktifitas diwilayah perairan karena kemampuan tumbuhnya yang cepat dan tidak terkendali. Oleh karenanya, perlu dilakukan tindakan yang bijaksana untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satunya dengan pemanfaatan tanaman eceng gondok sebagai pupuk organik melalui pengomposan (Monanda , 2016).
Kandungan kimia dari eceng gondok mengandung bahan organik sebesar 78,47%, C organik 21,23%, N total 0,28%, P total 0,0011%, dan K total 0,016%
sehingga dari hasil ini eceng gondok berpotensi untuk di manfaatkan sebagai pupuk organik karena eceng gondok memiliki unsur-unsur yang diperlukan tanaman untuk tumbuh (Kristanto, 2003).
Eceng gondok merupakan gulma di air karena pertumbuhannya yang begitu cepat. Karena pertumbuhan yang cepat, maka eceng gondok dapat menutupi permukaan air dan menimbulkan masalah pada lingkungan. Selain merugikan karena cepat menutupi permukaan air, eceng gondok ternyata juga bermanfaat karena mampu menyerap zat organik, anorganik serta logam berat lain yang merupakan bahan pencemar. Lumpur aktif juga dapat digunakan untuk mendegradasi zat organik yang terdapat
Selanjutnya Fuskhah (2000) menambahkan bahwa eceng gondok (Eichhornia crassipes mart) atau dalam bahasa inggris disebut dengan water hyacinth termasuk dalam famili Ponterderaceae dan mempunyai sistematika sebagai berikut.
Divisio : Embryophytasi phonogama, subdivisi : Angiospermae,Class : Monocotyledone, Ordo : Farinozae, Famili : Pontederiaceac, Genus :Eichornia, dan Spesies : Eichornia Crassipes.
Gerbano (2005) menyebutkan eceng gondok termasuk famili Pontederiaceae. Tanaman ini hidup di daerah tropis maupun subtropis. Eceng gondok digolongkan sebagai gulma perairan yang mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan dan berkembang biak secara cepat. Tempat tumbuh yang ideal bagi tanaman eceng gondok adalah perairan yang dangkal dan berair keruh, dengan suhu berkisar antara 28-30°C dan kondisi pH berkisar 4-12.
Di perairan yang dalam dan berair jernih di dataran tinggi, tanaman ini sulit tumbuh. Eceng gondok mampu menghisap air dan menguapkanya ke udara melalui proses evaporasi.
Berdasarkan Penelitian Merlina (2007) untuk meningkatkan pertumbuhan dan produktifitas suatu tanaman maka diperlukan dosis kompos yang sesuai.
Pemberian dosis kompos enceng gondok dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman jagung. Hasil dari percobaan tanaman jagung yang diberikan perlakuan kompos enceng gondok dengan dosis 10%, 20%, 40% dan 80% ternyata yang lebih baik tumbuh yaitu pada pemberian dosis 80%.
Bauhinia Purpurea
Bauhinia purpurea adalah tanaman kehutanan yang pertumbuhannya sangat cepat. Di daerah tropis dan temperate tumbuhan Bauhinia purpurea sering kali dijumpai Spesies ini lebih banyak ditemukan di Asia Tenggara dan Cina Selatan (Khairwal et al. 2009).
Tanaman ini memiliki daun berbentuk kupu-kupu serta bunga yang berwarna merah muda hingga ungu. Bunga ini umumnya digunakan sebagai tanaman hias dihalaman rumah atau tempat-tempat umum sebagai penahan debu dan peneduh. Bauhinia purpurea tumbuh pada ketinggian 0 m hingga 800 m di atas permukaan laut (Yuzammi, 2010).
Penyerbukan pada Bauhinia Purpurea dibantu oleh angin dan serangga.
Hasil pembuahan berupa polong berbiji berbentuk pedang dengan ukuran 17-25 cm. Biji yang dihasilkan merupakan biji fertil dan mudah disemai menjadi individu baru. Secara botanis daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea ) memiliki 3 varietas:1) daun kupu-kupu ungu (Bauhinia purpurea var.purpurea), 2) daun kupu-kupu putih (Bauhiniai purpurea var. Alba), dan 3) daun kupu-kupu kornerri (Bauhinia purpurea var.corneri). Biji Bauhinia purpurea mengandung 12%
lemak, 27% protein, 15% karbohidrat, dan 15% minyak (Yuzammi et al 2010).
Tabel 3 :Komposisi nutrisi dari Bauhinia Purpurea (Dalam Persentase Bahan Kering)
Bahan Air Abu PK SK L BTN Ca P
Bauhinia
Purpurea 65,89 11,70 23,34 33,39 3,93 27,64 3,28 0,33
*Hasil Analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (Sutardi,1980)
Kegunaan daun kupu-kupu tidak hanya sebagai tanaman hias, tetapi juga jika diolah secara tradisional dengan cara daun muda dikunyah dengan sirih, dapat digunakan untuk menyembuhkan batuk kronis. Selain itu daun muda yang dikeringkan, ditumbuk halus, kemudian diseduh dan diminum juga dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit batuk. Sementara itu, di India Bauhinia purpurea dimanfaatkan sebagai obat tradisional, seperti pengobatan penyakit magh dan luka luar. Bunga, biji, dan kuncup daun dari pohon Bauhinia purpurea
dapat digunakan sebagai sumber makanan. Negara Nepal menggunakan daun ini sebagai bahan untuk pakan ternak (Khairwal et al. 2009).
Bauhinia Purpurea mempunyai pertumbuhan yang membentuk semak dasar , tingginya dapat mencapai 10 meter. Bentuk daun bujur telur, cenderung melebar daripada memanjang dan sekitar 1/4 - 1/3 panjang daun yaitu pada bagian tengah terbagi dua sehingga secara keseluruhan daun menyerupai kupu-kupu.
