• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBUGARAN LULANGAN (Eleusine indica (L.) Gaertn) BIOTIP RESISTEN- DAN SENSITIF -PARAKUAT TESIS OLEH: BEATRIX SOFRANES NAPITUPULU /MAET

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBUGARAN LULANGAN (Eleusine indica (L.) Gaertn) BIOTIP RESISTEN- DAN SENSITIF -PARAKUAT TESIS OLEH: BEATRIX SOFRANES NAPITUPULU /MAET"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

KEBUGARAN LULANGAN (Eleusine indica (L.) Gaertn) BIOTIP RESISTEN- DAN SENSITIF -PARAKUAT

TESIS

OLEH:

BEATRIX SOFRANES NAPITUPULU 177001032/MAET

PROGRAM MAGISTER AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KEBUGARAN LULANGAN (Eleusine indica (L.) Gaertn) BIOTIP RESISTEN- DAN SENSITIF -PARAKUAT

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Memperoleh Gelar Master dalam Program Magister Agroteknologi Pada Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Oleh

BEATRIX SOFRANES NAPITUPULU 177001032/MAET

PROGRAM MAGISTER AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 10 Februari 2021

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Ir. Edison Purba, PhD Anggota : 1. Dr. Ir. Mukhlis, M.Si

2. Dr. Ir. Yaya Hasanah, M.Si 3. Dr. Nini Rahmawati, SP., M.Si 4. Dr. Ir. Marheni, MP.

(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(6)

KEBUGARAN LULANGAN (Eleusine indica (L.) Gaertn) BIOTIP RESISTEN- DAN SENSITIF -PARAKUAT

ABSTRAK

Beatrix Sofranes Napitupulu, Kebugaran Lulangan (Eleusine indica (L.) Gaertn) Biotip Resisten- dan Sensitif -Parakuat dibimbing oleh Prof. Ir. Edison Purba, Ph.D dan Dr. Ir. Mukhlis, M.Si.

Eleusine indica merupakan salah satu gulma biotip semusim yang cukup berpengaruh negatif yang biasa ditemukan di lahan pertanian dan lahan umum.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebugaran biotip belulang (Eleusine indica L.) biotip resisten-parakuat dari pertanaman kelapa sawit di Kebun Adolina PTPN IV dengan E. indica sensitif-parakuat jika ditanam secara berkompetisi.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Sunggal, Medan. Bibit E. indica biotip resisten-parakuat dikumpulkan dari perkebunan kelapa sawit di Deli Serdang dan terbukti tahan herbisida paraquat sedangkan biotip sensitif-parakuat diambil dari lapangan dekat kampus Universitas Sumatera Utara yang tidak pernah terpapar herbisida parakuat. Kedua biotip tersebut ditanam dengan proporsi 100 R: 0 S, 75 R: 25 S, 50 R: 50 S, 25 R: 75 S, dan 0 R: 100 S dengan empat ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biotip resisten-parakuat memiliki kebugaran yang lebih kuat dibandingkan dengan biotip sensitif-parakuat.

Kata kunci : Eleusine indica, uji kebugaran, biotip resisten-parakuat, biotip sensitif-parakuat

(7)

ii

Fitness Cost of Goosegrass (Eleusine indica (L.) Gaertn) Resistant- and Sensitive -Paraquat Biotypes

ABSTRACT

Beatrix Sofranes Napitupulu, Fitness cost of goosegrass (Eleusine indica (L.) Gaertn) of resistant- and sensitive -paraquat biotypes, supervised by Prof. Ir.

Edison Purba, Ph.D and Dr. Ir. Mukhlis, M.Si.

Goosegrass (E. indica) is one of annual grassy weeds that has significantly negative effects which commonly found in agriculture fields and public field. This study aims to analyze the fitness of parakuat-resistant grasses of goosegrass collected from oil palm plantation in PTPN IV Adolina with susceptible grasses when grown competitively. This research was conducted in Medan Sunggal subdistrict, Medan. Seeds of paraquat-resistant grasses of Eleusine indica were collected from an oil palm plantation in Deli Serdang and proven to be resistant to the paraquat herbicide, while the susceptible-paraquat grasses was taken from a field near campus of Universitas Sumatera Utara which never been exposed to paraquat herbicide. Both grasses were planted with proportions of 100 R: 0 S, 75 R: 25 S, 50 R: 50 S, 25 R: 75 S, and 0 R: 100 S with four replications. The result showed that fitness of paraquat-resistant grasses were stronger than that of the susceptible-paraquat grasses.

Keywords: Eleusine indica, fitness cost, paraquat resistant grasses, paraquat sensitive grasses

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(8)

RIWAYAT HIDUP

Beatrix Sofranes Napitupulu, dilahirkan di Medan pada tanggal 29 Agustus 1995 dari ayahanda Humala Napitupulu dan ibunda Rosita Sipayung.

Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara.

Pada tahun 2013 penulis lulus dari SMA Swasta Methodist 1 Medan dan melanjutkan Pendidikan S1 melalui jalur tes tertulis Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan serta lulus tahun 2017 dengan IPK 3,51. Pada tahun 2017, penulis melanjutkan studi S2 di Program Magister Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Selama kuliah S1, penulis menjadi asisten di Laboratorium Dasar Agronomi T. A. 2015/2016 s.d. 2016/2017, Laboratorium Teknologi Budidaya Tanaman Hortikultura T. A. 2016/2017, Laboratorium Dasar Hortikultura T. A.

2016/2017. Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT Tolan Tiga Indonesia Kebun SIPEF Estate dari Juli sampai Agustus 2016. Penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada tahun 2014- 2016.

Pada saat kuliah S2, penulis mendapatkan pendanaan penelitian dari KEMENRISTEK DIKTI pada program DRPM dengan skema Penelitian Tesis Magister dan mengikuti seminar International Conference on 2nd SRICOENV 2020 Conference pada tahun 2020 sebagai Oral Presenter.

(9)

iv

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan uji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, Penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Ir. Hasanuddin, MS., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Ir. Edison Purba, Ph.D selaku Ketua Program Pascasarjana, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Ir. Edison Purba, Ph.D selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Mukhlis, M.Si., selaku anggota komisi pembimbing yang telah

meluangkan waktu dalam membimbing, memberikan saran dan kritik serta berbagai masukan selama penulisan tesis ini.

5. Ibu Dr. Ir. Marheni, MP., selaku Sekretaris Program Magister Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

6. Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan dukungan doa, tenaga, materi, dan moral selama proses penelitian dan penulisan tesis ini.

7. Semua Bapak dan Ibu Dosen, Pegawai dan teman yang telah berkontribusi dalam kelancaran studi dan penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan Penulis, semoga tesis dapat ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Februari 2021

Penulis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(10)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

DAFTAR TABEL... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Eleusine indica L. Gaertn ... 6

Resistensi Herbisida ... 6

Kebugaran E. indica L. Gaertn ... 9

Manajemen Populasi Gulma Resisten ... 11

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

Pelaksanaan Penelitian... 13

Pengadaan Biji ... 13

Persiapan Lahan dan Media ... 13

Persemaian ... 14

Penanaman ... 15

Pemeliharaan Tanaman ... 16

Penyiraman ... 16

Penyiangan ... 16

Pengamatan Parameter ... 16

Jumlah Anakan per Rumpun ... 16

Jumlah Anakan Produktif ... 17

Waktu Berbunga ... 17

Jumlah Malai per Rumpun ... 17

Jumlah Biji per Rumpun ... 17

Bobot Kering ... 18

Metode Penelitian ... 18

(11)

vi HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 19

Jumlah Anakan per Rumpun ... 20

Jumlah Anakan Produktif ... 20

Waktu Berbunga ... 21

Jumlah Malai per Rumpun ... 22

Jumlah Biji per Rumpun ... 23

Bobot Kering ... 24

Pembahasan ... 24

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

LAMPIRAN ... 32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

Lampiran 1. Bagan Penelitian ... 32 Lampiran 2. Bagan Penanaman Perlakuan 100% Biotip Resisten : 0%

Biotip Sensitif ... 33 Lampiran 3. Bagan Penanaman Perlakuan 75% Biotip Resisten : 25%

Biotip Sensitif ... 34 Lampiran 4. Bagan Penanaman Perlakuan 50% Biotip Resisten : 50%

Biotip Sensitif ... 35 Lampiran 5. Bagan Penanaman Perlakuan 25% Biotip Resisten : 75%

Biotip Sensitif ... 36 Lampiran 6. Bagan Penanaman Perlakuan 0% Biotip Resisten : 100%

