• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. daging yang baik dan banyak. Ciri khasdaging broilerdibanding daging jenis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. daging yang baik dan banyak. Ciri khasdaging broilerdibanding daging jenis"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik broiler

Rasyaf (2002) broiler adalah ayam jantan dan betina muda yang dijual pada umur dibawah delapan minggu dengan bobot tubuh tertentu, mempunyai pertumbuhan yang cepat serta mempunyai dada yang lebar dengan timbunan daging yang baik dan banyak. Ciri khasdaging broilerdibanding daging jenis unggas lainnyaadalah: rasanya yang khas dan enak, memiliki tekstur daging yang lembut dan banyak, pengolahan yang singkat karena daging ini mudah lunak.

Keunggulan-keunggulan sifat yang dimilikinya menjadikan budidaya broiler sangat diminati oleh masyarakat.Dua kriteria yang hanya dimiliki broiler adalah hasil utama dan pertumbuhannya.Peternak mampu menghasilkan broiler siap potong dalam waktu singkat karena broiler memiliki tingkat pertambahan bobot badan yang relatif cepat bila dibandingkan dengan jenis unggas lainnya.

Secara genetis broiler sengaja diciptakan sedemikian rupa, sehingga dalam waktu yang relatif singkat dapat segera dimanfaatkan hasilnya. Bibit broiler yang baik mempunyai ciri : sehat dan aktif bergerak, tubuh gemuk (bentuk tubuh bulat), bulu bersih dan kelihatan mengkilat, hidung bersih, mata tajam dan bersih serta kloaka bersih. Broiler yang baik adalah yang pertumbuhannya cepat, warna bulu putih mempunyai ukuran yang seragam, dengan ciri kaki pendek dan badan gemuk. Aktifitas sehari-hari hanya makan dan minum, serta istirahat sehingga tubuh broiler cepat besar sesuai dengan pertumbuhannya (Rasyaf, 2002).

(2)

2.2 Usaha peternakan broiler

Menurut Suharno (2002), ada beberapa hal sebagai langkah awal yang harus diperhatikan oleh peternak dalam menjalankan usaha peternakan broiler: yaitu, 1). Pandai menyiasati situasi pasar dengan cara mengatur pola produksi, 2). Menjalin komunikasi antar peternak, 3). Memperpendek jalur pemasaran, 4). Menguasai manajemen produksi dan pemotongan.

Rasyaf (2002), menyatakan, peternak harus memperhatikan 4 faktor dalam memproduksi broiler, yaitu:

1. Tanah

Lokasi tanah sangat berhubungan erat dengan biaya yang akan dikeluarkan dan dalam pemasaran hasil peternakan seperti biaya bibit, biaya transportasi, ataupun resiko kerusakan produk peternakan.

2. Modal

Modal digunakan untuk mengoperasikan peternakan hingga menjadi handal dalam bisnis. Penggunaannya untuk membangun kandang dan membeli peralatan atau keperluan rutin lainnya.

3. Tenaga kerja

Skala usaha peternakan akan mempengaruhi jumlah dan jenis tenaga kerja yang dibutuhkan. Tenaga kerja pada peternakan Broiler yang dikelola secara manual (tanpa alat-alat otomatis) untuk 2.000ekor dapat ditangani oleh satu orang pria dewasa. Apabila pemberian pakan dan minum dilakukan secara otomatis maka satu orang pria dewasa mampu menangani 5.000 ekor broiler.

(3)

4. Keterampilan dan ilmu pengetahuan

Keterampilam dan pengetahuan beternak merupakan sumber daya yang terpenting. Hal ini akan sangat membantu dalam upaya pengelolaan peternakan dan antisipasi terhadap permasalahan-permasalahan yang mungkin terjadi.

2.3 Potensi usaha peternakan broiler

Menurut Nichol (2003, dalam Arif, 2005) prospek industri perunggasan sangat menjanjikan. Hal tersebut dapat terwujud bila industri ini dikembangkan dengan manajemen produksi yang lebih efisien, biaya produksi yang lebih murah dengan memanfaatkan bahan baku yang ada, menekan konversi pakan dan mortalitas, meningkatkan pertumbuhan populasi serta kebijakan yang mendukung industri ini.