Kantong sari panjangnya 1-2 mm berbentuk bujur telur dan halus. Stamen lengkap ada tiga, staminodes berbentuk pipa. Filamen agak keputih-putihan atau merah muda pucat. Tanaman ini berbunga sepanjang tahun warna bunga berkisar merah sampai agak keunguan. Bunganya lembut dan beraroma manis
(Reinwardtia, 1954).
Wiryasasmita dan Nuramaliati (1984) melaporkan hasil penelitiannya terhadap penggunaan Bauhinia purpurea dalam ransum ternak kambing Peranakan Etawah. Penggunaan Bauhinia Purpurea dengan taraf 0, 20, 40, dan 60 persen yang dicampur dengan rumput alam, tidak berpengaruh secara nyata terhadap pertambahan bobot badan dan konsumsi bahan kering. Selanjutnya dilaporkan pula bahwa rataan konsumsi bahan kering dengan taraf penggunaan Bauhinia purpurea 0, 20, 40, dan 60 persen adalah masing-masing 0.78, 0.85, 0.94 dan 0.83 dan pertambahan bobot badan masing-masing adalah 0.38, 0.68, 0.59 dan 0,16 kg. Pertambahan bobot badan tertinggi dicapai pada taraf penggunaan Bauhinia purpurea 20 persen dan terdapat kecenderungan bahwa bila taraf Bauhinia purpurea dalam ransum lebih dari 20 persen maka pertambahan bobot badan kambing akan menurun tetapi bila diperhatikan jumlah konsumsi bahan kering sebaliknya semakin tinggi perbandingan Bauhinia purpurea dalam
ransum kecenderungan konsumsi akan meningkat. Hal ini mungkin disebabkan jumlah protein yang dicerna lebih rendah pada taraf penggunaan 0,40 dan 60 persen sehingga pertambahan bobot badan rendah pula.
MOD-71
MOD-71 merupakan bioaktivator berbentuk cairan yang mengandung isolat asli alam Indonesia, seperti Azotobacter, Bacillus, Nitromonas, Nitrobacter, Pseudomonas, Chytophaga, Sporocytophaga, Micrococcus, Actinomycetes, Streptomyces, sedangkan dari jenis fungi adalah Trichoderma, Aspergillus Gliocladium dan Penicilium (Utomo, 2009).
Sejumlah kajian mengindikasikan bahwa Azotobacter merupakan rizobakteri yang selalu terdapat di tanaman serealia seperti jagung dan gandum serta sayuran. Azotobacter merupakan bakteri penambat nitrogen aerobik non- simbiotik yang mampu menambat nitrogen dalam jumlah yang cukup tinggi, bervariasi + 2-15 mg nitrogen/gram sumber karbon yang digunakan (Subbarao, 1982).
MOD berfungsi dalam proses fermentasi dan dekomposisi bahan organik.
MOD juga bermanfaat dalam memperbaiki sifat fisik, kima, dan biologi tanah, menyediakan unsur hara yang diperlukan tanaman, menyehatkan tanaman, meningkatkan produksi tanaman, menjaga kestabilan produksi (Indriani, 1991).
Fermentasi
Fermentasi adalah segala macam proses metabolisme dengan bantuan dari enzim mikrobia ( jasad renik ) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan
reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertantu. Fermentasi merupakan proses biokimia yang menyebabkan perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan tersebut (Hardjo et al., 1989).
Selama proses fermentasi, bermacam–macam perubahan komposisi kimia.
Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, aroma serta perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim–
enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana (Adams, 2000).
Hijauan Pakan Ternak
Makanan hijauan adalah semua bahan makanan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun – daunan. Termasuk kelompok makanan hijauan ini ialah bangsa rumput (graminae), leguminosa dan hijauan dari tumbuh – tumbuhan lain seperti daun nangka, aur, daun waru, dan lain sebagainya. Kelompok makanan hijauan ini biasanya disebut makanan kasar. Hijauan sebagai bahan makanan ternak bisa diberikan dalam dua bentuk, yaitu hijauan segar dan hijauan kering.
- Hijauan segar ialah makanan yang berasal dari hijauan yang diberikan dalam bentuk segar. Termasuk hijauan segar ialah rumput segar, lguminosa segar dan silase.
- Hijauan kering ialah makanan yang berasal dari hijauan yang sengaja dikeringkan ( hay ) ataupun jerami kering.
Sebagai makanan ternak, hijauan memegang peranan penting, sebab hijauan mengandung hampir semua zat yang diperlukan hewan. Khususnya di Indonesia, bahan makanan hijauan memegang peranan istimewa karena bahan tersebut diberikan dalam jumlah besar ( AAK, 1983 ).
Legum merupakan jenis hijauan yang bijinya berkeping dua. Pada umumnya legum mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan graminae. Pemanfaatan legum sebagai hijauan pakan tidak boleh diremehkan karena ia mampu menyuplai kebutuhan protein ternak. Selain itu, tanaman legum juga banyak memeiliki manfaat lain yaitu sebagai penyubur tanah, sebagai penyuplai nitrogen bagi rumput, dan sebagai tanaman vegetasi pencegah erosi (Hasan, 2012).
Kebutuhan Unsur Hara Bagi Tanaman
Kebutuhan unsur hara untuk daerah tropis adalah unsur hara makro adalah unsur hara yang diperlukan dalam jumlah banyak (konsentrasi 1000 mg/kg bahan kering). Unsur hara mikro adalah unsur hara yang diperlukan dalam jumlah sedikit (konsentrasi kurang dari atau sama dengan 100 mg/kg bahan kering).