Biotip Sensitif ... 37 Lampiran 7. Data pengamatan jumlah anakan per rumpun E. indica

biotip resisten-parakuat dan sensitif-parakuat ... 38 Lampiran 8. Uji t jumlah anakan per rumpun E. indica biotip

resisten-parakuat dan sensitif-parakuat ... 38 Lampiran 9. Data pengamatan jumlah anakan produktif E. indica

biotip resisten-parakuat dan sensitif-parakuat ... 38 Lampiran 10. Uji t jumlah anakan produktif E. indica biotip

resisten-parakuat dan sensitif parakuat ... 39 Lampiran 11. Data pengamatan waktu berbunga (HSPT) E. indica biotip

resisten-parakuat dan sensitif-parakuat ... 39 Lampiran 12. Uji t waktu berbunga (HSPT) E. indica biotip

resisten-parakuat dan sensitif-parakuat ... 39 Lampiran 13. Data pengamatan jumlah malai per rumpun E. indica biotip

resisten-parakuat dan sensitif-parakuat ... 40 Lampiran 14. Uji t jumlah malai per rumpun E. indica biotip

resisten-parakuat dan sensitif-parakuat ... 40 Lampiran 15. Data pengamatan jumlah biji per rumpun (biji) E. indica

biotip resisten-parakuat dan sensitif-parakuat ... 40

(13)

viii

Lampiran 16. Uji t jumlah biji per rumpun (biji) E. indica biotip

resisten-parakuat dan sensitif-parakuat ... 41 Lampiran 17. Data pengamatan bobot kering (g) E. indica biotip

resisten-parakuat dan sensitif-parakuat ... 41 Lampiran. 18. Uji t bobot kering (g) E. indica biotip resisten-parakuat dan

sensitif-parakuat ... 41 Lampiran 19. Data jumlah anakan per rumpun E. indica biotip

resisten-parakuat ... 42 Lampiran 20. Sidik ragam jumlah anakan per rumpun E. indica biotip

resisten-parakuat ... 42 Lampiran 21. Data jumlah anakan per rumpun E. indica biotip

sensitif-parakuat ... 42 Lampiran 22. Sidik ragam jumlah anakan per rumpun E. indica biotip

sensitif-parakuat ... 42 Lampiran 23. Data jumlah anakan produktif E. indica biotip

resisten-parakuat ... 43 Lampiran 24. Sidik ragam jumlah anakan produktif E. indica biotip

resisten-parakuat ... 43 Lampiran 25. Data jumlah anakan produktif E. indica biotip

sensitif-parakuat ... 43 Lampiran 26. Sidik ragam jumlah anakan produktif E. indica biotip

sensitif-parakuat ... 43 Lampiran 27. Data waktu berbunga E. indica biotip resisten-parakuat ... 44 Lampiran 28. Sidik ragam waktu berbunga E. indica biotip

resisten-parakuat ... 44 Lampiran 29. Data waktu berbunga E. indica biotip sensitif-parakuat... 44 Lampiran 30. Sidik ragam waktu berbunga E. indica biotip

sensitif-parakuat ... 44 Lampiran 31. Data jumlah malai per rumpun E. indica biotip

resisten-parakuat ... 45 Lampiran 32. Sidik ragam jumlah malai per rumpun E. indica biotip

resisten-parakuat ... 45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(14)

Lampiran 33. Data jumlah malai per rumpun E. indica biotip

sensitif-parakuat ... 45 Lampiran 34. Sidik ragam jumlah malai per rumpun E. indica biotip

sensitif-parakuat ... 45 Lampiran 35. Data jumlah biji per rumpun E. indica biotip

resisten-parakuat ... 46 Lampiran 36. Sidik ragam jumlah biji per rumpun E. indica biotip

resisten-parakuat ... 46 Lampiran 37. Data jumlah biji per rumpun E. indica biotip

sensitif-parakuat ... 46 Lampiran 38. Sidik ragam jumlah biji per rumpun E. indica biotip

sensitif-parakuat ... 46 Lampiran 39. Data bobot kering E. imdica biotip resisten-parakuat ... 47 Lampiran 40. Sidik ragam bobot kering E. indica biotip

resisten-parakuat ... 47 Lampiran 41. Data bobot kering E. indica biotip sensitif-parakuat ... 47 Lampiran 42. Sidik ragam bobot kering E. indica biotip

sensitif-parakuat ... 47

(15)

x

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Karakteristik pertumbuhan E. indica biotip resisten-parakuat

pada berbagai proporsi ... 19 Tabel 2. Karakteristik pertumbuhan E. indica biotip sensitif-parakuat

pada berbagai proporsi ... 19 Tabel 3. Jumlah anakan per rumpun (anakan) E. indica biotip

resisten-parakuat dan sensitif-parakuat pada berbagai propors

tumbuhan... 20 Tabel 4. Jumlah anakan produktif (anakan) E. indica biotip

resisten-parakuat dan sensitif-parakuat pada berbagai proporsi

tumbuhan... 21 Tabel 5. Waktu berbunga (HSPT) E. indica biotip resisten-parakuat dan

sensitif-parakuat pada berbagai proporsi tumbuhan ... 22 Tabel 6. Jumlah malai per rumpun (malai) E. indica biotip

resisten-parakuat dan sensitif-parakuat pada berbagai proporsi

tumbuhan... 22 Tabel 7. Jumlah biji per rumpun (biji) E. indica biotip resisten-parakuat

dan sensitif-parakuat pada berbagai proporsi tumbuhan ... 23 Tabel 8. Bobot kering per rumpun (g) E. indica biotip resisten-parakuat

dan sensitif-parakuat pada berbagai proporsi tumbuhan ... 24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Biotip belulang [Eleusine indica (L.) Gaertn.], salah satu jenis gulma yang sangat banyak ditemukan di sebagian besar wilayah dunia, adalah anggota keluarga tumbuhan Poaceae dan merupakan gulma utama di sebagian besar tanaman komersial. Biotip belulang merupakan tanaman semusim dan memiliki siklus pertumbuhan dan perkembangan yang lengkap. Biotip belulang dapat menghasilkan 140.000 biji per tumbuhan pada satu siklus hidupnya (Kerr, 2019).

Keberadaan gulma ini dapat ditemukan hampir di semua pertanaman ataupun budidaya tanaman, termasuk pada areal perkebunan tanaman tahunan seperti kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Keberadaan E. indica cukup mengganggu pada areal produksi pada tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) serta pada areal pembibitannya, khususnya pada main nursery. Sebagai metode pengendalian gulma yang efektif, andal, dan murah, berbagai herbisida telah disintesis dan digunakan untuk mengurangi serangan gulma (Dalimunthe et. al., 2015).

Penggunaan herbisida yang sama secara terus menerus di area pertanaman yang sama pada jenis gulma yang sama kemungkinan akan menyebabkan ada satu individu dari sekian juta individu yang diberi herbisida memiliki gen yang membuat individu tersebut kebal terhadap herbisida tersebut (Villa-Aiub et. al., 2015). Individu yang kebal tersebut tumbuh normal dan menghasilkan generasi yang juga akan tahan terhadap herbisida yang sama pada aplikasi herbisida berikutnya. Demikian seterusnya secara berulang-ulang, setiap pengaplikasian herbisida yang sama akan mematikan individu yang sensitif dan

(17)

2

meninggalkan individu-individu yang resisten. Jumlah individu-individu yang resisten tersebut pada suatu ketika menjadi signifikan dan menyebabkan kegagalan dalam pengendalian (Purba, 2009).

Keberadaan E. indica resisten terhadap herbisida glifosat telah dilaporkan di perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara. Penelitian Lubis dkk. (2012) menyatakan bahwa populasi E. indica dari Kebun Adolina Serdang Bedagai telah resisten terhadap glifosat sebesar 7 kali dibandingkan populasi sensitif. Populasi E. indica yang berasal dari Kebun Adolina Serdang Bedagai terbukti telah

berkembang menjadi resisten ganda terhadap glifosat dan parakuat. Tingkat resistensi ganda terhadap glifosat sebesar 7.5 kali dibandingkan populasi sensitif (Dalimunthe et. al., 2015).

Teknik pengendalian gulma yang umum dilakukan di PTPN IV Kebun Adolina adalah pengendalian manual, yaitu dengan memakai garuk dan pembabatan dan pengendalian kimiawi dengan menggunakan herbisida pada TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) dan TM (Tanaman Menghasilkan).

Dengan cara kimiawi pengendalian gulma pada areal tanaman dilakukan secara menyeluruh, sehingga semua areal disemprot. Hal ini dimaksudkan untuk menekan pertumbuhan gulma pada areal pertanaman. Setelah 26 tahun menggunakan glifosat dan parakuat pada areal kelapa sawit kebun Adolina dilaporkan bahwa glifosat dan parakuat tidak lagi efektif untuk mengendalikan E.

indica. Pada areal kebun sawit Adolina (Afdeling III) yang dikenal juga sebagai

kebun induk, E. indica merupakan gulma yang dominan (Hambali et. al., 2015).