Sebagai suatu bidang ilmu yang terkait dengan bidang usaha, peternakan broiler mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dari segi tatalaksana. Dari sisi permintaan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, peranan daging broiler tercatat peningkatannya , dari 13% pada tahun 1970 menjadi sekitar 60% padatahun 1990-an (Abidin, 2003). Hal tersebut perlu di antisipasi oleh para peternak agar usaha mereka menghasilkan keuntungan sesuai dengan yang mereka harapkan. Semua yang terkait dengan bidang usaha ini harus melakukan koreksi total terhadap penanganan usaha peternakannya,supaya dapat meningkatkan taraf kehidupan peternak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara peningkatan skala usaha, penanganan yang lebih intensif dan penggunaan berbagai hasil penelitian yang terbukti mampu meningkatkan produktivitas ternak.

(4)

2.4 Kendala usaha peternakan broiler

Keadaan sektor peternakan saat ini banyak mengalami hambatan dalam kemajuannya. Fakta tersebut adalah; 1) ketidak berdayaan peternak kecil dalam menjalankan usahanya terutama pada ketidak mampuan peternak dalam merencanakan budidayanya, 2) Daya konsumsi komoditi peternakan masih rendah, 3) Pola korporasi sector peternakan khususnya perunggasan sangat leluasa gerakannya, seperti tumbuhnya gaya konglomerasi industri peternakan. (Sahid, 2003 dalam Arif, 2005)

Sahid (2003) lebih lanjut mengatakan bahwa dengan pertumbuhan industri perunggasan, persaingan yang semakin ketat akan semakin menguntungkan peternak sebagai produsen, namun yang terjadi adalah anomali perunggasan yaitu semakin banyak persaingan yang secara logika semakin kompetitif produknya dan konsumen semakin leluasa memilih produk yang ditawarkan, kondisi peternak semakin tidak berdaya karena tidak menentunya harga beli sarana produksi dan nilai jual komoditi.

Tantangan usaha budidaya broiler menurut Abidin (2003), antara lain adalah:

1. Kelemahan manajemen pemeliharaan; karena broiler merupakan hasil dari berbagai perkawinan silang dan seleksi yang rumit, kesalahan dan kesilapan dari segi manajemen pemeliharaan akan mengakibatkan kerugian.

2. Fluktuasi harga SAPRONAK; sama halnya dengan harga broiler siap potong. Harga sarana produksi seperti DOC, pakan ternak, vaksin, danobat-obatan juga mengalami fluktuasi yang bermuara pada keseimbangan penawaran dan permintaan di pasar.

(5)

3. Tidak ada kepastian waktu jual; dalam kondisi normal peternak broiler mandiri mudah menjual broiler siap potong tetapi tidak dalam kondisi penawaran yang lebih tinggi dari permintaan. Disinilah letak tidak adanya kepastian waktu jual, peternak dapat saja menjual murah hasil ternaknya atau menunggu harga yang lebih baik tapi sekaligus akan menjadi pengeluaran ekstra untuk pakan.

4. Margin usaha rendah; margin usaha budidaya broiler keuntungannya sangat tipis yakni 5 hingga 10 persen dari setiap siklus produksinya (sekitar 2 bulan). Jika dilihat angkanya mungkin masih lebih tinggi dari bunga Bank tetapi dengan berbagai resiko yang tidak pasti misalnya terserang penyakit yang bisa menyebabkan kematian ternak hingga 100 persen.

5. Faktor lain yang menghambat; lebih dari separuh harga SAPRONAK misalnya vaksin, obat-obatan, feed supplement, bahan baku pakan (tepung ikan, jagung, dan bungkil kedelai) merupakan produk impor.

