• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TERHADAP KARAKTERISTIK GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN SELF DISCLOSURE SISWA SMP NEGERI 2 BABAT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TERHADAP KARAKTERISTIK GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN SELF DISCLOSURE SISWA SMP NEGERI 2 BABAT."

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

SMP NEGERI 2 BABAT

SKRIPSI

Diajukan kepada

Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strara Satu (S-1)

Oleh :

Siti Aisyah B37208004 Dosen pengampu

Dr. S . khorriyatul khotimah., M.Psi., Psikolog Nip : 197711162008012018

UNIVERSITAS NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS PSIKOLOGI

DAN KESEHATAN PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

SURABAYA

(2)
(3)

diujikan

Surabaya, 06 Januari 2015 Pengampu

(4)

Mengesahkan,

Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Dekan,

Prof. Dr. Moh. Sholeh, M.Pd Nip: 195912091990021001

Ketua

Dr. S. Khorriyatul Khotimah., M.Psi., Psikolog Nip: 197711162008012018

Sekretaris

Soffy Balgies M.Psi Nip:197609222009122001

Penguji I

Drs. Hamim Rosyidi , M. Si Nip: 196208241987031002

Penguji II

(5)

tercinta serta suami, anakku dan adik-adikku. Dan semua

teman-temanku yang slalu memberikanku semangat..

Terima kasih atas segalanya..

(6)

Siti Aisyah. NIM: B37208004. 2014. Hubungan Antara Persepsi siswa terhadap karakteristik

guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure siswa di SMP Negeri 2 Babat.

Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara persepsi siswa terhadap karakteristik

guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure siswa di SMP Negeri 2 Babat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan yang positive anatara persepsi

siswa terhahadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure siswa.

Subject dalam penelitian ini adalah siswa siswi SMP negeri 2 babat. Penelitian ini mengambil

100 orang siswa sebagai sample penelitian. Pemilihan sample dalam penelitian ini sendiri

menggunakan metode cluster random sampling.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan hasil yang signifikan yang positive antara

persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure

siswa yang menunjukkan korelasi coeficient sebesar 0,267 dengan menggunakan teknik

kendall tau dengan hasil signifikansi 0,000. Yang menunjukkan bahwa penelitian ini

memiliki hubungan signifikan yang positive antara persepsi siswa terhadap karakteristik guru

bimbingan dan konseling dengan self disclosure.

(7)
(8)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

4. Faktor – Faktor yang mempengaruhi self disclosure………... 28

5. Aspek-aspek self disclosure... 29

6. Resiko self disclosure... 32

B. Pengertian Persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling ... 33

1. Penegertian pesepsi……….. 33

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi………. 35

3. Karakteristik guru bimbingan dan konseling………... 36

4. Fungsi bimbingan dan konseling………. 40

5. Asas-asas bimbingan dan konseling……… 41

6. Guru bimbingan dan konseling……… 43

7. Tugas guru bimbingan dan konseling……….. 44

8. Persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling………. 45

C. Hubungan Antara persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure ... 46

D. Kerangka Teoritik ... 47

(9)

bimbingan dan konseling………... 55

2. Variable self disclosure ... 59

D.Analisis Data ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 65

1. Lokasi penelitian………... 65

2. Profil sekolah smp negeri 2 babat………. 66

3. Profil guru bimbingan dan konmseling………. 68

4. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian………... 71

5. Diskripsi Hasil Penelitian ... 72

B. Pengujian Hipotesis ... 78

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 80

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA... 84

(10)

guru bk ………... 56

Tabel III.4 : aitem-aitem skala persepsi siswa terhadap karakteristik guru bk yang valid dan gugur ... ... 57

Tabel III.5 : blu print skala self disclosure... 59

Tabel III.6 : aitem-aitem skala self disclosure yang valid dan gugur……... 62

Tabel IV.7 : uji validitas persepsi siswa terhadap karakteristik guru bk………... 72

Tabel IV.8 : uji validitas self disclosure………... 74

Tabel IV.9 : Uji reliabilitas…………... 76

Tabel IV.10 : Uji normalitas data…………... 78

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan

manusia Indonesia yang bermutu adalah pendidikan yang bermutu.

Pendidikan yang bermutu dalam penyelenggaraannya tidak hanya

cukup dilakukan melalui transformasi ilmu pengetahuan dan

teknologi, tetapi harus didukung oleh peningkatan profesionalisasi

dan sistem manajemen tenaga kependidikan serta pengembangan

kemampuan siswa untuk menolong diri sendiri dalam memilih dan

mengambil keputusan demi cita – citanya (Nurihsan dan Sudianto,

2005). Kemampuan tidak hanya menyangkut aspek akademis,

tetapi juga menyangkut aspek perkembangan pribadi, sosial,

kematangan intelektual, dan sistem nilai siswa. Berkaitan dengan

pemikiran tersebut, tampak bahwa pendidikan yang bermutu di

sekolah adalah pendidikan yang menghantarkan siswa pada

pencapaian standar akademis yang diharapkan dalam kondisi

perkembangan diri yang sehat dan optimal (Nurihsan dan Sudianto,

2005).

Namun kenyataannya pendidikan belum mampu

memerankan tugas dan fungsinya secara optimal. Hal ini dapat

(12)

banyaknya kenakalan siswa dan penyimpangan-penyimpangan

yang dilakukan (Rahman, 2003). Data dari tenaga kependidikan di

sekolah menengah pertama menunjukkan bahwa banyak siswa

yang meninggalkan sekolah sebelum tamat masih cukup tinggi; ada

siswa yang memperoleh prestasi belajar yang rendah dan ada

banyak kasus siswa yang melarikan diri dari rumah karena merasa

tidak mampu mengatasi kesulitan di rumah, sekolah, atau

pergaulan dengan teman; kasus kenakalan remaja, terutama di

daerah penduduk yang status sosial ekonominya rendah di

kota-kota besar, yang mengakibatkan siswa terpaksa berurusan dengan

petugas kepolisian dan pengadilan; kelakuan kasar di sekolah,

sampai menyerang tenaga kependidikan secara fisik atau merusak

milik sekolah; belum menamatkan jenjang pendidikan menengah,

yang akhirnya membuat mereka merasa frustasi selama hidupnya;

merasa tidak puas karena pendidikan di sekolah dinilai tidak sesuai

dengan minat dan bakat mereka, sehingga belajar di sekolah

meninggalkan kesan negatif. Tidak semua remaja terlibat dalam

problematika yang dikemukakan di atas, namun jumlah siswa yang

terlibat dalam problematika itu dianggap cukup besar, sehingga

memprihatinkan dan menjadi masalah nasional (Winkel, 1997).

Dalam proses belajar mengajar guru sering menghadapi

masalah adanya siswa yang tidak dapat mengikuti pelajaran dengan

(13)

dan lain sebagainya. Dalam menghadapi siswa yang mengalami

kesulitan dalam belajar, pemahaman yang utuh dari guru tentang

kesulitan belajar yang dialami siswanya, merupakan dasar dalam

usaha memberikan bantuan dan bimbingan yang tepat (Hallen,

2005 ).

Berdasarkan hasil wawancara dalam penelitian

pendahuluan di SMP Negeri 2 Babat masalah yang sering muncul

akhir-akhir ini adalah masalah kedisiplinan siswa. Hampir setiap

hari guru mendapatkan siswa yang bajunya tidak dimasukkan, guru

memberikan peringatan sekali dua kali kepada siswa, kalau sudah

melebihi tiga kali guru bimbingan dan konseling memanggil siswa

keruang BK untuk memberikan penanganan lebih lanjut. Ada juga

siswa yang tidak menyukai guru mata pelajaran, sehingga

membuat para siswa ketika jam pelajaran dimulai siswa tidak

menghiraukan pelajaran tetapi lebih suka ngobrol dengan

temannya sendiri.

Ada juga permasalahan absensi, hampir tiap kelas ada

siswa yang bolos, ketika siswa ditanya oleh guru bimbingan dan

konseling alasan kenapa tidak masuk sekolah, rata-rata siswa tidak

mau menjawab pertanyaan guru, siswa hanya diam. Bila hal

tersebut terulang sampai dua kali guru bimbingan dan konseling

memanggil siswa tersebut keruang BK dan menanyakan alasan

(14)

bimbingan dan konseling memberikan surat panggilan kepada

orang tua siswa. Rata-rata siswa mau menjawab pertanyaan ketika

siswa alfa dua kali, siswa baru mau jujur dengan permasalahan

yang sedang mereka alami.(wawancara, 19-06-2013)

Siswa di Smp Negeri 2 Babat yang sering mendatangi

ruangan guru bimbingan dan konseling rata-rata siswa perempuan

sedangkan siswa laki-laki tidak ada sama sekali yang datang ke

ruang BK, hanya siswa-siswa yang bermasalah saja yang datang

keruang BK. Dalam hal ini bimbingan dan konseling sangat

dibutuhkan dalam setiap sekolah agar mampu memberikan

pemecahan terhadap semua permasalahan yang sedang siswa

hadapi.

Masa remaja ini mempunyai arti yang lebih luas mencakup

kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Remaja di sini

khususnya siswa – siswi cenderung mengembangkan kebiasaan

yang makin mempersulit keadaannya, sementara dia sendiri tidak

percaya pada bantuan orang lain. Alasan siswa tersebut karena ia

merasa bisa mandiri, sehingga ia ingin mengatasi masalahnya

sendiri, menolak bantuan orang lain dan guru pembimbing

(Ridwan, 2004). Hal ini di dukung oleh pendapat Luthans (dalam

Thoha 1993) bahwa persepsi merupakan suatu bentuk tingkah laku

dalam mengartikan suatu perubahan yang lebih dari sekedar

(15)

sebenarnya hanya ingin mendapatkan rasa perhatian dari guru

pembimbing tentang perbuatan yang membuat mereka senang.

Dunia persepsi adalah suatu dunia yang penuh dengan arti.

Mempersepsi tidaklah sama dengan memandang benda dan

kejadian tanpa makna. Yang dipersepsi seseorang selalu

merupakan ekspresi-ekspresi, benda-benda dengan fungsinya,

tanda-tanda, serta kejadian-kejadian. Seperti kata Leavitt, “persepsi

merupakan pandangan atau bagaimana seseorang memandang atau

mengartikan sesuatu” (Sobur, 2003:445). Semua yang dipersepsi

itu mempunyai arti tersendiri dalam pikiran. Misalnya saja, siswa

yang datang terlambat ke sekolah atau melanggar tata tertib

sekolah, kemudian dipanggil ke ruang bimbingan dan konseling

(BK) untuk menghadap guru BK atau konselor, maka siswa-siswa

tersebut akan memiliki pandangan atau anggapan bahwa guru BK

(konselor sekolah) adalah sosok orang yang galak, yang bisanya

hanya menghukum dan mengatur para siswanya.

Yang mempersepsi tidak hanya salah satu indera saja,

melainkan seluruh indera yang dimiliki oleh individu. Oleh karena

itu, apa yang kita persepsi sangat erat kaitannya dengan

pengetahuan serta pengalaman, perasaan, keinginan, dan juga

dugaan-dugaan kita. Dalam mempersepsi seseorang boleh jadi

sesuai dan juga tidak sesuai dengan bagaimana orang memandang

(16)

mengambil kesimpulan tentang orang lain berdasarkan dari stimuli

yang diteruma, meskipun informasi yang diperoleh tidak begitu

lengkap.

Persepsi individu tentang seseorang terjadi karena individu

tersebut memperhatikan karakteristik, perilaku, dan juga mimik

wajah orang lain itu. Menurut Walgito (1985:51) “perhatian

merupakan langkah awal sebagai persiapan untuk mengadakan

persepsi tentang obyek tertentu.” Dari perhatian tersebut dapat

ditarik kesimpulan atas orang yang sudah diamati. Seperti halnya

dalam dunia pendidikan, setiap siswa mempunyai persepsi yang

berbeda terhadap konselor sekolahnya. Persepsi siswa terhadap

konselor terjadi karena siswa tersebut memperhatikan sesuatu yang

nampak pada diri konselor, yang meliputi penampilan fisik,

perilaku, dan juga ruang lingkup kerja (tugas) konselor. Jika

penampilan fisik, perilaku dan ruang lingkup kerja konselor seperti

apa yang diharapkan oleh siswa, maka persepsi siswa tentang

konselor akan baik (positif). Begitu pula sebaliknya, jika

penampilan fisik, perilaku dan ruang lingkup kerja konselor tidak

seperti apa yang diharapkan oleh siswa, maka siswa akan

berpersepsi kurang baik (negatif) terhadap konselor.

Informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa masih

ditemukan siswa yang menganggap konselor adalah seorang guru

(17)

polisi sekolah yang bisanya hanya memarahi dan menghukum

siswa-siswa yang melanggar tata tertib sekolah. Sehingga apabila

ada siswa yang datang menghadap konselor, maka siswa tersebut

diyakini mempunyai masalah pelanggaran atau telah berbuat suatu

kesalahan.

Pemahaman siswa kepada guru pembimbing harus dapat

mengerti dan dapat mengkomunikasikan pengertian itu kepada

mereka sehingga membuat siswa merasa diterima dan siswa ingin

menceritakan permasalahannya kepada guru pembimbingnya. Guru

pembimbing menurut siswa adalah guru yang disenangi siswa,

dengan demikian ia dapat mengembangkan hubungan konseling

yang memungkinkan terjadinya saling pengertian dan keterbukaan

(Badawi, 2004). Karena menurut pemahaman siswa tentang guru

pembimbing adalah guru sabar, perhatian dan selektif dalam

membimbing siswanya. Pada dasarnya persepsi juga diproses yang

dimulai dengan cara memberi perhatian dari pengamatan selektif (

Chaplin, 1991 ). Oleh karena itu guru bimbingan dan konseling

harus lebih dapat memberikan perhatian kepada siswa – siswi

secara memadai.

Menurut Nurihsan & Sudianto (2005) pada saat seperti

inilah para remaja perlu mendapat bimbingan dan konseling secara

memadai. Bimbingan dan konseling di SMP memberikan bantuan

(18)

mereka dapat memahami dirinya sehingga mereka sanggup

mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai

dengan tuntutan dan keadaaan lingkungan SMP, keluarga dan

masyarakat serta kehidupan pada umumnya.

Pada dasarnya bimbingan merupakan bantuan yang dapat

menyadarkan individu akan pribadinya sendiri (bakat, minat,

kecakapan dan kemampuannya) sehingga dengan demikian ia

sanggup memecahkan sendiri kesukaran – kesukaran yang

dihadapinya. Bimbingan itu bukanlah pemberian arah yang telah

ditentukan oleh pembimbing, bukan suatu paksaan pandangan

kepada seseorang, dan bukan pula suatu pengambilan keputusan

yang diperuntukkan bagi seseorang. Dalam rangka bimbingan yang

memilih ini hendaknya individu diberi kebebasan untuk memilih.

Pembimbing menentukan menetapkan suatu pilihan, tetapi tidak

berarti pembimbing itu sendiri yang memilih, siswa sendirilah

yang harus menetapkan dan menentukan sikapnya. Sehingga ia

dapat mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan

untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimal di sekolah,

keluarga dan masyarakat (Ahmadi, 1991).

Menurut pandangan Shertzer dan Stone (dalam Amti,

2004), bimbingan diartikan sebagai proses membantu

orang-perorangan untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungan

(19)

tahap – tahap yang secara berangkaian membawa ke tujuan yang

ingin dicapai. Di dalam memberi pertolongan dalam menghadapi

dan mengatasi tantangan serta kesulitan yang timbul selama tahun

– tahun pekembangan menuju kedewasaan dalam kehidupan

manusia. Untuk mengenal diri sendiri secara lebih mendalam dan

menetapkan tujuan yang ingin dicapai, serta membentuk nilai –

nilai yang akan menjadi pegangan selama hidupnya.

Riyanto (2002) suatu bimbingan berperan ketika peserta

didik meminta bantuan untuk memperoleh informasi tertentu,

untuk dapat mengambil suatu keputusan tertentu,untuk dapat

mengatasi masalah yang sedang dihadapi, bahkan juga kalau

butuh untuk didengarkan atau untuk menumpahkan perasaan –

perasaan yang sedang dialami. Penting untuk disadari bahwa

tujuan dari segala bimbingan adalah demi pembimbingan itu

sendiri, sehingga orang yang dibimbing akhirnya mampu

membimbing dirinya sendiri. Bimbingan di sekolah menengah

hanya akan efisien dan efektif bila bimbingan itu mendapat

dukungan penuh dari pimpinan sekolah dan seluruh staf pengajar,

serta koordinasi yang baik. Di samping itu, semua tenaga yang

terlibat dalam bidang pembinaan siswa harus mengarahkan segala

usahanya ketujuan yang sama (Winkel, 1997).