Kebugaran didefenisikan sebagai banyaknya keturunan yang unggul dan subur yang dapat bertumbuh dan berkembang pada generasi berikutnya. Pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(18)

tumbuhan, hal ini menunjukkan bahwa kebugaran hanya dapat diukur dengan mengevaluasi kuantitas dan kualitas benih. Namun, jumlah benih yang dihasilkan bergantung pada pertumbuhan dan kesehatan individu tumbuhan. Hal ini berdasarkan the allocation of source theory yang menyatakan bahwa metabolisme individu memiliki jumlah energi yang terbatas untuk dialokasikan pada pertumbuhan vegetatif dibandingkan generatif dan bahwa setiap energi ekstra dialokasikan untuk kesehatan individu (misalnya jika tumbuhan hidup di lingkungan sub-optimal) akan memberi efek negatif pada kemampuan reproduksinya (Vila-Aiub et. al., 2009).

Kebugaran juga dapat dievaluasi dengan menggunakan pengukuran pertumbuhan dan kesehatan individu. Secara khusus mengenai gulma pertanian, kebugaran didefenisikan sebagai kelangsungan hidup dan keberhasilan reproduksi dalam kondisi lapangan yang secara langsung terkait dengan kemampuan dalam bersaing dan berkompetisi (Menchari et. al., 2007). Oleh karena itu, mengevaluasi sifat-sifat yang terkait dengan kemampuan berkompetisi seperti karakteristik pertumbuhan vegetatif dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tahap pertumbuhan tertentu dapat menunjukkan perbedaan kebugaran relatif (Babineau et. al., 2017).

Pada percobaan sebelumnya, yaitu uji kebugaran E. indica biotip resisten-glifosat dan biotip sensitif-glifosat dapat dilihat bahwa biotip resisten- glifosat lebih fit pertumbuhan dan produksinya dibandingkan dengan biotip sensitif-glifosat. Biotip belulang biotip yang sudah resisten memiliki sifat mempertahankan diri dan segera beradaptasi dengan lingkungan tumbuhnya (Batubara, 2014).

(19)

4

Pada uji kebugaran pada gulma Hordeum leporinum didapatkan perbedaan dalam produksi bobot kering atau jumlah anakan populasi rentan dengan tumbuhan resisten yang diamati ketika tumbuh secara monokultur. Namun terjadi peningkatan jumlah perbungaan di biotip resisten dibandingkan dengan biotip rentan dalam monokultur. Demikian juga dengan produksi dan jumlah anakan tidak berbeda antara kedua biotip ketika ditanam secara campuran.

Sebaliknya, biotipe resisten menghasilkan lebih banyak perbungaan dalam persaingan, sehingga pada perbandingan yang sama biotip resiten menghasilkan 58% dari total jumlah perbungaan dalam plot (Purba et al., 1996).

Pada percobaan sebelumnya, uji kebugaran dimaksudkan untuk meneliti beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan fekunditas dari biotip tahan parakuat dari H. leporinum di lapangan tanpa adanya parakuat. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa biotip tahan tidak memiliki kerugian dari kompetisi dibandingkan dengan biotip yang rentan yang diperoleh dari padang biotip yang berdekatan. Selain itu, tidak ada perbedaan yang diamati pada perkecambahan, produksi benih atau berat biji antara dua biotip. Satu perbedaan yang jelas antara dua biotip adalah pembungaan yang lebih awal dari biotip resisten. Sifat ini diwariskan dari pemakaian parakuat yang terus menerus.

Pembungaan awal dari biotip tahan juga terlihat dalam percobaan kompetisi (Purba et. al., 1996).

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian kebugaran dari biotip resisten-parakuat dan sensitif-parakuat dengan penanaman secara kompetitif. Sehingga hasil penelitian ini dapat digunakan untuk tindak lanjut dalam manajemen populasi E. indica resisten-parakuat pada lahan perkebunan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(20)

Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan apakah kebugaran biotip belulang (Eleusine indica L.) biotip resisten-parakuat dari pertanaman kelapa sawit di Kebun Adolina PTPN IV lebih tinggi, sama, atau lebih rendah dibanding dengan E. indica biotip sensitif-parakuat jika ditanam dalam satu lahan pertanaman.

Hipotesis Penelitian

Ada perbedaan kebugaran biotip belulang pada biotip resisten parakuat yang berasal dari biji koleksi dari Kebun Adolina PTPN IV dibandingkan dengan biotip sensitif parakuat dari areal Kampus USU yang tidak pernah mendapat perlakuan herbisida.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna sebagai dasar untuk teknologi manajemen Eleusine indica L. biotip resisten dan sensitif parakuat, serta sebagai salah satu syarat untuk

mendapat gelar Master di Program Studi Pascasarjana Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(21)

6

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Eleusine indica L. Gaertn.

Tumbuhan E. indica diklasifikasikan dalam Kingdom: Plantae, Divisi:

Trachebionta, Subdivisi: Spermatophyta, Kelas: Liliopsida, Sub Kelas:

Commelinidae, Ordo: Poales, Famili: Poacaeae, Genus: Eleusine, Spesies:

Eleusine indica L. Gaertn (Steenis et. al., 2003).

Biotip ini tumbuh pada tanah yang lembab atau tidak terlalu kering dan terbuka atau sedikit ternaung. Daerah penyebarannya meliputi 0-1600 meter diatas permukaan laut. Pembabatan sukar untuk memberantasnya karena buku-buku batang terutama pada bagian bawah potensial menumbuhkan tunas baru. Aplikasi herbisida baik kontak maupun sistemik umumnya lebih efektif untuk mengendalikannya (Nasution, 1984).

Biotip belulang sangat produktif dan satu tanaman mampu menghasilkan 140.000 biji. Dalam budidaya sayuran dan buah yang intensif, penggunaan herbisida yang berlebihan dengan cara kerja yang sama sering kali menghasilkan lapisan tanah yang didominasi murni oleh biotip belulang. Setelah gulma tumbuh baik, gulma sulit untuk dikelola. Dalam upayanya sudah putus asa untuk mengendalikan gulma, petani sering mengandalkan penggunaan herbisida intensif

dengan sebanyak enam hingga delapan putaran semprotan per tahun (Lee and Jeremy, 2000).

Resisten Herbisida

Resistensi herbisida adalah kemampuan alami yang dapat diwariskan dari beberapa biotip gulma dalam populasi gulma tertentu untuk bertahan hidup dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(22)

aplikasi herbisida yang seharusnya dalam kondisi penggunaan normal, secara efektif mengendalikan populasi gulma (HRAC, 2015).

Salah satu faktor penting dalam evolusi resistensi herbisida adalah intensitas pemilihan herbisida, yang penentu utamanya adalah tingkat penggunaan herbisida (misal G/ha). Herbisida, ketika digunakan pada tahap pertumbuhan tanaman yang benar dan pada tingkat label terdaftar, menyebabkan kematian yang sangat tinggi. Namun, ada situasi di mana herbisida digunakan pada tingkat yang tidak selalu menyebabkan kematian gulma yang tinggi (Manalil et al., 2011).

Resistensi gulma merupakan dampak lingkungan yang irreversible yang dapat mengakibatkan peningkatan biaya pengendalam secara kimia, hasil tanaman yang terus menurun serta berkurangnya jumlah herbisida alternatif (Purba, 2009).

Ada banyak faktor biologis, genetik, herbisida dan operasional yang mendorong dinamika evolusi resistensi herbisida pada spesies gulma. Di sini kita prihatin dengan pengaruh tingkat penggunaan herbisida (intensitas seleksi) pada dinamika evolusi resistensi. Jelas bahwa tingkat penggunaan herbisida akan mempengaruhi persentase kematian populasi tanaman yang ditargetkan. Pada tingkat penggunaan herbisida yang tinggi akan terdapat mortalitas gulma yang sangat tinggi (95-100%) dan dengan demikian tingkat herbisida yang resmi dan terdaftar, ketika diterapkan dengan benar pada tahap pertumbuhan gulma yang tepat, menyebabkan mortalitas gulma yang sangat tinggi. Sebaliknya, jika diterapkan pada tingkat yang lebih rendah, akan ada lebih banyak penyintas gulma. Tingkat herbisida terdaftar resmi dapat bervariasi dari satu negara ke negara dan ada contoh dalam pertanian global di mana herbisida digunakan pada tingkat yang lebih rendah. Pada tingkat yang lebih rendah, sementara mayoritas

(23)

8

populasi sasaran gulma terbunuh, ada persentase populasi yang bertahan dan terus menghasilkan benih yang tahan herbisida. Dipercaya secara luas bahwa penggunaan tingkat herbisida yang rendah dapat berkontribusi pada evolusi resistensi herbisida pada tanaman gulma, walaupun ada bukti terbatas tentang hal ini (Manalil et al., 2012).