2.5 Faktor-faktor produksi broiler

Rasyaf (2002) menyatakan bahwa faktor-faktor produksi yang dibutuhkan dalam produksi broiler adalah DOC, ransum, obat-obatan, tenaga kerja, kandang, dan sarana penunjang (listrik, sekam, dan bahan bakar)

2.5.1. DOC (day old chick)

Rasyaf (2002) menyatakan bahwa pedoman untuk memilih DOC yaitu anak ayam harus berasal dari induk yang sehat agar tidak membawa penyakit bawaan; ukuran atau bobot ayam yaitu untuk bobot normal DOC sekitar 35 hingga 40 gram; mata yang cerah dan bercahaya, aktif serta tampak tegar; DOC tidak terdapat cacat fisik seperti kaki bengkok, mata buta atau kelainan fisik lainnya yang mudah dilihat dan tidak ada lekatan tinja di duburnya.

(6)

Direktorat Jenderal Peternakan (1985) menyatakan bahwa DOC yang akan dipelihara dan dibesarkan menjadi penghasil daging haruslah DOC yang bermutu, baik kesehatannya maupun keadaan tubuhnya. Penelitian Pakarti (2000) menyatakan bahwa kombinasi dari faktor pakan, lingkungan dan manajemen pemeliharaan dicerminkan dalam bentuk keragaman teknis usaha peternakan dengan beberapa indikator penting yaitu (1) tingkat mortalitas; (2) konversi pakan dan (3) bobot hidup broiler yang dicapai.

2.5.2. Pakan

Direktorat Jenderal Peternakan (1985) menyatakan bahwa makanan broiler merupakan masukan (input) atau sarana produksi ternak (sapronak) terpenting disamping bibit yang menentukan keberhasilan usaha peternakan broiler. Pakan merupakan kumpulan bahan makanan yang layak dimakan oleh broiler dan telah disusun mengikuti aturan tertentu. Aturan itu meliputi nilai gizi bagi broiler dan nilai kandungan gizi dari bahan makanan yang digunakan. Bahan makanan yang tersedia dan terbanyak dimakan oleh bangsa unggas berasal dari biji-bijian, limbah pertanian dan sedikit hasil hewani dan perikanan. Broiler membutuhkan energi yang lebih tinggi (lebih dari 3000 kkal per kilogram ransum) (Rasyaf, 2002).

Berdasarkan bentuk fisiknya pakan dibagi menjadi 3 yaitu: (a) mash atau tepung, pakan bentuk tepung dapat digunakan untuk semua umur, mulai dari awal pemeliharaan sampai broiler siap untuk dijual, (b) crumble atau butiran halus, diberikan untuk broiler saat masa awal sampai masa pertumbuhan; dan (c) Pellet, pakan untuk broiler masa awal (2 atau 3 minggu) digunakan pellet starter dan pakan untuk broiler masa akhir (4 minggu) digunakan pellet finisher.

(7)

2.5.3. Obat-obatan, vaksin dan vitamin

Obat-obatan dan vaksin yang dimaksud disini adalah obat-obatan yang digunakan untuk pengobatan ternak yang terserang penyakit, vaksin digunakan untuk pencegahan penyakit serta antibiotika dan vitamin dapat mendukung pertumbuhan ayam sehingga dapat tumbuh secara optimal (Rasyaf, 2002).

Direktorat Jenderal Peternakan (1985) menyatakan bahwa pencegahan penyakit pada hewan dapat ditempuh melalui: (1) program sanitasi yaitu tindakan pembersihan dan pencuci hamaan yang dilakukan secara teratur pada kandang, perlengkapan dan alat-alat lainnya, (2) program vaksinasi (pengebalan) terhadap penyakit tertentu (ND / tetelo dan cacar) dan (3) penyediaan dan pemberian makanan yang baik dan memenuhi syarat serta pemberian makanan yang teratur.

