SELF DISCLOSURE SISWA SMP DENGAN GURU BIMBINGAN KONSELING (BK)
(Studi Kasus Deskriptif Kualitatif Tingkat Keterbukaan Diri (Self Disclosure) Siswa
SMP dengan Guru Bimbingan Konseling serta Teknik Meningkatkan Self Disclosure
di SMPK St. Stanislaus II Surabaya)
SKRIPSI
Oleh :
CHRISTINA PUTRI ARBADITA
NPM. 1043010030
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FALKUTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
SELF DISCLOSURE SISWA SMP DENGAN GURU BIMBINGAN KONSELING (BK)
(Studi Kasus Deskriptif Kualitatif Tingkat Keterbukaan Diri (Self Disclosure)
Siswa SMP dengan Guru Bimbingan Konseling serta Teknik Meningkatkan Self
Disclosure di SMPK St. Stanislaus II Surabaya)
SKRIPSI
Oleh :
CHRISTINA PUTRI ARBADITA NPM. 1043010030
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA
TIMUR
FALKUTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
SELF DISCLOSURE SISWA SMP DENGAN GURU BIMBINGAN KONSELING (BK)
(Studi Kasus Deskriptif Kualitatif Keterbukaan Diri (Self Disclosure) Siswa SMP dengan Guru Bimbingan Konseling serta Teknik Meningkatkan Self Disclosure di
SMPK St. Stanislaus II Surabaya)
Disusun Oleh:
Christina Putri Arbadita
NPM. 1043010030
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi
Menyetujui,
Pembimbing Utama
Dra. Sumardjijati, M.Si NIP 196203231993092001
Mengetahui,
D E K A N
SELF DISCLOSURE SISWA SMP DENGAN GURU BIMBINGAN KONSELING (BK)
(Studi Kasus Deskriptif Kualitatif Keterbukaan Diri (Self Disclosure) Siswa SMP dengan Guru Bimbingan Konseling serta Teknik Meningkatkan Self Disclosure di
SMPK St. Stanislaus II Surabaya)
Oleh:
Christina Putri Arbadita
NPM. 1043010030
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Falkutas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 17 Juli 2014
Pembimbing Utama Tim Penguji: 1. Ketua
Dra. Sumardjijati, M.Si Dra. Sumardjijati, M.Si NIP 196412251993092001 NIP 196203231993092001
2. Sekretaris
Dra. Herlina Suksmawati, M.Si NIP 196203231993092001
3. Anggota
Dra. Diana Amalia, M.Si NIP 196309071991032001
Mengetahui,
D E K A N
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
tuntunanNya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul
“SELF DISCLOSURE SISWA SMP DENGAN GURU BIMBINGAN
KONSELING (BK) DI SMPK ST. STANISLAUS II SURABAYA (Studi Kasus
Deskriptif Kualitatif Keterbukaan Diri (Self Disclosure) Siswa SMP dengan Guru
Bimbingan Konseling serta Teknik Meningkatkan Self Disclosure)”.
Skripsi ini dapat terselesaikan berkat dukungan, bimbingan, dan bantuan
dari berbagai pihak. Tidak lupa, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada yang terhormat Dra. Sumardjijati, M.Si selaku Dosen
pembimbing. Beliau telah banyak memberi bimbingan dan bantuan kepada
penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. Penulis juga ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ibu Dra. Hj. Suparwati, Msi selaku Dekan Falkutas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik
2. Bapak Juwito, S.Sos, M.Si. Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi
3. Seluruh Dosen Falkutas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah berbagi ilmu
4. Seluruh keluarga tercinta; ayah, ibu, didi, kungkung, bobo yang telah
mendukung dan mendoakan penulis dengan setia hingga skripsi ini
terselesaikan.
5. Novena Fransisca, Rika Indrianti, Ronazahra Pratiwi, Wahyuning Dwi merci
beacoup mesdemaselles!!
6. Teman- teman seperjuangan angkatan 2010, serta semua pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa kegiatan ini tidak luput dari kesalahan, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak sebagai bahan
masukan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun semua
pihak.
Surabaya, 1 Juli 2014
ABSTRAKSI
Christina Putri Arbadita. 1043010030. Self Disclosure Siswa SMP Dengan Guru Bimbingan Konseling (BK) Di SMPK St. Stanislaus II Surabaya (Studi Kasus Deskriptif Kualitatif Keterbukaan Diri (Self Disclosure) Siswa SMP dengan Guru Bimbingan Konseling serta Teknik Meningkatkan Self Disclosure).
Penelitian ini bertujuan untuk mengambarkan Keterbukaan Diri remaja pada Sekolah Menengah Pertama Katolik dengan guru Bimbingan Konseling serta menjelaskan teknik meningkatkan Keterbukaan Diri siswa oleh guru Bimbingan Konseling. Dengan demikian diharapkan dapat membantu siswa mengurangi beban pikiran atau gangguan lainnya dalam proses belajar- mengajar.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Metode ini merupakan metode yang memberikan gambaran atas uraian suatu keadaan sejernih mungkin tanpa adanya perlakuan terhadap obyek yang diteliti serta tidak menggunakan statistik atau angka- angka tertentu.
Melalui teknik komunikasi yang tepat, maka tingkat keterbukaan siswa akan semakin tinggi. Dimulai dari hanya sekedar basa- basi, kemudian membicarakan orang lain, menyatakan gagasan, hingga akhirnya menyatakan perasaan dan pengungkapan diri.
Kata Kunci : Komunikasi Interpersonal, Self Disclosure (Keterbukaan Diri), Komunikasi Terapeutik, Siswa SMP.
ABSTRACTION
Christina Putri Arbadita. 1043010030. Self-Disclosure of Junior High School Students With The Guidance of Counseling Teacher (BK) at St. Stanislaus II Surabaya (Descriptive Qualitative Case Study of Junior High School Student’s Self Disclosure with the guidance of Counseling Teacher and Self-Disclosure Improvement Technique)
This study aims to describe the teenage self-disclosure at Catholic junior high school with the guidance of counseling teacher and to explain self-disclosure improvement technique by the guidance of counseling teacher. It’s expected to help students reduce the burden of mind or another distraction in the learning-teaching process.
The research method used is descriptive qualitative. This method gives an overview of a situation as clear as possible without any treatment of the research object and also does not use statistics or specific figures.
Through accurate communication techniques, the degree of openness of the students will be higher. Starting from a preamble, the students are expected to talk about others, express the idea, until finally express his feelings and self-disclosure.