Populasi disebut resisten jika setelah terpapar dengan suatu jenis herbisida yang diaplikasikan pada dosis anjuran jumlah survived >20%. Bilamana, jumlah populasi yang survived berkisar 2-19% maka populasi ini tergolong dalam proses pengembangan menuju resisten terhadap herbisida. Populasi gulma yang mati <2% setelah aplikasi herbisida tertentu dinyatakan sensitive (Walsh et. al., 2007).

Konsekuensi dari pemakaian herbisida yang sama (sama jenis bahan aktif atau sama cara kerja) secara berulang-ulang dalam periode yang lama pada suatu areal maka ada dua kemungkinan masalah yang timbul pada areal tersebut: yaitu terjadi dominansi populasi gulma resisten herbisida atau dominansi gulma toleran herbisida. Pada suatu populasi gulma yang dikendalikan menggunakan satu jenis herbisida dengan hasil memuaskan, ada kemungkinan satu individu dari sekian juta individu yang diberi herbisida memiliki gen yang membuat individu tersebut kebal terhadap herbisida tersebut. Individu yang kebal tersebut tumbuh normal dan menghasilkan regenerasi, sejumlah individu yang juga tahan terhadap herbisida yang sama pada aplikasi herbisida berikutnya. Demikian seterusnya secara berulang-ulang, setiap pengaplikasian herbisida yang sama akan mematikan individu-individu yang sensitif dan meninggalkan individu-individu yang resisten. Jumlah individu-individu yang resisten tersebut pada suatu ketika

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(24)

menjadi signifikan dan menyebabkan kegagalan dalam pengendalian (Purba, 2009).

Kebugaran E. indica L. Gaertn.

Uji kebugaran bertujuan untuk mengetahui perbedaan kuantifikasi antara kebugaran gulma sensitif herbisida dengan gulma resisten herbisida yang memiliki sistem ekologi yang lebih baik terhadap resistensi, dan juga salah satu strategi pengelolaan gulma untuk mengeksploitasi sifat-sifat yang mengakibatkan kinerja ekologi berkurang. Pengujian ini berupaya untuk membandingkan pertumbuhan dari suatu populasi yang rentan dengan fenotipe gulma resisten herbisida dari populasi gulma tunggal (Villa-aiub et al., 2005).

Kebugaran didefenisikan sebagai viabilitas dari turunan yang kompeten dan subur dalam keberlanjutan generasi selanjutnya. Pada tumbuhan, hal ini dapat diimplikasikan dan diukur dengan mengevaluasi kuantitas dan kualitas benih.

Namun, jumlah benih yang dihasilkan dapat bergantung pada pertumbuhan dan kesehatan dari masing-masing individu (Vila-Aiub et. al., 2009).

Semua gulma yang dikendalikan di lahan pertanian memiliki kapasitas untuk menjadi resisten terhadap semua metode yang digunakan untuk mengendalikannya. Hal ini biasanya dinyatakan sebagai adaptasi bertahap atau

"kebugaran" dari gulma, metode ini sering diterapkan dengan kondisi yang sesuai.

Adaptasi ini dapat bersifat fisik, morfologi, fisiologis, anatomis. Hal ini juga dapat terjadi karena perubahan beberapa genetik sebagai mutasi yang terjadi pada metode tertentu. Mutasi ini setidaknya sebagian dominan dan diwariskan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat evolusi resistensi akan didorong oleh mutasi,

(25)

10

intensitas seleksi, dominasi dan kebugaran dengan ada atau tidaknya herbisida (Qasem, 2013).

Penentuan kebugaran terkait dengan resistensi pestisida dapat dicapai dengan menggunakan dua metode umum. Yang pertama berisi langkah-langkah langsung dengan membandingkan komponen kebugaran antara individu-individu resisten dan rentan. Metode ini memiliki keuntungan yang mengungkapkan sifat- sifat tertentu seperti pengaruh kebugaran, meskipun jarang bisa memastikan bahwa kebugaran keseluruhan telah benar dan dianalisa. Metode kedua mengacu pada definisi kebugaran, yaitu kontribusi seumur hidup rata-rata individu dari genotipe untuk generasi masa depan pada populasi tersebut. Ini melibatkan ukuran perubahan frekuensi resistensi baik dalam populasi terisolasi yang tidak diaplikasi dengan pestisida selama beberapa generasi (Roux et al., 2006).

Perbedaan yang nyata antara biotip resisten dan biotip sensitif adalah cepat masuknya masa dewasa dari biotip resisten. Sifat ini turun temurun dan salah satu yang diperoleh dari indukan dari biotip resisten atau dikarenakan frekuensi pemotongan. Cepatnya memasuki masa dewasa dari biotip resisten juga nyata dalam percobaan kompetisi yang berkaitan dengan meningkatnya jumlah pembungaan (Purba et al., 1996).

Tantangan utama yang dihadapi dalam penentuan kebugaran adalah prediksi efek yang lebih luas dari mutasi terhadap resistensi herbisida.

Pemahaman biologis yang baik memiliki peran utama dalam menentukan kebugaran interaksi ini terjadi dengan lingkungan. Penelitian ini adalah informasi penting untuk memprediksi dampak resistensi herbisida pada populasi gulma.

Setiap penentuan kebugaran ekologi fenotipe resisten dan rentan harus menilai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(26)

sifat-sifat yang berkontribusi terhadap keberhasilan di seluruh siklus hidup (misalnya perkecambahan biji, kelangsungan hidup bibit, laju pertumbuhan relatif) (Villa-aiub et al, 2005). Dimana biotip resisten herbisida memiliki kebugaran yang lebih baik, cepat berkembang, dan jumlah individu resisten akan menurunkan kompetisi untuk sumber daya dan akan hilangnya seleksi tekanan (Holt and thill, 1994).

Manajemen Pengendalian Populasi Gulma Resisten

Pengendalian gulma tertentu dengan penggunaan herbisida yang sama juga memerhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan aplikasi herbisida, tipe tanah yang diaplikasikan herbisida, tingkat penguapan herbisida dari biosfer, kedalaman dan waktu perkecambahan biji, iklim saat aplikasi dan faktor intraspesifik lainnya dalam toleransi gulma terhadap herbisida. Jika dicurigai adanya resistensi, maka penting membandingkan daya ketahanan terhadap racun pada biotip yang dicurigai resisten dan biotip yang rentan terhadap racun pada lahan, rumah kaca atau dalam kondisi laboratorium yang sama (Lebaron dan Gressel, 1982).

Uji kebugaran adalah kuantifikasi perbedaan antara kebugaran gulma rentan dengan gulma resisten yang memiliki prediksi yang lebih baik terhadap resistensi herbisida, dan desain manajemen pengelolaan gulma untuk mengeksploitasi sifat-sifat yang mengakibatkan kinerja ekologi berkurang.

Pengujian ini adalah upaya pertama untuk membandingkan perkecambahan dan karakteristik bibit munculnya satu herbisida rentan dan fenotipe tahan herbisida dari populasi gulma tunggal (Villa-aiub et al., 2005).

(27)

12

Keberhasilan suatu jenis tumbuhan dalam menguasai suatu tempat diikuti dengan keberhasilannya dalam memperbanyak keturunan. Biasanya jenis gulma yang luput dari pengendalian akan tumbuh dan berkembang menghasilkan biji yang kemudian akan menguasai daerah tersebut. Pengendalian yang efektif adalah pengendalian yang memperhatikan jumlah atau kepadatan kritis gulma yang dapat mempengaruhi hasil panen dari pada jumlah biji gulma yang ada di dalam tanah (Vila-Aiub, 2019).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(28)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Medan Sunggal dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan laut. Lahan ini sebelumnya ditanami dengan komoditi hortikultura dengan pH tanah 5.42, C organik 1.53, N total 0.21, dan rasio C/N 7.29. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2019 sampai bulan Januari 2020.

Pelaksanaan Penelitian Pengadaan Biji

Masing-masing biotip E. indica berasal dari lokasi yang berbeda. Pada biotip sensitif, biji diambil dari areal Lapangan Bola Politeknik Negeri Medan dimana parakuat dan herbisida lain tidak pernah digunakan untuk mengendalikan gulma. Biji gulma sensitif diambil dengan cara menggunting malai tumbuhan lalu biji dipisahkan dari tangkai malai. Biji gulma sensitif dijemur 1 hari sebelum dikecambahkan. Pada biotip resisten, biji berasal dari stok biji dari areal Kebun Adolina PTPN IV Perbaungan yang sudah diidentifikasi resisten terhadap herbisida. Pada areal tersebut telah disemprot dengan parakuat secara terus menerus dalam ± 30 tahun.

