• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBUATAN PIDANA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN UANG HASIL PENJUALAN OBAT-OBATAN HEWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERBUATAN PIDANA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN UANG HASIL PENJUALAN OBAT-OBATAN HEWAN"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

PERBUATAN PIDANA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN

UANG HASIL PENJUALAN OBAT-OBATAN HEWAN

(Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 441/Pid.B.2014/PN.Mdn)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

BE B EN NN NY Y P P. . M MA AN NI I K K

NIM. 090200384

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 1 6

(2)

PERBUATAN PIDANA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN

UANG HASIL PENJUALAN OBAT-OBATAN HEWAN

(Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 441/Pid.B.2014/PN.Mdn)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

BE B EN NN NY Y P P. . M MA AN NI I K K

NIM. 090200384 Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Pidana

Dr. M. Hamdan, SH, MH.

NIP. 1957032619860110001 Pembimbing I

Prof. Dr. MadiasaAblisar, SH, MS.

NIP. 196104081986011002

Pembimbing II

Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum.

NIP. 197404012002121001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 1 6

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rakhmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Uang Hasil Penjualan Obat-Obatan Hewan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 441/Pid.B.2014/PN.Mdn)”.

Di dalam menyelesaikan skripsi ini, telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima- kasih yang sebesar-besarnya kepada :

- Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

- Bapak Dr. M. Hamdan, SH, MH, sebagai Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

- Bapak Prof. Dr. Madiasa Ablisar, SH, MS, selaku Dosen Pembimbing I Penulis.

- Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II Penulis.

- Bapak dan Ibu Dosen serta semua unsur staf administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

- Rekan-rekan se-almamater di Fakultas Hukum khususnya dan Umumnya Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan rasa terima-kasih yang tiada terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda, semoga kebersamaan yang kita jalani ini tetap menyertai kita selamanya.

Demikianlah penulis niatkan, semoga tulisan ilmiah penulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2016 Penulis

Benny P. Manik NIM : 090200384

(5)

DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

ABSTRAKSI ... iv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

1. Pengertian Tindak Pidana ... 8

2. Pengertian Penggelapan ... 12

F. Metodologi Penelitian ... 16

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II. UNSUR-UNSUR OBJEKTIF DAN SUBJEKTIF DALAM TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SEBAGAIMANA DIATUR DALAM PASAL 372 KUHP ... 20

A. Unsur-Unsur Objektif ... 20

B. Unsur-Unsur Subjektif ... 26

C. Modus Operandi Terjadinya Tindak Pidana Penggelapan Uang Hasil Penjualan Obat-Obatan Hewan ... 28

(6)

BAB III PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM

MENJATUHKAN PUTUSANNYA PADA PUTUSAN

PENGADILAN NEGERI MEDAN NOMOR: 441

/Pid.B/2014/PN.MDN DIKAITKAN DENGAN TINDAK

PIDANA PENGGELAPAN DALAM JABATAN ... 32

A. Posisi Kasus ... 32

B. Analisis Kasus ... 47

BAB IV. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN UANG HASIL PENJUALAN OBAT-OBATAN HEWAN ... 51

A. Tinjauan Umum Tentang Pertanggungjawaban Pidana ... 51

B. Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Uang Hasil Penjualan Obat-Obatan Hewan Pada Putusan Nomor : 441 /Pid.B/2014/PN.MDN ... 59

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70 DAFTAR PUSTAKA

(7)

ABSTRAK

PERBUATAN PIDANA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN UANG HASIL

PENJUALAN OBAT-OBATAN HEWAN

(Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 441/Pid.B.2014/PN.Mdn) BBeennnnyy PP.. MMaanniikk **

Prof. Dr. Madiasa Ablisar, SH, MS**

Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum ***

Pembahasan skripsi ini perihal pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana penggelapan.Penggelapan dalam kajian skripsi ini adalah penggelapan uang hasil penjualan obat-obat hewan sebagaimana diputus dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 441 /Pid.B/2014/PN.MDN. atas nama terdakwa Amin. Amin didakwa telah melakukan tindak pidana Penggelapan dalam jabatan yang diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 374 KUHP.

Permasalahan yang dihadapi yaitu bagaimana unsur-unsur objektif dan subjektif dalam tindak pidana penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP, bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusannya pada Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 441 /Pid.B/2014/PN.MDN dikaitkan dengan tindak pidana penggelapan dalam jabatan dan bagaimana pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana penggelapan uang hasil penjualan obat-obatan hewan,

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu dengan mengkaji atau menganalisis data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum sekunder dengan memahami hukum sebagai perangkat peraturan atau norma- norma positif di dalam sistem perundang-undangan yang mengatur mengenai kehidupan manusia. Jadi penelitian ini dipahami sebagai penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian terhadap data sekunder.

Unsur-unsur objektif dan subjektif dalam tindak pidana penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP meliputi unsur objektif yang terdiri dari: melawan hukum, perbuatan memiliki, sebagian atau seluruhnya miik orang lain, yang ada padanya bukan karena kejahatan serta unsur-unsur subjektif dari tindak pidana penggelapan yaitu unsur kesengajaan dan unsur melawan hukum.

Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusannya pada Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 441 /Pid.B/2014/PN.MDN dikaitkan dengan tindak pidana penggelapan dalam jabatan adalah perihal pembuktian yang diajukan ke depan majelis hakim serta terpenuhinya unsur-unsur yang didakwakan kepada terdakwa serta adanya unsur pemberatan dan unsur yang meringankan. Selain itu tidak adanya alasan pemaaf atas perbuatan terdakwa tersebut.

Kata Kunci: Perbuatan Pidana, Pertanggungjawaban Pidana, Penggelapan

* Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU

** Pembimbing 1, Dosen Fakultas Hukum USU

*** Pembimbing 2, Dosen Fakultas Hukum USU

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan sehari-hari manusia mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi demi mempertahankan hidupnya. Situasi demikian menghendaki kepada setiap individu manusia untuk melakukan hubungan kerjasama dengan individu lain.

Bentuk kerjasama antara individu tersebut terdiri dari berbagai macam sesuai dengan kebutuhan masing-masing.1

Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan untuk menyaring informasi dan budaya yang masuk sehingga sangat mungkin krisis moral ini akan memacu timbulnya kejahatan dalam masyarakat. Perlu disadari bahwa kejahatan dapat dilakukan oleh siapapun dan terhadap siapapun.2

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju maka semakin meningkat pula kejahatan yang terjadi di lingkungan masyarakat misalnya pencurian, pembunuhan, perampokan, penipuan, penggelapan, perkosaan, penculikan dan sebagainya. Kejahatan merupakan fenomena kehidupan masyarakat, karena itu tidak dapat lepas dari ruang dan waktu. Naik turunnya

1 CST. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 1991, hal. 32.

2 Ibid, hal. 46.

(9)

kejahatan tergantung kepada keadaan masyarakat, keadaan politik, kebudayaan dan sebagainya.3

Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi dimuka bumi mungkin tidak akan ada habis-habisnya. Mengenai masalah ini dapat dilihat dari pemberitaan media massa seperti surat kabar, majalah dan televisi yang selalu saja memuat berita tentang terjadinya kejahatan. Tampaknya masalah kejahatan ini akan selalu berkembang, baik itu dilihat dari segi kuantitas. Bahwa daerah perkotaan kejahatannya berkembang terus sejalan dengan berkembangnya kota selalu disertai dengan perkembangan kualitas dan kuantitas kejahatan atau kriminalitas, akibat perkembangan ini menimbulkan keresahan bagi masyarakat dan pemerintahan.4

Kejahatan tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus kejahatan semakin sering terjadi dan yang paling dominan adalah jenis kejahatan terhadap harta kekayaan, khususnya yang termasuk didalamnya adalah tindak pidana penggelapan. Bahwa kejahatan terhadap harta benda akan tampak meningkat di negara-negara sedang berkembang. Kenaikan ini sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi.5

Di setiap negara tidak terkecuali negara yang paling maju sekalipun, pasti akan menghadapi masalah kejahatan yang mengancam dan mengganggu ketentraman dan kesejahteraan penduduknya. Hal ini menunjukkan bahwa

3 Bambang Poernomo. Azas-Azas Hukum Pidana. Ghalia Indonesia, Jakarta, 2001, hal. 56.

4 Ibid, hal. 58.

(10)

kejahatan tidak hanya tumbuh subur di negara miskin dan berkembang, tetapi juga di negara-negara yang sudah maju.

