• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kasus Mengenai Gambaran Protective Factor danResiliency pada wanita yang Mengalami Kekerasan dalam Rumah Tangga di Komunitas X di Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Kasus Mengenai Gambaran Protective Factor danResiliency pada wanita yang Mengalami Kekerasan dalam Rumah Tangga di Komunitas X di Kota Bandung."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

cara mewawancara dua responden korban kekerasan dalam rumah tangga. Panduan wawancara yang digunakan merupakan panduan wawancara yang dibuat oleh peneliti berdasarkan teori resiliency dan protective factor yang dikemukakan oleh Benard (2004). Validasi panduan wawancara ditentukan dengan menggunakan expert validity.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kasus S, protective factor yang dominan memengaruhi resiliency S adalah caring relationship dan opportunity to participate and contribute. Resiliency S sendiri secara keseluruhan termasuk baik. Meskipun demikian, pada kemampuan memaafkan, S masih kurang mampu untuk memaafkan keluarga pihak suaminya. Pada kasus H, protective factor yang dominan memengaruhi resiliency H adalah caring relationship. Meskipun H memiliki caring relationship, hal ini kurang membantu H untuk memiliki resiliency yang baik.

(2)

ii

Universitas Kristen Maranatha

This research was conducted in order to describe the protective factors’ influence toward the resiliency within women who suffered abusive marital relationship. This research is a qualitative research. The data was obtained through interviewing two victims of abusive marital relationship. The interview guidelines were constructed according to Benard’s theory of Resiliency (2004). The interview guidelines were validated with expert validity.

Result showed that on S’ case, the dominant protective factors which influenced S’ resilience were caring relationship and opportunity to participate and contribute. Overall, S was considered resilient. However, on forgiveness S still had difficulties to forgive her husband’s side of the family. On H’s case, the dominant protective factor which influenced H’s reslience was caring relationship. Even though H had caring relationship, the said dominant protective factor could not support H’s reslience well.

(3)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR SKEMA ... ix

DAFTAR LAMPIRAN……….... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah………...9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian………...9

1.3.1 Maksud Penelitian………9

1.3.2 Tujuan Penelitian………10

1.4 Kegunaan Penelitian……….10

1.4.1 Kegunaan Teoritis………..10

1.4.2 Kegunaan Praktis………...10

1.5 Kerangka Pemikiran……….11

(4)

v

Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resiliency………25

2.1.1 Pengertian Resiliency……….………...25

2.1.2 Personal Strength………..…………26

2.1.3 Protective Factors……….37

2.2 Kekerasan Dalam Rumah Tangga………..49

2.2.1 Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga…….49

2.2.2 Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga………..49

2.2.3 Faktor penyebab terjadinya KDRT……….50

2.2.4 Dampak KDRT pada korban………..52

2.3 Masa Dewasa Madya………52

2.3.1 Perkembangan Fisik………53

2.3.2 Perkembangan Kognitif………..55

2.3.3 Karir, Kerja, dan waktu Luang………...55

2.3.4 Perkembangan Sosio-Emosional……….58

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian………..60

3.2 Bagan Prosedur Penelitian………60

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………..61

3.3.1 Variabel Penelitian……….61

3.3.2 Definisi Operasional………...61

(5)

3.4.1 Kerangka Wawancara Resiliency dan Protective Factor….65

3.4.2 Data Penunjang………68

3.4.3 Validitas Kerangka Wawancara………..69

3.4.4 Kredibilitas Penelitian Kualitatif………69

3.5 Subjek Penelitian………69

3.6 Teknik Analisa Data………..70

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1 Kasus S………72

4.1.1 Gambaran S………..72

4.1.2 Anamnesa S……….73

4.1.3 Hasil Penelitian S………77

4.1.3.1 Protective Factors………77

4.1.3.2 Social Competence………...78

4.1.3.3 Problem Solving...79

4.1.3.4 Autonomy………80

4.1.3.5 Sense of Purpose and Bright Future………...81

4.1.4 Pembahasan S………82

(6)

vii

Universitas Kristen Maranatha

4.2.1 Gambaran H……….86

4.2.2 Anamnesa H………87

4.2.3 Hasil Penelitian H………92

4.2.3.1 Protective Factors………92

4.2.3.2 Social Competence………...93

4.2.3.3 Problem Solving...94

4.2.3.4 Autonomy………95

4.2.3.5 Sense of Purpose and Bright Future………...96

4.2.4 Pembahasan H………...97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………..102

5.2 Saran………103

5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan………103

5.2.2 Saran Kegunaan Praktis………..103

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RUJUKAN

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Kerangka Wawancara Resiliency ... 42

(8)

ix

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR SKEMA

Bagan 1.1 Kerangka Pikir ... 23

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

- LAMPIRAN 1 : DAFTAR PERTANYAAN SEMI-STRUCTURED

INTERVIEW

- LAMPIRAN 2 : TRANSKRIP WAWANCARA

- LAMPIRAN 3 : SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN

MENJADI PARTISIPAN SKRIPSI

- LAMPIRAN 4 : SKORING IBU S

(10)

1

Universitas Kristen Maranatha PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan salah satu tugas perkembangan dalam kehidupan.

Manusia yang baru hadir di muka bumi ini dipelihara, di didik. Setelah meningkat

menjadi usia dewasa kebutuhannya tidak dapat lagi dipenuhi oleh orang tuanya.

Manusia memerlukan manusia lain yaitu manusia yang berada di luar rumah

tangga orang tuanya. Manusia memerlukan kepuasan seks yang tidak dapat

dengan segera dipenuhinya. Dia harus membangun rumah tangga dengan teman

hidup yang diharapkannya dapat memberikan kepadanya keturunan melalui suatu

ikatan yang dinamakan pernikahan, karena dengan pernikahan inilah yang akan

dapat ikut serta menjamin kepuasan. (http://blog.iqbalir.com, diakses 4 Oktober

2012).

