BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
UU No. 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan menyatakan pada pasal 4 ayat 2 bahwa badan usaha swasta, koperasi dan swadaya masyarakat dapat berpatisipasi dalam penyediaan listrik. Dengan demikian pembangkit listrik untuk publik tidak lagi menjadi milik PLN sendiri. Pasal 6 ayat 2 UU tersebut mengamanatkan bahwa pemanfaatan energi lebih diutamakan jenis energi yang baru dan terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga air.
Menurut Indonesia Energy Statistics (2010) yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), total daya listrik nasional yang dihasilkan dari berbagai sumber energi sepanjang tahun 2010 mencapai lebih kurang 160.000 GWh dengan batubara sebagai penyumbang terbesar dengan persentase 47% dari keseluruhan. Direktorat Jenderal Energi Terbarukan dan Konservasi Energi dalam situs resmi menyatakan bahwa pada tahun 2010 tenaga air baik skala besar, mini maupun mikro hidro yang sudah dimanfaatkan adalah sebesar 5.940 MW dari total 8.772 MW atau sebesar 67% dari total energi terbarukan.
PT. PLN dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2010-2019 pada halaman 25 menyatakan bahwa pada tahun 2009 kapasitas daya listrik di Indonesia yang terpasang mencapai 7.414 MW, di mana tenaga air menghasilkan 1.112 MW atau sebesar 15% nya. Sedangkan Sumatera Utara sendiri pada tahun yang sama, kapasitas terpasang mencapai 1.817 MW di mana tenaga air menghasilkan 140 MW atau 7,7% nya. Untuk kebutuhan Indonesia hingga tahun 2019, PLN memperkirakan dibutuhkan daya sebesar 55,5 GW dengan tenaga air menghasilkan sekitar 5,5 GW atau sebesar 10% nya.
Dalam RUPTL tahun 2010-2019 juga menyatakan bahwa, pada tahun 2010 beban puncak di Provinsi Banten mencapai 2.341 MW, sedangkan produksi energi mencapai 17.674 GWh. Pembangkit listrik yang berukuran besar yang ada di Provinsi Banten adalah PLTU Suralaya dengan kapasitas terpasang 3.400 MW. Sedangkan
PLTA belum terlalu banyak dikembangkan oleh PT. PLN (Persero); hal ini dapat dilihat dari tabel pengembangan pembangkit yang masih cenderung menggunakan sumber batu bara dan gas bumi.
Pembangkit listrik tenaga air atau yang disingkat PLTA adalah suatu infrastruktur yang dibuat sedemikian rupa sehingga menghasilkan listrik di mana air digunakan sebagai tenaga penggerak. Penggunaan tenaga air relatif tidak menimbulkan polusi dan pencemaran lingkungan, malah kita dituntut untuk tetap menjaga kelestarian daerah tangkapan air atau yang dikenal dengan daerah aliran sungai (DAS). PLTA bekerja dengan cara merubah energi potensial dari dam atau air terjun menjadi energi mekanik dengan bantuan turbin air dan dari energi mekanik menjadi energi listrik dengan bantuan generator (Gambar 1.1).
Gambar 1.1: Cara kerja PLTA
Letak geografis Indonesia berada pada daerah tropis yang terdiri dari kepulauan yang tersebar dan memiliki sumber daya alam yang sangat menguntungkan dengan kondisi topografi yang beragam yang terdiri dari pegunungan, perbukitan, danau, dan sungai-sungai yang dapat mengalirkan air
Upstream
Bangunan sadap Penangkap pasir Pelimpas
Bendung Saluran air
Penenang air
Rumah turbin Pipa pesat
Jalur transmisi Saluran pembuang
hampir sepanjang tahun. Sungai-sungai di Indonesia merupakan potensi sumber daya air yang masih minim termanfaatkan. Kondisi iklim terutama curah hujan yang cukup melimpah sebesar ±2.000 mm per tahun dapat menjamin terjadinya aliran sungai yang dapat diandalkan bila DAS-nya tidak rusak. Kondisi wilayah geologi sungai yang sebagian besar terletak di daerah pegunungan dan perbukitan pada umumnya ada dalam keadaan yang stabil (Ferikardo dan Praja, 2007).