Unsur hara makro dibutuhkan tanaman dan terdapat dalam jumlah yang lebih besar, dibandingkan dengan unsur hara mikro bahwa batas perbedaan unsur hara makro dan mikro adalah 0,02 % per mg bahan kering (Sutejo, 1995).
Nitrogen (N) merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan dan pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang dan akar. Fosfor (P) terdapat dalam bentuk phitin, nuklein dan fosfatide, sedangkan kalium bukanlah
elemen yang langsung pembentuk bahan organik. Fungsi N bagi tanaman antara lain : meningkatkan pertumbuhan tanaman, menyehatkan pertumbuhan daun, meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman, meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan, meningkatkan mikroorganisme di dalam tanah.
Fungsi P bagi tanaman adalah mempercepat pertumbuhan akar semai, mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa pada umumnya, mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, dapat meningkatkan produksi biji-bijian, sedangkan kalium berperan membantu:
pembentukan protein dan karbohidrat, mengeraskan batang dan bagian kayu dari tanaman, meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit, meningkatkan kualitas biji/buah (Prasetyo, 2014).
Peranan unsur N dalam tanaman yang terpenting adalah sebagai penyusun atau sebagai bahan dasar protein dan pembentukan klorofil karena itu N mempunyai fungsi membuat bagian-bagian tanaman menjadi lebih hijau, banyak mengandung butir-butir hijau dan yang terpenting dalam proses fotosintesis, mempercepat pertumbuhan tanaman yang dalam hal ini menambah tinggi tanaman dan jumlah anakan, menambah ukuran daun dan menyediakan bahan makanan bagi mikrobia (jasad-jasad renik yang bekerja menghancurkan bahan- bahan organik di dalam tanah)(Dobermann dan Fairhust, 2000).
Pemupukan
Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan, dan manusia yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh mikroorganisme pengurai. Pupuk organik
memiliki fungsi kimia yang penting seperti penyediaan hara makro (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan sulfur) dan hara mikro seperti zink, tembaga, kobalt, barium, mangan, dan besi, meskipun jumlahnya relatif sedikit.Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi hijauan makanan ternak adalah pupuk bio-slurry.
(Suriadikarta et al., 2006).
Pupuk adalah hara tanaman yang umumnya secara alami ada dalam tanah, atmosfer dan dalam kotoran hewan. Pupuk memegang peranan penting dalam meningkatkan hasil tanaman, terutama pada tanah yang kandungan unsur haranya rendah. Pupuk organik mampu menggemburkan lapisan permukaan tanah (top soil), meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air yang oleh karenanya kesuburan tanah menjadi meningkat
(Samekto, 2006).
Salah satu pupuk organik yang digunakan adalah pupuk limbah cair biogas yang bermanfaat untuk menyuburkan tanah pertanian. Limbah cair biogas merupakan kotoran ternak yang telah hilang gasnya (slurry), dan sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik dari biogas telah dicobakan pada tanaman jagung, bawang merah dan padi (Nugroho, 2013).
Pemberian pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah,menaikkan bahan serap tanah terhadap air, menaikan kondisi kehidupan di dalam tanah, dan sebagai sumber zat makanan bagi tanaman.Sedangkan pemberian pupuk urea dapat merangsang pertumbuhansecara keseluruhan khususnya cabang, batang, daun, dan berperanpenting dalam pembentukan hijau daun
(Lingga dan Marsono, 2008).
Pupuk mengandung N, P, K, sehingga memacu pertumbuhan diameter batang. Peningkatan nilai karakter vegetatif seperti tinggi tanaman dan diameter batang disebabkan oleh peranan dari unsur nitrogen. Peranan utama nitrogen bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, cabang dan daun (Hardjowigeno, 2007).
Pemupukan dengan pupuk organik hendaknya dilakukan bersamaan pada saat pengolahan tanah itu dikerjakan, yakni satu minggu sebelum tanaman ditanam. Pupuk organik sangat bermanfaat dalam perbaikan tekstur tanah, dan memperbaiki kemampuan menahan air. Pada umumnya, leguminosa memerlukan unsur P, sedang rumput tropis lebih peka terhadap pemupukan unsur N. Untuk bisa memperoleh pemupukan yang optimal perlu diketahui : unsur hara dalam tanah, keasaman, tekstur tanah, sifat tanah ( AAK, 1992 ).
Tujuan pemupukan ialah meningkatkan pertumbuhan dan mutu hasil. Oleh karena itu, pupuk diberikan pada saat tanaman membutuhkan pupuk agar diperoleh keuntungan yang maksimal (Moenandir, 2004)
Kualitas Pupuk Organik
Pupuk organik dapat menambah kandungan bahan organik tanah dan memperbaiki sifat fisik maupun biologi tanah. Terhadap tanah, bahan organik dapat meningkatkaan kemantapan agregat, infiltrasi, daya menahan air, meningkatkan jumlah pori makro dan mikro serta merupakan sumber energi bagi kegiatan biologis tanah (Sarief, 1986). Lebih lanjut, pengaruh pupuk tersebut akanlebih berhasil bagi tanaman apabila memperhatikan dosis, macam, dan waktu pemberian.
Kualitas pupuk organik harus memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis minimal pupuk organik. Persyaratan teknis minimal pupuk organik dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik
Campuran
No Parameter Satuan Padat Cair
1 C-Organik % >12 4,5
2 C/N ratio % 12-25 -
3 pH 4-8 4-8
4 P2O5 % <5 <5
5 K2O % <5 <5
Sumber: SNI Nomor 19-0428-198
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Parlondut Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Penelitian ini berlangsung selama 7 bulan dengan persiapan lahan 2 minggu dan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan November 2017.