DAFTAR ISI
2.2.1 Komunikasi Interpersonal 12
2.2.1.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal 13
2.2.1.2 Ciri- ciri Komunikasi Interpesonal 16
2.2.2 Self Disclosure 17
2.2.2.1 Pengertian Self Disclosure 17
2.2.2.2 Ciri- ciri Self Disclosure 20
2.2.2.3 Tingkatan- tingkatan Self Disclosure 20
2.2.2.4 Johari Window 22
2.2.2.5 Fungsi Self Disclosure 24
2.2.2.6 Pedoman Self Disclosure 25
2.2.2.7 Keuntungan Self Disclosure 28
2.2.3.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik 29
2.2.3.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik 29
2.2.3.3 Manfaat Komunikasi Terapeutik 30
2.2.3.4 Syarat- Syarat Komunikasi Terapeutik 30
2.2.3.5 Prinsip- Prinsip Komunikasi Terapeutik 30
2.2.3.6 Sikap Komunikasi Terapeutik 32
2.2.3.7 Teknik Komunikasi Terapeutik 33
2.2.3.8 Dimensi Respon 40
2.2.3.9 Kebuntuan Komunikasi Terapeutik 43
2.2.3.10 Mengatasi Kebuntuan Terapeutik 47
2.2.4 Remaja 48
2.2.4.1 Masa Remaja 48
2.2.4.2 Kategori Remaja 51
2.2.5 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 54
2.2.6 Guru 56
2.2.7 Bimbingan Konseling 57
2.2.7.1 Fungsi Bimbingan Konseling 58
BAB III METODE PENELITIAN 60
3.1 Jenis Penelitian 60
3.2 Definisi Konseptual 62
3.3 Lokasi Penelitian 63
3.4 Informan dan Teknik Penarikan Sampel 63
3.5 Metode Pengumpulan Data 64
3.6 Metode Analisis Data 66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 68
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 68
4.1.1 Siswa SMP 68
4.2 Penyajian Data 69
4.2.2 Self Disclosure Siswa SMP 73
4.2.2.1 Self Disclosure Siswa SMP Yang Dipanggil
Ke Ruang BK 74
4.2.2.2 Self Disclosure Siswa SMP Yang Mendatangi
Ruang BK 83
4.2.3 Teknik Meningkatkan Self Disclosure Siswa SMP 91
4.2.3.1 Teknik Komunikasi Terapeutik 91
4.2.3.2 Dimensi Respon Komunikasi Terapeutik 92
4.2.3.3 Mengatasi Kebuntuan Terapeutik 94
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 96
5.1 Kesimpulan 96
5.2 Saran 98
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 01 : Interview Guide Murid SMP Yang Dipanggil Ruang BK 102
Lampiran 02 : Interview Guide Murid SMP Yang Mendatangi Ruang BK 103
Lampiran 03 : Interview Guide Guru Bimbingan Konseling 104
Lampiran 04 : Wawancara Dengan Informan 1 105
Lampiran 05 : Wawancara Dengan Informan 2 109
Lampiran 06 : Wawancara Dengan Informan 3 114
Lampiran 07 : Wawancara Dengan Informan 4 117
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil Wawancara Peneliti Mengenai Self Disclosure Informan
Pertama 79
Tabel 4.2 Hasil Wawancara Peneliti Mengenai Self Disclosure Informan
Kedua 82
Tabel 4.3 Hasil Wawancara Peneliti Mengenai Self Disclosure Informan
Ketiga 87
Tabel 4.4 Hasil Wawancara Peneliti Mengenai Self Disclosure Informan
1. 1 Latar Belakang Masalah
Salah satu indikasi bahwa manusia sebagai mahkluk sosial adalah
perilaku komunikasi antar manusia. Komunikasi menjadi sesuatu yang
sangat penting bagi kehidupan manusia untuk mempertahankan hidup dan
membangun konsep diri. Komunikasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia sejak pertama manusia itu dilahirkan. Hubungan antar manusia
tercipta melalui komunikasi, baik komunikasi verbal maupun non verbal.
Selain itu komunikasi dilakukan karena mempunyai fungsi untuk
mempertahankan hidup, memupuk hubungan dan memperoleh kebahagiaan.
Menurut Stewart L dan Sylvia Moss dalam Rakhmat (2000),
komunikasi yang efektif adalah paling tidak menimbulkan lima hal:
pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik,
dan tindakan. Oleh karena itu orang sering membuka diri, memberikan
informasi tentang berbagai hal menyangkut dirinya kepada orang lain
dengan siapa dia membina hubungan. Inilah yang disebut dengan
pengungkapan diri (self disclosure). Self disclosure adalah suatu jenis
komunikasi dimana kita mengungkapkan informasi tentang diri kita sendiri
yang biasanya kita sembunyikan (De Vito 1997: 61). Melalui self disclosure
komunikasi akan menjadi efektif dalam menciptakan hubungan yang lebih
membina hubungan interpersonal. Sepanjang kehidupan manusia, self
disclosure akan terus berlangsung dan dilakukan oleh semua orang.
Semakin orang melakukan pengungkapan diri maka akan lebih banyak
mendapat teman dan dapat hidup dalam pergaulannya serta beban
pikirannya terasa lebih ringan daripada orang menutup diri.
Sebagai salah satu aspek penting dalam hubungan sosial, self
disclosure juga perlu bagi remaja karena masa remaja merupakan periode
individu belajar menggunakan kemampuannya untuk memberi dan
menerima dalam berhubungan dengan orang lain. Sesuai dengan
perkembangannya, remaja dituntut lebih belajar menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosial yang lebih luas dan majemuk. Ketrampilan self disclosure
yang dimiliki oleh remaja, akan membantu siswa dalam mencapai
kesuksesan akademik dan penyesuaian diri. Apabila remaja tersebut tidak
memiliki kemampuan self disclosure, maka dia akan mengalami kesulitan
berkomunikasi dengan orang lain. Misalnya dalam lingkungan sekolah
banyak dijumpai adanya komunikasi yang kurang efektif antara siswa
dengan guru, dan siswa dengan siswa. Salah satu penyebab adalah kurang
adanya keterbukan diri (Self Disclosure) siswa. Hal ini dapat dilihat dari
gejala- gejala seperti tidak bisa mengeluarkan pendapat, tidak mampu
mengemukakan ide atau gagasan yang ada pada dirinya, merasa was- was
atau takut jika hendak mengemukakan pendapat menurut Johnson
Berdasarkan perkembangan kehidupan individu, masalah
penyesuaian sosial pada umunya lebih banyak dirasakan pada masa usia
remaja. Siswa SMP merupakan peserta didik yang berada pada tahap
perkembangan masa akhir anak- anak dan mulai menginjak masa remaja.
Pada umumnya mereka berusia antara 12 - 15 tahun. Menurut Hurlock
(1990), masa remaja merupakan masa yang sangat sulit dalam melakukan
penyesuaian sosial. Kesulitan yang dialami oleh individu antara lain kurang
dapat membuka diri dengan orang lain.
Ketrampilan self disclosure sangat penting bagi siswa yang
mengalami kesulitan dalam keterbukaan dirinya karena sangat
mempengaruhi hubungan interpersonal dengan seseorang. Johnson (1981)
menyatakan bahwa self disclosure berpengaruh besar terhadap hubungan
sosial karena (1) self disclosure merupakan dasar bagi hubungan yang sehat
antara dua orang, (2) semakin terbuka seseorang kepada orang lain, semakin
orang tersebut menyukai dirinya, (3) orang yang rela mengungkapkan diri
kepada orang lain cenderung memiliki sifat- sifat kompeten, adaptif dan
terbuka, (4) mengungkapkan diri pada orang lain merupakan dasar yang
memungkinkan komunikasi yang intim baik bagi diri sendiri maupun orang
lain, dan (5) mengungkapkan diri berarti bersikap realistik, sehingga
keterbukaan diri bersikap jujur, tulus, dan autentik (Supratiknya, 1995: 15).
Tingkat keterbukaan diri seseorang dapat menentukan tahap
hubungan interpersonal seseorang dengan individu lainnya. Tahap hubungan
pembicaraan. Orang yang terlalu membuka diri, maksudnya
menginformasikan segala hal tentang dirinya atau hidupnya maka disebut
dengan over disclosure. Sedangkan jika terlalu menutup diri yakni jarang
sekali membicarakan tentang kehidupannya kepada orang lain maka disebut
under disclosure. Mereka memiliki dan memilih topik- topik mana yang
akan diinformasikan dan dengan siapa mereka akan mengungkapkannya
(De Vito, 1999: 84- 85).
Guru Bimbingan Konseling (BK) di sekolah harus terus- menerus
membina suasana hubungan konseling sedemikian rupa dengan siswa,
sehingga siswa yakin bahwa guru BK bersikap terbuka dan yakin bahwa
asas kerahasiaan memang terjaga dengan baik. Keterbukaan diri siswa akan
muncul dengan sendirinya bila siswa tidak lagi mempersoalkan asas
kerahasiaan yang diterapkan guru BK serta tidak merasa diadili atas
permasalahan yang dialaminya. Dalam buku Pedoman Pelaksanaan
Pelayanan Bimbingan Konseling (2004: 4) bimbingan dan konseling
merupakan proses bantuan psikologis dan kemanusiaan secara ilmiah dan
profesional yang diberikan oleh pembimbing kepada yang dibimbing
(peserta didik) agar ia dapat berkembang secara optimal, yaitu mampu
memahami diri, mengarahkan diri, dan mengaktualisasikan diri, sesuai tahap
perkembangan, sifat- sifat, potensi yang dimiliki, dan latar belakang
kehidupan serta lingkungannya sehingga tercapai kebahagiaan dalam
Jika self disclosure siswa dengan guru BK berjalan dengan baik
maka siswa akan cenderung memiliki sikap positif, dinamis terhadap fisik
dan psikisnya, memiliki pola hubungan sosial yang baik di dalam keluarga,
sekolah dan masyarakat, memiliki prestasi belajar yang baik dan dapat
merencanakan dan mengembangkan karirnya.