1.2 Permasalahan
Sungai Cikidang dengan luas DAS 38,19 km2 dengan kemiringan 25-40%
merupakan salah satu sungai besar di Kabupaten Lebak Propinsi Banten, yang lokasi hulunya berjarak 60 km dari kota Pelabuhan Ratu, ibukota Kabupaten Sukabumi.
Sungai Cikidang yang berhulu dari daerah kawasan hutan lindung Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) memiliki potensi yang bisa dikembangkan menjadi pembangkit listrik energi terbarukan karena memiliki debit yang cukup besar dan topografi yang berbukit.
Kelistrikan Kabupaten Lebak berada di bawah tanggung jawab PLN Wilayah Jawa Barat dan Banten. Sekitar 92.000 kepala keluarga (KK) di Kabupaten Lebak, Banten, sampai saat ini belum menikmati penerangan listrik, sehingga suasana di sekitar wilayahnya pada malam hari sunyi dan gelap. Berdasarkan data Dinas Pertambangan dan Energi Lebak, penduduk yang belum menikmati aliran listrik itu tidak hanya warga di perkampungan dan daerah-daerah terpencil saja, tetapi juga di perkotaan. Belum tersentuhnya aliran listrik di beberapa wilayah di Lebak, selain karena terbatasnya distribusi daya aliran listrik, juga disebabkan topografi daerah yang berbukit-bukit sehingga menyulitkan pihak PLN untuk memasang jaringan di sana.
Pihak swasta sudah ada yang memanfaatkan potensi energi yang ada di Sungai Cikidang untuk pembangkit listrik tenaga air dengan kapasitas terpasang diperkirakan dapat mencapai lebih kurang 2 MW. Tesis ini mencoba untuk mengkaji potensi yang diperkirakan tersebut dengan cara sistematis dan ilmiah. Penelitian seperti ini telah pernah dikaji antara lain oleh Rumere (2008), Zulfikar (2007) dan
Jailani (2005). Pada umumnya penelitian seperti yang tersebut di atas tidak membahas tentang tarif minimum listrik, daya listrik yang dihasilkan dan infrastruktur utama. Pada penelitian ini tarif minimum listrik menjadi parameter utama dalam analisa kelayakan PLTM.
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi energi yang tersedia dengan menganalisa debit sungai dan tinggi jatuh rencana Pembangkit Listrik Tenaga Mini hidro (PLTM) di lokasi penelitian.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi nilai debit andalan, debit banjir sungai serta tinggi jatuh air yang diperlukan untuk desain sebuah PLTM berdasarkan daya listrik yang dapat dihasilkan dan tarif minimum listrik yang layak dapat diestimasi. Infrastruktur utama PLTM yang perlu dibahas meliputi bangunan sadap (intake), bangunan penangkap pasir (sand trap), saluran penghantar air (waterway), bangunan penenang (headpond) dan pipa pesat (penstock).
1.4 Kerangka Konseptual
Pada penelitian ini ada tiga hal utama yang dicari seperti tergambar pada Gambar 1.2, yaitu daya listrik yang dihasilkan, infrastruktur utama dan tarif minimum listrik. Daya listrik yang dihasilkan suatu PLTM bisa dihitung bila diketahui debit andalan sungai dan tinggi jatuh air serta parameter lainnya seperti gravitasi bumi dan efisiensi turbin. Infrastruktur utama di suatu lokasi didesain sedemikian rupa sesuai dengan daya listrik yang ingin dihasilkan dan hasil perhitungan debit digunakan untuk perancangan infrastruktur bendung dengan umur bangunan selama 100 tahun yang berpedoman pada standar perencanaan irigasi (PU, 1986). Tarif minimum listrik adalah harga jual minimum listrik yang dijual oleh pihak PLTM tanpa melalui PT.
PLN (Persero) kepada masyarakat pengguna listrik tersebut. Sehingga kelayakan suatu PLTM dapat dievaluasi dengan membandingkan tarif minimum tersebut terhadap tarif pembelian oleh PLN yang dengan Peraturan Menteri ESDM No. 4 tahun 2012 tentang harga pembelian listrik oleh PT. PLN (Persero).