Bahan dan Alat Bahan
Bahan yang digunakan yaitu bibit leguminosa Bauhinia purpurea yang berumur 2 bulan. Sluri gas bio dari feses kerbau dan eceng gondok sebagai perlakuan pupuk organik pada tanaman. Air untuk menyiram tanaman pada saat penelitian dilaksanakan. MOD (Microorganisme Decomposer) sebagai bahan aktivator pada proses pembuatan sluri gas bio.
Alat
Alat yang digunakan adalah cangkul untuk membersihkan lahan dan membajak, gembor untuk menyiram tanaman, alat ukur meteran untuk mengukur tinggi tanaman, parang atau gergaji untuk memotong leguminosa, oven untuk mengeringkan hijauan, timbangan elektrik untuk menimbang berat segar dan berat kering hijauan, buku data, kalkulator, jangka sorong, pita ukur, tali plastik, pisau cutter,amplop sebagai tempat hijauan setelah pemanenan, Biodigester sebagai wadah pembuatan sluri gas bio.
Metode Penelitian Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak terbagi (split plot design) dengan menggunakan menngunakan dua faktor, yaitu:
I. Faktor pertama yang dijadikan sebagai petak utama (main plot) adalah dosis MOD (Microorganisme Decomposer)
M1 = Pupuk sluri feses kerbau dan eceng gondok dengan MOD 1 liter/150 kg.
M2 = Pupuk sluri feses kerbau dan eceng gondok dengan MOD 2 liter/150 kg.
II. Sebagai anak petak (sub plot) yaitu dosis pemupukan yang berbeda setiap perlakuan antara lain:
P0 = Tanpa penggunaan pupuk sluri gas bio
P1 = Diberi pupuk sluri gas dengan dosis 166g /plot (20 ton/ha/tahun) P2 = Diberi pupuk sluri gas dengan dosis 333g /plot (40 ton/ha/tahun)
Dimana setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Maka kombinasi perlakuan adalah:
M1 M2 M1 M2 M1 M2 M1 M2
U1 U2 U3 U4
P2 P0
P2 P1
P2 P0 P1
P0 P2 P1 P0
P1
P0 P1 P2
P1 P0 P2 P0
P2
P1 P2
P1 P0
Model linear yang digunakan adalah rancangan petak terbagi (split plot design) dengan model rancangan sebagai berikut:
Y i j k = µ + αi+ βj + (αβ)i j + δi k + εi j Keterangan:
Y i j k = Nilai pengamatan pada taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B, dan pada kelompok K
µ = Nilai tengah umum
αi = Pengaruh taraf ke-i dari faktor A βj = Pengaruh taraf ke-j dari faktor B
(αβ)i j = Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dengan taraf ke-j faktor B δi k = Pengaruh acak untuk petak utama
εi j k = Pengaruh acak untuk anak petak
Pelaksanaan Penelitian 1. Pembuatan Sluri Gas Bio
-Diambil eceng gondok dari danau toba sebanyak yang diperlukan peneliti (25 kg) -Diambil Feses Kerbau sebanyak yang dibutuhkan peneliti (25 kg )
-Eceng gondok dicacah sampai halus, dengan menggunakan parang.
-Eceng Gondok yang dicacah dimasukkan ke dalam biodigester yang sudah disediakan bersamaan dengan feses kerbau dengan perbandingan 1;1
-dimasukkan air sebanyak 100 liter dengan penambahan MOD 1 liter untuk M1, dan MOD 2 Liter untuk yang M2.
-Fese Kerbau, Eceng gondok dan MOD diaduk sampai rata di dalam biodigester -sesudah rata, biodigester ditutup rapat dengan plastik dan menggunakan Slang untuk mengeluarkan gas yang dihasilkan oleh Feses Kerbau dan Eceng Gondok.
-ditunggu sampai sebulan,sampai gas bio pada biodigester benar-benar habis.
2. Persiapan Lahan
Persiapan lahan diawali dengan pembersihan lahan penelitian dari sisa tanaman sebelumnya dan gulma-gulma yang terdapat disekitar lahan penelitian.
Kemudian dilakukan pencangkulan dan pembajakan lahan agar tanah menjadi gembur. Lalu dibagi lahan menjadi petak-petak kecil sebanyak 24 plot yang setiap plotnya berukuran 1x1 meter dengan jarak tiap plot adalah 15 cm yang dijadikan sebagai saluran air.
Pengambilan Sluri Gas Bio
Pengambilan sluri gas bio campuran feses kerbau dan eceng gondok menggunakan alat drum sebagai sluri.
Gambar 1. Skema pengambilan sluri gas bio Diambil sluri gas bio dari outlet yang telah Mengalami proses fermentasi selama 30 hari
Dibagi sluri menjadi 3 bagian dengan dosis 0, 20 ton/ha,dan 40 ton/ha
Diaplikasikan sluri gas bio pada petakan leguminosa sesuai perlakuan
3. Pemupukan
Setelah lahan gembur dan bersih dari gulma, maka dilakukan pemberian pupuk sluri gas bio dengan feses kerbau dan eceng gondok digunakan sebagai pupuk dasar dimana diberikan seminggu sebelum penanaman, kemudian didiamkan selama seminggu. Selanjutnya dilakukan penanaman dan pengulangan pemupukan selama 1 bulan sekali sampai pada panen terakhir. Adapun alasan pemberian dosis yang berbeda di setiap perlakuan adalah untuk mengetahui apakah dengan peningkatan dosis 20 ton/ha, 40 ton/ha dapat memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian tanpa pupuk (0 ton/ha).