Negara Indonesia adalah negara yang termasuk dalam kategori negara berkembang dan tentunya tidak terlepas dari permasalahan yang telah yang dikemukan di atas. Tindak kejahatan yang terjadi di negara-negara yang berkembang masih relatif tinggi. Kenaikannya dibandingkan dengan tingkat kejahatan yang terjadi di negara-negara maju masih tampak wajar. Sebab tingkat kehidupan ekonomi dan sosial negara-negara maju sudah lebih baik dan tingkat kesadaran hukumnya juga lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara sedang berkembang. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila masalah kejahatan atau kriminalitas di Indonesia merupakan akibat dari kehidupan masyarakatnya.6

Kejahatan dapat diartikan secara kriminologis dan yuridis. Kejahatan dalam arti kriminologis yaitu perbuatan manusia yang menodai norma-norma dasar dari masyarakat. Hal ini dimaksudkan sebagai perbuatan unsur yang menyalahi aturan- aturan yang hidup dan berkembang di masyarakat.7 Kejahatan yuridis yaitu perilaku jahat atau perbuatan jahat dalam arti hukum pidana maksudnya bahwa kejahatan itu dirumuskan di dalam peraturan-peratuaran pidana. Salah satu contoh kejahatan yaitu tindak pidana penggelapan yang di atur dalam Pasal 372 sampai dengan Pasal 377 KUHP.

Penggelapan dalam kajian skripsi ini adalah penggelapan uang hasil penjualan obat-obat hewan sebagaimana diputus dalam Putusan Pengadilan Negeri

6 Ibid, hal. 76.

7 P.A.F. Lamintang. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru. Bandung, 1997.

hal. 91.

(11)

Medan Nomor: 441 /Pid.B/2014/PN.MDN. atas nama terdakwa Amin. Amin didakwa telah melakukan tindak pidana Penggelapan dalam jabatan yang diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 374 KUHP.

Terdakwa bekerja di kantor cabang PD. Veterindo Swadana Agro yang terletak di Jalan Amplas No. 26/22 Medan selaku salesman, dengan tugas dan tanggung jawab memasarkan obat-obatan hewan berikut menagih uang pembayaran dan menyetorkannya kepada perusahaan. Kemudian tanpa seijin dan sepengetahuan perusahaan sejak bulan Oktober 2010 s/d bulan Agustus 2013 terdakwa menjualkan barang-barang milik perusahaan secara bertahap dengan jumlah total keseluruhannya sebesar Rp 622.853.650 (enam ratus dua puluh dua juta delapan ratus lima puluh tiga ribu enam ratus lima puluh rupiah) yang telah dibayar lunas oleh para costumer tersebut melalui tersangka, namun ternyata uang pembayaran dari para costumer tersebut tidak pernah terdakwa setorkan ke perusahaan, melainkan telah habis terdakwa pergunakan untuk kepentingan pribadinya. Sehingga akibat perbuatan terdakwa, PD. Veterindo Swadana Agro mengalami kerugian sebesar Rp. 622.853.650 (enam ratus dua puluh dua juta delapan ratus lima puluh tiga ribu enam ratus lima puluh rupiah).

Kemudian majelis hakim yang memeriksa perkara ini menyatakan terdakwa Amin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penggelapan dalam jabatan, dan dan sebab itu terdakwa dikenakan sanksi pidana dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun.

Suatu hal yang ditemukan dalam penelitian ini khususnya terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 441 /Pid.B/2014/PN.MDN yang juga menjadi

(12)

alasan pemilihan judul ini adalah terjadinya tindak pidana penggelapan tersebut disebabkan kurangnya pengawasan keuangan yang diberikan perusahaan terhadap para pegawainya sehingga terjadinya tindak pidana penggelapan dalam jabatan.

Gambaran yang terlihat dari Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor:

441 /Pid.B/2014/PN.MDN adalah adanya kebebasan karyawan perusahaan dalam pengelolaan keuangan sehingga memberikan kesempatan pegawai melakukan tindak pidana penggelapan. Oleh sebab itu maka sebagai alasan pertama penelitian ini adalah berupaya mencari modus operandi terjadinya penggelapan dalam jabatan khususnya pada Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 441 /Pid.B/2014/PN.MDN.

Alasan kedua pelaksanaan penelitian adalah dalam menerapkan hukum dan menjalankan peradilan, hakim memiliki peranan yang sangat penting. Dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara banyak hal yang menjadi pertimbangan hakim untuk dapat menghasilkan putusan yang seadil-adilnya, baik bagi korban, terdakwa, maupun masyarakat umum. Alasan dan pertimbangan yang digunakan oleh hakim sangat kompleks supaya dalam mengadili dan menghasilkan sebuah putusan dalam menjatuhkan sanksi kepada terdakwa agar menghasilkan putusan yang dapat diterima bagi terdakwa serta masyarakat dan sesuai dengan tujuan hukum yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Dengan alasan ini maka penelitian ini berupaya mencari dasar dan pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusannya pada Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 441 /Pid.B/2014/PN.MDN dikaitkan dengan tindak pidana penggelapan dalam jabatan.

(13)

Alasan ketiga penelitian ini adalah perihal pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana penggelapan uang hasil penjualan obat-obatan karena diketahui bahwa sebuah perbuatan pidana akan melahirkan pertanggungjawaban pidana.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji masalah tersebut dengan mengambil judul: "Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Uang Hasil Penjualan Obat-Obatan Hewan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 441/Pid.B.2014/PN.Mdn)".

B. Perumusan Masalah

Permasalahan merupakan hambatan. Untuk sebab yang demikian maka sebuah permasalahan perlu dipecahkan. Adapun permasalahan yang diajukan di dalam penelitian skripsi ini adalah:

1. Bagaimana unsur-unsur objektif dan subjektif dalam tindak pidana penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP?

2. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusannya pada Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 441 /Pid.B/2014/PN.MDN dikaitkan dengan tindak pidana penggelapan dalam jabatan?

3. Bagaimana pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana penggelapan uang hasil penjualan obat-obatan hewan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui unsur-unsur objektif dan subjektif dalam tindak pidana penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP.

(14)

pada Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 441 /Pid.B/2014/PN.MDN dikaitkan dengan tindak pidana penggelapan dalam jabatan.

3. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana penggelapan uang hasil penjualan obat-obatan hewan.

Manfaat penelitian ini adalah:

a. Dari segi teoritis sebagai suatu bentuk penambahan literatur di bidang hukum pidana khususnya dalam kajian terhadap sanksi bagi pelaku tindak pidana penggelapan uang hasil penjualan obat-obatan hewan.

b. Dari segi praktis sebagai suatu bentuk sumbangan pemikiran dan masukan para pihak yang berkepentingan sehingga didapatkan kesatuan pandangan tentang sanksi bagi pelaku tindak pidana penggelapan uang hasil penjualan obat-obatan hewan.

D. Keaslian Penulisan

Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Uang Hasil Penjualan Obat-Obatan Hewan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No.

441/Pid.B.2014/PN.Mdn)”, dan penulisan skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi lainnya. Sehingga penulisan skripsi ini masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Tindak Pidana

Berdasarkan literatur hukum pidana sehubungan dengan tindak pidana

(15)

banyak sekali ditemukan istilah-istilah yang memiliki makna yang sama dengan tindak pidana. Istilah-istilah lain dari tindak pidana tersebut adalah antara lain : 1. Perbuatan melawan hukum.

2. Pelanggaran pidana.

3. Perbuatan yang boleh dihukum.

4. Perbuatan yang dapat dihukum.8

Menurut R. Soesilo, tindak pidana yaitu suatu perbuatan yang dilarang atau yang diwajibkan oleh undang-undang yang apabila dilakukan atau diabaikan, maka orang yang melakukan atau mengabaikan diancam dengan hukuman.9

Menurut Moeljatno “peristiwa pidana itu ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan undang-undang lainnya terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman” 10 Simons, peristiwa pidana adalah perbuatan melawan hukum yang berkaitan dengan kesalahan (schuld) seseorang yang mampu bertanggung jawab, kesalahan yang dimaksud oleh Simons ialah kesalahan yang meliputi dolus dan culpulate.11

Secara dogmatis masalah pokok yang berhubungan dengan hukum pidana adalah membicarakan tiga hal, yaitu :

1. Perbuatan yang dilarang.

8 Roeslan Saleh, Sifat Melawan Hukum Dari Perbuatan Pidana, Aksara Baru. Jakarta, 1987, hal. 32.

9 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar- Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor, Politeia, 1991, hal. 11.