Menurut Mapiare (1984) bimbingan di sekolah harus

(20)

sistematis, metodis dan demokratis, supaya dapat memenuhi

kebutuhan siswa berdasarkan prioritas dan merata. Bantuan yang

diberikan kepada siswa meliputi; memahami diri dan

lingkungannya, menemukan, memahami, dan memecahkan

kesulitan, menempatkan siswa dalam kondisi yang sesuai dengan

kemampuannya, melakukan tindak lanjut terhadap upaya bantuan

yang telah diberikan kepada siswa sebelumnya dan melaksanakan

layanan rujukan. Keseluruhan masalah yang ditangani dalam

program bimbingan meliputi; penanggulangan masalah

dankesulitan belajar, perencanaan dan pengembangan karir,

pemecahan masalah atau kesulitan sosial dan penanganan masalah

atau kesulitan pribadi.

Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas

untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi

siswa untuk mencapai tujuan (Slameto, 2003). Guru adalah salah

satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar yang

ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia

yang potensial di bidang pembangunan. Oleh karena itu guru yang

merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan

serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga

profesional sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin

(21)

Guru pembimbing yang kompeten dan memenuhi

kualifikasi guru pembimbing yang profesional diperlukan agar

tugas bimbingan dan konseling efektif. Pekerjaan guru

pembimbing bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan ringan,

sebab individu-individu (siswa) yang dihadapi dan ditangani di

SMP sehari-hari satu dengan yang lainnya memiliki latar belakang

permasalahan yang berbeda-beda, keunikan, atau kekhasan

kepribadian masing-masing (Nurihsan & Sudianto, 2005). Seorang

guru pembimbing di dalam menjalankan tugasnya dituntut

memiliki kemampuan untuk selalu bisa berperan sebagai fasilitator

dalam membangkitkan semangat belajar, mengidentifikasi

faktor-faktor penyebab kesulitan belajar, memberikan layanan konseling

akademik, bekerja sama dengan guru / tenaga pengajar lainnya

dalam pengejaran remedial. Dan juga membuat rekomendasi /

referensi kepada pihak lain yang lebih kompeten untuk

menyelesaikan masalah siswa (Nurihsan & Sudianto, 2005).

Sifat-sifat pribadi atau kualifikasi pribadi yang harus

dimiliki oleh seorang guru pembimbing, yaitu : memiliki bakat

skolastik yang baik, memiliki minat yang mendalam untuk dapat

bekerja sama dengan orang lain dan memiliki kematangan emosi,

kesabaran, keramahan, keseimbangan batin, tidak lekas menarik

diri dari situasi yang rawan, cepat tanggap terhadap kritik,

(22)

terdapat sembilan karakteristik dalam diri guru bimbingan dan

konseling yang dapat menumbuhkan siswa, yaitu : empati, respek,

keaslian (genuiness), kekongkretan (concreteness), konfrontasi

(confrontation), membuka diri (self-disclosure), kesanggupan

(potency), kesiapan (immediacy), dan aktualisasi diri (self

actualization) ( Dahlan, 1992 ).

Setiap manusia memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam

menanggapi setiap stimulus yang datang pada dirinya. Dalam hal

ini siswa SMP juga mempunyai pandangan sendiri-sendiri tentang

guru bimbingan dan konseling mereka. Hal ini didukung oleh

Rahmat (1986) yang mengatakan bahwa persepsi adalah

pengalaman mengenai suatu objek maupun peristiwa yang

diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Bagi mereka yang menafsirkan negatif karakteristik guru

bimbingan dan konselingnya, membuat siswa sulit untuk

mengungkapkan masalahnya.

Menurut Crow & Crow (1960), yang dikutip oleh Prayitno

dan Erman Amti bimbingan diartikan sebagai, bantuan yang

diberikan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, yang memiliki

kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada

individu-individu setiap usia dalam membantunya mengatur

kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya

(23)

Beberapa ahli mengatakan bahwa bimbingan adalah suatu

proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistimatis dari

pembimbing kepada terbimbing (siswa), agar tercapai kemandirian

dalam pemahaman diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri

dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan

penyesuaian diri dengan lingkungan serta membuat keputusan

sendiri ( Donald G Mortensen 1964, Miller 1968 dan Siti Rahayu

Haditono 1970 ).

Tujuan bimbingan secara umum disekolah adalah

memberikan bantuan kepada siswa sebagai individu agar ia mampu

mengatasi kesulitan yang dihadapinya dalam usahanya untuk

mencapai tingkat perkembangan yang dimilikinya dalam

kehidupan individu dan sosialnya.

Penerimaan hubungan (receiver relationship) adalah salah

satu yang berpengaruh dalam pengungkapan seseorang (Devito,

1986). Menurut Morton (dalam Sears, dkk,. 1989) self disclosure

adalah kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab

dengan orang lain. Bagi siswa yang tidak terbuka kepada guru

bimbingan dan konseling, maka akan membuat siswa sulit untuk

mengungkapkan permasalahannya. Selain itu, self disclosure juga

membawa kita pada rasa kedekatan, selama lawan bicara kita

mengerti dan menerima (Myers, 1996). Sehingga melalui self

(24)

bimbingan dan konseling dengan siswa – siswinya, sehingga

membuat siswa tersebut mau mengungkapkan informasi ataupun

hal – hal yang pribadi mengenai dirinya (Dahlan, 1992).

Mengingat bahwa guru pembimbing dalam kehidupan perlu

untuk pembentukan siswa, maka diangkat menjadi masalah dalam

penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara persepsi

siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan

self disclosure pada siswa SMP Negeri 2 Babat.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara persepsi siwa terhadap

karakteristik guru bimbingan konseling dengan self disclosure di

Smp Negeri 2 Babat?

C. Keaslian Penelitian

penelitian ini dilakukan oleh Dwi Patria Ning Rum, tentang

Hubungan Antara Persepsi Terhadap Layanan Bimbingan Dan

Konseling Dengan Self DisclosurePada Siswa Sma “X” Surabaya.

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII karena telah

mendapatkan pemahaman yang banyak mengenai layanan

bimbingan dan konseling, yang berjumlah 149 orang dari program

IA dan IS. Berdasarkan hasil analisis data menggunakan product

moment, diperoleh hasil koefesien korelasi 0,187 pada taraf

signifikansi (p) = 0,021 p<0,05 (signifikan), artinya variable bebas

(25)

mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan variable (y)

self disclosure. Sumbangan efektif variable persepsi terhadap

layanan bimbingan dan konseling sebesar 3,5% dalam

mempengaruhi self disclosure siswa. Dengan demikian, masih ada

faktor-faktor lain sebesar 96,5% yang dapat mempengaruhi self

disclosure.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Hamdan Juwaeni

(2009) tentang Study Tingkat Self Disclosure Siswa Siswi Sekolah

Umum Dan Santri/Wati Pondok Pesantren. Penelitian ini

menggunakan rancangan penelitian deskriptif. Populasi dalam

penelitian ini adalah siswa-siswi SMA Negeri 8 Malang kelas XI

berjumlah 316 dan santri/wati Pondok Pesantren Al-Amien

Prenduan Sumenep Madura yang berjumlah 338 siswa. Dalam

pengambilan sampel digunakan teknik sampel klaster (cluster

random sampling), pada siswa-siswi kelas XI SMA Negeri 8

Malang dan santri/wati kelas V Pondok Pesantren Al-Amien

Prenduan Sumenep. Metode pengumpulan data yang digunakan

adalah observasi, wawancara, dan skala. Untuk mengetahui tingkat

self-disclosure peneliti menggunakan skor standar dan standar

deviasi, dengan mengklasifikasikan menjadi tiga tingkatan yaitu

tinggi, sedang dan rendah. Setelah dilakukan analisis deskriptif di

peroleh tingkat self-disclosure siswasiswi sekolah umum lebih dari

(26)

sedangkan kategori tinggi 31%, dan kategori rendah dengan

prosentase 11%. Sedangkan santri/wati pondok pesantren sekitar

prosentase 70% termasuk dalam kategori sedang, kategori tinggi

14%, dan kategori rendah 16%. Maka dari hasil analisa data yang

dilakukan diketahui bahwa tingkat self disclosure siswa-siswi

sekolah umum dengan santri/wati pondok pesantren berada pada

kategori sedang. Dapat disimpulkan bahwa siswa-siswi sekolah

umum dan santri/wati pondok pesantren mampu melakukan

self-disclosure dengan baik.