Self disclosure akan sangat membantu terutama bagi murid yang
bermasalah di dalam sekolah. Permasalahan atau pelanggaran yang umum
ditemui di dalam sekolah tidak lain seperti keterlambatan, bolos sekolah,
merokok, pencurian, perkelahian, dan masih banyak lainnya. Pelanggaran-
pelanggaran tersebut terjadi tentu karena ada sebuah permasalahan yang
menjadi latar belakang. Melalui adanya self disclosure pada diri siswa,
sebenarnya siswa sendiri akan tertolong untuk meringankan beban atau
tekanan yang ia hadapi di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah serta
mendapatkan solusi dan arahan yang tepat dari guru BK.
Beberapa guru Bimbingan Konseling (BK) menyampaikan bahwa
jumlah siswa SMP yang mau terbuka mengenai permasalahannya kepada
mereka, masih sedikit. Pandangan bahwa guru BK adalah ‘Polisi Sekolah’
masih ada dan berpengaruh. Padahal para guru BK telah berusaha
mengubah pandangan tersebut, agar siswa mau lebih terbuka dan tidak
merasa diadili. Menurut Dra. Maria Kristina, guru BK kelas delapan di
sebuah SMP swasta, mengubah pandangan tersebut dari siswa- siswa bukan
hal yang mudah karena beberapa guru mata pelajaran juga masih
mengancam jika siswa terus berbuat nakal atau melanggar aturan, maka
akan diserahkan ke guru BK. Selain karena adanya stigma yang telah
'mengakar', beberapa murid mengaku kurang nyaman untuk terbuka dengan
guru BK.
Siswa akan membutuhkan orang lain yang secara selektif dipilih
untuk mendengarkan dan memahami permasalahan yang ia hadapi.
Pemikiran yang sepaham dan solusi yang tidak menghakimi tentu hal yang
dibutuhkan oleh siswa. Umumnya makin bersifat pribadi pengungkapan diri
itu, makin dekat hubungan yang diperlukan. Biasanya seseorang tidak akan
mengungkapkan sesuatu yang bersifat terlalu pribadi kepada orang yang
tidak terlalu akrab, kepada kenalan biasa atau pada tahap awal suatu
hubungan terutama untuk pengungkapan yang bersifat negatif.
Beberapa siswa SMP mengaku lebih nyaman terbuka dengan teman
sebaya yang tentu saja lebih akrab dibanding dengan guru BK yang
sebenarnya jauh lebih berpengalaman dari segi usia. Raymond, seorang
siswa di sekolah swasta misalnya, ia mengaku lebih nyaman untuk terbuka
dengan teman sebaya daripada guru BK karena karena baginya berbicara
dengan guru BK akan berbuntut dengan ceramah panjang dan dirinya akan
merasa sedang ‘disidang’.
Berdasarkan perbandingan terhadap beberapa sekolah, ditemukan
fenomena keterbukaan yang sangat baik di sebuah SMP swasta Katolik
Santo Stanislaus II Surabaya. Jumlah siswa yang mau terbuka terhadap guru
yang mau terbuka, meskipun selisihnya tidak terpaut jauh dengan murid
laki- laki. Dalam proses konseling dengan guru BK, murid perempuan
cenderung menceritakan permasalahan tentang relasi maupun
ketertarikannya dengan lawan jenis. Sedangkan murid laki- laki cenderung
mengutarakan ketidakpuasan terhadap orang tua. Memang bukan hal yang
mudah untuk memancing siswa agar mau terbuka terhadap guru BK. Salah
seorang guru BK di SMPK Santo Stanislaus II Surabaya, mengungkapkan
bahwa teknik bertanya dan memberi solusi kepada siswa merupakan salah
satu cara atau strategi agar siswa terus- menerus mau untuk terbuka. Teknik
yang tepat tentu akan menunjang guru BK untuk membantu siswa SMP
dalam memperjelas dan mengurangi beban perasaan serta pikirannya .
Melalui teknik komunikasi yang tepat, maka tingkat keterbukaan
siswa akan semakin tinggi. Dimulai dari hanya sekedar basa- basi,
kemudian membicarakan orang lain, menyatakan gagasan, hingga akhirnya
menyatakan perasaan dan pengungkapan diri (Supratikna, 1995).
Dari tingkat keterbukaan yang tinggi pada SMPK St. Stanislaus II
Surabaya, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut sejauh mana tingkat
keterbukaan diri (self disclosure) siswa SMP yang disampaikan kepada guru
BK serta bagaimana teknik untuk membantu siswa agar mau terbuka karena
self disclosure bukanlah hal yang mudah diungkapkan oleh siswa SMP
kebanyakan. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan jawaban atas
tingginya tingkat keterbukaan diri (self disclosure) siswa di SMPK St.
1. 2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana keterbukaan diri (self disclosure) siswa SMPK St.
Stanislaus II kepada guru Bimbingan Konseling (BK)?
2. Bagaimana teknik guru BK meningkatkan keterbukaan siswa SMP?
1. 3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah diatas adalah:
untuk menggambarkan keterbukaan diri (self disclosure) siswa SMPK St.
Stanislaus II kepada guru Bimbingan Konseling (BK) serta teknik
meningkatkan keterbukaan siswa SMP kepada guru BK.
1. 4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan guna baik secara
teoritis maupun praktis:
1. Kegunaan Teoritis
Untuk dapat menambah wacana serta memberikan informasi
dan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu komunikasi
sebagai bahan masukan maupun referensi untuk penelitian
selanjutnya.
2. Kegunaan Praktis
a)Memberikan referensi bagi penelitian lain sebagai acuan
pengembangan penelitian selanjutnya
memiliki tingkat keterbukaan siswa rendah
c)Diharapkan mampu menambah wawasan dari pentingnya self
disclosure dalam komunikasi interpersonal, terlebih bagi remaja
yang masih membutuhkan bimbingan dan arahan dari orang
2. 1 Penelitian Terdahulu
Untuk menunjang penelitian ini, penulis mencari jurnal penelitian
ilmu komunikasi yang relevan. Dengan adanya jurnal tersebut diharapkan
dapat digunakan dalam referensi penyusunan penelitian. Jurnal penelitian
pertama ditulis oleh Fransisca Michellida. A tahun 2013 , dengan judul
“Self Disclosure Perempuan Pengidap Kanker Payudara Kepada
Kekasihnya”. Latar belakang masalah dalam penelitian tersebut, yaitu
tidak semua orang yang mengidap sebuah penyakit dapat melakukan self
disclosure kepada orang terdekatnya. Peneliti melihat beberapa kasus;
seorang perempuan pengidap kanker payudara tidak berani
mengungkapkan penyakitnya kepada orang terdekatnya karena rasa malu
dan tidak percaya diri. Melalui penelitian tersebut, diperoleh temuan
bahwa makna self disclosure seorang perempuan pengidap kanker
payudara kepada adalah kebutuhan untuk terbuka, pengembangan
hubungan dan kepercayaan. Self disclosure juga menjadi sebuah titik
awal untuk terbuka dengan orang lain.
Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui makna
dan proses self disclosure perempuan pengidap kanker payudara kepada
kekasihnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan informan, direduksi untuk memilah data yang dipakai dan juga
yang mendukung topik penelitian tersebut. Dari proses reduksi data yang
dilakukan oleh peneliti, ada beberapa makna dalam proses self disclosure
perempuan pengidap kanker payudara kepada kekasihnya, yaitu (1)
Sebagai kebutuhan untuk bersikap terbuka, (2) Untuk pengembangan
hubungan, (3) Kepercayaan, (4) Titik awal terbuka kepada orang lain.
Peneleitian lainnya dilakukan oleh Maryam B. Gainau dengan
judul “Keterbukaan Diri (Self Disclosure) Siswa Dalam Perspektif
Budaya dan Implikasinya Bagi Konseling”. Keterbukaan diri (Self
Disclosure) merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
dalam interaksi sosial. Ketrampilan self disclosure yang dimiliki oleh
remaja, akan membantu siswa dalam mencapai kesuksesan akademik dan
penyesuaian diri. Jika remaja tidak memiliki self disclosure, maka ia akan
mengalami kesulitan berkomunikasi dengan orang lain.
Budaya mempengaruhi cara pandang, dan sikapnya terhadap
orang lain. Sikap budaya siswa yang kurang terbuka akan mengakibatkan
hubungan sosial menjadi kurang baik, rasa minder, takut dan cemas
mengungkapkan pendapat atau ide. Untuk itu konselor perlu melakukan
berbagai upaya untuk mengembangkan siswa untuk bersosialisasi
khususnya mengenai keterbukaan dirinya.
Berikut beberapa kesimpulan dalam penelitian ini: (1)
Keterbukaan diri (self disclosure) sangat penting dalam hubungan sosial
mengungkapkan diri secara tepat, terbukti mampu menyesuaikan diri, dll
(2) Keterbukaan diri (self disclosure) sangat dipengaruhi budaya baik itu
nilai- nilai, aturan- aturan, cara pandang, dan sikap seseorang terhadap
lingkungannya. (3) Kompetensi konselor sangat diperlukan dalam
memberikan konseling bagi anak yang mengalami kesulitan self
disclosure. (4) Kompetensi konselor sangat diperlukan dalam
memberikan konseling bagi anak yang mengalami kesulitan self
disclosure.
2. 2 Landasan Teori
2.2.1 Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal secara garis besar merupakan kegiatan
komunikasi yang melibatkan dua orang, maka secara tidak langsung
komunikasi interpersonal memegang peranan yang cukup penting dalam
kehidupan manusia yang setiap harinya harus berinteraksi dengan
lingkungan sosial di sekitarnya. Untuk lebih meningkatkan kajian
mengenai komunikasi interpersonal maka berikut ini akan diuraikan
beberapa teori yang mendukung tentang komunikasi antar pribadi yang
diungkapkan oleh para ahli.
Komunikasi interpersonal berperan dalam mentransfer pesan atau
informasi dari seseorang kepada orang lain berupa ide, fakta, pemikiran
serta perasaan. Oleh karena itu, komunikasi interpersonal merupakan
suatu jembatan bagi setiap individu pada masyarakat di lingkungannya.
saling mempengaruhi antara seorang dengan orang lain (Djamadin, 2004:
17- 19).
2.2.1.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal
Menurut De Vito yang dikutip oleh Liliweri, bahwa komunikasi
antar pribadi merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima
oleh orang lain atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik
langsung. Pada hakekatnya komunikasi antar pribadi adalah komunikasi
antara komunikator dengan komunikan. Komunikasi jenis ini dianggap
paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat, atau perilaku
seseorang karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik
bersifat langsung, komunikator mengetahui secara pasti apakah
komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya jika ia dapat
memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas- luasnya
(Liliweri, 2001: 12).
Sedangkan menurut Effendi (2003: 221) komunikasi antar
pribadi merupakan komunikasi yang terjadi antara dua orang, antara
komunikator dengan seorang komunikan sifatnya dialogis. Komunikasi
berlangsung secara timbal balik (two traffic of communication). Arus
balik (feedback) berlangsung dengan segera artinya komunikator
mengetahui dengan segera reaksi komunikan pada saat itu juga. Dampak
atau efek yang terjadi dapat merupakan arus balik yang bersifat negatif
atau positif. Dampak positif yang ditimbulkan ini biasanya disebabkan
Sedangkan dampak negatif ini terjadi karena adanya perasaan tidak
senang atas pesan yang disampaikan oleh komunikator, pesan yang
disampaikan dianggap menyinggung atau tidak sesuai dengan suasana
hati dari komunikan.
Menurut Effendi (2003: 8) komunikasi diartikan tatap muka
karena ketika komunikasi berlangsung, komunikator dan komunikan
saling berhadapan sambil saling melihat. Dalam situasi komunikasi
seperti ini komunikator dapat melihat dan mengkaji serta mengetahui
secara langsung perubahan sikap dan tingkah laku dari komunikan.
Pengertian dari komunikasi antar personal menurut De Vito
adalah proses pengiriman dan penerimaan diantara dua orang atau
diantara sekelompok kecil orang dengan beberapa efek dan beberapa
umpan balik seketika (Effendy, 2003: 59- 60).
Berdasarkan definisi tersebut, komunikasi interpersonal dapat
berlangsung antara dua orang yang memang sedang berdua- duaan
seperti pasangan suami istri yang sedang bercakap- cakap, umumnya
berlangsung secara tatap muka, maka terjadilah kontak pribadi. Para ahli
komunikasi mendefinisikan komunikasi interpersonal secara berbeda-
beda, akan tetapi definisi tersebut dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
definisi berdasarkan komponen, definisi berdasarkan hubungan diadik,
dan definisi berdasarkan pengembangan. Penjelasan dari masing- masing
definisi tersebut adalah sebagai berikut (De Vito, 2006: 231):
Definisi berdasarkan komponen menjelaskan komunikasi
interpersonal dengan mengamati komponen- komponen utamanya-
dalam hal ini, penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan
pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai
dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik
segera.
b. Definisi berdasarkan hubungan diadik
Dalam definisi berdasarkan hubungan, komunikasi
interpersonal sebagai komunikasi yang berlangsung diantara dua
orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas. Misalnya
komunikasi interpersonal meliputi komunikasi yang terjadi antara
pramuniaga dengan pelanggan, anak dengan ayah, dua orang dalam
suatu wawancara, dan sebagainya. Dengan definisi ini hampir tidak
mungkin ada komunikasi diadik (dua orang) yang bukan komunikasi
interpersonal. Tidaklah mengherankan, definisi ini juga disebut
sebagai definisi diadik (dyadic). Hampir tidak terhindarkan, selalu
ada hubungan tertentu antara dua orang. Bahkan seorang asing di
sebuah kota yang menanyakan arah jalan ke seorang penduduk
mempuyai hubungan yang jelas dengan penduduk itu segera setelah
pesan pertama disampaikan. Adakalanya definisi hubungan ini
diperluas sehingga mencakup juga sekelompok kecil orang, seperti
anggota keluarga atau kelompok- kelompok yang terdiri atas tiga
c. Definisi berdasarkan pengembangan
Dalam definisi berdasarkan pengembangan (developmental),
komunikasi interpersonal dilihat sebagai akhir dari perkembangan
dari komunikasi yang bersifat tidak pribadi (impersonal) pada satu
ekstrim menjadi komunikasi pribadi atau intim pada ekstrim yang
lain. Perkembangan ini mengisyaratkan atau mendefinisikan
pengembangan komunikasi interpersonal. Dalam komunikasi
interpersonal, pesan yang disampaikanakan mendapat umpan balik
secara langsung (immediate feed back). Komunikator dan
komunikan langsung dapat mengetahui tanggapan terhadap pesan
yang disampaikan. Komunikasi interpersonal dapat pula
didefinisikan berdasarkan hubungan diadik, yaitu komunikasi yang
berlangsung antara dua orang yang mempunyai hubungan yang
mantap dan jelas.
Melalui definisi di atas, terlihat bahwa komunikasi interpersonal
sangat diperlukan dalam membina dan memelihara suatu hubungan agar
semakin mantap dan jelas. Karena sifatnya yang tatap muka, serta umpan
balik yang langsung, memudahkan melihat tanggapan terhadap pesan
yang disampaikan, selain itu dengan adanya umpan balik dapat
meningkatkan kesadaran diri yang merupakan landasan bagi semua
bentuk dan fungsi komunikasi (De Vito, 2006: 57- 59).
2.2.1.2 Ciri- Ciri Komunikasi Interpersonal
dirumuskan sebagai berikut:
1. Spontanitas, terjadi sambil lalu dengan media utaman adalah tatap
muka
2. Tidak mempunyai tujuan yang ditetapkan terlabih dahulu
3. Terjadi secara kebetulan diantara peserta yang identitasnya kurang
jelas
4. Mengakibatkan dampak yang disengaja dan tidak disengaja
5. Kerap kali berbalas- balasan
6. Mempersyaratkan hubungan paling sedikit dua orang dengan
hubungan yang bebas dan bervariasi, ada keterpengaruhan
7. Harus membuahkan hasil
8. Menggunakan lambang- lambang yang bermakna
2.2.2 Self Disclosure (Keterbukaan Diri)
Individu akan bersikap cermat dan menggunakan akal sehat
ketika membuka dirinya. Walaupun keterbukaan diri pada umumnya
akan membuat hubungan antar individu semakin dekat, namun jika orang
terlalu berlebihan mengungkapkan dirinya pada tahap awal hubungannya
dengan seseorang maka hubungan tersebut akan berakhir lebih cepat.
2.2.2.1 Pengertian Self Disclosure
Self disclosure adalah komunikasi yang menyatakan pengakuan
tentang diri sendiri. Karena self disclosure adalah jenis komunikasi yang
tidak hanya menyertakan pernyataan tetapi juga terdapat maksud dari
dekat kita dan melakukan pengakuan kepada publik pada acara talk show
di televisi (De Vito, 2006: 103).
Menurut Johnson dalam Supratiknya (2002: 14), pengungkapan
diri (self disclosure) merupakan pengungkapan reaksi atau tanggapan kita
terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi
tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami
tanggapan kita di masa kini tersebut." Sedangkan menurut De Vito (2006:
62) pengungkapan diri adalah jenis komunikasi antarpribadi yang
melibatkan sedikitnya satu orang lain dimana individu mengungkapkan
informasi yang rahasia tentang dirinya kepada orang lain.
Menurut De Vito (2006: 61- 68), self disclosure adalah suatu
jenis komunikasi, yaitu pengungkapan informasi tentang diri sendiri baik
yang disembunyikan maupun yang tidak disembunyikan. Self disclosure
sangat penting dalam komunikasi terutama dalam konteks membina dan
memelihara hubungan interpersonal. Self disclosure dapat membantu
komunikasi menjadi efektif, menciptakan hubungan yang lebih bermakna
juga untuk kesehatan dan mengurangi stress.
Keterbukaan diri (self disclosure) seseorang dapat menentukan
tahap hubungan interpersonal seseorang dengan individu lainnya. Tahap
hubungan tersebut dapat dilihat dari tingkat keluasan (breadth) dan
kedalaman (depth) topik pembicaraan. Ada individu yang terlalu
membuka diri yang disebut dengan over disclosure, yaitu
Sedangkan individu yang terlalu menutup dirinya kepada siapapun
disebut dengan under disclosure yaitu jarang sekali membicarakan
dirinya kepada orang lain. Menurut De Vito (2006: 72) topik yang sering
dibicarakan dalam self disclosure adalah topik:
a. Tentang sikap
b. Tentang opini, baik mengenai politik maupun seks
c. Tentang orang- orang terdekat
d. Tentang seks, meliputi khayalan seks, pengalaman seks, dan lain-
lain
e. Tentang kebiasaan
f. Tentang keadaan fisik
g. Tentang tujuan hidup pribadi
h. Tentang pengalaman hidup
i. Tentang perasaan, meliputi perasaan bahagia maupun senang
Dalam "Interpersonal Communication Book" dituliskan bahwa
satu bentuk terpenting dari komunikasi interpersonal dimana kita dapat
melibatkan pembicaraan tentang diri kita sendiri, atau membuka diri. Self
disclosure mengacu pada mengkomunikasikan informasi kita tentang diri
kita kepada orang lain (De Vito, 2006: 77).
Dalam istilah di Indonesia, self disclosure juga disebut sebagai
membuka diri atau penyingkapan diri. Penyingkapan diri adalah
membeberkan informasi tentang diri sendiri. Banyak hal yang dapat
pakaian, nada suara, dan melalui isyarat- isyarat non verbal lainnya yang
tidak terhitung jumlahnya, meskipun banyak diantara perilaku tersebut
tidak disengaja, namun penyingkapan diri yang sesungguhnya adalah
perilaku yang disengaja. Penyingkapan diri tidak hanya merupakan
bagian integral dari komunikasi dua orang; penyingkapan diri lebih
sering muncul dalam konteks hubungan dua orang daripada dalam
konteks jenis komunikasi lainnya (Tubbs & Moss, 2006: 12- 13).
2.2.2.2 Ciri- Ciri Self Disclosure
Self Dislcosure seringkali merupakan suatu usaha untuk
memasukkan otentisitas ke dalam hubungan sosial. Ada saatnya
hubungan self disclosure lebih merupakan usaha untuk menekankan
bagaimana kita memainkan peranan kita daripada bagaimana orang lain
mengharapkan kita memainkan peranan tersebut. Tubbs & Moss
menggambarkan beberapa ciri self disclosure yang tepat (De Vito 2006:
18), yaitu:
1. Merupakan fungsi dari suatu hubungan sedang berlangsung
2. Dilakukan oleh kedua belah pihak
3. Disesuaikan dengan keadaan yang berlangsung
4. Berkaitan dengan apa yang terjadi saat ini pada dan antara orang-
orang yang terlibat
5. Ada peningkatan dalam penyingkapan, sedikit demi sedikit
2.2.2.3 Tingkatan- Tingkatan Self Disclosure
tingkatan yang berbeda dalam pengungkapan diri. Menurut Powell
(dalam Supratikna, 1995) tingkatan- tingkatan pengungkapan diri dalam
komunikasi yaitu:
a. Basa- basi
Merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau
dangkal, walaupun terdapat keterbukaan diantara individu tetapi
tidak terjadi hubungan antar pribadi. Masing- masing individu
berkomunikasi basa- basi sekedar kesopanan.
b. Membicarakan orang lain
Yang diungkapkan dalam komunikasi hanyalah tentang
orang lain atau hal- hal yang diluar dirinya. Walaupun pada tingkat
ini isi komunikasi lebih mendalam, tetapi pada tingkat ini individu
tidak mengungkapkan diri.
c. Menyatakan gagasan atau pendapat
Sudah mulai dijalin hubungan yang erat. Individu mulai
mengungkapkan dirinya kepada individu lain.
d. Perasaan
Setiap individu dapat memiliki gagasan atau pendapat yang
sama tetapi perasaan atau emosi yang menyertai gagasan atau
pendapat setiap individu dapat berbeda- beda. Setiap hubungan
yang menginginkan pertemuan antar pribadi yang sungguh-
sungguh, haruslah didasarkan atas hubungan yang jujur, terbuka
e. Hubungan puncak
Pengungkapan diri telah dilakukan secara mendalam,
individu yang menjalin hubungan antar pribadi dapat menghayati
perasaan yang dialami individu lainnya. Segala persahabatan yang
mendalam dan sejati haruslah berdasarkan pada pengungkapan diri
dan kejujuran yang mutlak. (Hudaniah, 2006: 106).
2.2.2.4 Johari Window
Rakhmat menuliskan bahwa dengan membuka diri (melakukan
self disclosure), konsep diri menjadi lebih dekat pada kenyataan. Bila
konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk
menerima pengalaman- pengalaman dan gagasan- gagasan baru, lebih
cenderung menghindari sikap defensif, dan lebih cermat memandang diri
kita dan orang lain. Hubungan antara konsep diri dan membuka diri dapat
dijelaskan dengan Johari Window sebagai berikut:
Gambar 2.2 Johari Window II, Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi
(2000: 107)
Sebelah kiri jendela menunjukan aspek diri yang kita ketahui,
sebelah kanan adalah aspek diri yang tidak kita ketahui. Bila kedua
jendela digabung menjadi Jendela Johari yang lengkap dengan masing-
masing daerah yaitu: "terbuka" (open), "buta" (blind), "tersembunyi" Diri Yang
Ketahui
(hidden), dan "tidak diketahui" (unknown).
Gambar 2.3 Johari Window III, Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (2000: 107)
Penjelasan dari gambar di atas adalah:
Kuadran terbuka (I), mencerminkan keterbukaan seseorang pada
dunia secara umum, keinginan yang untuk diketahui. Kuadran ini
mencakup semua aspek diri seseorang yang diketahui dan tidak diketahui
oleh orang lain. Kuadran ini adalah dasar bagi kebanyakan komunikasi
antara dua orang.
Kuadran buta (II), meliputi semua hal mengenai diri seseorang
yang dirasakan orang lain tetapi tidak dirasakan sendiri. Mungkin
seseorang cenderung memonopoli percakapan tanpa disadari, atau
seseorang menganggap dirinya jenaka tetapi rekannya menganggap
gurauannya canggung. Kuadran gelap dapat membuat setiap rangsangan
komunikatif yang tidak disengaja.
Kuadran tersembunyi (III), diri orang yang bersangkutanlah yang
menentukan kebijaksanaan. Kuadran ini dibangun oleh semua hal dimana
seseorang lebih suka untuk tidak lain seperti gaji, perceraian, perasaan,
dan lain- lain. Pendeknya, kuadran ini mewakili usaha seseorang untuk
membatasi masukan atau informasi yang menyangkut dirinya. Kita Ketahui Tidak Kita Ketahui
Publik Terbuka (I) Buta (II)
Kuadran tidak dikenali (IV), kuadran ini tidak diketahui oleh diri
sendiri, meskipun diketahui orang lain. Kuadran ini mewakili segala
sesuatu tentang diri seseorang yang belum ditelusurinya maupun oleh
orang lain- semua sumber yang tidak tersentuh, semua potensi seseorang
bagi pengembangan pribadi (De Vito 2006: 98).