Persiapan Lahan dan Media

Lahan dibersihkan dari gulma dan sampah dengan cara dicangkul. Dibuat plot ukuran 1,2 meter x 1,2 meter sebanyak 4 baris, jarak antar baris 50 cm dan jarak antar plot dalam 1 baris 30 cm. Luas lahan setelah pindah tanam ke lapangan berukuran 11,2 meter x 7,3 meter. Lahan digemburkan dengan menggunakan cangkul dan diberikan pupuk kompos dengan dosis anjuran 10 ton/ha.

(29)

14

Media tanam untuk persemaian menggunakan campuran top soil steril dan pasir (1:1) yang terlebih dahulu disterilisasi untuk mencegah adanya pertumbuhan seed bank dari gulma yang tak diinginkan. Tanah hitam disterilisasi menggunakan drum besar yang dimodifikasi menjadi alat sterilisasi top soil pada suhu 1000C selama 3 jam.

Pembuatan jaring penanda biotip resisten-parakuat dan sensitif-parakuat menggunakan plat asbes berukuran 1,2 meter x 1,2 meter yang dipaku sehingga membentuk bujursangkar. Pada plat asbes yang sudah dibentuk bujursangkar, kerangka dipaku sebanyak 13 paku dengan jarak antar paku 10 cm. Dikaitkan kawat dari sisi kanan ke sisi kiri kerangka dan dilakukan ke seluruh paku yang ada di kerangka. Kerangka jaring kawat diletakkan diatas plot penanaman dan dikaitkan dengan bambu agar tidak terjadi kesalahan saat pemberian label warna pada kedua biotip gulma. Pemberian label warna menggunakan lakban, untuk biotip resisten-parakuat diberi dengan lakban warna hitam dan biotip sensitif- parakuat diberi dengan lakban warna cokelat.

Persemaian

Biji kedua biotip tersebut, resisten dan sensitif, disemaikan pada hari yang sama di dalam bak plastik kecambah berukuran 30 cm x 22 cm secara terpisah. Biji masing-masing biotip direndam terlebih dahulu dalam larutan 0.2%

KNO3 selama 30 menit untuk memecahkan dormansi biji gulma, setelah itu disemaikan di bak perkecambahan dan disiram dengan air secukupnya. Biji biotip resisten ditanam dalam bak kecambah plastik berwarna merah dan biji biotip sensitif ditanam dalam bak kecambah plastik berwarna ungu untuk menghindari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(30)

kesalahan persemaian biotip E. indica. Penyemaian dilakukan sampai tumbuhan berdaun 3 atau kurang lebih 2-3 minggu.

Penanaman

E. indica L. Gaertn. yang sudah berdaun 2-3 helai dipindah tanam ke

lapangan sesuai dengan proporsi tumbuhan dengan jumlah yang sama setiap porsinya yaitu 100 tanaman per meter bujursangkar. Adapun penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial dengan proporsi biotip lulangan sebagai berikut:

1. 100% biotip resisten : 0% biotip sensitif 2. 75% biotip resisten : 25% biotip sensitif 3. 50% biotip resisten : 50% biotip sensitif 4. 25% biotip resisten : 75% biotip sensitif 5. 0% biotip resisten : 100% biotip sensitif

Jaring kawat diberi label lakban warna hitam untuk biotip resisten- parakuat dan lakban warna cokelat untuk biotip sensitif-parakuat pada kawat bagian depan setiap tumbuhan. Pindah tanam bibit gulma dari bak plastik kecambah ke plot dilakukan dengan menanam biotip sensitif-parakuat terlebih dahulu pada tumbuhan pinggir yang diikuti dengan penanaman seluruh biotip sensitif-parakuat sesuai proporsi tumbuhan (lampiran 2 s.d. 6) tiap plot. Kemudian dilanjutkan dengan pindah tanam bibit resisten-parakuat ke plot di dalam kotak jaring kawat yang belum berisi tanaman. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan penanaman. Tumbuhan ditanam di tengah kotak jaring kawat agar jarak antar tanaman 10 cm. Penanaman tumbuhan pinggir bertujuan agar kompetisi merata untuk seluruh tumbuhan. Tumbuhan pertama dihitung dari sebelah kanan

(31)

16

ke kiri lalu dilanjutkan dengan alur mengular sampai ke tumbuhan terakhir (dari tumbuhan ke-1 sampai ke-100).

Dilakukan pemindahan tanam untuk tumbuhan kontrol (tanpa kompetisi) di lapangan untuk biotip resisten-parakuat dan sensitif-parakuat. Tumbuhan kontrol untuk biotip resisten-parakuat sebanyak 2 tumbuhan per plot dan total 8 tumbuhan, begitu juga untuk tumbuhan kontrol pada biotip sensitif-parakuat.

Jarak antar tanaman pada perlakuan kontrol (tidak ditanam secara berkompetisi) yaitu 60 cm, karena pada jarak tersebut memiliki perebutan nutrisi dan hara yang minimal pada sistem perakaran dan pengambilan cahaya matahari oleh daun.

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Namun hal ini disesuaikan dengan kondisi cuaca di lapangan.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan setiap hari dengan cara mencabut gulma lain yang tumbuh di lapangan.

Pengamatan Parameter Jumlah Anakan per Rumpun

Data jumlah anakan per rumpun dilakukan dengan cara menghitung jumlah anakan per rumpun. Jumlah anakan yang dihasilkan pada tumbuhan sampel pada biotip resisten dan biotip sensitif dalam masing-masing plot dengan dan tanpa kompetisi dihitung setelah panen. Penghitungan jumlah anakan dilakukan dengan menghitung anakan pada 10 sampel per biotip pada setiap proporsi penanaman.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(32)

Jumlah Anakan Produktif

Pengamatan jumlah anakan produktif dilakukan dengan cara menghitung anakan yang mengeluarkan malai dan bij pada setiap ngamatan jumlah anakan produktif pada tanaman sampel pada biotip resisten dan biotip sensitif dengan dan tanpa kompetisi dilakukan setelah panen. Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah anakan yang memiliki malai dari 10 sampel per biotip pada setiap proporsi penanaman.

Waktu Berbunga

Pengamatan waktu berbunga oleh tanaman sampel pada biotip resisten dan biotip sensitif dengan dan tanpa kompetisi diambil pada saat gulma berbunga pertama kali hingga gulma berbunga sampai 75% untuk 10 sampel per biotip pada masing-masing proporsi. Perhitungan hari pada pengamatan waktu berbunga dihitung dari hari setelah pindah tanam.

Jumlah Malai per Rumpun

Pengamatan jumlah malai per rumpun oleh tanaman sampel pada biotip resisten dan biotip sensitif dengan dan tanpa kompetisi dilakukan sesaat sebelum panen. Pengambilan dilakukan dengan cara menghitung jumlah malai yang keluar per rumpun dari 10 sampel per biotip pada setiap proporsi.

Jumlah Biji per Rumpun

Penghitungan jumlah biji per rumpun oleh tanaman sampel pada biotip resisten dan biotip sensitif dengan dan tanpa kompetisi dilakukan setelah panen.

Penghitungan dilakukan dengan cara diambil seluruh malai dari satu tanaman sampel dari masing-masing biotip. Lalu dihitung jumlah biji per malai kemudian

(33)

18

jumlah biji seluruh malai dibagi jumlah panjang malai (cm) kemudian dapat dihasilkan jumlah biji/cm. Setelah didapat jumlah biji per cm, dikalikan dengan total jumlah malai per rumpun.

Perhitungan jumlah biji per rumpun sebagai berikut.

Jumlah biji per cm =

Jumlah biji per malai = Total panjang malai x jumlah biji per cm

Jumlah biji per rumpun = Total jumlah malai per rumpun x jumlah biji per malai Bobot Kering

Pengukuran bobot kering dilakukan terhadap masing – masing biotip dari setiap proporsi. Tumbuhan E. indica dipotong tepat pada leher akar pada permukaan tanah dari masing-masing biotip, resisten dan sensitif dimasukkan terpisah ke dalam amplop yang berbeda dari setiap proporsi penanaman. Amplop berisi tumbuhan diovenkan pada temperatur 75ºC selama 2x24 jam (bobot keringnya sudah konstan), lalu ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Selama proses pengeringan, letak amplop 2 hari dirotasi agar kekeringan masing-masing sample dipisahkan secara homogen.