Keluarga adalah sekelompok orang yang terhubungkan oleh ikatan

pernikahan, darah, atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling

berinteraksi dan berkomunikasi dalam peran sosial yang timbal balik sebagai istri

dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan

dan saudara laki-laki; serta menciptakan dan memelihara suatu budaya yang sama

(Burgess & Locke dalam Duvall, 1977). Keluarga mempunyai fungsi, yaitu :

memberi afeksi, memberi rasa aman dan penghayatan diterima secara pribadi,

memberi kepuasan dan a sense of purpose, memberi keyakinan akan

(11)

menanamkan control dan pemahaman benar dan salah (Burgess & Locke dalam

Duvall, 1977), namun fungsi keluarga menjadi tidak berfungsi jika terjadi konflik

dan dalam penyelesaian masalahnya terjadi kekerasan dalam rumah tangga.

Berikut ini ada beberapa pengertian mengenai pernikahan, menurut UU

perkawinan No 1 tahun 1974 perkawinan adalah ikatan lahir batin seorang pria

sebagai suami dan seorang wanita sebagai istri dengan tujuan membentuk

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang

maha esa. Adapula perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki

dan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang diakui Negara

(Berdasarkan UU perkawinan No 1 tahun 1974).

Dalam pernikahan dapat terjadi beberapa permasalahan sperti

perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga. Salah satunya adalah pada

tanggal 20 April 2011 kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh

Sulastrie yang berusia 50 tahun, sudah empat tahun terbaring lumpuh akibat

penyiksaan suaminya dan kondisi Sulastrie kini tidak lebih dari sekedar mayat

hidup (http//www.antaranews.com, diakses 4 Oktober 2012). Selain itu ada kasus

kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi pada Yeni, Yeni disiksa secara fisik

hanya karena yeni tidak diizinkan untuk pulang ke rumah orang tuanya

(http//www.pikiran rakyat online.com, diakses 4 Oktober 2012). Yeni seringkali

merasakan ketakutan apabila mendengar suara teriakan atau hantaman benda

keras, menangis apabila teringat peristiwa kekerasan yang dialaminya,

(12)

Universitas Kristen Maranatha Pada pasal 1 ayat 1 di dalam UU No. 23 tahun 2004, kekerasan dalam

rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan

yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,

psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk

melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan

hukum dalam lingkup rumah tangga (Berdasarkan UU No 23 tahun 2004).

Menurut Rismiyati (2005), kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan

rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Sedangkan kekerasan psikis adalah

perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya

kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau munculnya penderitaan

psikis yang berat. Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa

pemaksaan seks, hubungan seksual dengan cara tidak wajar atau tidak disukai,

pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain tujuan komersail atau tujuan

tertentu. Penelantaran rumah tangga adalah perbuatan yang menelantarkan orang

dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut perjanjian atau hukum yang

berlaku individu wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan

kepada orang tersebut. Bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang terakhir

adalah penelantaran bagi setiap orang yang mngakibatkan adanya ketergantungan

ekonomi dengan cara membatasi dan melarang untuk bekerja yang layak di dalam

atau di luar rumah, sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut

(Sumintapradja, 2010).

Indonesia saat ini sudah memiliki UU penghapusan Kekerasan Dalam

(13)

rumah tangga merupakan tindakan kriminal, sehingga pelakunya dapat dihukum,

namun jumlah kekerasan mengalami peningkatan setiap tahunnya, hingga tahun

lalu kasus kekerasan dalam rumah tangga yaitu mencapai 113.878 kasus, yang

110.468 kasus diantaranya terjadi pada istri. Sementara yang lainnya terjadi dalam

hubungan pacaran sebanyak 1.405 kasus. Jumlah korban tertinggi pada 2011

terjadi di daerah Jawa Tengah yang mencapai angka 25.628 korban. Setelah Jawa

Tengah, Jawa Timur menempati urutan kedua korban kekerasan dan jumlah

perempan korban kekerasan mencapai 24.555, kemudian diikuti wilayah Jawa

Barat 17.720 , dan DKI mencapai angka 11.289.

Kekerasan dalam rumah tangga di Bandung pada tahun 2011 hingga kini

masih sulit diungkap karena perempuan dan keluarga tidak mau melaporkannya

dan menganggap kasus itu memalukan bahkan termasuk aib bagi perempuan,

keluarga atau masyarakat. BKBPP Kabupaten Bandung sudah menyosialisasikan

Undang-Undang (UU) Pencegahan KDRT tahun 2004, tapi masyarakat tetap tidak

mau melaporkannya. Banyak perempuan wanita yang menjadi korban KDRT

mengalami luka serius, mereka takut kepada suami atau takut tidak diberi makan.

BKBPP Kabupaten Bandung, kini sudah menjalin kerjasama dengan kepolisian

setempat dan lembaga-lembaga lainnya untuk menangani kasus KDRT itu

(http//www.antaranews.com, diakses 4 Oktober 2012).

Komunitas X merupakan lembaga yang menyebarkan gagasan untuk

pencegahan dan penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga, adapun visi dan

misi komunitas X adalah pelayanan yang pencegahan dan pelayanan yang optimal

(14)

hak-Universitas Kristen Maranatha hak asasi manusia. Data yang sudah masuk ke komunitas X hingga kini sudah ada

40 kasus kekerasan dalam rumah tangga yang kini sedang ditangani.