4. Penanaman
Penanaman Bauhinia Purpurea dilakukan dengan biji yang terlebih dahulu disemai dengan polibag. setelah berumur 2 bulan dengan tinggi 30 cm maka Bauhinia Purpurea di pindahkan ke tanah dan di tanam dilahan. Pada satu plot ukuran 1m x 1m terdiri dari satu tanaman dengan jarak antar tiap plot 15 cm.
Bauhinia Purpurea ditanam dalam lubang sekitar 20 cm dari permukaan tanah.
Penanaman dilakukan pada pagi hari. Kemudian diberikan pupuk sesuai dengan dosis penelitian.
5. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman meliputi beberapa kegiatan antara lain penyiraman dan penyiangan. 1). Penyiraman tanaman dilakukan secara manual yaitu dengan menggunakan gembor, penyiraman dilakukan satu kali sehari yaitu pada sore hari terutama bila tidak ada hujan agar air tersedia lebih lama dalam tanah dan menghindari kelayuan. 2). Penyiangan juga dilakukan secara manual dengan
membuang gulma disekitar tanaman tumbuh yang dapat menimbulkan persaingan dalam perolehan air dan hara.
6. Panen (Pemotongan atau Defoliasi)
Trimming (penyeragaman tinggi tanaman) untuk keseluruhan legume pada saat tanaman berumur 4 minggu setelah penanaman atau pemindahan ke lahan penelitian dengan maksud menyeragamkan pertumbuhan. Interval pemotongan 2 bulan. Tinggi pemotongan 30 cm dari tanah. Maka data pemotongan kedua dan selanjutnya yang akan dijadikan sebagai hasil penelitian.
7. Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan pada saat dilakukannya pemanenan, data-data yang didapat lalu dianalisis dengan sidik ragam sesuai dengan rancangan yang digunakan dan dilanjutkan dengan uji Duncan.
Parameter Yang Diamati 1. Tinggi Tanaman
Tanaman diukur tingginya sebelum dilakukan pemanenan untuk memperoleh nilai tinggi tanaman dari setiap-setiap perlakuan. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ke bagian tertinggi dari tanaman Bauhinia purpurea
2. Diameter Batang
Diameter batang diukur setiap sebelum pemanenan menggunakan jangka sorong. Pengukran diameter batang dilakukan 10 cm di atas tanah dengan menjepit batang tanaman dengan jangka sorong. Selanjutnya tuas ukur digeser sampai tidak bergerak lagi dan terlihat angka pada jangka sorong.
3. Produksi Berat Segar
Berat segar didapat dari penimbangan hasil panen tiap-tiap perlakuan dalam bentuk segar. Produksi bahan segar dihitung pada saat defoliasi. Daun dan ranting-ranting diikat rapi dengan tali plastik, kemudian ditimbang.
4. Produksi Bahan Kering
Produksi bahan kering diperoleh dari produksi bahan legum setelah dilakukan penimbangan. Dari hasil penimbangan diambil sampel sebanyak 2 gram selanjutnya sampel tersebut di oven pada suhu 1050
% BK =
C selama 8 jam, kemudian ditimbang berat kering hijauan legum tersebut. Produksi berat segar dikonversikan ke dalam berat kering untuk mengetahui produksi berat kering. Untuk menentukan persentase bahan kering dapat digunakan rumus :
Berat setelah pengeringan Berat segar
x 100 %
5. Jumlah Daun Bauhinia Purpurea
Jumlah daun dihitung dari berapa helai jumlah anak daun disetiap tangkai daun yang ada pada daun majemuk Bauhinia Purpurea. Pengambilan data awal dilakukan pada tanaman berumur 2 bulan setelah trimming. Kemudian pengambilan data selanjutnya dilakukan pada saat defoliasi kedua dan ketiga pada umur tanaman 4 dan 6 bulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Kimia Sluri
Hasil analisis dari sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (eichornia crassipes) dengan berbagai dosis MOD (Microorganisme Decomposer) yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Table 5. Hasil Analisis dari sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok dengan berbagai dosis MOD.
No. Parameter Satuan
MOD (liter/ton)
1 2
1 C-Organik % 3,82 4,02
2 N total % 0,19 0,26
3 C/N - 20,10 15,48
4 P2O5 % 0,31 0,37
5 K2O % 0,69 0,47
Sumber : Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian, 2017 Tinggi Tanaman Bauhinia Purpurea
Hasil penelitian pemanfaatan sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan berbagai dosis MOD (Microorganisme Decomposer) terhadap produksi tinggi tanaman Bauhinia Purpurea dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Tinggi tanaman (cm) Bauhinia Purpurea Dosis
MOD (liter)
Dosis Pemupukan (ton/ha/thn)
Rataan
0 20 40
1 62,05 66,89 71,8 66,91b±4,87
2 62,9 70,54 88,04 73,83a
Rataan
±12,89 62,480c±0,60 68,713b±2,58 79,923a±11,48
Keterangan: M1= Pupuk sluri gas bio dengan MOD 1, M2= pupuk sluri gas bio dengan MOD 2.
Superskrip berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata pada uji Duncan (P<0,05).
Hasil sidik ragam menunjukan bahwa pemberian sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan MOD
memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap tinggi tanaman Bauhinia Purpurea. Nilai rataan tinggi tanaman yang menggunakan pupuk sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan MOD 2 liter (M2) sebesar 73,83 cm, terdapat kecenderungan kecepatan tumbuh yang lebih baik bila dibandingkan dengan tanaman MOD 1 liter (M1) sebesar 66,91 cm. Hal ini disebabkan karena kandungan nitrogen pada M2 lebih besar yaitu0,35 dibandingkan dengan kandungan nitrogen yang terdapat pada M1 yaitu sebesar 0,26 Hal ini sesuai dengan pernyataan Prasetyo (2014) yang menyatakan bahwa nitrogen (N) merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan dan pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang dan akar. Fungsi N bagi tanaman antara lain : meningkatkan pertumbuhan tanaman, menyehatkan pertumbuhan daun, meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman, meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan, meningkatkan mikroorganisme di dalam tanah.