Metode Penelitian

Data hasil penelitian diambil dan diolah sidik ragam (ANOVA) dan ± standard error (SE) dari 10 tumbuhan per petak dari setiap jenis biotip. Hasil sidik ragam diuji lanjut dengan uji BNJ pada taraf α = 5%. Pada karakteristik pertumbuhan dilanjutkan dengan uji t.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 19-42) diketahui bahwa proporsi lulangan biotip resisten-parakuat berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah anakan per rumpun, jumlah anakan produktif, jumlah malai per rumpun, jumlah biji per rumpun, dan bobot kering. Namun, proporsi lulangan biotip resisten-parakuat tidak berpengaruh nyata terhadap parameter waktu berbunga. Pada perlakuan proporsi lulangan biotip sensitif-parakuat berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter.

Tabel 1. Karakteristik pertumbuhan E. indica biotip resisten-parakuat pada berbagai proporsi

Proporsi Lulangan

Jumlah Anakan per Rumpun

Jumlah Anakan Produktif

Waktu Berbunga

Jumlah Malai per Rumpun

Jumlah Biji per Rumpun

Bobot Kering

25% R 3,25a 2,12a 47,97 15,2a 1008,38a 1,38a

50% R 3,35a 2,37a 50,05 15,27a 1040,7a 1,46a

75% R 4,85a 3,7a 48,22 23,35a 1627,7a 2,54a

100% R 7,83b 5,62b 47,97 31,97b 2348,95b 3,38b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kelompok kolom yang

sama adalah berbeda nyata berdasarkan Uji Tukey pada taraf 5%.

Tabel 2. Karakteristik pertumbuhan E. indica biotip sensitif-parakuat pada berbagai proporsi

Proporsi Lulangan

Jumlah Anakan per Rumpun

Jumlah Anakan Produktif

Waktu Berbunga

Jumlah Malai per Rumpun

Jumlah Biji per Rumpun

Bobot Kering

25% S 2,80 2,13 49,58 20,20 1172,23 1,80

50% S 3,40 2,70 49,30 20,90 1535,20 2,41

75% S 3,03 2,13 47,15 17,13 1534,83 2,18

100% S 4,03 2,90 47,63 17,95 1326,78 2,27

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kelompok kolom yang sama adalah berbeda nyata berdasarkan Uji Tukey pada taraf 5%.

(35)

20

Jumlah Anakan per Rumpun

Berdasarkan data pengamatan dan hasil uji t (Lampiran 7 dan 8) diketahui bahwa proporsi lulangan 75% R : 25% S menunjukkan ada perbedaan signifikan jumlah anakan per rumpun antara biotip resisten-parakuat dan sensitif- parakuat. Namun, pada proporsi lulangan 50% R : 50% S dan 25% R : 75% S menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan jumlah anakan per rumpun antara biotip resisten-parakuat dan sensitif-parakuat. Proporsi lulangan biotip resisten- parakuat berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan per rumpun namun proporsi lulangan biotip sensitif-parakuat tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan per rumpun.

Pada perlakuan kontrol (ditanam secara tidak berkompetisi) biotip resisten-parakuat menghasilkan jumlah anakan per rumpun 4.25 anakan dan biotip sensitif-parakuat 2.38 anakan.

Tabel 3. Rataan Jumlah anakan per rumpun (anakan) E. indica biotip resisten- parakuat dan sensitif-parakuat pada berbagai proporsi tumbuhan

Proporsi Tumbuhan R : S

Jumlah Anakan / Rumpun R : S

100% : 0%

75% : 25%

50% : 50%

25% : 75%

0% : 100%

……… k ………

7.83 (±0.40) : -

4.85 (±0.68) : 2.80 (±0.42)*

3.35 (±0.43) : 3.40 (±0.50) 3.25 (±0.27) : 3.03 (±0.28) - : 4.03 (±0.36) Keterangan : R = biotip resisten

S = biotip sensitif - = tidak ada penanaman

± = standart error

*= ada perbedaan rataan

Jumlah Anakan Produktif

Berdasarkan data pengamatan dan hasil uji t (Lampiran 9 dan 10) diketahui bahwa pada proporsi lulangan 75% R : 25% S, 50% R : 50% S, dan 25% R : 75% S menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara biotip

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(36)

resisten-parakuat dan biotip sensitif-parakuat. Proporsi lulangan biotip resisten- parakuat berpengaruh nyata pada jumlah anakan produktif namun proporsi lulangan biotip sensitif-parakuat tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan produktif.

Tabel 4. Jumlah anakan produktif (anakan) E. indica biotip resisten-parakuat dan sensitif-parakuat pada berbagai proporsi tumbuhan

Proporsi Tumbuhan R : S

Jumlah Anakan Produktif R : S

100% : 0%

75% : 25%

50% : 50%

25% : 75%

0% : 100%

……… k ………

5.63 (±0.55) : -

3.70 (±0.59) : 2.13 (±0.33) 2.38 (±0.25) : 2.70 (±0.48) 2.13 (±0.34) : 2.13 (±0.37) - : 2.90 (±0.33) Keterangan : R = biotip resisten

S = biotip sensitif - = tidak ada penanaman

± = standart error

*= ada perbedaan rataan

Pada perlakuan kontrol (ditanam secara tidak berkompetisi) biotip resisten-parakuat menghasilkan jumlah anakan produktif sebanyak 0.25 dan biotip sensitif-parakuat sebesar 0.50.

Waktu Berbunga

Berdasarkan data pengamatan dan hasil uji t (Lampiran 11 dan 12) diketahui bahwa proporsi lulangan 75% R : 25% S, 50% R : 50% S, dan 25% R : 75% S menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara biotip resisten- parakuat dan biotip sensitif-parakuat. Pada proporsi lulangan biotip resisten- parakuat dan biotip sensitif-parakuat tidak berpengaruh nyata terhadap waktu berbunga.

(37)

22

Tabel 5. Waktu berbunga (HSPT) E. indica biotip resisten-parakuat dan sensitif- parakuat pada berbagai proporsi tumbuhan

Proporsi Tumbuhan R : S

Waktu Berbunga R : S

100% : 0%

75% : 25%

50% : 50%

25% : 75%

0% : 100%

………HSP ………

47.98 (±1.06) : -

48.23 (±1.39) : 49.58 (±1.21) 50.05 (±1.46) : 49.30 (±0.52) 47.98 (±1.04) : 47.15 (±0.51) - : 47.63 (±0.40) Keterangan : R = biotip resisten

S = biotip sensitif

- = tidak ada penanaman

± = standart error

*= ada perbedaan rataan

Jumlah Malai per Rumpun

Berdasarkan data pengamatan dan hasil uji t (Lampiran 11 dan 12) diketahui bahwa pada proporsi lulangan 75% R : 25% S, 50% R : 50% S, dan 25% R : 75% S menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan jumlah malai per rumpun antara biotip resisten-parakuat dan biotip sensitif-parakuat. Proporsi lulangan biotip resisten-parakuat berpengaruh nyata terhadap jumlah malai per rumpun dan proporsi lulangan biotip sensitif-parakuat tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah malai per rumpun.

Tabel 6. Jumlah malai per rumpun (malai) E. indica biotip resisten-parakuat dan sensitif-parakuat pada berbagai proporsi tumbuhan

Proporsi Tumbuhan R : S

Jumlah Malai / Rumpun R : S

100% : 0%

75% : 25%

50% : 50%

25% : 75%

0% : 100%

……… ………

31.98 (±4.76) : -

23.35 (±3.15) : 20.20 (±3.82) 15.28 (±1.76) : 20.90 (±2.66) 15.20 (±1.29) : 17.13 (±1.59) - : 17.95 (±1.44) Keterangan : R = biotip resisten

S = biotip sensitif - = tidak ada penanaman

± = standart error

*= ada perbedaan rataan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(38)

Pada perlakuan yang ditanam tidak berkompetisi, biotip resisten-parakuat menghasilkan jumlah malai per rumpun sebesar 2.75 dan biotip sensitif-parakuat sebesar 3.88.

Jumlah Biji per Rumpun

Berdasarkan data pengamatan dan hasil uji t (Lampiran 11 dan 12) diketahui bahwa pada proporsi lulangan 75% R : 25% S dan proporsi 50% R : 50% menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan jumlah biji per rumpun biotip resisten-parakuat dan biotip sensitif-parakuat. Namun pada proporsi lulangan 25%

R : 75% S menunjukkan ada perbedaan signifikan jumlah biji per rumpun antara biotip resisten-parakuat dan biotip sensitif-parakuat. Proporsi lulangan biotip resisten-parakuat berpengaruh nyata terhadap jumlah biji per rumpun namun proporsi lulangan biotip sensitif-parakuat tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah biji per rumpun.