10 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hal. 62.

(16)

Di mana dalam pasal-pasal ada dikemukakan masalah mengenai perbuatan yang dilarang dan juga mengenai masalah pemidanaan seperti yang termuat dalam Titel XXI Buku II KUH Pidana.

2. Orang yang melakukan perbuatan dilarang.

Tentang orang yang melakukan perbuatan yang dilarang (tindak pidana) yaitu: setiap pelaku yang dapat dipertanggung jawabkan secara pidana atas perbuatannya yang dilarang dalam suatu undang-undang.

3. Pidana yang diancamkan.

Tentang pidana yang diancamkan terhadap si pelaku yaitu hukuman yang dapat dijatuhkan kepada setiap pelaku yang melanggar undang-undang, baik hukuman yang berupa hukuman pokok maupun sebagai hukuman tambahan.12

Pembentuk Undang-undang telah menggunakan perkataan “Straafbaar feit”

yang dikenal dengan tindak pidana. Dalam Kitab Undang-undang hukum Pidana (KUHP) tidak memberikan suatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya dimaksud dengan perkataan “Straafbaarfeit”.13

Perkataan “feit” itu sendiri di dalam Bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan” atau “een gedeele van werkwlijkheid” sedang “straaf baar”

berarti “dapat di hukum” hingga cara harafia perkataan “straafbaarfeit” itu dapat diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat di hukum” oleh karena kelak diketahui bahwa yang dapat di hukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan.14

Pembentuk undang-undang telah memberikan suatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan “straafbaarfeit” sehingga

12 Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hal. 44.

13 Ibid., hal. 45.

(17)

timbullah doktrin tentang apa yang dimaksud dengan “straafbaarfeit”15

Hazewinkel Suringa dalam Hilman memberi defenisi tentang

“straafbaarfeit” adalah sebagai perilaku manusia yang pada saat tertentu telah ditolak didalam suatu pergaulan hidup dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat didalamnya.16

Selanjutnya Van Hamel dalam EY Kanter dan SR Sianturi memberi defenisi tentang “straafbaarfeit” sebagai suatu serangan atas suatu ancaman terhadap hak-hak orang lain.17

Menurut Pompe dalam EY Kanter dan SR Sianturi straafbaarfeit dirumuskan sebagai “suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminya kepentingan umum.18

Simons memberi defenisi “straafbaarfeit” adalah sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh Undang-undang telah dinyatakan suatu tindakan yang dapat dihukum.

Hukum pidana Indonesia mengenal istilah tindak pidana. Istilah ini di pakai sebagai pengganti perkataan straafbaarfeit, yang berasal dari Bahasa Belanda.

14 PAF Lamintang, Op.Cit, hal. 181

15Ibid.

16 Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia, Bandung, Alumni, 1992, hal. 21

17 EY Kanter dan SR Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Storia Grafika, Jakarta, 2003, hal. 102.

(18)

Tindak pidana merupakan suatu pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis. Lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan yang dapat diartikan secara yuridis (hukum) atau secara kriminologis.

Mengenai isi dari pengertian tindak pidana ada kesatuan pendapat di antara para sarjana. Menurut ajaran Causalitas (hubungan sebab akibat) di sebutkan pada dasarnya setiap orang harus bertanggungjawab atas segala perbuatan yang dilakukannya, namun harus ada hubungan kausa antara perbuatan dengan akibat yang di larang dan di ancam dengan pidana. Hal ini tidak selalu mudah, peristiwa merupakan rangkaian peristiwa serta tiada akibat yang timbul tanpa sesuatu sebab.

2. Pengertian Penggelapan

Istilah penggelapan sebagaimana yang lazim dipergunakan orang untuk menyebut jenis kejahatan yang di dalam buku II Bab XXIV Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu adalah suatu terjemahan dari perkataan ”verduistering” dalam bahasa Belanda. Delik yang berkualifikasi atau yang bernama penggelapan ini diatur dalam Pasal 372.

Banyak unsur-unsur penggelapan yang menyerupai delik pencurian, hanya saja beradanya barang yang dimaksud untuk dimiliki ( zich toeegenen ) itu di

(19)

tangan pelaku penggelapan bukanlah karena seperti halnya pencurian. Pengertian pemilikan juga seperti di dalam pencurian. Perbedaan antara pencurian dan penggelapan terletak pada siapa yang secara nyata menguasai barangnya.

Pencurian tidaklah mungkin terhadap suatu barang yang sudah berada dalam kekuasaan hukum dan kekuasaan nyata pelaku. Pengambilan barang secara melawan hukum dengan persetujuan si pemegang adalah pencurian. ”Barang yang ada dalam kekuasaannya” adalah barang yang dikuasai oleh pelaku, tidak perduli apakah dikuasai olehnya sendiri atau oleh orang lain, termasuk juga barang yang dipercayakan olehnya kepada orang lain yang menyimpan barang itu untuknya.

”Menguasai barang” berarti bahwa pelaku berada dalam hubungan langsunng dan nyata dengan barang itu.

Beradanya barang ditangan pelaku yang bukan karena kejahatan itu misalnya semula pelaku dititipi untuk diangkut, dijualkan atau disimpan tetapi kemudian si pelaku mempunyai maksud yang berbeda daripada maksud keberadaan barang itu ditangannya, melainkan menjadi dengan maksud secara melawan hukum untuk bertindak sebagai pemilik.

Penggelapan juga mempunyai pemberatan (berkualifikasi) jika ada hubungan kerja tertentu, ada masalah upah, dan penggelapan ringan jika nilai obyeknya maksimal Rp. 250,- kecuali itu seperti halnya pencurian terdapat juga penggelapan dalam keluarga.

Tindak pidana penggelapan diatur dalam Buku II Bab XXIV Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berjudul ”Penggelapan”. Tindak pidana penggelapan diatur dalam beberapa pasal yaitu Pasal 372 KUHP sampai dengan

(20)

Pasal 377 KUHP yang isinya:

1) Pasal 372

”Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang, yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain, dan hanya ada padanya bukan karena kejahatan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya 15 kali enam puluh rupiah”.

2) Pasal 373

”Perbuatan yang diterangkan pada Pasal 372, bilamana yang digelapkan itu bukan ternak dan harganya tidak lebih dari dua ratus lima puluh ribu rupiah, dihukum sebagai penggelapan ringan, dengan hukuman penjara selama- lamanya tiga bulan atau denda sebanyakbanyaknya 15 kali enam puluh rupiah”.

3) Pasal 374

”Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang memegang barang itu karena jabatannya sendiri atau karena pekerjaannya atau karena mendapat upah uang, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun”.

4) Pasal 375

Penggelapan yang dilakukan orang kepadanya terpaksa diberikan untuk disimpan, atau oleh wali, pengampu, pengurus, orang yang menjalankan wasiat, pengurus lembaga derma atau yayasan terhadap barang yang ada pada mereka karena jabatan mereka tersebut itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.

5) Pasal 376

”Aturan pada Pasal 376 berlaku bagi kejahatan diterangakan dalam bab ini”.

6) Pasal 377

a) Pada waktu pemidanaan karena salah satu kejahatan yang dirumuskan dalam Pasal 372, Pasal 274, Pasal 375, bahwa Hakim dapat

(21)

memerintahkan supaya putusan diumumkan dan dicabutnya hak-hak tersebut dalam Pasal 35 KUHP yaitu:

(1) Menjabat segala jabatan atau jabatan yang ditentukan (2) Masuk militer

(3) Memilih dan boleh dipilih dalam pemilihan yang dilakukan karena Undang-Undang Umum

(4) Menjadi penasehat atau wali atau wali pengawas atau pengampu atau pengampu pengawas atau orang alian atau pada anaknya sendiri

(5) Kekuasaan bapak, perwalian dan pengampuan atau anaknya sendiri (6) Melakukan pekerjaan yang ditentukan.

b) Jika yang bersalah melakukan kejahatan dalam pekerjaannya, boleh dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.