Menurut Rasyaf (2002), vaksin yang digunakan untuk mencegah penyakit asal virus, misalnya ND. Cara penggunaan vaksin ini ada tiga cara yaitu melaluiair minum, melalui suntikan, atau semprotan. Hasil penelitian Pakarti (2000) dalam (Arif, 2005) menyatakan bahwa vaksinasi yang dilakukan pada usaha ternak broiler tiga kali yaitu vaksinasi tetelo 1 (ND 1) dengan tetes mata pada umur 3 sampai 4 hari. Vaksinasi Gumboro diberikan umur 12 hingga 16 hari melalui air minum dan vaksinasi ketiga (ND 2) diberi melalui air minum pada umur 18 hingga 20 hari. Pengobatan terhadap ayam yang sakit dilakukan dengan pemberian obat sesuai anjuran dokter hewan serta melakukan isolasi terhadap ayam sakit dengan tujuan menghindari penularan penyakit.

Vitamin adalah susunan kompleks zat organik yang dibutuhkan hewan untuk pertumbuhan normal, produksi, reproduksi, dan kesehatan. Dalam program tatalaksana pemeliharaan broiler digunakan vitamin C (pada umumnya berbentuk

(8)

serbuk dan cairan), yang biasanya diberikan setelah vaksinasi dan digunakan sebagai suplemen atau bahan tambahan pada air minum ayam (Tobing, 2004). 2.5.4. Tenaga kerja

Soekartawi et al. (1995) menyatakan bahwa tenaga kerja adalah daya manusia untuk melakukan kegiatan dalam menghasilkan produk. Tenaga kerja usahatani dapat berasal dari dua sumber, yaitu tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Pekerjaan dalam usahatani menuntut macam-macam pekerjaan yang berbeda yang disebabkan oleh adanya perbedaan keahlian, keterampilan, kegiatan dan pengalaman. Kebutuhan tenaga kerja untuk usahatani antara lain, untuk membuat persemaian, mengelola lahan, memelihara ternak, memelihara tanaman dan mengumpulkan hasil panen.

Rasyaf (2002) menyatakan bahwa peternakan Broiler mempunyai kesibukan yang temporer terutama pagi dan sore hari, dan pada saat ada tugas khusus seperti vaksinasi. Oleh karena itu, di suatu peternakan dikenal beberapa jenis tenaga kerja, antara lain: tenaga kerja tetap, tenaga kerja harian, tenaga kerja harian lepas dan kontrak. Umumnya tenaga kerja tetap adalah staf teknis atau peternak itu sendiri, karena sifatnya sebagai tenaga kerja atau karyawan bulanan, maka gaji mereka dimasukkan ke dalam biaya tetap peternakan dan bukan biaya variabel. Tenaga kerja harian umumnya sebagai tenaga kerja kasar pelaksana kandang. Sesuai kategorinya, tenaga kerja harian dibayar harian atau sejumlah hari yang ditekuni. Sedangkan tenaga kerja harian lepas dan kontrak bekerja hanya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan setelah itu tidak ada ikatan lagi.

Tenaga kerja pada peternakan broile ryang dikelola secara manual (tanpa alat-alat otomatis) untuk 2000 ekor broiler mampu dipelihara oleh satu orang

(9)

dewasa. Bila mempergunakan alat otomatis (pemberian ransum dan minum dilakukan secara otomatis) maka untuk 5000 ekor ayam cukup satu orang dewasa sebagai tenaga kandang atau disebut anak kandang yang melakukan tugas sehari-hari di kandang. Disamping itu perlu tenaga kerja bantu umum untuk vaksinasi, pengaturan ransum dan pekerjaan lainnya.

2.5.5. Kandang

Mulyono (2001 dalam Arif 2005), kandang berfungsi sebagai pelindung ayam dari gangguan musuh, pelindung dari angin, terik matahari, dan hujan; tempat ayam beristirahat; tempat tumbuh dan berkembang biak; dan tempat melakukan penanganan terhadap ayam. Syarat-syarat kandang yang baik yaitu kandang harus cukup mendapat sinar matahari; kandang harus cukup mendapat udara segar; posisi kandang terletak pada tanah yang sedikit lebih tinggi dan dilengkapi saluran drainase yang baik; kandang tidak terletak pada lokasi yang sibuk dan gaduh mengingat ayam mudah stres, ukuran dan luas kandang disesuaikan dengan jumlah dan umur ayam.