Selanjutnya penelitian lain yang dilakukan oleh Nurul Huda

Nasution tentang Studi kasus self disclosure pacaran jarak jauh

melalui media komunikasi pada mahasiswa di departemen ilmu

komunikasi FISIP USU. Penelitian ini menggunakan metode

kualitatif dalam bentuk stadi kasus. Teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah metode wawancara mendalam (in-depth

interview). Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik

analis data model miles and huberman. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa mahasiswa yang melakuakan LDR (long

disance relationship) lebih dominan melakukan self disclosure

menggunakan media telepon kepada pasangannya dari pada

menggunakan media komunikasi social.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Ditya Ardi Nugroho

(27)

facebook ditinjau dari jenis kelamin. Desain penelitian ini

menggunakan desain deskriptif kuantitatif dan menggunakan skala

self disclosure. Jumlah subyek 60 orang, usia 16-18 tahun, kelas X.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan self

disclosure melalui media facebook ditinjau dari jenis kelamin. Self

disclosure pada perempuan lebih tinggi dari pada self disclosure

laki-laki. Perbedaan dari kedua kelompok sangat signifikan.

Penelitian selanjutnya juga dilakukan oleh Ika Kusuma

Wardani Dan Retno Tri Hariastutik tentang mengurangi persepsi

negative siswa tentang konselor sekolah dengan strategi

pengubahan pola pikir ( cognitive restructuring ). Penelitian yang

dilakukan bertujuan untuk menguji keefektifan strategi pengubahan

pola pikir ( cognitive restructuring ) untuk mengurangi persepsi

negatif siswa terhadap konselor sekolah. Penelitian pre-experiment

ini dirancang menggunakan pretest post-test one group design.

Subjek penelitian terdiri dari 5 siswa yang mempunyai persepsi

negatif terhadap konselor sekolah kategori tinggi. Data yang

terkumpul dianalisis dengan uji tanda (sign test). Hasil analisis data

diperoleh jumlah tanda positif = 0 dan jumlah tanda negatif = 5.

Dari tabel binomial untuk N = 5 dan X = 0 diperoleh ρ = 0, 031.

Dengan taraf signifikasi 5%, ternyata harga ρ ( 0, 031) lebih kecil

(28)

pemberian strategi pengubahan pola pikir dalam mengurangi

persepsi negatif siswa terhadap konselor sekolah.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan

konseling dengan self disclosure pada siswa Smp Negeri 2 Babat.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk

pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan

Psikologi pada khususnya serta menambah sumber

keperpustakaan dalam penelitian Psikologi Pendidikan,

khususnya tentang hubungan antara persepsi siswa terhadap

karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan self

disclosure siswa.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui

bagaimana persepsi siswa terhadap guru bimbingan dan

konseling sehingga para siswa-siswi dapat lebih membukakan

diri dengan guru bimbingan dan konselingnya terhadap

(29)

F. Sistematika Pembahasan

Dalam pembahasan suatu penelitian dibutuhkan sistematika

pembahasan yang bertujuan untuk memudahkan penelitian, adapun

langkah-langkah pembahasan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi gambaran umum yang meliputi latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian

dan sistematika pembahasan.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini menguraikan tentang kajian kepustakaan (makro) dan

(mikro) berupa landasan teoritis yang berkaitan dengan hubungan

antara persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan

konseling dengan self disclosure

BAB III : METODE PENELITIAN

Pada bab ini berisi uraian tentang rancangan penelitian, subyek

penelitian,instrumen penelitian dan analisa data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisi uraian tentang tempat penelitian dan hasil

penelitian serta pembahasannya.

BAB V : PENUTUP

Dalam bab ini merupakan akhir dari penulisan penelitian yang

(30)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Self Disclosure

Self disclosure adalah pengungkapan reaksi atau tanggapan individu

terhadap situasi yang sedang dihadapinya serta memberikan informasi

tentang masa lalu yang relevan atau berguna untuk memahami tanggapan

individu tersebut (Johson, dalam Supratiknya, 1995).

Rogers (dalam Baron, 1994) mendefinisikan self disclosure sebagai

suatu keuntungan yang potensial dari pengungkapan diri kita kepada orang

lain. Menurut Morton (dalam Baron, dkk,. 1994) self disclosure adalah

kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain.

Self disclosure didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk

mengungkapkan informasi tentang diri sendiri kepada orang lain (Wheeles,

1978). Sedangkan Person (1987) mengartikan self disclosure sebagai

tindakan seseorang dalam memberikan informasi yang bersifat pribadi pada

orang lain secara sukarela dan disengaja untuk maksud memberi informasi

yang akurat tentang dirinya.

Menurut Morton (dalam Sears dkk, 1989) informasi diri bisa bersifat

deskriptif dan evaluatif. Informasi disebut deskriptif apabila individu

melukiskan berbagai fakta mengenai dirinya sendiri yang belum diketahui

orang lain. Misalnya jenis pekerjaan, alamat, dan usia. Informasi yang

(31)

terhadap sesuatu, seperti tipe orang yang disukai atau dibenci. Selain itu, self

disclosure pun bisa bersifat eksplisit. Dalam hal ini, informasi diri lebih

bersifat rahasia karena tidak mungkin diketahui orang lain, kecuali

diberitahukan sendiri oleh individu yang bersangkutan.

Selain Morton, Barker dan Gaut (1996) mengemukakan bahwa self

disclosure adalah kemampuan seseorang menyampaikan informasi kepada

orang lain yang meliputi pikiran/pendapat, keinginan, perasaan maupun

perhatian. self disclosure meliputi pikiran, pendapat, dan perasaan. Dengan

mengungkapkan diri kepada orang lain, maka individu merasa dihargai,

diperhatikan, dan dipercaya oleh orang lain, sehingga hubungan komunikasi

akan semakin akrab.

Konsep yang lebih jelas dikemukakan oleh DeVito, (1986), yang

mengartikan self disclosure sebagai salah satu tipe komunikasi dimana,

informasi tentang diri yang biasa dirahasiakan diberitahu kepada orang lain.

Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan, yaitu informasi yang

diutarakan tersebut haruslah informasi baru yang belum pernah didengar

orang tersebut sebelumnya. Kemudian informasi tersebut haruslah informasi

yang biasanya disimpan atau dirahasiakan. Hal terakhir adalah informasi

tersebut harus diceritakan kepada orang lain baik secara tertulis dan lisan.

Sama seperti di atas, Devito (1992) mengatakan bahwa self disclosure

merupakan kemampuan dalam memberikan informasi. Informasi yang akan

disampaikan terdiri atas 5 aspek, yaitu perilaku, perasaan, keinginan,

(32)

Informasi yang akan disampaikan tergantung pada kemampuan seseorang

dalam melakukan self disclosure.

Sehubungan dengan itu, Valerian J. Derlega (1995) menjelaskan bahwa

self disclosure diungkapkan melalui pikiran, perasaan, dan pengalaman

secara verbal. Stewan (1990) menegaskan bahwa informasi tersebut tidak

hanya berbentuk verbal semata, melainkan bisa juga berbentuk nonverbal.

Heymes (1971) mengemukakan bahwa self disclosure sebagai ekspresi

seseorang dalam menyampaikan informasi kepada orang lain. Haymes

mengukur self disclosure dari interview-interview yang direkam pada

tape-recorder. Ada tiga aspek self disclosure yaitu (1) ekspresi akan emosi dan

proses emosi, (2) ekspresi akan fantasi-fantasi, impian, cita-cita, dan

harapan-harapan, dan (3) ekspresi akan kesadaran.

Jadi dapat disimpulkan bahwa self disclosure adalah bentuk komunikasi

dimana informasi yang akan disampaikan terdiri atas 5 aspek yaitu perilaku,

perasaan, keinginan, motivasi, dan ide yang sesuai dengan diri orang yang

bersangkutan.

1. Tujuan Self Disclosure

Kita mengungkapkan informasi ke orang lain dengan beberapa alasan.

Menurut Derlega & Grzelak (dalam Taylor, 2000), lima alasan utama

(33)

1. Expression

Kadang-kadang individu membicarakan perasaannya untuk

pelampiasan. Mengekspresikan perasaan adalah salah satu alasan

untuk penyingkapan diri.

2. Penjernihan diri (Self Clarification)

Dalam proses berbagi perasaan atau pengalaman dengan orang lain,

individu mungkin mendapat self-awareness dan pemahaman yang

lebih baik. Bicara kepada teman mengenai masalah dapat membantu

individu untuk mengklarifikasi pikirannya tentang situasi yang ada.

3. Keabsahan social (Social Validation)

Dengan melihat bagaimana reaksi pendengar pada pengungkapan

diri yang dilakukan, individu mendapat informasi tentang kebenaran

dan ketepatan pandangannya.

4. Kendali social (Social Control)

Individu mungkin mengungkapkan atau menyembunyikan informasi

tentang dirinya, sama seperti arti dari kontrol sosial. Individu

mungkin menekan topik, kepercayaan atau ide yang akan

membentuk pesan yang baik pada pendengar. Dalam kasus yang

ekstrim, individu mungkin dengan sengaja berbohong untuk

mengeksploitasi orang lain.

5. Perkembangan hubungan (Relationship Development)

Banyak penelitian yang menemukan bahwa kita lebih disclosure

(34)

sahabat dekat. Penelitian lain mengklaim bahwa kita lebih disclosure

pada orang yang kita sukai daripada orang yang tidak kita sukai. Kita

lebih sering untuk terbuka kepada orang yang sepertinya menerima,

memahami, bersahabat, dan mendukung kita.

2. Pedoman Dalam Pengungkapan Diri

Pengungkapan diri kadang-kadang menimbulkan bahaya, seperti

resiko adanya penolakan atau dicemooh orang lain, bahkan dapat

menimbulkan kerugian material. Untuk itu, kita harus mempelajari

secara cermat konsekuensi-konsekuensinya sebelum memutuskan

untukmelakukan pengungkapan diri.

Menurut Devito hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam

pengungkapan diri adalah sebagai berikut:

a. Motivasi melakukan pengungkapan diri

Pengungkapan diri haruslah didorong oleh rasa berkepentingan

terhadap hubungan dengan orang lain dan diri sendiri. Sebab

pengungkapan diri tidak hanya bersangkutan dengan diri kita saja

tetapi juga bersangkutan dengan orang lain. Kadang-kadang

keterbukaan yang kita ungkapkan dapat saja melukai perasaan orang

lain.

b. Kesesuaian dalam pengungkapan diri.

Dalam melakukan pengungkapan diri haruslah disesuaikan dengan

keadaan lingkungan. Pengungkapan diri haruslah dilakukan pada

(35)

mengungkapkan sesuatu pada orang lain maka kita haruslah bisa

melihat apakah waktu dan tempatnya sudah tepat.

c. Timbal balik dan orang lain.

Selama melakukan pengungkapan diri, berikan lawan bicara

kesempatan untuk melakukan pengungkapan dirinya sendiri. Jika

lawan bicara kita tidak melakukan pengungkapan diri juga, maka ada

kemungkinan bahwa orang, tersebut tidak menyukai keterbukaan

yang kita lakukan.

3. Teori Self Disclosure

Teori self disclosure diperkenalkan oleh Joseph Left dan Harry

Ingham menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan tidak

mengetahui tentang dirinya, maupun tentang orang lain. Berdasarkan hal

tersebut kemudian teori ini disebut dengan teori “Jendela Johari” atau

“Joharin Window”, teori tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

(36)

Gambar diatas adalah gambar yang disebut dengan Jendela Johari,

dalam gambar tersebut melukiskan bahwa ada empat kemungkinan

hubungan yang terbangun antar seseorang dengan orang lain. Berikut ini

adalah penjelasan tentang gambar tersebut:

Daerah terbuka adalah daerah dimana seseorang mengetahui

tentang dirinya dan orang lain juga tahu tentang apa yang individu

tersebut tahu. Artinya suatu kondisi dimana antar seseorang dengan

yang lain mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga kedua

pihak saling mengetahui masalah tentang hubungan mereka.

Daerah tertutup adalah daerah yang melukiskan bidang buta,

masalah antar kedua pihak hanya diketahui orang lain namun tidak

diketahui oleh diri sendiri. Pada daerah ini orang lain lebih mengetahui

tentang diri kita. Selain itu daerah ini mencakup semua perasaan,

kebiasaan, prasangka dan kecenderungan yang tidak disadari.

Daerah tersembunyi yaitu daerah dimana kita tahu tetapi orang lain

tidak tahu tentang kita. Didaerah inilah dimana pikiran dan tingkah laku

kita yang secara sadar kita sembunyikan dari orang lain. Seperti

keinginan, rahasia, kelemahan dan hal-hal lain yang menurut kita tidak

sesuai oleh orang lain.

Daerah yang terakhir yaitu daerah tidak dikenal, dimana kedua

pihak sama-sama tidak mengetahui masalah hubungan diantara mereka.

Merupakan daerah baik kita maupun orang lain tidak tahu. Keempat

(37)

perubahan dalam sebuah daerah akan mempengaruhi daerah lainnya.

Menjalin relasi berarti memperluas daerah terbuka dan akan mengurangi

daerah buta dan tersembunyi. Semakin seseorang membuka diri, akan

mengurangi daerah tersembunyi. Daerah buta seseorang dapat dikurangi

dengan cara meminta orang lain terbuka pada diri seseorang, dan daerah

tersembunyi dikurangi dengan seseorang memberi informasi kepada

orang lain agar mereka bereaksi atau menanggapi. Melalui cara tersebut

mereka akan menolong mengurangi daerah buta.

Dengan demikian daerah-daerah dalam jendela Johari tersebut

dapat mempengaruhi self-disclosure seseorang, karena self-disclosure

yang baik akan terbangun jika diantara kedua belah pihak saling terbuka,

saling mengerti dan saling memahami satu sama lain. Artinya ketika

seseorang melakukan pengungkapan diri atas permasalahan yang

dihadapinya kepada orang lain dan orang tersebut mau terbuka dan

menerima pengungkapan dirinya dengan baik begitu pula sebaliknya.

Maka diantara kedua orang tersebut akan terbangun kedekatan, dan

(38)

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Self Disclosure

Menurut Devito (1986) ada beberapa faktor yang mempengaruhi Self

disclosure yaitu:

a. Besarnya kelompok

Self-disclosure lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil daripada

kelompok besar. Diad (Kelompok yang terdiri dari dua orang)

merupakan lingkungan yang paling cocok untuk pengungkapan diri.

b. Perasaan menyukai

Individu mengungkapkan diri kepada orang lain yang disukai atau

dicintai dan sebaliknya individu tidak akan mengungkapkan diri

kepada orang lain yang tidak disukai atau tidak dicintai. Hal ini

dikarenakan orang yang disukai akan bersikap mendukung dan

positif sehingga individu dapat membuka diri.

c. Efek diadik

Individu akan melakukan self-disclosure bila orang yang bersamanya

juga melakukan self-disclosure. Hal ini dikarenakan efek diadik

membuat seseorang merasa aman dan dapat memperkuat seseorang

untuk melakukan self-disclosure.

d. Kompetensi

Orang yang kompeten lebih banyak melakukan pengungkapan diri

(39)

e. Kepribadian

Individu yang memiliki kepribadian ekstrovert lebih dapat

melakukan self disclosure daripada individu yang memiliki

kepribadian introvert.

f. Topik yang dibicarakan

Individu lebih menyukai topik yang berhubungan dengan pekerjaan

atau hobi daripada topik tentang kehidupan seks atau tentang

keuangan. Dalam informasi yang bersifat kurang baik atau dengan

kata lain makin pribadi dan makin negatif suatu topik maka semakin

kecil kemungkinan individu mengungkapkannya.

g. Jenis kelamin

Faktor terpenting yang mempengaruhi pengungkapan diri adalah

jenis kelamin. Pria kurang terbuka dibandingkan dengan wanita.

5. Aspek-Aspek Self Disclosure

Ada beberapa aspek self disclosure yang dikemukakan Altman dan

Taylor (2000), mengemukakan bahwa self disclosure merupakan

kemampuan seseorang untuk mengungkapkan informasi diri kepada

orang lain yang bertujuan untuk mencapai hubungan yang akrab. Proses

untuk mencapai hubungan yang akrab disebut model Penetrasi sosial.

Ada dua dimensi self disclosure seseorang yaitu keluasan dan

kedalaman. Keluasan berkaitan dengan siapa seseorang mengungkapkan

dirinya (target person) seperti orang yang baru dikenal, teman biasa,

(40)

umum dan topik khusus. Pada umumnya ketika seseorang terbuka

dengan orang asing atau baru dikenal topik pembicaraan umum dan

kurang mendalam. Sedangkan bila seseorang terbuka dengan teman

dekat maka topik pembicaraannya khusus dan lebih mendalam (topik

pembicaraan semakin banyak). Sedangkan menurut Richard West dan

Lynn H. Turner (2008), beberapa aspek dalam self-disclosure yaitu :

a. Keluasaan (breadth) merujuk kepada berbagai topik yang

didiskusikan dalam suatu hubungan.

b. Waktu keluasan (breadth time) berhubungan dengan jumlah waktu

yang dihabiskan oleh pasangan dalam berkomunikasi satu sama

lainnya mengenai berbagai macam topik. Waktu yang digunakan

dengan seseorang akan cenderung meningkatkan kemungkinan

terjadinya self disclosure. Pemilihan waktu yang tepat sangat penting

untuk menentukan apakah seseorang dapat terbuka atau tidak. Dalam

pengungkapan diri individu perlu memperhatikan kondisi orang lain.

Bila waktunya kurang tepat yaitu kondisinya capek serta dalam

keadaan sedih maka orang tersebut cenderung kurang terbuka

dengan orang lain. Sedangkan waktunya tepat yaitu bahagia atau

senang maka ia cenderung untuk terbuka dengan orang lain.

c. Kedalaman (depth) merujuk pada tingkat keintiman yang

mengarahkan diskusi mengenai suatu topik.

Keluasaan berkaitan dengan sejauhmana seseorang mengungkapkan

(41)

kepada orang lain. Hal tersebut baik terkait dengan informasi orang lain

ataupun dengan permasalahan yang dihadapi.

Sedangkan menurut Winkel (1991), permasalahan yang banyak

terjadi pada siswa yaitu permasalahan studi akademik, permasalahan

perkembangan dirinya, permasalahan perkembangan kepribadian dirinya

yang berhubungan dengan orang lain dan perencanaan masa depan.

Oleh karena itu menurut Hamdan Juaeni dapat disimpulkan bahwa

informasi yang disampaikan seorang remaja kepada orang lain

terlingkup dalam empat hal:

1. Informasi pribadi yaitu informasi mengenai dirinya seperti

keadaan pribadi kejiwaan, perkembangan jasmani dan kesehatan,

hubungan muda-mudi/ pacaran, keuangan, moral dan agama.

2. Informasi sosial yaitu informasi yang berhubungan dengan

lingkungan pergaulan sosial, sosial kejiwaan, kegiatan sosial dan

reaksi, keadaan rumah dan keluarga.

3. Informasi karir yaitu informasi tentang masa depan, pekerjaan

yang ingin dicapai dan cita-cita.

4. Informasi pendidikan yaitu informasi tentang kurikulum sekolah,

program studi, prosedur pengajaran dan tugas-tugas sekolah.

Waktu keluasan (breadth time) atau lamanya waktu merupakan

salah satu aspek yang sangat memberikan pengaruh terhadap

self-disclosure. Artinya seberapa sering seseorang melakukan self-disclosure

(42)

semakin sering dan lama waktu yang digunakan seseorang ketika

melakukan self-disclosure maka akan semakin dalam seseorang

melakukan pengungkapan diri.

Dengan demikian berdasarkan uraian diatas maka dapat

disimpulkan bahwa ada beberapa aspek dalam self-disclosure yaitu :

keluasaan (breath), lamanya waktu (breadth time), dan kedalaman

(depth) Kedalaman ini berkaitan dengan tingkatan-tingkatan dalam

self-disclosure yaitu : basa-basi, membicarakan orang lain, menyatakan

gagasan atau pendapat, mengungkapkan perasaan dan hubungan puncak,

yang akan dijelasakan lebih detai pada poin selanjutnya.

6. Resiko Self Disclosure

Valerian Derlega (dalam Taylor 2000) menyatakan ada beberapa

resiko yang mungkin dialami individu saat mereka sedang

mengungkapkan diri, antara lain:

1. Indefference.

Individu berbagi informasi dengan orang lain untuk memulai

hubungan. Terkadang, hal itu dibalas oleh orang tersebut dan

hubungan pun terjalin. Hal yang sebaliknya dapat terjadi bilamana

individu menemui orang yang tidak membalas dan kelihatan tidak

tertarik mengetahui tentang individu tersebut.

2. Rejection.

Informasi yang diungkapkan individu mungkin akan berakibat

(43)

3. Loss of Control.

Kadang-kadang orang lain menggunakan informasi yang diberikan

sebagai alat untuk menyakiti atau mengontrol perilaku individu.

4. Betrayal.

Ketika individu mengungkapkan informasi pada seseorang, individu

sering mengingatkan bahwa informasi ini rahasia. Tapi sering kali

informasi ini tidak dirahasiakan dan diberitahu kepada orang lain.

B. persepsi Siswa Terhadap Karakteristik Guru Bimbingan Dan Konseling 1. Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian

terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga

merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktifitas yang integrated

dalam diri individu ( Bimo Walgito, 2001 ) Persepsi merupakan suatu

proses yang didahului oleh proses pengindraan yaitu merupakan proses

diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut

proses sensori.

Kemudian ditambahkan Luthans (dalam Thoha 1993) bahwa

persepsi lebih kompleks dan luas kalau dibandingkan dengan

penginderaan. Dan juga merupakan suatu bentuk tingkah laku dalam

mengartikan suatu perubahan yang lebih dari sekedar mendengar, melihat,

dan merasakan. Persepsi adalah proses pengorganisasian dan penafsiran

(44)

dilakukan individu terhadap suatu benda, manusia atau situasi yang

bersifat positif maupun negatif (Atkinson, dkk 1987).

Dan persepsi juga merupakan proses pengenalan terhadap sesuatu

yang ada dan terjadi disekitarnya. Persepsi itu selalu dipengaruhi oleh

kemampuan dan kematangan serta pengalaman seseorang.

Jadi setiap persepsi anak didik akan berbeda terhadap objek yang

sama. Perbedaan persepsi ini di pengeruhi oleh faktor pribadi. Pribadi

seseorang berbeda dari pribadi yang lain, sebagai bukti keunikan manusia,

sehingga faktor pribadi ini mengakibatkan perbedaan persepsi terhadap

rangsangan yang sama. Misalnya tidak bisa membedakan benda-benda

yang berdekatan atau serupa dengan baik, dan kemampuan untuk

membedakan-bedakan, mengelompokan, memfokuskan dan sebagainya,

disebut sebagai persepsi.

Persepsi merupakan proses mengetahui atau mengenali objek dan

kejadian objektif dengan bantuan indera. Proses ini dimulai dengan

perhatian, yaitu proses pengamatan selektif. Persepsi juga dipengaruhi

oleh pengalaman seseorang. Persepsi merupakan upaya mengamati dunia,

mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui objek – objek

serta kejadian – kejadian (Chaplin, 1991).

Menurut Indrawijaya (1993) bahwa setiap kali seseorang

dihadapkan pada suatu rangsangan yang sudah biasa ia hadapi, maka ia

akan langsung mengumpulkan informasi dan membandingkannya dengan

(45)

terhadap rangsang tergantung pada kepribadian dan aspirasi yang

bersangkutan.

Dengan demikian persepsi dapat diartikan suatu proses penafsiran

seseorang terhadap sesuatu yang dilihatnya dengan mengiterpretasikan

kesan-kesan sensorinya dalam usahanya memberikan makna tertentu

kepada lingkungannya.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut Rahmat (1986) beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi

individu, yaitu:

a. Perhatian, terdiri dari faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal

meliputi; gerakan, intensitas stimuli, kebaruan dan pengulangan.

Sedangkan faktor internal meliputi; faktor biologis dan

sosiopsikologis.

b. Faktor fungsional (faktor personal), yang terdiri dari :

(a). Karakteristik individu

(b). Suasana emosional

(c). Kebudayaan

(d). Kerangka rujukan

c. Faktor – faktor struktural

Sifat stimuli fisik dan efek – efek saraf yang ditimbulkannya pada

system saraf individu.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor – faktor

(46)

eksternal dan internan al, faktor fungsional (faktor personal), karakteristik

individu, suasana emosional, kebudayaan, kerangka rujukan, serta faktor –

faktor struktural yang berupa sifat stimuli fisik dan efek – efek saraf yang

ditimbulkannya pada system saraf individu.

3. Karakteristik Guru Bimbingan Dan Konseling

Bimbingan dan Konseling merupakan serangkaian program

layanan yang diberikan kepada siswa agar mereka mampu berkembang

lebih baik. Bimbingan konseling diselenggarakan di sekolah – sekolah

mulai dari tingkat dasar, bahkan pra sekolah sampai dengan tingkat

tinggi. Menurut Hibana (2003) bimbingan adalah proses bantuan yang

diberikan kepada seseorang agar ia mampu memahami diri,

menyesuaikan diri dan mengembangkan diri, sehinggga mencapai

kehidupan yang sukses dan bahagia.

Bimbingan sebagai proses membantu individu untuk mencapai

perkembangan optimal (Sunaryo dalam Nurihsan, 2005). Proses bantuan

ini dilakukan secara berkesenambungan supaya individu tersebut dapat

menganalisa suatu masalah, sehingga sanggup mengarahkan diri dan

dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan

lingkungan, sekolah, keluarga, dan masyarakat dan kehidupan pada

umunya (Natawidjaja dalam Sukardi, 2000).

Sedangkan pengertian konseling menurut Latipun (2003) adalah

kegiatan dimana semua fakta dikumpulkan dan semua pengalaman siswa

(47)

bersangkutan, dimana ia diberi bantuan pribadi dan langsung dalam

pemecahan masalah tersebut. Jones (dalam Priyatno & Amti, 1999)

mengatakan kemampuan memecahkan masalah tersebut harus ditujukan

pada perkembangan yang progresif dari individu untuk memecahkan

masalah – masalahnya sendiri tanpa bantuan.

Berdasarkan pengertian dari Division of Counseling Psychology

(dalam Priyatno & Amti, 1999), konseling merupakan suatu proses untuk

membantu individu mengatasi hambatan – hambatan perkembangan

dirinya dan untuk mencapai perkembangan optimal kemampuan pribadi

yang dimilikinya. Karena setiap jenis layanan bimbingan yang diberikan

kepada siswa menggunakan komponen layanan konseling maka biro

pelayanan di sekolah disebut bimbingan konseling. Hal ini sesuai dengan

yang dikemukan oleh Mortensen (dalam Gunawan, 2001) bahwa

bimbingan dan konseling adalah kegiatan integral, artinya keduanya tidak

dapat. Pendapat lain juga mengatakan konseling merupakan bagian dari

layanan bimbingan, baik sebagai komponen layanan maupun sebagai

teknik pemberian layanan (Sukardi, 2000). Bimbingan dapat diberikan

melalui konseling, dengan kata lain konseling merupakan suatu saluaran

bagi pemberian layanan bimbingan (Winkel, 2000).

Sementara Bimo Walgito (2004: 4-5), mendefinisikan bahwa

bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada

(48)

kesulitan-kesulitan hidupnya, agar individu dapat mencapai kesejahteraan

dalam kehidupannya.

Dari semua pendapat di atas dapat dirumuskan dengan singkat

bahwa Bimbingan dan Konseling adalah proses pemberian bantuan yang

dilakukan melalui wawancara konseling (face to face) oleh seorang ahli

(disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu

masalah (disebut konseli) yang bermuara pada teratasinya masalah yang

dihadapi konseli serta dapat memanfaatkan berbagai potensi yang

dimiliki dan sarana yang ada, sehingga individu atau kelompok individu

itu dapat memahami dirinya sendiri untuk mencapai perkembangan yang

optimal, mandiri serta dapat merencanakan masa depan yang lebih baik

untuk mencapai kesejahteraan hidup.

Menurut Dahlan (1992), beberapa karakteristik guru bimbingan

dan konseling adalah sebagai berikut :

1. Empati

Empati adalah kemampuan seseorang untuk merasakan secara tepat

apa yang dirasakan dan dialami oleh orang lain dan

mengkomunikasikan persepsinya. Orang yang memiliki tingkat

empati tinggi akan menampakkan sifat bantuannnya yang nyata dan

berarti dalam hubungannya dengan orang lain, sementara mereka

yang rendah empatinya menunjukkan sifat yang secara nyata dan

(49)

2. Respek

Respek menunjukkan secara tak langsung bahwa guru menghargai

martabat dan nilai siswa sebagai manusia.

3. Keaslian (Genuiness)

Keaslian merupakan kemampuan guru menyatakan dirinya secara

bebas dan mendalam tanpa pura – pura, tidak bermain peranan dan

tidak mempertahankan diri.

4. Kekongkretan

Kekongkretan menyatakan ekspresi yang khusus mengenai perasaaan

dan pengalaman orang lain. Seorang guru yang memiliki

kekongkretan tingggi selalu memelihara hubungan yang khusus dan

selalu mencari jawaban mengenai apa, mengapa, kapan, di mana,

dan bagaimana dari sesuatu yang ia hadapi.

5. Konfrontasi

Konfrontasi terjadi jika terdapat kesenjangan antara apa yang

dikatakan siswa dengan apa yang ia alami, atau antara yang ia

katakan pada suatu saat dengan apa yang ia katakan sebelum itu.

6. Membuka diri (self-disclosure)

Membuka diri adalah penampilan perasaan, sikap, pendapat, dan

pengalaman--pengalaman pribadi guru untuk kebaikan siswa. Guru

mengungkapkan diri sendiri dan membagikan dirinya kepada siswa

dengan mengungkapkan beberapa pengalaman yang berarti yang

(50)

7. Kesanggupan (Potency)

Kesanggupan dinyatakan sebagai karisma, sebagai sesuatu kekuatan

yang dinamis dan maknetis dari kualitas pribadi guru bimbingan dan

konseling. Guru bimbingan dan konseling yang memiliki potensi ini

selalu menampakkan kekuatannya dalam menampilan pribadinya,

menguasai dirinya dan mampu menyalurkan kompetensinya dan rasa

aman kepada siswa.

8. Kesiapan

Kesiapan adalah sesuatu yang berhubungan dengan perasaan antara

siswa dan guru bimbingan dan konseling, pada waktu kini dan di sini.

Tingkat kesiapan yang terdapat pada diskusi dan analisis yang

terbuka mengenai hubungan pribadi yang terjadi antara guru

bimbingan dan konseling dengan siswa dalam situasi konseling.

9. Aktualisasi diri

Aktualisasi diri menunjukkan secara tidak langsung bahwa orang

akan hidup dan memenuhi kebutuhannya secara langsung karena ia

mempunyai kekuatan dalam dirinya untuk mencapai tujuan hidup.

4. Fungsi Bimbingan Dan Konseling

Menurut Nurihsan & Sudianto (2005) fungsi bimbingan dan konseling

yaitu :

a. Pemahaman, yaitu membantu siswa agar memiliki pemahaman

terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan,

(51)

b. Preventif, yaitu upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi

berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk

mencegahnya, supaya tidak dialami oleh siswa

c. Pengembangan, yaitu konselor senantiasa berupaya untuk

menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi

perkembangan siswa

d. Perbaikan (penyembuhan), yaitu fungsi bimbingan yang bersifat

kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan

kepada siswa yang telah mengalami masalah

e. Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu

memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan

memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan

minat, bakat, keahlian dan ciri – ciri kepribadiannya

f. Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan

khususnya konselor, guru atau dosen untuk mengadapatasikan

program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat,

kemampuan, dan kebutuhan siswa

g. Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa agar

dapat menyesuaiakan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap

program pendidikan,n peraturan sekolah, atau norma agama.

5. Asas-Asas Bimbingan Dan Konseling

Pemenuhan asas – asas bimbingan dan konseling akan memperlancar

(52)

konseling. Menurut Nurihsan dan Sudianto (2005) asas – asas yang

dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Kerahasiaan

Segala sesuatu yang dibicarakan siswa kepada guru pembimbing tidak

boleh disampaikan kepada orang lain. Asas ini akan mendasari

kepercayaan siswa kepada guru pembimbing.

b. Kesukarelaan

Pelaksanaan bimbingan dan konseling berlangsung atas dasar

kesukarelaan dari kedua belah pihak.

c. Keterbukaan

Bimbingan dan konseling dapat berhasil dengan baik, jika siswa yang

bermasalah mau menyampaikan masalah yang dihadapi secara terus

terang kepada guru pembimbing dan guru pembimbing bersedia

membantunya.

d. Kekinian

Masalah yang ditangani oleh bimbingan dan konseling adalah masalah

sekarang walaupun ada kaitannya dengan masalah yang lampau dan

yang akan datang. Maka pembimbing sesegera mungkin menangani

masalah siswa.

e. Kemandirian

Bimbingan dan konseling membantu agar siswa dapat mandiri atau

(53)

f. Kegiatan Bimbingan dan konseling harus dapat membantu

membangkitkan siswa agar berusaha melakukan kegiatan yang

diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

g. Kedinamisan

Bimbingan dan konseling hendaknya dapat membantu terjadinya

perubahan dan pembaharuan yang lebih pada diri siswa.

h. Keterpaduan

Bimbingan dan konseling hendaknya dapat memadukan berbagai

aspek kepribadian siswa dan proses layanan yang dilakukan.

i. Kenormatifan

Usaha bimbingan dan konseling harus sesuai dengan norma yang

berlaku, baik norma agama, adat, hukum, negara, ilmu, maupun

kebiasaan sehari-hari.

j. Keahlian

Bimbingan dan konseling itu layanan profesional, maka perlu

dilakukan oleh seorang ahli yang khusus dididik untuk melakukan

tugas ini.

6. Guru Bimbingan Dan Konseling

Guru bukan hanya sekedar penyampaian pelajaran, bukan hanya

sebagai penerap metode mengajar, melainkan guru adalah pribadinya,

yaitu keseluruhan penampilan serta perwujudan dirinya dalam berinteraksi

dengan siswa. Menurut Gagne (dalam Djiiwandono, 2002) menunjukkan

(54)

mengajar yang baik yang akan berpengaruh terhadap pengajaran. Seperti

halnya siswa, guru juga berbeda dalam cara atau gaya mengajar,

kepribadian, tertentu dan harapan – harapannya.

Menurut Nurihsan & Sudianto (2005) mengatakan bahwa guru

bimbingan dan konseling adalah seorang sarjana pendidikan jurusan

Psikologi Pendidikan dan Bimbingan atau seorang guru / tenaga pengajar

yang sudah mengikuti penataran mengenai bimbingan dan konseling

dengan memperoleh sertifikat khusus di bidang bimbingan dan konseling.

Sementara itu Yusuf & Nurishan (2005) menyebutkan guru

bimbingan dan konseling sebagai ”helper” pemberi bantuan yang dituntut

untuk memiliki pemahaman akan nilai-nilai agama, dan komitmen yang

kuat dalam mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya

sehari-hari, khususnya dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling

kepada siswa.

Berdasarkan hal di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa guru

bimbingan dan konseling adalah seorang sarjana pendidikan jurusan

Psikologi Pendidikan dan Bimbingan atau seorang guru / tenaga pengajar

yang sudah mengikuti penataran mengenai bimbingan dan konseling

dengan memperoleh sertifikat khusus di bidang bimbingan dan konseling

untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada siswa.

7. Tugas Guru Bimbingan Dan Konseling

Menurut Nurihsan dan Sudianto (2005) tugas guru bimbingan dan

(55)

1. Memasyarakatkan kegiatan bimbingan

2. Merencanakan program bimbingan

3. Melaksanakan persiapan kegiatan bimbingan

4. Melaksanakan layanan bimbingan terhadap sejumlah siswa yang

menjadi tanggung jawabnya kurang mencukupi dibanding dengan

jumlah siswa yang ada, seorang guru pembimbing dapat menangani

lebih dari 50 orang siswa. Dengan menangani siswa 150 siswa secara

intensif dan menyeluruh, berarti guru pembimbing telah menjalankan

tugas wajib seorang guru, yaitu setara dengan 18 jam pelajaran

seminggu.

5. Melaksanakan kegiatan penunjang bimbingan

6. Menilai proses dan hasil kegiatan layanan bimbingan

7. Menganalisis hasil penilaian

8. Melaksanakan tindak lanjut berdasarkan hasil penilaian

9. Mengadministrasikan kegiatan dan konseling.

10.Mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatan kepada koordinator

guru pembimbing

8. Persepsi Siswa Terhadap Karakteristik Guru Bimbingan dan Konseling

Pada kenyataanya setiap orang memiliki persepsi yang

berbeda-beda terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling, ada yang

mempersepsikan bahwa guru bimbingan dan konseling itu

(56)

dan konseling itu tidak menyenangkan. Hal ini dapat saja terjadi, dimana

dari defenisi persepsi yang telah dijelaskan oleh beberapa para ahli antara

lain pendapat Chaplin (1991) yang mengatakan bahwa persepsi itu juga

dapat dipengaruhi oleh pengalaman seseorang.

Dan karakteristik guru bimbingan dan konseling adalah empati,

respek, keaslian, kekongkretan, konfrontasi, membuka diri (self

disclosure), kesanggupan, kesiapan, aktualisasi diri.

Berdasarkan dari uraian di atas maka persepsi siswa terhadap

karakteristik guru bimbingan dan konseling adalah penafsiran atau

penilaian siswa baik buruknya terhadap karakteristik guru bimbingan dan

konseling yang meliputi: empati, respek, keaslian, kekongkretan,

konfrontasi, mebuka diri, kesanggupan, kesiapan, dan aktualisasi diri.

C. Hubungan Antara Persepsi Siswa Terhadap Karakteristik Guru Bimbingan Dan Konseling Dengan Self Disclosure Pada Siswa Smp Negeri 2 Babat

Persepsi terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling

merupakan suatu proses penerimaan, mengartikan dan memberikan reaksi

kepada rangsangan panca indera atau data yang diterima oleh seseorang

selanjutnya suatu reaksi yang akan muncul dari seseorang untuk memberi

tanggapan atau arti terhadap stimulus yang datang padanya, dalam hal ini

adalah karakteristik guru bimbingan dan konseling. Setiap manusia

memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam menanggapi setiap stimulus

Gambar

Tabel II.1 : Jendela Johari
Tabel III.3 Blu Print Skala Persepsi Siswa Terhadap
Tabel III.4: Aitem-Aitem Skala Persepsi Siswa Terhadap
Tabel III.5 : Blue Print Skala Self Disclosure
+6

Referensi

Dokumen terkait

Semakin besar nilai inertia akan memberi indikasi bahwa semakin kecil error antara jarak dan nilai kemiripan dari ruang yang disajikan.. ( ) 1' λ λ τ = −

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU

Ekspansi yang dilakukan NATO di kawasan Eropa termasuk Eropa Timur dan penempatan pangkalan militer NATO yang memiliki sistem pertahanan anti rudal di kawasan tersebut

Telah dilakukan Penelitian Pengaruh Medan Elektromagnetik Terhadap Kesehatan Masyarakat Di Sekitar Menara Pemancar Telepon Seluler (BTS) di Jakarta dan Bandung, Disain

[r]

Dengan mengetahui langkah-langkah dengan menggunakan pembelajaran metode inkuiri model Alberta akan terlihat bagaimana sikap peserta didik terhadap pembelajaran tersebut.

Hal tersebut menggambarkan bahwa semua karakteristik yang ada dalam komunikasi organisasi sangat menentukan terhadap peningkatan kinerja pegawai pada Bagian

Dari hasil perhitungan dengan metode tenaga kerja berubah ini diketahui total ongkos produksi untuk bulan September sampai bulan Agustus 2003 2004 yaitu sebesar Rp