Sebagian besar istri tetap bertahan dengan pernikahannya dikarenakan

alasan takut tidak memiliki biaya untuk menghidupi diri sendiri dan

anak-anaknya. Faktor ketergantungan istri kepada suami dalam hal ekonomi memaksa

istri menuruti semua keinginan suami meskipun ia merasa menderita. Bahkan jika

sekalipun tindakan kekerasan dilakukan kepadanya ia tetap enggan untuk berpisah

dengan pertimbangan demi kelangsungan pernikahannya, hidup dirinya sendiri

dan pendidikan anak-anaknya ( Komunitas X akhir tahun 2012).

Kemampuan untuk beradaptasi dalam keadaan tertekan dalam ilmu

psikologi dikenal sebagai resiliency. Resiliency merupakan kemampuan individu

untuk dapat beradaptasi dengan baik dan mampu berfungsi baik walaupun berada

di tengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan ( Benard,

2004). Menurut Benard (2004), resiliency mengubah individu menjadi survivor

dan berkembang. Individu yang resiliency akan mengalami keadaan yang sulit

dan menekan, tetapi mereka mampu mengatur perilaku yang keluar tetap positif

dalam menghadapi kesulitan tanpa menjadi lemah. Hal ini dapat dilihat dari empat

kategori yang ada dalam personal strength atau manifestasi dari resiliency, yakni

social competence, problem solving, autonomy, dan sense of purpose.

Social competence adalah Kemampuan sosial mencakup karakteristik,

kemampuan dan tingkah laku yang diperlukan seseorang untuk membangun suatu

relasi dan kedekatan yang positif terhadap orang lain. Social competence didapat

(15)

altruism and forgiveness. Social competence adalah bagaimana seseorang

berkomunikasi terhadap lingkungan setelah terjadi kekerasan dalam rumah tangga

dan juga mampu mengungkapkan perasaan.

Problem Solving adalah kemampuan ini mencakup kemampuan berpikir

abstrak, reflektif, dan fleksibel, mencoba mencari alternatif solusi dari masalah

kognitif dan sosial. Problem solving adalah bagaimana seseorang menyelesaikan

masalahnya dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan. Autonomy

melibatkan kemampuan untuk bertindak dengan bebas dan untuk merasakan suatu

sense of control atas lingkungan. Autonomy juga diasosiasikan dengan kesehatan

yang positif dan perasaan akan kesejahteraan merasakan kebebasan dan

berkehendak dalam melakukan suatu tindakan ( Deci dalam Benard, 2004). Sense

of purpose and bright future adalah bagaimana seseorang memiliki keinginan

orientasi, motivasi, harapan, antisipasi setelah mengalami kekerasan dalam rumah

tangga.

Menurut hipotesa Benard (2004), resiliency berkembang karena adanya

protective factors yang menciptakan iklim yang tepat untuk perkembangan

resiliency dan memfasilitasi individu yang menjadi resiliency. Protective factors

memiliki belonging, respect, identity, mastery, challange, dan meaning. Bernard

menyatakan tiga protective factors yang terdapat dalam lingkungan---keluarga,

sekolah, dan masyarakat, yaitu caring relationship, high expectation, dan

opportunities to participate and contribute (Bernard, 2004). Protective factors

adalah dukungan dan memiliki kehangatan yang berasal dari lingkungan dan

(16)

Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan wawancara dengan dua orang ibu yang mengalami kekerasan

dalam rumah tangga, ibu H bertahan dalam pernikahan mereka dikarenakan

merasa tidak berdaya dengan keadaan ekonomi, kurang memiliki keinginan untuk

bekerja dan hidup mandiri serta tidak mengetahui apa yang harus dilakukan

sehingga bergantung kepada suaminya. Ibu H sulit untuk memaafkan perilaku

suaminya yang membuat dirinya tersakiti, Kesulitan untuk bercerita atau

mengungkapkan perasaan sehingga sulit untuk meminta bantuan kepada keluarga

atau pihak lain dalam menyelesaikan kekerasan yang ibu H alami, merasa layak

untuk mendapatkan kekerasan sehingga membuat ibu H kurang menghargai

dirinya sendiri, kurang meyakini keberadaan tuhan bahwa kekerasan yang mereka

alami akan berakhir sehingga akan melemahkan motivasi ibu H untuk berusaha

mencari jalan dalam menghentikan kekerasan, pasrah dengan kekerasan yang

menimpa dirinya sehingga membuat dirinya menerima perlakuan kekerasan.

Hal tersebut diatas cenderung dapat meningkatkan perilaku kekerasan

dalam rumah tangga dan tidak resilient. Pada saat bergaul dengan lingkungan ibu

H menunjukkan sikap hangat kepada tetangga sehingga memiliki hubungan yang

cukup baik, suka membantu lingkungan rumahnya sehingga lingkungan pun

membantu ibu H.

Dalam menghayati protective factor, ibu H lebih banyak mendapatkan

kenyamanan dari lingkungan rumah sehingga membuat ibu H nyaman untuk

tinggal dan menyekolahkan anak-anaknya dibandingkan dengan keluarga,

mendapatkan dukungan hanya dari teman terdekatnya bahwa dirinya mampu

(17)

semangat dalam mencapai harapan yang ia inginkan, lingkungan rumah

memberikan ibu H pekerjaan sehingga membuat ibu H bersyukur atas kesempatan

pekerjaan yang diberikan.

