• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV EVALUASI KERAGAMAN GENETIK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) BERDASARKAN MARKA MOLEKULER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV EVALUASI KERAGAMAN GENETIK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) BERDASARKAN MARKA MOLEKULER"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

42

BAB IV

EVALUASI KERAGAMAN GENETIK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) BERDASARKAN MARKA MOLEKULER

Abstrak

Studi tentang keragaman genetik jarak pagar menggunakan marka molekuler telah dilakukan di berbagai negara dengan hasil yang tidak konsisten. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang keragaman genetik plasma nutfah jarak pagar Indonesia menggunakan marka molekuler. Evaluasi dilakukan terhadap 24 aksesi jarak pagar koleksi Kebun Induk Jarak Pagar, Pakuwon, Sukabumi menggunakan marka SSR, RAPD, ISSR dan SCAR. Total 28 primer SSR yang digunakan menghasilkan pita monomorf dan homozigot pada aksesi jarak pagar yang diuji. Dari 31 primer RAPD dan ISSR yang digunakan, 8 primer RAPD dan 4 primer ISSR mampu menghasilkan pita DNA yang dapat diskor.

Empat primer yaitu UBC 873, OPG 17, OPP 03 dan OPQ 11 menghasilkan 100%

pita polimorfis. Koefisien kesamaan genetik berkisar antara paling tinggi 1.0 (antara aksesi 3189-2/PT13-2; MT7-1/PT15-1; PT3-1, 2555-1/SP8-1; 2555- 1/PT3-1) hingga paling rendah 0.6 (antara aksesi 554-1/HS49-2) dengan rerata 0.9. Persentase polimorfisme paling rendah (0%) yaitu antara aksesi 3189-2/PT13- 2; MT7-1/ PT15-1; PT3-1, 2555-1/ SP8-1; 2555-1/ PT3-1 dan paling tinggi (55.26%) yaitu antara aksesi 554-1/HS49-2 dengan rerata 15.87%. Mengambil batas kesamaan genetik di atas 80%, dendrogram dapat dibagi menjadi dua klaster di mana satu klaster terdiri dari satu aksesi yaitu HS 49-2 sedangkan klaster yang lainnya beranggotakan semua aksesi yang lain. Berdasarkan marka SCAR, semua aksesi yang diuji termasuk dalam jarak pagar tipe Meksiko. Program pemuliaan menggunakan plasma nutfah yang diuji tidak akan dapat dilakukan secara optimal karena terbatasnya keragaman genetik. Introduksi materi genetik baru akan sangat berguna dalam pemuliaan tanaman untuk mendapatkan kemajuan genetik yang signifikan.

Kata kunci : koefisien kesamaan genetik, marka SSR, RAPD, ISSR, SCAR, persentase polimorfisme

(2)

43

Genetic Diversity Evaluation of Jatropha curcas L.

Based on Molecular Marker

Abstract

Physic nut (Jatropha curcas L.) genetic diversity studies using molecular markers has been done in various countries with inconsistent results. This study was conducted to evaluate genetic diversity of Indonesian physic nut germplasm collections using molecular markers. Twenty four accessions of physic nut from KIJP, Pakuwon, Sukabumi were analyzed using SSR, RAPD, ISSR and SCAR markers. Twenty eight SSR primers evaluated produce monomorphic marker on tested physic nut accessions. Out of 31 RAPD and ISSR primers evaluated, only 8 RAPD and 4 ISSR primers produced scorable DNA markers and four primers (UBC 873, OPG 17, OPP 03 and OPQ 11) produced polymorphic bands. Genetic similarity coefficients ranged from the highest of 1.0 (between 3189-2 / PT13-2;

MT7-1 / PT15-1; PT3-1, 2555-1 / SP8-1; 2555-1 / PT3-1) to the lowest of 0.6 (between 554-1/HS49-2) with a mean 0.9. The lowest percentage of polymorphism (0%) was between 3189-2/PT13-2; MT7-1 / PT15-1; PT3-1, 2555-1 / SP8-1;

2555-1 / PT3-1 and the highest (55.26%) was between 554-1/HS49-2 with the average of 15.87%. Taking the limits of genetic similarity above 80%, the physic nut accessions were divided into 2 groups. The first group consisted of one accession (HS 49-2) and the second group consisted of all other accessions.

Based on SCAR markers, all evaluated physic nut accessions belong to the non- toxic Mexican type. With such a low genetic diversity among physic nut accessions, breeding program using the analyzed accessions may not useful.

Introduction of new accessions of physic nut may be neccessary to increase genetic diversity and improve genetic gain through breeding program.

Keywords : genetic similarity coefficient, SSR, RAPD, ISSR, SCAR, percentage of polymorphism

(3)

44 Pendahuluan

Faktor pembatas utama dalam budidaya dan komersialisasi jarak pagar sebagai penghasil bahan bakar nabati adalah belum tersedianya varietas yang berdaya hasil dan berkadar minyak tinggi (Surwenshi et al., 2011). Ketersediaan sumber keragaman genetik menjadi kunci keberhasilan dalam merakit varietas unggul jarak pagar (Heller, 1996). Metode untuk mengakses keragaman genetik pada jarak pagar adalah hal penting untuk mendapatkan informasi genetik yang memadai sehingga program pemuliaan tanaman dapat dijalankan dengan optimal.

Informasi tentang keragaman genetik selain berguna bagi pemilihan tetua untuk program pemuliaan juga bermanfaat dalam pengelolaan plasma nutfah. Identitas genetik yang lengkap dari suatu koleksi plasma nutfah akan menghindari terjadinya dup likasi koleksi (Hintum dan Treuren, 2002).

Plasma nutfah jarak pagar telah dikoleksi dan dianalisis di berbagai negara seperti India, China, Brazil dan Indonesia (Ou et al., 2009; Tatikonda et al., 2009, Hartati et al., 2009). Variasi pada ukuran biji, berat 100 biji dan kandungan minyak dilaporkan dari penelitian Kaushik et al. (2007) terhadap 24 aksesi yang dikoleksi dari beberapa tempat yang memiliki agroklimat yang berbeda di Propinsi Haryana, India. Koefisien korelasi fenotipik yang tinggi dibandingkan dengan koefisien korelasi genotipik menunjukkan besarnya pengaruh lingkungan. Sementara itu Makkar et al. (1997) melaporkan keragaman yang tinggi pada jarak pagar asal Afrika Barat dan Timur, Amerika Utara dan Tengah serta Asia. Keragaman tersebut meliputi karakter berat biji (0.49 – 0.86 g/biji), persentase berat kernel (54 – 64 %), kandungan protein kasar (19 – 31 %) dan kandungan minyak (43 – 59%). Keragaman pada kandungan minyak biji dicatat pada evaluasi populasi tanaman yang biji-bijinya diperoleh dari tempat yang berbeda-beda di India. Variasi kandungan minyak antara 33.03 dampai dengan 39.12% dari biji dan 47.08 sampai dengan 58.12% dari kernel. Pada parameter lain diamati perbedaan yang signifikan di antara populasi yaitu tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang, luas daun dan ketahanan hidup di lapangan. Karakter pertumbuhan juga menunjukkan korelasi satu dengan yang lain. Heritabilitas dalam arti luas nilainya tinggi pada parameter luas daun, tinggi

(4)

45

dan diameter batang (Ginwal et al., 2004). Studi yang dilakukan oleh Kumar et al., (2008) menyebutkan adanya variasi di dalam sifat-sifat morfologi dan kandungan senyawa nutrisi seperti protein kasar, serat detergjen netral, serat deterjen masam, lignin, hemiselulose dan selulose. Variasi genetik terbesar ditunjukkan pada analisis polyphenol oxidase.