1. Bahan penunjang (sekam, listrik, dan bahan bakar)

Menurut Abidin (2002), cahaya terbaik bagi pertumbuhan Broiler adalah bersumber dari cahaya matahari, yang secara langsung membantu membentuk vitamin D di dalam tubuh broiler dan secara tidak langsung membantu broiler dalam menemukan pakan dan minum di dalam kandang. Pada malam hari atau jika cuaca sedang gelap, dibutuhkan sumber cahaya buatan baik berupa listrik maupun lampu minyak.

(10)

Fadillah (2004), mengatakan bahwa intensitas cahaya pada malam hari yang diperlukan dari lampu harus setara dengan satu lampu bohlam 150 watt untuk luas lantai 93 m2. Selama masa pemeliharaan awal (21 hari) per 1.000 ekor bibit ayam dibutuhkan gas LPG 50 kg sebanyak 5-7 tabung, minyak tanah 100-120 liter dan batu bara 100-130 kg.Pemakaian pemanas digunakan pada masa starter 10 hingga 20 hariatau selama tiga minggu. Pada minggu pertama pemanas dinyalakan selama 24 jam, sedangkan minggu kedua dan ketiga hanya dinyalakan selama 12 jam pada malam hari, namun demikian pemberian pemanas tergantung pada cuaca.

Menurut Fadillah (2004), sekam berperan penting dalam pemeliharaan broiler, terutama broiler yang dipelihara di dalam kandang postal (sistem liter). Sekam berfungsi sebagai tempat tidur, tempat istirahat, dan tempat beraktivitas broiler serta tempat menampung kotoran yang dikeluarkan broiler. Sekam harus selalu dijaga agar tetap kering, tidak basah dan menggumpal.

2.6Penerimaan, biaya dan keuntungan

2.6.1 Penerimaan

Menurut Rasyaf (2002), penerimaan dalam usaha peternakan broiler terdiri dari: (1) hasil produksi utama berupa penjualan broiler, baik dalam kondisi hidup maupun dalam bentuk karkas; dan (2) hasil sampingan yaitu berupa kotoran broiler atau alas litter yang laku dijual kepada petani sayur-mayur atau petani palawija. Besarnya Penerimaan sangat ditentukan oleh besar kecilnya jumlah produk yang dihasilkan dan harga jual dari produk tersebut

(11)

Menurut Boediono (2002), penerimaan adalah penerimaan produsen dari hasil penjualan output. Ada dua konsep penerimaan (revenue) yang penting untuk produsen:

1. Total Revenue (TR), yaitu penerimaan total produsen dari hasil penjualan output. Tota lrevenue adalah output kali harga jual output.

2. Marginal Revenue (MR), yaitu kenaikan dari TR yang disebabkan oleh tambahan penjualan satu unit output.

2.6.2 Biaya

Dalam ilmu ekonomi biaya diartikan sebagai semua pengorbanan yang perlu untuk suatu proses produksi, dinyatakan dalam uang menurut harga yang berlaku di pasar, Gilarso (2003). Dari defenisi di atas, ada beberapa komponen penting yang terdapat dalam definisi suatu biaya, Yaitu: 1). Pengorbanan merupakan pemakaian faktor-faktor produksi atau sumber-sumber ekonomi. 2). Dinilai dalam uang artinya semua pengorbanan yang dikeluarkan dalam proses produksi diperhitungkan dalam bentuk nilai uang, yakni biaya yang benar-benar dikeluarkan (biaya eksplisit) maupun biaya yang secara ekonomis harus dihitung tetapi bukan dalam bentuk pengeluaran uang riil (biaya implisit), 3).Penilaian biaya tersebut berdasarkan harga pasar yang berlaku agar nilai yang dihitung relevan.