Perilaku kekerasan dalam rumah tangga cenderung dapat berkurang dan

dapat menjadi resilient jika Ibu S mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga

namun kekerasan tersebut berhenti karena ibu S merasa bahwa kekerasan yang

dialami tidak hanya terjadi pada dirinya sendiri dan tidak menyalahkan dirinya

sehingga membuat ibu S mampu memaafkan diri mereka sendiri, bercerita dan

mengungkapkan perasaan kepada keluarga atau pihak lain sehingga mendapatkan

saran dari permasalahan kekerasan yang ibu S hadapi, merasa layak untuk

mendapatkan kebahagiaan sehingga membuat ibu S menghargai dirinya sendiri,

meyakini bahwa tuhan akan memberikan jalan sehingga cenderung dapat

meningkatkan harapan positif dalam dirinya terhadap kekerasan yang menimpa

dirinya.

Saat berhadapan dengan lingkungan ibu S membangun hubungan yang

luas dengan teman-temannya sehingga mempunyai banyak teman baik di dalam

kota maupun di luar kota, apabila terdapat musibah atau acara salah salah satu

keluarga atau teman ibu S akan berusaha untuk menyempatkan datang sehingga

membuat keluarga dan teman-temannya membantu ibu S dalam masalah yang

dihadapi.

Dalam menghayati protective factor, ibu S mendapatkan banyak

dukungan; nasehat; saran dari keluarga dan teman-temannya sehingga

(18)

Universitas Kristen Maranatha mendapatkan dukungan dari keluarga dan teman-temannya sehingga membuat ibu

B meyakini mampu menyelamatkan pernikahannya, ibu S diberikan kesempatan

untuk membuat keputusan dari masalah yang dihadapi oleh pihak keluarga dan

tetap mendukung apapun keputusan yang dibuat oleh ibu S.

Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan diatas ditemukan bahwa

fenomena tersebut mengganggu ibu dalam penyesuaian diri dan resiliency yang

berbeda-beda dari setiap wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga

di kota Bandung. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

lebih lanjut mengenai bagaimana pengaruh protective factor dan resiliency wanita

yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga di komunitas X di kota Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana gambaran protective factor

dan resiliency pada wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga di

komunitas X di kota Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran dinamika

mengenai protective factor dan resiliency pada wanita yang mengalami kekerasan

(19)

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran keterkaitan

protective factor terhadap resiliency. Protective factor ditinjau dari aspek Caring

relationship, High expectation, opportunities to participate and contribute

sedangkan resiliency ditinjau dari aspek social competence, problem solving

skills, autonomy, sense of purpose and bright future pada wanita yang mengalami

kekerasan dalam rumah tangga di komunitas X di kota Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan mengenai

gambaran protective factor dan resiliency pada wanita yang mengalami kekerasan

dalam rumah tangga, khususnya Psikologi Keluarga.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk penelitian

selanjutnya mengenai gambaran protective factor dan resiliency pada wanita yang

mengalami kekerasan dalam rumah tangga.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi bagi wanita yang mengalami kekerasan dalam

rumah tangga di kota Bandung tentang gambaran protective factor dan resiliency,

sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dalam situasi tekanan yang tinggi.

2. Memberikan masukan kepada keluarga resilient berupa informasi yang

(20)

Universitas Kristen Maranatha sehingga wanita yang mengalami kekerasan merasa dirinya tetap diterima dan

dicintai.

3. Komunitas menggalangkan sistem support agar dapat menunjukkan

kepeduliannya kepada wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga,

sehingga merasa dirinya diterima dan dihormati meskipun dirinya mengalami

kekerasan dalam rumah tangga.

1.5 Kerangka Pemikiran

Manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi seperti

safety, love, respect, autonomy, challenge, meaning dalam kehidupannya. Dalam

hal ini wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga di kota Bandung

juga memiliki kebutuhan-kebutuhan tersebut dan berada pada usia 33 – 45 tahun,

yang merupakan tahapan dewasa madya (middle adulthood). Pada tahapan ini

seseorang akan memasuki tugas perkembangan. Pada fase dewasa madya rasa

aman, kesetiaan, dan daya tarik emosional antara pasangan lebih penting seiring

menjadi dewasanya hubungan, terutama pada dewasa madya (Santrock, 2002).

Hal-hal tersebut di atas menjadi tidak berfungsi ketika terjadi konflik yang

menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga.

Konflik yang menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga memaksa ibu

untuk bertahan dalam pernikahannya dikarenakan alasan anak, ekonomi, daya

tahan dan kemampuan untuk beradaptasi ibu untuk menjaga kelangsungan

(21)

mengalami kekerasan dalam rumah tangga di kota Bandung (yang selanjutnya

akan ditulis sebagai ibu).

Kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi ibu dalam tekanan tinggi

dalam ilmu psikologi dikenal dengan istilah Resiliency. Menurut Benard (2004),

resiliency merupakan kemampuan individu untuk dapat beradaptasi dengan positif

dan aspek-aspek resiliency mampu berfungsi baik walaupun berada di tengah

situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan (Resiliency refers to an

individual’s ability to adapt successfully and function complently despite

experiencing stress or adversity).

Menurut Benard (2004), resiliency memiliki empat aspek, yaitu : Social

competence, probem solving, autonomy, sense of purpose and bright future.

Social competence adalah kemampuan untuk membangun suatu relasi dan

kedekatan yang positif terhadap orang lain. Social competence mencakup

responsiveness, communication, emphaty and caring dan compassion, altruism,

forgiveness. Responsiveness yaitu kemampuan ibu untuk mendapatkan respon

positif dari orang lain seperti memberi ucapan selamat pagi kepada lingkungan,

communication yaitu kemampuan ibu untuk menunjukkan ataumengungkapkan

pemikirian atau perasaan, emphaty and caring yaitu kemampuan ibu untuk

mengetahui bagaimana perasaan orang lain, compassion, altruism, and

forgiveness keinginan ibu untuk peduli dan membantu meringankan beban orang

lain.