Nilai rataan tertinggi tinggi tanaman tiap perlakuan pemberian dosis pupuk sluri gas bio terdapat pada perlakuan dosis 40 ton/ha/thn (P2) yakni sebesar 79,92 cm dan rataan tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan dosis 0 ton/ha/thn (P0) sebesar 62,47 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok dapat meningkatkan tinggi tanaman. Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi antara dalam dan luar. Faktor dalam meliputi sifat genetik yang berupa gen dan hormon. Sedangkan faktor luar meliputi unsur hara makro dan unsur hara mikro yang terdapat dalam tanah. Selain itu intesitas cahaya juga sangat berperan dalam pertumbuhan tanaman yang utamanya yaitu dalam proses fotosintesis tanaman.Sitompul dan
Guritno (1995), tinggi tanaman adalah sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan.Ini didasarkan atas kenyataan bahwa tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat.Sebagai parameter pengukur pengaruh lingkungan, tinggi tanaman sensitif terhadap faktor lingkungan seperti cahaya.
Interaksi antara dosis MOD dan dosis pemupukan sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap tinggi tanaman. Hasil yang tidak nyata menunjukkan bahwa pemberian pupuk sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok tidak memberikan pengaruh terhadap Bauhinia Purpurea
Diameter Batang Bauhinia Purpurea
Hasil penelitian pemanfaatan sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan berbagai dosis MOD (Microorganisme Decomposer) terhadap diameter batang Bauhinia Purpurea dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7.Diameter batang (mm) Bauhinia Purpurea.
Dosis MOD (liter)
Dosis Pemupukan (ton/ha/thn)
Rataan
0 20 40
1 6,37 7,13 8,5 7,33b±1,07
2 6,4 7.5 9.37 7.75a
Rataan
±1,50 6,39c±0,02 7,31b±0,3 8,94a±0,6
Keterangan: M1= Pupuk sluri gas bio dengan MOD 1, M2= pupuk sluri gas bio dengan MOD 2.
Superskrip berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata pada uji Duncan (P<0,05).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan MOD memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap diameter batang Bauhinia
Purpurea. Nilai rataan tertinggi diameter batang Bauhinia Purpurea yang menggunakan pupuk sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok dengan MOD 2 liter (M2) sebesar 7,75 mm, terdapat kecenderungan memiliki kecepatan tumbuh yang lebih baik bila dibandingkan dengan pupuk sluri gas bio input feses kerbau dengan eceng gondok dengan MOD 1 liter (M1) yakni sebesar 7,33 mm. Sluri sisa hasil pembuatan gas bio feses kerbau dan eceng gondok yang dicampur dengan MOD telah mengalami fermentasi secara anaerob sehingga memiliki kualitas yang lebih baik dari pupuk organik yang diberikan secara langsung tanpa ada perlakuan. Dengan itu maka sluri tersebut dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ayub (2004) yang menyatakan bahwa kualitas sluri sisa proses pembuatan gas bio lebih baik daripada kotoran ternak yang langsung dari kandang. Hal ini disebabkan proses fermentasi di dalam biodigester terjadi perombakan anaerobik bahan organik menjadi gas bio dan asam organik yang mempunyai berat molekul rendah sepeti asam asetat, asam butirat dan asam laktat. Peningkatan asam organik akan meningkatkan konsentrasi unsur N, P dan K. Dengan keadaan seperti ini, sluri gas bio sudah menjadi pupuk organik cair. Hal senada juga dinyatakan oleh Arief (2014) yang menyatakan bahwa keunggulan limbah cair biogas adalah tidak merusak tanah dan tanaman walaupun sering digunakan, dapat menetralkan tanah yang asam, menambahkan humus sebanyak 10–12% sehingga tanah lebih bernutrisi dan mampu menyimpan air, selain itu limbah biogas dapat mendukung aktivitas perkembangan cacing dan mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman
Nilai rataan tertinggi diameter batang tiap perlakuan pemberian dosis pupuk sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia
crassipes) terdapat pada perlakuan dosis 40 ton/ha/thn (P2) sebesar 9,37 mm dan produksi diameter batang terendah terdapat pada perlakuan dosis 0 ton/ha/thn (P0) yakni sebesar 6,37 mm. Pemberian sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok dapat meningkatkan diameter batang Bauhinia Purpurea. Hal ini disebabkan karena terpenuhinya unsur hara pada tanah dengan diberikannya sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok sehingga akan merubah sifat fisik tanah terutama struktur tanah. Selain itu juga dapat meningkatkan ketersediaan air yang sangat penting yang diperlukan dalam pertumbuhan vegetatif tanaman. Hal ini dikarenakan pupuk mengandung N, P, K, sehingga memacu pertumbuhan diameter batang. Peningkatan nilai karakter vegetatif seperti tinggi tanaman dan diameter batang disebabkan oleh peranan dari unsur nitrogen. Peranan utama nitrogen bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, cabang dan daun Hardjowigeno (2007). Tanaman memerlukan hara yang sesuai dengan kebutuhannya dalam melakukan proses pertumbuhan dan perkembangan.
Interaksi antara dosis MOD dan dosis pemupukan sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap diameter batang. Hasil yang tidak nyata menunjukkan bahwa pemberian pupuk sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok tidak memberikan pengaruh terhadap Bauhinia Purpurea.
Berat Segar Bauhinia Purpurea
Hasil penelitian pemanfaatan sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan berbagai dosis MOD
(Microorganisme Decomposer) terhadap produksi berat segar Bauhinia Purpurea dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Berat segar Bauhinia Purpurea (g/m/2 Bulan) Dosis
MOD (liter)
Dosis Pemupukan (ton/ha/thn)
Rataan
0 20 40
1 138,74 142,47 145,79 142,33b±3,52
2 140,66 144,71 154,63 146,66a
Rataan
±7,18 139,7c±1,35 143,59b±1,58 150,21a±6,25
Keterangan: M1= Pupuk sluri gas bio dengan MOD 1, M2= pupuk sluri gas bio dengan MOD 2.
Superskrip berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata pada uji Duncan (P<0,05).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan MOD memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap produksi berat segar Bauhinia Purpurea. Nilai rataan tertinggi produksi berat segar Bauhinia Purpurea yang menggunakan pupuk sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok dengan MOD 2 liter (M2) sebesar 146,66 g, terdapat kecenderungan memiliki kecepatan tumbuh yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pupuk sluri gas bio input feses kerbau dengan eceng gondok dengan MOD 1 liter (M1) yakni sebesar 142,33 g. Hal ini disebabkan karena kandungan mikroba pada sluri M2 lebih banyak dibandingkan dengan pupuk M1 sehingga dapat mempercepat proses fermentasi. Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme yang terdapat pada bahan organik yang sesuai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Indriani (1999) yang menyatakan bahwa MOD berfungsi dalam proses fermentasi dan dekomposisi bahan organik. MOD juga bermanfaat dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, menyediakan unsur hara
yang diperlukan tanaman, menyehatkan tanaman, meningkatkan produksi tanaman, menjaga kestabilan produksi.
Nilai rataan tertinggi produksi berat segar tiap perlakuan pemberian dosis pupuk sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) terdapat pada perlakuan dosis 40 ton/ha/thn (P3) sebesar 150,21 g dan produksi berat segar terendah terdapat pada perlakuan dosis 0 ton/ha/thn (P0) yakni sebesar 139,70 g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok dapat meningkatkan produksi berat segar Bauhinia Purpurea. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi jumlah dosis pupuk sluri yang diberikan pada tanaman maka produktivitas tanaman tersebut juga akan semakin tinggi. Samekto (2006) yang menyatakan bahwa Pupuk adalah hara tanaman yang umumnya secara alami ada dalam tanah, atmosfer dan dalam kotoran hewan. Pupuk memegang peranan penting dalam meningkatkan hasil tanaman, terutama pada tanah yang kandungan unsur haranya rendah. Pupuk organik mampu menggemburkan lapisan permukaan tanah (top soil), meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air yang oleh karenanya kesuburan tanah menjadi meningkat.
Interaksi antara dosis MOD dan dosis pemupukan sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap produksi berat segar. Hasil yang tidak nyata menunjukkan bahwa pemberian pupuk sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok tidak memberikan pengaruh terhadap Bauhinia Purpurea.
Bahan kering Bauhinia Purpurea
Hasil penelitian pemanfaatan sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan berbagai dosis MOD (Microorganisme Decomposer) terhadap produksi bahan kering Bauhinia Purpurea dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Bahan Kering Bauhinia Purpurea (g/m/2 Bulan) Dosis
MOD (liter)
Dosis Pemupukan (ton/ha/thn)
Rataan
0 20 40
1 28,28 31,26 32,25 30,6b±2,07
2 35,85 40,77 43,37 40a
Rataan
±3,81 32,06c±5,35 36,02b±6,72 37,81a±7,86
Keterangan: M1= Pupuk sluri gas bio dengan MOD 1, M2= pupuk sluri gas bio dengan MOD 2.
Superskrip berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata pada uji Duncan (P<0,05).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan MOD memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap produksi bahan kering Bauhinia Purpurea. Nilai rataan tertinggi berat kering Bauhinia Purpurea yang menggunakan pupuk sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok dengan MOD 2 liter (M2) sebesar 40 g, terdapat kecenderungan memiliki kecepatan tumbuh yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pupuk sluri gas bio input feses kerbau dengan eceng gondok dengan MOD 1 liter (M1) yakni sebesar 30,6 g. Hal ini disebabkan karena dengan pemberian pupuk sluri dengan jumlah dosis MOD yang lebih tinggi dapat lebih mempercepat dalam memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan kondisi metabolisme mikroorganisme dalam tanah yang merupakan sumber zat makanan pada tanaman. Lingga dan Marsono (2008) menyatakan bahwa pemberian pupuk organik dapat memperbaiki struktur
tanah,menaikkan bahan serap tanah terhadap air, menaikan kondisi kehidupan di dalam tanah, dan sebagai sumber zat makanan bagi tanaman.Sedangkan pemberian pupuk urea dapat merangsang pertumbuhansecara keseluruhan khususnya cabang, batang, daun, dan berperan penting dalam pembentukan hijau daun.
Nilai rataan tertinggi produksi bahan kering tiap perlakuan pemberian dosis pupuk sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) terdapat pada perlakuan dosis 40 ton/ha/thn (P3) sebesar 37,81 g dan produksi bahan kering terendah terdapat pada perlakuan dosis 0 ton/ha/thn (P0) yakni sebesar 32,06 g. Pemberian sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok dapat meningkatkan produksi bahan kering Bauhinia Purpurea. Hal ini disebabkan karena semakin banyak penambahan pupuk sluri gas bio dalam tanah akan mengaktifkan mikroorganisme yang berperan dalam memperbaiki struktur tanah yang merangsang pertumbuhan tanaman. Moenandir (2004) yang menyatakan bahwa tujuan pemupukan ialah meningkatkan pertumbuhan dan mutu hasil. Oleh karena itu, pupuk diberikan pada saat tanaman membutuhkan pupuk agar diperoleh keuntungan yang maksimal.
Interaksi antara dosis MOD dan dosis pemupukan sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap produksi bahan kering. Hasil yang tidak nyata menunjukkan bahwa pemberian pupuk sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok tidak memberikan pengaruh terhadap Bauhinia Purpurea.
Jumlah Daun Bauhinia Purpurea
Hasil penelitian pemanfaatan sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan berbagai dosis MOD (Microorganisme Decomposer) terhadap Jumlah Daun Bauhinia Purpurea dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Jumlah Daun (helai) Bauhinia Purpurea Dosis
MOD (liter)
Dosis Pemupukan (ton/ha/thn)
Rataan
0 20 40
1 59,83 66,33 80,83 68,99b±10,75
2 62,58 78,75 105,25 82,19a
Rataan
±21,54 61,20c±1,94 72,54b±8,78 93,04a±17,26
Keterangan: M1= Pupuk sluri gas bio dengan MOD 1, M2= pupuk sluri gas bio dengan MOD 2.
Superskrip berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata pada uji Duncan (P<0,05).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan MOD memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap Jumlah Daun Bauhinia Purpurea. Nilai rataan tertinggi Jumlah Daun Bauhinia Purpurea yang menggunakan pupuk sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok dengan MOD 2 liter (M2) sebesar 82,19 helai, terdapat kecenderungan memiliki kecepatan tumbuh yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pupuk sluri gas bio input feses kerbau dengan eceng gondok dengan MOD 1 liter (M1) yakni sebesar 68,99 helai. Hal ini disebabkan kandungan nitrogen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman terpenuhi dan juga semakin tinggi tanaman maka jumlah
daun juga bertambah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dobermann and Fairhust, (2000) unsur N dalam tanaman yang terpenting adalah
sebagai penyusun atau sebagai bahan dasar protein dan pembentukan klorofil karena itu N mempunyai fungsi membuat bagian-bagian tanaman menjadi lebih
hijau, banyak mengandung butir-butir hijau dan yang terpenting dalam proses fotosintesis, mempercepat pertumbuhan tanaman yang dalam hal ini menambah tinggi tanaman dan jumlah anakan, menambah ukuran daun dan menyediakan bahan makanan bagi mikrobia (jasad-jasad renik yang bekerja menghancurkan bahan-bahan organik di dalam tanah).
Interaksi antara dosis MOD dan dosis pemupukan sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap produksi bahan kering. Hasil yang tidak nyata menunjukkan bahwa pemberian pupuk sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok tidak memberikan pengaruh terhadap Bauhinia Purpurea.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
• Pemberian dosis MOD 2 liter/150 Kg menyebabkan produksi tinggi tanaman, diameter batang, berat segar dan berat kering yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan dosis MOD 1 liter/150 Kg
• Semakin tinggi penggunaan dosis Sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) sampai dosis 40 ton/ha/thn maka dapat meningkatkan produksi tinggi tanaman, diameter batang, berat segar, berat kering dan jumlah daun Bauhinia Purpurea.
• Pemberian dosis MOD 2 liter/150 Kg dengan dosis pemupukan 40 ton/ha/thn dapat meningkatkan produktivitas Bauhinia Purpurea yang lebih baik.
Saran
Disarankan untuk dosis MOD 2 liter/150 Kg dapat menggunakan sluri gas bio dengan input feses kerbau dan eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan dosis pemupukan 40 ton/ha/thn.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1992. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Yogyakarta AAK..1983.Hijauan Makanan Ternak Potong, Kerja, dan Perah. Kanisius,
Yogyakarta
Adams, C.A.2000. Enzim Komponen Penting Dalam Pakan Bebas Antibiotika.
Feed Mix Special
Arief Z. 2014. Pedoman Penggunaan dan Pengawasan, Pengelolaan dan Pemanfaatan Bio-sllury.Diterbitkan sebagai rangka memberikan informasi kepada pengguna (user) Biogas Rumah (BIRU) untuk memaksimalkan pemanfaatan ampas biogas (bio-slurry) sebagai aneka pupuk dan pestisida organik serta alternatif campuran pakan ternak non sapi. Jakarta
Ayub, S. P. 2004. Organik Cair. Aplikasi dan Manfaatnya. Agromedia. Jakarta.
Diwyanto, K dan Eko Handiwirawan. 2006. Strategi pengembangan ternak kerbau: aspek penjaringan dan distribusi. Prosiding Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa 4-5 Agustus 2006. Badan Litbang Pertanian, Puslitbang Peternakan, Dirjen Peternakan, Pemda Kabupaten Sumbawa).
Dobermann, A. dan T. Fairhust. 2000. Nutrient Disorders and Nutrient Management. Tham Sin Chee. 191p
Fitria, B., 2009, “Biogas”, http://biobakteri.wordpress.com/2009/06/07/8-biogas.
Diakes tanggal 13 Oktober 2016.
Fuskhah, E. 2000. Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) sebagai Alternatif Sumber Bahan Pakan, Industri dan Kerajinan. Jurnal Ilmiah Sainteks VII (4):226-234.
Gerbono, A. dan A Siregar. 2005, “Kerajinan Eceng Gondok”, Kanisius, Yogyakarta.
Ginting, N dan Mustamu. 2012. Pengaruh Pemakaian Berbagai Jenis Mulsa dan Dosis Sllury Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Spinach Varietas Alrite. Skripsi Fakultas Pertanian. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.
Ginting, N. Biogas Technology on Supporting “Sustainable” Coffee Farmers in North Sumatera Province, Indonesia. 1st Annual Applied Science and Engeenering Conference. IOP Conf. Series: Materials Science and