Berdasarkan dari sekian banyak Pasal tersebut diatas, maka tindak pidana penggelapan dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu :

1) Penggelapan dalam bentuk pokok

Kejahatan penggelapan dalam bentuk pokok dalam Pasal 372 KUHP yaitu kejahatan yang dilakukan sesorang yang dengan sengaja menguasai secara melawan hukum suatu benda yang seluruhnya atau sebagian merupakan kepunyaan orang lain. Akan tetapi orang tersebut dalam mendapatkan barang dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.

2) Penggelapan ringan

Maksud dari penggelapan ringan adalah seperti diterangkan dalam Pasal 373 KUHP yaitu suatu kejahatan penggelapan yang dilakukan oleh seseorang yang mana jika penggelapan tidak terhadap ternak ataupun nilainya tidak lebih dari dua ratus lima puluh ribu rupiah. Mengapa disebutkan bahwa yang digelapkan itu haruslah bukan ternak, karena perlu diingat bahwa ternak merupakan unsur yang memberatkan, sehingga ternak dianggap barang khusus.

3) Penggelapan dengan pemberatan

(22)

Kejahatan penggelapan dengan pemberatan atau disebut juga ” gequalifierde verduistering ” tersebut diatur dalam pasal 374 KUHP. Dalam Pasal 374 KUHP menyatakan bahwa penggelapan dengan pemberatan adalah penggelapan yang dilakukan oleh mereka yang menguasai suatu benda karena jabatannya atau karena pekerjaannya atau karena mendapatkan uang sebagai imbalannya.

Sedangkan dalam Pasal 375 KUHP menyatakan bahwa penggelapan dengan pemberatan adalah penggelapan yang dilakukan oleh mereka atas benda yang karena terpaksa telah titipkan kepadanya sebagai wali, curator, kuasa untuk mengurus harta benda orang lain, pelaksana suatu wasiat dan kedudukan mengurus benda amal atau yayasan.

4) Penggelapan sebagai delik aduan

Kejahatan sebagai delik aduan ini tersimpul dalam Pasal 376 KUHP yang mengacu pada Pasal 367 ayat (2) KUHP. Dengan adanya ketentuan ini berarti seseorang yang mempunyai hubungan keluarga melakukan penggelapan atau membantu melakukan penggelapan terhadap milik anggota keluarga lainnya yang tinggal dalam satu rumah hanya dapat dituntut terhadap mereka itu hanya dapat dilakukan apabila ada atau terdapat pengaduan dari pihak-piahak yang telah dirugikan karena kejahatan penggelapan.

5) Penggelapan oleh pegawai negeri karena jabatannya

Jenis penggealapn ini tidak diatur dalam Buku II Bab XXIV KUHP melainkan dalam Bab XXVIII yang mengatur mengenai apa yang disebut ”

(23)

ambtsmisdrijven ” atau kejahatan jabatan. Penggelapan yang dilakukan oleh seorang pegawai negeri dalam jabatannnya disebut penggelapan jabatan.

Ketentuan mengenai penggelapan jabatan ini diatur dalam Pasal 415 dan Pasal 417 KUHP yang mengatur tentang seorang pegawai negeri yang karena jabatannya uang atau kertas berharga yang dalam jabatannya menguasai benda- benda tersebut membiarkan diambil atau digelapkan oleh orang lain.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah bersifat yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.19

2. Sumber data

Sumber data penelitian ini diambil berdasarkan data primer dan data sekunder. Dari primer didapatkan dari penelitian lapangan di Pengadilan Negeri Medan. Data sekunder didapatkan melalui:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni Kitab Undang-undang Hukum Pidana, serta Undang-Undang Republik Indonesia No.

8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian, karya dari kalangan hukum, Putusan

(24)

Pengadilan Negeri Medan No. 441/Pid.B.2014/PN.Mdn dan sebagainya c. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang mencakup:

1) Bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder.

2) Bahan-bahan primer, sekunder dan tertier (penunjang) di luar bidang hukum seperti kamus, insklopedia, majalah, koran, makalah, dan sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan.

3. Alat pengumpul data

Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen dengan penelusuran kepustakaan dan penelitian kasus di Pengadilan Negeri Medan.

4. Analisis data

Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan, studi dokumen, dan penelitian lapangan maka hasil penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Analisis kualitatif ini pada dasarnya merupakan pemaparan tentang teori-teori yang dikemukakan, sehingga dari teori- teori tersebut dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan kesimpulan dan pembahasan skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Bab I yang berjudul Pendahuluan adalah sebagai suatu pengantar dari pembahasan-pembahasan selanjutnya, hal mana terdiri dari 7 (tujuh) sub bab, yaitu Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan serta Sistematika

19 Soerjono Soekanto. Op.Cit. hal. 32

(25)

Penulisan.

Bab II Dengan judul Unsur-Unsur Objektif Dan Subjektif Dalam Tindak Pidana Penggelapan Sebagaimana Diatur Dalam Pasal 372 KUHP. Bab ini membahas tentang: Unsur- Unsur Objek dan Unsur-Unsur Subjektif serta Modus Operandi Terjadinya Tindak Pidana Penggelapan Uang Hasil Penjualan Obat-Obatan Hewan.

Bab III yang berjudul Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Putusannya Pada Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 441 /Pid.B/2014/Pn.Mdn Dikaitkan Dengan Tindak Pidana Penggelapan Dalam Jabatan, dimana di dalam terdiri dari Kasus, Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Dikaitkan Dengan Perbuatan Pidana Penggelapan Hasil Penjualan Obat-Obatan Hewan dan Analisis Kasus.

Bab IV yang berjudul Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Uang Hasil Penjualan Obat-Obatan Hewan, dimana di dalamnya terdiri dari: Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Penggelapan, Pertanggungjawaban Pidana, Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana serta Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Uang Hasil Penjualan Obat-Obatan Hewan.

Bab V yang berjudul Kesimpulan dan Saran dimana di dalamnya akan diuraikan Kesimpulan dari pembahasan terdahulu serta diberikan Saran-Saran.

(26)

BAB II

UNSUR-UNSUR OBJEKTIF DAN SUBJEKTIF DALAM TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SEBAGAIMANA DIATUR DALAM PASAL 372 KUHP

D. Unsur-Unsur Objektif

Bab XXIV (buku II) KUHP mengatur tentang penggelapan (verduistering), terdiri dari 5 pasal yaitu dari Pasal 372 sampai dengan Pasal 376 KUHP. Di samping penggelapan sebagaimana diatur dalam Bab XXIV, ada rumusan tindak pidana lainnya yang masih mengenai penggelapan, yaitu Pasal 415 dan 417, tindak pidana mana sesungguhnya merupakan kejahatan jabatan, yang kini ditarik ke dalam tindak pidana korupsi oleh UU No. 31 Tahun 1999 dan UU No. 20 Tahun 2001, oleh karenanya tidak dimuat dalam Bab XXIV, melainkan dalam bab tentang kejahatan jabatan (Bab XXVIII).20

Pengertian yuridis mengenai penggelapan dimuat dalam Pasal 372 yang

20 P.A.F. Lamintang, Op.Cit. hal. 45.

(27)

dirumuskan sebagai berikut “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp 900,00.”

Rumusan itu disebut/diberi kualifikasi penggelapan. Rumusan di atas tidak memberi arti sebagai membuat sesuatu menjadi gelap atau tidak terang, seperti arti kata yang sebenarnya. Perkataan verduistering yang ke dalam bahasa kita diterjemahkan secara harfiah dengan penggelapan itu, bagi masyarakat Belanda diberikan arti secara luas (figurlijk), bukan diartikan seperti arti kata yang sebenarnya sebagai membikin sesuatu menjadi tidak terang atau gelap.21

Pada contoh seseorang dititipi sebuah sepeda oleh temannya, karena memerlukan uang, sepeda itu dijualnya. Tampaknya sebenarnya penjual ini menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan temannya itu dan tidak berarti sepeda itu dibikinnya menjadi gelap atau tidak terang. Lebih mendekati pengertian bahwa petindak tersebut menyalahgunakan haknya sebagai yang menguasai benda, hak mana tidak boleh melampaui dari haknya sebagai seorang yang diberi kepercayaan untuk menguasai atau memegang sepeda itu.

Adapun unsur-unsur objektif tindak pidana penggelapan berdasarkan Pasal 372 KUHP.22

1. Melawan Hukum

Salah satu unsur yang terdapat pada Pasal 372 KUHP (Wetboek van

21 Ibid, hal. 56.

20

(28)

Strafrecht), yaitu unsur “melawan hukum (wederrechtelijk) mengaku sebagai milik sendiri (zich toeeigenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain”.