Pada perlakuan kontrol (ditanam secara tidak berkompetisi), biotip resisten-parakuat memiliki jumlah biji per rumpun sebesar 113.59 dan biotip sensitif-parakuat sebesar 159.41.

Tabel 7. Jumlah biji per rumpun (biji) E. indica biotip resisten-parakuat dan sensitif-parakuat pada berbagai proporsi tumbuhan

Proporsi Tumbuhan R : S

Jumlah Biji / Rumpun R : S

100% : 0%

75% : 25%

50% : 50%

25% : 75%

0% : 100%

……… ………

2348.95 (±386.11) : -

1627.70 (±227.76) : 1172.23 (±201.36) 1040.70 (±123.43) : 1535.20 (±218.19) 1008.38 (±127.37) : 1534.83 (±112.38)*

- : 1326.78 (±126.23) Keterangan : R = biotip resisten

S = biotip sensitif - = tidak ada penanaman

± = standart error

*= ada perbedaan rataan

(39)

24

Bobot Kering

Berdasarkan data pengamatan dan hasil uji t (Lampiran 11 dan 12) diketahui bahwa pada proporsi lulangan 75% R : 25% S dan 50% R : 50% S menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan bobot kering biotip resisten- parakuat dan biotip sensitif-parakuat. Namun, proporsi lulangan 25% R : 75% S menunjukkan ada perbedaan signifikan bobot kering biotip resisten-parakuat dan biotip sensitif parakuat. Proporsi lulangan biotip resisten-parakuat berpengaruh nyata terhadap bobot kering, namun proporsi lulangan biotip sensitif-parakuat tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering.

Pada perlakuan kontrol atau penanaman tanpa kompetisi, biotip resisten- parakuat memiliki bobot kering sebesar 1.65 g dan pada biotip sensitif-parakuat memiliki bobot kering sebesar 1.50 g.

Tabel 8. Bobot kering per rumpun (g) E. indica biotip resisten-parakuat dan sensitif-parakuat pada berbagai proporsi tumbuhan

Proporsi Tumbuhan R : S

Bobot Kering / Rumpun R : S

100% : 0%

75% : 25%

50% : 50%

25% : 75%

0% : 100%

……… ………

3.38 (±0.62) : -

2.54 (±0.47) : 1.80 (±0.23) 1.47 (±0.16) : 2.41 (±0.41) 1.39 (±0.25) : 2.18 (±0.13)*

- : 2.27 (±0.25) Keterangan : R = biotip resisten

S = biotip sensitif - = tidak ada penanaman

± = standart error

*= ada perbedaan rataan

Pembahasan

Berdasarkan data hasil penelitian diketahui bahwa pada biotip resisten- parakuat lebih fit dibandingkan dengan biotip sensitif-parakuat pada parameter jumlah anakan per rumpun, jumlah anakan produktif, jumlah malai per rumpun, jumlah biji per rumpun dan bobot kering (Tabel 1 dan 2). Pada parameter waktu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(40)

berbunga pada biotip resisten-parakuat tidak ada perbedaan kebugaran dengan biotip sensitif-parakuat. Pada data hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa biotip resisten-parakuat lebih bugar dibandingkan biotip sensitif-parakuat. Hal ini sesuai dengan Sastrautomo (1990), setiap jenis gulma mempunyai potensi berbeda-beda dalam menghasilkan biji. Produksi setiap jenis gulma yang bervariasi ini sangat bergantung pada keadaan lingkungan dimana tumbuhan itu hidup serta dipengaruhi oleh daya kompetisi dan kerapatan gulma.

Jumlah anakan per rumpun pada biotip resisten-parakuat cenderung lebih banyak yang bugar dibandingkan biotip sensitif-parakuat pada semua proporsi penanaman (Tabel 3). Pada proporsi 75% R: 25% S memiliki perbedaan rataan jumlah anakan per rumpun dimana biotip resisten-parakuat lebih bugar dibandingkan biotip sensitif-parakuat. Jumlah anakan produktif biotip resisten- parakuat juga cenderung lebih bugar dibandingkan dengan biotip sensitif- parakuat. Namun, tidak ada perbedaan yang nyata antara jumlah anakan produktif biotip resisten-parakuat dengan biotip sensitif-parakuat. Hal ini dikarenakan biotip resisten sudah memiliki perubahan gen sehingga gulma memiliki daya adaptasi dan daya saing yang kuat serta memiliki sifat dapat bertahan hidup pada keadaan lingkungan yang kurang optimal. Hal ini sesuai dengan Holt and Thill (1996) yang menyatakan bahwa biotip resisten herbisida lebih baik, lebih cepat dan jumlah individu resisten akan menurunkan sumber daya dan seleksi tanaman melalui kompetisi. Hal ini didukung juga oleh Barus (2003) yang menyatakan gulma memiliki sifat mempertahankan diri dan segera beradaptasi dengan lingkungan tumbuhnya. Sifat ini diperoleh dari seleksi alam yang terjadi secara terus menerus.

(41)

26

Berdasarkan data penelitian parameter jumlah biji per rumpun tidak ada perbedaan yang signifikan antara biotip resisten-parakuat dan sensitif-parakuat.

Namun, pada Tabel 7 jumlah biji per rumpun biotip resisten-parakuat cenderung sedikit dibandingkan dengan biotip sensitif-parakuat. Hal ini dikarenakan setiap biotip memiliki potensi tersendiri dalam menghasilkan jumlah biji tergantung faktor-faktor pertumbuhan seperti iklim, maupun lingkungan tumbuh gulma tersebut. Hal ini sesuai dengan Sastroutomo (1990) yang menyatakan bahwa setiap jenis gulma mempunyai potensi untuk menghasilkan biji dalam jumlah yang berbeda-beda. Produksi biji yang sebenarnya sangat bervariasi tergantung dari lingkungan dimana gulma tumbuh. Meskipun pada tanah yang tidak subur, pada umumnya gulma dapat tumbuh dan memproduksi biji.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa E. indica biotip resisten- parakuat pada proporsi di atas 25% tidak menunjukkan pengurangan kebugaran di lapangan jika dibandingkan dengan biotip sensitif-parakuat. Hal ini dapat dilihat pada parameter jumlah anakan, jumlah anakan produktif, jumlah malai per rumpun, jumlah biji per rumpun dan bobot kering yang dihasilkan pada proporsi yang sama (Tabel 3, 4, 5, 6, 7, dan 8), E. indica biotip resisten-parakuat memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan biotip sensitif. Hal ini karena biotip resisten menghasilkan regenerasi yang juga tahan terhadap herbisida yang sama sehingga menyebabkan populasi tunggal di lahan pertanian. Hal ini sesuai dengan Purba (2009) yang menyatakan bahwa kemungkinan satu individu dari sekian juta individu yang diberi herbisida memiliki gen yang membuat individu tersebut kebal terhadap herbisida tersebut. Individu yang kebal tersebut tumbuh normal dan menghasilkan regenerasi sejumlah individu yang juga tahan terhadap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(42)

herbisida yang sama pada aplikasi herbisida berikutnya. Demikian seterusnya secara berulang-ulang, setiap pengaplikasian herbisida yang sama akan mematikan individu-individu yang sensitif dan meninggalkan individu-individu yang resisten. Jumlah individu-individu yang resisten tersebut pada suatu ketika menjadi signifikan dan menyebabkan kegagalan dalam pengendalian. Hal ini juga didukung oleh Qasem (2013) yang menyatakan bahwa semua gulma memiliki adaptasi. Adaptasi ini dapat bersifat fisik, morfologi, fisiologis, anatomis. Ini terjadi akibat perubahan beberapa genetik sebagai mutasi yang terjadi pada metode pengendalian tertentu. Mutasi ini setidaknya sebagian dominan dan diwariskan. Dengan demikian evolusi resistensi akan didorong oleh mutasi, intensitas seleksi, dominasi dan kebugaran dengan ada atau tidaknya herbisida.