2.2.2.5 Fungsi Self Disclosure
Menurut Derlega dan Grzelak (dalam Sears, dkk, 1998) ada lima
fungsi pengungkapan diri, yaitu:
a. Ekpresi (expression)
Dalam kehidupan ini kadang- kadang kita mengalami suatu
kekecewaan atau kekesalan, baik itu yang menyangkut pekerjaan
ataupun lainnya. Untuk membuang semua kekesalan itu biasanya kita
akan merasa senang bila bercerita pada seorang teman yang sudah kita
percaya. Dengan pengungkapan diri semacam ini kita mendapat
kesempatan untuk mengekspresikan perasaan kita.
b. Penjernihan diri (self-clarification)
Dengan saling berbagi rasa serta menceritakan perasaan dan
masalah yang sedang kita hadapi kepada orang lain, kita berharap agar
dapat memperoleh penjelasan dan pemahaman orang lain akan
masalah yang kita hadapi sehingga pikiran kita akan menjadi lebih
jernih dan kita dapat melihat duduk persoalannya dengan baik.
c. Keabsahan sosial (social validation)
hadapi biasanya pendengar kita akan memberikan tanggapan
mengenai permasalah tersebut. Sehingga dengan demikian, kita akan
mendapatkan suatu informasi yang bermanfaat tentang kebenaran
akan pandangan kita. Kita dapat memperoleh dukungan atau
sebaliknya.
d. Kendali sosial (social control)
Seseorang dapat mengemukakan atau menyembunyikan
informasi tentang keadaan dirinya yang dimaksudkan untuk
mengadakan kontrol sosial, misalnya orang akan mengatakan sesuatu
yang dapat menimbulkan kesan baik tentang dirinya.
e. Perkembangan hubungan (relationship development)
Saling berbagi rasa dan informasi tentang diri kita kepada
orang lain serta saling mempercayai merupakan saran yang paling
penting dalam usaha merintis suatu hubungan sehingga akan semakin
meningkatkan derajat keakraban (Hudaniah, 2006: 107- 108).
2.2.2.6 Pedoman Self Disclosure
Pengungkapan diri kadang- kadang menimbulkan bahaya, seperti
resiko adanya penolakan atau dicemooh orang lain, bahkan dapat
menimbulkan kerugian material. Untuk itu, kita harus mempelajari secara
cermat konsekuensi- konsekuensinya sebelum memutuskan untuk
melakukan pengungkapan diri. Menurut De Vito (1992) hal- hal yang
perlu dipertimbangkan dalam pengungkapan diri adalah sebagai berikut:
Pengungkapan diri haruslah didorong oleh rasa
berkepentingan terhadap hubungan dengan orang lain dan diri
sendiri. Sebab pengungkapan diri tidak hanya bersangkutan dengan
diri kita saja tetapi juga bersangkutan dengan orang lain. Kadang-
kadang keterbukaan yang kita ungkapkan dapat saja melukai
perasaan orang lain.
b. Kesesuaian dalam pengungkapan diri
Dalam melakukan pengungkapan diri haruslah disesuaikan
dengan keadaan lingkungan. Pengungkapan diri haruslah dilakukan
pada waktu dan tempat yang tepat. Misalnya bila kita ingin
mengungkapkan sesuatu pada orang lain maka kita haruslah bisa
melihat apakah waktu dan tempatnya sudah tepat.
c. Timbal balik dari orang lain
Selama melakukan pengungkapan diri, berikan lawan bicara
kesempatan untuk melakukan pengungkapan dirinya sendiri. Jika
lawan bicara kita tidak melakukan pengungkapan diri juga, maka ada
kemungkinan bahwa orang tersebut tidak menyukai keterbukaan
yang kita lakukan (Hudaniah, 2006: 109- 110).
Menurut Mark Knapp dan Anita Vangelisti (2000), keterbukaan
untuk mengungkapkan informasi yang bersifat intim harus didasarkan
atas kepercayaan. Menurut mereka, jika kita menginginkan resiprositas
dalam hal keterbukaan maka kita juga harus mencoba untuk memperoleh
dengan orang lain. Hal- hal lain yang berpengaruh dalam mendorong
keterbukaan diri dapat dilihat pada tabel.
Tabel Panduan Self Disclosure
Tanyakan Diri Anda Saran
Apakah orang lain itu penting bagi
anda?
Jika ya, ungkapkan informasi
penting mengenai diri anda kepada
orang itu, yaitu dengan siapa anda
telah menjalin hubungan selama
ini.
Apakah akan ada resiko jika
informasi itu dikemukakan?
Cobalah untuk tidak
mengungkapkan informasi penting
jika hal itu menimbulkan resiko
yang terlalu besar. Anda harus
menilai tingkat resiko yang
dihadapi.
Apakah sejumlah dan jenis
keterbukaan sudah sesuai?
Anda harus mengukur apakah
informasi yang diungkapkan itu
terlalu berlebihan atau terlalu
sedikit. Perhatikan juga waktu
untuk mengungkapkannya.
Apakah informasi yang
diungkapkan itu relevan dengan
Pengungkapan terus- menerus
situasi saat itu? suatu hubungan. Jangan
kemukakan semuanya.
Apakah ungkapan diri anda
dibalas?
Pengungkapan diri yang tidak
seimbang akan menciptakan
hubungan yang tidak seimbang.
Tunggu tanggapan yang seimbang.
Akankah efek yang dihasilkan
konstruktif?
Jika tidak dikemukakan dengan
hati- hati, pengungkapan diri dapat
dimanfaatkan untuk tujuan
destruktif. Hati- hati dalam
menyampaikan informasi yang
dapat membahayakan diri anda.
Apakah kesalahpahaman budaya
dapat terjadi?
Perhatikan aspek budaya ketika
anda mengungkapkan diri kepada
orang lain dan sebaliknya.
2.2.2.7 Keuntungan Self Disclosure
Melalui self disclosure seorang individu akan lebih terbuka untuk
menerima pengalaman- pengalaman dan gagasan- gagasan baru, lebih
cenderung menghindari sikap defensif, dan lebih cermat memandang
dirinya dan orang lain. Adapun keuntungan self disclosure antara lain:
1. Pengetahuan tentang diri, melalui self disclosure kita menemukan
perspektif baru pada diri kita. Pemahaman yang lebih mendalam dari
2. Kemampuan untuk mengatasi (keadaan)
2.2.3 Komunikasi Terapeutik
2.2.3.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik
Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni
dari penyembuhan (AS Hornby dalam Intan, 2005). Maka di sini dapat
diartikan bahwa terapeutik adalah segala sesuatu yang memfasilitasi
proses penyembuhan. Sehingga komunikasi terapeutik itu sendiri adalah
komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu
penyembuhan atau pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan
komunikasi profesional bagi para perawat (Damaiyanti, 2010: 11).
2.2.3.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik
Dengan memiliki ketrampilan berkomunikasi terapeutik, seorang
perawat akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan
klien, sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan. Berikut tujuan
komunikasi terapeutik menurut Purwanto dalam Damaiyanti (2010: 11)
a. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk
mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang
diperlukan.
b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan
yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
2.2.3.3 Manfaat Komunikasi Terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik menurut Christina, dkk
(Damaiyanti, 2010: 12) adalah:
a. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dengan
pasien melalui hubungan perawat- pasien
b. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, dan mengkaji maslaah
dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.
2.2.3.4 Syarat- syarat Komunikasi Terapeutik
Stuart dan Sundeen mengatakan ada dua persyaratan dasar untuk
komunikasi terapeutik efektif:
a. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri
pemberi maupun penerima pesan.
b. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan
terlebih dahulu sebelum memberikan sarana, informasi maupun
masukan.