Kegiatan koleksi plasma nutfah jarak pagar dari seluruh daerah di Indonesia telah dilakukan oleh berbagai pihak. Hasil koleksi yang dilakukan oleh Puslitbangbun saat ini berada di tiga lokasi yaitu KIJP Pakuwon, Asembagus dan Muktiharjo. Studi keragaman genetik yang didasarkan pada pengamatan morfologis telah dilakukan pada plasma nutfah jarak pagar Indonesia. Keragaman ditemukan pada karakter-karakter seperti tinggi tanaman, lingkar batang, percabangan, umur berbunga, jumlah infloresen, jumlah tandan buah, jumlah buah, jumlah biji serta kadar minyak biji (Hartati, 2008; Hartati et al., 2009;

Sudarmo et al., 2007; Mardjono et al., 2007). Hampir semua keragaman yang diperoleh belum dapat melukiskan keragaman genetik yang sesungguhnya karena beberapa penelitian mengungkapkan bahwa interaksi genotip dan lingkungan pada jarak pagar cukup besar (Heller, 1996; Makkar et al., 1997; Kaushik et al., 2007).

Evaluasi keragaman genetik jarak pagar berdasarkan marka molekuler telah banyak dilakukan khususnya di Cina dan di India (Zhang et al., 2011) tetapi hasilnya tidak konsisten. Basha dan Sujatha (2007) melaporkan keragaman dengan tingkat sedang pada 42 aksesi jarak pagar dari India menggunakan marka RAPD dan ISSR. Ranade et al. (2008) melaporkan bahwa jarak pagar liar dan semi liar atau aksesi yang telah dinaturalisasi mempunyai keragaman yang cukup memadai dengan marka SPAR. Tatikonda et al. (2009) menggunakan marka AFLP dan mendapatkan bahwa jarak pagar di India mempunyai basis genetik yang luas. Popluechai et al. (2009) menggunakan marka RAPD dan AFLP untuk mengevaluasi 38 aksesi jarak pagar yang berasal dari 13 negara di 3 benua dan keragaman yang didapatkan rendah. Cai et al. (2010) melaporkan keragaman genetik yang tinggi di antara 219 aksesi dari seluruh Cina, sebaliknya Sun et al.

(2008) mendapati bahwa keragaman genetik aksesi-aksesi dari Cina yang digunakannya mempunyai keragaman sangat rendah. Studi yang lebih komprehensif dilakukan oleh Montes et al. (2008) dengan 225 aksesi jarak pagar

(5)

46

dari 30 negara Amerika Latin, Afrika dan Asia menggunakan marka AFLP. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa aksesi-aksesi dari Afrika dan India mempunyai keragaman yang rendah sementara aksesi dari Amerika Latin memiliki keragaman yang tinggi.

Keragaman morfologi yang dimiliki oleh plasma nutfah jarak pagar Indonesia perlu dikonfirmasi dengan marka yang representatif sehingga informasi tentang keragaman genetiknya dapat dimanfaatkan untuk acuan dalam program pemuliaan maupun dalam pengelolaan plasma nutfah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keragaman genetik plasma nutfah jarak pagar Indonesia berdasarkan marka SSR yang telah dikembangkan pada penelitian sebelumnya.

Marka lain seperti RAPD, SCAR dan ISSR digunakan untuk melengkapi hasil evaluasi keragaman ini. Marka SSR dipilih karena keberadaannya yang melimpah pada semua makhluk hidup, variasi alel tinggi dan bersifat kodominan (Rafalski et al., 1993). Marka SSR sesuai digunakan khususnya pada spesies yang menunjukkan variasi genetik rendah, pada populasi inbred dan populasi yang diperoleh dari daerah-daerah berdekatan sehingga sulit dipilah-pilah dengan pendekatan lain (Röder et al., 1995). Marka RAPD dan ISSR dan SCAR digunakan karena efisien, sederhana dan tidak membutuhkan DNA dengan kualitas yang tinggi serta telah tersedianya informasi mengenai sekuen primer untuk jarak pagar.

Bahan dan Metode

Bahan tanaman ditanam di Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP) Pakuwon, Sukabumi. Analisis molekuler dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.

Penelitian dilakukan dari bulan Desember 2008 sampai dengan bulan Oktober 2009.

Bahan tanaman

Bahan tanaman yang digunakan adalah 24 aksesi jarak pagar koleksi KIJP Pakuwon yang merupakan zuriat dari provenan hasil koleksi dari Jawa Timur,

(6)

47

Lampung, Sulawesi Selatan, Nusa Tengara Timur dan Nusa Tenggara Barat.

Nomor koleksi yang digunakan dipilih yang mewakili daerah asal yang berbeda- beda. Pada tiap-tiap daerah asal sampel dipilih nomor-nomor yang mempunyai perbedaan karakter morfologi seperti umur berbunga dan hasil biji. Koleksi tanaman yang digunakan ditanam pada lahan yang sama dan berumur sekitar 2 tahun pada saat pengambilan sampel daun. Sebagai tambahan digunakan 5 nomor koleksi dari SBRC (Surfactant and Bioenergy Research Center), IPB yang berasal dari Aceh Besar (Aceh), Sumba (NTT), Lombok (NTB), Bima (NTB), Papua dan satu koleksi pribadi dari Medan (Sumatra Utara).

Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA dilakukan dengan metode CTAB yang dimodifikasi oleh Sudheer et al. (2009) sebagai berikut: sebanyak 0.1 g daun muda (daun berwarna keunguan, sedikit transparan dengan lebar sekitar 2-3 cm) dari tanaman sampel yang ditumbuhkan di lapangan, digerus dengan 500 µL buffer ekstraksi (CTAB 2%, 100 mM Tris HCl pH 8, 3.5 M NaCl, 0.5 M EDTA) dan 1%

polyvinylpolypyrolydone (PVP). Ekstrak daun kemudian dipindahkan ke dalam tabung mikro berukuran 2.000 µL, ditambahkan 1.5% β-merkaptoetanol dan diinkubasi pada suhu 65o

Total DNA genomik yang didapat dikuantifikasi menggunakan spektrofotometer UV (Shimadzu UV - 1800) pada λ 260 nm dan kemurniannya ditentukan dengan menghitung rasio absorban pada λ 260 dan 280 nm sesuai C selama 90 menit. Setelah inkubasi ditambahkan kloroform:isoamil alkohol (24:1) dengan volume sebanding dan digoyang-goyang perlahan selama 10 menit.

Campuran disentrifugasi 8.000 rpm selama 8 menit pada suhu ruang. Fase cair bagian atas dipindahkan ke tabung yang baru dan ditambahkan 2M NaCl dengan volume sebanding. Ke dalam campuran tersebut ditambahkan isopropanol sebanyak 0.6 kali volume akhir dan diinkubasi pada suhu ruang selama 60 menit.

Alkohol 80% sebanyak 2 x dari volume akhir ditambahkan pada campuran tersebut dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang. Selanjutnya campuran disentrifugasi 10.000 rpm selama 15 menit pada suhu ruang. Pelet dicuci dengan alkohol 70% kemudian dikeringkan dan dilarutkan pada 200 µL buffer TE.

(7)

48

dengan prosedur oleh Sambrook et al. (1989). Konsentrasi dan kemurnian DNA juga dicek dengan perbandingan hasil elektroforesis sampel DNA dengan standar pada gel agarosa 1%.

Amplifikasi DNA

Primer SSR yang digunakan adalah 28 pasang primer terpilih yang diperoleh dari kegiatan penelitian sebelumnya ditambah dengan 10 pasang primer yang didesain berdasarkan basis data genom Manihot esculenta (Wen et al., 2010). Primer lain yang digunakan adalah 22 primer RAPD, 9 primer ISSR, serta dua pasang primer SCAR yang spesifik untuk mengidentifikasi jarak pagar tipe India (beracun) dan tipe Meksiko (tidak beracun) yang telah dikembangkan oleh Basha dan Sujatha (2007)

PCR dilakukan pada volume total 25 μl yang mengandung 0.2 μM primer, 1.25 U Taq polymerase (Real Biotech Corporation), 1 X buffer PCR, 0.1 μM d NTP (mix 1 0mM) dan 1 μl DNA templat. Siklus PCR yang digunakan untuk marka SSR adalah: satu siklus denaturasi pada suhu 95oC selama 5 menit; 36 siklus untuk tahap-tahap denaturasi pada suhu 94oC selama 30 detik, annealing pada suhu sesuai primer masing-masing selama 30 detik, elongation pada suhu 72oC selama 1 menit; 1 siklus final extension pada suhu 72oC selama 5 menit.

Siklus PCR untuk marka RAPD adalah sebagai berikut: satu siklus denaturasi pada suhu 94oC selama 3 menit diikuti dengan 45 siklus masing-masing pada suhu 94oC selama 45 detik, 36 oC selama 30 detik, 72 oC selama 2 menit dan final extension pada suhu 72oC selama 7 menit. Kondisi amplifikasi DNA dengan marka ISSR dilakukan sesuai dengan prosedur sebagai berikut: satu siklus denaturasi pada suhu 94oC selama 4 menit diikuti dengan 35 siklus masing- masing pada suhu 92oC selama 30 detik, Ta selama 1 menit, 72 oC selama 2 menit dan final extension pada suhu 72oC selama 7 menit. Amplifikasi dengan primer SCAR mengikuti prosedur sebagai berikut : satu siklus denaturasi pada suhu 94oC selama 4 menit, diikuti dengan 35 siklus dengan suhu 94oC selama 30 detik, 56oC (primer ISPJ1) dan 54oC (primer ISPJ2) selama 15 detik; 72oC selama 1 menit diikuti dan final extension pada 72oC selama 7 menit.

(8)

49

DNA hasil amplifikasi dengan primer RAPD, ISSR dan SCAR diseparasi dengan elektroforesis gel agarosa (1%) dan divisualisasi dengan pewarnaan ethidium bromide serta diamati di bawah penyinaran UV transluminescent. Marka DNA berukuran kelipatan 1.000 bp (1 Kb ladder) digunakan untuk membantu menentukan ukuran potongan DNA hasil amplifikasi PCR. Hasil amplifikasi dengan primer SSR diseparasi dengan PAGE 6% (terdiri dari 40% akrilamid/bis- akrilamid, 10% amonium persulfat, 5X buffer TBE, urea, TEMED) dilakukan dengan Dedicated Height Sequencer (Cole-Parmer) menggunakan buffer TBE 1X pada tegangan konstan 1.100 V selama 3 jam. Volume hasil PCR yang diseparasi adalah 1.8 µL berjumlah 60 sampel per gel. Hasil PAGE divisualisasi dengan pewarnaan perak (silver staining). Marka DNA berukuran kelipatan 100 bp (100 bp ladder) digunakan untuk membantu menentukan ukuran potongan DNA hasil amplifikasi PCR.

Analisis data

Skoring pita DNA hasil amplifikasi dengan primer SSR hanya dilakukan terhadap pita yang paling jelas. Skoring hasil amplifikasi dengan marka RAPD dan ISSR dilakukan pada hasil visualisasi yang mungkin diskor (scorable). Nilai

‘1’ diberikan untuk kemunculan pita dan ‘0’ untuk ketidakmunculan pita sehingga didapatkan data biner untuk semua genotip dan semua primer yang digunakan.

Analisis statistik dilakukan terhadap data biner sehingga mendapatkan nilai kesamaan genetik (genetic similarity) sesuai dengan Nei dan Li (1979) dengan definisi sebagai berikut Sij = 2a/(2a+b+c), di mana Sij adalah kesamaan genetik antara 2 individu i dan j, a adalah jumlah pita yang muncul di i maupun j, b adalah jumlah pita yang muncul di i tetapi tidak muncul di j dan c adalah jumlah pita yang tidak muncul di i tetapi muncul di j. Persentase polimorfisme (PP) dihitung dengan formula PP = jumlah total lokus polimorf/jumlah total lokus dikalikan 100. Dendrogram dibuat berdasarkan Unweight Pair Group Method Arithmetic (UPGMA) dengan bantuan perangkat lunak NTSYSpc 2.02 (Rohlf, 1998).

Dendrogram juga dibuat dengan mengganti plot aksesi dengan daya hasil, daerah asal dan umur berbunga. Analisis boostrap antar lokus dengan mengambil ulangan 2000 dilakukan dengan program Winboot (Yap dan Nelson, 1996).

(9)

50 Hasil

Marka SSR

Evaluasi keragaman genetik telah dilakukan terhadap 24 aksesi jarak pagar (Tabel 4) menggunakan 28 pasang primer SSR yang telah dikembangkan pada penelitian sebelumnya (Tabel 5). Semua primer SSR yang digunakan dapat mengamplifikasi DNA dari semua aksesi jarak pagar yang diteliti.

Tabel 4 Aksesi jarak pagar koleksi KIJP Pakuwon, Sukabumi yang digunakan untuk evaluasi keragaman genetik menggunakan marka molekuler

No. Nomor koleksi Daerah asal Umur berbunga (hari)*)

Hasil biji *) (g/tan)

1. 575-3 NTB 145 90

2. PT-33 Lampung 84 446

3. 3012-3 NTB 111 244

4. IP-M-3 Jawa Timur >360 0

5. IP-1P-3 Lampung 80 422

6. SP6-3 Sulawesi Selatan 274 74

7. HS49-2 NTT 91 900

8. IP-1M-2 Jawa Timur 180 238

9. IP-1A-2 NTB 99 680

10. PT26-2 Lampung 84 622

11. PT13-2 Lampung 86 704

12. 3189-2 NTB 84 606

13. SP16-2 Sulawesi Selatan 125 46

14. PT33-2 Lampung 97 628

15. PT7-1 Lampung 200 388

16. 554-1 NTB 222 456

17. 3012-1 NTB 84 748

18. SP8-1 Sulawesi Selatan 142 390

19. PT18-1 Lampung 75 274

20. PT15-1 Lampung 75 780

21. MT7-1 Jawa Timur 89 584

22. PT14-1 Lampung 86 640

23. PT3-1 Lampung 84 392

24. 2555-1 NTB 125 70

*) Sumber : Hartati et al., 2009; periode pengamatan 1 tahun

(10)

51

Tabel 5 Daftar primer spesifik untuk mengamplifikasi SSR yang didesain menggunakan aksesi DNA jarak pagar dari basis data GenBank DNA

No

aksesi* Sekuen primer Produk PCR (bp)

Ta

(o Pola ulangan C)

EU586348 F GGGCTGGGATTTTGTCTCTT

246 55 (GT)12(AG)23

R GGCATGACCCTTGTGACTCT EU586340 F GAAAAGGTAAAGCATGGCTGA

252 54 (TG)6..(TG)4

R TGTTCAGAAATGGATAGGGAAGA EU586346 F GGTGCTACTGTCGGATGGTT

193 55 (TG)4..(TG)4

R TGAATCCTGGAATGGGGATA EU586347 F GAAAAGGTAAAGCATGGCTGA

252 54 (GT)3..(TG)2.(GT)3 R TGTTCAGAAATGGATAGGGAAGA

EU586343 F CATGAAGTTTGCTGGCAATG

129 54 GT(4)..(GA)5

R AAAGGTCATCTGGTAAAGCCATA EU586344 F ATCTTGATGGGTGATGAGACG

218 54 (TG)3..(TA)4

R TCCACAACCACAACCTTTGA

EU586345 F AAAAATTGAGGATATTACAGCATGAA

193 54 (TG)4..(TG)2..

(GT)3..(GT)4 R GGCAACATGCCTAAAAATCAA

EF612741 F GGCATTTCCTTGCATTTTCA

489 55 (TAA)10..(A)8 R CTGAGCAAACGGGGAAGTAA

EF612739 F GGCATTTCCTTGCATTTTCA

620 54 (TAA)10

R GAAGGGCAGAGGCTTCACTA EU099518 F CTCATGAACAACAAGAATTT

137 55 (TA)3(TG)18..(TA)6 R CAGATTCTAATGAAGGTACG

EU099519 F TTTTTCTTGAAAGTTTTTGT

104 44 (CA)21

R TAGTTCGTCTTGAAGCTTAG EU099520 F AACTGTAACGTTGTGAGTTC

106 44 (CA)10

R CTGATTTCTGGTCTCAATAG EU099521 F TAAAATGCCAACTTTTACT

149 44 (TA)3(C)6..(C)7 (A)3(CA)5 R ACATATCGAAGATAGGGAAT

EU099522 F CAAATAGATTCCTCAATCC

122 44 (TC)16

R GGGACCCAAAGAAACAAT EU099523 F GTCGGATGACTAGATTGATA

128 44 (GT)11

R AGAGATATTGGGCTAAAACT EU099524 F ATTCATGTACCAGTCAAGTC

109 44 (C)6..(C)5(AC)5 R TGCTAAAACTCTGGTTCTCT

EU099525 F AACTAGAAAGGTTGTTTTTC

104 44 (AC)10

R TTATGTCTCTTTTCCATGTC EU099526 F GTATATGTGGTCAAGCATTT

146 44 (CA)18

R AAAACAGCATAATACGACTC EU099527 F CTAAAGCCACTTTATCAATC

139 44 (CA)12..(CA)2..

(CA)3 R TAACCGAATAGTTCTTACCA

EU099528 F CAAGCATAGATGTAGAAAAAC

145 44 (TA)5(CA)2..

(CA)17 R TTATGTCTCTTTTCCATGTC

EU099529 F CTTTATAAGGTCAACTCCAA

113 44 (CTT)4..(CTT)3..

(CTT)2 R CAAGTAAGAAGTGAAGAAAAA

EU099530 F CTAAAATGATTCGAGTTTTC

150 44 (CA)13

R TGACTTTTTCTGAGTTCTGT EU099531 F TGCTAAAACTATGGTTCTCT

109 44 (G)3(GT)5(G)5..

(G)6 R ATTCATGTACCAGTCAAGTC

EU099533 F ATTGAAGAAGTGGAGTGTG

120 45 (GT)15

R TCATCTAAAATGCTCTGGT AF469003 F CATCTTATGAAACTGTCGTT

145 45 (TAA)8

R TACTTACAAAGAAAGCGAGA EU586351 F TAGAAGTTTTGTGATTAGGT

105 44 (GT)5

R GACTGCGTACCAATTCAT EU586349 F CAAAATAAGTCGAAACAAAC

143 44 (A)6..(A)8..(CA)4 R TATAGGCTCTTGCATAAATC

EU099534 F AGAAGAAAGAGGCGACAGGA

150 54 (GAA)7

R AAATTCTTGTTGTTCATGAGGATG

Keterangan : * sumber : http://www.ncbi.nlm.nih.gov; F = primer forward, R = primer reverse, Ta = temperatur annealing

(11)

52

Sembilan belas primer manghasilkan masing-masing dua pita sedangkan 9 primer sisanya menghasilkan masing-masing hanya satu pita. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan konfirmasi dengan populasi F1

No.

dan dibuktikan bahwa kemunculan 2 pita menggambarkan keberadaan 2 lokus yang berbeda, bukan menggambarkan lokus heterosigot. Dari keseluruhan 28 primer SSR yang digunakan dihasilkan 47 lokus yang berbeda dari 24 aksesi jarak pagar yang diteliti dan semua monomorf (Gambar 7).

Sepuluh primer lain yang dikembangkan dari M. esculenta (Tabel 6) (Wen et al., 2010) digunakan untuk analisis keragaman 24 aksesi jarak pagar yang sama.

Hasil analisis menunjukkan bahwa semua pita DNA yang dihasilkan juga monomorf. Evaluasi lanjutan yang dilakukan terhadap 6 aksesi berbeda menggunakan 28 primer pertama menunjukkan hasil yang sama yaitu semua pita DNA yang dihasilkan monomorf.

Tabel 6 Daftar 10 pasang primer SSR yang dikembangkan dari M. esculenta yang digunakan untuk mengakses keragaman pada jarak pagar

No aksesi*) Sekuen primer Ta (oC)

1. JESR-083 F ACAGCCTCGTCATTTCACT R TAATGAATGGTTCGTAGCCT 54 2. JESR-086 F TCCCTCTCCTTCAGATTAAA

R ATGATAGCCAAACAGCAACT 54 3. JESR-088 F CCCTCCCTTTGGTTTCTG

R GGAGGAAAGGAGAGGAAATA 54 4. JESR-089 F AACAACTGGTTGTGGAGTTC

R TTGATGCTGTGGATATGAGA 54 5. JESR-090 F TGACATTTGTCAGTCTTGGA

R TCACCATACCACACAATCAC 54 6. JESR-097 F ACCGCTTCTTCTTTCTCTCT

R TAGCCGGCAATATACAGAAT 54 7. JESR-104 F CCACAGTTCATCCTCAATTT

R GATATTCACTCTGGAACCCA 54 8. JESR-107 F CCTGTGTAGAATCGTCCTTT

R AACCAGAACCAATCTCAATG 54 9. JESR-108 F CTAGTAGAGCAGGTGTTGGG

R CATCCCACTCAACAATTCA 54 10. JESR-118 F CTAAAGGCTGTGAAGAAGGA

R TCCGAGCCAATTTCTTATTA 54 Keterangan : *) Sumber : Wen et al., 2010

(12)

53

Gambar 7 Pola pita hasil PAGE pada 24 nomor koleksi (1 – 24) dengan primer EU586340 (►) dan EU586347 (

).

Marka RAPD, ISSR dan SCAR

Penapisan primer biasanya dilakukan untuk mendapatkan primer-primer yang dapat digunakan untuk membedakan genotip yang diuji. Penapisan primer memakan banyak waktu dan biaya sehingga jika kegiatan tersebut dapat dihindari akan meningkatkan efisiensi kegiatan penelitian. Pada saat penelitian ini dilakukan telah dijumpai literatur tentang marka RAPD, ISSR dan SCAR pada jarak pagar. Primer yang digunakan dalam penelitian ini dipilih dari hasil penelitian tersebut (Basha dan Sujatha, 2007) yang sudah terbukti mampu teramplifikasi pada genom jarak pagar dan polimorf, sehingga kegiatan penapisan primer tidak dilakukan.

Primer RAPD, ISSR dan SCAR (Tabel 7, 8) digunakan hanya untuk mengamplifikasi 24 aksesi jarak pagar dari KIJP, Pakuwon. Dari 31 primer RAPD dan ISSR yang digunakan, 8 primer RAPD dan 4 primer ISSR mampu menghasilkan pita DNA yang dapat diskor. Jumlah pita total yang dihasilkan adalah 39 dan 29 (74.36%) di antaranya polimorfik. Pita yang dihasilkan oleh masing-masing primer berkisar antara 1 hingga 6. Primer yang menghasilkan pita paling sedikit yaitu UBC 812 sedangkan primer yang menghasilkan pita terbanyak adalah OPP 33. Empat primer yaitu UBC 873, OPG 17, OPP 03 dan OPQ 11 menghasilkan 100% pita polimorfis (Tabel 9).

Koefisien kesamaan genetik berkisar antara paling tinggi 1.0 (antara 3189- 2/ PT13-2; MT7-1/ PT15-1; PT3-1, 2555-1/ SP8-1; 2555-1/ PT3-1) hingga paling

15 18 23

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 16 17 19 20 21 22 24

(13)

54

rendah 0.6 (antara 554-1/HS49-2) (Tabel 10) dengan rerata 0.9. Persentase polimorfisme paling rendah (0%) yaitu antara 3189-2/PT13-2; MT7-1/ PT15-1;

PT3-1, 2555-1/ SP8-1; 2555-1/ PT3-1 dan paling tinggi (55.26%) yaitu antara 554-1/HS49-2 dengan rerata 15.87% (Tabel 11).

Hubungan antara kesamaan genetik dan persentase polimorfisme sangat baik yang ditunjukkan dengan nilai korelasi sebesar -0,99. Nilai kesamaan genetik tertinggi dengan persentase polimorfisme terendah dan kebalikannya ditunjukkan antara genotip-genotip yang sama yaitu masing-masing antara aksesi 3189-2/

PT13-2; MT7-1/ PT15-1; PT3-1, 2555-1/ SP8-1 dan 2555-1/ PT3-1. Dari hasil evaluasi didapati adanya 2 pita unik yaitu dihasilkan oleh primer OPV 17 pada aksesi HS49-2 dan primer OPG 17 pada aksesi PT7-1 (Gambar 8 dan 9). Marka ISPJ1 tidak menunjukkan hasil amplifikasi sementara marka ISPJ2 mengasilkan pita amplifikasi pada semua aksesi dengan ukuran ± 1.000 bp.

Tabel 7 Primer RAPD dan ISSR yang digunakan untuk evaluasi plasma nutfah jarak pagar Indonesia

Primer Sekuen Primer Sekuen

RAPD OPU 10 ACCTCGGCAC

OPC 10 TGTCTGGGTG OPU 19 GTCAGTGCGG

OPC 14 TGCGTGCTTG OPV 08 GGACGGCGTT

OPC 18 TGAGTGGGTG OPV 14 AGATCCCGCC

OPE 05 TCAGGGAGGT OPV 17 ACCGGCTTGT

OPF 16 GGAGTACTGG OPW 17 GTCCTGGGTT

OPG 17 ACGACCGACA

OPG 18 GGCTCATGTG ISSR

OPH 14 ACCAGGTTGG UBC 810 (GA)8T OPJ 15 TGTAGCAGGG UBC 812 (GA)8A OPK 01 CATTCGAGCC UBC 834 (AG)8YT OPK 12 TGGCCCTCAC UBC 847 (CA)8RC

OPP 03 GTGGTCCGCA UBC 880 G(GAGAG)2 (GA)2 OPP 09 GGAGTGCCTC UBC 816 CA(8)T

OPQ 11 TCTCCGCAAC UBC 891 HVH TG(7) OPQ 19 CCCCCTATCA UBC 866 (CTC)6

OPT 14 AATGCCGCAG UBC 873 G(ACAG)3ACA

(14)

55

Tabel 8 Primer SCAR yang digunakan untuk evaluasi plasma nutfah jarak pagar Indonesia

No. Nama Primer Sekuen Primer Pjg nukleotida Ta (oC)

1. ISPJ1-F GAGAGAGAGAGAGAGGTG 18 56

ISPJ1-R GAGAGAGAGAGAGAAAACAAT 21 56

2. ISPJ2-F GAGAGAGAGAGTTGGGTG 18 54

ISPJ2-R AGAGAGAGAGAGCTAGAGAG 20 54

Analisis klaster UPGMA dengan koefisien kesamaan Dice menghasilkan dendrogram yang menggambarkan hubungan genetik antara semua aksesi yang diuji. Mengambil batas kesamaan genetik di atas 80%, dendrogram dapat dibagi hanya menjadi 2 klaster di mana satu klaster hanya terdiri satu aksesi yaitu HS 49- 2 sedangkan klaster yang lainnya beranggotakan semua aksesi yang lain.

Dendrogram juga tidak menunjukkan pengelompokan berdasarkan daerah asal (Gambar 10) dan daya hasil maupun umur berbunga (Lampiran 3 dan 4).

Tabel 9 Daftar primer RAPD dan ISSR yan teramplifikasi, jumlah produk amplifikasi, pita polimorf dan persentase polimorfisme

Primer Tipe Jml Pita Pita Monomorf Pita Polimorf % Polimorfisme

UBC 810 ISSR 4 1 3 75

UBC 812 ISSR 1 1 0 0

UBC 834 ISSR 2 2 0 0

UBC 873 ISSR 2 0 2 100

OPC 10 RAPD 2 1 1 50

OPC 14 RAPD 3 1 2 66.67

OPG 17 RAPD 4 0 4 100

OPG 18 RAPD 3 2 1 33.33

OPK 01 RAPD 3 1 2 66.67

OPP 03 RAPD 6 0 6 100

OPQ 11 RAPD 4 0 4 100

OPV 17 RAPD 5 1 4 80

Total 39 10 29 74.36

(15)

56

Gambar 8 Elektroferogram hasil amplifikasi DNA pada 24 nomor koleksi jarak pagar (1-24) dengan primer OPV 17, M = marka DNA 1 Kb. Pita unik ditunjukkan pada aksesi no 7 (HS49-2)

Gambar 9 Elektroferogram hasil amplifikasi DNA pada 24 nomor koleksi jarak pagar (1-24) dengan primer OPG 17, M = marka DNA 1 Kb. Pita unik ditunjukkan pada aksesi no 15 (PT7-1)

Gambar 10 Dendrogram 24 aksesi jarak berdasarkan primer RAPD dan ISSR dengan koefisien kesamaan genetik Dice. Daerah asal NTB : NTB, LPG : Lampung, SUL : Sulawesi Selatan, JTM : Jawa Timur, NTT : NTT

LPG NTB LPG LPG NTB NTB LPG NTB SUL JTM LPG SUL LPG NTB SUL NTB LPG LPG JTM LPG JTM NTB LPG NTT

Koefisien

0.68 0.76 0.84 0.92 1.00

575-3 PT-33 PT26-2 PT33-2 IP-1A-2 PT13-2 3189-2 3012-3 IP-M-3 IP-1P-3 SP6-3 SP16-2 3012-1 SP8-1 PT3-1 2555-1 PT15-1 MT7-1 PT18-1 PT7-1 554-1 PT14-1 IP-1M-2 HS49-2

(16)

57

Tabel 10 Koefisien kesamaan genetik menurut Dice pada 24 aksesi jarak pagar berdasarkan marka RAPD dan ISSR

575-3 PT-33 3012-3 IP-M-3 IP-1P-3 SP6-3 HS49-2 IP-1M-2 IP-1A-2 PT26-2 PT13-2 3189-2 SP16-2 PT33-2 PT7-1 554-1 3012-1 SP8-1 PT18-1 PT15-1 MT7-1 PT14-1 PT3-1 2555-1

575-3 1.00 PT-33 0.96 1.00 3012-3 0.92 0.96 1.00 IP-M-3 0.90 0.94 0.98 1.00 IP-1P-3 0.92 0.96 0.96 0.94 1.00 SP6-3 0.94 0.94 0.94 0.92 0.98 1.00 HS49-2 0.69 0.71 0.75 0.72 0.72 0.69 1.00 IP-1M-2 0.83 0.83 0.79 0.81 0.80 0.82 0.68 1.00 IP-1A-2 0.94 0.98 0.94 0.96 0.94 0.92 0.68 0.85 1.00 PT26-2 0.94 0.98 0.98 0.96 0.98 0.96 0.73 0.82 0.96 1.00 PT13-2 0.94 0.98 0.94 0.92 0.94 0.92 0.68 0.81 0.96 0.96 1.00 3189-2 0.94 0.98 0.94 0.92 0.94 0.92 0.68 0.81 0.96 0.96 1.00 1.00 SP16-2 0.90 0.94 0.91 0.88 0.95 0.93 0.69 0.82 0.92 0.93 0.92 0.92 1.00 PT33-2 0.94 0.98 0.94 0.92 0.95 0.93 0.69 0.82 0.96 0.96 0.96 0.96 0.96 1.00 PT7-1 0.85 0.89 0.89 0.87 0.93 0.91 0.68 0.72 0.87 0.91 0.87 0.87 0.91 0.91 1.00 554-1 0.85 0.89 0.85 0.83 0.89 0.87 0.60 0.76 0.87 0.87 0.87 0.87 0.91 0.91 0.89 1.00 3012-1 0.87 0.91 0.88 0.86 0.92 0.90 0.64 0.83 0.89 0.90 0.89 0.89 0.93 0.93 0.88 0.92 1.00 SP8-1 0.91 0.95 0.91 0.89 0.91 0.89 0.67 0.82 0.93 0.93 0.93 0.93 0.93 0.96 0.88 0.91 0.97 1.00 PT18-1 0.86 0.91 0.87 0.85 0.87 0.85 0.62 0.78 0.88 0.89 0.88 0.88 0.89 0.93 0.84 0.87 0.93 0.96 1.00 PT15-1 0.88 0.93 0.89 0.87 0.89 0.87 0.68 0.84 0.91 0.91 0.91 0.91 0.95 0.95 0.86 0.89 0.95 0.98 0.95 1.00 MT7-1 0.88 0.93 0.89 0.87 0.89 0.87 0.68 0.84 0.91 0.91 0.91 0.91 0.95 0.95 0.86 0.89 0.95 0.98 0.95 1.00 1.00 PT14-1 0.78 0.82 0.82 0.84 0.83 0.81 0.76 0.77 0.84 0.84 0.80 0.80 0.81 0.84 0.79 0.79 0.85 0.88 0.84 0.86 0.86 1.00 PT3-1 0.91 0.95 0.91 0.89 0.91 0.89 0.67 0.82 0.93 0.93 0.93 0.93 0.93 0.96 0.88 0.91 0.97 1.00 0.96 0.98 0.98 0.88 1.00 2555-1 0.91 0.95 0.91 0.89 0.91 0.89 0.67 0.82 0.93 0.93 0.93 0.93 0.93 0.96 0.88 0.91 0.97 1.00 0.96 0.98 0.98 0.88 1.00 1.00

(17)

58

Tabel 11 Persentase polimorfisme 24 aksesi jarak pagar berdasarkan marka RAPD dan ISSR

575-3 PT-33 3012-3 IP-M-3 IP-1P-3 SP6-3 HS49-2 IP-1M-2 IP-1A-2 PT26-2 PT13-2 3189-2 SP16-2 PT33-2 PT7-1 554-1 3012-1 SP8-1 PT18-1 PT15-1 MT7-1 PT14-1 PT3-1

PT-33 5.26 3012-3 10.53 5.26 IP-M-3 10.53 7.89 2.63 IP-1P-3 10.53 5.26 5.26 7.89 SP6-3 7.89 7.89 7.89 10.53 2.63 HS49-2 42.11 39.47 34.21 36.84 39.47 42.11 IP-1M-2 15.79 21.05 26.32 23.68 26.32 23.68 39.47 IP-1A-2 7.89 2.63 7.89 5.26 2.63 10.53 42.11 18.42 PT26-2 7.89 2.63 2.63 5.26 2.63 5.26 36.84 23.68 7.89 PT13-2 7.89 2.63 7.89 10.53 7.89 10.53 42.11 23.68 5.26 5.26 3189-2 7.89 2.63 7.89 10.53 7.89 10.53 42.11 23.68 5.26 5.26 0,00 SP16-2 13.16 7.89 13.16 15.79 7.89 10.53 42.11 23.68 10.53 10.53 10.53 10.53 PT33-2 7.89 2.63 7.89 10.53 7.89 10.53 42.11 23.68 5.26 5.26 5.26 5.26 5.26 PT7-1 21.05 15.79 15.79 18.42 10.53 13.16 44.74 34.21 18.42 13.16 18.42 18.42 13.16 13.16 554-1 18.42 15.79 21.05 23.68 15.79 18.42 55.26 31.58 18.42 18.42 18.42 18.42 13.16 10.53 15.79 3012-1 15.79 13.16 18.42 21.05 13.16 15.79 50,00 23.68 15.79 15.79 15.79 13.16 10.53 10.53 15.79 13.16 SP8-1 13.16 7.89 13.16 15.79 13.16 15.79 47.37 23.68 10.53 10.53 10.53 10.53 10.53 5.26 18.42 13.16 5.26 PT18-1 18.42 13.16 18.42 21.05 18.42 21.05 52.63 28.95 15.79 15.79 15.79 15.79 15.79 10.53 23.68 18.42 10.53 5.26 PT15-1 13.16 10.53 15.79 18.42 15.79 18.42 44.74 21.05 10.53 13.16 13.16 13.16 7.89 7.89 21.05 15.79 7.89 2.63 7.89 MT7-1 15.79 10.53 15.79 18.42 13.16 18.42 44.74 21.05 10.53 13.16 10.53 13.16 7.89 7.89 21.05 15.79 7.89 2.63 7.89 0,00 PT14-1 31.58 26.32 26.32 23.68 26.32 26.32 34.21 31.58 23.68 23.68 28.95 28.95 28.95 23.68 31.58 31.58 21.05 18.42 23.68 21.05 21.05 PT3-1 13.16 7.89 13.16 15.79 13.16 15.79 47.37 23.68 10.53 10.53 10.53 10.53 10.53 5.26 18.42 13.16 7.89 0,00 5.26 2.63 2.63 18.42 2555-1 15.79 7.89 13.16 15.79 13.16 15.79 47.37 23.68 10.53 10.53 10.53 10.53 10.53 5.26 18.42 13.16 5.26 0,00 5.26 2.63 2.63 18.42 0,00

(18)

59 Pembahasan

Hasil penelitian mengenai keragaman genetik menggunakan marka molekuler pada jarak pagar telah dilakukan oleh banyak peneliti dan menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Beberapa peneliti menyebutkan keragaman yang cukup tinggi tetapi ada yang menyebutkan keragaman yang sangat rendah. Marka SSR biasanya menghasilkan tingkat polimorfisme yang tinggi karena mempunyai sifat kelimpahan yang tinggi, hypervariabe dan penyebaran yang merata pada genom.

Berkebalikan dengan marka RAPD yang tidak memerlukan informasi sekuen DNA untuk pengembangannya, kelemahan marka SSR adalah perlunya informasi sekuen dari spesies di mana marka akan dikembangkan. Kegiatan pengembangan primer SSR dengan isolasi sekuen DNA secara de novo akan memakan banyak waktu dan biaya.

Pada studi ini marka SSR dikembangkan dari aksesi-aksesi sekuen DNA jarak pagar yang telah tersedia pada basis data dan dapat diakses oleh siapa saja dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/genbank/, sehingga biaya penelitian dapat dijangkau. Dua puluh delapan pasang primer telah didapatkan dan digunakan untuk evaluasi keragaman genetik pada penelitian ini. Jarak pagar dikenal sebagai tanaman yang menyerbuk silang yang biasanya memiliki konstitusi genetik heterosigot Berdasarkan hasil evaluasi, pasangan primer spesifik SSR yang didesain dalam penelitian ini monomorfik dan homosigot untuk semua aksesi tanaman jarak pagar yang diuji. Kenyataan bahwa hasil evaluasi menunjukkan homosigositas tinggi dapat diterima mengingat bahwa selain menyerbuk silang jarak pagar juga mempunyai kemampuan cukup tinggi untuk menyerbuk sendiri (Hartati, 2007). Hasil serupa didapatkan pada plasma nutfah di Brazil (Rosado et al., 2010), Cina (Sun et al., 2008) dan di India (Basha et al., 2009) dan beberapa aksesi dari seluruh dunia (Sato et al., 2010).

Rendahnya tingkat polimorfisme menggunakan pasangan primer yang dikembangkan dapat menjadi indikator (i) sekuen DNA yang digunakan untuk desain primer adalah DNA sitoplasmik (ii) tingginya tingkat konservasi bagian genom yang digunakan untuk mendisain primer atau (iii) rendahnya tingkat keragaman genetik tanaman yang diuji. Mengingat bahwa DNA templat dapat

(19)

60

berupa DNA genom ataupun DNA sitoplasmik maka kemungkinan pertama dapat terjadi. Berdasarkan evaluasi terhadap sekuen DNA yang digunakan untuk desain primer diketahui bahwa semua aksesi merupakan DNA genomik dan bukan sitoplasmik sehingga kemungkinan pertama telah dieliminasi. Kemungkinan kedua tidak dapat dikonfirmasi lebih lanjut karena tidak tersedia data pendukung dari aksesi-aksesi DNA yang digunakan untuk menjelaskan hal tersebut.

Kemungkinan ketiga lebih dapat diterima mengingat marka SSR yang memiliki tingkat kemampuan untuk membedakan genotip yang sangat tinggi (hypervariable). Dua puluh delapan primer adalah jumlah yang cukup memadai untuk mendapatkan primer yang mampu membedakan antar genotip.

Percobaan dilakukan untuk mengeliminasi kemungkinan rendahnya keragaman yang disebabkan oleh faktor primer. Sepuluh pasang primer SSR lain yang dikembangkan dari genom M. esculenta dan telah terbukti dapat membedakan genotip jarak pagar di Cina (Wen et al., 2010) digunakan untuk mengevaluasi 24 aksesi yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil percobaan menunjukkan tidak ditemukan polimorfisme pada aksesi koleksi. Berdasarkan hasil percobaan ini maka peluang rendahnya keragaman karena faktor primer telah diminimalisir. Keragaman rendah pada populasi jarak pagar telah dilaporkan oleh beberapa peneliti menggunakan marka SSR. Sun et al. (2008) menggunakan 17 pasang primer SSR untuk mengevaluasi keragaman genetik plasma nutfah jarak pagar di Cina. Hasil evaluasi menunjukkan tidak ada satupun primer yang polimorf. Rosado et al. (2010) menggunakan 6 pasang primer SSR terpilih yang mempunyai PIC (Polymorphism Information Content) tinggi yang dikembangkan oleh Sudheer et al. (2009) untuk mengevaluasi 192 aksesi plasma nutfah jarak pagar dari seluruh Brazil. Hasil evaluasi menunjukkan hanya satu primer diduga polimorf.

Sun et al. (2008) menggunakan materi genetik berupa populasi tanaman dari biji yang dihasilkan tanaman hasil koleksi dari berbagai daerah yang ditanam bersama dan menyerbuk terbuka. Zhang et al. (2011) menduga bahwa rendahnya keragaman plasma nutfah yang diteliti Sun et al. (2008) disebabkan oleh populasi yang digunakan mempunyai basis genetik yang sama. Karakteristik bunga jarak pagar sangat memungkinkan terjadinya penyerbukan silang dalam populasi

(20)

61

sehingga generasi berikut yang dihasilkannya sangat mungkin mempunyai basis genetik yang sama. Populasi tanaman yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai metode sampling yang sama dengan yang dilakukan oleh Sun et al.

(2008). Percobaan dilakukan untuk mengklarifikasi dugaan rendahnya keragaman karena faktor ini yaitu dengan menguji sampel DNA lain dari 6 aksesi di luar 24 aksesi yang diuji. Enam aksesi tambahan ini merupakan hasil koleksi dari 5 daerah di Indonesia yang sangat berjauhan sehingga sama sekali tidak ada peluang basis genetik yang sama karena faktor penyerbukan. Hasil percobaan menunjukkan tidak dijumpai polimorfisme pada 6 aksesi tersebut.

Hasil penelitian terbaru yang dijumpai memperkuat dugaan rendahnya keragaman genetik plasma nutfah jarak pagar Indonesia. Sato et al. (2010) menggunakan marka SSR terpilih yang didesain berdasarkan sekuen lengkap jarak pagar. Evaluasi keragaman genetik terhadap 12 plasma nutfah jarak pagar dari berbagai negara di Asia, Afrika dan Amerika Tengah dilakukan menggunakan 100 primer berhasil didesain. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa keragaman genetik antara aksesi-aksesi dari Afrika dan Asia (termasuk dari Indonesia) rendah tetapi cukup jauh bila dibandingkan dengan aksesi-aksesi dari Amerika Tengah.

Hampir sejalan dengan hasil yang diperoleh menggunakan marka SSR, primer-primer RAPD dan ISSR juga menunjukkan keragaman yang rendah (persentase polimorfisme 15.87%) pada plasma nutfah jarak pagar yang diuji.

Berdasarkan dendrogram yang terbetuk, dengan tingkat kesamaan di atas 80 % hanya terbentuk 2 klaster. Klaster pertaman hanya terdiri dari satu aksesi yaitu HS49-2 yang berasal dari Ende, Nusa Tenggara Timur dan klaster kedua beranggotakan aksesi-aksesi yang lain. Tidak didapatkan korelasi antara pengelompokan berdasar marka molekuler dengan pengelompokan berdasar asal daerah aksesi (Gambar 10) dan dengan daya hasil ataupun umur berbunga (Lampiran 3 dan 4). Sunil et al. (2011) telah mengkorelasikan antara marka RAPD dan ISSR dengan beberapa karakter fenotipik dan memperoleh hasil serupa yaitu tidak didapatkan hubungan yang jelas antara marka molekuler dan marka fenotipik.

(21)

62

Beberapa peneliti mengemukakan hipotesis tentang penyebaran jarak pagar dari pusat penyebarannya di Meksiko dan Amerika Selatan. Heller (1996) menyebutkan kemungkinan jarak pagar dibawa oleh penjelajah Potugis melalui Pulau Cape Verde dan Guinea Bissau menuju Afrika dan Asia. Zhang et al.

(2011) dan Sun et al. (2008) menduga bahwa jarak pagar di Cina tersebar dari India sebagai wilayah yang lebih dahulu didatangi melalui Asia Tenggara oleh penjelajah Portugis. Berdasarkan asumsi tersebut maka jarak pagar Indonesia kemungkinan berasal dari India. Hasil mengejutkan diperoleh dari evaluasi yang dilakukan menggunakan marka SCAR karena ternyata semua aksesi yang diuji tergolong dalam jarak pagar tipe Meksiko yang tidak beracun. Kebenaran dari hasil penggolongan ini perlu dikonfirmasi lebih lanjut dengan analisis kimia untuk mengetahui kandungan phorbol ester yang merupakan komponen yang bertanggung jawab pada sifat beracun jarak pagar. Hasil analisis dengan marka SCAR juga menguatkan dugaan sempitnya keragaman genetik jarak pagar yang diteliti mengingat hasil yang diperoleh seragam. Jika hasil ini benar maka asal jarak pagar yang ada di Indonesia kemungkinan tidak berasal dari India.

Sempitnya keragaman genetik yang ada di Indonesia kemungkinan disebabkan oleh sedikitnya materi introduksi serta mudahnya perbanyakan dengan cara vegetatif sebagaimana yang dikemukakan oleh Basha dan Sujatha (2007), Sun et al. (2008) dan Zhang et al. (2011) tentang sempitnya keragaman genetik jarak pagar di India dan Cina. Diperkirakan penjelajah Portugis baru tiba di Asia sekitar 5 abad yang lalu. Jangka waktu tersebut dinilai belum cukup panjang untuk menimbulkan keragaman genetik baru dengan materi introduksi yang terbatas (Zhang et al. (2011).

Keragaman tinggi dengan pengamatan morfologis pada jarak pagar ternyata tidak diiringi dengan tingginya keragaman yang diamati menggunakan marka molekuler. Pada materi yang sama dengan materi yang digunakan pada penelitian ini Hartati et al. (2009) mencatat variasi yang sangat tinggi pada karakter umur berbunga dan produksi (Tabel 4). Dua karakter ini meskipun diamati secara secara fenotipik tetapi pada jarak pagar cukup merepresentasikan genotip. Tidak berkorelasinya keragaman morfologi dengan keragaman berbasis marka molekuler dapat difahami apabila sampel pengujian diambil secara

(22)

63

langsung dari daerah dengan kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Berkaitan dengan hal ini Hasnam (2006) menyatakan bahwa variasi di Indonesia mungkin hanya disebabkan oleh perbedaan wilayah yang melahirkan ekotipe-ekotipe tertentu.

Sebuah penelitian telah dilakukan untuk mencoba menjawab fenomena ketidakterkaitan antara keragaman molekuler dengan keragaman morfologis (Yi et al., 2010). Populasi jarak pagar yang berasal dari berbagai negara telah ditanam pada lingkungan yang sama sedikitnya selama 2 tahun dan menunjukkan keragaman morfologi tinggi sedangkan keragaman molekulernya rendah. Diduga fenomena epigenetik menjadi pemicu terjadinya keragaman fenotip ini karena ditemukan adanya keragaman dan pewarisan epigenetik dari populasi yang diteliti.

Berbeda dengan hasil penelitian yang telah diperoleh, penelitian sejenis menggunakan marka RAPD pada aksesi-aksesi lain dari Indonesia (Susantidiana et al., 2009; Surahman et al., 2009) mendapatkan nilai keragaman yang cukup tinggi. Hal menarik yang didapatkan adalah kenyataan bahwa tidak ditemukan korelasi antara pengelompokan berdasarkan marka molekuler dengan daerah asal aksesi, sama dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini. Bagaimanapun kemungkinan bahwa plasma nutfah jarak pagar mempunyai keragaman genetik tetap ada. Konfirmasi dapat dilakukan dengan persilangan antar tetua yang dipilih berdasarkan informasi keragaman genetik yang telah ada dan evaluasi genetik terhadap keturunannya. Pekerjaan ini bukanlah sesuatu yang sia-sia karena bagaimanapun kegiatan pemuliaan tanaman untuk mendapatkan varietas berdaya hasil tinggi harus tetap dilakukan.

Menggunakan hasil evaluasi ini apabila populasi koleksi yang diuji akan dimanfaatkan untuk tetua dalam program pemuliaan maka genotip yang disarankan untuk dijadikan tetua adalah HS49-2 (daya hasil tinggi) di satu pihak dengan genotip yang berdaya hasil tinggi lain (sesuai kriteria yang dikemukakan Hartati et al., 2009). Pita unik yang dihasilkan individu HS49-2 dengan primer OPV 17 dapat dimanfaatkan untuk identifikasi F1 hasil persilangan dengan tetua HS49-2. Varietas yang dikembangkan dapat berupa varietas hibrida dengan memanfaatkan heterosis pada tanaman.

(23)

64

Basis genetik yang tidak terlalu luas kemungkinan menyebabkan kemajuan yang diperoleh dari kultivar baru tidak terlalu banyak. Usaha untuk mengidentifikasi keragaman genetik dapat diperluas dengan menambah jenis marka molekuler dan memperbanyak materi genetik. Bagaimanapun penelitian ini merupakan satu dari sangat sedikit penelitian yang telah dilakukan untuk mengevaluasi keragaman genetik jarak pagar Indonesia dengan marka molekuler.

Usaha perbaikan genetik ini dapat diiringi dengan usaha-usaha lain terutama yang berkaitan dengan peningkatakan keragaman genetik misalnya dengan introduksi, mutasi atau dengan persilangan interspesies.

Kesimpulan

Berdasarkan marka SSR tidak ditemukan adanya keragaman genetik pada koleksi plasma nutfah jarak pagar yang diteliti. Berdasarkan marka RAPD dan ISSR keragaman jarak pagar yang diteliti tergolong rendah dengan nilai persentase polimorfisme 15.87%. Pada tingkat kesamaan di atas 80% hanya ada 2 klaster terbentuk, 1 klaster terdiri atas 1 aksesi (HS49-2) dan klaster kedua beranggotakan semua aksesi lainnya. Semua aksesi jarak pagar yang diuji berdasarkan marka SCAR masuk dalam tipe Meksiko.

Daftar Pustaka

Basha SD, Sujatha M. 2007. Inter and intra-population variability of Jatropha curcas L. characterized by RAPD and ISSR markers and development of population-specific SCAR markers. Euphytica 156:375–386

Basha SD, Francis G, Makkar HPS, Becker K, Sujatha M. 2009. A comparative study of biochemical traits and molecular markers for assessment of genetic relationships between Jatropha curcas L. germplasm from different countries. Plant Science 176:812–823

Cai Y, Sun D, Wu G, Peng J. 2010. ISSR-based genetic diversity of Jatropha curcas germplasm in China. Biomass and Bioenergy 34(12):1739-1750 Ginwal HS, Rawati PS, Srivastava RL. 2004. Seed source variation in growth

performance and oil yield of Jatropha curcas Linn. Central India Silvae Genetica 53(4):186-192

(24)

65

Hartati RS. 2007. Jarak pagar, menyerbuk silang atau menyerbuk sendiri? Infotek Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) 2(10):1

Hartati RS. 2008. Variasi tanaman jarak pagar dari satu sumber benih satu genotipa. Info Tek Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) 3(1):1

Hartati S, Setiawan A, Heliyanto B, Pranowo D, Sudarsono. 2009. Keragaan morfologi dan hasil 60 individu jarak pagar (Jatropha curcas L.) terpilih di kebun percobaan Pakuwon Sukabumi. Jurnal Littri 15(4):152-161

Heller J. 1996. Physic nut Jatropha curcas L. Promoting the conservation and use of under utilized and neglected crops. International Plant Genetic Resources Institute. Rome

Hintum TJL van, Treuren R van. 2002. Molecular markers: tools to improve genebank efficiency. Cellular & Molecular Biology Letters 7: 737-744 Kaushik N, Kumar K, Kumar S, Kaushik N, Roy S. 2007. Genetic Variability and

divergence studies in seed traits and oil content of Jatropha (Jatropha curcas L.) accession. Biomass and Bioenergy 31(7):497-502

Kumar RV, Yogendra K, Tripathi, Izhaki I, Yadav VP, Ahlawat SP. 2008.

Intraspecific variation and interrelationships between morphology, nutritional content and enzymatic activity of Jatropha curcas L. Current Science 95 (2) : 239 -243

Makkar HPS, Becker K, Sporer F, Wink M. 1997. Studies on nutritive potential and toxic constituents of diferent provenances of Jatropha curcas. J.

Agric. Food Chem. 45:3152-3157

Mardjono R, Sudarmo H, Sudarmaji. 2007. Uji daya hasil beberapa genotipa terpilih jarak pagar (Jatropha curcas L.). Lokakarya Nasional Jarak Pagar II, Bogor, 29 Nop 2006.

Montes L R et al. 2008. Global evaluation of genetic variability in Jatropha curcas. In: Wageningen University Plant Breeding Reseach Day, 17 Juni 2008. Wageningen

Nei M, Li WH. 1979. Mathematical model for studying genetic variation in terms of restriction endonucleases. Proc Natl Acad Sci USA 76:5269-5273

Ou WJ, Wang WQ, Li KM. 2009. Molecular genetic diversity analysis of 120 accessions Jatropha curcas L. germplasm. Chinese Journal of Tropical Crops. 30:287-292

Popluechai S et al. 2009. Narrow genetic and apparent phenetic diversity in Jatropha curcas: initial success with generating low phorbol ester interspecific hybrids. Nature precedings. Pre-publication research and preliminary findings. http://precedings.nature.com/documents/2782/

version/1 [25 Januari 2009]

Rafalski JA, Tingey SV. 1993. Genetic diagnostics in plant breeding: RAPDs, microsatellites and machines. Trends. Genet. 9:275-280

Gambar

Tabel 4 Aksesi jarak pagar koleksi KIJP Pakuwon, Sukabumi yang digunakan  untuk evaluasi keragaman genetik menggunakan marka molekuler
Tabel  5  Daftar primer spesifik untuk mengamplifikasi SSR yang didesain  menggunakan aksesi DNA jarak pagar dari basis data GenBank DNA
Gambar  7  Pola pita hasil PAGE pada 24 nomor  koleksi (1 –  24) dengan primer  EU586340 ( ►) dan EU586347 ( → )
Tabel 8 Primer SCAR yang digunakan untuk evaluasi plasma nutfah jarak pagar  Indonesia
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pemodelan yang telah didapatkan yaitu pemodelan inversi 2D dan visualisasi 3D yaitu reservoir panasbumi berada pada kedalaman berkisar antara 746 m hingga

Agar E-Government bisa berjalan dengan baik dan akhirnya diadopsi dengan baik pula oleh penggunanya, maka diperlukan : (1) kapal yang baik, yang berupa sumber daya dari

Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah Tanjung Redeb Posisi Agama Islam di Antara Agama-Agama di Dunia.. Makalah Metodologi

Trustindo Prima Karya dengan Sertifikat Nomor 229.SLK.010- IDN yang berlaku sampai dengan tanggal 20 Maret 2017 sehingga telah membubuhkan Tanda V-Legal pada

supaya dapat digunakan untuk menentukan beda tinggi antara dua titik, ingatlah pula nivo panda tabung, karena pada nivo tabung dijumpai suatu garis lurus yang dapat

Strategi memfokus kepada masalah adalah berhubung secara secara positif dan signifikan dengan stail kepimpinan transformasional (r=.35*) tetapi mempunyai

Oleh karena itu, untuk membantu ditahap awal deteksi gangguan autisme pada anak, dirancanglah perangkat lunak berbasis android sebagai pakar (baik dokter ataupun

Pertalite dengan nilai oktan 90 dengan warna hijau terang, hasil yang didapatkan berupa cairan lengket menyerupai lem namun cairan tersebut tidak secair pada