Berdasarkan hasil penelitian, pada parameter jumlah anakan per rumpun, jumlah anakan produktif, jumlah malai per rumpun, jumlah biji per rumpun, dan bobot kering (Tabel 3, 4, 6, 7, dan 8) dapat dilihat bahwa terjadi penurunan pada biotip resisten-parakuat bila ditanam dengan biotip sensitif-parakuat dibandingkan dengan penanaman hanya biotip resisten-parakuat. Ditanamnya biotip sensitif- parakuat membuat jumlah anakan per rumpun, jumlah anakan produktif, jumlah malai per rumpun, jumlah biji per rumpun, dan bobot kering pada biotip resisten- parakuat menjadi turun. Hal ini mungkin karena adanya perubahan pada membran sel biotip resisten-parakuat sehingga kebugaran biotip resisten-parakuat mengalami penurunan dengan hadirnya biotip sensitif-parakuat. Hal ini sesuai dengan literatur Lingenfelter dan Hartwig (2007) yang menyatakan bahwa parakuat merupakan herbisida yang merusak membran sel dengan membentuk

(43)

28

radikal bebas sehingga menghalangi proses fotosintesis dalam menangkap cahaya sehingga tidak dapat memproduksi glukosa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(44)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Biotip E. indica resisten-parakuat lebih bugar dibandingkan biotip sensitif- parakuat.

2. Biotip resisten-parakuat mengalami penurunan kebugaran jika ditanamkan dengan biotip sensitif-parakuat.

3. Jumlah anakan produktif E. indica (L.) Gaertn. resisten-parakuat lebih bugar dibandingkan dengan biotip sensitif-parakuat.

Saran

Adanya penurunan kebugaran E. indica biotip resisten-parakuat apabila ditanamkan biotip sensitif-parakuat di lingkungan tumbuhnya, maka sebaiknya perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan ditanamkan biotip belulang sensitif- parakuat di antara biotip resisten-parakuat.

(45)

30

DAFTAR PUSTAKA

Babineau, M., Solvejg K. M., Michael K., and Per Kudsk. 2017. Fitness of ALS- Inhibitors Herbicide Resistant Population of Loose Silky Bentgrass (Apera spica-venti). Front. Plant Sci. 8:1660. Doi: 10.3389/fpls.2017.01660.

Batubara, M. A. 2014. Kebugaran Populasi E. indica Biotip Resisten-Glifosat.

USU Repository. Medan.

Dalimunthe, S. P., E. Purba, dan Meiriani. 2015. Respons Dosis Biotip Belulang (Eleusine indica L. Gaertn.) Resisten-Glifosat Terhadap Glifosat, Parakuat dan Indaziflam. Jurnal Online Agroteknologi. 3(2): 625-633.

Hambali, D., E. Purba, dan E. H. Kardhinata. 2015. Dose Response Biotip Biotip Belulang (Eleusine indica (L.) Gaertn.) Resisten-Parakuat Terhadap Parakuat, Diuron, dan Ametrin. Jurnal Online Agroteknologi. 3(2):574- 580.

Herbicide Resistance Action Committee [HRAC]. 2005. Guideline to the Management of Herbicide Resistance.

Holt, J. S. and Thil D.C, 1994. Growth and productivity of resistant plants. In:

Herbicide Resistence in Plants. Biology and Biochemistry (eds Powles SB and Holtum JAM), pp299-316.

Kerr, R. A, 2019. Goosegrass Biology, Genetic Diversity and Innovative Control Measures. Proquest. 13808845.

Lebaron, H. M. dan J. Gressel. 1982. Herbicide Resistace in Plants. John Wiley &

Sons. Canada.

Lingenfelter, D. D dan N. L, Hartwig. 2007. Introduction to Weeds and Herbicides. Agriculture Research and Cooperative Extention, Pennsylvania.

Menchari, Y, Chauvel, B., Darmency, H., and Delye, C. 2008. Fitness costs associated with three mutant acetyl-coenzyme A carboxylase alleles endowing herbicide resistance in black-grass. J. Appl. Ecol. 45, 939-94, doi: 10.1111/j.1365-2664.2008.01462.x

Manalil, S., R. Busi, M. Renton, and S. B. Powles. 2011. Rapid Evolution of Herbicide Resistance by Low Herbicide Dosages. Weed Science. 59:210- 217.

Manalil, S., M. Renton, A. Diggle, R. Busi and S. Powles. 2012. Simulation Modelling Identifies Polygenic Basis of Herbicide Resistance in A Weed Population and Predicts Rapid Evolution of Herbicide Resistance at Low Herbicide Rates. Elsevier. 40:114-120.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(46)

Purba, E. 2009. Keanekaragaman Herbisida dalam Pengendalian Gulma Mengatasi Populasi Gulma Resisten dan Toleran Herbisida. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap USU. Medan.

Purba, E., A. Purba, and Y. R. Sianipar. 2017. Distribution of Glyphosate- Resistant Goosegrass (Eleusine indica) Populations and An Alternative Herbicide (Indaziflam) To Control Them. Proceedings of International Rubber Conference.

Purba, E., C. Preston and S. B. Powles. 1996. Growth and competitiveness of paraquat-resistant and susceptible biotypes of Hordeum leporinum. Weed Research 36:311-317.

Qasem, J. R. 2013. Herbicide Resistance Weeds: The Technology And Weed Management pp. 445-471. http://dx.doi.org [02 September 2019].

Roux, F., Sandra G, Stephanie D, and Xavier R. 2006. Building of an Experimental Cline With Arabidopsis thaliana to Estimate Herbicide Fitness Cost. Genetics 173(2):1023-1031

Vila-Aiub, Martin. M, 2019. Fitness of Herbicide-Resistant Weeds: Current Knowledge and Implications for Management. Plants. 8, 469, doi:

10.3390/plants8110469.

Vila-Aiub, M. M, P. Neve, K. J. Steadman, and S. B. Powles. 2005. Ecological Fitness of a Multiple Herbicide-resistant Lolium rigidum Population : dynamics germination and Seedling Emergence of Resistant and Susceptible Phenotypes. Jour of Applied Ecology. 42:288-298.

Vila-Aiub, Martin M, P. Neve, and Stephen B. Powles. 2009. Fitness costs associated with evolved herbicide resistance alleles in plants. New Phytologist. 184: 751-767. Doi: 10.1111/j.1469-8137.2009.03055.x.

Villa-Aiub, Martin M, Pedro E. Gundel, and Christopher P. 2015. Experimental Methods for Estimation of Plant Fitness Costs Associated with Herbicide- Resistance Genes. Weed Science. 63, 203-216, doi: 10.1614/WS-D-14- 00062.1.

Walsh, M., Owen M., and Powles S. B. 2007. Frequency and distribution of herbicide resistance in Raphanus raphanistrum populations randomly collected across the Western Australian wheatbelt. Weed Research. 47, 542-550. doi: 10.1111/j.1365-3180.2007.00593.x

(47)

32

S

B T

U Lampiran 1. Bagan Penelitian

ESU1

ESU0

K3

K4

K0

K2

K1

ESU0

ESU1

K1

K3

K4

K0

K2

ESU1

ESU0

K0

K1

K4

K3

K2

ESU0

ESU1

K4

K2

K0

K1

K3

Ulangan I Ulangan II Ulangan III Ulangan IV

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(48)

Lampiran 2. Bagan Penanaman Perlakuan 100% Biotip Resisten : 0% Biotip Sensitif

S S S S S S S S S S S S

S R R R R R R R R R R S

S R R R R R R R R R R S

S R R R R R R R R R R S

S R R R R R R R R R R S

S R R R R R R R R R R S

S R R R R R R R R R R S

S R R R R R R R R R R S

S R R R R R R R R R R S

S R R R R R R R R R R S

S R R R R R R R R R R S

S S S S S S S S S S S S

120 cm Ket : R = E. indica Biotip Resisten

S = E. indica Biotip Sensitif

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun pemberian nitrogen ternyata berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah malai dan jumlah biji pada E .indica baik pada biotip ETS maupun EFH dalam penelitian ini, namun

Kategori resisten gulma di kebun Adolina dibagi menjadi tiga kategori yaitu resisten, moderate resistant/resisten sedang, dan sensitif dari tabel hasil tersebut dapat diketahui

Eleuisine indica disebut juga dengan gulma perak merupakan salah satu.. gulma berumput tahunan yang sangat banyak ditemukan

Changes in Seed Bank Size and Dormancy Characteristics of The Glyphosate-resistant Biotype of Goosegrass ( Eleusine indica (L.) Gaertn.).. Hasibuan., Fauzi., Sarifuddin., dan

Dokumentasi

Menurut Purba (2009) yang menyatakan bahwa konsekuensi dari pemakaian herbisida yang sama (sama jenis bahan aktifatau sama cara kerja) secara berulang-ulang

Keanekaragaman Herbisida Dalam Pengendalian Gulma Mengatasi Populasi Gulma Resisten dan Toleran Herbisida.. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara,

MUHAMMAD ALFI KHAIRA : Distribusi Seed Bank Eleusine indica Resisten-Glifosat di Sekitar Piringan Kelapa Sawit Kebun Adolina PTPN IV Serdang Bedagai.. Dibimbing oleh Edison Purba