2.2.3.5 Prinsip- prinsip Komunikasi Terapeutik
Prinsip- prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers
adalah (Damaiyanti, 2010: 13)
a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,
memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling
percaya dan saling menghargai
maupun mental.
d. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien
bebas berkembang tanpa rasa takut.
e. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan
pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap,
tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat
memecahkan masalah- masalah yang dihadapi.
f. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap
untuk mngetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,
keberhasilan maupun frustasi.
g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat
mempertahankan konsistensinya.
h. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan
sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik.
i. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan
terapeutik.
j. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan
meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat
perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual,
dan gaya hidup.
k. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap
mengganggu.
lain secara manusiawi.
m. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin
mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
n. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab
terhadap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggung
jawab terhadap orang lain.
2.2.3.6 Sikap Komunikasi Terapeutik
Egan mengidentifikasi lima sikap atau cara untuk menghadirkan
diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik
(Damaiyanti, 2010: 14), yaitu:
a. Berhadapan
Arti dari posisi ini adalah saya siap untuk anda
b. Mempertahankan kontak mata
Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien
dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi
c. Membungkuk ke arah klien
Posisi ini menunjukkan keinginan untuk menyatakan atau
mendengarkan sesuatu
d. Memperlihatkan sikap terbuka
Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan
untuk berkomunikasi dan siap membantu
e. Tetap rileks
ketegangan dan relaksasi dalam memberikan respons kepada
pasien, meskipun dalam situasi yang kurang menyenangkan
2.2.3.7 Teknik Komunikasi Terapeutik
Beberapa teknik komunikasi terapeutik menurut Wilson dan
Kneist (1992) serta Stuart dan Sundeen (1998) antara lain (Damaiyanti,
2010: 14- 20):
a. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Sikap yang dibutuhkan untuk menjadi pendengar yang baik
adalah: Pandangan saat berbicara, tidak menyilangkan kaki dan
tangan, hindari tindakan yang tidak perlu, anggukan kepala jika
klien membicarakan hal- hal yang penting atau memerlukan umpan
balik, condongkan tubuh kea rah lawan bicara. Mendengar ada dua
macam:
1. Mendengar pasif
Kegiatan mendengar dengan kegiatan non verbal
untuk klien misalnya dengan kontak mata, menganggukan
kepala dan juga keikutsertaan secara verbal. Mendengar pasif
akan dapat memperdayakan diri kita saat kita mendengar
dengan pasif karena kita kurang memahami perasaan orang
lain.
2. Mendengar aktif
Kegiatan mendengar yang menyediakan pengetahuan
dia merasakan hal tersebut.
b. Menunjukkan penerimaan
Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti
bersedia untuk mendengarkan oran lain tanpa menunjukkan
keraguan atau ketidaksetujuan. Perawat harus waspada terhadap
ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menyatakan tidak setuju,
seperti mengerutkan kening atau menggeleng yang menyatakan
tidak percaya. Berikut ini adalah sikap perawat: Mendengarkan
tanpa memutuskan pembicaraan, memberikan umpan balik verbal
yang menyatakan pengertian, memastikan bahwa isyarat non verbal
cocok dengan komunikasi verbal, menghindari perdebatan, ekspresi
keraguan atau usaha untuk mengubah pikiran klien.
c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapat informasi
yang spesifik mengenai apa yang disampaikan oleh klien. Oleh
karena itu, pertanyaan sebaliknya dikaitkan dengan topik yang
dibicarakan dan gunakan kata- kata yang sesuai dengan konteks
sosial budaya klien. Contoh: “Tadi anda katakan anda memiliki tiga
orang saudara, siapa yang anda rasakan dekat dengan anda?”
d. Pertanyaan terbuka (Open- Ended Question)
Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban “Ya” dan
“Mungkin”, tetapi pertanyaan memerlukan jawaban yang luas,
dengan kata- kata sendiri, atau dapat memberikan informasi yang
diperlukan. Contoh: “Coba Ibu ceritakan apa yang biasanya
dilakukan bila Ibu sakit perut?” atau “Coba Ibu ceritakan tentang
riwayat penyakit Ibu?”
e. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata- kata sendiri
Melalui pengulangan kembali kata- kata klien, perawat
memberikan umpan balik bahwa ia mengerti pesan klien dan
berharap komunikasi dilanjutkan.
f. Mengklarifikasi
Klarifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan
dalam kata- kata, ide atau pikiran (implisit maupun eksplisit) yang
tidak jelas dikatakan oleh klien. Tujuan dari teknik ini adalah untuk
menyamakan pengertian.
g. Memfokuskan
Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan
sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti. Hal
yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ini adalah
usahakan untuk tidak memutuskan pembicaraan ketika klien
menyampaikan masalah yang penting.
h. Menyatakan hasil observasi
Perawat harus memberikan umpan balik kepada klien
dengan menyatakan hasil pengamatannya sehingga klien dapat
Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh
isyarat non verbal klien. Teknik ini seringkali membuat klien
berkomunikasi lebih jelas tanpa perawat harus bertanya,
memfokuskan dan mengklarifikasi pesan. Observasi dilakukan
sedemikian rupa sehingga klien tidak menjadi malu atau marah.
i. Menawarkan informasi
Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan
penyuluhan kesehatan untuk klien. Perawat tidak dibenarkan
memberikan nasihat kepada klien ketika memberikan informasi,
karena tujuan dari tindakan ini adalah memfasilitasi klien untuk
mengambil keputusan. Penahanan informasi yang dilakukan saat
klien membutuhkan akan mengakibatkan klien menjadi tidak
percaya.
j. Diam (memelihara ketenangan)
Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan
klien untuk mengorganisir pikirannya. Penggunaan metode ini
memerlukan ketrampilan dan ketepatan waktu, jika tidak akan
menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien
untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri, mengorganisir pikiran
dan memproses informasi. Diam sangat berguna terutama pada saat
klien harus mengambil keputusan. Diam tidak dapat dilakukan
dalam waktu yang lama karena akan mengakibatkan klien menjadi
Diam disini juga menunjukkan kesediaan seseorang untuk menanti
orang lain agar punya kesempatan berpikir, meskipun begitu, diam
yang tidak tepat dapat menyebabkan orang lain merasa cemas.
Diam digunakan pada saat klien perlu mengekspresikan ide tapi
tidak tahu bagaimana melakukan atau menyampaikan hal tersebut.
k. Meringkas
Meringkas adalah pengulangan ide utama telah
dikomunikasikan secara singkat. Metode ini bermanfaat untuk
membantu mengingat topik yang telah dibahas sebelum menerukan
pembicaraan berikutnya.
l. Memberikan penghargaan
Penghargaan jangan samapi jadi beban untuk klien. Dalam
arti jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya
demi untuk mendapatkan pujian atau persetujuan atas
perbuatannya. Selain itu teknik ini tidak pula dimaksudkan utnuk
menyatakan bahwa yang ini bagus dan yang sebaliknya buruk.
m. Menawarkan diri
Perawat menyediakan diri tanpa respon bersyarat atau
respon yang diharapkan.
n. Memberikan kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan
Memberikan kesempatan kepada klien untuk berinisiatif
dalam memilih topik pembicaraan. Untuk klien yang merasa ragu-
dapat menstimulusnya untuk mengambil inisiatif dan merasakan
bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.
o. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengarahkan hampir seluruh pembicaraan. Teknik ini juga
mengindikasikan bahwa perawat mengikuti apa yang dibicarakan
dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawat
lebih berusaha menafsirkan daripada mengarahkan diskusi
pembicaraan.
p. Menempatkan kejadia secara berurutan
Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu
perawat dan klien untuk melihatnya dalam sutau perspektif.
Kelanjutan dari suatu kejadian akan menuntun perawat dan klien
untuk melihat kejadian berikutnya yang merupakan akibat dari
kejadian sebelumnya dan juga dapat menemukan pola kesukaran
interpersonal. Teknik ini bernilai terapeutik apabila perawat dapat
mengekplorasi klien dan memahami masalah yang penting dan
teknik ini menjadi tidak terapeutik apabila perawat memberikan
nasihat, meyakinkan atau tidak mengakui klien.
q. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menguraikan
persepsinya
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus
bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Sementara
itu perawat harus waspada terhadap gejala ansietas yang mungkin
muncul.
r. Refleksi
Refleksi ini memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian
dari dirinya sendiri. Dengan demikian perawat mengindikasikan
bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien mempunyai hak
untuk mengemukakan pendapatnya, membuat keputusan, dan
memikirkan dirinya sendiri.
s. Assertive
Adalah kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman
mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap
menghargai orang lain. Kemampuan asertif antara lain (Smith,
1992): berbicara jelas, mampu menghadapi manipulasi pihak lain
tanpa menyakiti hatinya (berani mengatakan tidak tanpa merasa
bersalah), melindungi diri dari kritik.
t. Humor
Dugaan (1989) menyebutkan humor sebagai hal yang
penting dalam komunikasi verbal dikarenakan: tertawa mengurangi
ketegangan dan rasa sakit akibat stress, dan meningkatkan
keberhasilan asuhan keperawatan. Sementara Sullivan – Deane
katekolamin sehingga seorang merasa sehat, dan hal ini akan
meningkatkan toleransi nyeri, mengurangi kecemasan serta
memfasilitasi relaksasi meningkat metabolisme.
2.2.3.8 Dimensi Respon
Dimensi respon yang harus dimiliki oleh perawat ada empat,
yaitu:
1. Kesejatian
Kesejatian adalah pengiriman pesan pada orang lain
tentang gambaran diri kita yang sebenarnya. Kesejatian
dipengaruhi oleh:
a. Kepercayaan diri
Orang yang mempunyai kepercayaan diri yang
tinggi akan mampu menunjukkan kesejatiannya pada saat
keadaan yang tidak nyaman dimana kesejatian yang
ditampilkan akan mengakibatkan resiko tertentu.
b. Persepsi terhadap orang lain
Apabila seseorang melihat orang lain mempunyai
kekuatan yang lebih besar dan menguasai kita akan
mempengaruhi bagaimana kita akan menampilkan seperti
apa diri kita yang sebenarnya.
c. Lingkungan
Lingkungan terdiri dari waktu dan tempat. Tempat
panggung, dan lain- lain) akan mengakibatkan seseorang
merasa sulit untuk menunjukkan seperti apa dirinya yang
sebenarnya. Waktu yang terbatas juga akan mengakibatkan
seseorang tidak mampu menunjukkan siapa dia yang
sebenarnya.
2. Empati
Empati adalah kemampuan menempatkan diri kita pada
orang lain, bahwa kita telah memahami bagaimana perasaan
orang lain tersebut dan apa yang menyebabkan reaksi mereka
tanpa emosi kita terlarut dalam emosi orang lain. Berikut
beberapa aspek dari empati antara lain:
a. Aspek mental
Kemampuan melihat dunia orang lain dengan
menggunakan paradigma orang lain tersebut. Aspek mental
juga berarti memahami orang tersebut secara emosional dan
intelektual.
b. Aspek verbal
Kemampuan mengungkapkan secara verbal
pemahaman terhadap perasaan dan alasan reaksi emosi
klien. Aspek verbal dalam menunjukkan empati
memerlukan hal- hal, seperti keakuratan, kejelasan,
c. Aspek non verbal
Aspek non verbal yang diperlukan adalah kemampuan
menunjukkan empati dengan kehangatan dan kesejatian.
3. Respek/ Hormat
Respek mempunyai pengertian perilaku yang
menunjukkan kepedulian/ perhatian, rasa suka, dan menghargai
klien. Perawat menghargai klien seorang yang bernilai dan
menerima klien tanpa syarat (Stuart dan Sundeen, 1995). Melalui
respek perawat akan dapat mengakui kebutuhan orang lain untuk
dipenuhi, dimengerti dan dibantu dalam keterbatasan waktu yang
dimiliki oleh perawat. Perilaku respek dapat ditunjukkan dengan
(Smith, 1992):
a. Melihat ke arah klien
b. Memberikan perhatian yang tidak terbagi
c. Memelihara kontak mata
d. Senyum pada saat yang tidak tepat
e. Bergerak ke arah klien
f. Menentukan sapaan yang disukai
g. Jabat tangan atau sentuhan yang lembut
4. Konkret
Perawat menggunakan terminologi yang spesifik dan
bukan abstrak pada saat mendiskusikan dengan klien mengenai
ini adalah dapat mempertahankan respon perawat terhadap klien,
penjelasan dengan akurat tentang masalah dan mendorong klien
memikirkan masalah yang spesifik.
2.2.3.9 Kebuntuan Terapeutik
Kebuntuan terapeutik adalah hambatan kemajuan hubungan
antara perawat dan klien dimana hambatan itu terjadi baik dari klien
maupun dari perawat sendiri. Ada lima hambatan kebuntuan terapeutik,
yaitu: resistens, tranference, countertransference, dan boundary violation
(Damaiyanti, 2010: 38- 41).
a. Resistens
Resistens merupakan upaya klien untuk tidak menyadari
aspek dari penyebab cemas atau kegelisahan yang dialami. Ini juga
merupakan keengganan alamiah atau penghindaran secara verbal
yang dipelajari. Klien yang resisten biasanya menunjukkan
ambivalensi antara menghargai tetapi juga menghindari
pengalaman yang menimbulkan cemas padahal hal ini merupakan
bagian normal dari proses terapeutik. Resisten ini sering terjadi
akibat ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk
berubah telah dirasakan. Perilaku resisten biasanya diperlihatkan
oleh klien pada fase kerja, karena pada frase ini sangat banyak
berisi proses penyelesaian masalah menurut Stuart dan Sundeen.
Berikut ini bentuk resistensi:
2. Intensifikasi gejala
3. Devaluasi diri serta pandangan dan keputusan tentang masa
depan
4. Dorongan untuk sehat, yang terjadi secara tiba- tiba tetapi
hanya kesembuhan yang bersifat sementara
5. Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien
mengatakan ia tidak mempunyai pikiran apapun atau tidak
mampu memikirkan masalahnya, saat ia tidak memenuhi
janji untuk pertemuan atau tiba terlambat untuk suatu sesi,
lupa, diam atau mengantuk
6. Pembicaraan yang bersifat permukaan atau dangkal
7. Penghayatan intelektual dimana klien memverbalisasi
pemahaman dirinya dengan menggunakan istilah yang tepat
namun tetap berperilaku maladaptive, atau menggunakan
mekanisme pertahanan intelektualisasi tanpa diikuti
penghayatan
8. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah
mempunyai penghayatan tetapi menolak memikul tanggung
jawab untuk berubah dengan alasan bahwa normalitas adalah
hal yang tidak penting
9. Reaksi transference (respon tidak sabar dimana klien
mengalami perasaan dan sakit terhadap perawat yang pada
dulu)
10.Perilaku amuk atau tidak rasional
b. Tranference
Tranference merupakan respon tak sadar berupa pesan atau
perilaku terhadap perawat yang sebetulnya berawal dan
berhubungan dengan orang- orang tertentu yang bermakna baginya
pada waktu dia masih kecil (Stuart dan Sundeen, 1995). Reaksi
transference membahayakan untuk proses terapeutik hanya bila hal
ini diabaikan dan tidak ditelaah oleh perawat. Ada dua jenis utama
reaksi transference yaitu reaksi bermusuhan dan tergantung.
c. Countertransference
Countertransference merupakan kebuntuan terapeutik yang
dibuat oleh perawat dan bukan oleh klien. Hal ini dapat
mempengaruhi hubungan perawat- klien. Beberapa bentuk
countertransference menurut Stuart dan Sundeen:
1. Ketidakmampuan utnuk berempati terhadap klien dalam area
masalah tertentu
2. Menekan perasaan selama atau sesudah sesi
3. Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontrak dengan
datang terlambat, atau melampaui waktu yang telah
ditentukan
4. Mengantuk selama sesi
untuk berubah
6. Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atauk afeksi klien
7. Berdebat dengan klien atau kecenderungan untuk memaksa
klien sebelum ia siap
8. Mencoba untuk menolong klien dalam segalah hal tidak
berhubungan dengan tujuan keperawatan yang telah
diidentifikasi
9. Keterlibatan dengan klien dalam tingkat personal dan sosial
10.Melamunkan atau memikirkan klien
11.Fantasi seksual atau agresi yang diarahkan kepada klien
12.Perasaan cemas, gelisah atau perasaan bersalah terhadap
klien
13.Kecenderungan untuk memusatkan secara berulang hanya
pada satu aspek datu cara memandang pada informasi yang
diberikan klien
14.Kebutuhan utnuk mempertahankan intervensi keperawatan
dengan klien
Reaksi countertransference biasanya dalam tiga bentuk, yaitu:
1. Reaksi sangat mencintai atau “caring”
2. Reaksi sangat bermusuhan
3. Reaksi sangat cemas seringkali digunakan sebagai respons terhadap