Aspek yang kedua adalah problem solving skills yaitu kemampuan untuk

(22)

Universitas Kristen Maranatha oleh berbagai kemampuan yaitu planning, flexibility, resourcefulness, critical

thinking and insight (Benard, 2004). Planning adalah kemampuan ibu untuk

merencakan masa depannya, flexibility adalah kemampuan ibu melihat solusi

alternatif seperti mencari berbagai macam cara agar tidak terjadi kekerasan

kembali, resourcefulness adalah kemampuan ibu mempertahankan diri dengan

melibatkan sumber daya eksternal, critical thinking adalah kemampuan untuk

berpikir tingkat tinggi atau waspada, sedangkan insight adalah pemecahan

kemampuan ibu yang paling mendalam.

Aspek yang ketiga adalah autonomy yaitu diasosiasikan dengan kesehatan

yang positif dan perasaan akan kesejahteraan dan berkehendak dalam melakukan

suatu tindakan. Adapun yang termasuk di dalam autonomy adalah positive

identity, internal locus of control and initiative, self efficacy and mastery, humor

(Benard, 2004). Positive identity yaitu kemampuan ibu untuk memiliki penilaian

diri yang positif dan tetap percaya diri, internal locus of control yaitu perasaan

umum ibu untuk mengendalikan dan memiliki kekuatan individual, self-efficacy

and mastery yaitu kemampuan ibu dalam memiliki keyakinan bahwa ibu mampu

untuk bangkit kembali, adaptive distancing and resistance adalah kemampuan ibu

untuk melibatkan emosional dalam mengambil jarak dari fungsi keluarga,

sekolah, dan komunitas, Sedangkan resistance adalah penolakan ibu untuk

menerima pesan-pesan negatif mengenai diri, self awareness and mindfulness

adalah kesadaran ibu yang meliputi observasi terhadap pemikiran, perasaan,

(23)

kepekaan ibu terhadap konteks dan perspektif situasi tertentu, humor yaitu

kemampuan ibu untuk tertawa, bermain.

Aspek yang keempat adalah sense of purpose and bright future. Sense of

purpose and bright future merupakan perasaan ibu untuk memiliki orientasi untuk

sukses, motivasi untuk berprestasi, memiliki harapan yang sehat, memiliki

antisipasi. Sense of purpose and bright future dibangun oleh berbagai kemampuan

yaitu goal direction, achievement motivation and educational aspiration,

optimism and hope, dan faith, spirituality and sense of meaning (Benard, 2004).

Goal direction, achievement motivation and educational aspiration, yaitu

kemampuan ibu untuk mengarahkan diri pada tujuan, memiliki keinginan untuk

berprestasi dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya, special

interest, creativity, and imagination adalah ibu memiliki minat khusus dan

mampu menggunakan salah satu kreativitas ibu, optimism and hope yaitu

keyakinan dan harapan yang positif ibu tentang masa depannya, faith, spirituality,

and sense of meaning yaitu keyakinan agama (spiritualitas).

Setiap individu memiliki kemampuan resiliency yang berbeda-beda dalam

dirinya. Kemampuan resiliency individu yang mengalami kekerasan dalam rumah

tangga tidak terlepas dari protective factors (Benard, 2004). Protective factors

adalah faktor yang menciptakan iklim yang tepat untuk perkembangan resiliensi

dan memfalisitasi ibu untuk menjadi individu yang resilient. Protective factors

didapatkan dari caring relationships, high expectations, dan opportunities for

participation and contribution yang diberikan oleh keluarga, teman sebaya, dan

(24)

Universitas Kristen Maranatha

Caring relationship adalah penghayatan ibu akan dukungan yang

diberikan untuk ibu dalam bentuk cinta yang didasari oleh kepercayaan, cinta

tanpa syarat, dan penghargaan yang positif. High expectation merupakan harapan

yang jelas, positif, dan terpusat untuk ibu. Opportunities for participation and

contribution adalah ibu diberikan kesempatan untuk menghadapi, menantang, dan

tertarik mengikuti suatu kegiatan.

Ibu yang menghayati bahwa mereka memperoleh perhatian dari keluarga,

teman, dan komunitas, maka akan terpenuhi kebutuhan safety dan love. Apabila

kebutuhan tersebut terpenuhi maka ibu mampu berperilaku yang dapat

menimbulkan orang lain dapat menerima saran yang diungkapkan oleh ibu

(responsiveness), ibu mampu bercerita mengenai permasalahannya dan dimengerti

orang lain (communication), ibu mampu mendengarkan cerita orang lain dan

mampu memberikan saran atau masukan kepada orang lain (emphaty and caring),

ibu juga mampu mengurangi rasa bersalah terhadap diri sendiri dan memaafkan

pelaku kekerasan (forgiveness).

Ibu mampu merencanakan untuk bekerja (planning), ibu mampu mencari

alternatif solusi lain dengan atau tanpa bantuan orang lain (flexibility), ibu mampu

untuk meminta saran kepada keluarga atau pihak lain mengenai kekerasan yang

dialami (resourcefulness), untuk menghindari kekerasan ibu melakukan sesuatu

yang pelaku sukai seperti melayani suami, ibu mampu mengurus rumah tangga

(25)

kembali (critical thinking), ibu mampu untuk mengendalikan diri untuk tidak

menyakiti diri dan anak-anaknya (internal locus of control).

Ibu mampu untuk merasa bahwa dirinya berharga (positive identity), ibu

mampu untuk tetap pergi dalam suatu kegiatan positif seperti pengajian, kumpul

dengan tetangga (adaptive distancing), ibu mampu bersenda gurau dengan

keluarga dan tetangga (humor).