Biaya merupakan komponen yang dipengaruhi oleh besarnya skala produksi yang dilakukan peternak. Semakin besar skala peternakan maka biaya yang diperlukan semakin besar. Biaya yang digunakan dalam kegiatan budidaya broiler adalah seluruh biaya dalam pengadaan input dan tenaga kerja dalam satu siklus produksi.

(12)

Biaya dibedakan atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang tidak berubah walaupun jumlah produksinya berubah, atau tidak terpengaruh oleh besar kecilnya produksi. Biaya tetap dalam usaha peternakan adalah depresiasi, bunga modal, pajak, dan asuransi, Sedangkan biaya variable (variable cost) disebut juga biaya operasional, biaya ini selalu berubah tergantung pada besar kecilnya produksi. Biaya variabel meliputi biaya pakan, biaya pembelian bibit, vitamin dan obat obatan, upah tenaga kerja, litter, bahan bakar dan lain-lain (Prawirokusumo,1990).

Menurut Boediono (2002), dalam hubungannya dengan tingkat output, dari segi sifatnya biaya produksi bias dibagi menjadi tujuh:

1. Tota lFixed Cost (TFC) atau biaya tetap total, adalah jumlah biaya yang tetap dibayar perusahaan (produsen) berapa puntingkat output yang dihasilkan. Jumlah TFC adalah tetap untuk setiap output (misalnya: penyusutan, sewa gedung dan sebagainya),

2. Total Variable Cost (TVC) atau biaya variable total, adalah jumlah biaya yang berubah sesuai dengan tinggi rendahnya output yang diproduksi (misalnya: biaya untuk bahan mentah, upah, ongkos angkut dan sebagainya),

3. Total Cost (TC) atau biaya total adalah penjumlahan dari biaya tetap maupun biaya variable

4. Average Fixed Cost (AFC) atau biaya tetap rata-rata adalah ongkos tetap yang dibebankan pada setiap unit output,

5. Average Variable Cost (AVC) atau biaya variable rata-rata, adalah semua biaya lain, selain AFC, yang dibebankan pada setiap unit output,

(13)

6. Average TotalCost (ATC) atau biaya total rata-rata, adalah biaya produksi dari setiap unit output yang dihasilkan,dan

7. Marginal Cost (MC) atau biaya marjinal, adalah kenaikan dari total cost yang diakibatkan oleh diproduksinya tambahan satu unit output.

2.6.3 Keuntungan

Keuntungan adalah selisih antara penerimaan peternak dan biaya produksi Rasyaf (2002).Keuntungan usaha sangat dipengaruhi oleh besarnya penerimaan dan biaya yang dikeluarkan dalam menjalankan produksi. Untuk menghitung keuntungan peternak broiler dapat dihitung dengan menggunakan persamaan matematis yaitu: π = TR − TC.

Referensi

Dokumen terkait

Persentase perlakuan tilirosida dibandingkan dengan kontrol doksorubisin (Gambar 1) menunjukkan bahwa tilirosida tidak mampu menyamai persentase kematian sel akibat apoptosis, karena

Setiap orang pada dasarnya mempunyai harapan-harapan akan perkembangan dirinya di masa yang akan datang. Sehubungan dengan hal tersebut biasanya timbul pertanyaan

Peran ICCTF adalah untuk menggalang, mengelola dan menyalurkan pendanaan yang berkaitan dengan penanganan perubahan iklim serta mendukung program pemerintah untuk

Guna meningkatkan kenyamanan dan kemudahan penggunaan ashitaba maka diformulasikan granul effervescent, dengan tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh variasi

Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang telah dipaparkan, dapat dijelaskan bahwa manajemen laba merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh manajemen

Hasil yang diperoleh dari penulisan hukum ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Yayasan tumpang tindih dengan

Berdasarkan alasan pemilihan tempat pelayanan imunisasi di puskesmas Sikumana didapatkan hasil sejumlah 41% responden memberikan alasan bahwa mereka tidak mengetahui

Berdasarkan pengertian dari para ahli, maka peneliti menyimpulkan bahwa kecanduan internet merupakan suatu tingkah laku dimana individu mengalami ketergantungan terhadap