Maksud unsur “melawan hukum” atau wederrechtelijk adalah apabila perbuatan yang dilakukan oleh seorang pelaku atau dader bertentangan dengan norma hukum tertulis (peraturan perundang-undangan) atau norma hukum tidak tertulis (kepatutan atau kelayakan) atau bertentangan dengan hak orang lain sehingga dapat dikenai sanksi hukum.

Perkataan “memiliki secara melawan hukum” adalah terjemahan dari perkataan

“wederrechtelijk zich toeeigent”, yang menurut Memorie van Toelichting ditafsirkan sebagai: “het zich wederrechtelijk als heer en meester gedragen ten aanzien van het goed alsof hij eigenaar is, terwijl hij het niet is” atau “secara melawan hukum memiliki sesuatu benda seolah-olah ia adalah pemilik dari benda tersebut, padahal ia bukanlah pemiliknya”.23

Menurut Hoge Raad, perbuatan “zich toeeigenen” adalah: “Menguasai benda milik orang lain secara bertentangan dengan sifat daripada hak yang dimiliki oleh si pelaku atas benda tersebut.”24

Menurut H.A.K. Moch. Anwar, S menyatakan: “unsur melawan hukum dapat terjadi bilamana pelaku melakukan perbuatan memiliki itu tanpa hak atau kekuasaan. Ia tidak mempunyai hak untuk melakukan perbuatan memiliki, sebab ia bukan yang punya, bukan pemilik. Hanya pemilik yang mempunyai

23 P.A.F. Lamintang, Op.Cit, hal. 155

24 Ibid, hal. 55.

(29)

hak untuk memilikinya”25

Menurut Munir Fuady menyatakan :

Bahwa perbuatan yang dilakukan haruslah melawan hukum, sejak tahun 1919, unsur melawan hukum ini diartikan dalam arti yang seluas-luasnya, yakni meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Perbuatan yang melanggar undang-undang yang berlaku.

b. Yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum.

c. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.

d. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan (goede zeden).

e. Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam masyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain (indruist tegen de zorgvildigheid, welke in het maatschappelijke verkeer betaamt ten aanzien van anders person of goed).26

2. Perbuatan memiliki.

Zicht toe igenen diterjemahkan dengan perkataan memiliki, menganggap sebagai milik, atau ada kalanya menguasai secara melawan hak, atau mengaku sebagai milik. Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal 25-2-1958 No.

308 K/Kr/1957 menyatakan bahwa perkataan Zicht toe igenen dalam bahasa Indonesia belum ada terjemahan resmi sehingga kata-kata itu dapat diterjemahkan dengan perkataan mengambil atau memiliki. Waktu membicarakan tentang pencurian di muka, telah dibicarakan tentang unsur

25 H.A.K. Moch. Anwar, Hukum Pidana Khusus (KUHP buku II), Bandung: Alumni 1979, hal. 37

(30)

memiliki pada kejahatan itu.27

Pengertian memiliki pada penggelapan ini ada perbedaannya dengan memiliki pada pencurian. Perbedaan ini, ialah dalam hal memi¬ liki pada pencurian adalah berupa unsur subjektif, sebagai maksud untuk memiliki (benda objek kejahatan itu). Tetapi pada penggelapan, memiliki berupa unsur objektif, yakni unsur tingkah laku atau perbuatan yang dilarang dalam penggelapan. Kalau dalam pencurian tidak disyaratkan benar-benar ada wujud dari unsur memiliki itu, karena memiliki ini sekedar dituju oleh unsur kesengajaan sebagai maksud saja. Tetapi pada penggelapan, memiliki berupa unsur objektif, yakni unsur tingkah laku atau perbuatan yang dilarang dalam penggelapan. Kalau dalam pencurian tidak disyaratkan benar-benar ada wujud dari unsur memiliki itu, karena memiliki ini sekedar dituju oleh unsur kesengajaan sebagai maksud saja. Tetapi memiliki pada penggelapan, karena merupakan unsur tingkah laku, berupa unsur objektif, maka memiliki itu harus ada bentuk/wujudnya, bentuk mana harus sudah selesai dilaksanakan sebagai syarat untuk menjadi selesainya penggelapan. Bentuk-bentuk perbuatan memiliki, misalnya menjual, menukar, menghibahkan, menggadaikan, dan sebagainya.

Pada pencurian, adanya unsur maksud untuk memiliki sudah tampak dari adanya perbuatan mengambil, oleh karena sebelum kejahatan itu dilakukan benda tersebut belum ada dalam kekuasaannya. Lain halnya dengan penggelapan. Oleh sebab benda objek kejahatan, sebelum penggelapan terjadi telah berada dalam kekuasaannya, maka menjadi sukar untuk menentukan

27 P.A.F. Lamintang, Op.Cit, hal. 53.

(31)

kapan saat telah terjadinya penggelapan tanpa adanya wujud perbuatan memiliki.

3. Sebagian atau seluruhnya miik orang lain

Benda yang tidak ada pemiliknya, baik sejak semula maupun telah dilepaskan hak miliknya tidak dapat menjadi objek penggelapan. Benda milik suatu badan hukum, seperti milik negara adalah berupa benda yang tidak/bukan dimiliki oleh orang, adalah ditafsirkan sebagai milik orang lain, dalam arti bukan milik petindak, dan oleh karena itu dapat menjadi objek penggelapan maupun pencurian. Orang lain yang dimaksud sebagai pemilik benda yang menjadi objek penggelapan, tidak menjadi syarat sebagai orang itu adalah korban, atau orang tertentu, melainkan siapa saja asalkan bukan petindak sendiri. Arrest HR tanggal 1 Mei 1922 dengan tegas menyatakan bahwa untuk menghukum karena penggelapan tidak disyaratkan bahwa menurut hukum terbukti siapa pemilik barang itu. Sudah cukup terbukti penggelapan bila seseorang menemukan sebuah arloji di kamar mandi di stasiun kereta api, diambilnya kemudian timbul niatnya untuk menjualnya, lalu dijualnya.

4. Yang ada Padanya Bukan Karena Kejahatan

Di sini ada 2 unsur, yang pertama berada dalam kekuasaannya, dan kedua bukan karena kejahatan. Perihal unsur berada dalam kekuasaannya telah disinggung di atas. Suatu benda berada dalam kekuasaan seseorang apabila antara orang itu dengan benda terdapat hubungan sedemikian eratnya, sehingga apabila ia akan melakukan segala macam perbuatan terhadap benda itu ia dapat segera melakukannya secara langsung tanpa terlebih dulu harus melakukan

(32)

perbuatan yang lain. Misalnya ia langsung dapat melakukan perbuatan:

menjualnya, menghibahkannya, menukarkannya, dan lain sebagainya, tanpa ia harus melakukan perbuatan lain terlebih dulu (perbuatan yang terakhir mana merupakan perbuatan antara agar ia dapat berbuat secara langsung).

B. Unsur-Unsur Subjektif

Adapun unsur-unsur subjektif dari tindak pidana penggelapan berdasarkan Pasal 372 KUHP adalah:

1. Unsur kesengajaan.28

Unsur ini adalah merupakan unsur kesalahan dalam penggelapan. Sebagaimana dalam doktrin, kesalahan (schuld) terdiri dari dua bentuk, yakni kesengajaan (opzettelijk atau dolus) dan kelalaian (culpos). Undang-undang sendiri tidak memberikan keterangan mengenai arti dari kesengajaan. Dalam MvT ada sedikit keterangan tentang opzettelijk, yaitu sebagai willens en wetens, yang dalam arti harfiah dapat disebut sebagai menghendaki dan mengetahui.

Mengenai willens en wetens ini dapat diterangkan lebih lanjut ialah, bahwa orang yang melakukan sesuatu perbuatan dengan sengaja, berarti ia menghendaki mewujudkan perbuatan dan ia mengetahui, mengerti nilai perbuatan serta sadar (bahkan bisa menghendaki) akan akibat yang timbul dari

28 Muhammad Zein Nur, 2013, Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Oleh Tenaga Kerja Honorer (Studi Kasus Putusan No. 83/Pid.B/2012/PN.Wtp), Makassar, Bagian Hukum Pidana Fak. Hukum Univ. Hasanuddin halaman 28.