Ibu mampu memikirkan rencana masa depannya seperti melamar

pekerjaan dan mengatur waktu dengan anak-anak di rumah (goal direction,

achievement, and educational aspirations), ibu mampu untuk memikirkan seperti

membuka usaha kecil di rumah (special interest, creativity, and imagination),

mampu untuk meningkatkan harapan positif dengan meyakini diri bahwa

kekerasan yang dialami akan berakhir suatu hari nanti (optimism and hope), ibu

mampu untuk meningkatkan kehidupan spiritual dengan mengikuti berbagai

kegiatan agama, menjalankan ritual keagamaan di rumah maupun diluar rumah

(faith, spirituality, and sense of meaning). Hal-hal tersebut diatas dapat

mempengaruhi ibu untuk menjadi individu yang resilient.

Ibu yang kurang menghayati bahwa mereka memperoleh perhatian dari

keluarga, teman, dan komunitas, maka akan kurang terpenuhi kebutuhan safety

dan love. Apabila kebutuhan tersebut kurang terpenuhi ibu kurang mampu

berperilaku yang dapat menimbulkan orang lain kurang dapat menerima saran

yang diungkapkan oleh ibu (responsiveness), ibu kurang mampu bercerita

(26)

Universitas Kristen Maranatha cerita orang lain dan kurang mampu memberikan saran atau masukan kepada

orang lain (emphaty and caring), ibu juga kurang mampu mengurangi rasa

bersalah terhadap diri sendiri dan memaafkan pelaku kekerasan (forgiveness).

Ibu kurang mampu merencanakan untuk bekerja (planning), ibu kurang

mampu mencari alternatif solusi lain dengan atau tanpa bantuan orang lain

(flexibility), ibu tidak meminta pertolongan kepada keluarga atau lingkungan

rumah saat kekerasan terjadi seperti berteriak dan menelepon (resourcefulness),

untuk menghindari kekerasan ibu melakukan sesuatu yang pelaku sukai seperti

melayani suami, ibu kurang mampu mengurus rumah tangga dengan baik dan

bertindak tegas kepada pelaku agar tidak terjadi kekerasan kembali (critical

thinking), ibu kurang mampu untuk mengendalikan diri untuk tidak menyakiti diri

dan anak-anaknya (internal locus of control).

Ibu merasa bahwa dirinya tidak berharga (positive identity), ibu kurang

mampu untuk tetap pergi dalam suatu kegiatan positif seperti pengajian, kumpul

dengan tetangga (adaptive distancing), ibu kurang mampu bersenda gurau dengan

keluarga dan tetangga (humor).

Ibu kurang mampu memikirkan rencana masa depannya seperti melamar

pekerjaan dan mengatur waktu dengan anak-anak di rumah (goal direction,

achievement, and educational aspirations), ibu kurang mampu untuk memikirkan

seperti membuka usaha kecil di rumah (special interest, creativity, and

imagination), ibu kurang mampu untuk meningkatkan harapan positif dengan

(27)

(optimism and hope), ibu kurang mampu untuk meningkatkan kehidupan spiritual

dengan mengikuti berbagai kegiatan agama, ibu kurang menjalankan ritual

keagamaan di rumah maupun diluar rumah (faith, spirituality, and sense of

meaning). Hal-hal tersebut diatas dapat mempengaruhi ibu untuk menjadi individu

yang tidak resilient.

Ibu yang menghayati bahwa mereka memperoleh kepercayaan dari

keluarga, teman, dan komunitas, maka akan terpenuhi kebutuhan respect. Apabila

kebutuhan tersebut terpenuhi ibu akan terdukung untuk : dapat menceritakan

perasaan ketika ditanya oleh keluarga atau kerabat , mulai mampu untuk lebih

terbuka dan berdiskusi dengan keluarga atau kerabat mengenai masalah yang

sedang dihadapi (communication), ibu menghayati bahwa dirinya mampu untuk

mengerti perasaan orang lain dan peka terhadap permasalahan yang dihadapi oleh

orang lain (empathy and caring), ibu dapat memberikan kepedulian secara timbal

balik kepada keluarga dan tetangga ketika menghadapi masalah (compassion and

altruism).

Ibu dapat memikirkan saran yang diberikan oleh keluarga dan kerabat

dalam merencanakan masa depan (planning), ibu dapat mempertimbangkan

nasehat dari keluarga dan kerabat untuk melakukan berbagai cara untuk

mengurangi kekerasan (flexibility), ibu dapat fleksibel untuk meminta bantuan

kepada keluarga dan tetangga seperti menelepon di waktu malam hari untuk

meminta pertolongan (resourcefulness). Dapat memberanikan diri ibu untuk

(28)

Universitas Kristen Maranatha seperti mengambil hal positif dari masalah yang dialami (insight). Dapat membuat

ibu mengendalikan diri untuk kuat dalam menghadapi masalah yang dialami

(internal locus of control).

Ibu merasa percaya diri dalam menghadapi masalah seperti mengingat

kembali pesan positif yang disampaikan oleh keluarga dan kerabat mengenai

dirinya (self efficacy and mastery). Ibu dapat mendapatkan kesempatan untuk

bekerja seperti mendapatkan penawaran dari keluarga atau kerabat (goal

direction, achievement motivation, and educational aspirations). Ibu dapat

mengaktualisasi diri seperti percaya bahwa dapat melewati masalah yang sedang

dihadapi (optimism and hope). Hal-hal tersebut diatas dapat mempengaruhi ibu

untuk menjadi individu yang resilient.

Ibu yang kurang menghayati bahwa mereka memperoleh kepercayaan dari

keluarga, teman, dan komunitas, maka akan kurang terpenuhi kebutuhan respect.