Gambar 1.2: Kerangka konseptual
1.5 Metodologi dan Pembatasan Masalah
Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksploratif kuantitatif dan deskriptif yang diawali dengan pengumpulan data-data antara lain curah hujan, catatan Automatic Water Level Recorder (AWLR), klimatologi, topografi dan peta rupa bumi Indonesia. Gambar 1.3 mengilustrasikan secara garis besar tahapan penelitian dari latar belakang sampai dengan kesimpulan.
Data topografi digunakan untuk mengetahui luas DAS Cikidang dan lokasi alternatif untuk penentuan lokasi infrastruktur PLTM Cikidang. Data klimatologi berfungsi untuk mendapatkan nilai evapotranspirasi, yang mana evapotranspirasi digunakan dalam perhitungan debit andalan yaitu metode NRECA dan metode F. J.
Mock.
Setelah nilai debit andalan dan debit banjir didapatkan, daya listrik yang dapat dihasilkan oleh PLTM dapat diestimasi berdasarkan tinggi jatuh (head) yang disurvei di lapangan. Selanjutnya dengan mengetahui komponen infrastruktur utama untuk
Infrastruktur Utama
Tarif Minimum Listrik
Kelayakan PLTM
Debit andalan, debit banjir, dan tinggi jatuh air
Daya Listrik
Potensi Energi PLTM Sungai Cikidang
Survei dan Analisa
Data
PLTM-nya, maka besar investasi yang dibutuhkan dapat diperkirakan untuk diusulkan berdasarkan besarnya biaya infrastruktur utama.
Gambar 1.3: Metodologi penelitian
Dalam penelitian ini ada banyak faktor yang harus diperhitungkan. Mengingat luasnya cakupan masalah yang ada, maka dalam penulisan ini pembahasan pokok dibatasi pada analisa debit banjir, dengan periode ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 tahun, dan debit andalan sebesar 80% yang berpedoman pada standar perencanaan irigasi (PU, 1986). Distribusi yang digunakan adalah distribusi Log Pearson III karena distribusi tersebut tidak mempunyai persyaratan khusus.
Pembatasan juga terletak pada bangunan infrastruktur yang utama yang ada pada suatu PLTM. Selanjutnya metode NPV digunakan untuk menganalisa jangka waktu pengembalian investasi dan kelayakan PLTM tersebut berdasarkan tarif minimum listrik dan besar investasinya.
1.6 Sistematika Penulisan
Bab 1, Pendahuluan, membahas secara umum pendahuluan, permasalahan, maksud dan tujuan serta, metodologi dan batasan masalah, dan sistematika penulisan penelitian.
Latar Belakang
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Analisa Data
Kesimpulan
klimatologi
peta rupa bumi Indonesia curah hujan
peta topografi AWLR
debit banjir evapotranspirasi debit andalan
kelayakan PLTM daya listrik
infrastruktur PLTM tarif minimum listrik
Bab 2, Tinjauan Pustaka, membahas mengenai tinjauan pustaka dan teori yang digunakan sebagai dasar perhitungan pada penelitian terutama tentang perhitungan metode debit banjir, dan debit andalan.
Bab 3, Deskripsi Daerah Kajian dan Metodologi Penelitian, menguraikan tentang gambaran kondisi lokasi daerah kajian secara umum, seperti informasi tentang letak geografis, kondisi topografi, dan luas dan karakteristik DAS. Bab ini juga berisi tentang uraian metodologi yang digunakan dalam penulisan ini.
Bab 4, Analisa Debit, membahas tentang pengolahan dan analisa data yang tersedia untuk mendapatkan nilai debit banjir dan debit andalan. Komponen infrastruktur utama PLTM dijabarkan dalam bab ini.
Bab 5, Kajian Potensi Energi, membahas tentang potensi energi listrik yang dapat dihasilkan dengan nilai debit andalan yang sudah didapat dari bab sebelumnya.
Investasi yang dibutuhkan, tarif minimum listrik yang diperlukan dan kelayakan PLTM dianalisa dalam bab ini.
Bab 6, Kesimpulan dan Saran, menyajikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil dan pembahasan tentang kajian potensi energi untuk PLTM yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya.