BIRO
ANALISA
ANGGARAN DAN
PELAKSANAAN
APBN
– SETJEN DPR
RI
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 1
Subsidi BBM pada APBN
Komposisi Subsidi pada APBN
Subsidi BBM selalu menjadi issue yang menarik perhatian jika dikaitkan dengan total beban subsidi pada APBN. Hal tersebut dikarenakan subsidi BBM memberikan kontribusi terbesar dibandingkan dengan jenis subsidi yang lain pada postur APBN.
Grafik berikut menjelaskan bahwa sejak tahun 2005 hingga saat ini, share subsidi BBM selalu menjadi yang terbesar dari semua jenis subsidi baik pada APBN Induk, APBN Perubahan maupun LKPP.
Bahkan share subsidi BBM terhadap total subsidi pada LKPP selalu di atas 50% kecuali pada tahun 2009 dan 2010.
61%
79% 79%
68%
60% 60% 60%
53% 56%
47%
54%51%
35% 33% 33%
44% 44% 43%
51%55%59%
-50%
0%
50%
100%
0 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000
APBN APBN II LKPP APBN APBN-P LKPP APBN APBN-P LKPP APBN APBN-P LKPP APBN APBN-P LKPP APBN APBN-P LKPP APBN APBN-P APBN
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
miliar rupiah
Komposisi Subsidi pada APBN
Subsidi Lainnya Subsidi Kedelai Subsidi Pajak Subsidi Minyak Goreng Kredit Program PSO Subsidi Benih Subsidi Pupuk Subsidi Pangan Subsidi Listrik Subsidi BBM Persentase Subsidi BBM thd Total Subsidi
Sumber: NK APBN dan LKPP tahun terkait (data diolah)
Perkembangan Subsidi BBM pada APBN
0 40 80 120 160
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
triliun rupiah
Perkembangan Subsidi BBM (2001-2012)
APBN APBN-P LKPP/Realisasi
BIRO
ANALISA
ANGGARAN DAN
PELAKSANAAN
APBN
– SETJEN DPR
RI
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 2
Sumber: NK APBN dan LKPP tahun terkait (data diolah)
Grafik Perkembangan Subsidi BBM di atas menjelaskan bahwa sejak tahun 2001 hingga saat ini besaran Subsidi BBM selalu mengalami fluktuasi dan sejak 2009 trendnya menunjukkan kenaikan.
Pada tahun 2008 dan 2011 realisasi subsidi BBM telah melampui angka 100 triliun rupiah, dan pada tahun 2012 ini subsidi BBM juga diperkirakan akan lebih dari 100 triliun rupiah.
Berdasarkan Tabel Perkembangan Subsidi BBM (2001-2012) di bawah, perubahan jumlah subsidi BBM dari APBN ke APBN-P atau dari APBN-P ke LKPP/Realisasi sejak tahun 2003 hingga 2011 memperlihatkan trend kenaikan yang sangat signifikan, kecuali pada tahun 2009 dan 2010 yang menurun, seperti pada tahun 2004 dengan perubahan sebesar 408% dan tahun 2007 sebesar 151%.
Hal ini menunjukkan perencanaan dalam menentukan besaran subsidi BBM kurang akurat, yang bisa disebabkan oleh banyak faktor, baik eksternal maupun internal pemerintah.
Tabel Perkembangan Subsidi BBM (2001-2012)
triliun rupiah
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 APBN 68,4 30,4 13,2 14,5 19,0 54,3 61,8 45,8 57,6 68,7 95,9 123,6 APBN-P 68,4 31,2 24,5 59,2 76,5 64,2 55,6 126,8 52,4 88,9 129,7 LKPP/Realisasi n/a 31,2 30,0 n/a 95,6 64,2 83,8 139,1 45,0 82,4 n/a Growth 0% 100% 122% 408% 125% 100% 151% 110% 86% 93% 135%
Sumber: NK APBN dan LKPP tahun terkait (data diolah)
Persentase Subsidi BBM terhadap Belanja Negara dan Belanja Pemerintah Pusat
20%19%
9% 10%10%
4%
6% 8%
4%
14%
5%
14%
19%
8% 9%10%
8% 7%
11%
5%
13%14%
6% 5% 5% 7%8% 8% 8%
10%9%
0%
10%
20%
30%
0 200 400 600 800 1.000 1.200 1.400 1.600
APBN-Penyesuaian APBN-P APBN Realisasi PAN APBN APBN-P PAN APBN APBN-P APBN APBN II LKPP APBN APBN-P LKPP APBN APBN-P LKPP APBN APBN-P LKPP APBN APBN-P LKPP APBN APBN-P LKPP APBN APBN-P APBN
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
triliun rupiah
Subsidi BBM vs. Belanja Negara
Belanja Pemerintah Pusat Subsidi BBM Persentase Subsidi BBM thd Belanja Negara
Sumber: NK APBN dan LKPP tahun terkait (data diolah)
BIRO
ANALISA
ANGGARAN DAN
PELAKSANAAN
APBN
– SETJEN DPR
RI
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 3 Berdasarkan grafik di atas, trend persentase subsidi BBM terhadap APBN, yang dalam hal ini dicerminkan oleh Belanja Negara, sejak tahun 2001 hingga 2012 mengalami fluktuasi, di mana pada APBN-P 2001 persentasenya sebesar 19% dan pada APBN 2012 sebesar 9%. Hal ini terjadi karena pertumbuhan Belanja Negara yang lebih dari 4 kali lipat pada APBN 2012 dibandingkan APBN-P 2001, sementara perkembangan subsidi BBM pada 2012 hanya hampir 2 kali lebih besar daripada subsidi BBM pada tahun 2001.
Pada tahun LKPP 2005 persentase subsidi BBM terhadap Belanja Negara juga mencapai angka yang cukup tinggi, yaitu 19%, yang disebabkan oleh peningkatan subsidi BBM yang cukup signifikan yaitu dari 76,5 triliun rupiah pada APBN II 2005 menjadi 95,6 triliun pada LKPP 2005, sementara Belanja Negara justru mengalami penurunan dari 565,1 triliun rupiah menjadi 509,6 triliun rupiah.
Sejak tahun 2009 hingga 2012 persentase subsidi BBM terhadap Belanja Negara bekisar di bawah angka 10% dengan trend kenaikan yang landai. Kecenderungan ini mencerminkan bahwa kenaikan jumlah subsidi BBM tidak sampai membuat guncangan yang berlebihan terhadap APBN.
Hal senada juga ditunjukkan oleh trend presentase subsidi BBM terhadap Belanja Pemerintah Pusat seperti grafik di bawah , dimana sejak tahun 2001 hingga 2008, terjadi fluktuasi yang besar terhadap persentase tersebut, bahkan hingga mencapai angka 26% pada LKPP 2005. Sedangkan pada tahun 2009 hingga 2012 presentase subsidi BBM terhadap Belanja Pemerintah Pusat memperlihatkan trend kenaikan yang landai.
26%25%
12%14%14%
5%
9%
12%
6%
20%
7%
19%
26%
13%13%
15%
12%11%
17%
8%
18%
20%
8% 8% 7% 9%
11%12%11%
14%13%
0%
10%
20%
30%
0 200 400 600 800 1.000 1.200
APBN-Penyesuaian APBN-P APBN Realisasi PAN APBN APBN-P PAN APBN APBN-P APBN APBN II LKPP APBN APBN-P LKPP APBN APBN-P LKPP APBN APBN-P LKPP APBN APBN-P LKPP APBN APBN-P LKPP APBN APBN-P APBN
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
triliun rupiah
Subsidi BBM vs. Belanja Pemerintah Pusat
Belanja Pemerintah Pusat Subsidi BBM Persentase Subsidi BBM thd Belanja Pemerintah Pusat
Sumber: NK APBN dan LKPP tahun terkait (data diolah)
BBM Bersubsidi
Dari tiga jenis Bahan Bakar Minyak yang disubsidi oleh Pemerintah, Premium merupakan jenis BBM yang paling besar mendapatkan subsidi dalam volume subsidi. Berdasarkan APBN 2012, Volume
BIRO
ANALISA
ANGGARAN DAN
PELAKSANAAN
APBN
– SETJEN DPR
RI
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 4 subsidi untuk Premium, Solar dan Minyak Tanah berturut-turut adalah 24.410 ribu kl, 13.890 ribu kl dan 1.700 ribu kl.
Berdasarkan grafik-grafik di bawah, trend konsumsi Premium mengalami kenaikan yang signifikan, yaitu dari 101.867 ribu barel pada tahun 2005 menjadi 148.575 ribu barel pada tahun 2010. Demikian juga dengan trend impor yang mengalami kenaikan dari 39.009 ribu barel pada tahun 2005 menjadi 78.226 ribu barel pada tahun 2010 dan bahkan mencapai 86.246 ribu barel pada tahun 2011.
Sedangkan trend produksi BBM justru kenaikannya tidak signifikan, yaitu dari 71.013 ribu barel pada tahun 2005 menjadi 77.174 ribu barel pada tahun 2010, sehingga pada tahun 2010 jumlah impor Premium telah melampaui jumlah produksi BBM. Hal ini jelas menunjukkan bahwa ketergantungan pada BBM impor semakin tinggi, yang tentunya membawa konsekuensi pada meningkatnya besaran subsidi BBM, dikarenakan BBM impor sangat dipengaruhi oleh nilai tukar dan harga minyak internasional.
Sementara untuk Solar, trend konsumsi tidak mengalami kenaikan yang signifikan, demikian juga dengan trend produksinya. Sedangkan trend impornya justru mengalami penurunan. Hal ini menguntungkan karena pengaruh nilai tukar dan harga minyak internasional menjadi tidak begitu signifikan.
Sejalan dengan program pengalihan dari minyak tanah ke LPG 3kg, trend konsumsi dan produksi minyak tanah mengalami penurunan yang signifikan. Bahkan impor minyak tanah sejak tahun 2009 tidak lagi dilakukan.
0 40.000 80.000 120.000 160.000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011*
Ribu Barel
Premium
Produksi Impor Konsumsi
BIRO
ANALISA
ANGGARAN DAN
PELAKSANAAN
APBN
– SETJEN DPR
RI
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 5 0
40.000 80.000 120.000 160.000 200.000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011*
Ribu Barel
Solar
Produksi Impor Konsumsi
0 20.000 40.000 60.000 80.000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011*
Ribu Barel
Minyak Tanah
Produksi Impor Konsumsi
Sumber : Data Kementerian ESDM (data diolah)
Penyusun: Jeffry Simorangkir