Apabila kebutuhan tersebut kurang terpenuhi ibu kurang mampu berperilaku yang

dapat menimbulkan : kurang dapat menceritakan perasaan ketika ditanya oleh

keluarga atau kerabat, kurang mampu untuk lebih terbuka dan kurang mampu

berdiskusi dengan keluarga atau kerabat mengenai masalah yang sedang dihadapi

(communication), ibu menghayati bahwa dirinya kurang mampu untuk mengerti

perasaan orang lain dan kurang peka terhadap permasalahan yang dihadapi oleh

orang lain (empathy and caring), ibu kurang dapat memberikan kepedulian secara

timbal balik kepada keluarga dan tetangga ketika menghadapi masalah

(29)

Ibu kurang dapat memikirkan saran yang diberikan oleh keluarga dan

kerabat dalam merencanakan masa depan (planning), kurang dapat

mempertimbangkan nasehat dari keluarga dan kerabat untuk melakukan

melakukan berbagai cara untuk mengurangi kekerasan (flexibility), kurang

fleksibel untuk meminta bantuan kepada keluarga dan tetangga seperti menelepon

di waktu malam hari untuk meminta pertolongan (resourcefulness). Kurang dapat

memberanikan diri ibu untuk berkata tidak kepada pelaku kekerasan (critical

thinking). Kurang dapat menjadi pelajaran seperti kurang mengambil hal positif

dari masalah yang dialami (insight). Kurang dapat membuat ibu mengendalikan

diri dalam menghadapi masalah yang dialami (internal locus of control).

Ibu merasa kurang percaya diri dalam menghadapi masalah seperti kurang

mengingat kembali pesan positif yang disampaikan oleh keluarga dan kerabat

mengenai dirinya (self efficacy and mastery).

Ibu kurang dapat mendapatkan kesempatan untuk bekerja seperti

mendapatkan penawaran dari keluarga atau kerabat (goal direction, achievement

motivation, and educational aspirations), ibu kurang dapat mengaktualisasi diri

seperti percaya bahwa dapat melewati masalah yang sedang dihadapi (optimism

and hope). Hal-hal tersebut diatas dapat mempengaruhi ibu untuk menjadi

individu yang tidak resilient.

Ibu yang menghayati bahwa mereka memperoleh kesempatan untuk

melakukan suatu kegiatan dari keluarga, teman, dan komunitas, maka akan

(30)

Universitas Kristen Maranatha tersebut terpenuhi, ibu mampu berperilaku yang dapat menimbulkan mampu

untuk merencanakan langkah-langkah untuk mendapatkan kehidupan yang lebih

baik seperti tidak menyia-nyiakan lapangan pekerjaan yang diberikan (planning),

dapat membantu ibu untuk mendapatkan lingkungan yang luas sehingga akan

mempunyai banyak kerabat yang dapat menolong dalam masalah kekerasan yang

ibu alami seperti ibu meminta pertolongan kepada kerabat lain (resourcefulness).

Dapat membantu ibu untuk memikirkan cara memenuhi kebutuhan

sehari-hari seperti menerima lapangan pekerjaan walaupun tidak sesuai dengan yang ibu

inginkan (autonomy), dapat membuat ibu merasa berharga karena diterima oleh

lingkungan seperti mendapatkan perhatian lebih dari lingkungan tersebut (positive

identity), dapat membuat ibu mengalihkan pikiran-pikiran negatif seperti memiliki

kegiatan-kegiatan yang positif (internal locus of control), ibu mampu menghayati

bahwa ibu mampu melakukan suatu kegiatan meskipun sedang berada dalam

tekanan (self awareness).

Dapat membantu ibu untuk mengikuti kursus (special interest, creativity,

and imagination), ibu berdoa dan mengucap syukur bahwa ibu masih diberikan

jalan oleh tuhan melalui orang lain untuk membantu ibu memperoleh kesempatan

mengikuti kegiatan- kegiatan positif (optimism and hope). Hal-hal tersebut diatas

dapat mempengaruhi ibu untuk menjadi individu yang resilient.

Ibu yang menghayati bahwa mereka kurang memperoleh kesempatan

untuk melakukan suatu kegiatan dari keluarga, teman, dan komunitas, maka akan

(31)

kebutuhan tersebut kurang terpenuhi maka ibu kurang mampu berperilaku yang

dapat menimbulkan mampu untuk : ibu kurang dapat merencanakan

langkah-langkah untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik seperti menyia-nyiakan

lapangan pekerjaan yang diberikan (planning), kurang dapat membantu ibu untuk

mendapatkan lingkungan yang luas sehingga kurang mendapatkan banyak kerabat

yang dapat menolong dalam masalah kekerasan yang ibu alami seperti ibu kurang

berani meminta pertolongan kepada kerabat lain (resourcefulness).

Kurang dapat membantu ibu untuk memikirkan cara memenuhi

kebutuhan sehari-hari seperti menolak lapangan pekerjaan yang tidak sesuai

dengan yang ibu inginkan (autonomy), kurang dapat membuat ibu merasa

berharga karena kurang diterima oleh lingkungan seperti kurang mendapatkan

perhatian lebih dari lingkungan tersebut (positive identity), kurang dapat membuat

ibu mengalihkan pikiran-pikiran negatif seperti menghindari kegiatan-kegiatan

yang positif (internal locus of control), ibu kurang mampu menghayati bahwa ibu

mampu melakukan suatu kegiatan meskipun sedang berada dalam tekanan (self

awareness and mindfulness).

Kurang dapat membantu ibu untuk mengikuti kursus (special interest,

creativity, and imagination), ibu kurang mengucap syukur kepada tuhan bahwa

ibu masih diberikan jalan oleh tuhan melalui orang lain untuk membantu ibu

memperoleh kesempatan mengikuti kegiatan- kegiatan positif (optimism and

hope). Hal-hal tersebut diatas dapat mempengaruhi ibu untuk menjadi individu

(32)

Universitas Kristen Maranatha berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat dibuat bagan sebagai berikut :

Skema 1.1 Kerangka pikir

1.6 Asumsi

1. Wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga di kota Bandung

memiliki dinamika resiliency yang berbeda terlihat melalui social competence,

problem solving, autonomy, sense of purpose and bright future.

2. Wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga di kota Bandung

yang menghayati protective factors akan terdukung dalam social competence,

problem solving, autonomy, sense of purpose and bright future.

(33)

3. Wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga di kota Bandung

yang kurang menghayati protective factors akan kurang terdukung dalam social

(34)

102

Universitas Kristen Maranatha KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

S menghayati bahwa protective factors yang paling besar didapatkan dari

keluarga yaitu adik, kakak, dan teman-temannya berikut konselor.

Protective factors yang terbesar dalam diri S adalah caring relationship

dan opportunities to participate and contribution. Meskipun demikian S

masih mendapatkan high expectation dari lingkungannya. Ketiga hal ini

menunjang S untuk memiliki resiliency yang baik, namun demikian dalam

kemampuan forgiveness S kurang mampu memaafkan pihak keluarga

suaminya.

H menghayati bahwa protective factors yang paling besar didapatkan dari

anak, tetangga. Protective factors yang terbesar dalam diri H adalah caring

relationship. Meskipun demikian High expectation dan Opportunities to

participate and contribution yang dimiliki H kurang dapat menunjang

kemampuan resiliency H dalam problem solving dan autonomy. Ketiga hal

ini kurang menunjang S untuk memiliki resiliency yang baik. Dalam

problem solving H kurang mampu untuk mencari alternatif solusi untuk

menyelesaikan masalah dan H pun kurang mampu mendayagunakan

bantuan orang lain. S kurang memiliki identitas positif karena merasa

minder dan masih mempertanyakan Tuhan mengapa diri H mengalami

(35)

5.2 Saran

5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan

1. Dalam penelitian ini yang diteliti adalah protective factors dan

aspek-aspek resiliency. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti

lebih lanjut dinamika gambaran antar aspek resiliency dan protective

factors guna memperoleh gambaran resiliency yang lebih utuh.

5.2.2 Saran Kegunaan Praktis

1. Disarankan bagi S untuk mampu mempertahankan perilakunya yang

berorientasi pada pemecahan masalah, kemandirian, optimisme,

berorientasi pada tujuan dan mampu untuk lebih memaafkan pihak yang

menyakiti dirinya.

2. Disarankan bagi H untuk mampu mempertahankan relasi hubungan yang

hangat dengan lingkungan dan mengembangkan dalam pemecahan

masalah, kemandirian, dan dalam menentukan tujuan yang lebih mengarah

(36)

Universitas Kristen Maranatha Babbie, Earl. 2010. The Practice of Social Research (12th ed.). Wadsworth:

Cengange Learning.

Benard, Bonnie. 2004. Resiliency : What We have Learned. San Fransisco: WestEd.

Elo, S dan Kyngas, H. 2007. The Qualitative Content Analysis Process. Finland: University of Oulu.

Fitria, Ayuningtyas. 2010. Studi Kasus mengenai Self-Esteem Pada Istri yang Pernah mengalami Kekerasan dalam Rumah Tangga di Kota Bandung. Universitas Kristen Maranatha.

Padget, D. K. 1998. Qualitative methods in social work research: challenge and reward. USA: Sage Publications.

Santrock, John W. 2002. Life Span development, Jilid II. Jakarta: Erlangga.

(37)

Akibat Penyiksaan Suaminya. Diunduh dari http//www.antaranews.com pada tanggal 4 Oktober 2012.

Pikiran Rakyat. Kekerasan Kepada Yeni Dikarenakan Kekerasan Yang Dilakukan Oleh Suaminya. Diunduh dari http//www.pikiran rakyat online.com pada tanggal 4 Oktober 2012).

Subekti, SH. Prof. Undang-Undangperkawinan NO 1 tahun 1974. (Online)

Surya, 2010. Artikel Mengenai Pernikahan. Diunduh dari http://blog.iqbalir.com pada tanggal 4 Oktober 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Dahulu kewirausahaan dianggap hanya dapat dilakukan melalui pengalaman lang- sung di lapangan dan merupakan bakat yang dibawa sejak lahir ( entrepreneurship are

Gejala-gejala tersebut telah dipelajari sebelumnya oleh Newton sehingga menghasilkan Hukum II Newton, yang menyatakan bahwa jika resultan gaya yang bekerja pada suatu benda

Writing is considered as a means of communication. It involves a complex process where people have to use certain grammatical rules in organizing facts. It also tends to involve

 Melakukan perlombaan atletik lompat tinggi dengan meng- gunakan peraturan yang dimodifikasi untuk menumbuh- kan dan membina nilai-nilai kerjasama,

Keluarga , bahwa bukan hanya sekedar suatu ikatan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk hidup bersama dalam bentuk rumah tangga atau keluarga

Hasil analisis data penelitian dengan tehnik statistik chi square pada taraf signifikan 5 % dan derajat kebebasan (d.k) 1 menunjukkan bahwa X 2 lebih besar dari X tabel

Pemberitaan dalam kasus Penelitian Jokowi dalam Bingkai Media : Jokowi Dalam Bingkai Media : Analisis Framing Berita Program Kerja Jokowi Khususnya Pada

Pada tabel 1 dapat diketahui pengetahuan masyarakat terhadap pemanfaatan kulit buah naga untuk pembuatan yoghurt dari kulit buah naga dan potensi pengembangannya