(33)

perbuatannya itu. Atau apabila dihubungkan dengan kesengajaan yang terdapat dalam suatu rumusan tindak pidana seperti pada penggelapan, maka kesengajaan dikatakan ada apabila adanya suatu kehendak atau adanya suatu pengetahuan atas suatu perbuatan atau hal-hal/unsur-unsur tertentu (disebut dalam rumusan) serta menghendaki dan atau mengetahui atau menyadari akan akibat yang timbul dari perbuatan.

Setiap unsur kesengajaan (opzettelijk) dalam rumusan suatu tindak pidana selalu ditujukan pada semua unsur yang ada di belakangnya, atau dengan kata lain semua unsur-unsur yang ada di belakang perkataan sengaja selalu diliputi oleh unsur kesengajaan itu.

Adami Chazawi mengklasifikasikan kesengajaan pelaku dalam penggelapan berarti: 29

a. Petindak mengetahui, sadar bahwa perbuatan memiliki benda milik orang lain yang berada dalam kekuasaannya itu sebagai perbuatan yang melawan hukum, suatu perbuatan yang bertentengan dengan kewajiban hukumnya atau bertentangan dengan hak orang lain;

b. Petindak dengan kesadaran yang sedemikian itu menghendaki untuk melakukan perbuatan memiliki;

c. Petindak mengetahui, menyadari bahwa ia melakukan perbuatan memiliki itu adalah terhadap suatu benda, yang disadarinya bahwa benda itu milik orang lain sebagaian atau seluruhnya.

d. Petindak mengetahui, menyadari bahwa benda milik orang lain berada dalam kekuasaannya bukun karena kejahatan.

Kesengajaan yang harus ditujukan pada semua unsur yang ada dibelakangnya itu harus dibuktikan dalam persidangan. Oleh karenanya hubungan antara orang yang menguasai dengan barang yang dikuasai harus sedemikian langsungnya, sehingga untuk melakukan sesuatu terhadap barang tersebut orang tidak memerlukan tindakan lain.

(34)

2. Unsur melawan hukum

Pada saat membicarakan pencurian, telah cukup dibahas akan unsur melawan hukum ini. Karenanya di sini tidak akan dibicarakan lagi. Dalam hubungannya dengan kesengajaan, penting untuk diketahui bahwa kesengajaan petindak juga harus ditujukan pada unsur melawan hukum ini, yang pengertiannya sudah diterangkan di atas. Ada beberapa perbedaan antara penggelapan dengan pencurian. Perbedaan itu adalah:30

a. Tentang perbuatan materiilnya. Pada penggelapan adalah perbuatan memiliki, pada pencurian adalah mengambil. Pada pencurian ada unsur memiliki, yang berupa unsur subjektif. Pada penggelapan unsur memiliki adalah unsur tingkah laku, berupa unsur objektif. Untuk selesainya penggelapan disyaratkan pada selesai atau terwujudnya perbuatan memiliki, sedang pada pencurian pada perbuatan mengambil, bukan pada unsur memiliki.

b. Tentang beradanya benda objek kejahatan di tangan petindak. Pada pencurian, benda tersebut berada di tangan/kekuasaan petindak akibat dari perbuatan mengambil, berarti benda tersebut berada- d alam kekuasaannya karena suatu kejahatan (pencurian). Tetapi pada penggelapan tidak, benda tersebut berada dalam kekuasaannya karena perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan hukum.

C. Modus Operandi Terjadinya Tindak Pidana Penggelapan Uang Hasil

29 Adami Chazawi, 2006, Kejahatan Terhadap Harta Benda. Jakarta: Bayu Media.

halaman 83.

(35)

Penjualan Obat-Obatan Hewan

Modus menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah cara, bentuk verba yang mengungkapkan suasana kejiawaan sehubungan dengan perbuatan menurut tafsiran pembicara tentang yang diucapkannya.31

Modus dalam ilmu lingustik konsep bahwa dalam banyak tata bahasa, ada sesuatu yang mendeskripsikan hubungan antara sebuah karta kerja dengan realitas dan intensi. Banyak bahasa yang mengungkapkan perbedaan modus dengan bentuk perubahan morfologi atau dengan infleksi kata kerja.32

Kriminalitas atau tindak kriminal segala sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal.

Biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang maling atau pencuri, pembunuh, perampok dan juga teroris. Meskipun kategori terakhir ini agak berbeda karena seorang teroris berbeda dengan seorang kriminal, melakukan tindak kejahatannya berdasarkan motif politik atau paham.33

Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh seorang hakim, maka orang ini disebut terdakwa. Sebab ini merupakan asas dasar sebuah negara hukum: seseorang tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya terbukti. Pelaku tindak kriminal yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman disebut sebagai terpidana atau narapidana.34

30 Muhammad Zein Nur, Op.Cit, halaman 30

31 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Gramedia Utama, 2008, halaman 925.

32 Dbpedia, About Modus, Melalui http://id.dbpedia.org/page/Modus, Diakses tanggal 11 Agustus 2016.

33 Baharuddin, Penyebab Kriminalitas, Melalui https://nafidba.wordpress.com/2011/11/

(36)

Modus kejahatan adalah cara atau teknik yang berciri khusus dari seorang atau kelompok penjahat dalam melakukan perbuatan jahatnya yang melanggar hukum dan merugikan orang lain, baik sebelum, ketika, dan sesudah perbuatan kriminal tersebut dilakukan.

Modus operandi adalah cara terjadinya atau cara berlangsungnya suatu kejahatan. Demikian juga halnya dengan pembahasan tentang penggelapan uang hasil penjualan obat-obatan hewan tersebut dilakukan sedemikian rupa dalam suatu cara tertentu sehingga memberikan akibat kepada perusahaan.

Apabila ditelaah Putusan Pengadilan Negeri Medan No. Nomor: 441 /Pid.B/2014/PN.MDN, maka dapat disebutkan modus operandi terjadinya tindak pidana penggelapan uang hasil penjualan obat-obatan hewan dijalankan sedemikian rupa.

Modus operandi tersebut terjadi tatkala terdakwa yang berstatus sebagai pegawai di kantor cabang PD. Veterindo Swadana Agro yang terletak di Jahn Amplas No. 26/22 Medan selaku salesman yang bertugas memasarkan obat-obatan hewan. Selain statusnya sebagai salesman terdakwa juga bertugas menagih uang pembayaran dan menyetorkannya kepada perusahaan.

Dengan kewenangan tersebut selanjutnya terdakwa tanpa seijin dan sepengetahuan perusahaan sejak bulan Oktober 2010 s/d bulan Agustus 2013 terdakwa menjualkan barangoarang milk perusahaan sebagaimana tersebut diatas kepada kepada customer atau langganan. Perbuatan terdakwa tersebut dilakukan

(37)

secara bertahap dengan jumlah total keseluruhannya sebesar Rp 622.853.650 (enam ratus dua puluh dua juta delapan ratus lima puluh tiga ribu enam ratus lima puluh rupiah). Uang yang telah dibayar lunas oleh para costumer tersebut melalui tersangka, namun ternyata uang pembayarn dari para costumer tersebut tidak pernah terdakwa setorkan ke perusahaan, melainkan telah habis terdakwa pergunakan untuk kepentingan pribadinya. Sehingga akibat perbuatan terdakwa, PD. Veterindo Swadana Agro mengalami kerugian sebesar Rp. 622.853.650 (enam ratus dua puluh dua juta delapan ratus lima puluh tiga ribu enam ratus lima puluh rupiah).

(38)

BAB III

PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSANNYA PADA PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NOMOR: 441 /Pid.B/2014/PN.MDN DIKAITKAN DENGAN TINDAK

PIDANA PENGGELAPAN DALAM JABATAN

C. Posisi Kasus 1. Kronologis

Kasus yang diajukan adalah Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 441 /Pid.B/2014/PN.MDN. Atas nama terdalwa Amin, Tempat lahir: Ujung Rambung, Umur/tgl lahir: 33 Tahun / 10 Februari 1978, Jenis Kelamin: Laki-laki, Kebangsaan: Indonesia, Tempat tinggal: Jl. Brigjen Katamso Gang Pancasila Na71-18, Kel. Suka Ramai Kec. Medan Maimun, Agama: Budha, Pekerjaan:

Karyawan Swasta serta Pendidikan: SMA.

Terdakwa Amin sejak bulan Oktober tahun 2010 sampai dengan bulan Agustus tahun. 2013 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 bertempat di kantor PD. Veterindo Swadana Agro yang terletak di Jalan Amplas No. 26/22 Medan atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang termasuk dalam daerah hukurn Pengadilan Negeri Medan, dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang berupa uang hasil penjualan obat-

(39)

obat hewan milik PD. Vetenndo Swadana Agro senilai Rp. 622.853.650 (enam ratus dua puluh dua juta delapan ratus lima puluh tiga ribu enam ratus lima puluh rupiah), dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, yang berhubungan dengan pekerjaannya.

Terdakwa bekerja di kantor cabang PD. Veterindo Swadana Agro yang terletak di Jahn Amplas No. 26/22 Medan selaku salesman, dengan tugas dan tanggung jawab memasarkan obat-obatan hewan berikut menagih uang pembayaran dan menyetorkannya kepada perusahaan. Kemudian tanpa seijin dan sepengetahuan perusahaan sejak bulan Oktober 2010 s/d bulan Agustus 2013 terdakwa menjualkan barang-barang milk perusahaan sebagaimana tersebut diatas kepada kepada Customer atas nama Anguan, Pho Pheng, Asiong, Acaihendra, Atu, Edi, Akang, Asin, Aleng Cobra, Aguan Pohok, Robert, Aan, Afii, Lai Kim, Ahuat, Ahong, Amin, Han Tek, Bak Eng, Apian, Awi Doorsmer, Sen Chin, Po Lai, Alai Tenggeng, Aseng Panca, Asiong, Aan dan Aw1 secara bertahap dengan jumlah total keseluruhannya sebesar Rp 622.853.650 (enam ratus dua puluh dua juta delapan ratus lima puluh tiga ribu enam ratus lima puluh rupiah) yang telah dibayar lunas oleh para costumer tersebut melalui tersangka, namun ternyata uang pembayarn dari para costumer tersebut tidak pernah terdakwa setorkan ke perusahaan, melainkan telah habis terdakwa pergunakan untuk kepentingan pribadinya. Sehingga akibat perbuatan terdakwa, PD. Veterindo Swadana Agro mengalami kerugian sebesar Rp. 622.853.650 (enam ratus dua puluh dua juta delapan ratus lima puluh tiga ribu enam ratus lima puluh rupiah).

32

(40)

2. Dakwaan

Terdakwa kemudian oleh Jaksa Penuntut penuntut umum dituntut dengan dakwaan:

a. Primer melanggar Pasal 374 KUH Pidana b. Subsider melanggar Pasal 372 KUH Pidana.

3. Tuntutan

a. Menyatakan terdakwa Amin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "Penggelapan dalam jabatan" yang diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 374 KUH

b. Menjatuhkan hukuman Pidana terhadap terdakwa Amin dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun, dikurangi selama terdakwa dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan;

c. Menetapkan barang bukti berupa: 108 (seratus delapan) lembar bon faktur warna putih PD. Veterindo Swadana Agro, 103 (seratus tiga) lembar tanda terima bon rekening Veterindo Swadana Agro, 1(satu) lembar asli Bilyet Giro Bank Mandiri,Nomor BJ 2433338 senilai Rp.14.625.000,- ( empat belas juta enam ratus dua puluh lima ribu rupiah dengan jatuh tempo tanggal 27 Nopember 2013, dan 1(satu) lembar Surat Pernyataan atas nama Amin, tanggal 16 Nopember 2013, tetap terlampir dalam berkas perkara . d. Menghukum terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.1.000,-

(seribu rupiah).-

4. Fakta-Fakta Hukum

(41)

Fakta-fakta hukum amat sangat penting bagi majelis hakim untuk memutuskan perkara yang sedang diperiksanya. Dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 441 /Pid.B/2014/PN.MDN, ada beberapa fakta hukum yang merupakan saksi yang diajukan yaitu:

a. Saksi 1. H. Arman Rangkuti

Saksi 1 menjelaskan benar terdakwa ada melakukan penggelapan uang saksi dengan cara bon faktor hasil penjualan obat-obatan ternak ayam dan hasil penjualan obat-obatan temak ayam tidak disetorkan oleh terdakwa ke perusahaan dan total kerugian saksi senilai Rp. 622.853.650 (enam ratus dua puluh dua juta delapan ratus lima puluh tiga ribu enam ratus lima puluh rupiah) b. Saksi 2. Jaman Alias Atu

Saksi 2 menjelaskan pada bulan Nopember 2013 saksi Davit Suwiko dari Pihak PD. Veterindo Swadana Agro ada menghubungi saksi melalui Hand phone kalau saksi belum membayar 2 bon faktur atas pembelian obat-obatan hewan yang saksi beli melalui terdakwa, kemudian saksi menjelaskan kepada saksi Davit Suwiko bahwa saksi tidak ada membeli obat-obatan hewan dengan menggunakan 2 bon faktur tersebut, dan yang ada adalah bahwa saksi membeli obat-obatan dengan menggunakan 1 bon faktur dan itupun sudah saksi bayar lunas uangnya kepada terdakwa ; Bahwa uang pembayaran pembelian obat- obatan hewan tersebut yang terdakwa bell melalui terdakwa sebesar Rp.

4.875.000.(empat juta delapan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) dan uang tersebut tidak diserahkan oleh terkdawa ke PD. Veterindo Swadana Agro.

(42)

Saksi pernah memesan sebanyak 5(lima) bungkus Cantbaret ukuran 1 kg milik PD. Veterindo Swadana Agro melalui terdakwa dengan harga keseluruhan Rp.

4.875.000.(empat juta delapan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) dan terdakwa ada memperlihatkan kepada saksi 1(satu) lembar bon faktur warna putih milik PD. Veterindo Swadana Agro dengan nomor faktur 008/LN/08/13, tanggal 1 Agustus 2013 atas nama pembeli Atun di Pantai Labu dan saksi tidak menanda tangani bon faktur tersebut karena saksi langsung rnembayar lunas uang pembeliannya kepada terdakwa.

c. Saksi 3. Hendra

Saksi 3 menjelaskan kalau saksi belum membayar 1(satu) lembar Bilyet Giro Bank Mandiri milik saksi yang saksi serahkan kepada terdakwa yang tidak bisa dikliring / di cairkan dan juga saksi Davit Suwiko memberitahukan bahwa saksi belum membayar pembelian obat-obatan hewan milik PD. Veterindo Swadana Agro, lalu saksi menjelaskan kepada Davit Suwiko bahwa 1(satu) lembar Bilyet Giro Bank Mandiri milik saksi adalah saksi pinjamkan kepada terdakwa untuk diperlihatkan kepada orang lain bukan' sebagai jaminan pembayaran pembelian obatobatan hewan (obat merah untuk ayam) tersebut dan kalau pembelian pembayaran pembelian obat-obatan hewan (obat merah untuk ayam) tersebut sudah saksi bayar tunas seluruhnya kepada terdakwa.

Saksi pernah membeli melalui terdakwa obat merah untuk ayam milik PD.

Veterindo Swadana Agro pada tanggal 23 Oktober 2010, tanggal 23 Nopember 2010, tanggal 28 Agustus 2012, dan tanggal 7 Nopember 2012, dengan harga total keseluruhannya sebesar Rp. 34.125.000.(tiga puluh empat juta seratus dua

(43)

puluh lima ribu rupiah) namun keseluruhannya sudah dibayar lunas oleh saksi kepada terdakwa.

d. Saksi 4. Drs. Davit Suwiko

Saksi 4 menjelaskan pada tanggal 16 Nopember 2013, sekitar pukul 10.00 Wib, saksi Kiki Puspita selaku Kasir PD. Veterindo Swadana Agro milik saksi H. Arman Rangkuti memberitahukan kepada saksi bahwa terdakwa telah melakukan penjualan obat-obatan hewan milik PD. Veterindo Swadana Agro kepada costumer atas nama: Anguan, Pho Peng, Asiong, Acai-Hendra, Atu, Edi, Akang, Asin, Aleng Cobra, Aguan Pohok, Robert, Mn, Ahi, Lai Kim, Ahuat, Ahong, Amin. Hen Tek, Bak Eng, Apian, Awl Doorsmer, Sen Chin, Po Lai, Alai Tenggeng, Aseng Panca, Asiong, Mn dan Awi namun hasil penjualan obat-obatan tersebut belum diserahkan kepada PD. Veterindo Swadana Agro, dan kemudian saksi menemui terdakwa dan menanyakan hal tersebut kepada terdakwa dan terdakwa mengatakan bahwa seluruh hasil penjualan obat-obatan hewan tersebut yang dijual kepada Costomer telah dibayar lunas kepada terdakwa dengan total seluruhnya sebesar Rp. 622.853.650.(enam ratus dua puluh dua juta depalan ratus lima puluh tiga ribu enam ratus lima puluh rupiah), dan terdakwa juga mengatakan bahwa terdakwa tidak menyerahkan uang tersebut kepada kasir tapi terdakwa pergunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa sendiri, dan terdakwa menerangkan kepada saksi bahwa tanda tangan Costomer yang ada dalam tanda terima barang I bon faktur warna putih milik PD. Veterindo Swadana Agro terdakwa palsukan.

Terdakwa pernah membuat Surat Pernyataan bahwa terdakwa pernah

(44)

melakukan penggelapan uang milik PD. Veterindo Swadana Agro sebesar lebih kurang Rp. 500.000.000. ( lima ratus juta rupiah) dan akan dikembalikan terdakwa paling lama tanggal 10 Desember 2013.

e. Saksi 5. Kiki Puspita.

Saksi 5 menjelaskan bahwa terdakwa ada melakukan penggelapan uang perusahaan PD. Veterindo Swadana Agro milik saksi H. Arman Rangkuti, dengan menggunakan bon faktur palsu dan juga dengan cara memalsukan tanda tangan para pembeli/konsumen, yang seolah-olah bon faktur tersebut sudah diterima oleh konsumen / pembeli dan juga 1(satu) Bilyet Giro: Bank Mandiri No. BJ.243338 dengan nilai Rp. 14.625.000. (empat belas juta enam ratus dua puluh lima ribu rupiah) yang jatuh tempo tanggal 27 Nopember 2013.

Pada tanggal 16 Nopember 2013 sekitar pukul 10.00 Wib, saksi ada memberitahukan kepada saksi Davit Suwiko bahwa terdakwa ada menjual obat-obatan hewan kepada Anguan, Pho Peng, Asiong, Acai-Hendra, Atu, Edi, Akang, Asin, Aleng Cobra, Aguan Pohok, Robert, Mn, Ahi, Lai Kim, Ahuat, Ahong, Amin. Hen Tek, Bak Eng, Apian, Awl Doorsmer, Sen Chin, Po Lai, Alai Tenggeng, Aseng Panca, Asiong, Mn dan Awi namun uang hasil penjualan belum disetorkan oleh terdakwa kepada perusahaan PD. Veterindo Swadana Agro dan total keseluruhannya sebesar Rp. 622.853.650.(enam ratus dua puluh dua juta depalan ratus lima puluh tiga ribu enam ratus lima puluh rupiah).

Bahwa setelah saksi memberitahukan hal tersebut kepada saksi Davit Suwiko, Davit Suwiko menjumpai terdakwa dan menanyak hal tersebut, dan terdakwa

(45)

mengatakan bahwa benar terdakwa telah melakukan penjualan obat-obatan hewan kepada konsumen / costumer dan terdakwa mengatakan bahwa total uang keseluruhannya berjumlah sebesar Rp. 622.853.650 (enam ratus dua puluh dua juta depalan ratus lima puluh tiga ribu enam ratus lima puluh rupiah), dan terdakwa juga mengatakan bahwa terdakwa tidak menyerahkan uang tersebut kepada kasir tapi terdakwa pergunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa sendiri, dan terdakwa menerangkan bahwa tanda tangan Costomer yang ada dalam tanda terima barang / bon faktur warna putih milik PD. Veterindo Swadana Agro terdakwa palsukan.

Terdakwa pemah membuat Surat Pernyataan bahwa terdakwa pernah melakukan penggelapan uang milik PD. Veterindo Swadana Agro sebesar lebih kurang Rp. 500.000.000. (lima ratus juta rupiah) dan akan dikembalikan terdakwa paling lama tanggal 10 Desember 2013.

f. Saksi 6. Dewi

Saksi 6 menjelaskan pada tanggal 16 Nopember 2013 sekitar pukul 10.00 Wib.

saksi Kiki Puspita ada memberitahukan kepada saksi Kiki Puspita bahwa terdakwa ada menjual obat-obatan hewan kepada Anguan, Pho Peng, Asiong, Acai-Hendra, Atu, Edi, Akang, Asin, Aleng Cobra, Aguan Pohok, Robert, Mn, Ahi, Lai Kim, Ahuat, Ahong, Amin. Hen Tek, Bak Eng, Apian, Awl Doorsmer, Sen Chin, Po Lai, Alai Tenggeng, Aseng Panca, Asiong, Mn dan Awi namun uang hasil penjualan belum disetorkan oleh terdakwa kepada perusahaan PD. Veterindo Swadana Agro dan total keseluruhannya sebesar Rp.

622.853.650.(enam ratus dua puluh dua juta depalan ratus lima puluh tiga ribu

(46)

enam ratus lima puluh rupiah).

Setelah saksi Kiki Puspita memberitahukan hal tersebut kepada saksi Davit Suwiko, Davit Suwiko menjumpai terdakwa dan menanyak hal tersebut, dan terdakwa mengatakan bahwa benar terdakwa telah melakukan penjualan obat- obatan hewan kepada konsumen/costumer dan terdakwa mengatakan bahwa total uang keseluruhannya berjumlah sebesar Rp. 622.853.650.(enam ratus dua puluh dua juta depalan ratus lima puluh tiga ribu enam ratus lima puluh rupiah), dan terdakwa juga mengatakan bahwa terdakwa tidak menyerahkan uang tersebut kepada kasir tapi terdakwa pergunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa sendiri, dan terdakwa menerangkan bahwa tanda tangan Costomer yang ada dalam tanda terima barang / bon faktur warna putih milik PD. Veterindo Swadana Agro terdakwa palsukan.

Saksi juga menjelaskanterdakwa pernah membuat Surat Pemyataan bahwa terdakwa pernah melakukan penggeapan uang milik PD. Veterind Swadana Agro sebesar lebih kurang Rp. 500.000.000. ( lima ratus juta rupiah) dan akan dikembalikan terdakwa paling lama tanggal 10 Desember 2013.

g. Saksi 7. Elma Yanti Alias Ema

Saksi 7 menjelaskan terdakwa ada melakukan penggelapan uang perusahaan PD. Veterindo Swadana Agro dengan cara memalsukan tanda tangan konsumen I pembeli yang ada dalam bon faktur seolah-olah barang tersebut sudah diterima oleh konsusmen / pembeli dan juga 1 (satu) lembar Bilyet Giro Bank Mandiri No. BJ.243338 dengan nilai Rp.14.625.000. (empat belas juta enam ratus dua puluh lima ribu rupiah) yang jatuh tempo tangga] 27 Nopember

Referensi

Dokumen terkait

alat dan fasilitas yang cukup serta kondisi alat dan fasilitas yang baik akan menjadikan pembelajaran lebih efektif. Seperti pengadaan rompi bola, penambahan bola

Antara yang berikut yang manakah pernyataan yang paling tepat bagi X.. A Majlis pengajaran dibuat di Masjid

Tujuan dari penentuan kawasan sempadan pantai adalah untuk melindungi wilayah pantai dari usikan kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai serta dalam hal

menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Pengelolaan Produk Tabungan Simpanan Sukarela (Sirela) Pada KSPPS Bina Muamalat Walisongo Papandayan Semarang” dengan baik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan manajemen, proses manajemen, motivasi ekstrinsik, kompetensi organisasi, dan infrastruktur TI berpengaruh positif dan

Dalam hal nasabah penyewa mengambil opsi pengalihan kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa, maka bank wajib mengalihkan kepemilikan dan/atau hak

Jumlah tamu yang berkunjung ke Museum Batik Danar Hadi bulan Januari – Desember 2013 Sumber : Pengelola Museum Batik Danar Hadi.. Pengunjung yang datang tidak sekedar makan

Pada semua kontrol negatif terjadi penurunan berat badan seiring dengan meningkatnya angka parasitemia, sedangkan pada kelompok perlakuan semakin tinggi dosis ekstrak tidak